Anda di halaman 1dari 15

HUKUM PERIKATAN

ANEKA PERJANJIAN
BAB I
JUAL BELI
DEFINISI
Jual beli adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana ,pihak yang satu (si penjual)
berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lainnya (si
pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari
perolehan hak milik tersebut.

SAAT TERJADINYA PERJANJIAN JUAL BELI


Unsur-unsur pokok dalam perjanian jual beli adalah barang dan harga, sesuai asas
konsesualisme (kesepakatan) yang menjiwai hukum perjanjian maka perjanjian jual beli akan
ada saat terjadinya atau tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga. Sifat konsesual dari
jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1458 BW yang berbunyi “jual beli sianggap sudah
terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan
harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”.Sebagaimana
diketahui hukum perjanjian dari BW menganut asas konsesualisme, artinya ialah bahwa untuk
melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu sudah dilahirkan
pada saat atau detik tercapainya konsesus sebagaimana dimaksud diatas.

KEWAJIBAN PENJUAL
Bagi pihak penjual terdapat dua kewajiban utama dalam perjanjian jual beli, diantaranya yaitu :
 Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual belikan. Kewajiban menyerahkan hak
milik meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan
hak milik atas barang (barang bergerak, barang tetap maupun barang tak bertubuh atau
piutang atau penagihan atau claim) yang diperjual belikan itu dari si penjual kepada
pembeli
 Menanggung tenteram atas barang tersebut. Kewajiban untuk menanggung kenikmatan
tenteram merupakan konsekuwensi dari pada jaminan yang oleh penjual diberikan
kepada pembeli bahwa barang yang dijual dan dilever itu adalah sungguh-sungguh
miliknya sendiri yang bebas dari sesuatu beban atau tuntutan dari sesuatu pihak.
Kewajiban tersebut menemukan realisasinya dalam kewajiban untuk memberikan
penggantian kerugian jika sampai terjadi si pembeli karena suatu gugatan pihak ke tiga.

KEWAJIBAN PEMBELI
Kewajiban pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan ditempat sebagaimana
dietapkan menurut perjanjian. Jika pada waktu membuat perjanjian tidak ditetapkan tetang
tempat dan waktu pembayaran maka si pembeli harus memmbayar ditempat dan pada waktu
dimana penyerahan barangnya harus dilakukan (Pasal 1514)

RESIKO DALAM PERJANJIAN JUAL BELI


Risiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian (peristiwa)
diluar kesalahan salah satu pihak. Dengan demikian maka persoalan tentang risiko itu
merupakan buntut dari persoalan tentang keadan memaksa, suatu kejadian yang tak disengaja
dan tak dapat diduga.

Mengenai resiko dalam jual beli dalam BW disebutkan ada tiga peraturan yang terkait akan hal
itu, yaitu :

 Mengenai barang tertentu (Pasal 1460)


 Mengenai barang yang dijual menurut berat, jumlah atau ukuran (Pasal 1461)
 Mengenai barang-barang yang dijual menurut tumpukan (Pasal 1462)

Namun perlu diingat bahwa selama belum dilever mengenai barang dari macam apa saja,
resikonya masih harus dipikul oleh penjual, yang masih merupakan pemilik sampai pada saat
barang itu secara yuridis diserahkan kepada pembeli.

JUAL BELI DENGAN HAK MEMBELI KEMBALI


Kekuasaan untuk membeli kembali barang yang telah dijual (recht van wederinkoop, right to
repurchase) diterbitkan dari suatu perjanjian dimana si penjual diberikan hak untuk mengambil
kembali barangnya yang telah dijual, dengan mengembalikan harga pembelian yang telah
diterimanya disertai semua biaya yang telah dikeluarkan (oleh si pembeli) untuk
menyelenggarakan pembelian serta penyerahannya, begitu pula biaya-biaya yang perlu untuk
pembetulan-pembetulan dan pengeluaran-pengeluaran yang menyebabkan barang yang dijual
bertambah harganya. (Pasal 1519 dan 1532)

