PENDAHULUAN
Selain gagal jantung yang menjadi masalah kesehatan juga yakni infeksi
Mycobacterium Tuberkulosis. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization
(WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO
tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun
2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Setiap detik ada
satu orang yang terinfeksi tuberkulosis di dunia ini, dan sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi kuman tuberkulosis. Jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu
33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah pendduduk,
terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia
tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk.
1
laporan yang masuk ke subdit TB P2MPL Departemen Kesehatan tahun 2001 terdapat
50.443 penderita BTA positif yang diobati (23% dari jumlah perkiraan penderita BTA
positif ). Tiga perempat dari kasus TB ini berusia 15 – 49 tahun. Pada tahun 2004
WHO memperkirakan setiap tahunnya muncul 115 orang penderita tuberkulosis paru
menular (BTA positif) pada setiap 100.000 penduduk. Saat ini Indonesia masih
menduduki urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. IDENTITAS
o Nama : Ny. S
o No. Rekam Medis : 17.17. 45
o Jenis Kelamin : Perempuan
o Umur : 63 tahun
o Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
o Alamat : Kekalik Gerisak
o Agama : Islam
o Masuk R.S : 19 November 2015
o Rumah Sakit : RSUD Kota Mataram
2.2. ANAMNESIS
KU : Sesak napas
o Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien rujukan Puskesmas Tanjung Karang dengan diagnosa sesak napas
disebabkan gagal jantung (dyspneu ec CHF). Pasien datang ke Rumah Sakit dengan
keluhan sesak napas sejak satu hari sebelum masuk ke Rumah Sakit. Sesak dirasakan
tiba-tiba. Pasien mengeluh sesak napas sudah lama dirasakan tapi tidak pernah
diperiksa. Keluhan sesak dirasakan datang ketika sedang beraktivitas dan istirahat.
Keluhan dirasakan membaik jika pasien dalam keadaan duduk, jika dalam posisi
berbaring sesak bertambah. Pasien juga mengaku tidur dengan menggunakan 2 – 3
bantal. Sesak tidak dipengaruhi oleh suhu,cuaca maupun debu.
Pasien juga merasa sering cepat lelah, tidak ada nyeri dada, batuk berdahak
berwarna kuning kehijauan, tidak ada batuk berdarah. Batuk dirasakan sejak 3 bulan
yang lalu. Pasien juga merasakan adanya keringat pada malam hari yang tidak disertai
demam, mual tapi tidak muntah. Pasien tidak ada keluhan pada buang air kecil dan
buang air besarnya. Pasien mengaku pernah menderita TB Paru satu tahun yang lalu
dan sudah minum obat selama 5 bulan. Pasien tidak menyampaikan alasannya kenapa
tidak tuntas minum obat.
3
o Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat tekanan darah tinggi/hipertensi (+), pasien tidak rutin minum obat
Riwayat kencing manis/Diabetes Melitus (-)
Riwayat penyakit saluran kencing misalnya gagal ginjal (-)
Riwayat penyakit asma (-)
o Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien
Riwayat tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), asma (-), infeksi TB (-)
o Riwayat Sosial
Pasien adalah ibu rumah tangga dengan keadaan rumah yang ventilasi kurang, antara
satu rumah dengan rumah yang lain di lingkungan tempat tinggalnya jaraknya
berdekatan, tinggal bersama dengan anak dan cucu yang terdiri dari 6 orang dalam
satu rumah. Pasien juga mengatakan bahwa ada tetangganya yang mengalami
penyakit TB dan sudah minum obat selama 6 bulan.
o Riwayat Alergi
Pasien tidak mempunyai alergi terhadap makanan, udara atau obat-obatan tertentu.
o Riwayat Pengobatan
Pasien pernah minum obat TB selama 5 bulan
4
Konjungtiva : Anemis (+/+)
Sklera : Ikterus (-/-)
Hidung : Nafas cuping hidung : (-)
Discharge : (-)
Deformitas : (-)
Bibir : Sianosis : (-)
Pulse Lips Breathing : (-)
Leher : Perbesaran KGB : (-)
Trakea : Ditengah, deviasi (-)
JVP : R + 2 cm
Paru Depan :
Inspeksi : Simetris statis dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Stem Fremitus Kiri menurun
Perkusi : Sonor disemua lapang paru
Auskultasi : Rhonki +/+, Wheezing -/-
Paru Belakang :
Inspeksi : Simetris Statis Dinamis
Palpasi : Stem Fremitus Kiri menurun
Perkusi : Sonor disemua lapang paru
Auskultasi : Rhonki +/+,Wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi :Teraba pulsasi ictus cordis di ICS V linea
midklavikula sinistra
Perkusi :
Batas kanan : linea sternalis dextra ICS V
Batas Kiri : linea midclavicula sinistra ICS VI
Batas Pinggang : linea parasternalis sinistra ICS 3
Batas Atas : linea parasternalis sinistra ICS 2
Auskultasi :Bunyi jantung S1/S2 (+) reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar , sikatrik (-),distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
5
Perkusi : Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen, shifting
dullness (-), undulasi (-)
Palpasi : Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba.
ballotement (-)
Ekstremitas : Akral hangat pada keempat ekstremitas, Edema pada keempat
ekstremitas (-)
2.4. Problem
o Sesak napas
Sesak sudah lama dirasakan, memberat satu hari sebelum masuk rumah sakit,
dirasakan datang ketika sedang beraktivitas dan istirahat. Sesak dirasakan membaik
jika pasien dalam keadaan duduk, jika dalam posisi berbaring sesak bertambah. Sesak
tidak dipengaruhi oleh suhu,cuaca maupun debu.
