DISUSUN OLEH:
Eli Susant
1102013095
PEMBIMBING:
Letkol CKM (K) Dr. Ade Netra Kartika, Sp. PD, MARS, FINASIM
1
LEMBAR PENGESAHAN
NPM : 1102013095
Stase : Interna
Penyusun
Eli Susanti
1102013095
Pembimbing
Letkol CKM (K) Dr. Ade Netra Kartika, Sp. PD, MARS, FINASIM
2
Daftar Isi
Daftar isi...................................................................................................3
Daftar gambar..........................................................................................4
Daftar table..............................................................................................5
BAB I
Pendahuluan...................................................................................................6
BAB II
CHRONIC KIDNEY DISEASE…………………………………………………………………………..7
Definisi........................................................................................................7
Anatomi Ginjal dan Glomerulus.................................................................7
Epidemiologi............................................................................................12
Etiologi dan Klasifikasi..............................................................................12
Patofisiologi..............................................................................................19
Diagnosis..................................................................................................24
Tatalaksana...............................................................................................26
Komplikasi................................................................................................32
Prognosis..................................................................................................32
BAB III
Kesimpulan...................................................................................................33
Daftar Pustaka...............................................................................................34
DAFTAR GAMBAR
Tabel 2.6 Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik...........30
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DEFINISI
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal
ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Dan
ditandai dengan adanya uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen lainnya
dalam darah). (2)
KRITERIA (2)
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik
Glomerulus
Secara bersamaan, glomerulus dan kapsula Bowman disebut dengan
korpuskulum renalis. Ginjal manusia memiliki sekitar satu juta glomerulus di
dalamnya. Glomerulus terdiri atas tiga tipe sel intrinsik: sel endotel kapiler,
sel epitel yang dipisahkan dari sel endotel oleh membrana basalis
glomerular, serta sel mesangial. Struktur glomerulus dapat dilihat seperti
pada Gambar
2.3. EPIDEMIOLOGI
Hasil Riskesdas 2013, populasi umur ≥ 15 tahun yang terdiagnosis gagal
ginjal kronis sebesar 0,2%. Angka ini lebih rendah dibandingkan prevalensi
PGK di negara-negara lain, juga hasil penelitian Perhimpunan Nefrologi
Indonesia (Pernefri) tahun 2006, yang mendapatkan prevalensi PGK sebesar
12,5%. Hal ini karena Riskesdas 2013 hanya menangkap data orang yang
terdiagnosis PGK sedangkan sebagian besar PGK di Indonesia baru
terdiagnosis pada tahap lanjut dan akhir. Hasil Riskesdas 2013 juga
menunjukkan prevalensi meningkat seiring dengan bertambahnya umur,
dengan peningkatan tajam pada kelompok umur 35-44 tahun dibandingkan
kelompok umur 25-34 tahun. Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi
dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi terjadi pada masyarakat
perdesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta,
petani/nelayan/buruh (0,3%), dan kuintil indeks kepemilikan terbawah dan
menengah bawah masing-masing 0,3%. Sedangkan provinsi dengan
prevalensi tertinggi adalah Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh,
Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4 % 3
Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft – Gault sebagai berikut :2
LFG (ml/min/1.73 m2) = 170 x [SCr]0.999 x [Umur]0.176 x [0.762 jika pasien adalah
wanita] x [1.180 jika pasien berwarna kulit hitam] x [SUN]-0.170 x [albumin]+ 0.318
Tabel 2.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kroni katas Dasar Diagnosis Etiologi
Etiologi
Etiologi penyakit gagal ginjal kronik sangat bervariasi antara negara satu
dan negara lain. Pada Tabel 2 menunjukkan penyebab utama dan insiden
penyakit gagal ginjal kronik di Amerika Serikat.
