Anda di halaman 1dari 16

PENGUKURAN KAPASITAS PENCERNAAN MAKANAN PADA

IKAN (AKTIVITAS PROTEASE) DAN PENGHAMBATAN


PROTEASE OLEH ZAT ANTI NUTRISI

Oleh:
Nama : Yosi Herliani
NIM : B1A016023
Rombongan : III
Kelompok : 3
Asisten : Persona Gemilang

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI NUTRISI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
201818
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hasil pemecahan zat dalam makanan yang diedarkan ke seluruh tubuh


memiliki fungsi yang penting bagi kelangsungan hidup ikan, dimana akan
berpengaruh pada pasokan energi ikan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa,
semakin banyak nutrisi makanan yang diedarkan ke tubuh, maka semakin baik pula
pertumbuhan ikan, namun kemampuan setiap ikan dalam menyerap nutrisi makanan
berbeda-beda. Kemampuan tersebut tergantung pada kehadiran dan kualitas enzim
digesti yang ada, dimana hal ini akan berdampak langsung pada kondisi ikan.
Contohnya adalah adanya enzim protease yang memainkan peran penting untuk
pertumbuhan larva ikan untuk mencapai usia dewasa (Ahmad et al.,2014).
Pangan, baik nabati maupun hewani dibutuhkan oleh manusia untuk
mempertahankan kehidupannya sebagai sumber karbohidrat (energi), protein, lemak,
vitamin, mineral dan sebagainya. Sehubungan dengan itu, maka yang diharapkan
adalah pangan yang aman untuk dikonsumsi yang berarti tidak menimbulkan efek
negatif apapun bagi yang mengkonsumsinya. Untuk itu, pemilihan sumber bahan
pangan dan cara pengolahannya menjadi dua hal yang sangat penting untuk
diperhatikan. Bahan pangan, terutama bahan nabati, secara alami dapat mengandung
senyawa antinutrisi, yaitu senyawa-senyawa yang dapat menurunkan nilai gizi bahan
pangan tersebut (Vries, 1997).
Antinutrisi bisa mengganggu komponen makanan sebelum diserap selama
proses pencernaan didalam saluran makanan, dan setelah diabsorpsi oleh tubuh.
Antinutrisi juga menimbulkan efek toksik secara tidak langsung dengan jalan
menyebabkan kekurangan nutrisi atau mengganggu kegunaan dan penggunaan
nutrisi oleh tubuh kita (Pesti, 2003). Antinutrisi pada tanaman umumnya terjadi
karena faktor dalam (intrinsik) yaitu suatu keadaan dimana tanaman secara genetik
mampu memproduksi antinutrisi tersebut dalam organ tubuhnya. Sedangkan faktor
luar (lingkungan), yaitu keadaan dimana secara genetik tanaman tidak mengandung
unsur antinutrisi, tetapi karena pengaruh lingkungan mendesak, zat yang tidak
diinginkan, diproduksi dalam organ tubuhnya sebagai perlawanan terhadap cekaman
lingkungan (Herdiawan & Krisnan, 2014).

1.2 Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah :
1. Mengetahui perbedaan kapasitas pencernaan ikan yang terukur aktivitas
protease pada ikan yang memperoleh asupan pakan dengan kualitas berbeda.
2. Mengetahui efek penggunaan zat anti nutrisi yang berasal dari biji kedelai
(Crude Anti Trypsin) terhadap perubahan aktivitas protease ikan.
II. MATERI DAN METODE

2.1 Materi

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah Tris HCL pH
8,1, ekstrak enzim, kasein, TCA 8%, Crude Anti Trypsin, dan akuabides.
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah tabung eppendorf,
tabung reaksi, sentrifugator, incubator water bath, rak tabung reaksi, beaker glass, ice
box, kulkas, vortex, micropipet + tip, dan spektrofotometer.