o Tidur dengan menggunakan 2 – 3 bantal
o Cepat lelah
o Tidak ada nyeri dada
o Batuk sejak 3 bulan yang lalu, berdahak berwarna kuning kehijauan, tidak ada batuk
berdarah
o Keringat pada malam hari
o Demam
o Mual tapi tidak muntah
o Riwayat tekanan darah tinggi, tidak minum obat
o Pasien mengaku pernah menderita TB Paru satu tahun yang lalu
o Sudah minum obat anti tuberkulosis selama 5 bulan
o Tetangga ada yang menderita TB
o Ventilasi rumah kurang
o Tekanan Darah 140/90 mmHg
o Respiration Rate: 36 X/ menit
o Stem fremitus kiri menurun
o Batas kiri jantung di ICS VI linea midklavikula sinistra
o Rhonki (+/+)
6
2.5. Assesment
Problem Assesment
o Sesak napas o Dyspneu ec Congestive Heart
Sesak sudah lama dirasakan, memberat Failure (CHF) NYHA IV
satu hari sebelum masuk rumah sakit, o Hipertensi Stage I
dirasakan datang ketika sedang o Congestive Heart Failure (CHF)
beraktivitas dan istirahat. Sesak NYHA IV ec Hipertensi Heart
dirasakan membaik jika pasien dalam Disease (HHD)
keadaan duduk, jika dalam posisi o CHF NYHA IV ec CAD
berbaring sesak bertambah. Sesak tidak
dipengaruhi oleh suhu, cuaca maupun
debu
o Tidur dengan menggunakan 2 – 3
bantal
o Cepat lelah
o Tidak ada nyeri dada
o Riwayat tekanan darah tinggi, tidak
minum obat
o RR: 36 x/menit
o Tekanan darah 140/90 mmHg
o Batas kiri jantung di ICS VI linea
midklavikula sinistra
o Rhoki +/+
7
tidak ada batuk berdarah
o Keringat pada malam hari
o Demam
o Mual tapi tidak muntah
o Pasien mengaku pernah menderita
TB Paru satu tahun yang lalu
o Sudah minum OAT selama 5 bulan
o Tetangga ada yang menderita TB
o Ventilasi rumah kurang
o Rhonki +/+
2.6. Planning
o Planning Diagnostik
Darah Lengkap
Ureum Kreatinin
Elektrolit
GDS
Foto torak
Elektrokardiogram
Echocardiografi
o Planning Terapi
O2 Nasal kanul 2-5 lpm
IVFD RL 8 tpm
Inj Furosemid 3 X 1 amp
Inj prosogan (lansoprazol) 1 amp
Aspilet 1 X 80 mg
o Monitoring
TTV
8
2.7. Progress Note
Tanggal : 19 November 2015
Subjektif
Sesak nafas (+) saat istirahat, nyeri dada (-), batuk berdahak berwarna kuning
kehijauan (+), mual (+), muntah (-), nafsu makan menurun, BAB (+), BAK (+),
riwayat minum OAT tidak tuntas
Objektif
- Tanda Vital :
TD :140/90 mmHg
Nadi :88/menit, isi dan tegangan cukup, reguler
RR : 36x/menit
Suhu : 36,7˚C, axilla
- Pemeriksaan Fisik
Mata: Anemis (-/-), ikterus (-/-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Bibir: Pulse Lips Breathing (-)
Leher: Perbesaran KGB (-), JVP : R + 2 cm
Paru Depan :
Inspeksi : Simetris statis dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Stem Fremitus Kiri menurun
Perkusi : Sonor disemua lapang paru
Auskultasi : Rhonki +/+, Wheezing -/-
Paru Belakang :
Inspeksi : Simetris Statis Dinamis
Palpasi : Stem Fremitus Kiri menurun
Perkusi : Sonor disemua lapang paru
Auskultasi : Rhonki +/+,Wheezing -/-
Jantung :
9
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi :Teraba pulsasi ictus cordis di ICS V linea
midklavikula sinistra
Perkusi :
Batas kanan : linea sternalis dextra ICS V
Batas Kiri : linea midclavicula sinistra ICS VI
Batas Pinggang : linea parasternalis sinistra ICS 3
Batas Atas : linea parasternalis sinistra ICS 2
Auskultasi :Bunyi jantung S1/S2 (+) reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar , sikatrik (-),distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen, shifting
dullness (-), undulasi (-)
Palpasi : Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba.
