Anda di halaman 1dari 8

1.

Metil Ester

Metil ester merupakan ester asam lemak yang dibuat melalui proses
esterifikasi dari asam lemak dengan metanol. Pembuatan metil ester ada empat
macam cara, yaitu pencampuran dan penggunaan langsung, mikroemulsi, pirolisis
(thermal cracking), dan transesterifikasi. Namun, yang sering digunakan untuk
pembuatan metil ester adalah transesterifikasi yang merupakan reaksi antara
trigliserida (lemak atau minyak) dengan metanol untuk menghasilkan metil ester
dan gliserol.
Metil ester dapat diperoleh dari hasil pengolahan bermacam-macam
minyak nabati, misalnya di Jerman diperoleh dari minyak rapessed, di Eropa
diperoleh dari minyak biji bunga matahari dan minyak rapessed, di Prancis dan
Itali diperoleh dari minyak biji bunga matahari, di Amerika Serikat dan Brazil
diperoleh dari minyak kedelai, di Malaysia diperoleh dari minyak kelapa sawit,
dan di Indonesia diperoleh dari minyak kelapa sawit, minyak jarak pagar, minyak
kelapa, dan minyak kedelai. Selain minyak-minyak tersebut, minyak safflower,
minyak linsedd, dan minyak zaitun juga dapat digunakan dalam pembuatan
senyawa metil ester (4,5). Pada pengolahan minyak nabati di atas juga di hasilkan
gliserol sebagai hasil sampingnya.
Metil ester merupakan bahan baku dalam pembuatan biodiesel atau
emolien dalam produk kosmetik, sedangkan gliserol dapat digunakan sebagai
bahan baku dalam berbagai aplikasi industri seperti kosmetik, sabun dan farmasi.
Gliserol yang diperoleh sebagai hasil samping pengolahan minyak nabati ini
bukanlah gliserol murni, melainkan gliserol mentah (crude glycerol), biasanya
memiliki kemurnian kira-kira 95%.
Minyak jelantah merupakan minyak nabati yang telah mengalami
degradasi kimia atau mengandung akumulasi kontaminan-kontaminan di
dalamnya. Minyak ini dapat didaur ulang menjadi metil ester dengan reaksi
transesterifikasi, sehingga minyak jelantah yang sebelumnya merupakan limbah
yang berbahaya jika langsung dibuang ke lingkungan dapat menjadi suatu produk
yang mempunyai nilai ekonomis dan juga dapat mengurangi jumlah limbah
minyak jelantah yang ada. Keuntungan penggunaan minyak jelantah dalam
pembuatan metil ester adalah dapat direduksinya biaya operasional, karena harga
minyak jelantah pasti lebih murah daripada minyak bersih atau minyak baru.
Kekurangannya adalah komposisi asam lemak yang terkandung di dalam minyak
dapat berubah akibat pemanasan dan terikat dengan bahan makanan yang
digunakan pada proses penggorengan.
Senyawa metil ester dapat digunakan sebagai zat tambahan pada suatu
formulasi kosmetik, salah satu contohnya yaitu caprylic atau caprylic triglyceride
yang telah digunakan dalam formulasi kosmetik sebagai emolien. Oleh karena itu,
tidak menutup kemungkinan bahwa senyawa metil ester lainnya juga dapat
digunakan sebagai zat tambahan, baik sebagai emolien maupun fungsi lainnya.
Metil ester yang diperoleh dari reaksi transesterifikasi dapat dimurnikan dan
ditetapkan kadarnya. Ada tiga metode analisis untuk menetapkan kadar metil ester
yaitu kromatografi gas, kromatografi cair kinerja tinggi dan kromatografi lapis
tipis.
2. Transesterifiksi
Transesterifikasi adalah proses transformasi kimia molekul trigliserida
yang besar, bercabang dari minyak nabati dan lemak menjadi molekul yang lebih
kecil, molekul rantai lurus, dan hampir sama dengan molekul dalam bahan bakar
diesel. Minyak nabati atau lemak hewani bereaksi dengan alkohol (biasanya
metanol) dengan bantuan katalis (biasanya basa) yang menghasilkan alkil ester
(atau untuk metanol, metil ester).