2.2 Metode

A. Preparasi Jaringan
1. Saluran digesti diisolasi dengan cara pembedahan lalu dibersihkan
(dilakukan diatas es balok).
2. Tris-HCl buffer 50 mM ditambahkan ke dalam botol sampel dengan rasio 1 :
8 (w/v)
3. Usus dilumatkan atau dihancurkan menggunakan homogenizer elektrik
selama 10 menit.
4. Usus yang telah dilumatkan dan ditampung dalam eppendorf 1,5 mL
disentrifugasi dengan menggunakan centrifuse 4C pada kecepatan 15.000
rpm selama 10 menit.
5. Supernatan diambil dan disimpan pada suhu -80º C.
B. Pengukuran aktivitas Protease
1. Buffer Tris-HCL pH 8,1 dicampurkan ke dalam tabung sampel dan blanko
sebanyak 350 µl.
2. Ekstrak enzim ditambahkan pada tabung sampel sebanyak 50 µl.
3. Tabung sampel dan blanko diinkubasi selama 10 menit.
4. Substrat kasein ditambahkan sebanyak 350 µl ke dalam tabung sampel dan
blanko, lalu diinkubasi selama 15 menit.
5. Setelah diinkubasi, pada tabung sampel dan blanko ditambahkan dengan
750 µl reagen asam trichloroacetat (TCA).
6. Ekstrak enzim ditambahkan sebanyak 50 µl pada tabung blanko.
7. Semua tabung sampel dan blanko lalu dimasukkan ke dalam lemari
pendingin selama 10 menit.
8. Setelah diinkubasi pada lemari pendingin, dipindahkan ke dalam tabung
Eppendorf dan disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama 10 menit.
9. Supernatan diambil sebanyak 1000 L dan dimasukkan kedalam tabung
yang sudah berisi akuabides 1500 L dan dihomogenasi dengan vortex.
10. Nilai absorbansi semua tabung diukur pada panjang gelombang 280 nm.
C. Penghambatan Protease oleh Zat Anti Nutrisi
1. Buffer Tris-HCl pH 8,1 dicampurkan ke dalam tabung sebanyak 250 μl,
crude anti trypsin sebanyak 100 μl, dan ekstrak enzim sebanyak 50 μl, pada
tabung blanko buffer Tris-HCl pH 8,1 sebanyak 250 μl, crude anti trypsin
sebanyak 100 μl dan ekstrak enzim sebanyak 50 μl dicampurkan.
2. Diinkubasi selama 10 menit, setelah diinkubasi ditambahkan substrat kasein
sebanyak 350 μl pada tabung sampel maupun tabung blanko. Campuran
reaksi tersebut kemudian diinkubasi selama 15 menit.
3. Setelah diinkubasi, ditambahkan 750 μl reagen TCA pada tabung sampel
maupun tabung blanko.
4. Semua tabung dimasukkan ke dalam lemari pendingin selama 10 menit.
Setelah itu, campuran reaksi tersebut disentrifugasi pada kecepatan 6000
rpm selama 10 menit.
5. Supernatan diambil sebanyak 1000 μl dan ditambahkan reaksi yang telah
berisi akuabides 1500 μl.
6. Campuran reaksi tersebut dihomogenkan menggunakan vorteks.
7. Absorbansi dari campuran reaksi tersebut diukur menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 280 nm.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Tabel 3.1.1 Preparasi Jaringan Rombongan III
No. No.
Berat Tris-
eppendorf eppendorf Berat usus
Kel Perlakuan HCl (x6)
sampel kasar sampel halus (gram)
(gram)
(a) (b)
Lele Protein tinggi 17 17 1,93 11,58
1
Lele Protein rendah 18 18 2 12
Lele Protein tinggi 19 19 1,43 8,58
2
Lele Protein rendah 20 20 1,95 11,7
Lele Protein tinggi 21 21 2 12
3
Lele Protein rendah 22 22 1,86 11,16
Lele Protein tinggi 23 23 1,78 10,68
4
Lele Protein rendah 24 24 1,5 9

Tabel 3.1.2 Hasil Spektrofotometri Aktivitas Protease


No Tabung Jenis Sampel Absorbansi Konsentrasi
1 Ikan lele protein tinggi 0.412 228.889
2 Ikan lele protein tinggi 0.569 321.546
Blanko Ikan lele protein
3 0.228 120.298
tinggi
4 Ikan lele protein rendah 0.497 279.053
5 Ikan lele protein rendah 0.490 274.922
Blanko Ikan lele protein
6 0.200 103.773
rendah