ballotement (-)
Ekstremitas : Akral hangat pada keempat ekstremitas, Edema pada keempat
ekstremitas (-)
- Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil pemeriksaan Nilai rujukan
Hb 15,5g/dl 11-14,7 gr/dl
WBC 10,45X 103 /uL 3,37-8,38 X 10 3
PLT 336 X 10 3/Ul 172-378 X 10 3
Ureum 28,1 mg/dl 17-43mg/dl
Kreatinin 0,6 mg/dl 0,6-1,1 mg/dl
GDS 157 mg/dl 80-120 mg/dl
Natrium 141 mmol/L 136-145 mmol/L
Kalium 3,7 mmol/L 3,5 – 5,1 mmol/L
Clorida 99 mmol/L 97-111 mmol/L
10
Foto torak
Kesan:
Kardiomegali
Aterosklerotik aorta
Giant bula pada suprahiler-parahiler kiri
TB Paru
11
Efusi pleura kiri minimal yang sudah terorganisasi
EKG
12
Assesment
Problem Assesment
o Sesak nafas (+) Infeksi TB Paru Sekunder
o batuk berdahak berwarna kuning Destroyed Lung
kehijauan
o mual (+),
o nafsu makan menurun
o riwayat minum OAT tidak tuntas
o Leukosit 10,45X 103 /uL
o Rhonki +/+
o foto thorax: tampak fibroinfiltrat
pada suprahiler kanan disertai
penarikan hilus kanan ke superior,
tampak giant cavitas berdinding
tipis pada suprahiler-parahiler kiri
disertai infiltrat disekitarnya
Planing Terapi
13
O2 Nasal kanul 2-5 lpm
IVFD RL 8 tpm
Inj Furosemid 3 X 1 amp
Inj prosogan (lansoprazol) 1 amp
Aspilet 1 X 80 mg
Perkusi :
14
Batas kanan : linea sternalis dextra ICS V
Batas Kiri: linea midclavicula sinistra ICS
VI
Batas Pinggang : linea parasternalis
sinistra ICS 3
Batas Atas : linea parasternalis sinistra
ICS 2
Auskultasi: Bunyi jantung S1/S2 (+) reguler,
gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar , sikatrik (-),distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani (+) pada seluruh lapang
abdomen, shifting dullness (-),
undulasi (-)
Palpasi:Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba,
ballotement (-)
Ekstremitas: Akral hangat pada keempat
ekstremitas, Edema pada keempat
ekstremitas (-)
A - CHF NYHA IV
- TB Paru Sekunder
- Destroyed Lung
- Efusi Pleura sinistra
- Pneumotorak spontan sekunder lobus superior
sinistra ec TB
P O2 2 lpm
IVFD RL 10 tpm
Furosemid 3 X 20 mg
Spironolakton 1 X 25
Digoxin 1 x 0,25 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
15
Tanggal 21 November 2015
S Sesak (+), batuk berkurang, nyeri dada (-), nafsu
makan sedikit, mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK
(+)
O Kesadaran : Compos Mentis
TD: 110/80 mmHg
N: 75 x/menit
RR: 29 x/menit
T: 36,6 0C
Mata: Anemis (-/-), ikterus (-/-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Bibir: Pulse Lips Breathing (-)
Leher: Perbesaran KGB (-), JVP : R + 2 cm
Paru Depan :
Inspeksi : Simetris statis dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Stem Fremitus Kiri menurun
Perkusi : Sonor disemua lapang paru
Auskultasi : Rhonki +/+, Wheezing -/-
Paru Belakang :
Inspeksi : Simetris Statis Dinamis
Palpasi : Stem Fremitus Kiri menurun
Perkusi : Sonor disemua lapang paru
Auskultasi : Rhonki +/+,Wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi: Teraba pulsasi ictus cordis di ICS V
linea midklavikula sinistra
Perkusi :
Batas kanan : linea sternalis dextra ICS V
Batas Kiri: linea midclavicula sinistra ICS
VI
Batas Pinggang : linea parasternalis
sinistra ICS 3
16
Batas Atas : linea parasternalis sinistra
ICS 2
Auskultasi: Bunyi jantung S1/S2 (+) reguler,
gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar , sikatrik (-),distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani (+) pada seluruh lapang
abdomen, shifting dullness (-),
undulasi (-)
Palpasi:Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba,
ballotement (-)
Ekstremitas: Akral hangat pada keempat
ekstremitas, Edema pada keempat ekstremitas (-)
17
makan sedikit, lemas, mual (-), BAB (+), BAK (+)
O Kesadaran : Compos Mentis
TD: 100/60 mmHg
N: 82 x/menit
RR: 25 x/menit
T: 36,6 0C
Mata: Anemis (-/-), ikterus (-/-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Bibir: Pulse Lips Breathing (-)
Leher: Perbesaran KGB (-), JVP : R + 2 cm
Paru Depan :
Inspeksi : Simetris statis dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Stem Fremitus Kiri menurun
Perkusi : Sonor disemua lapang paru
Auskultasi : Rhonki +/+, Wheezing -/-
Paru Belakang :
Inspeksi : Simetris Statis Dinamis
Palpasi : Stem Fremitus Kiri menurun
Perkusi : Sonor disemua lapang paru
Auskultasi : Rhonki +/+,Wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi: Teraba pulsasi ictus cordis di ICS V
linea midklavikula sinistra
Perkusi :
Batas kanan : linea sternalis dextra ICS V
Batas Kiri: linea midclavicula sinistra ICS
VI
Batas Pinggang : linea parasternalis
sinistra ICS 3
Batas Atas : linea parasternalis sinistra
ICS 2
Auskultasi: Bunyi jantung S1/S2 (+) reguler,
gallop (-), murmur (-)
18
Abdomen :
Inspeksi : Datar , sikatrik (-),distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani (+) pada seluruh lapang
abdomen, shifting dullness (-),
undulasi (-)
Palpasi:Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba,
ballotement (-)
Ekstremitas: Akral hangat pada keempat
ekstremitas, Edema pada keempat ekstremitas (-)
Echo: fraksi ejeksi 65 %, CHF ec HHD
A CHF ec HHD
TB Paru Sekunder
Efusi Pleura sinistra
Pneumotorak spontan sekunder ec lobus superior
sinistra
P O2 2 lpm
IVFD RL 10 tpm
Furosemid 3 X 20 mg
Spironolakton 1 X 25
Digoxin 1 x 0,25 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
OAT Kategori II
Tanggal 23 November 2015