Tidak seperti esterifikasi yang mengkonversi asam lemak bebas menjadi
ester, pada transesterifikasi yang terjadi adalah mengubah trigliserida menjadi
ester. Perbedaan antara transesterifikasi dan esterifikasi menjadi sangat penting
ketika memilih bahan baku dan katalis. Transesterifikasi dikatalisis oleh asam atau
basa, sedangkan esterifikasi, bagaimanapun hanya dikatalisis oleh asam. Pada
transesterifikasi, reaksi saponifikasi yang tidak diinginkan bisa terjadi jika bahan
baku mengandung asam lemak bebas yang mengakibatkan terbentuknya sabun.
Bahan baku yang digunakan mengandung kurang dari 0,5% berat asam lemak saat
menggunakan katalis basa untuk menghindari pembentukan sabun.
Transesterifikasi trigliserida dengan katalis basa homogen merupakan
aspek kimia biodiesel yang paling penting. Spesies reaktif dalam transesterifikasi
menggunakan katalis basa homogen alkoksida yang terbentuk ketika alkohol dan
katalis bereaksi. Alkoksida yang sangat reaktif kemudian terlibat dalam serangan
nukleofilik pada gugus karbonil dari asam lemak sehingga memungkinkan
serangan nukleofilik oleh alkohol melalui oksigen yang bersifat elektronegatif.
Alkohol yang paling umum digunakan adalah metanol dan etanol,
terutama metanol, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi
sehingga reaksinya disebut metanolisis. Produk yang dihasilkan jika
menggunakan metanol lebih sering disebut sebagai metil ester asam lemak (fatty
acid methyl este) daripada biodiesel. Sedangkan jika etanol yang digunakan
sebagai reaktan, maka akan diperoleh campuran etil ester asam lemak (fatty acid
ethyl ester).
Dengan minyak berbasis bio (minyak nabati) maka hubungan
stoikiometrinya memerlukan 3 mol alkohol per mol TAG (3:1), tetapi reaksi
biasanya membutuhkan alkohol berlebih berkisar 6:1 hingga 20:1, tergantung
pada reaksi kimia untuk transesterifikasi katalis basa dan 50:1 untuk
transesterifikasi katalis asam. Laju reaksi transesterifikasi sangat dipengaruhi oleh
suhu reaksi. Umumnya reaksi dilakukan pada suhu yang dekat dengan titik didih
metanol yaitu 60oC-70oC pada tekanan atmosfer. Dengan menaikkan lagi dari
suhu tersebut, maka akan lebih banyak lagi metanol yang hilang atau menguap.
3. Esterifikasi
Reaksi esterifikasi merupakan reaksi pembentukan ester dengan reaksi
langsung antara suatu asam karboksilat dengan suatu alkohol. Suatu reaksi
pemadatan untuk membentuk suatu ester disebut esterifikasi. Esterifikasi dapat
dikatalis oleh kehadiran ion H+. Asam belerang sering digunakan sebagai sebagai
suatu katalisator untuk reaksi ini. Pada skala industri, etil asetat di produksi dari
reaksi esterifikasi antara asam asetat (CH3COOH) dan etanol (C2H5OH) dengan
bantuan katalis berupa asam sulfat (H2SO4).
Ester adalah sebuah asam karboksilat mengandung gugus -COOH, dan
pada sebuah ester hidrogen pada gugus ini digantikan dengan sebuah gugus
hidrokarbon dari berbagai jenis. Gugus ini bisa berupa gugus alkil seperti metil
atau etil, atau gugus yang mengandung sebuah cincin benzen seperti fenil. Ester
dapat terhidrolisis dengan pengaruh asam membentuk alkohol danasam
karboksilat. Reaksi hidrolisis tersebut merupakan kebalikan dari pengesteran.
Disini senyawa karbon mengikat gugus fungsi –COOR adalah alkil alkanoat .
Ester diturunkan dari alkohol dan asam karboksilat. Untuk ester turunan dari asam
karboksilat paling sederhana, nama-nama tradisional yang digunakan seperti
format, asetat dan propionate.
Proses esterifikasi adalah suatu reaksi reversible antara suatu asam
karboksilat dengan suatu alkohol. Produk esterifikasi disebut ester yang
mempunyai sifat yang khas yaitu baunya yang harum. Sehingga pada umumnya
digunakan sebagai pengharum (essence) sintetis. Reaksi esterifikasi merupakan
reaksi reversible yang sangat lambat. Tetapi bila menggunakan katalis asam sulfat
atau asam klorida, kesetimbangan reaksi akan tercapai dalam beberapa jam.
Esterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah struktur molekul
dari alkohol, suhu proses dan konsentrasi katalis maupun reaktan.
Ester diturunkan dari asam karboksilat dengan mengganti gugus OH
dengan gugus OR (R adalah gugus alkil atau aril). Ester merupakan senyawa
organik yang bersifat netral, tidak bereaksi dengan logam Na dan PCl 3. Ester
termasuk salah satu turunan asam karboksilat yang diperoleh dengan mereaksikan
suatu asam (karboksilat) dengan alkohol atau fenol. Rumusnya adalah RCOOR’
dimana R dan R’ adalah gugus organik. Ester yang terdiri dari asam-asam yang
berat molekul rendah dan alkohol merupakan senyawa-senyawa cair yang tidak
berwarna, sedikit larut dalam air dengan bau semerbak, dan mudah menguap.
Ester dari beberapa asam karboksilat dengan rantai panjang terdapat secara
alamiah di dalam lemak, lilin dan minyak.
4. Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkil
ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan
bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur
atau lemak hewan. Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk
mengubah minyak dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam
lemak bebas. Setelah melewati proses ini, tidak seperti minyak sayur langsung,
biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak
bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, dia lebih sering
digunakan sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar
diesel petrol murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas.
Biodiesel adalah bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat
seperti minyak diesel atau solar. Sebelum biodiesel dapat digunakan sebagai
bahan bakar, biodiesel ini harus diproses lagi untuk menurunkan kekentalannya.
Selain itu tangki bensin juga harus dilakukan perubahan agar biodiesel ini dapat
berfungsi dengan baik sebagai bahan bakar pada kendaraan tersebut. Namun jika
kendaraan sudah bermesin diesel, maka bahan bakar biodiesel ini sudah dapat
langsung digunakan.
Secara sederhana biodiesel didefinisikan sebagai bentuk bahan bakar
diesel yang menyebabkan lebih sedikit kerusakan lingkungan dibandingkan bahan
bakar diesel standar. Biodiesel biasanya dibuat dari minyak nabati melalui proses
kimia yang disebut transesterifikasi. Semua kendaraan keluaran baru dapat
menggunakan biodiesel. Dalam kebanyakan kasus biodiesel tidak digunakan
dalam bentuk murni (B100) melainkan dicampur dengan diesel standar. Hal ini
terutama karena diesel standar lebih baik daripada biodiesel murni saat berurusan
dengan suhu rendah dan juga diduga memiliki dampak yang lebih baik pada daya
tahan mesin.
Biodiesel adalah bahan bakar yang terdiri atas mono-alkil ester dari fatty
acid rantai panjang, yang diperoleh dari minyak tumbuhan atau lemak binatang.
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif untuk mesin diesel yang
diformulasikan khusus untuk mesin diesel dengan berbagai kelebihan antara lain
tidak perlu modifikasi mesin, mudah digunakan, ramah lingkungan, tercampurkan
dengan minyak diesel (solar), memiliki cetane number tinggi, memiliki daya
pelumas yang tinggi, biodegradable, non toxic, serta bebas dari sulfur dan bahan
aromatik.
Secara sederhana biodiesel didefinisikan sebagai bentuk bahan bakar
diesel yang menyebabkan lebih sedikit kerusakan lingkungan dibandingkan bahan
bakar diesel standar. Biodiesel biasanya dibuat dari minyak nabati melalui proses
kimia yang disebut transesterifikasi. Semua kendaraan keluaran baru dapat
menggunakan biodiesel. Dalam kebanyakan kasus biodiesel tidak digunakan
dalam bentuk murni (B100) melainkan dicampur dengan diesel standar. Hal ini
terutama karena diesel standar lebih baik daripada biodiesel murni saat berurusan
dengan suhu rendah dan juga diduga memiliki dampak yang lebih baik pada daya
tahan mesin.
Ada beberapa metode berbeda yang memungkinkan pencampuran bahan
bakar diesel standar dengan biodiesel, meskipun yang paling umum adalah
pencampuran dalam tangki pada saat diproduksi sebelum pengiriman ke truk
tangki. Menggunakan biodiesel sebagai pengganti bahan bakar diesel standar
karena biodiesel lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan diesel standar dan
tidak hanya itu, biodiesel juga biodegradable dan tidak beracun.
Mengenai perbandingan tingkat emisi CO2 dari biodiesel dan diesel
standar, biodiesel muncul sebagai pemenang dengan menghasilkan sampai 75%
lebih sedikit emisi CO2 dibandingkan dengan diesel standar. Artinya dengan
menggunakan lebih banyak biodiesel daripada diesel standar, kita dapat
mengurangi dampak perubahan iklim. Menggunakan biodiesel sebagai pengganti
diesel standar tidak hanya akan membantu lingkungan, tetapi juga akan membantu
meningkatkan kemandirian energi dan keamanan energi negara. Kelemahan dari
penggunaan biodiesel lebih karena biodiesel sebagian besar masih diproduksi dari
tanaman pangan yang dalam skenario terburuk menyebabkan peningkatan harga
pangan dan bahkan meningkatkan kelaparan di dunia. Inilah alasan utama
mengapa para ilmuwan melihat berbagai bahan baku biodiesel potensial lainnya,
contohnya adalah rumput dan alga.
5. Proses Pembuatan Biodiesel
Bahan bakar diesel, selain berasal dari petrokimia juga dapat disintesis
dari ester asam lemak yang berasal dari minyak nabati. Bahan bakar dari minyak
nabati (biodiesel) dikenal sebagai produk yang ramah lingkungan, tidak
mencemari udara, mudah terbiodegradasi, dan berasal dari bahan baku yang dapat
diperbaharui. Pada umumnya biodiesel disintesis dari ester asam lemak dengan
rantai karbon antara C6-C22. Minyak sawit merupakan salah satu jenis minyak
nabati yang mengandung asam lemak dengan rantai karbon C 14-C20, sehingga
mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel.
Pembuatan biodiesel melalui proses transesterifikasi dua tahap,
dilanjutkan dengan pencucian, pengeringan dan terakhir filtrasi, tetapi jika bahan
baku dari CPO maka sebelumnya perlu dilakukan esterifikasi. Proses
transesterifikasi meliputi dua tahap. Transesterifikasi tahap satu yaitu
pencampuran antara kalium hidroksida (KOH) dan metanol (CH3OH) dengan
minyak sawit. Reaksi transesterifikasi berlangsung sekitar 2 jam pada suhu 58°C
-65°C. Bahan yang pertama kali dimasukkan ke dalam reaktor adalah asam lemak
yang selanjutnya dipanaskan hingga suhu yang telah ditentukan.
Reaktor transesterifikasi dilengkapi dengan pemanas dan pengaduk.
Selama proses pemanasan, pengaduk dijalankan. Tepat pada suhu reactor 63°C,
campuran metanol dan KOH dimasukkan ke dalam reactor dan waktu reaksi mulai
dihitung pada saat itu. Pada akhir reaksi akan terbentuk metil ester dengan
konversi sekitar 94%. Selanjutnya produk ini diendapkan selama waktu tertentu
untuk memisahkan gliserol dan metil ester. Gliserol yang terbentuk berada di
lapisan bawah karena berat jenisnya lebih besar daripada metil ester.
Gliserol kemudian dikeluarkan dari reaktor agar tidak mengganggu
proses transesterifikasi tahap dua. Selanjutnya dilakukan transesterifikasi tahap
dua pada metil ester. Setelah proses transesterifikasi tahap dua selesai, dilakukan
pengendapan selama waktu tertentu agar gliserol terpisah dari metil ester.
Pengendapan dua memerlukan waktu lebih pendek daripada pengendapan tahap
satu karena gliserol yang terbentuk relatif sedikit dan akan larut melalui proses
pencucian. Pencucian hasil pengendapan pada transesterifikasi tahap dua
bertujuan untuk menghilangkan senyawa yang tidak diperlukan seperti sisa
gliserol dan metanol. Pencucian dilakukan pada suhu sekitar 55°C.
Pencucian dilakukan tiga kali sampai pH campuran menjadi normal (pH
6,8-7,2). Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur dalam
metil ester. Pengeringan dilakukan sekitar 10 menit pada suhu 130°C.
Pengeringan dilakukan dengan cara memberikan panas pada produk dengan suhu
sekitar 95°C secara sirkulasi. Ujung pipa sirkulasi ditempatkan di tengah
permukaan cairan pada alat pengering. Tahap akhir dari proses pembuatan
biodiesel adalah filtrasi. Filtrasi bertujuan untuk menghilangkan partikel-partikel
pengotor biodiesel yang terbentuk selama proses berlangsung, seperti karat (kerak
besi) yang berasal dari dinding reaktor atau dinding pipa atau kotoran dari bahan
baku. Filter yang dianjurkan berukuran sama atau lebih kecil dari 10 mikron

Anda mungkin juga menyukai