Tabel 2.3 Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik di Amerika Serikat (1995-1999)
Inside
Penyebab
n
Diabetes Melitus 44%
- Tipe 1 (7%)
- Tipe 2 (37%)
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar
27%
Glomerulonefritis
10%
Nefritis interstitialis
4%
Kista dan penyakit bawaan lain
3%
Penyakit sistemik (missal Lupus dan vaskulitis)
2%
Neoplasma
2%
Tidak diketahui
4%
Penyakit lain
4%
Penyebab Insiden
Glomerulonefritis 46,39%
Diabetes Melitus 18,65%
Obstruksi dan Infeksi 12,85%
Hipertensi 8,46%
Sebab lain 13,65%
Tabel 2.5 Klasifikasi tekanan darah sistolik, diastolik, modifikasi gaya hidup, serta
terapi obat berdasarkan Joint National Committee (JNC) VII.
Target tekanan darah pada terapi pasien dengan CKD atau diabetes adah
<130/80 mmHg.
o Hipervolemia.
Hipervolemia oleh karena retensi air dan natrium, efek ekses
mineralokortikoid terhadap peningkatan reabsorpsi natrium dan air di
tubuli distal, pemberian infus larutan garam fisiologik, koloid, atau
transfusi darah yang berlebihan pada anak dengan laju filtrasi
glomerulus yang buruk. Hipervolemia dapat menyebabkan curah
jantung meningkat dan mengakibatkan hipertensi. Keadaan ini sering
terjadi pada glomerulonefritis dan penyakit ginjal kronis .5
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus
sistemik (SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
2.5. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung
pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan
selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan
massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional
nefron yang masih tersisa (surviving nefron) sebagai upaya
kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin
dan growth factors. Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi, yang diikuti
oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerolus.
Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses
maladaptasi berupa skelrosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif,
walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal,
ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,
sklerosis, dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis
renin-angiotensin- aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth
factor seperti transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal
yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas
penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia,
dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya
sklerosis dan fibrosis glomerolus maupun tubulointerstitial.
- Asidosis
Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat
penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H+ disertai
dengan penurunan kadar bikarbonat (HCO3) dan pH plasma.
Patogenesis asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik meliputi
penurunan eksresi amonia karena kehilangan sejumlah nefron,
penurunan eksresi fosfat, kehilangan sejumlah bikarbonat melalui
urin. Derajat asidosis ditentukan oleh penurunan pH darah. Apabila
penurunan pH darah kurang dari 7,35 dapat dikatakan asidosis
metabolik. Asidosis metabolik dpaat menyebabkan gejala saluran
cerna seperti mual, muntah, anoreksia dan lelah. Salah satu gejala
khas akibat asidosis metabolik adalah pernapasan kussmaul yang
timbul karena kebutuhan untuk meningkatkan eksresi karbon
dioksida untuk mengurangi keparahan asidosis
- Hipertensi
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik
ginjal. Hal tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang
terdapat di aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah
angiotensinogen menjadi angitensin I. Lalu oleh converting enzyme,
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II memiliki
efek vasokonstriksi kuat sehingga meningkatkan tekanan darah.
- Hiperlipidemia
Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak
bebas oleh ginjal sehingga menyebabkan hiperlipidemia.
- Hiperurikemia
Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di
dalam darah (hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan
menyebabkan pengendapan kristal urat dalam sendi, sehingga sendi
akan terlihat membengkak, meradang dan nyeri
- Hiponatremia
Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran
hormon peptida natriuretik yang dapat menghambat reabsorpsi
natrium pada tubulus ginjal. Bila fungsi ginjal terus memburuk
disertai dengan penurunan jumlah nefron, natriuresis akan
meningkat. Hiponatremia yang disertai dengan retensi air yang
berlebihan akan menyebabkan dilusi natrium di cairan ekstraseluler.
Keadaan hiponetremia ditandai dengan gangguan saluran pencernaan
berupa kram, diare dan muntah.
- Hiperfosfatemia
Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eksresi fosfat
sehingga fosfat banyak yang berada dalam sirkulasi darah. Jika
kelarutannya terlampaui, fosfat akan bergabung deng Ca 2+ untuk
membentuk kalsium fosfat yang sukar larut. Kalsium fosfat yang
terpresipitasi akan mengendap di sendi dan kulit ( berturut-turut
menyebabkan nyeri sendi dan pruritus)
- Hipokalsemia
Disebabkan karena Ca2+ membentuk kompleks dengan fosfat.