S Sesak (-), nyeri dada (-), batuk berkurang, batuk
berdahak berwarna kuning, mual (-), muntah (-),
nafsu makan (+), BAB (+), BAK (+)
O Kesadaran : Compos Mentis
TD: 120/80 mmHg
N: 80 x/menit
RR: 24 x/menit
T: 36,6 0C
Mata: Anemis (-/-), ikterus (-/-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Bibir: Pulse Lips Breathing (-)
19
Leher: Perbesaran KGB (-), JVP : R + 2 cm
Paru Depan :
Inspeksi : Simetris statis dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Stem Fremitus Kiri menurun
Perkusi : Sonor disemua lapang paru
Auskultasi : Rhonki +/+, Wheezing -/-
Paru Belakang :
Inspeksi : Simetris Statis Dinamis
Palpasi : Stem Fremitus Kiri menurun
Perkusi : Sonor disemua lapang paru
Auskultasi : Rhonki +/+,Wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi: Teraba pulsasi ictus cordis di ICS V
linea midklavikula sinistra
Perkusi :
Batas kanan : linea sternalis dextra ICS V
Batas Kiri: linea midclavicula sinistra ICS
VI
Batas Pinggang : linea parasternalis
sinistra ICS 3
Batas Atas : linea parasternalis sinistra
ICS 2
Auskultasi: Bunyi jantung S1/S2 (+) reguler,
gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar , sikatrik (-),distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani (+) pada seluruh lapang
abdomen, shifting dullness (-),
undulasi (-)
Palpasi:Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba.
Ren tidak teraba, ballotement (-)
Ekstremitas: Akral hangat pada keempat
20
ekstremitas, Edema pada keempat ekstremitas (-)
A - CHF ec HHD
- TB Paru Sekunder
- Efusi Pleura sinistra
- Destroyed lung
- Pneumotorak spontan sekunder lobus superior
sinistra ec TB
P IVFD RL 10 tpm
Furosemid 1 x 20 mg
Spironolakton 1 x 25 mg
C lopidogrel 1 x 75 mg
Blopres (candesartan) 1 x 4 mg
OAT Kategori II
Tanggal 24 November 2015
S Pasien mengatakan tidak ada keluhan, batuk (-),
sesak (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan (+),
BAB (+), BAK (+)
O Kesadaran : Compos Mentis
TD: 110/80 mmHg
N: 82 x/menit
RR: 24 x/menit
T: 36,70C
Mata: Anemis (-/-), ikterus (-/-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Bibir: Pulse Lips Breathing (-)
Leher: Perbesaran KGB (-), JVP : R + 2 cm
Paru Depan :
Inspeksi : Simetris statis dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Stem Fremitus Kiri menurun
Perkusi : Sonor disemua lapang paru
Auskultasi : Rhonki +/+, Wheezing -/-
Paru Belakang :
Inspeksi : Simetris Statis Dinamis
Palpasi : Stem Fremitus Kiri menurun
Perkusi : Sonor disemua lapang paru
21
Auskultasi : Rhonki +/+,Wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi: Teraba pulsasi ictus cordis di ICS V
linea midklavikula sinistra
Perkusi :
Batas kanan : linea sternalis dextra ICS V
Batas Kiri: linea midclavicula sinistra ICS
VI
Batas Pinggang : linea parasternalis
sinistra ICS 3
Batas Atas : linea parasternalis sinistra
ICS 2
Auskultasi: Bunyi jantung S1/S2 (+) reguler,
gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar , sikatrik (-),distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani (+) pada seluruh lapang
abdomen, shifting dullness (-),
undulasi (-)
Palpasi:Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba.
Ren tidak teraba, ballotement (-)
Ekstremitas: Akral hangat pada keempat
ekstremitas, Edema pada keempat ekstremitas (-)
A CHF ec HHD
- TB Paru Sekunder
- Efusi Pleura sinistra
- Destroyed lung
- Pneumotorak spontan sekunder lobus superior
sinistra ec TB
P BPL
Furosemid 1 x 20 mg
Spironolakton 1 x 25 mg
22
C lopidogrel 1 x 75 mg
Blopres (candesartan) 1 x 4 mg
OAT Kategori II
BAB III
LANDASAN TEORI
23
dimana seorang pasien harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung
(nafas pendek yang tipikal saat istirahat atau saat melakukan aktifitas disertai /
tidak kelelahan); tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan
kaki); adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat
istrahat.
3.1.2. Etiologi
o Hipertensi
o Alcohol
o Hypothyroidsm
o Infections
3.1.3. Patogenesis
Gagal jantung merupakan kelainan multisistem dimana terjadi
gangguan pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf
simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik
terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan
cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi
neurohormonal, sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron (system RAA) serta
kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki
lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga (Jackson G, 2000).
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga
cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan
kontraktilitas serta vasokons-triksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila
hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada fungsi jantung.
Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis
miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal (Jackson G, 2000). Stimulasi
sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma
dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten
(arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin
dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan
24
aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta
meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit
serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung (Jackson G, 2000).
