Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Salah satu tujuan pokok diberlakukanya UU Nomor 5 Tahun 1960


tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) adalah untuk
mewujudkan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh
rakyat lndonesia.
Ketentuan-ketentuan mengenai pendaftaran tanah di atur lebih
lanjut dalam PP Nomor 10 Tahun 1961 dan PP Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah. Pasaal 1 angka 1 PP Pendaftaran tanah
menyatakan bahwa: “ Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan
teratur, meliputi pengumpulan , pengolahan, pembukuan , dan penyajian
serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan
daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun,
termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah
yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-
hak tertentu yang membebaninya”.
Maka untuk menjamin kepastian hukum maka mendaftarkan hak
atas tanah merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Hal ini dilakukan
guna menjamin kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah serta
pihak lain yang berkepentingan dengan tanah tersebut. Pendaftaran tanah
dilakukan di kantor Badan Pertahanan Nasional (BPN) serta dibantu oleh
pejabat pembuat akta tanah (PPAT) yang berada di wilayah kabupaten
atau kota.
Di lndonesiasystempendaftaraan tanah masih menimbulkan banyak
polemik. Masih banyak masyarakat lndonesia yang suka utuk dapat
mengatasi masalah ini dengan baik. Sabagian besar penduduk mengira
masalah ini hanya dapat diselesaikan dengan uang. Cara instan ataupun
cepat yang dilakukan dengan semakin besar mereka mengeluarkan uang
maka akan semakin cepat pula penyelesaianya. Padahal sesuai kenyataan,
cara yang di ambil ini salah. Pejabat pembuat akta tanah (PPAT) yang
menjadi oknum menyelesaikan urusan dalam pendaftaran tanah mereka
akan masuk ke dalam kas Negara dan bukan masuk ke saku pribadi dan
proses ini biasa disebut uang administrasi.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pendaftara tanah menurut peraturan perundang-


undangan?

2. Kasus sengketa tanah dan setifikat ganda di bonggeya?

3. bagaimana penyelesaian sengketa tanah dan sertifikat ganda oleh


bpn

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui pendaftara tanah menurut peraturan perundang-


undangan.

2. Untuk mengetahui kasus sengketa tanah dan sertifikat ganda di


bonggeya.

3. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa tanah dan sertifikat


ganda oleh bpn
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENDAFTARAN TANAH MENURUT PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN
Pendaftaran tanah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1997 Nomor 59 Tambahan Lembaran Negara Nomor RI
Nomor 3696 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria pasal 19.
Dalam Pasal 1 butir 1 “Pendaftaran tanah adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berke-
sinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengo-lahan,
pembukuan, dan penyajian serta memelihara data fisik dan data yuridis,
dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-
satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi
bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan
rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.”
Pendaftaran tanah dewasa ini sangat penting dilakukan mengingat
tanah adalah bentuk harta yang tidak akan terpengaruh oleh waktu dan
jaman dan lebih menguntungkan dibanding bentuk-bentuk kekayaan lain.
Seperti contoh jika sebidang tanah itu dibakar, diatasnya dijatuhkan bom
misalnya, tanah tersebut tidak akan lenyap. Setelah api padam ataupun
setelah pemboman selesai, tanah tersebut akan tetap berwujud tanah
seperti semula. Kalau dilanda banjir, setelah airnya surut, tanah akan
muncul kembali dengan keadaan yang lebih subur sehingga cocok
dijadikan lading pertanian. Maka dari itu kita wajib untuk melindungi
kepemilikan tanah agar tidak jatuh ke tangan orang lain. Dan untuk
mewujudkan itu, maka tanah perlu didaftarakan secara resmi. Pendaftaran
tanah sendiri bertujuan: Untuk memberikan kepastian dan perlindungan
hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun
dan hak-hak lain yang terdafatr agar dengan mudah dapat membuktikan
dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Untuk menyediakan
informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah
agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam
mengada-kan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-
satuan rumah susun yang sudah terdaftar. Untuk terselenggaranya tertib
administrasi pertanahan.
Badan yang bertugas untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah
adalah Badan Pertanahan Nasional. Sedangkan pelaksananya adalah
Kepala Kantor Pertanahan yang dibantu oleh PPAT atau pejabat lain yang
ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut
Peraturan Pemerintah dan peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan. Badan Pertanahan sendiri adalah lembaga pemerintah non-
departemen yang bidang tugasnya meliputi bidang pertanahan(PP No. 24
Tahun 1997 pasal 1 butir 22) sedangkan Kantor Pertanahan dan Pejabat
Pembuat Akta Tanah masingmasing diatur dalam pasal 1 butir 23 dan 24.
Objek pendaftaran tanah meliputi: bidang-bidang tanah yang dipunyai
dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai;
tanah hak pengelolaan; tanah wakaf; hak milik atas satuan rumah susun;
hak tanggungan; dan tanah negara. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan
data pendaftaran tanah. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali
meliputi : melakukan pengumpulan dan pengolahan data fisik(dilakukan
kegiatan pengukuran dan pemetaan tanah). Kegiatan pengukuran dan
pemetaan tanah meliputi pembuatan peta dasar pendaftaran yaitu melalui
penetapan batas bidang-bidang tanah; pengukuran dan pemetaan bidang-
bidang tanah dan pembuatan peta pendafaran; pembuatan daftar tanah;
membuat surat ukur pembuktian hak dan pembukuannya(Pembuktian hak
baru, pembuktian hak lama, pembukuan hak). Hak atas tanah baru
dibuktikan dengan penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang
memberikan hak yang bersangkutan dan akta asli PPAT yang memuat
pemberian hak tersebut. Hak atas tanah lama dibuktikan dengan alat-alat
bukti adanya hak tersebut berupa bukti tertulis, keterangan saksi, dianggap
cukup untuk mendaftar, pemegang hak dan hak-hak

