Anda di halaman 1dari 15

Nama : Salsabila Fitria Khansa Tanggal Praktikum : 21 November 2018

NIM : 1606298 Tanggal Laporan : 28 November 2018

Judul : Pembuatan Sari Buah, Sirup Buah, Saus Cabai, Saus Tomat, Keripik
Pisang, Keripik Kentang, Keripik Bayam, dan Keripik Daun Singkong

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan Sirup buah Sari buah


jeruk nanas
Bobot awal (g) 269 273
Bobot akhir(g) 636 1.196
Rendemen (%) 236,4 433,1
pH awal 3 4
pH akhir 3 4
Kadar padatan (oBrix) 60 12,9
Kejernihan/ kekentalan/ kerenyahan Jernih (+) Jernih (+++)
Warna Kuning orange Kuning pucat
(++) (++)
Aroma Khas jeruk (++) Khas nanas
Khas gula (++) (++)
Khas gula (++)
Tekstur Halus (+++) Cair (+++)
Rasa Asam (+++) Asam (+)
Manis (++)
Kenampakan keseluruhan - -
1. Sirup buah jeruk
Sirup merupakan larutan gula pekat (sakarosa : high fructosa
syrup dan atau gula invert lainnya) dengan atau tanpa penambahan
tambahan makanan yang diizinkan. Sirup memiliki kadar kekentalan yang
cukup tinggi serta kadar gula dalam sirup antara 55 – 65 % menyebabkan
pengenceran sangat perlu dilakukan jika ingin mengkonsumsi sirup.
Berdasarkan hasil pengamatan, pembuatan sirup buah jeruk memiliki
rasa asam, karena jeruk mengandung vitamin C, secara kimiawi vitamin
C memiliki sifat asam. Nama kimia asamnya adalah askorbat dengan
tingkat keasaman atau pH antara 2 dan 4. Dari skala 1 hingga 15, tingkat
pH 7 dianggap sebagai angka yang seimbang atau netral dan nilai pH
yang lebih rendah dari angka tersebut menandakan semakin asam pula
sifat suatu zat. Maka dalam pembuatan sirup buah jeruk ini memiliki pH
awal dan akhir yang sama yaitu 3, yang berarti sirup buah jeruk memiliki
rasa yang asam.
Sedangkan warna dari sirup buah jeruk ini adalah kuning orange.
Hal ini disebabkan karena adanya pigmen karotenoid dalam buah jeruk.
Aroma yang dihasilkan adalah khas jeruk dan gula. Penambahan gula
pada pembuatan sirup buah jeruk ini cukup banyak. Lalu, Sirup buah
jeruk yang dihasilkan adalah jernih, karena menggunakan jeruk yang
sudah matang. Saat buah dari tumbuhan mulai matang, kadar pektin
dalam buah mulai terurai, sehingga kadar pektin rendah. Pektin
merupakan senyawa yang terdapat di seluruh jaringan tanaman,
terutama sebagai komponen lamella tengah yang berperan sebagai
perekat antar dinding sel; bercampur dengan sellulosa dan hemisellulosa.
Jika menggunakan buah yang memiliki kadar pektin tinggi, sirup buah
yang dihasilkan bersifat keruh dan mengandung endapan. Adanya
kandungan pektin yang tinggi pada buah akan menyebabkan viskositas
sirup buah menjadi lebih viscous, sehingga kenampakan sirup buah
menjadi lebih keruh.
Dan rendemen yang dihasilkan pada sirup buah jeruk adalah
236,4%. Maka apabila diinginkan hasil produksi 636 g sari buah nanas,
maka diperlukan bahan baku nanas sebanyak 269 g. Berat akhir lebih
besar daripada berat awal karena adanya penambahan air pada proses
pembuatannya.
2. Sari buah nanas
Sari buah merupakan larutan inti daging buah yang
diencerkan, sehingga memiliki cita rasa yang sama dengan buah aslinya.
(Satuhu, 1996). Berdasarkan hasil pengamatan, pembuatan sari buah
nanas memiliki rasa asam, karena nanas mengandung vitamin C, secara
kimiawi vitamin C memiliki sifat asam. Nama kimia asamnya adalah
askorbat dengan tingkat keasaman atau pH antara 2 dan 4. Dari skala 1
hingga 15, tingkat pH 7 dianggap sebagai angka yang seimbang atau
netral dan nilai pH yang lebih rendah dari angka tersebut menandakan
semakin asam pula sifat suatu zat. Maka dalam pembuatan sari buah
nanas ini memiliki pH awal dan akhir yang sama yaitu 3, yang berarti sari
buah nanas memiliki rasa yang asam.
Sedangkan warna dari sari buah nanas ini adalah kuning pucat.
Hal ini disebabkan karena sari buah mudah terdegradasi oleh pengaruh
panas sehingga pigmen karotenoid menjadi rusak selama proses
pemanasan. Hal ini sesuai dengan Anonim (2010) yang menyatakan
bahwa pigmen-pigmen sari buah dapat berubah oleh pengolahan. Sari
buah mudah terdegradasi oleh pengaruh panas, asam, alkali atau enzim.
Karotenoid mudah rusak oleh pemanasan kering dan oksidasi. Selain itu
aroma yang dihasilkan adalah khas nanas dan gula. Penambahan gula
pada pembuatan sari buah nanas ini cukup banyak yaitu 100 g/L.
Sari buah nanas yang dihasilkan adalah jernih, karena
menggunakan nanas yang sudah matang. Saat buah dari tumbuhan
mulai matang, kadar pektin dalam buah mulai terurai, sehingga kadar
pektin rendah. Pektin merupakan senyawa yang terdapat di seluruh
jaringan tanaman,terutama sebagai komponen lamella tengah yang
berperan sebagai perekat antar dinding sel; bercampur dengan sellulosa
dan hemisellulosa. Jika menggunakan buah yang memiliki kadar pektin
tinggi, sari buah yang dihasilkan bersifat keruh dan mengandung
endapan. Adanya kandungan pektin yang tinggi pada buah akan
menyebabkan viskositas sari buah menjadi lebih viscous, sehingga
kenampakan sari buah menjadi lebih keruh.
Dan rendemen yang dihasilkan pada sari buah nanas adalah
433,1%. Maka apabila diinginkan hasil produksi 1.196 g sari buah nanas,
maka diperlukan bahan baku nanas sebanyak 273 g. Berat akhir lebih
besar daripada berat awal karena adanya penambahan air yang cukup
banyak yaitu dengan perbandingan nanas : air = 1 : 4.

