BUKU ACUAN
ONKOLOGI BEDAH KEPALA LEHER
MODUL VII.4
NEOPLASMA RONGGA MULUT
EDISI II
KOLEGIUM
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
BEDAH KEPALA DAN LEHER
2015
0
Modul VII.4 - Neoplasma Rongga Mulut
DAFTAR ISI
B. KOMPETENSI ................................................................................. 2
C. REFERENSI ..................................................................................... 3
1
Modul VII.4 - Neoplasma Rongga Mulut
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
B. KOMPETENSI
1. Pengetahuan
Setelah mengikuti sesi ini peserta mampu mendiagnosis dan
menatalaksana neoplasma rongga mulut.
2. Keterampilan
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil:
1. Mengenali gejala dan tanda neoplasma rongga mulut
2. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis terhadap neoplasma
rongga mulut
3. Melakukan keputusan untuk pemeriksan penunjang seperti X-ray, CT
Scan atau MRI
4. Melakukan biopsi massa neoplasma rongga mulut.
5. Melakukan tatalaksana pendahuluan terhadap kasus yang bersangkutan
dan memberikan rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi untuk
tatalaksana lebih lanjut.
2
Modul VII.4 - Neoplasma Rongga Mulut
C. REFERENSI
a. Oh YS, Russell MS, Eisele DW. Salivary gland neoplasms. In: Jhonson Jt,
Rosen CA, editors. Bailey’s head & neck surgery otolaryngology. 5th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2014. p. 1760-87
b. Shah JP, Patel SG, Singh B. Jatin Shah’s Head and Neck Surgery and
Oncology. 4th ed. Philadelphia: Elsevier Mosby; 2012
c. American Joint Committee on Cancer. AJCC Cancer Satging Manual, 7th
ed. Chicago: Springer; 2010
d. Lee KJ, Chan Y, Das S, editors. Essential Otolaryngology Head & Neck
Surgery, 10th ed. New York: McGraw-Hill;2012
e. NCCN Guidlines Staging Head and Neck Cancers, version 1. 2015
f. Byron J. Bailey. Head and Neck Surgery – Otolarygology. 5th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2014.
g. Rocco JW. Excision of Cancer of The Floor of The Mouth. In: Myers EN,
Ferris L. Head and Neck Surgery. Philadelphia: Lippicott Williams &
Wilkins; 2014.
h. Edge S, Byrd D, Compton C, et al. AJCC Cancer Staging Manual. 7th ed.
New York: Springer; 2010.
i. Donald PJ. Transoral inferior maxillectomy. In: Myers EN, Ferris L. Head
and Neck Surgery. Philadelphia: Lippicott Williams & Wilkins; 2014.
D. GAMBARAN UMUM
merupakan indikasi adanya invasi dan penyebaran alveolus. Pada fase lanjut,
dapat ditemui adanya rasa penuh pada satu sisi wajah serta kemerahan atau
ulserasi pada kulit.
Neoplasma mukosa bukal sering terdeteksi pada fase lanjut karena tidak
adanya batas tegas anatomi yang memudahkan penyebarannya. Lapisan lemak
bukal dan otot sangat mudah di invasi oleh karsinoma dan kelumpuhan otot
wajah, invasi kulit dan trismus merupakan presentasi primer yang tidak lazim
didapatkan.
Pembedahan merupakan pilihan utama pada neoplasma mukosa bukal,
pendekatan tersering yang dilakukan adalah melalui eksisi transoral. Lesi yang
lebih besar membutuhkan kombinasi eksisi transoral dan trans servikal. Pada
lesi yang lebih kecil dapat dilakukan penutupan primer atau skin graft . Untuk
Lesi yang lebih besar, rekostruksi soft tissue dengan regional pedikel flap
seperti submental flap, temporoparietal facial flap atau fasciocutaneus free flap
mungkin dibutuhkan untuk menghindari kontraktur dan trismus.
Kemungkinan untuk terjadi metastase terkait dengan T dan kedalaman
invasi neoplasma primer. Pada tahap lanjut T III dan T IV setra invasi >5mm
dihubungkan dengan peningkatan resiko metastase cervical dan neck dissection
elektif dapat dipertimbangkan bila tidak terdappat keterlibatan KGB.
Karsinoma bukal dapat memberikan prognosis yang buruk, banyak bukti
yang menyatakan bahwa karsinoma bukal yang terburuk dibanding lesi lain di
rongga mulut. Pada pasien yang tidak dapat di operasi, pilihannya adalah
kemoterapi, karena rekurensi yang tinggi bila hanya radiotherapy saja serta
menurunkan survival rate.
Persentase harapan hidup pada 5 tahun berkisar antara 90% pada stadium
I, 80% pada stadium II, 65% pada stadium III, dan 30% pada stadium IV.
Karsinoma palatum merupakan salah satu kasus keganasan sel skuamosa
(KSS) yang paling sering terjadi di rongga mulut. Angka kejadian KSS pada
palatum hampir setara dengan kejadian neoplasma kelenjar salivarius minor di
palatum, yakni sebesar 50%. Neoplasma lain yang dapat berasal dari palatum
adalah adenoid cystic carcinoma, polymorphous low-grade adenocarcinoma,
dan mucoepidermoid carcinoma.