JUAL BELI PIUTANG DAN LAIN-LAIN HAK TAK BERTUBUH


Dalam pasal 1533 disebutkan bahwa penjualan suatu piutang meliputi segala sesuatu yang
melekat padanya, seperti penangungan-penanggungan, hak-hak istimewa dan hipotik-hipotik.
Kemudian dalam pasal 1534 disebutkan “barangsiapa yang menjual suatu piutang atau suatu
hak takbertubuh lainnya, harus menanggung bahwa hak itu benar ada pada waktu
diserahkannya, biarpun penjualan dilakukan tanpa janji penanggungan.
HAK REKLAME (MENUNTUT KEMBALI)
Dalam hal jual beli diadakan tanpa suatu janji bahwa harga barang boleh diangsur atau dicicil
dan pembeli tidak membayar harga itu, maka selama barangnya masih berada ditangannya si
pembeli, penjual dapat menuntut kembali barangnya asal penuntutan kembali itu dalam jangka
waktu 30 hari. Dasar hukum pengaturan menganai hak reklame adalah terdapat dalam pasal
1145 BW. Selain itu juga dapat dijumpai dalam pasal 230 KUHD, akan tetapi dalam KUHD
tersebut hanya berlaku dalam halnya si pembeli telah dinyatakan pailit.

Syarat-syarat untuk melancarkan reklame dalam KUHD adalah lebih longgar dibandingkan
dengan syarat-syarat yang ditetapkan dalam pasal 1145 BW, yaitu :
 Jual beli tidak usah jual beli tunai (kontan), jadi jual beli kreditpun boleh.
 Penuntutan kembali dapat dilakukan dalam jangka waktu 60 hari, jadi lebih lama dari
jangka waktu yang diperkenankan oleh pasal 1145 BW
 Tuntutan reklame masih boleh dilancarkan meskipun barangnya sudah berada ditangan
orang lain.

JUAL BELI “BARANG ORANG LAIN”


Pasal 1471 BW menggariskan “jual beli barang orang lain adalah batal dan dapat memberikan
dasar untuk penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika si pembeli tidak telah mengetahui
bahwa barang itu kepunyaan orang lain”

BAB II
TUKAR MENUKAR
Tukar-menukar adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya
untuk saling memberikan suatu barang secara bertimbal-balik sebagai gantinya suatu barang
lain. Perjanjian ini juga dikenal dengan nama “barter”. Segala apa yang dapat dijual, dapat juga
menjadi objek perjanjian tukar-menukar. Segala peraturan-peraturan tentang perjanjian jual-
beli juga berlaku terhadap perjanjian tukar-menukar (Pasal 1546)

Resiko dalam perjanjian tukar-menukar diatur dalam pasal 1545 yang berbunyi : “jika suatu
barangtertentu yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah diluar kesalahan pemiliknya, maka
persetujuan dianggap sebagai gugur dan siapa yang dari pihaknya telah memenuhi
persetujuan, dapat menuntut kembali barang yang ia telah berikan dalam tukar menukar”.
BAB III
SEWA MENYEWA
DEVINISI
Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya
untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu
waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak yang tersebut terakhir itu
disanggupi pembayarannya (Pasal 1548 B.W)

Sewa menyewa adalah suatu perjanjian konsensual.artinya ia sudah sah dan mengikat pada
detik tercapainya sepakat mengenai unsure-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga.
Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang
lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar “harga sewa”.

Pasal 1579 berbunyi: “pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewanya dngan
menyatakan hendak memaai sendiri barangnya yang disewakan, kecuali jika telah
diperjanjikan sebelumnya”.

Tentang harga sewa: kalau dalam jual beli harga harus berupa uang, karena kalau berupa
barang perjanjianyabukan jual-beli lagi tetapi menjadi tukar-menukar, tetapi dalam sewa-
menyewa tiadaklah menjadi keberatan bahwa harga sewa itu berupa barang atau jasa.

KEWAJIBAN-KEWAJIBAN PIHAK YANG MENYEWAKAN


Pihak yang menyewakan mempunyai kewajiban:
 Menyerahkan barang yangdisewakan kepada si penyewa
 Memelihara barang yangdisewakan sedemikian hingga itu dapat dipakai untuk
keperluan yang dimaksudkan.
 Memberikan keapada si penyewa kenkmatan tenteram dari barang yang diseakan selama
berlangsungnya persewaan.