Pengamatan Saus cabai Saus tomat


Bobot awal (g) 170 489
Bobot akhir(g) 185 255
Rendemen (%) 108,83 52,14
Ph awal 3 7
pH akhir 4 4
Kadar padatan (oBrix) 13 22
Kejernihan/ kekentalan/ kerenyahan Kental (+++) Kental (++)
Warna Merah Merah (++)
keorangen
(+++)
Aroma Khas cabai (++) Khas tomat (++)
Khas pikel (++) Khas rempah
pala, kayu
manis(+)
Tekstur Halus (++) Halus (+++)
Rasa Pedas (++) Asam (++)
Manis (++) Manis (+)
Kenampakan keseluruhan Seragam Seragam
3. Saus cabai
Saus cabai adalah saus yang diperoleh dari bahan utama
cabai (Capsicum sp) yang baik, yang diolah dengan penambahan
bumbu-bumbu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan
bahan tambahan pangan yang diizinkan (SNI 01-2976-2006).
Bahan lain yang digunakan untuk pembuatan saus cabai ini
adalah bawang putih, gula, dan tepung maizena. Bawang putih digunakan
untuk memperkaya rasa saus dan memberikan aroma pada saus cabai.
Bawang putih juga selain berfungsi sebagai penambah aroma,
ternyata juga berfungsi untuk membunuh kuman-kuman penyakit,
hal itu karena bawang putih mempunyai bau yang tajam karena umbinya
mengandung sejenis minyak atsiri (Methyl allyldisulfida) sehingga akan
memberikan aroma yang harum dan merupakan salah satu zat aktif
yang diduga dapat membunuh kuman-kuman penyakit (bersifat
antibakteria). Penambahan gula digunakan untuk pemberi rasa manis dan
gurih pada saus, dan dapat juga digunakan sebagai pengawet. Gula juga
dapat berfungsi untuk menurunkan kekentalan karena gula akan
mengikat air sehingga pembengkakan butir pati lebih lambat, akibatnya
suhu gelatinisasi lebih tinggi. Penggunaan gula juga dapat
memperpanjang umur simpan karena sifatnya yang dapat mengikat air
sehingga akan menurunkan aw faktor utama tumbuhnya mikroorganisme
negatif. Tepung maizena digunakan sebagai pengikat dan perekat antara
satu bahan dengan bahan yang lain. Kualitas tepung maizena yang
digunakan sebagai bahan makanan sangat berpengaruh terhadap
makanan yang dihasilkan (Suprapti, 2000).
Berdasarkan hasil pengamatan, pembuatan saus cabai memiliki
rasa pedas karena cabai memiliki kandungan capsaisin, yaitu bahan
kimia yang tidak berbau. Capsaisin ini terdapat di dalam biji cabai yang
berwarna putih. Ketika dimakan, senyawa-senyawa capsaicinoids
berikatan dengan reseptor nyeri di mulut dan kerongkongan sehingga
menyebabkan rasa pedas. Kemudian reseptor ini akan mengirimkan
sinyal ke otak yang mengatakan bahwa sesuatu yang pedas telah
dimakan. Otak merespon sinyal ini dengan menaikkan denyut jantung,
meningkatkan pengeluaran keringat, dan melepaskan hormon endorfin.
Sedangkan untuk pH saus cabai adalah 4. Hal ini sesuai dengan (SNI 01-
2976-2006) yang menyebutkan bahwa pH saus cabai adalah maksimal 4.
Warna saus cabai yang dihasilkan berwarna cerah yang
didominasi oleh warna merah keorangean yang berasal dari cabai. Warna
saus cabai sangat dipengaruhi oleh bahan yang digunakan. Warna merah
yang terdapat pada cabai berasal dari jenis karotenoid yang terdapat di
dalam cabai yaitu kapxantin. Selain pada bahan dasar, proses
pemanasan juga sangat berpengaruh terhadap warna saus cabai yang
dihasilkan. Suhu pemanasan yang biasa digunakan yaitu 80°-100°C.
Suhu yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kenampakan saus sambal
yang cenderung gelap (Saleh, 2002). Selain itu aroma yang dihasilkan
adalah khas cabai.
Dan rendemen yang dihasilkan pada saus cabai adalah 108,3%.
Maka apabila diinginkan hasil produksi 185 g saus cabai, maka
diperlukan bahan baku cabai sebanyak 170 g. Berat akhir lebih besar
daripada berat awal karena adanya penambahan tepung maizena yang
berperan sebagai perekat antara satu bahan dengan bahan yang lain
yang membuat saus cabai lebih mengental dan memiliki berat akhir yang
lebih besar.
4. Saus tomat
Saus tomat merupakan produk yang dihasilkan dari campuran
bubur tomat atau pasta tomat atau padatan tomat yang diperoleh dari
tomat yang masak, yang diolah dengan bumbu-bumbu, dengan atau
tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan
yang diijinkan (SNI 01-3546-2004).