N2c
Reseksi primer diikuti diseksi leher bilateral
o T4b atau nodus yang tak dapat direseksi atau tidak memungkinkan
dioperasi
e.ECOG 0-1
Kemoterapi dan radioterapi konkuren
Induksi kemoterapi diikuti dengan radioterapi
f. ECOG 2
Kemoterapi dan radioterapi konkuren
Radioterapi definitif
g. ECOG 3
Radioterapi paliatif
Kemoterapi dosis tunggal
Perawatan suportif
o M1
h. ECOG 0-1
Platinum + 5FU + cetuximab
Kemoterapi kombinasi lainnya
Kemoterapi dosis tunggal
Pembedahan atau radioterapi atau kemoterapi diikuti radioterapi pada
pasien dengan metastasis terbatas
Perawatan suportif
i. ECOG 2
Kemoterapi dosis tunggal
Perawatan suportif
j. ECOG 3
Perawatan suportif
o T4 : dipertimbangkan kemoiradiasi (bila ada keterlibatan tulang, maka
diperlukan reseksi).
Angka kontrol lokoregional untuk 5 tahun adalah 91%. Angka harapan hidup
(5 tahun). yaitu stadium I,II (60-75%); stadium III,IV (25-40%).
1.
Etiopatogenesis
Faktor penyebab adalah merokok, mengunyah tembakau,
penyalahgunaan alkohol (terutama bila dikombinasi dengan merokok),
trauma kronik karena pemasangan gigi palsu. Juga berhubungan dengan
fibrosis submukosa, kandidiasis hiperplastik atau sindroma Plummer
Vinson.
Mukosa bukal dan komisura oral adalah tempat tersering. Dapat juga
mengenai dasar rongga mulut, lidah, sulkus bukoginggiva dan permukaan
mukosa bibir. Paling sering pada usia dekade keempat, dengan insiden pada
laki-laki 2-3 kali lebih sering dibandingkan pada wanita.
Secara klinis ada beberapa tipe, yaitu:
1. Homogen: Tampak sebagai selaput putih licin atau berkerut;
2. Nodular: Tampak sebagai selaput putih atau nodul dengan dasar eritema;
3. Erosif (eritroleukoplakia): Terdapat erosi dan fisura.
Sekitar 25% leukoplakia menunjukkan bentuk displasia epitel ringan
sampai berat. Derajat displasia yang lebih berat akan berubah menjadi
malignansi. Perubahan ini terjadi sekitar 1-17,5% (5%) kasus. Potensi
menjadi maligna tergantung pada predileksi, tipe leukoplakia dan durasi
evaluasi.
7
Modul VII.4 - Neoplasma Rongga Mulut
Tipe
Lesi Premaligna
Leukoplakia
Definisi leukoplakia menurut WHO adalah suatu selaput putih yang
tidak dapat dibedakan secara klinis atau patologis dari penyakit lainnya. Lesi
lain dalam rongga mulut yang menjadi pengecualian, antara lain: Lichen
planus, discoid lupus erythromatosus, white spongy nevus dan kandidiasis
Eritroplakia
Merupakan suatu selaput berwarna merah pada permukaan mukosa.
Warna merah disebabkan penurunan keratinisasi dan hasil dari jaringan ikat
vaskular berwarna merah dari alveolar bagian bawah, sulkus bukoginggiva
dan dasar rongga mulut. Eritroplakia paling banyak terdapat pada displasia
berat, karsinoma in situ atau karsinoma invasif murni saat pertama kali
terlihat. Peluang terjadinya keganasan bila terdapat lesi ini adalah 17 kali
lebih tinggi dari leukoplakia. Secara makroskopis, lesi terdiri dari tiga jenis,
yaitu homogen, granular dan eritroplakia, yang diselingi oleh area
leukoplakia (sering sulit dibedakan dengan erileukoplakia, tipe dari
leukoplakia).
Diagnosis
9
Modul VII.4 - Neoplasma Rongga Mulut
Persentase harapan hidup pada 5 tahun berkisar antara 90% pada stadium I,
80% pada stadium II, 65% pada stadium III, dan 30% pada stadium IV.
Tata laksana
Pada tahap awal, neoplasma ini biasanya asimptomatik. Namun,
seiring dengan perkembangan ukurannya, maka dapat ditemukan gejala
nyeri, perdarahan, dan obstruksi duktus submandibula. Otot mylohyoid
11
Modul VII.4 - Neoplasma Rongga Mulut
Pada lesi yang lebih kecil dapat dilakukan penutupan primer atau skin graft .
Untuk Lesi yang lebih besar, rekostruksi soft tissue dengan regional pedikel
flap seperti submental flap, temporoparietal facial flap atau fasciocutaneus
free flap mungkin dibutuhkan untuk menghindari kontraktur dan trismus.
Kemungkinan untuk terjadi metastase terkait dengan T dan kedalaman
invasi neoplasma primer. Pada tahap lanjut T III dan T IV setra invasi >5mm
dihubungkan dengan peningkatan resiko metastase cervical dan neck
dissection elektif dapat dipertimbangkan bila tidak terdappat keterlibatan
KGB.
Karsinoma bukal dapat memberikan prognosis yang buruk, banyak bukti
yang menyatakan bahwa karsinoma bukal yang terburuk dibanding lesi lain di
rongga mulut. Pada pasien yang tidak dapat di operasi, pilihannya adalah
kemoterapi, karena rekurensi yang tinggi bila hanya radiotherapy saja serta
menurunkan survival rate.
Persentase harapan hidup pada 5 tahun berkisar antara 90% pada stadium
I, 80% pada stadium II, 65% pada stadium III, dan 30% pada stadium IV.
14
Modul VII.4 - Neoplasma Rongga Mulut
o Perawatan suportif
ECOG 2
o Kemoterapi dosis tunggal
o Perawatan suportif
ECOG 3
o Perawatan suportif
j. T4 : dipertimbangkan kemoiradiasi (bila ada keterlibatan tulang, maka
diperlukan reseksi).
Persentase harapan hidup pada 5 tahun berkisar antara 90% pada stadium I,
80% pada stadium II, 65% pada stadium III, dan 30% pada stadium IV.
15