KEWAJIBAN-KEWAJIBAN PENYEWA
Bagi si penyewa ada dua kewajiban utama yaitu:
 Memakai barang yang disewa sebagai seorang “bapk rumah yang baik”, sesuai dengan
tujuan yang diberikan kepada barang itu menurut perjanjian sewanya.
 Membayar harga sewa pada waktu-waktu yang telah ditentukan menurut pejanjian.

RESIKO DALAM SEWA PEMNYEWA


Menurut pasal 1553, dalam sea-menyewa itu mengenai barang yangdipersewakan dipikul oleh
si pemilik barang, yaitu pihak yang menyewakan.
GANGGUAN DARI PIHAK KETIGA
Apabila selama wakttu sewa, si penyewa dalam pemakaian barang yang disewakan diganggu
oleh seorang pihak ketiga berdasar atas suatu hak yang dikemukakan oleh orang pihak ketiga
aka dapatlah si penyewa menuntut dari pihak yang menyewakan supaya uang sewa dikurangi
secara sepadan dengan sifat gangguan itu.

MENGULANG SEWAKAN
Si penyewa jika kapadanya tidak telah diperijinkan oleh pemilik barang, tidak diperbolehkan
mengulang sewakan barang yang disewanya maupun melepas sewanya kepada orang lain.
Kecuali kalau hal-hal itu diperjanjikan tetapi kalau menyewakan sebagian dari sebuah rumah
tempat tinggal yang disewa adalah diperbolehkan kecuali kalau hal itu telah dilarang dalam
perjanjian sewanya.

SEWA TERTULIS DAN SEWA LISAN


Meskipun sewa menyewa adalah suatu perjanjian konsensual, namun oleh undang-undang
diadakan perbedaan dalam akibat-akibatnya antara sewa tertulis dan sewa lisan.
Jika sewa menyewa itu diadakan secara tertulis maka sewa menyewa berakhir demi hukum
(otomatis) apabila waktu yang ditentukan sudah habis tanpa diperlukannya sesatu
pemberitahuan pemberhantian untuk itu.

Senaliknya jika sewa menyewa tidak dibuat dengan tertulis maka sewa itu tidak berahir pada
waktu yang ditentukan.

Perihal sewa menyewa secara tertulis diatur dalam pasal 1570 sedangkan perihal sewa
menyewa yang tidak tertulis (lisan) diatur dalam pasal 1571.

JUAL BELI TIDAK MEMUTUSKAN SEWA MENYEWA


Dengan dijualnya barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya tidaklah
diputuskan, kecuali apabila ia telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barangnya (Pasal
1576)

PANDBESLAG
Merupakan hak utama yang diberikan oleh undang-undang atas barang-barang perabot rumah
yang diakai untuk menghiasi rumah tersebut guna menjamin pembayaran tunggakkan uang
sewa. Artinya dalam suatu eksekusi (lelang sita) atas barang-barang perabot rumah yang
dipakai untuk menghiasi rumah tersebut, sipemilik rumah harus paling dahulu diberikan
sejumlah yang cukup dari pendapatan lelangan untuk melunasi tunggakan uang sewa yang
menjadi haknya, sebelum kreditu-kreditur lainnya menerima bagian mereka.
SEWA MENYEWA PERUMAHAN
Masalaha perumahan merupakan suatu masalah social yang sangat penting. Pasca Perang
Dunia II banyak rumah-rumah gedung yang dikuasai oleh pemerintah untuk diatur
penggunaan atau penghuninya. Pada masa sekarang pengaturan mengenai hal itu oleh
pemerintah digariskan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang urusan
perumahan. Pelaksanaan mengenai urusan perumahan diserahkan kepada Kantor Urusan
Perumahan, oleh karenanya untuk menmpati rumah tersebut harus ad surat iji penghuni (SIP)
yang diberikan oleh Kantor Urusan Perumahan.

BAB IV
SEWA BELI
Sewa beli sebenarnya adalah suat macam jual beli, setidak-tidaknya ia lebih mendekati jual beli
daripada sewa menyewa, meskipun ia merupakan suatu campuran dari keduanya dan
diberikan judul “sewa menyewa”. Hakekat dari sewa beli adalah suatu macam perjanjian jual
beli dimana selama harga belum dibayar lunas maka si pembeli menjadi penyewa dahulu dari
barang yang ingin dibelinya.