Bahan lain yang digunakan untuk pembuatan saus tomat ini
adalah garam, rempah, gula pasir, dan tepung maizena. Pada pembuatan
saus tomat penambahan garam berfungsi untuk menambah cita rasa dan
menjadikan adonan saus tomat lebih stabil . Selain itu, menambahkan
bahwa garam juga berfungsi untuk mempertinggi aroma dan memperkuat
adonan (Dwiyono, 2008). Menurut Suprapti (2008) dalam pembuatan
saus tomat, bumbu yang dicampurkan bersama bahan baku terdiri dari
bawang putih giling, merica bubuk, kayu manis bubuk, cabai giling, serai,
lengkuas, daun jeruk, dan daun salam. Tetapi rempah yang digunakan
pada pembuatan saus tomat kali ini hanya pala, pekak, kayu manis,
bubuk cabai kering. Penambahan gula digunakan untuk pemberi rasa
manis dan gurih pada saus, dan dapat juga digunakan sebagai
pengawet. Gula juga dapat berfungsi untuk menurunkan kekentalan
karena gula akan mengikat air sehingga pembengkakan butir pati
lebih lambat, akibatnya suhu gelatinisasi lebih tinggi. Penggunaan gula
juga dapat memperpanjang umur simpan karena sifatnya yang dapat
mengikat air sehingga akan menurunkan aw faktor utama tumbuhnya
mikroorganisme negatif. Tepung maizena digunakan sebagai pengikat
dan perekat antara satu bahan dengan bahan yang lain. Kualitas tepung
maizena yang digunakan sebagai bahan makanan sangat berpengaruh
terhadap makanan yang dihasilkan (Suprapti, 2000). Dan air merupakan
pelarut penting dalam bahan pangan. Sebagai komponen non nutrisi, air
dalam bahan pangan mempunyai efek pada sifat fisik, stabilitas, dan
palabilitas serta menjadi media yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Air
dalam adonan saus tomat selain untuk melarutkan garam dan bumbu lain
juga akan menghasilkan adonan yang homogen (Suprapti, 2000).
Berdasarkan hasil pengamatan, pembuatan saus tomat memiliki
rasa asam, karena kandungan asam sitrat serta penambahan asam
asetat (cuka). Asam sitrat adalah asam utama dalam tomat. Sejumlah
besar senyawa volatil diketahui muncul pada tomat diantaranya karbonil,
alcohol, ester, lakton, asetat, ketal, dan sulfur. Asam asetat pada saus
tomat berfungsi dapat menurunkan pH saus sehingga memiliki umur
simpan yang lebih panjang karena pada pH asam, mikroorganisme yang
tidak tahan asam tidak akan tumbuh. Begitupun dengan mikroorganisme
yang tahan terhadap asam akan hancur karena akan fokus memproduksi
H+ untuk menyesuaikan diri dengan lingkugannya yang asam dan
akhirnya dinding sel nya akan hancur. Selain itu, pH yang dihasilkan pada
pembuatan saus tomat yaitu 4, yang berarti menunjukkan bahwa saus
tomat ini memiliki rasa yg asam dan dapat disebabkan juga dari
penambahan asam asetat (cuka).
Warna saus tomat yang dihasilkan adalah merah yang berasal
dari tomat. Warna saus tomat ini sangat dipengaruhi oleh bahan yang
digunakan. Tomat mengandung likopen yang tinggi. Likopen ini
merupakan pigmen yang menyebabkan tomat berwarna merah. Seperti
halnya betakaroten, likopen termasuk ke dalam golongan karotenoid.
Aroma yang dihasilkan pada pembuatan saus tomat ini adalah
khas tomat dan rempah. Penambahan rempah yaitu kayu manis dan pala
pada saus tomat cukup menutupi aroma menyengat asam cuka yang
ditambahkan tersebut. Kayu manis memiliki aroma yang berasal dari
kandungannya yaitu cinnamaldehdyde, cinnamyl acetate, caryophyllene,
linalool dan eugenol. Dan pala juga memiliki aroma yang berasal dari
kandungannya yaitu sabinene, limonene, safrole dan terpinen. Sehingga
membuat aroma rempah sangat menyengat dengan kuat.
Tekstur yang dihasilkan dari saus adalah halus karena pada saat
pembuatan saus tomat dilakukan penyaringan bubur tomat sehingga
dihasilkan suspensi tomat yang halus dan pengelupasan kulit tomat yang
dapat membuat tekstur halus pada tomat.
Dan rendemen yang dihasilkan pada saus tomat adalah 52,14%.
Maka apabila diinginkan hasil produksi 255 g saus tomat, maka
diperlukan bahan baku tomat sebanyak 489 g. Berat akhir berkurang dari
berat awal karena pada prosesnya terdapat penyaringan, sehingga
terdapat bahan yang tidak ikut tersaring.