B. KASUS SENGKETA TANAH DAN SERTIFIKAT GANDA DI


BONGGEYA
Tanah initersebut di klaim dua orang yakni Hendrawan dan
hidayat. Saling klaim kepemilikan tanah itu disebabkan karena adanya
penerbitan Sertifikat tanah oleh BPN Kendari dan itu sudah tumpang
tindih. tanah tersebut lahan Hendrawan berdasarkan bukti kepemilikan
lahan, tetapi di klaim Haryadi dengan bukti bukti kepemilikan lahan dari
BPN,”
Hidayat mengurai, lahan yang di perkarakan dengan luas 2000 M2
persegi ini milik Hendrwan yang di beli dari Andi Rahmat pada tahun
2010 lalu. Sampai saat ini Hendrawan masih menguasai tanah itu karena
belum memindatangankan. Namun belakangan ada oknum yang juga
mengklaim tanah tersebut atas nama Heriadi warga Kota Kendari. Atas
klaim kepemilikan itu maka kasus sengketa ini diperkarakan.
“Inilah yang kami desak BPN Kota kendari untuk menutaskan
sengketa tanah tersebut, mengingat kasus ini muncul karena adanya
penerbitan sertifikat oleh BPN di atas lahan milik orang lain atas nama
Hendrawan,” terangnya.
Diungkapkan, mengenai bukti adimistrasinya sejauh ini
Hendrawan telah menguasai lahan tersebut seluas 2000M persegi itu
berdasarkan akta jual beli dari Andi Rahmat, kemudian Andi Rahmat juga
di perkuat dengan bukti Surat pengelolahan Tanah pada tahun 1999, yang
di keluarkan lurah setempat.
“Sementara itu berdasarkan keterangan dari Heriadi, bahwa tanah
tersebut juga sudah di milikinya sejak tahun 1985, bedasarkansertivikat
yang dimilikinya dengan nomor sertivikat 2027. Namun yang jadi
persoalan wakafnya itu belum pernah dilihat baik dari Hariadi maupun
dari BPN, karena memang data itu terkesan ditutupi oleh BPN Kendari,”
ungkapnya.
Hidayat menambahkan, penerbitan sertifikat di atas lahan milik
orang lain ini adaah persoalan adimistrasi. Dalam proses lahan tersebut,
pada tahun 1985 itu terbit sertifikat yang belum jelas atas haknya apa,
apakah akta jual beli atau yang lain-lain.“Intinya kami berharap kepada
pihak BPN untuk segera menutaskan sengketa lahan tersebut sehingga
tidak berlarut larut dengan mengembalikan hak milik Hendrawan sebagai
pemilik lahan yang sesusngguhnya,” tandasnya.

C. PENYELESAIAN SENGKETA TANAH DAN SERTIFIKAT


GANDA OLEH BPN
Dasar pembentukan BPN adalah Keputusan Presiden No.
26 Tahun 1988. Sebagai panduan operasional BPN, pimpinan lembaga ini
kemudian mengeluarkan SK No. 11/KBPN/1988 jo Keputusan Kepala
BPN No. 1 Tahun 1989 tentang Organisasi Dan Tata Kerja BPN Di
Provinsi Dan Kabupaten/Kota. Secara normatif, BPN adalah satu-satunya
lembaga atau institusi di Indonesia yang diberikan kewenangan untuk
mengemban amanat dalam mengelolah bidang pertanahan, sesuai dengan
Perpres Nomor 10 tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional yang
menyatakan bahwa BPN melaksanakan tugas dibidang pertanahan secara
nasional regional dan sektoral. Bahkan melalui Proses yang sama,
pemerintah juga telah memperkuat peran dan posisi BPN dengan
membentuk Deputi V yang secara khusus mengkaji dan menyelesaikan
sengketa dan konflik pertanahan.
Sesuai peraturan Kepala BPN-RI No. 3 Tahun 2006 tentang
organisasi dan tata kerja BPN-RI, pengkajian dan penanganan sengketa
dan konflik pertanahan merupakan bidang Deputi V yang membawahi:

1. Direktorat konflik pertanahan

2. Direktorat sengketa pertanahan


3. Direktorat perkara pertanahan (Pasal 346 Peraturan Kepala BPN-
RI No. 3 Tahun 2006)

Badan Pertanahan Nasional selalu mengupayakan solusi


penyelesaian sengketa pertanahan dengan berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku dengan memperhatikan rasa keadilan dan
menghormati hak dan kewajiban masing-masing pihak. Langkah-langkah
penyelesaian sengketa yang mereka atau pihak BPN tempuh adalah
musyawarah.
Begitu juga dalam sengketa sertifikat ganda, BPN juga berwenang
melakukan negosiasi, mediasi dan fasilitasi terhadap pihak-pihak yang
bersengketa dan menggagas suatu kesepakatan di antara para pihak.
Kantor wilayah BPN yaitu di Provinsi dan Kabupaten/Kota, hanya bisa
sampai pada putusan penyelesaianmasalah, sedangkan tindak lanjut
administrasi pertanahan tetap dilakukan BPN. Untuk meminimalkan
sengketa pertanahan dalam hal ini sertifikat ganda, maka dalam hal ini
peran yang dilakukan BPN sebagai pelayan masyarakat antara lain adalah:
1. Menelaah dan mengelolah data untuk menyelesaikan
perkara di bidang pertanahan.
2. Menampung gugatan-gugatan, menyiapkan bahan memori
jawaban, menyiapkan memori banding, memori/kontra
memori kasasi, Memori/kontra memori peninjauan kasasi
atas perkara yang diajukan melalui peradilan terhadap
perorangan dan badan hukum yang merugikan negara.
3. Mengumpulkan data masalah dan sengketa pertanahan.
4. Menelaah dan menyiapkan konsep keputusan mengenai
Penyelesaian sengketa atas tanah.
5. Menelaah dan menyiapkan konsep keputusan pembatalan
hak atas tanah yang cacat administrasi dan berdasarkan
kekuatan putusan peradilan.
6. Mendokumentasi.
BPN juga memiliki mekanisme tertentu dalam menangani dan
menyelesaikan perkara atau sengketa pertanahan dalam hal ini termasuk
juga sengketa sertifikat ganda yaitu:
1. Sengketa tanah biasanya diketahui oleh BPN dari
pengaduan.
2. Pengaduan ditindaklanjuti dengan mengidentifikasikan
masalah. Dipastikan apakah unsur masalah merupakan
kewenangan BPN atau tidak.
3. Jika memang kewenangannya, maka BPN meneliti masalah
untuk membuktikan kebenaran pengaduan serta
menentukan apakah pengaduan beralasan untuk diproses
lebih lanjut.
4. Jika hasil penelitian perlu ditindaklanjuti dengan
pemeriksaan data fisik administrasi serta yuridis, maka
kepala kantor dapat mengambil langkah berupa pencegahan
mutasi (status quo).
5. Jika permasalahan bersifat strategis, maka diperlukan
pembentukan beberapa unit kerja. Jika bersifat politis,
sosial, dan ekonomis maka tim melibatkan institusi berupa
DPR atau DPRD, departemen dalam negeri, pemerintah
daerah terkait.
6. Tim akan menyusun laporan hasil penelitian untuk menjadi
bahan rekomendasi penyelesaian masalah.
Dalam prakteknya, penyelesaian terhadap sengketa pertanahan
bukan hanya dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional tetapi juga bisa
diselesaikan oleh lembaga Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha
Negara. Jika diperadilan umum lebih menitikberatkan kepada hal-hal
mengenai perdata dan pidana dalam sengketa pertanahan, lain halnya
dengan peradilan tata usaha negara yang menyelesaikan sengketa
pertanahan berkaitan dengan surat keputusan yang dikeluarkan oleh Badan
Pertanahan Nasional atau pejabat daerah lainnya yang berkaitan dengan
tanah. Pada saat ini, kebanyakan sengketa pertanahan dalam hal ini
sertifikat ganda diselesaikan melalui 3 (tiga) cara, yaitu:

1. Penyelesaian secara langsung oleh pihak dengan musyawarah


Dasar musyawarah untuk mufakat tersirat dalam pancasila sebagai
dasar kehidupan bermasyarakat Indonesia dan dalam UUD 1945.
Musyawarah dilakukan diluar pengadilan dengan atau tanpa
mediator. Mediator biasanya dari pihak-pihak yang memiliki
pengaruh misalnya Kepala Desa/Lurah, ketua adat serta pastinya
Badan Pertanahan Nasional.
Dalam penyelesaian sengketa pertanahan lewat
musyawarah, satu syaratnya adalah bahwa sengketa tersebut bukan
berupa penentuan tentang kepemilikan atas tanah yang dapat
memberikan hak atau menghilangkan hak seseorang terhadap tanah
sengketa, dan diantara pihak bersengketa memiliki kekebaratan
yang cukup erat serta masih menganut hukum adat setempat.

2. Melalui arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa Arbitrase


adalah penyelesaian perkara leh seorang atau beberapa arbiter
(hakim) yang diangkat berdasarkan kesepakatan/ persetujuan para
pihak dan disepakati bahwa putusan yang diambil bersifat
mengikat dan final. Persyaratan utama yang harus dilakukan untuk
dapat mempergunakan arbitrase sebagai penyelesaian sengketa
adalah adanya kesepakatan yang dibuat dalam bentuk tertulis dan
disetujui oleh para pihak.8)Jika telah tertulis suatu klausula
arbitrase dalam kontrak atau suatu perjanjian arbitrase, dan pihak
lain menghendaki menyelesaikan masalah hukumnya ke
pengadilan, maka proses pengadilan harus ditunda sampai proses
arbitrase tersebut diselesaikan dalam lembaga arbitrase. Dengan
demikian pengadilan harus dan wajib mengakui serta
menghormati wewenang dan fungsi arbiter.
3. Penyelesaian sengketa melalui badan peradilan Sesuai dengan
peraturan yang berlaku di Indonesia, pada umumnya penyelesaian
sengketa pertanahan yang terkait sengketa kepemilikan diserahkan
ke peradilan umum, terhadap sengketa keputusan Badan
Pertanahan Nasional melalui Peradilan Tata Usaha Negara dan
sengketa menyangkut tanah wakaf diajukan ke Peradilan Agama.
Berdasarkan penjelasan tentang spesifikasi dari lembaga
penyelesaian sengketa baik lembaga litigasi dan lembaga non
litigasi, sampai saat ini jelas bahwa semua cara itu tidak dapat
menyelesaikan masalah sengketa pertanahan secara tuntas dalam
waktu yang singkat, malah cenderung berlarut-larut. Faktanya,
proses mediasi yang dilakukan BPN tidak mampu menyelesaikan
sengketa pertanahan yang ada saat ini untuk itulah mengapa BPN
sangat sulit untuk mewujudkan seluruh visi, misi dan program-
program strategis yang diembannya. BPN mengalami kendala
dalam mengatasi sengketa pertanahan khususnya permasalahan
sertifikat ganda dikarenakan tumpangtindihnya peraturan atau
regulasi yang ada.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian tersebut di atas, bisa ditarik kesimpulan sebagai
berikut :

1. Penyebab terjadinya sertifikat ganda bisa dikarenakan adanya


unsur kesengajaan, ketidaksengajaan dan dikarenakan kesalahan
administrasi. Timbulnya sertifikat ganda juga disebabkan oleh
kurangnya kedisiplinan dan ketertiban aparat pemerintah yang
terkait dengan bidang pertanahan dalam pelaksanaan tugasnya.

2. Badan Pertanahan Nasional bukanlah lembaga negara dibidang


yudikatif, namun walaupun demikian Badan Pertanahan Nasional
mempunyai wewenang untuk menyelesaikan setiap masalah
pertanahan termasuk masalah sertifikat ganda. Wewenang ini
hanya sebatas wewenang administrasi saja yaitu pembatalan atau
pencabutan suatu sertifikat yang dikeluarkan oleh BPN itu sendiri.
Badan Pertanahan Nasional selalu mengupayakan solusi
penyelesaian sengketa pertanahan dengan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dengan memperhatikan rasa
keadilan dan menghormati hak dan kewajiban masing-masing
pihak adalah musyawarah. Langkah-langkah penyelesaian sengketa
yang mereka atau pihak BPN tempuh dalam sengketa sertifikat
ganda adalah negosiasi, mediasi dan fasilitasi.

Anda mungkin juga menyukai