BAB V
PERJANJIAN UNTUK MELAKUKAN PEKERJAAN

Undang-undnag membagi perjanjianuntuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam, yaitu :

PERJANJIAN UNTUK MELAKUKAN JASA-JASA TERTENTU


Maksud dalam perjanjian ini yaitu suatu pihak menghendaki dari pihak lawannya
dilakukannya pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan, untuk mana ia bersedia membayar
upah, sedangkan apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut sama sekali
terserah kepada pihak lawannya itu. Termasuk dalam golongan ini lajimnya yaitu hubungan
antara seorang pasien dengan dokter, hubungan antara seorang pengacara dengan kliennya
yang minta diurusinya suatu perkra, hubungan antara seorang notaries dengan seorang yang
dating kepadanya untuk dibuatkan suatu akte dan lain sebagainya.

PERJANJIAN KERJA ATAU PERBURUHAN


yaitu perjanjian antara seorang buruh dengan seorang majikan, perjanjian mana ditandai oleh
ciri-ciri :

 Adanya suatu uah atau gaji tertentu yang diperjanjikan


 Adanya suatu “hubungan diperatas” atau “dienstverhouding” yaitu suatu hubungan
berdasarkan mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah
yang harus ditaati oleh yang lain.

Mengenai hal ini iatur dalam pasal 1601 – 1603 BW. Sedangkan untuk perjanjian kerja laut
diatur dalam Bab IV dari Buku II KUHD.

PERJANJIAN PEMBORONGAN KERJA


Yaitu suatu perjanjian antara seorang (pihak yang memborongkan pekerjaan) dengan seorang
lain (pihak yang memborong pekerjaan) dimana pihak pertama menghendaki sesuatu hasil
pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lawan, atas pembayaran suatu jumlah uang sebagai
harga pemborongan .

BAB VI
PENGANGKUTAN
Perjanjian pengangkutan adalah suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk
dengan aman membawa orang atau barang dari satu ke lain tempat, sedangkan pihak yang
lainnya menyanggupi akan membayar ongkosnya.

Perjanjian pengangkutan ini diatur dalam Buku III KUHPdt pasal 1235- 1243.

Disamping perjanjian, undang-undang dan kebiasaan merupakan sumber hukum


pengangkutan, karena merupakan sebuah sumber hukum didalam perjanjian pengangkutan
selain apa yang tertulis dalam suatu undang-undang adalah perjanjian antara pihak pengirim
dan pihak pengangkut juga kebiasaan yang berderajat undang-undang merupakan termasuk
sumber hukum

Perjanjian pengangkutan selalu diikuti dengan dokumen pengangkutan, karena dokumen


pengangkutan atau surat muatan merupakan atau dapat dijadikan bukti tertulis antara
pengirim dan pengangkut apabila suatu saat terjadi perkara atau peristiwa hukum.

BAB VII
PERSEKUTUAN
DEFINISI
Yang dimaksud dengan persekutuan adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih untuk
berusaha bersama-sama mencari keuntungan yang akan dicapai dengan jalan masing-masing
memmasukkan sesuatu dalam suatu kekayaan bersama (Pasal 1618 BW).
HUBUNGAN ANTARA PARA SEKUTU
Undang-undang menetapkan bahwa sekutu yang hanya memasukkan tenaganya saja,
mendapat bagian yang sama dari keutungan bersama seperti sekutu yang memasukkan “modal
yang paling sedikit (pasal 1633 ayat 2). Hubungan antar para sekutu, dalam hal
adanya pertetangan antara kepentingan sekutu dan kepentingan persekutuan, selalu
memberikan prioritas kepada kepentingan persekutuan. Apabila persekutuan, sebagai akibat
kesalahan seorang sekutu didalam mengerjakan sesuatu urusan, menderita kerugian maka
sekutu tersebut harus mengganti kerugian itu tanpa dibolehkan mengkonpensasikan
keuntungan-keuntungan yang diperolehnya bagi persekutuan dalam lain urusan (Pasal 1630)