Keadaan hipokalsemia merangsang pelepasan PTH dari kelenjar
paratiroid sehingga memobilisasi kalsium fosfat dari tulang.
Akibatnya terjadi demineralisasi tulang (osteomalasia). Biasanya
PTH mampu membuat konsentrasi fosfat di dalam plasma tetap
rendah dengan menghambat reabsorbsinya diginjal. Jadi meskipun
terjadi mobilisasi kalsium fosfat dari tulang, produksinya di plasma
tidak berlebihan dan konsentrasi Ca2+ dapat meningkat. Namun pada
insufisiensi ginjal, eksresinya melalui ginjal tidak dapat ditingkatkan
sehingga konsentrasi fosfat di plasma meningkat. Selanjutnya
konsentrasi CaHPO4 terpresipitasi dan konsentrasi Ca2+ di plasma
tetap rendah. Oleh karena itu, rangsangan untuk pelepasan PTH tetap
berlangsung. Dalam keadaan perangsangan yang terus-menerus ini,
kelenjar paratiroid mengalami hipertrofi bahkan semakin
melepaskan lebih banyak PTH. Kelaina yang berkaitan dengan
hipokalsemia adalah hiperfosfatemia, osteodistrofi renal dan
hiperparatiroidisme sekunder. Karena reseptor PTH selain terdapat di
ginjal dan tulang, juga terdapat di banyak organ lain ( sistem saraf,
lambung, sel darah dan gonad), diduga PTH berperan dalam
terjadinya berbagai kelainan di organ tersebut.
Pembentukan kalsitriol berkurang pada gagal ginjal juga
berperan dalam menyebabkan gangguan metabolisme mineral.
Biasanya hormon ini merangsang absorpsi kalsium dan fosfat di
usus. Namun karena terjadi penurunan kalsitriol, maka menyebabkan
menurunnya absorpsi fosfat di usus, hal ini memperberat keadaan
hipokalsemia
- Hiperkalemia
Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H+ plasma
meningkat, maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel –
sel ginjal sehingga mengakibatkan kebocoran ion K+ ke dalam
plasma. Peningkatan konsentrasi ion H+ dalam sel ginjal akan
menyebabkan peningkatan sekresi hidrogen, sedangkan sekresi
kalium di ginjal akan berkurang sehingga menyebabkan
hiperkalemia. Gambaran klinis dari kelainan kalium ini berkaitan
dengan sistem saraf dan otot jantung, rangka dan polos sehingga
dapat menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon
dalam, gangguan motilitas saluran cerna dan kelainan mental.
- Proteinuria
Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari
kerusakan ginjal pada GGK seperti DM, glomerulonefritis dan
hipertensi. Proteinuria glomerular berkaitan dengan sejumlah
penyakit ginjal yang melibatkan glomerulus. Beberapa mekanisme
menyebabkan kenaikan permeabilitas glomerulus dan memicu
terjadinya glomerulosklerosis. Sehingga molekul protein berukuran
besar seperti albumin dan immunoglobulin akan bebas melewati
membran filtrasi. Pada keadaan proteinuria berat akan terjadi
pengeluaran 3,5 g protein atau lebih yang disebut dengan sindrom
nefrotik.
- Uremia
Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari
uremia pada GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal
sehingga dapat terjadi akumulasi ureum dalam darah. Urea dalam
urin dapat berdifusi ke aliran darah dan menyebabkan toksisitas yang
mempengaruhi glomerulus dan mikrovaskularisasi ginjal atau
tubulus ginjal. Bila filtrasi glomerulus kurang dari 10% dari normal,
maka gejala klinis uremia mulai terlihat. Pasien akan menunjukkan
gejala iritasi traktus gastrointestinal, gangguan neurologis, nafas
seperti amonia (fetor uremikum), perikarditis uremia dan
pneumonitis uremik. Gangguan pada serebral adapat terjadi pada
keadaan ureum yang sangat tinggi dan menyebabkan koma
uremikum.
2.6. DIAGNOSIS
GEJALA KLINIS
5. Meramalkan prognosis
ii) sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,
muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload),
neuropati perifer, pruritusm uremic frost, perikarditis, kejang-kejang
sampai koma;
GAMBARAN LABORATORIUM(2)
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningakatan kadar ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan LFG
c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia,
hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis
metabolik
d) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast,
isostenuria
GAMBARAN RADIOLOGIS(2)
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio – opak
b) Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh
toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
c) Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi
d) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista,
massa, kalsifikasi
e) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi
2.7. Tatalaksana8
1. Terapi konservatif
a.Peranan diet
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat
supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
2. Terapi simptomatik
a. Asidosis metabolik
b. Anemia
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan
yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini
merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan
gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut
sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi
dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan
e. Kelainan neuromuskular
f. Hipertensi
c. Transplatasi ginjal
Tabel 2.6 Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik
LFG Fosfat
Asupan protein g/kg/hari
ml/menit g/kg/hari
>60 Tidak dianjurkan Tidak
dibatasi
25 – 60 0,6 – 0,8 g/kg/hari, termasuk ≥ 0,35 g/kg/hari nilai
biologi tinggi ≤ 10 g
5 – 25
0,6 – 0,8 g/kg/hari, termasuk ≥ 0,35 g/kg/hari nilai
biologi tinggi atau tambahan 0,3 gr asam amino ≤ 10 g
< 60
esensial atau asam keton
(sindrom
nefrotik)
0,8 g/kg/hari (+1 gr protein/ g proteinuria atau 0,3
g/kg tambahan asam amino esensial atau asam ≤9g
keton
Pada GGK dengan diabetes dan ACR lebih dari 2,5 mg/mmol (pria) atau lebih
dari 3,5 mg/mmol (wanita), tanpa adanya hipertensi atau stadium GGK.
GGK pada non-diabetik dengan hipertensi dan ACR 30 mg/mmol atau lebih (kira-
kira ekuivalen dengan PCR 50 mg/mmol atau lebih, proteinuria 0,5 gr/24 jam atau
lebih)
GGK pada non-diabetik dan ACR 70 mg/mmol atau lebih (kira-kira ekuivalen
dengan PCR 100 mg/mmol atau lebih, proteinuria 1 gr/24 jam atau lebih), tanpa
adanya hipertensi atau penyakit kardiovaskular.
GGK pada non-diabetik dengan hipertensi dan ACR <30 mg/mmol (kira-kira
ekuivalen dengan PCR 50 mg/mmol atau lebih, proteinuria <0,5 gr/24 jam atau
lebih)
Saat menggunakan ACE inhibitor/ARBs, upayakan mencapai dosis terapi
maksimal yang masih dapat ditoleransi sebelum menambahkan 2nd line
(spironolakton)
Hal-hal yang perlu diingat saat menggunakan ACE inhibitor/ARBs:
- Orang dengan GGK, harus mengetahui konsentrasi serum potassium dan
perkiraan LFG sebelum memulai terapi. Pemeriksaan ini diulang antara 1 sampai
2 minggu setelah penggunaan obat dan setelah peningkatan dosis.
- Terapi ACE inhibitor/ARBs tidak boleh dimulai apabila konsentrasi serum
potassium secara signifikan >0,5 mmol/L
- Keadaan hiperkalemia menghalangi dimulainya terapi tersebut
- Stop terapi tersebut, bila konsentrasi serum potassium meningkat >0,6 mmol/L
atau lebih dan obat lain yang diketahui dapat meningkatkan hiperkalemia sudah
tidak digunakan
- Dosis terapi tidak boleh ditingkatkan bila bata LFG saat sebelum terapi kurang
dari 25% atau kreatinin plasma meningkaat dari batas awal kurang dari 30%.
- Apabila perubahan LFG 25% atau lebih atau perubahan kreatinin plasma 30% ata
lebih :
Investigasi adanya deplesi volume ataupun penggunaan NSAIDs.
Apabila tidak ada penyebab (yang diatas), stop terapi atau dosis harus diturunkan
dan alternative antihipertensi lain bisa digunakan.
2.8. KOMPLIKASI(2)
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai berikut :
- Hiperkalemia
- Asidosis metabolik
- Komplikasi kardiovaskuler ( hipertensi dan CHF )
- Kelainan hematologi (anemia)
- Osteodistrofi renal
- Gangguan neurologi ( neuropati perifer dan ensefalopati)
- Tanpa pengobatan akan terjadi koma uremik
2.9. PROGNOSIS
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka panjangnya buruk,
kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang ini,
bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK itu sendiri. Selain itu, biasanya
GGK sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan
gejala sehingga penanganannya seringkali terlambat.
BAB III
KESIMPULAN
Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen lainnya dalam
darah)
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe 1
dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Kondisi lain yang dapat menyebabkan
gangguan pada ginjal antara lain penyakit peradangan seperti glomerulonefritis (10%)
merupakan penyakit ketiga tersering penyebab gagal ginjal kronik.
Pada gagal ginjal kronik, gejala – gejalanya berkembang secara perlahan. Pada
awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari
pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka lama
kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada
stadium ini, penderita menunjukkan gejala – gejala fisik yang melibatkan kelainan
berbagai organ seperti kelainan saluran cerna (nafsu makan menurun, mual, muntah
dan fetor uremik), kelainan kulit (urea frost dan gatal di kulit), kelainan neuromuskular
(tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya konsentrasi menurun, insomnia, gelisah),
kelainan kardiovaskular (hipertensi, sesak nafas, nyeri dada, edema), kangguan
kelamin (libido menurun, nokturia, oligouria)
Diagnosis gagal ginjal kronik dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang
diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan radiologis, serta pemeriksaan biopsi dan histopatologi ginjal
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi terapi spesifik terhadap
penyakit dasarnya, pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid, memperlambat
perburukan fungsi ginjal, pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular,
pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi, terapi pengganti ginjal berupa
dialisis atau transplantasi ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood, Lauralee. Sistem Kemih. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG ; 2001. p. 463 – 503.
2. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus
SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
3. Pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI. Dinduh dari : file:///C:/Users/ELI
%20SUSANTI/Downloads/infodatin%20ginjal%202017.pdf
4. Kamaludin Ameliana. 2010. Gagal Ginjal Kronik. Jakarta : Bagian Ilmu Penyakit
Dalam UPH.
5. Silbernagl S dan Lang F. 2006. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC
Tedla FM, Brar A, Browne R, dan Brown C. 2011. Hypertension in chronic kidney
disease: navigating the evidence. International Journal of Hypertension.
6. Editorial. Tekanan Darah Tinggi. Diunduh dari:
http://id.wikipedia.org/wiki/Tekanan_darah_tinggi.
Identitas Pasien
Nama : Tn.B
Umur : 54 tahun
Agama : Islam
Anamnesis
Keluhan Utama
Saat ini pasien mengeluh lemas, mual (-), muntah (-), BAB dan BAK dbn
Riwayat Pengobatan
Pasien memiliki riwayat sakit DM sekitar 4 tahun pasien rajin minum obat dan
kontrol
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : composmentis
Nadi : 56 x/menit
Nafas : 22 x/menit
Suhu : 36.5º C
Berat badan : 64 kg
Status Generalis
Telinga : sekret tidak ada, nyeri tekan dan ketok mastoid tidak ada
Gigi dan Mulut : mukosa dan bibir basah. Caries gigi tidak ada. OH baik
Leher : KGB tidak ditemukan pembesaran
LMCS RIC V
epigastrium (+)
Pe = Timpani
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis Kerja
CKD Stadium V on HD
Diagnosis Banding
Anemia
AKI
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Tatalaksana awal
IVFD
Furosemid 2x40 mg
Miniaspi 1x80 mg
Amlodipine 1x5 mg
Concor 1x2,5 mg
Nitrokaf 1x1
Vit. B12 3x1
Bicnat 3 x 1
CaaCO3 3 x 1
Prognosis