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yang
memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial
Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap
peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain
Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel,
kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada endotel
pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan
vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai
respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis
terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi aldosteron dan reabsorbsi
natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal
jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker
diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita
gagal jantung (Santoso A, 2007). Vasopressin merupakan hormon antidiuretik
yang meningkat kadarnya pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang
tinggi juga didpatkan pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan
hiponatremia (Santoso A, 2007).
Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan
merupakan peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek
vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi
natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai
dengan derajat gagal jantung. Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan
relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya
compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat
diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan
hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain
seperti infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial,
dikatakan 30 – 40 % penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang
masih normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik
dan diastolic yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.
3.1.4. Manifestasi Klinis
25
Tabel 1 Tanda dan gejala gagal jantung
Gejala khas gagal jantung : sesak nafas saat istirahat atau aktifitas, kelelahan,
edema tungkai
Tanda khas gagal jantung : takikardia, takipnu, ronki paru, efusi pleura,
peningkatan tekanan vena jugularis, edema perifer, hepatomegali
Tanda objektif gangguan struktur atau fungsional jantung saat istrahat,
kardiomegali, suara jantung ke tiga, murmur jantung, abnormalitas dalam
gambaran ekokardiografi, kenaikan konsentrasi peptida natriuretik
Diagnosis CHF ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor
(Marulam M Panggabean, 2009).
26
atau gejala
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktur Terdapat batasan aktifitas ringan.
jantung yang berhubungan dengan Tidak terdapat keluhan saat istrahat,
perkembangan gagal jantung, tidak namun aktifitas fisik sehari-hari
terdapat tanda atau gejala menimbulkan kelelahan, palpitasi atau
sesak nafas
Stadium C Kelas III
Gagal jantung yang simtomatik Terdapat batasan aktifitas bermakna.
berhubungan dengan penyakit Tidak terdapat keluhan saat istrahat,
struktural jantung yang mendasari tetapi aktfitas fisik ringan
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau
sesak
Stadium D Kelas IV
Penyakit jantung struktural lanjut Tidak dapat melakukan aktifitas fisik
serta gejala gagal jantung yang sangat tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
bermakna saat istirahat walaupun istrahat.
sudah mendapat terapi medis
maksimal (refrakter) Keluhan meningkat saat
melakukan aktifitas
27
o Tes darah dirkomendasikan untuk menyinggirkan anemia dan menilai
fungsi ginjal sebelum terapi di mulai. Disfungsi tiroid dapat menyebabkan
gagal jantung sehingga pemeriksaan fungsi tiroid harus selalu dilakukan.
o Pencitraan radionuklida menyediakan metode lain untuk menilai fungsi
ventrikel dan sangat berguna ketika citra yang memadai dari ekokardiografi
sulit diperoleh. Pemindahan perfusi dapat membantu dalam menilai
fungsional penyakit jantung koroner.
3.1.6. Penatalaksanaan
Tatalaksana Non-Farmakologi
- Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas
hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada
terapi farmakologi maupun non-farmakologi
28
Tatalaksana Farmakologi
- Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEI)
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal
jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. ACEI
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan
rumah sakit karenaperburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka
kelangsungan. ACEI kadang-kadang menyebabkan perburukanfungsi ginjal,
hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh
sebab itu ACEI hanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat
dan kadar kalium normal. Indikasi pemberian ACEI ( Fraksi ejeksi
ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala), kontraindikasi pemberian
ACEI (riwayat angioedema, stenosis renal bilateral, kadar kalium serum >
5,0 mmol/L, serum kreatinin > 2,5 mg/dL dan stenosis aorta berat.
- Penyekat β
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien
gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan
kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian penyekat β
Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah
diberikan
Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada
kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)
Kontraindikasi pemberian penyekat β
Asma
29
Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit
(tanpa pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit)
- Antagonis aldosteron
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil
harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan
gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa
hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron
mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan
meningkatkan kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian antagonis aldosteron
Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)
Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI
dan ARB)
Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron
Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L
Serum kreatinin > 2,5 mg/dL
Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
Kombinasi ACEI dan ARB
- Angiotensin Receptor Blockers (ARB)
Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung
dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik walaupun
sudah diberikan ACEI dan penyekat β dosis optimal, kecuali juga mendapat
antagonis aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan
kualitas hidup, mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan
gagal jantung ARB direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien intoleran
ACEI. Pada pasien ini, ARB mengurangi angka kematian karena penyebab
kardiovaskular.
Indikasi pemberian ARB
Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat
(kelas fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACEI
30
ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan
hipotensi simtomatik sama sepert ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan
batuk
Kontraindikasi pemberian ARB
Sama seperti ACEI, kecuali angioedema
Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan
Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB
digunakan bersama ACEI
ARB
Antagonis aldosteron
- Diuretik
31
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau
gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B).Tujuan dari
pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan
hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai
kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau resistensi
3.2. TBC
3.2.1. Definisi TBC
TBC berasal dari kata too-ber-cu-losis. TBC adalah suatu penyakit
menular yang terjadi pada manusia dan hewan. TBC paling sering disebabkan
hingga 1992 sebesar 20%. Hal ini di pengaruhi oleh faktor sosioekonomi dan
32
Untuk mengurangi peningkatan insidensi di Amerika Serikat, maka
dan imigran-imigran dari daerah endemik TBC (Price, 2006). Sejak tahun 1993,
morbiditas TBC terus menurun, hal ini di pengaruhi oleh faktor pengawasan
yang terus meningkat pada daerah yang memilki faktor risiko tinggi (Price,
2006). Kejadian TBC di Amerika Serikat pada tahun 1998 sebesar 18.361
(41,3%) kasus baru, 80% penderita TBC tersebut berusia lebih dari 25 tahun
(Price, 2006).