HUBUNGAN PARA SEKUTU DENGAN PIHAK KETIGA


Tanggung jawab para sekutu terhadap pihak keiga ditegaskandalam pasal 1643 dimana para
sekutu dapat dituntut oleh siberpiutang dengan siapa mereka telah bertindak, masing-masing
untuk suatu jumlah dan bagian yang sama, meskipun bagian sekutu yang satu dalam
persekutuan adalah kuarang daripada bagiansekutu yang lainya kecuali apabila sewaktu
hutang tersebut dibuatnya dengan tegas ditetapkan kewajiban para sekutu itu untuk membayar
hutang tersebut menurut imbangan besarnya bagian masing-masing dalam persekutuan.
Macam-macam cara berakhirnya persekutuan

Menurut Pasal 1646 B.W persekutuan berakhir

 Dengan lewatnya waktu untuk mana persekutuan telah diadakan


 Dengan musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok
persekutuan
 Atas kehendak semata-mata dari beberapa atau seorang sekutu
 Jika salah seorang sekutu meninggal atau ditaruh dibawah pengampunan atau
dinyatakan pailit.

BAB VIII
PERKUMPULAN
Yaitu beberapa orang yang hendak mencapai suatu tujuan dala bidang non-ekonomis (tidak
untuk mencari keuntungan) bersepakat mengadakan suatu kerjasama yang bentuk dan caranya
diletakan dalam apa yang dinamakan anggaran dasar atau reklemen atau statuten.
Suatu perkumpulan dapat dimintakan pengakuan sebagai badan hukum dari menteri
kehakiman menurut peraturan sebagaimana termaktuk dalam lembaran Negara tahun 1870 no.
64
BAB IX
PENGHIBAHAN
DEVINISI DAN KETENTUAN-KETENTUAN UMUM
Menurut pasal 1666 B.W penghibahan adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di
waktu hidupnya, dengan Cuma-Cuma dan dengan tridak dapat di tarik kembali, menyerahkan
sesuatu barang guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.
Penghibahan hanyalah dapat mengenai barang –barang yang sudah ada, jiak ia meliputi barang
–barang yang baru akan ada di kemudian hari maka sekadar mengenai itu hibahnya adalah
batal (Pasal 1667)

KECAKAPAN UNTUK MEMBER DAN MENERIMA HIBAH


Untuk menghibahkan, seorang, selainnya bahwa ia harus sehat pikirannya, harus sudah
dewasa. Untuk menerima suatu hibah, dibolehkan orang itu belum dewasa tetapi ia harus
diwakili oleh orang tua atau wali.

CARA MENGHIBAHKAN SESUATU


Pasal 1682 menetapkan tiada suatu hibah kecuali yang disebutkan dalam pasal 1687, dapat, atas
ancaman batal, dilakukan selainnya dengan suatu akta notaries, yang aslinya disimpan oleh
notaries itu. Dari pasal 1682 dan 1687 tersebut dapat kita lihat bahwa untuk penghibahan benda
tak bergerak ditetapkan suatu formalitas dalam bentuk akte notaries tetapi untuk penghibahan
barang bergerak yang bertuguh atau surat penagihan hutang atas tunjuk tidak diperlukan
sesuatu formalitas dan dapat dilakukan secara sah dengan penyerahan barangnya begitu saja
kepada sipenerima hibah atau kepada seoarang pihak ketiga yang menerima pemberian hibah
atas namanya.

PENARIKAN KEMBALI DAN PENGHAPUSAN HIBAH


Meskipun suatu penghibahan tidak dapat ditarik kembali secara sepihak tanpa persetujuan
pihak lawan namun ditentukan oleh pasal 1688 bagi si penghibah untuk dalam hal-hal tertentu
menarik kembali atau menghapuskan hibah yang elah diberikan pada seseoarang. Penarikan
kembali atau penghapusan penghibahan dialkukan dengan menyatakan kehendaknya kepada
si penerima hibah disetai penuntutan kembali barang-barang yang telah di hibahkan dan
apabila itu tidak dipenuhi sefcara sukarela maka penuntutan kembali barang-barang itu di
ajukan kepada pengadilan.