Tabel 3.1.3 Hasil Spektrofotometri Aktivitas penghambatan protease oleh zat


anti nutrisi
No Tabung Jenis Sampel Absorbansi Konsentrasi
Ikan lele yang diberi zat
1 0.403 223.578
anti nutrisi
Ikan lele yang diberi zat
2 0.733 418.333
anti nutrisi
Blanko Ikan lele yang
3 0.595 336.890
diberi zat anti nutrisi

 Untuk mencari nilai konsentrasi, menggunakan rumus :

Konsentrasi = ax + b
a = 590.169
b = - 14.260
x = nilai absorbansi sampel
1) Konsentrasi = ax + b
= 590.169 (0.412) – 14.260
= 228.889
2) Konsentrasi = a x+ b
= 590.169 (0.569) – 14.260
= 321.546
3) Konsentrasi = a x+ b
= 590.169 (0.228) – 14.260
= 120.298
4) Konsentrasi = ax + b
= 590.169 (0.497) – 14.260
= 279.053
5) Konsentrasi = ax + b
= 590.169 (0.490) – 14.260
= 274.922
6) Konsentrasi = ax + b
= 590.169 (0.200) – 14.260
= 103.773
a. Aktivitas protease protein tinggi
kons. sampel 1 + kons. sampel 2
Aktivitas protease (X) = ( ) − kons. blanko
2

228.889+321.546)
=( )- (120.298)
2

= 215.0685
Nilai aktivitas amilase (X)
Aktivitas protease/menit = waktu inkubasi (15 menit)

215.0685
= 15

= 14.3379
b. Aktivitas protease protein rendah
kons. sampel 1 + kons. sampel 2
Aktivitas protease (X) = ( ) − kons. blanko
2

279.053+274.922
=( ) − (103.773)
2

= 225.101
Nilai aktivitas amilase (X)
Aktivitas protease/menit = waktu inkubasi (15 menit)

225.101
= 15

= 15.006

Aktivitas protease yang diberi zat anti nutrisi


kons. sampel 1 + kons. sampel 2
Aktivitas zat anti nutrisi (X) = ( ) − kons. blanko
2

223.578+418.333
=( )- (336.890)
2

= 152.510
Nilai aktivitas amilase (X)
Aktivitas zat anti nutrisi/menit = waktu inkubasi (15 menit)