Penyakit TBC dapat menginfeksi berbagai organ dan jaringan, tetapi
didominasi oleh TBC paru sebanyak 80-85%, hal tersebut dipengaruhi oleh port
dengan ukuran panjang 1-4 mikron, lebar kuman 0,3-0,6 mikron (Depkes,
0
2008). Kuman akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 37 C dengan PH
optimal 6,4-7 (Putra, 2010). Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak
(lipid), hal tersebut yang menyebabkan kuman lebih tahan asam dan lebih kuat
terhadap gangguan kimia dan fisik (Widowati, 2013). Kuman dapat hidup pada
udara kering dan dingin, dikarenakan kuman berada dalam keadaan dorman,
yang dapat bangkit kembali dan menjadi TBC aktif dalam keadaan tertentu
sebagai parasit intraselular (Widowati, 2013). Sifat kuman ini adalah aerob
33
Gambar 2-2 M. tuberculosis (Collins, 2013).
Pertumbuhan dan perkemabangan M .tuberculosis berbeda-beda, hal
antituberkulosis tertentu.
- Populasi C: kuman berada dalam keadaan dorman hampir sepanjang waktu,
waktu yang singkat, kuman jenis ini banyak terdapat pada dinding kaviti.
- Populasi D: kuman sepenuhnya bersifat dorman sehingga sama sekali tidak
dapat dipengaruhi oleh obat antituberkulosis. Jumlah populasi jenis ini tidak
(Widowati, 2013).
3.2.4. Faktor yang mempengaruhi kejadian TBC
Berdasarkan Teori yang dikemukakan John Gordon bahwa timbulnya
suatu penyakit sangat dipengaruhi oleh tiga faktor antara lain: bibit penyakit
34
kemampuan mikroba untuk masuk ke dalam tubuh host dan berkembangbiak
- Host
Host M. tuberkulosis adalah manusia atau hewan, tetapi host yang dimaksud
pada penelitian ini adalah manusia. Penularan TBC dipengaruhi oleh faktor
host seperti:
a. Jenis kelamin
Penderita TBC paru cenderung lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan
tubuh dan akan lebih mudah terpapar dengan agent penyebab penyakit
(Manalu, 2010).
b. Umur
Umur berperan penting dalam kejadian TBC, di mana puncak kejadian
TBC terjadi pada dewasa muda (15-50 tahun) (Fatimah, 2008). TBC
tidak hanya terjadi pada orang dewasa, tetapi bisa terjadi pada anak.
35
Faktor selanjutnya yang berperan penting adalah kekebalan. Kekebalan
terdiri dari dua macam, yaitu: kekebalan alamiah dan buatan (Fatimah,
2008).
e. Status gizi
Kualitas dan kuantitas gizi berpengaruh terhadap daya tahan tubuh
host. Semakin baik asupan gizi host maka semakin baik daya tahan
adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host, baik benda mati, benda
hidup, nyata atau abstrak, suasana yang terbentuk akibat interaksi semua
yang tidak memenuhi syarat. (Fatimah, 2008). Ada beberapa keadaan rumah
Semakin padat suatu rumah, maka semakin cepat udara di dalam rumah
36
Kelembaban udara dalam rumah minimal 40% – 70 %. Suhu ruangan
yang ideal antara 180C – 300C. Hal ini perlu diperhatikan karena
kesehatan adalah ≥ 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak
2008). Luas ventilasi rumah yang <10% dari luas lantai akan
(Fatimah, 2008).
Disamping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan
yang tinggi akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan
(Fatimah, 2008). Selain itu, luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat
37
kesehatan akan mengakibatkan terhalangnya proses pertukaran udara
dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman TBC
yang ada di dalam rumah tidak dapat ke luar dan ikut terhisap bersama
pasien TBC paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung BTA,
penularan TBC bisa juga melalui saluran cerna, hal ini biasanya karena infeksi
yang disebabkan oleh M.bovis dapat disebabkan oleh susu yang kurang
dan luka terbuka pada kulit. Namun kebanyakan infeksi TBC terjadi melalui
basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi (Price, 2006). Saluran
38
pencernaan merupakan tempat masuk utama bagi jenis M.bovis, penyebarannya
luasnya pasteurisasi susu dan deteksi penyakit pada sapi perah, TBC bovin ini
diperantarai sel. Sel efektor adalah makrofag dan limfosit (biasanya sel T)
adalah sel imunosupresif. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan
sebagai satu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Gumpalan basil yang
lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan
tersebut bisa masuk dalam ruang alveolus, yang terdapat di bagian bawah lobus
atas paru atau bagian atas lobus bawah paru (Price, 2006).
Basil tuberkel ini membangkit reaksi peradangan, di mana leukosit
bakteri, namun tidak membunuh organisme tersebut (Price, 2006). Sesudah hari-
hari pertama leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan
dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau
proses dapat berjalan terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel (Price,
2006).
Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah
39
limfosit. Reaksi ini membutuhkan waktu 10-20 hari (Price, 2006). Setelah
mengalami proses infiltrasi, akan terjadi proses nekrosis bagian sentral, yang
akan memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju disebut necrosis
caseosa (Price, 2006). Daerah yang mengalami necrosis caseosa dan jaringan
granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas yang
kapsul yang mengelilingi tuberkel, kapsul yang mengelilingi tuberkel ini disebut
lesi primer (Price, 2006). Lesi primer atau disebut juga dengan fokus ghon,
focus ghon yang disertai dengan terserangnya kelenjar getah bening regional
secara klinis atau dengan radiografi (Price, 2006). Respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, di mana bahan cair lepas ke
kembali ke bagian lain dari paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring,
dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan
bronkus. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama dan
menyebar juga melalui kelenjar getah bening dan pembuluh darah. Organisme
40
yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah
kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain.
fenomena akut yang biasanya menyebabkan TBC milier, ini terjadi apabila
1. TBC primer
Selama tiga minggu, tubuh hanya membatasi fokus infeksi primer melalui
beluk basil TBC. Dalam waktu 3-10 minggu, basil TBC akan mendapat
10 minggu. Kuman TBC yang masuk melalui saluran nafas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumonia, yang disebut
Sarang primer ini mungkin timbul di bagian paru mana saja, berbeda
41
diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis
Penyebaran ini dapat menimbulkan TBC pada alat tubuh lain misalnya:
tuberkuloma.
ii. Meninggal.
42
Sebagian besar penderita yang terinfeksi basil tuberculosis dapat
2. Tuberculosis post-primer
setelah infeksi primer sebagai infeksi endogen. Puncaknya terjadi pada usia
15-40 tahun.
alkohol, penyakit malignan, diabetes, AIDS dan gagal ginjal (Sudoyo, 2007).
tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan
43
d. Sarang pneumonia meluas, membentuk nekrosis kaseosa. Nekrosis kaseosa
dan semakin lama akan semakin menebal (kaviti sklerotik) (Sudoyo, 2007).
3.2.7. Klasifikasi
1. TBC paru.
TBC paru adalah TBC yang menyerang jaringan paru, tidak
BTA positif.
ii. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
biakan M. tuberculosis.
b. Berdasarkan tipe pasien.
44
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b) Kasus kambuh (relaps).
Adalah pasien TBC yang sebelumnya pernah mendapat
dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus
dll).
ii. TBC paru kambuh ditentukan oleh dokter spesialis.
pengobatannya selesai.
d) Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum
45
atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat
selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal,
anatomi dari tempat lesi. Untuk kasus yang tidak dapat dilakukan
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur spesimen positif, atau
histologi, atau bukti klinis kuat konsisten dengan TBC ekstraparu aktif,
yaitu :
a. TBC di luar paru ringan
46
Catatan:
a. Yang dimaksud dengan TBC paru adalah TBC pada parenkim paru.
Sebab itu TBC pada pleura atau TBC pada kelenjar hilus tanpa ada
mirip influenza yang segera mereda. Demam dapat hilang timbul dan makin
makin pendek. Demam dapat mencapai suhu tinggi 40-41 0C. Keadaan ini
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi
ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus
(penurunan berat badan), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam
dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul
pleuritis TBC terdapat gejala sesak dan nyeri dada pada sisi yang terlibat.
47
Gejala batuk / batuk darah banyak ditemukan (Amin, 2010). Batuk
baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkus. Batuk mula-
mula terjadi karena iritasi bronkus yang selanjutnya akibat peradangan pada
Batuk darah tidak selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada dinding
kaviti, juga dapat terjadi karena ulserasi pada mukosa bronkus (Widowati,
2013).
b. Sesak nafas
Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah didapat. Gejala ini
ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru yang cukup
apabila sistem persarafan yang terdapat di pleura terkena. Gejala ini dapat
3.2.9. Diagnosis
1. Anamnesis (Mansjoer, 2001).
2. Pemeriksaan fisik:
Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan dijumpai sangat
tergantung pada organ yang terlibat (Widowati, 2013). Keadaan umum pasien
mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia,
suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun (Amin,
kelainan apapun terutama pada kasus yang dini atau yang sudah terinfiltrasi
48
secara asimptomatik (Amin, 2010). Demikian juga bila sarang penyakit
fisik, karena hantaran getaran / suara yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit
apeks (puncak paru). Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka
didapatkan perkusi yang yang redup, auskultasi suara nafas bronkial akan
didapatkan suara nafas tambahan berupa ronki basah, kasar, dan nyaring.
Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya menjadi
(Amin, 2010). Pada TBC paru kelainan yang didapat tergantung pada
keterlibatan dan kelainan struktural paru serta bronkus oleh proses TBC:
- Tanda-tanda infiltrat (redup, bronkial, ronki basah, dll).
- Tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
- Sekret di saluran nafas serta ronki.
- Suara amforik berhubungan dengan kaviti yang berhubungan langsung
suara nafas melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
(Widowati, 2013). Pada TBC paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas
sering ditemukan atrofi dan retraksi otot interkostalis. Bagian paru yang sakit
menjadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang
49
Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah
jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan
diikuti dengan kor pulmonal dan gagal jantung kanan, akan didapatkan tanda
seperti takipnea, takikardia, sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop,
Murmur graham steel, bunyi p2 yang mengeras, tekanan vena jugularis yang
atas:
a. Pemeriksaan bakteriologik.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
penampung dahak..