Pengamatan Keripik pisang Keripik kentang


Deep Penggorengan Deep Penggorengan
fryer biasa fryer biasa
Bobot awal 1.557 451
(g)
Bobot 382 136
akhir(g)
Rendemen 24,53 30,15
(%)
Ph awal - -
pH akhir - -
Kadar - - - -
padatan
(oBrix)
Kejernihan/ Renyah Renyah (+) Renyah Renyah (+++)
kekentalan/ (++) (+)
kerenyahan
Warna Coklat Kuning (+++) Kuning (+) Kuning
kecoklatan (++) kecoklatan
Aroma Khas Khas pisang Khas Khas kentang
pisang (+) (+) kentang
Tekstur Keras Keras (+++) Lembek Renyah (+++)
(++) (+)
Renyah
(+)
Rasa Gurih (++) Gurih (+) Khas Khas kentang
kentang
Kenampakan - - Tidak Tidak seragam
keseluruhan seragam
5. Keripik Pisang
Keripik pisang adalah produk makanan ringan dibuat dari irisan
buah pisang dan digoreng, dengan atau tanpa bahan tambahan makanan
yang diizinkan. (SNI 01-4315-1996)
Sistem penggorengan yang dilakukan pada praktikum kali ini
adalah deep frying dan pan frying. Deep frying yaitu proses pemasakan
bahan makanan dengan cara merendam bahan makanan tersebut di
dalam lemak/minyak panas. Sedangkan pan frying adalah menggoreng
dengan wajan dan minyak yang tidak terlalu banyak, sehingga makanan
perlu dibalik sesekali agar matangnya merata.
Penggorengan dengan metode deep frying, karena bahan yang
digoreng terendam seluruhnya dalam minyak maka transfer panas pada
metode ini merupakan kombinasi dari konveksi dalam minyak panas dan
konduksi ke bagian dalam makanan, sehingga semua permukaan
makanan menerima perlakuan yang sama untuk mencapai warna dan
kenampakan yang seragam. Penggorengan dengan metode deep frying,
suhu minyak dapat mencapai 200 sampai 205o C (Ketaren, 1986).
Pada pembuatan keripik pisang ini terdapat proses pengirisan
yang bertujuan untuk memperluas luas permukaan agar keripik pisang
yang dihasilkan memiliki kerenyahan yang baik, dan mempercepat proses
penggorengan yang merata. Selain itu juga terdapat proses perendaman
dalam larutan garam bertujuan untuk mencegah pencoklatan enzimatis
dan akan memperbaiki tekstur, citarasa dan kenampakan yang baik pada
keripik pisang.
Berdasarkan hasil pengamatan pembuatan keripik pisang pada
deep frying maupun pan frying memilliki rasa khas pisang. Hal ini dapat
disebabkan karena jenis pisang yang digunakan pada saat praktikum,
yaitu pisang nangka. Pisang nangka mengandung karbohidrat yang tinggi
yaitu 77, 56% yang berarti kadar patinya juga tinggi yang dapat
membentuk rasa yang khas pada keripik pisang. Menurut winarno (1993)
karbohidrat (sebagian besar adalah pati) tersebut akan terlarut selama
pengolahan bahan menjadi produk dan dapat memberikan rasa yang
khas yang akan meningkatkan kesukaan panelis terhadap rasa produk.
Warna yang dihasilkan pada pembuatan keripik pisang dengan
deep frying adalah warna coklat. Hal tersebut dapat terjadi karena reaksi
maillard. Reaksi maillard terjadi apabila gula dan protein yang terdapat
dalam bahan pangan bereaksi akibat proses pemanasan (Whistler &
BeMiller, 1997). Kecepatan pembentukan warna coklat tersebut antara
lain tergantung pada pH, suhu dan waktu penggorengan. Menurut
Ketaren (1986), permukaan lapisan luar akan berwarna coklat keemasan
akibat penggorengan. Timbulnya warna pada permukaan bahan
disebabkan oleh reaksi pencoklatan. Warna pada produk akhir juga
dipengaruhi oleh kadar gula pada bahan. Kadar gula yang tinggi pada
pisang akan menurunkan kualitas keripik pisang terutama warnanya
karena akan mempercepat terjadinya reaksi pencoklatan maillard antara
gula pereduksi dengan gugus amina primer. Hasil reaksi tersebut akan
menghasilkan produk berwarna coklat (melanoidin) yang tidak
dikehendaki dalam pembuatan keripik pisang. Selain itu, warna coklat
dalam keripik pisang ini juga dapat disebabkan karena pengirisan yang
berpengaruh terhadap tingkat kematangan keripik pisang, karena jika
pengirisan pisang terlalu besar, akan membuat lapisan luar dari keripik
pisang gosong atau berwarna coklat. Pada keripik pisang dengan pan
frying memiliki warna kuning kecoklatan. Hal ini dapat disebabkan karena
dengan pan frying, penggorengan dapat di atur sesuai keinginan, jika
dirasa sudah cukup penggorengannya dengan warna kuning kecoklatan
maka keripik pisang tersebut dapat ditiriskan.
Tekstur yang dihasilkan pada pembuatan keripik pisang dengan
deep frying lebih renyah dibandingkan dengan pan frying. Hal tersebut
dapat terjadi karena pisang dengan deep frying terendam dalam
lemak/minyak panas pada proses penggorengan sehingga mengalami
kontak dengan minyak panas, dan air yang terkandung dalam bahan
akan lebih mudah menguap menjadi uap air. Menguapnya air dari bahan
pangan menjadikan permukaan bahan mengering dan pengeringan ini
terus berlangsung hingga ke bagian dalam bahan pangan (Ketaren,
1986). Proses penggorengan pada pembuatan keripik pisang dapat
menguapkan air yang ada dalam pisang sehingga seluruh pisang
mengering dan dihasilkan tekstur yang renyah. Selain itu, kerenyahan
pada keripik pisang juga dapat disebabkan dari jenis bahan pisang.
Bahan yang digunakan pada saat praktikum adalah pisang nangka.
Pisang nangka mengandung karbohidrat yang tinggi yaitu 77, 56% yang
berarti kadar patinya juga tinggi. Karbohidrat yang tinggi mengandung
kadar amilopektin (pati) yang tinggi juga yang akan membentuk gel yang
tidak kaku (Winarno, 1993), sehingga kerenyahan produk meningkat.
Aroma yang dihasilkan pada pembuatan keripik pisang dengan
deep frying maupun pan frying masing – masing memiliki aroma khas
pisang. Aroma dalam keripik pisang mengacu pada aroma khas keripik
pisang yang dihasilkan. Aroma yang dihasilkan dapat disebkan karena
adanya reaksi dengan alkohol yang terdapat pada pisang dan
membentuk senyawa ester asam organik yang bersifat menguap (volatil)
(Winarno,1993), akibatnya keripik pisang mempunyai aroma yang khas.