BAB X
PENITIPAN BARANG
Penitipan pada umumnya dan berbagai macamnya
Penitipan adalah terjadi apabila seseorang menerima sesuatu barang darinorang lain, dengan
syaratbahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya. Mengenai
hal ini diatur dalam pasal 1694 B.W. menurut undang-undang ada dua macam penitipan
barang yaitu penitipan yang sejati dan sekestrasi.

PENITIPAN BARANG YANG SEJATI


Penitipan barang yangsejati dianggap dibuat dengan Cuma-Cuma, jika tidak diperjanjikan
sebaliknya, sedangkan ia hanyandapat mengenai barang barang yang bergerak (psal 1696).
Sipenerima titipan barang tiadak diperbolehkan memakai barnang yang dititipkan untuk
keperluan sendiri tanpa izinnya orang yang menitipkan barang , yang dinyatakan dengan tegs
atau dipersangkakan, atas ancaman penggantian biaya, kerugian dan bunga jika ada alas an
untuk itu (Pasal 1712)

SEKESTRASI
Adalah penitipan barang tentang mana ada perselisihan, di tangannya seorang pihak ketiga
yang mengikatkan diri untuk, setelah perselisihan itu diputus, mengembalikan barang itu
kepada siapa yang akan dinyatakan berhak, beserta hasil-hasilnya. Penitipan ini ada yang
terjadi dengan persetujuan dan ada pula yang dilakukan atas perintah hakim atau pengadilan.
Mengenai hal ini diatur dalam Pasal 1730 – 1734

BAB XI
PINJAM PAKAI
DEFENISI DAN KETENTUAN-KETENTUAN UMUM
Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang
kepada pihak yagn lainnya untukdipakai dengan cuma-Cuma, dengan syarat bahwa yang
menerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewatnya suatu waktu tertentu, akan
mengembalikannya (pasal 1740). Dalam pinjam pakai, pihak yang meminjamkan tetap menjadi
pemilik dari barang yang dipinjamkan (pasal 1741). Segala apa yang dapat dipakai orang dan
tidak musnah karena pemakaian, dapat menjadi bahan perjanjian pinjam-pakai (Pasal 1742).

KEWAJIBAN PEMINJAM
Peminjam diwajibkan menyimpan dan memelihara barang pinjaman itu sebagai seorang bapak
rumah yang baik dan tidak boleh memakainya guna suatu keperluan yang lain. Jika ia
memakai barangnya pinjaman guna suatu keperluan lain atau lebih lama dari yang
diperbolehkan, maka selain dari pada itu ia adalah bertanggung jawab atas musnahnya
barangnyasekalipun musnahnya barang itu disebabkan karena suatu kejadian yang sama sekali
tidak di sengaja (pasal 1744). Jiak barangnya pada waktu dipinjamkan, telah ditaksir harganya,
maka musnahnya barang itu, biarpun ini terjadi karena suatu kejadian yang tidak disengaja,
adalah atas tanggungan si peminjam, kecuali apabila telah diperjanjikan sebalknya(Pasal 1746)

KEWAJIBAN ORANG YANG MEMINJAMKAN


Orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali barang yang dipinjamkan selainnya
setelah lewatnya waktu yang ditentukan, atau jika tidak ada ketentuan yang demikian, setelah
barangnya dipakai atau dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan (Pasal 1750).

BAB XII
PINJAM MEMINJAM
DEFENISI DAN KETENTUAN-KETENTUAN UMUM
Pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada
pihak yang lain suatu jumlah tertentu barangbarang yangmenghabis karena pemakaian,
dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari
jenis dan mutu yang sama pula (pasal 1754). Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam, pihak
yang menerima pinjaman menjadi pemilik dari barang yang dipinjam, dan jika barang itu
musnah, dengan cara bagaimanapun, maka kemusnahan itu adalah atas tanggungannya (Pasal
1755)

KEWAJBAN ORANG YANG MEMINJAMKAN


Orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali apa yang telah dipinjamkannya
sebelum lewatnya waktu yang telah di tentukan dalam perjanjian (Pasal 1759)

KEWAJIBAN PEMINJAM
Orang menerima pinjaman sesuatu diwajibkan mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan
yang sama dan pada waktu yang ditentukan (pasal 1763). Jka sipeminjam tidak mampu
mengembalikan barang yang dipinjamnya dalam jumalah dan keadaanyang sama maka ia
diwajibkan membayar harganya, dalam hal mana harus diperhatikan waktu dan tempat
dimana barangnya, menurut perjanjian, harus dikembalikan.

MEMINJAMKAN DENGAN BUNGA


Dalam pasal 1765 menyatakan bahwa adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas
peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena pemakaian.
BAB XIII
PERJANJIAN UNTUNG-UNTUNGAN
DEVINISI
Adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak
maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Termasuk
didalam perjanjian untung-untungan yaitu : perjanjian pertanggungan, bunga cagak hidup,
perjudian dan pertaruhan.

Mengenai perjanjian pertanggungan diatur dalam Pasal 1774.

BUNGA CAGAK-HIDUP
Bunga cagak hidup dapat dilahirkan dengan suatu prjanjian atas beban, atau dengan suatu akte
hibah. Ada juga bunga cagak hidup itu diperoleh dengan wasiat. Suatu perjanjian atas beban
adalah perjanjian timbale balik dimana prestasi dari pihak yang satu adalah imbalan dari
prestasi pihak yang lain.

PERJUDIAN DAN PERTARUHAN


Baik dalam perjudian dan pertaruhan hasil tentang untungatau rugi digantungkan pada suatu
kejadian yang belum tentu. Perbedaannya adalah bahwa dalam prjudian tiap-tiap pihak
mengambil bagian atau ikut serta dalam permainan yang hasilnya akan menetukan untung
atau rugi tersebut sedangkan dalam pertaruhan mereka berada di luar permainan tersebut,
malahan adakalanya tidak ada sesuatu yang dinamakan permainan tetapi hanya ada suatu
kejadian saja. Selanjutnya dalam prjudian hasil dari prmainan tersebut selalu hamper
seluruhnya tergantung pada nasib dan tidak pada kepandaian sedangkan dala pertaruhan
tidak usah demikian.

BAB XIV
PEMBERIAN KUASA
DEFINISI
Adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan atau wewenang kepada
seseorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan
(Pasal 1792).

KEWAJIBAN SI KUASA
Si kuasa diwajibkan selama ia belum dibebaskan, melaksanakan kuasanya, dan ia menanggung
segala biaya, kerugian, dan bunga yang sekiranya dapat timbul karena tidak dilaksanakannya
kuasa tersebut.
Si kuasa bertanggungjawab untuk orang yang telah ditunujuk olehnya sebagai penggantinya
dalam melaksanakan kuasanya :

 Jika tidak telah diberikan kekuasaan untuk menunjuk seorang lain sebagai
penggantinya.
 Jika kekuasaan itu telah diberikan kepadanya tanpa tanpa penyebutan seorang tertentu,
sedangkan orang yang dipilihnya itu ternyata seorang yang tak cakap atau tak mampu.

KEWAJIBAN SI PEMBERI KUASA


Si pemberi kuasa diwajibkan memenuhi perikatan-perikatan yang diperbuat oleh si kuasa
menurut kekuasaan yang ia telah berikan kepadanya. Ia tidak terikat pada apa yang telah
diperbuat selebihnya dari pada itu, selainnya sekadar ia telah menyetujuinya secara tegas atau
secara diam-diam (Pasal 1807).

BERAKHIRNYA PEMBERIAN KUASA


Pasal 1813 memberikan bermacam-macam cara berakhirnya pemberian kuasa, yaitu :

 Dengan ditariknya kembali kuasanya si jurukuasa


 Dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh sijurukuasa
 Dengan meninggalnya, pengampunannya atau pailitnya si pemberi kuasa maupun si
penerima kuasa
 Dengan perkawinan si perempuan yang memberikan atau menerima kuasa.