- Pagi: dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua
50
(Hudoyo, 2008). Untuk interpretasi pemeriksaan mikroskopis dahak
yaitu :
a) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negative.
b) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan.
c) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + atau (1+).
d) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ atau (2+).
b. Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologik yang menjadi standar adalah foto toraks
seperti top lordotik, oblik dan CT-Scan toraks dilakukan atas dasar
indikasi. Pada foto toraks rutin mungkin telah ditemukan tanda-tanda awal
TBC walaupun secara klinis belum ada gejala. Sebaliknya bila tidak ada
minggu setelah infeksi. Pada foto toraks PA, TBC dapat memberikan
(Widowati, 2013). Luas proses yang terlibat pada foto toraks dapat
dinyatakan sebagai lesi minimal dan lesi luas. Lesi minimal apabila proses
mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas melebihi volume
paru yang terletak di atas chondrosternal junction dari iga ke-2 dan
51
torakalis V dan tidak dijumpai kaviti. Lesi luas apabila proses lebih luas
c. Uji tuberkulin
Di indonesia dengan prevalensi TBC yang tinggi, sebagai alat
diagnosis. Uji ini bermakna bila terdapat konversi, bila atau apabila hasil
positif yang didapatkan besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji
cairan pleura, cairan cerebrospinal, cairan sendi, bahan biopsi, darah, atau
pewarnaan tahan asam dan untuk kultur. Spesimen dari daerah steril,
lebih sensitif dari pada pewarnan tahan asam (seperti ziehl-neelsen) dan
52
organisme tahan asam ditemukan di dalam spesimen yang tepat, temuan
selektif dan non selektif. Kultur kaldu selektif merupakan metode yang
dengan kultur media kaldu. Inkubasi dilakukan pada suhu 35-37 0 C dalam
2013).
j. Deteksi DNA
Polymerase chain reaction (PCR) memberikan jaminan yang besar
2013).
3.2.10. Penatalaksanaan
53
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakanterdiri dari
paduan obat utama dan tambahan.
a. Obat Anti Tuberculosis (OAT)
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
Rifampisin
INH
Pirazinamid
Streptomisin
Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :
Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaiturifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg, pirazinamid 400mg dan etambutol 275 mg dan
Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaiturifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg dan pirazinamid.400 mg
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
Kanamisin
Kuinolon
Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid,amoksilin + asam
klavulanat
Derivat rifampisin dan INH
Dosis OAT
Rifampisin . 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ mingguatau
BB > 60 kg : 600 mg
BB 40-60 kg : 450 mg
BB < 40 kg : 300 mg
Dosis intermiten 600 mg / kali
INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg /kg BB 3 Xseminggu, 15
mg/kg BB 2 X semingggu atau 300 mg/hariuntuk dewasa. lntermiten :
600 mg / kali
Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 Xseminggu
50 mg /kg BB 2 X semingggu atau
BB > 60 kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1 000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
Etambutol : fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB,
30mg/kg BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 Xseminggu atau :
BB >60kg : 1500 mg
54
BB 40 -60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali
Streptomisin:15mg/kgBB atau
BB >60kg : 1000mg
BB 40 - 60 kg : 750 mg
BB < 40 kg : sesuai BB
Kombinasi dosis tetap
Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis
tetap,penderita hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama faseintensif,
sedangkan fase lanjutan dapat menggunakankombinasi dosis 2 obat
antituberkulosis seperti yang selamaini telah digunakan sesuai dengan
pedoman pengobatan.Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis
tetaptersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujukke
rumah sakit / fasiliti yang mampu menanganinya.
Kategori pengobatan TB
1. Kategori 1: 2HRZE/4H3R3/4RH/6HE
2. Kategori 2: 2HRZES/5H3R3E3
3. Kategori 3: 2HRZ/4H3R3/4RH/6HE
55
keseimbangan Dihentikan
Ikterik Hampir semua OAT Hentikan semua OAT
sampai ikterik
menghilang
Bingung dan muntah Hampir semua obat Hentikan semua OAT
& lakukan uji fungsi
Hati
Gangguan penglihatan Ethambutol Hentikan ethambutol
Purpura dan renjatan Rifampisin Hentikan Rifampisin
(syok)
2.3.11. Komplikasi
Komplikasi Dini yakni pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, TB
usus sedangkan komplikasi lanjut yakni obstruksi jalan napas, sindrom
obstruksi pasca tuberkulosis, kerusakan parenkim berat, fibrosis paru, kor
pulmonal, amioidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas, TB milier,
kavitas TB, pneumotorak spontan sekunder.
56
DAFTAR PUSTAKA
Amira, permatasari, 2005, Pemberantasan penyakit TBC Paru dengan Strategi DOTS,
Bagian Paru Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Padang.
Departemen kesehatan (DEPKES) dan World Health Organization, 2008: Lembar Fakta
Tuberculosis, Jakarta
Departemen kesehatan Republik Indonesia, 2002, Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis, Jakarta
Perhimpunan dokter paru Indonesia, 2006. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia (Online) tersedia di:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/TBC/TBC.html, Diakses 10 Desember 2015
Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia, 2015. Pedoman Tatalaksana Gagal
Jantung (online) tersedia di: http://www.pedoman tatalaksana gagal jantung.com.pdf
Sudoyo, Aru.W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Interna Publishing: Jakarta
Sudoyo, Aru.W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Interna Publishing: Jakarta
57