152.510
=
15

= 10.167
3.2 Pembahasan

Berdasarkan praktikum, didapatkan hasil kelompok 3 rombongan III hasil


pengamatan aktivitas protease pada ikan yang memperoleh perlakuan pemberian
pakan berbeda yaitu aktivitas enzim protease untuk ikan lele protein tinggi yaitu
215.0685, sedangkan untuk aktivitas enzim amilase protein rendah yaitu 225.101.
Aktivitas enzim dinyatakan dalam permenit untuk ikan dengan pakan tinggi yaitu
14.3379 menit dan untuk pakan rendah yaitu 15.006 menit. Perbandingan aktivitas
protease pada lele yang diberi pakan tinggi dan yang diberi pakan rendah terlihat
berbedaan yang sangat signifikan, terlihat bahwa laju aktivitas protease ikan lele
yang diberi pakan rendah memiliki aktivitas protease tinggi dibandingkan dengan
laju aktivitas protease ikan yang diberi pakan tinggi. Hal tersebut tidak sesuai dengan
pusataka, menurut Yamin & Rachmansyah (2008), interaksi antara protein pakan
dengan ekspresi protease mungkin disebabkan karena produksi protease dilakukan
oleh enzim-enzim regulatorik. Enzim-enzim seperti ini tidak aktif secara terus-
menerus, tetapi dipengaruhi oleh adanya aktivator dan inhibitor, yang biasanya
berupa substrat. Dalam hal ini, substrat protein mungkin berperan sebagai aktivator.
Semakin tinggi kadar protein dalam pakan maka produksi enzim protease akan
meningkat dan sebaliknya akan menurun disaat substrat berkurang. Menurut Al
Gadri et al. (2014), bahwa aktivitas protease tidak bergantung pada besar kecilnya
ukuran ikan, tetapi sangat bergantung pada jumlah pakan, komposisi pakan, dan pola
makan.
Berdasarkan hasil yang diperoleh kelompok III pada penghambatan protease
oleh zat anti nutrisi didapat hasil aktivitas enzim protease sebesar 152.510 dan
aktivitas enzim/menit sebesar 10.167 pada aktivitas protease yang diberi zat ani
nutrisi. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada ikan diberi zat anti nutrisi memiliki
aktivitas enzim protease yang lebih kecil dibandingkan dengan ikan yang tidak diberi
zat anti nutrisi, hal ini, karena adanya penghambatan aktivitas protease oleh zat anti
nutrisi (crude antitrypsin). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Mulik (2016)
bahwa trypsin inhibitor merupakan senyawa yang memiliki kemampuan
menghambat aktivitas enzim proteolitik karena pembentukan ikatan kompleks antara
enzim proteolitik dan senyawa anti tripsin sehingga tidak mampu memecah protein
dan menyebabkan daya cerna protein menurun. Bila anti tripsin terakumulasi dalam
saluran pencernaan, senyawa anti tripsin akan menghambat kerja enzim tripsin dan
kimotripsin dan menurut Wina et al. (2008), bahwa senyawa anti tripsin atau trypsin
inhibitor dapat menghambat kerja tripsin dan khimotripsin sehingga akan
mempengaruhi pencernaan protein.
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah tabung eppendorf sebagai
wadah campuran reaksi, sentrifuge untuk memisahkan natan dan supernatan, cool
case untuk menonaktifkan enzim tanpa merusak struktur enzimnya, tabung reaksi
untuk wadah campuran reaksi, penangas air untuk tempat melakukan inkubasi,
mikropipet untuk memindahkan larutan-larutan dalam kadar mikro,
spectrophotometry untuk mengukur absorbansi dengan cara melewatkan cahaya
dengan panjang gelombang tertentu pada suatu objek kaca atau kuarsa yang disebut
kuvet, dan vortex untuk mengaduk senyawa kimia yang ada dalam tabung reaksi atau
wadah (Csuros, 1997). Bahan yang digunakan dalam praktikum ini buffer TRIS HCl
Menurut Juniarso (2008), penambahan buffer HCl bertujuan untuk mempertahankan
pH. Kasein memiliki struktur yang sederhana sehingga pemotongan oleh enzim
dimungkinkan lebih mudah dan memudahkan terjadinya reaksi enzimatik antara
substrat dengan ekstrak kasar protease. Penambahan TCA berfungsi untuk
menghentikan aktivitas enzim dan mengendapkan protein, sedangkan sentrifugasi
dengan kecepatan 12000 rpm pada temperatur ruang selama 15 menit akan
memisahkan supernatan dari sentratnya, lalu diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 280 nm. Menurut Ismail (1990) kasein berfungsi sebagai substrat protein
yang akan berinteraksi dengan sisi aktif (induce fit) enzim sehingga enzim protease
dapat bekerja memecah ikatan peptida dari protein, jadi pengukuran aktivitas enzim
protease dapat dilakukan. Inkubasi dilakukan untuk memberikan waktu kepada
enzim untuk memecah ikatan peptida substrat protein yang panjang menjadi
fragmen-fragmen protein yang kecil. Inkubasi dilakukan pada suhu 37oC untuk
meningkatkan aktivitas enzim (dicapai aktivitas optimum) karena kebanyakan enzim
memiliki aktivitas optimum pada suhu tersebut.
Protease merupakan kelompok enzim yang memecah protein kompleks
menjadi asam amino. Protein dapat diproduksi dari berbagai macam sumber seperti
mikroba, hewan, dan tanaman. beberapa literatur menunjukkan bahwa enzim seperti
protease dapat mudah diekstraksi dari limbah nabati seperti bit, wortel, kol, tomat,
dengan proses ekstraksi yang sederhana. Pemecahan enzim dari biomolekul
tergantung pada enzim, aplikasi, suhu, waktu inkubasi, agitasi, konsentrasi, pH, dan
penggunaan persiapan enzim yang berbeda. Enzim protease ini memiliki peran
penting dalam bidang industri, seperti industri buah, industri tekstil, dan pengolahan
air limbah sehingga menunjukkan utilitas masa depan (Sarkar & Paul, 2016).
Menurut Juniarso (2008) terdapat dua kelompok enzim protease yaitu golongan
eksopeptidase (eksoprotease) dan endopeptidase (endoprotease). Eksopeptidase
dibagi menjadi karboksi(ekso)peptidase dan amino(ekso)peptidase yang berturut-
turut memotong peptida dari arah gugus karbonil terminal dan gugus amino terminal,
sedangkan endopeptidase memecah protein atau ikatan peptida dari dalam (internal)
peptida. Berdasarkan sumbernya, enzim protease dikategorikan menjadi tiga yaitu
hewani, nabati dan mikroba (bakteri, ragi dan kapang). Enzim protease nabati
meliputi papain, fisin dan bromelin, sedangkan pepsin, rennin, kolagenase hewan,
tripsin, kimotripsinogen dan elastase bersumber dari hewani, serta yang bersumber
dari mikroba seperti kimopapain, elastase, dan yang lainnya.
Aktivitas enzim protease diukur dengan metode hidrolisis kasein, dimana tris
HCl digunakan sebagai buffer. Reaksi ini diawali dengan pencampuran kasein
dengan buffer, dan sampel enzim. Kemudian diinkubasi pada suhu 37oC. Reaksi
antara subtrat kasein dan sampel enzim akan berlangsung dengan bantuan perlakuan
inkubasi, kemudian reaksi tersebut dihentikan menggunakan larutan TCA. Lalu
dilakukan proses pengendapan dengan mendiamkan larutan dalam referigrator dan
sentrifugasi menggunakan kecepatan 6.000 rpm. Absorbansi larutan diukur
menggunakan spektofotometer pada panjang gelombang 280 nm. Metode ini
menggunakan tirosin sebagai standar, dimana satu unit aktivitas enzim merupakan
jumlah enzim yang diperlukan untuk mengkatalis membentukan tirosin 1 µg
permenit. Aktivitas protease diukur berdasarkan banyaknya tirosin yang dihasilkan
permenit, serta ditentukan menggunakan kurva kalibrasi tirosin (Susilo et al., 2015).
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas protease adalah jumlah protease
aktif yang ada, jumlah pakan, kualitas pakan serta pola makan. Selain kadar pakan,
faktor lain yang dapat mempengaruhi aktivitas protease yaitu kemampuan usus,
kebiasaan makan, kompleksitas struktur pakan, suhu dan musim. Aktivitas protease
pada intestine lebih tinggi dibandingkan pada hepatopankreas, karena
hepatopankreas merupakan kelenjar pencernaan yang mensekresikan enzim-enzim
pencernaan antara lain protease dalam bentuk tidak aktif. Aktivitas enzim pencernaan
juga berkorelasi dengan jumlah enzim yang terdapat pada tempat pencernaan
berlangsung, semakin banyak enzim yang bekerja pada organ pencernaan tersebut
maka semakin tinggi pula aktivitasnya (Al Gadri et al., 2014).
Perbedaan ketersediaan pakan pada perbedaan perlakuan yang diberi pakan
protein rendah dan protein tinggi memiliki efek pada respon fisiologi ikan yang
dicerminkan oleh perubahan aktivitas protease. Umumnya enzim disekresi kaitannya
dengan keberadaan pakan pada saluran digestinya, pada kondisi puasa atau tidak
diberi pakan maka akan menjadikan ketiadaan senyawa penginduksi sekresi dan
aktivitas enzim. Pada kondisi pemberian pakan, pakan yang berada pada saluran
digesti akan bertindak sebagai penginduksi aktivitas enzim sehingga aktivitas
protease akan meningkat (Hanum et al., 2013). Aktivitas protease yang meningkat
diduga juga berkaitan dengan meningkatnya peran pakan yang dikonsumsi sebagai
stimulator aktivitas enzim. Adanya peningkatan aktivitas enzim sebagai akibat
meningkatnya makanan dalam saluran digesti yang bertindak sebagai substrat
(Eroldogan et al., 2008).
Anti nutrisi merupakan senyawa inhibitor protease dengan berat molekul
yang relatif kecil bervariasi antara 4000-8000 (Palupi et al., 2007). Zat anti nutrisi
adalah senyawa yang terdapat dalam bahan makanan yang dapat menyebabkan
keracunan walaupun tidak menjadi senyawa aktif. Zat anti nutrisi sebagai senyawa
yang dihasilkan dalam bahan pakan alami oleh proses metabolisme normal dan
perbedaan mekanisme, seperti tidak mengaktifkan beberapa zat makanan, interfensi
dalam proses pencernaan atau pemanfaatan produk dari proses metabolisme bahan
makanan tersebut dengan memberikan pengaruh yang bertentangan terhadap zat
makanan secara optimum (Jurgens, 1997). Senyawa antinutrisi memiliki potensi
membahayakan kesehatan yang mengkonsumsinya. Senyawa antinutrisi adalah zat yang
baik secara langsung atau melalui produk metabolismenya, mengganggu pemanfaatan
pakan dan mempengaruhi kesehatan serta produksi hewan melalui mekanisme
penurunan asupan nutrisi, gangguan pencernaan dan penyerapan serta mengakibatkan
efek samping merugikan lainnya (Yanuartono et al., 2016) .
Perbedaan aktivitas enzim protease antara perlakuan pemberian crude anti
trypsin dan tanpa pemberian crude anti trypsin mencapai angka 277,462 (selisih).
Hal tersebut tentu merupakan selisih yang cukup besar, dimana aktivitas enzim
protease pada perlakuan tanpa crude yang mencapai 3 kali lipat dibandingkan dengan
pemberian crude ini mengindikasikan bahwa zat antitripsin ini mampu menghambat
terjadinya reaksi enzim protease untuk memecah protein. Sedikitnya aktivitas
protease pada perlakuan pemberian crude merupakan akibat dari hadirnya inhibitor
berupa crud anti trypsin. Perbedaan terjadi karena pada perlakuan tanpa crude, enzim
dapat mengikat subtrat dengan optimal dan akan dengan mudahnya berperan sebagai
pemecah rangkaian asam amino protein menjadi peptide atau protein sederhana
(Ahmad, 2007). Apabila hal seperti ini terus menerus terjadi, maka akan timbul
masalah lain yang lebih serius. Protease yang dihasilkan oleh pankreas ini akan terus
menerus diproduksi dan dapat berakibat pada hipertropi pankreas. Produksi yang
terus-menerus merupakan usaha tubuh dalam meningkatkan jumlah protease aktif
karena hadirnya makan pada intestin (Alarcon et al., 2001).
Mekanisme penghambatan inhibitor protease seperti inhibitor tripsin dan
kimotripsin yang banyak terdapat pada kedelai ini adalah dengan adanya kompleks
stoikiometri antara inhibitor dengan enzim. Terbentuknya ikatan ini dikarenakan
inhibitor yang memiliki bagian yang serupa dengan sisi aktif enzim protease. Ketika
kompleks inhibitor-enzim terbentuk, maka enzim akan menjadi inaktif akibat
berubahnya struktur enzim. Inaktivasi enzim ini tentu akan mengurangi jumlah
protease yang yang dapat mengikat subtrat. Cara mencegah untuk menghilangkan
efek inhibitor ini biasanya dengan pemanasan (Clemente et al., 2015). Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya bahwa pemanasan mampu memutuskan ikatan
kompleks dari struktur inhibitor tripsin (Soetrisno & Suryana, 1991). Alarcon et al.
(2001) menambahkan, bahwa aktivitas zat anti nutrisi yang terdapat pada kedelai
dapat hilang secara total pada temperatur pemanasan 100oC selama 20 menit.
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Ikan yang diberi pakan protein rendah memiliki kapasitas pencernaan yang
terukur sebagai aktivitas protease lebih tinggi yaitu 215.0685 dari pada ikan
yang diberi pakan protein tinggi yaitu 225.101.
2. Pemberian zat anti nutrisi dari biji kedelai (crude anti trypsin) menimbulkan
perubahan aktivitas enzim protease ikan yaitu sebesar 152.510.
DAFTAR REFERENSI

Alarcon, F. J., García-Carreno, F. L., & Del Toro, M. N. 2001. Effect of Plant
Protease Inhibitors on Digestive Proteases in Two Fish Species, Lutjanus
Argentiventris and L. Novemfasciatus. Fish physiology and
Biochemistry, 24(3), pp. 179-189.
Al Gadri, S. F., Susilo, U., & Priyanto, S. 2014. Aktivitas Protease dan Amilase pada
Hepatopankreas dan Intestine Ikan Nilem Osteochilus hasselti C.V. Scripta
Biologica.

Ahmad, R. Z., 2007. Aktivitas Enzim Kitinase dan Protease pada Cendawan
Nematofagus Duddingtonia flagrans dan Saccharomyces cerevisiae.
JITV, 19(3), pp. 885- 891.
Ahmad, T., Singh, S. P., Khangembam, B. K., Sharma, J. G., & Chakrabarti, R.
2014. Food Consumption and Digestive Enzyme Activity of Clarias
Batrachus Exposed to Various Temperaturs. Aquaculture nutrition, 20(3), pp.
265-272.
Clemente, A., Maria, C. A., Marion, D., Christiine, L. S., Catharine, C., Requel, O.,
& Claire, D. 2015. Eliminating Anti-Nutritional Plant Food Proteins: The
Case of Seed Protease Inhibitors in Pea. PloS one, 10(8), pp. 1-24.
Csuros M. 1997. Environmental Sampling and Analysis Lab Manual. Inggris: CRC
Press.

Eroldogan, O. T., Suzer, C., Tasbozan, O., & Tabakoglu, S. 2008. The Effect of Rate
Restricted Feeding Regimes in Cycles in Digestive Enzymes of Gil the head
Sea-brem Sparus aurata. Turkish Journal of Fisheris and Aquatic Science.
Vol. 8, pp. 49-54.

Herdiawan, I., & Krisnan, R., 2014. Produktivitas dan Pemanfaatan Tanaman
Leguminosa Pohon Indigofera zollingeriana pada Lahan Kering. 24(2), pp.
75-82.

Hanum, W. H., Susilo, U., & Piyanto, S. 2013. Aktivitas Protease dan Kadar Protein
Tubuh Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada Kondisi Puasa dan
Pemberian Pakan Kembali. Scripta Biologica. 30(1), pp. 1-7.
Ismail, S. D. 1990. Nutrisi dan Kesehatan. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Juniarso, E. T. 2008. Pemanfaatan Ekstrak Kasar Protease dari Isi Perut Ikan Lemuru
(Sardinella sp.) untuk Deproteinisasi Limbah Udang Secara Enzimatik dalam
Proses Produksi Kitosan. Skripsi. Jember: Fakultas MIPA Universitas Jember.

Jurgens, M. H. 1997. Animal Feeding and Nutrition. Lowa: Hunt Publishing.

Mulik, Y. M., 2016. Pemanfaatan Chromolaena Odorata Sebagai Pakan Ternak


Potensial dengan Berbagai Macam Metode Pengolahan. Thesis. Bogor:
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Palupi, N. S., Zakaria, F. R., & Prangdimurti, E. 2007. Metode Evaluasi Efek Negatif
Komponen Non Gizi. Bogor: Departemen Ilmu & Teknologi Pangan IPB.
Pesti, G. M. 2003. Comparison of Peanut Meal and Soynean Meal as Protein
Suplements For Laying Hens. Poultry Science. Vol. 82, pp. 1274-1280.
Sarkar, D., & Paul, G., 2016. Extraction and Bio-chemical Characterization of
Protease Enzyme from a Proteolytic bacteria Isolated from Dry Mixed
Kitchen Waste. Int.J.Curr.Microbiol.App.Sci. 5(3), pp. 268-276.
Susilo, U., Yuwono, E., Rachmawati, F. N., Priyanto, S., & Hana, H. 2015.
Karakteristik Enzim Digesti, Protease dan Amilase, Ikan Gurami
(Osphronemus gouramy Lac.) pada Fase Pertumbuhan. Biosfera, 32(2), pp.
134-142.
Vries, John de.1997. Food Safety and Toxicity. USA: CRC Press.
Wina, E., Susana R. W. I., & Pasaribu T., 2008. Pemanfaatan Bungkil Jarak Pagar
(Jatropha curcas) dan Kendalanya Sebagai Bahan Pakan Ternak.
WARTOZOA. 18(1), pp. 1-8.
Yamin, M., Palinggi, N. N., & Rachmansyah., 2008. Aktivitas Enzim Protease dalam
Lambung dan Usus Ikan Kerapu Macan Setelah Pemberian Pakan. Media
Akuakultur. 3(1), pp. 40-44.

Yanuartono, Nururrozi, A., & Indarjulianto, S., 2016. Fitat dan Fitase: Dampak pada
Hewan Ternak. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan. 26(3), pp. 59-78.

Anda mungkin juga menyukai