BAB XV
PENANGGUGAN UTANG
DEVINISI DAN SIFAT-SIFAT PENANGGUNGAN
Adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang,
mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berpiutang, manakala orang ini sendiri
tidka memenuhinya (pasal 1820). Tiada penanggungan , jika tidak ada suatu perikatan pokok
yang sah. Namun dapatlah seorang mengajukan diri sebagai penanggung untuk suatu
perikatan, biarpun perikatan itu dapat dibatalkan dengan suatu tangkisan yang hanya
mengenai dirinya pribadi di berutang, misalnya dalam hal kebelumdewasaan (pasal 1821).
Menurut pasal 1827 mengatakan bahwa si berutang diawajibkan memberikan seorang
penanggung, harus mengajukan seorang yang mempunyai kecakapan menurut hukum untuk
mengikatkan dirinya, cukup mampu untuk memenuhi perikatannya dan berdiam di wilayah
Indonesia.

AKIBAT-AKIBAT PENANGGUNGAN ANTARA KREDITUR DAN PENANGGUNG


Si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berpiutang, selainnya jika siberutang
lalai, sedangkan harta benda si berutang ini harus lebih dahulu di sita dan di jual untuk
melunasi utangnya (pasal 1831). Sipenangguna tidak dapat menuntut supaya harat-benda si
berutang terlebih dahulu di sita dan di lelang untuk melunasi utangnya, dalam hal:
 Apabila ia telah melepaskan hak istimewanya untuk enuntut dilakukannya lelang-sita
lebih dahlu atas hartabenda si berutang.
 Apabila ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan si berutang utama secara
tanggung menanggung.
 Jika si berutang dapat mengajukan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya sendiri
secarapribadi.
 Jika si berutang berada dalam keadaan pailit.
 Dalam halnya penanggungan yang di printahkan oleh hakim.

AKIBAT-AKIBAT PENANGGUNG ANTARA SI BERUTANG DAN SI PENANGGUNG


DAN ANTARA SI PENANGGUNG SENDIRI
Si penanggung da juga mempunyai hak menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga, jika ada
alasan untuk itu (pasal 1839). Sipenanggung dpat menuntut si berutang untuk diberikan ganti
rugi atau untuk dibebaskan dari perikatannya, bahkan sebelum ia membayar utangnya :
 Apabila ia di gugat di muka hakim untuk membayar
 Apabila si berutang telah berjanji membebaskannya dari penanggungannya di dalam
suatu waktu tertentu
 Apabila utangnya telah dapat di tagih karena lewatnya jangka waktu yang telah di
tetapkan untuk pembayarannya
 Setelah lewatnya waktu sepuluh tahun jika perikatannya pokok tidak mengandung
jangka waktu tertentu untuk pengakhirannya, kecuali apabila perikatannya pokok
sedemikian sifatnya, hingga ia tidak dapat diakhiri sebelum lewatnya jangka waktu
tertentu, sepertinya suatu perwalian (pasal 1843)

HAPUSNYA PENANGGUNGAN
Perikatan yang diterbitkan dari penanggungan hapus karena sebab-sebab yang sama,
sebagaimana yang menyebabkan berakhirnya perikatan-perikatan yang lainnya (pasal 1845).
Adapun cara-cara berakhirnya perikatan-perikatan itu diatur dalam bab IV dari buku III B.W.
(pasal 1381 dan selanjutnya). Si penanggung dibebaskan apabilla ia, karena kesalahan si
berpiutang, tidak lagi dapat menggantikan hak-haknya, hiotik-hipotik dan hak-hak
istimewanya si berpiutang (Pasal 1848).

BAB XVI
PERDAMAIAN
Perdamaian adalah suatu perjanjian denganmana kedua belah pihak, dengan menyerahkan,
menjanjikan atau menahan suatu barang,mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung
atau mencegah timbulnya suatu perkara. Perjanjian ini tidaklah sah, melainkan jika dibuat
secara tertulis (Pasal 1851). Untuk mengadakan suatu perdamaian diperluikan bahwa seorang
mempunyai kekuasaan untuk melepaskan haknya atas hal-hal yang termaksud dalam
perdamaian itu. Tentang kepentingan-kepentingan keperdataan yang terbit dari suatu
kejahatan atau pelanggaran, dapat diadakan perdamaian. Perdamaian initidak sekali-kali
menghalangi pihak kejaksaan untuk menuntut perkaranya (Pasal 1853).

BAB XVII
ARBITRASE
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang di
dasarkanpada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Perjanjian Arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrrase yang tercantum
dalam perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian
arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.

Anda mungkin juga menyukai