Dan rendemen yang dihasilkan pada keripik pisang 24,53%
adalah 30,15%. Maka apabila diinginkan hasil produksi 382 g keripik
kentang, maka diperlukan bahan baku kentang sebanyak 1.557 g. Berat
akhir berkurang dari berat awal karena pada saat penggorengan dengan
suhu permukaan bahan naik maka kandungan air yang terdapat pada
pisang menguap menjadi uap air, sehingga berat akhir menjadi lebih
sedikit.
6. Keripik Kentang
Keripik kentang secara umum adalah produk yang dihasilkan
melalui tahapan pengupasan, pengirisan, perendaman dalam larutan dan
penggorengan. Keripik kentang yang baik berasal dari umbi kentang yang
mempunyai kadar air dan gula rendah serta kadar pati tinggi (Asandhi &
Kusdibyo, 2004)
Sistem penggorengan yang dilakukan pada praktikum kali ini
adalah deep frying dan pan frying. Deep frying yaitu proses pemasakan
bahan makanan dengan cara merendam bahan makanan tersebut di
dalam lemak/minyak panas. Sedangkan pan frying adalah menggoreng
dengan wajan dan minyak yang tidak terlalu banyak, sehingga makanan
perlu dibalik sesekali agar matangnya merata.
Penggorengan dengan metode deep frying, karena bahan yang
digoreng terendam seluruhnya dalam minyak maka transfer panas pada
metode ini merupakan kombinasi dari konveksi dalam minyak panas dan
konduksi ke bagian dalam makanan, sehingga semua permukaan
makanan menerima perlakuan yang sama untuk mencapai warna dan
kenampakan yang seragam. Penggorengan dengan metode deep frying,
suhu minyak dapat mencapai 200 sampai 205o C (Ketaren, 1986).
Berdasarkan hasil pengamatan, pembuatan keripik kentang
dengan deep frying maupun pan frying memiliki rasa yang sama yaitu
khas kentang.
Warna yang dihasilkan pada pembuatan keripik kentang dengan
deep frying adalah kuning. Hal tersebut karena adanya kesalahan
praktikan. Karena dengan warna kuning, hasil keripik kentang tersebut
belum terlalu matang. Selain itu pada keripik kentang dengan pan frying
memiliki warna kuning kecoklatan. Hal ini dapat terjadi karena dengan
pan frying, penggorengan dapat di atur sesuai keinginan, jika dirasa
sudah cukup penggorengannya dengan warna kuning kecoklatan maka
keripik kentang tersebut dapat ditiriskan.
Tekstur yang dihasilkan pada pembuatan keripik kentang dengan
pan frying lebih renyah dibandingkan dengan deep frying. Hal tersebut
dapat terjadi karena adanya kekurangan praktikan dalam pemasakannya.
Karena seharusnya dengan menggunakan deep frying ini menghasilkan
keripik kentang yang lebih renyah. Dengan deep frying kentang terendam
seluruhnya dalam minyak. Dengan kentang yang terendam dan
pemanasannya yang rata, maka kandungan air yang terdapat pada
kentang pun seharusnya menguap. Dengan deep frying maupun pan
frying tetap menghasilkan tekstur yang renyah walaupun terdapat sedikit
perbedaan. Kerenyahan keripik kentang ini dapat terjadi karena pada
proses penggorengan mengalami kontak dengan minyak panas, sehingga
suhu permukaan bahan naik dan air yang terkandung dalam bahan akan
menguap menjadi uap air. Menguapnya air dari bahan pangan
menjadikan permukaan bahan mengering dan pengeringan ini terus
berlangsung hingga ke bagian dalam bahan pangan (Ketaren, 1986).
Proses penggorengan pada pembuatan keripik dapat menguapkan air
yang ada dalam bahan sehingga seluruh bagian bahan pangan
mengering dan dihasilkan tekstur yang renyah. Selain itu kerenyahan
dapat disebabkan karena adanya perendaman kentang pada larutan
kapur sirih. Larutan kapur sirih dapat membantu proses kerenyahan
keripik. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Siswosaputro
(1985) dalam Hartuti, N dan Sinaga, R.M. (1998, hlm. 10-11) bahwa
proses perendaman dalam larutan kapur 1% atau larutan CaCl2 0,1%
dilakukan selama 1 malam (12 jam) untuk memperoleh tekstur umbi yang
keras sehingga tidak hancur pada saat penggorengan. Perendaman ini
berguna untuk membuat lapisan kentang menjadi lebih keras dan kuat
sehingga saat penggorengan akan menjadi lebih garing. Kentang
mengalami pengerasan, hal ini karena keadaan kentang yang hipertonis
dibandingkan dengan larutan kapur. Sehingga air yang ada pada larutan
kapur berpindah ke sel – sel kentang menyebabkan sel menjadi keras
dan membesar (turgid).
Aroma yang dihasilkan pada pembuatan keripik kentang dengan
deep frying maupun pan frying masing – masing memiliki aroma khas
kentang. Aroma dalam keripik kentang mengacu pada aroma khas keripik
kentang yang dihasilkan. Pada proses pengolahan karena adanya panas
maka akan terjadi reaksi maillard akibat interaksi antara karbohidrat (gula
reduksi) dan protein (asam amino) menghasilkan senyawa volatil khas
produk goreng. Menurut Winarno (1997), reaksi maillard melalui
degradasi strecker akan menghasilkan senyawa aroma yang enak akibat
terbentuknya senyawa furfural dan maltol. Selain senyawa furfural dan
maltol, degradasi strecker juga menghasilkan komponen herterosiklis
hasil kondensasi senyawa intermediet seperti pyrazines, pyrrolines,
oxazoles, oxazoline, dan thiazole. Irawati et al., (2005) menambahkan
bahwa aroma akan semakin berkurang karena adanya panas dan
tekanan yang menyebabkan zat volatil semakin banyak yang menguap
dan tertutup oleh aroma minyak. Hal ini diperkuat dengan pernyataan
Lisinska dan Leszynski (1989) yang menyatakan bahwa komponen
penyusun aroma terdiri dari senyawa volatil yang mudah menguap pada
suhu tinggi.
Dan rendemen yang dihasilkan pada keripik kentang adalah
30,15%. Maka apabila diinginkan hasil produksi 136 g keripik kentang,
maka diperlukan bahan baku kentang sebanyak 451 g. Berat akhir
berkurang dari berat awal karena pada saat penggorengan dengan suhu
permukaan bahan naik maka kandungan air yang terdapat pada kentang
menguap menjadi uap air, sehingga berat akhir menjadi lebih sedikit.

Pengamatan Keripik bayam Keripik daun


singkong
Bobot awal (g) 457 425
Bobot akhir(g) 279 468
Rendemen (%) 61,05 110,12
Ph awal
pH akhir
Kadar padatan (oBrix)
Kejernihan/ Renyah (++) Renyah (+++)
kekentalan/
kerenyahan
Warna Hijau kecoklatan (++) Hijau (++)
Kuning kecoklatan (+)
Aroma Khas keripik bayam Khas bumbu (++)
(++)
Tekstur Rapuh (++) Renyah bertekstur
Renyah (++) (+++)
Rasa Asin (++) Asin (++)
Gurih (+)
Kenampakan Kasar bergerinjal Tidak seragam
keseluruhan
7. Keripik Bayam
Keripik bayam adalah makanan yang terbuat dari bayam sebagai
bahan dasarnya dan menggunakan tepung pelapis sebagai penyalut
lembaran bayam yang akan digoreng (Ramdhan, 2009).
Adonan pelapis yang digunakan pada pembuatan keripik bayam
ini terbuat dari tepung terigu, tepung kanji atau tepung tapioka, dan
bumbu halus (bawang putih, kunyit, kencur, gula, kemiri, ketumbar, dan
garam) yang bertujuan agar dapat memberikan kerenyahan pada keripik
bayam dan penambah citarasa.
Berdasarkan hasil pengamatan, pembuatan keripik bayam ini
memiliki rasa asin dan gurih, rasa tersebut dapat disebabkan karena
adanya penambahan bumbu halus pada adonan tepung pelapis pada
keripik bayam.
Warna yang dihasilkan yaitu hijau kecoklatan, karena adanya
pemanasan saat penggorengan yang membuat warna dari keripik bayam
tersebut menjadi kecoklatan, tetapi warna asli dari bayam yang berwarna
hijau tetap masih terlihat. Aroma yang dihasilkan masih terdapat aroma
bayam. Selain itu juga, warna dihasilkan dari reaksi pencoklatan non-
enzimatis. Menurut Marsono (2006 dalam Supriyanto, dkk., 2006), proses
pencoklatan bahan makanan selama pemanasan (pengolahan)
berkorelasi langsung dengan senyawa 5-hydroxymethyl-2-furfural (HMF).
5-hydroxymethyl-2-furfural (HMF) dapat terbentuk baik pada reaksi
karamelisasi maupun maillard, senyawa tersebut mengalami peningkatan
selama proses pemasakan.
Tekstur yang dihasilkan yaitu rapuh dan renyah. Rapuh dapat
disebabkan karena bayam adalah daun yang tipis, sehingga mudah rapuh
sedangkan untuk renyah dapat disebabkan karena adanya proses
pelapisan dengan tepung atau dari pasta campuran tepung terigu, tepung
kanji dan bahan lainnya. Tepung terigu sendiri merupakan bahan utama
untuk membuat lapisan bahan renyah dan sedap. Terigu yang baik dan
berprotein tinggi dapat menyerap air dan udara lebih banyak. Adonan
tepung yang banyak mengikat udara akan berbintil-bintil ketika digoreng
sehingga terasa renyah saat digigit. Bintil-bintil tersebut sebenarnya
merupakan gelembung udara yang timbul karena adanya gluten dalam
tepung terigu yang bersifat mengurung udara. Selain itu, untuk tepung
kanji atau tepung tapioka memberikan tekstur yang keras, tetapi mudah
digigit. Kemampuan tepung tapioka untuk mengeras lebih tahan lama
dibandingkan dengan tepung lainnya. Tepung tapioka cocok untuk jenis
lauk crispy yang lapisannya tipis seperti keripik ini. Tepung tapioka
biasanya dicampurkan pada adonan pencelup. Disamping membantu
member tekstur renyah, tepung tapioka dapat mempertahankan air dalam
adonan.
Dan rendemen yang dihasilkan pada keripik bayam adalah
61,05%. Maka apabila diinginkan hasil produksi 279 g keripik bayam,
maka diperlukan bahan baku bayam sebanyak 457 g.
8. Keripik Daun Singkong
Keripik daun singkong adalah keripik yang terbuat dari daun
singkong dicampur dengan tepung beras dan digoreng dengan minyak
sayur sehingga menimbulkan rasa yang gurih dan renyah.
Adonan pelapis yang digunakan pada pembuatan keripik daun
singkong sama dengan tepung pelapis pada pembuatan keripik bayam
tepung terigu, tepung kanji atau tepung tapioka, bumbu halus (bawang
putih, kunyit, kencur, gula, kemiri, ketumbar, dan garam) yang bertujuan
agar dapat memberikan kerenyahan pada keripik bayam dan penambah
citarasa. Dan yang terakhi air, air digunakan dalam adonan yang
berfungsi sebagai media pelarut. Dengan adanya air maka gluten dalam
tepung terigu terbentuk.
Berdasarkan hasil pengamatan, pembuatan keripik daun singkong
ini memiliki rasa asin, karena adanya penambahan bumbu halus pada
adonan tepung pelapis pada keripik daun singkong.
Aroma yang dihasilkan pada pembuatan keripik daun singkong ini
adalah aroma dari bumbu halusnya yaitu bawang putih, kunyit, kencur,
gula, kemiri dan ketumbar. Senyawa utama yang terdapat dalam bawang
putih adalah zat Aliin. Zat Aliin ini akan terurai saat bawang putih
dimemarkan atau dihaluskan, dengan dorongan enzim alinase, aliin
terpecah menjadi alicin, amonia, dan asam piruvat. Dalam Alicin
terkandung zat belerang. Inilah yang menyebabkan saat dimemarkan
atau dihaluskan bawang putih menimbulkan bau tajam. Kunyit juga
memiliki aroma yang khas dan cukup kuat, karena kunyit memiliki
kandungan minyak atsiri 2-5% yang terdiri dari seskuiterpen dan turunan
fenilpropana turmeron (aril-turmeron, alpha turmeron dan beta turmeron),
kurlon kurkumol, atlanton, bisabolen, seskuifellandren, zingiberin, aril
kurkumen, humulen. Kencur merupakan tanaman yang hampir seluruh
bagiannya mengandung minyak atsiri. Zat-zat kimia yang telah banyak
diteliti adalah pada rimpangnya, yaitu mengandung minyak atsiri 2,4%-
3,9%, juga cinnamal, aldehid, asam motil p-cumarik, asam cinamat, etil
ester dan pentadekan. Selain itu, rimpang kencur mengandung sineol,
paraeumarin, asam anisic, gom, pati (4,14%) dan mineral (13,73%).
Rukmana (1995). Kemiri terdiri dari asam amino esensial maupun
nonesensial. Fungsi asam amino nonesensial yang menonjol pada kemiri
yaitu asam glutamat dan asam aspartat. Keberadaan asam glutamat yang
memberikan rasa nikmat ketika kemiri digunakan sebagai bumbu (Koji,
2002). Dan yang terakhir, ketumbar yang mengandung minyak atsiri : d-
linalool (25 - 80%) dan hidrokarbon (20%), sehingga produk keripik daun
singkong memiliki aroma khas dari bumbu halusnya tersebut.
Warna yang dihasilkan yaitu hijau dan kuning kecoklatan, karena
adanya pemanasan saat penggorengan yang membuat warna dari keripik
daun singkong tersebut menjadi kecoklatan, tetapi warna asli dari daun
singkong yang berwarna hijau tetap masih terlihat. Selain itu juga, warna
dihasilkan dari reaksi pencoklatan non-enzimatis sama halnya seperti
pada keripik bayam.
Tekstur yang dihasilkan yaitu renyah, karena pada adonan pelapis
menggunakan tepung terigu dan tepung kanji atau tepung tapioka.
Tepung terigu merupakan tepung yang berbahan dasar biji gandum
(Triticum vulgare) yang telah digiling. Kelebihan tepung terigu dibanding
dengan jenis lainnya ialah memiliki gluten. Komponen yang terbanyak
dari tepung terigu adalah pati, sekitar 70% yang terdiri dari amilosa dan
amilopektin. Besarnya kandungan amilosa dalam pati ialah sekitar 20%
dengan suhu gelatinisasi 56-60 oC (Santoso, 2007). Tepung terigu
merupakan bahan utama untuk membuat adonan keripik daun singkong
menjadi renyah. Terigu yang baik dan berprotein tinggi dapat menyerap
air dan udara lebih banyak. Adonan tepung yang banyak mengikat udara
akan berbintil-bintil ketika digoreng sehingga terasa renyah saat digigit.
Bintil-bintil tersebut sebenarnya merupakan gelembung udara yang timbul
karena adanya gluten dalam tepung terigu yang bersifat mengurung
udara. Hal itu pula yang membuat permukaan gorengan menjadi
mengembang. Selain itu untuk tepung tapioka memberikan tekstur yang
keras, tetapi mudah digigit. Kemampuan tapioka untuk mengeras lebih
tahan lama dibandingkan dengan tepung lainnya. Tepung tapioka cocok
untuk jenis produk crispy yang lapisannya tipis seperti pada keripik daun
singkong.
Dan rendemen yang dihasilkan pada keripik daun singkong adalah
110,12%. Maka apabila diinginkan hasil produksi 468 g keripik daun
singkong, maka diperlukan bahan baku daun singkong sebanyak 425 g.
BAB V. PENUTUP

5.1 Simpulan
1. Karakteristik sari buah yang diolah menjadi sirup buah yaitu yang
telah encer atau berupa cairan dan telah diberi penambahan gula.
2. Dengan cara sterilisasi akan dihasilkan sari buah dengan kualitas
yang baik, karena dengan sterilisasi dapat membunuh
mikroorganisme yang terdapat dalam wadah, sehingga
mempengaruhi sari buah yang dihasilkan.
3. Dengan cara sterilisasi akan menghasilkan saus cabai dan saus
tomat yang memiliki umur simpan cukup lama yaitu dengan
perebusan botol dalam air panas.
4. Pada pembuatan keripik, keripik yang memiliki kualitas baik dapat
dilihat dari tekstur kerenyahan, warna yang baik sesuai standar,
aroma yang khas, rasa gurih dan rasa bahan produk masih terasa,
dan memiliki bentuk yang tipis.
5.2 Saran
Saat praktikum diharapkan praktikan lebih tertib, sehingga waktu yang
digunakan dapat digunakan dengan efektif dan efisien. Selain itu
ketelitian pada saat praktikum juga diperlukan untuk mendapatkan hasil
yang sesuai dan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2002). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Asandhi, A., & Kusdibyo. (2004). Waktu Panen Dan Penyimpanan Pasca Panen Untuk
Mempertahankan Mutu Umbi Kentang Olahan. Bandung: Balai Penelitian
Hortikultura.

Irawati, R., Marseno, & Tati, S. (2005). Kajian Pengaruh Tekanan dan Lama Pengukusan
terhadap beberapa karakteristik French Fries Kimpul. Bandung: Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Ketaren, S. (1986). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.

Kumar, V. (2006). Rahasia Kesehatan Rempah dan Bumbu Dapur. Jakarta: PT . Bhuana
Ilmu Populer .

Lisinska, G., & W, L. (1989). Potatoes Science and Technology. Northen Ireland: The
University Press (Belfast).

Saleh, A., & et al. (2002). Kumpulan Teknologi Tepat Guna. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.

Satuhu. (1996). Penanganan dan Pengolahan Pangan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Setiadi. (2008). Cabai Rawit Jenis dan Budaya. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sinaga, R. (1987). Sifat-sifat dasar beberapa varietas kentang (Solanum tuberosum L.)
sebagai bahan industri pangan. Bogor: Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian
Bogor.

Suprapti, L. (2000). Membuat Saus Tomat. Surabaya: PT. Trubus Agrisaranas.

Whistler, R., & BeMiller, J. (1997). Carbohydrate chemistry for food scientists. Eagen
Press, St Paul.

Winarno, F. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Winarto, W. P. (2003). Khasiat dan Manfaat Kunyit. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai