Anda di halaman 1dari 4

BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang wanita bernama Ny. S berusia 36 tahun datang ke instalasi gawat


darurat RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya tanggal 22 Juni 2018 rujukan
dari Puskesmas Jabiren dengan keluhan utama yaitu nyeri dada sebelah kiri
tembus sampai ke punggung sebelah kiri dan menjalar sampai ke bahu serta
lengan kiri berlangsung pada 8 jam SMRS dan dirasakan pasien memberat sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit Nyeri dada dirasakan pasien seperti tertimpa
beban berat dan seperti diikat. Nyeri dada sudah sering dialami pasien sejak 2
tahun belakangan setelah pasien melahirkan anak keempat pasien. Nyeri bersifat
hilang timbul dan memberat saat pasien kelelahan setelah beraktifitas sehari – hari
dengan durasi setiap kali nyeri biasanya + 10-15 menit kemudian nyeri hilang saat
pasien beristirahat. Nyeri dada disertai rasa menyesak sehingga saat nyeri muncul
pasien merasa kesulitan bernafas,pusing berputar, dan pingsan tiba – tiba..
Berdasarkan hasil anamnesis serta tanda dan gejala, diagnosis CHF dari
kasus ini dapat ditegakkan karena didapatkan keluhan sesak napas yang dirasakan
sekitar 1 minggu yang lalu dan memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Sesak napas muncul pada saat pasien berjalan ± 20 m. Sesak dirasakan
memberat ketika beraktivitas sehari-hari bahkan saat melakukan aktivitas ringan
dan tidur dengan posisi terlentang, namun sesak terasa ringan jika beristirahat
dengan posisi duduk. Pada malam hari, pasien sering terbangun dikarenakan
sesak nafas. Pasien lebih nyaman tidur dalam posisi tubuh yang lebih tinggi
dengan menggunakan 2 bantal. Karakter sesak yang dirasakan pasien mencakup
kriteria Framingham mayor (paroxysmal nocturnal dyspnea, orthopnea) dan
kriteria Framingham minor (dyspnea d’effort).
Pada pemeriksaan fisik tanggal 24 Juni 2018, pada palpasi jantung
dirasakan apeks terdorong ke linea axillaris anterior sinistra yang menandakan
adanya pembesaran jantung atau kardiomegali, pada auskultasi thoraks ditemukan
S1 S2 reguler suara bising jantung murmur (+) fase sistolik pada katup mitral
dengan derajat 3/6. Pada pemeriksaan abdomen terlihat datar, hepar tidak teraba,

38
nyeri tekan (-) dan lien tidak teraba, berdasarkan pemeriksaan penunjang berupa
pehitungan hasil Rontgen CTR 67% yang menunjukkan kardiomegali dengan
gambaran pembesaran pada ventrikel kiri. Pemeriksaan awal di instalasi gawat
darurat (22 April 2018) menyatakan bahwa tekanan darah pasien 190/100, pasien
memiliki riwayat hipertensi lama. Pasien sempat pingsan setelah nyeri dada .
Keluhan lain pasien rasa pusing, nyeri dada tembus ke belakang yang sering
dialami pasien ±10-15 menit muncul saat pasien kelelahan beraktivitas dan
berkurang saat pasien beristirahat menandakan adanya nyeri tipikal khas angina.
Terjadi karena hipertrofi otot jantung dan peningkatan beban kerja dari ventrikel
kiri karena pengecilan ruangan akibat pembesaran dari miokardium. Sesak napas
pada pasien juga merupakan gejala yang disebabkan oleh adanya pembesaran
pada ventrikel kiri menyebabkan gangguan dari relaksasi jantung dan membuat
fungsi diastolik menurun. Pada hasil pemeriksaan Echo didiapatkan adanya
mitral regurgitasi dan AML Prolas.
Murmur sistolik yang didapatkan pada pasien ini menunjukan mitral
regurgitasi yang disebabkan oleh peningkatan kontraksi pada saat ventrikel
berkontraksi, ejeksi darah ke katup aorta menjadi lebih cepat dari biasanya karena
harus mengalir melalui jalur yang sudah menyempit, aliran darah yang cepat ini
mengakibatkan tekanan pada katup mitral sehingga secara abnormal mendorong
katup mitral ke arah septum, akibatnya katup mitral mendekat septum ventrikel
kiri yang hipertrofi dan menutup sementara aliran darah ke aorta. Selain itu karena
katup mitral terdorong dan menutup jalur keluar darah melalui katup aorta, katup
mitral bagian anterior tidak dapat menutup dengan sempurna saat sistolik
sehingga terjadi regurgitasi katup mitral. Pada Penyakit jantung reumatik terjadi
kelainan katup jantung yang menetap akibat demam reumatik akut sebelumnya,
terutama mengenai katup mitral (75%), aorta (25%). Selain itu pada tahun 2014,
pasien mengaku pernah nyeri pada persendiaannya, nyeri dirasakan berpindah-
pindah yang bermula dirasakan pada bahu kanan, lalu tangan kanan, pada
pinggang dan lutut kiri hingga pasien sulit berjalan.
Demam reumatik dapat ditentukan dengan mengetahui kriteria Jones yang
terdiri dari kriteria mayor dan minor. Kriteria mayor terdiri dari Poliartritis,

39
karditis, nodul subkutan, eritema marginatum dan Chorea Sydenham. Sementara
kriteria minor terdiri dari demam (>38 °C), arthralgia, sedimentasi eritrosit,
leukositosis, EKG menunjukkan fitur blok jantung seperti PR memanjang.Pada
kasus ini tanda manifestasi mayor yang ditemukan berdasarkan kriteria Jones
yaitu karditis, karena pada rontgen thoraks ditemukan gambaran kardiomegali,
dan pasien menunjukkan klinis adanya gagal jantung, poliartritis, dan eritema
marginatum. Penyakit jantung reumatik merupakan kelainan katup jantung yang
menetap akibat demam reumatik akut sebelumnya, terutama mengenai katup
mitral (75%), aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspid, dan tidak pernah
menyerang katup pulmonal.Berdasarkan penegakkan diagnosa menurut kriteria
WHO tahun 2002-2003 utuk diagnosis Demam Rematik & Penyakit Jantung
Rematik (berdasarkan kriteria Jones) PJR (stenosis mitral murni atau kombinasi
dengan insufisiensi mitral dan/atau gangguan katup aorta) tidak diperlukan
kriteria lainnya untuk mendiagnosis PJR. Berdasarkan hal tersebut, maka
diagnosis yang ditegakkan adalah CHF NYHA III ec suspek penyakit jantung
rematik.
Pada pasien ini diberikan candesartan 4 mg untuk mengurangi beban kerja
jantung yang disebabkan karena gagal jantung. Mekanisme kerja dari candesartan
yang merupakan golongan angiotensin reseptor blocker yaitu menghambat
angiotensin II berikatan dengan reseptornya sehingga memungkinkan pembuluh
darah vasodilatasi. Pasien ini juga diberikan furosemid dengan dosis ½x20 mg.
dan oral spironolakton 1x25mg (diuretik hemat kalium) pada kasus ini bertujuan
mengurangi beban awal untuk mengantisipasi retensi natrium dan air dan pada
gagal jantung simptomatik. Diuretik menyebabkan eksresi kalium bertambah
sehingga pada dosis besar atau pemberian jangka lama diperlukan tambahan
kalium. Kombinasi antara furosemid dan spironolakton dapat bersifat aditif yaitu
menambah efek diuresis, dan oleh karena spironolakton bersifat menahan kalium
maka pemberian kalium tidak diperlukan.
Pada pasien ini juga diberikan bisoprolol 2,5 guntuk mencegah
memburuknya fungsi jantung. Mekanisme kerja dari bisoprolol yang termasuk
beta bloker yaitu menghambat penglepasan renin sehingga menghambat aktivasi

40
sistem RAA, akibatnya terjadi penurunan hipertrofi miokard, apoptosis dan
fibrosis miokard, dan remodeling miokard, sehingga progesi gagal jangtung akan
terhambat dan dengan demikian memburuknya kondisi klinis juga akan
terhambat. Pada pasien ini diberikan antibiotik eritromisin dengan 3x250 mg
sebagai profilaksis untuk demam rematik.
Pada anak-anak yang menderita kelainan jantung sering terjadi gangguan
tumbuh kembang dan berat badannya tidak mau naik. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh sejumlah faktor seperti serangan sesak, gangguan absorpsi
makanan karena penurunan perfusi darah ke usus dan infeksi yang menyertai
gagal jantung. Pasien ini mengalami gizi kurang sehingga perlu diberikan
penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah dan pemberian
vitamin. Pada pasien gizi kurang yang dirawat inap untuk penyakit lain, diberikan
makanan sesuai dengan penyakitnya dengan tambahan energi sebanyak 20% agar
tidak jatuh pada gizi buruk, serta untuk meningkatkan status gizinya.

41

Anda mungkin juga menyukai