Anda di halaman 1dari 10

BAB I

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Encephalitis menurut mansjoer dkk (2000) adalah radang jaringan otak yang
dapat disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan protozoa. Sedangkan menurut
Soedarmo dkk (2008) encephalitis adalah penyakit yang menyerang susunan saraf
pusat dimedula spinalis dan meningen yang disebabkan oleh japanese encephalitis
virus yang ditularkan oleh nyamuk. Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS
yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang non-purulen (+) (Muttaqin
Arif,2008).

2. Epidemiologi
Angka kematian untuk encephalitis berkisar antara 35-50%. Pasien yang
pengobatannya terlambat atau tidak diberikan antivirus (pada encephalitis Herpes
Simpleks) angka kematiannya tinggi bisa mencapai 70-80%. Pengobatan dini dengan
asiclovir akan menurukan mortalitas menjadi 28%. Sekitar 25% pasien encephalitis
meninggal pada stadium akut. Penderita yang hidup 20-40%nya akan mempunyai
komplikasi atau gejala sisa. Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada
encephalitis yang tidak diobati. Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari
memberikan prognosis buruk, Demikian juga koma. Pasien yang mengalami koma
sering kali meninggal atau sembuh dengan gejala sisa yang berat. Banyak kasus
encephalitis adalah infeksi dan recovery biasanya cepat encephalitis ringan biasanya
pergi tanpa residu masalah neurologi. Dan semuanya 10% dari kematian encephalitis
dari infeksinya atau komplikasi dari infeksi sekunder. Beberapa bentuk encephalitis
mempunyai bagian berat termasuk herpes encephalitis dimana mortality 15-20%
dengan treatment dan 70-80% tanpa treatment. (Soedarmo, Poerwo S. Sumarno.
Buku ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Pertama. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2000)

3. Etiologi
a. Encephalitis disebabkan oleh mikroorganisme : bakteri, protozoa, cacing,
jamur, spirokaeta dan virus. Macam-macam Encephalitis virus menurut Robin
:
a) Infeksi virus yang bersifat epidermik :
 Golongan enterovirus = Poliomyelitis, virus coxsackie, virus ECHO.
 Golongan virus ARBO = Western equire encephalitis, St. louis
encephalitis, Eastern equire encephalitis, Japanese B. encephalitis,
Murray valley encephalitis.
b) Infeksi virus yang bersifat sporadic : rabies, herpes simplek, herpes zoster,
limfogranuloma, mumps, limphotic, choriomeningitis dan jenis lain yang
dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
c) Encephalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella,
pasca vaksinia, pasca mononucleosis, infeksious dan jenis-jenis yang
mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.
b. Reaksin toxin seperti pada thypoid fever, campak, chicken pox.
c. Keracunan : arsenik, CO.
5. Klasifikasi
Klasifikasi menurut Soedamo dkk,(2008) adalah :
a. Encephalitis fatal yang biasanya didahului oleh viremia dan
perkembangbiakan virus ekstraneural yang hebat.
b. Encephalitis subklinis yang biasanya didahului viremia ringan, infeksi otak
lambat dan kerusakan otak ringan.
c. Encephalitis dengan infeksi asimptomatik yang ditandai dengan hampir tidak
adanya viremia dan terbatasnya replikasi ekstraneural.
d. Enchepalitis dengan infeksi persisten, yang dikenal dengan Japanese B
Encephalitis.

6. Gejala Klinis
a. Demam h. Pucat
b. Sakit kepala i. Halusinasi
c. Pusing j. Kaku kuduk
d. Muntah k. Kejang
e. Nyeri tenggorokan l. Gelisah
f. Malaise m. Iritable
g. Nyeri ekstrimitas n. Gangguan kesadaran

7. Pemeriksaan Fisik
Pada klien dengan ensepalitis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pada
pemeriksaan neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara umum
meliputi :
a. Keadaan umum
Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami perubahan
atau penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat kesadaran dapat
disebabkan oleh gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan
dengan kegagalan neural akibat proses peradangan otak.
b. Gangguan sistem pernafasan
Perubahan - perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial
menyebabkan kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan
tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan
terjadi paralisa otot pernafasan (F. Sri Susilaningsih, 1994).
c. Gangguan sistem kardiovaskuler
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada
daerah tersebut. Hal ini akan merangsang vasokonstriktor dan menyebabkan
tekanan darah meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan
meningkatnya transmiter rangsang parasimpatis ke jantung.

8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan radiologi :
a. CT Scan
Computed Tomography pada kasus encephalitis herpes simpleks, CT-scan
kepala biasanya menunjukan adanya perubahan pada lobus temporalis atau
frontalis, tapi kurang sensitif dibandingkan MRI. Kira-kira sepertiga pasien
encephalitis herpes simpleks mempunyai gambaran CT-scan kepala yang
normal.
b. MRI
MRI (magnetic resonance imaging) merupakan pemeriksaan penunjang yang
paling dianjurkan pada kasus encephalitis. Bila dibandingkan dengan CT-
scan, MRI lebih sensitif dan mampu untuk menampilkan detil yang lebih bila
terdapat adanya kelainan-kelainan. Pada kasus encephalitis herpes simpleks,
MRI menunjukan adanya perubahan patologis, yang biasanya bilateral pada
lobus temporalis medial dan frontal inferior.
Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan. Biasanya berwarna
jernih, jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfosit. Kadar protein
meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal. Pada fase awal
penyakit encephalitis viral, sel- sel di LCS sering kalipolimorfonuklear, baru
kemudian menjadi sel- sel. LCS sebaiknya dikultur untuk mengetahui adanya
infeksi virus, bakteri & jamur. Pada encephalitis herpes simpleks, pada
pemeriksaan LCS dapat ditemukan peningkatan dari sel darah merah,
mengingat adanya proses perdarahan diparenkim otak. Disamping itu dapat
pula dijumpai peningkatan konsentrasi protein yang menandakan adanya
kerusakan pada jaringan otak. Pada feses ditemukan hasil yang positif untuk
entero virus. Dengan pemeriksaan pencitraan neurologis (neuroimaging),
infeksi virus dapat diketahui lebih awal dan biasanya pemeriksaan ini secara
rutin dilakukan pada pasien dengan gejala klinis neurologis.
c. EEG (Electroencephalography)
Didapatkan penurunan aktivitas atau perlambatan. Procedure ini setengah
jam, mengukur gelombang aktivitas elektrik yang diproduksi oleh otak. Ini
sering digunakan untuk mendiagnosa dan mengatur penyakit kejang.
Abnormal EEG menunjukkan encephalitis. Elektroensefalografi (EEG) pada
encephalitis herpes simpleks menunjukan adanya kelainan fokal seperti spike
dan gelombang lambat atau (slow wave) atau gambaran gelombang tajam
(sharp wave) sepanjang daerah lobustemporalis. EEG cukup sensitif untuk
mendeteksi pola gambaran abnormal encephalitis herpes simpleks, tapi
kurang dalam hal spesifisitas. Sensitifitas EEG kira kira 84 % tetapi
spesifisitasnya hanya 32.5% Gambaran elektroensefalografi (EEG) sering
menunjukkan aktifitas listrik yang merendah yang sesuai dengan kesadaran
yang menurun
d. Biopsi Otak
Paling sering digunakan untuk diagnosis dari herpes simplex encephalitis bila
tidak mungkin menggunakan metode DNA atau CT atau MRI scan. Dokter
boleh mengambil sample kecil dari jaringan otak. Sampel ini dianalysis
dilaboratorium untuk melihat virus yang ada. Dokter boleh mencoba treatment
dengan antivirus medikasi sebelum biopsi otak.
9. Penatalaksanaan
a. Terapi suportif : Tujuannya untuk mempertahankan fungsi organ, dengan
mengusahakan jalan nafas tetap terbuka (pembersihan jalan nafas, pemberian
oksigen, pemasangan respirator bila henti nafas, intubasi, trakeostomi),
pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit, koreksi gangguan asam basa darah. Untuk pasien dengan gangguan
menelan, akumulasi lendir pada tenggorok, dilakukan drainase postural dan
aspirasi mekanis yang periodik.
b. Terapi kausal : Pengobatan anti virus diberikan pada encephalitis yang
disebabkan virus, yaitu dengan memberikan asiklovir 10 mg/kgBB/hari IV
setiap 8 jam selama 10-14 hari. Pemberian antibiotik polifragmasi untuk
kemungkinan infeksi sekunder.
c. Terapi Ganciklovir : pilihan utama untuk infeksi citomegali virus. Dosis
Ganciklovir 5 mg/kg BB dua kali sehari, kemudian dosis diturunkan menjadi
satu kali, lalu dengan terapi maintenance. Preparat sulfa (sulfadiasin) untuk
encephalitis karena toxoplasmosis.
d. Terapi Simptomatik : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas
kejang. Tergantung dari kebutuhan obat diberikan IM atau IV. Obat yang
diberikan ialah valium dan luminal. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan
surface cooling dengan menempatkan es pada permukaan tubuh yang
mempunyai pembuluh besar,misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak,
selangkangan, daerah proksimal betis dan diatas kepala. Sebagai hibernasi
dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4mg/kgBB/hari IV
atau IM dibagi dalam 3 kali pemberian. Diberikan antipiretikum sepeb rti
parasetamol, bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat peroral. Untuk
mengurangi edema serebri dengan deksametason 0,2 mg/kgBB/hari IM dibagi
3 dosis dengan cairan rendah natrium. Bila terdapat tanda peningkatan tekanan
intrakranial, dapat diberikan manitol0,5-2 g/kg BB IV dalam periode 8-12 jam.
10. Komplikasi
Komplikasi encephalitis dapat terjadi:
1) Akut
a. Edema otak
b. SIADH
c. Status konvulsi
2) Kronik
a. Cerebral palsy
b. Epilepsy
c. Gangguan visual dan pendengaran

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
- Nama :
- Umur :
- Alamat :
- Pekerjaan :
- No. Reg :
- Tgl. MRS :
- Tgl. Pengkajian :
- Dx Medis :
b. Identitas Penanggung Jawab
- Nama :
- Umur :
- Pekerjaan :
- Hub. dgn pasien :
c. Riwayat Kesehatan
- Keluhan utama :
- Riwayat penyakit sekarang :
- Riwayat kehamilan dan kelahiran:
- Riwayat kesehatan keluarga
d. Pola Kesehatan Fungsional Pola Gordon
- Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
- Pola nutrisi dan metabolic
- Pola cairan dan metabolic
- Pola istirahat dan tidur
- Pola aktivitas dan latihan
- Pola eliminasi
- Pola persepsi dan kognitif
- Pola reproduksi dan seksual
- Pola persepsi dan konsep diri
- Pola mekanisme koping
- Pola nilai dan kepercayaan
e. Pengkajian Fisik
- Keadaan umum pasien
- Kesadaran
- Pemeriksaan TTV
f. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan radiologic

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
c. Hipertermi
d. Nyeri akut
e. Risiko Infeksi
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Brunner / Suddarth. 1984. Medical Surgical Nursing. JB Lippincot Company :


Philadelphia.
Doenges, Marilyn E . 1993. Nursing Care Plans, F.A.Davis Company :Philadelphia.
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta: EGC
Joanne, dkk. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC), Fifth Edition.
Amerika: Mosby
Laboratorium UPF Ilmu Kesehatan Anak.1998. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya.
Mansjoer,et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran volume 1 edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius
Moorhead, dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC), Fourth Edition.
Amerika: Mosby
Muttaqin Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC : Jakarta
Rahman M.1986.Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium,
Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran Salemba : Jakarta.
Sacharian, Rosa M. 1993. Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. EGC : Jakarta.
Sutjinigsih.1995. Tumbuh kembang Anak.EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai