Anda di halaman 1dari 94

LAPORAN PRAKTIKUM

KEPENDUDUKAN
PENGETAHUAN TENTANG PEMELIHARAAN KESEHATAN ANAK

Disusun Oleh :

1. Dita Putri Annisa H0817032


2. Irfan Jauza Nurfauzi H0817046
3. Krisnandhita Bayu Ajie H0817048
4. Marsinta R D Sibuea H0817053
5. Megawati H0817059

PROGRAM STUDI PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan praktikum Kependudukan ini disusun sebagai salah satu syarat


menempuh Mata kuliah Kependudukan dan telah disahkan pada tanggal :

Disusun oleh :
Kelompok 3
Dita Putri Annisa H0817032
Irfan Jauza Nurfauzi H0817046
Krisnandhita Bayu Ajie H0817048
Marsinta R D Sibuea H0817053
Megawati H0817059

Mengetahui, Co-Assisten
Kependudukan
Dosen Pengampu
Kependudukan

Dr. Ir. Retno Setyowati, M.S. Winda Ika Permatasari


NIP. 195610121981032001 NIM. H0415064

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan kasih dan rahmat-Nya sehingga laporanKependudukan ini dapat
terselesaikan dengan baik. Laporan ini dibuat guna melengkapi tugas mata kuliah
Kependudukan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Laporan praktikum Kependudukan ini dapat terselesaikan dengan bantuan
berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dosen Mata Kuliah Kependudukan yang telah membimbing kami baik dalam
praktikum maupun dalam penyusunan laporan ini.
3. Segenap Co-Assiten yang telah membimbing kami baik dalam praktikum maupun
dalam penyusunan laporan ini.
4. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah yang telah membantu dalam
pengolahan data sekunder yang diberikan.
5. Teman-teman dan semua pihak yang turut membantu dalam proses penyusunan
laporan praktikum Kependudukan.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan langkah
selanjutnya.Akhirnya penulis berharap laporan ini bermanfaat bagi pembaca dan
dapat dipergunakan sebaik-baiknya.

Surakarta, Juni 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Tujuan Praktikum ................................................................................. 2
C. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum ........................................ 3
D. Metode Pengumpulan dan Analisis Data ............................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN INSTRUMEN HUKUM ........................ 5
A.Tinjauan Pustaka ................................................................................ 5
1. Demografi ........................................................................................ 5
2. Kependudukan.................................................................................. 6
3. Komponen demografi....................................................................... 8
4. Perencanaan kuantitas dan kualitas penduduk ................................. 11
5. Hubungan kependudukan dan pembangunan................................... 14
6. Human development index ............................................................... 16
B.Instrumen Hukum .............................................................................. 18
III. KEADAAN UMUM................................................................................. 20
A.Kependudukan Provinsi Jawa Tengah ............................................. 20
1. Luas Wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah .............................. 20
2. Sex Ratio Penduduk Provinsi Jawa Tengah ..................................... 22
B. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Prov Jawa Tengah .. 24
IV. ANALISIS DATA .................................................................................... 28
A. Berat dan Ukuran Badan Anak Saat Lahir ........................................... 28
B. Imunisasi Menurut Sumber Informasi .................................................. 31
C. Imunisasi Menurut Karakteristik Latar Belakang ................................ 35
D. Kepemilikan dan Pengamatan Catatan Imunisasi Menurut
Karakteristik Latar Belakang................................................................ 41
E. Prevalensi dan Pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) .. 43
F. Sumber Saran atau Pengobatan pada Anak Dengan Gejala ISPA ........ 47
G. Prevalensi dan Pengobatan Demam ..................................................... 49
H. Prevalensi dan Pengobatan Diare ......................................................... 55
I. Paket Garam Rehidrasi Oral (Oralit), Seng dan Pengobatan Diare
lainnya .................................................................................................. 59
J. Pemberian Makanan Selama Diare ....................................................... 68
K. Sumber Saran atau Pengobatan pada Anak Diare ................................ 74
L. Pengetahuan Tentang Paket Oralit ....................................................... 78
M. Pembuangan Tinja Anak ..................................................................... 81
V. REKOMENDASI ...................................................................................... 85

iv
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Proporsi Luas Wilayah menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.. 21


Tabel 3.2 Sex Rasio Penduduk Jawa Tengah menurut Kabupaten/Kota tahun
2017………………………………………………………… 23
Tabel 3.3 Hasil wawancara rumah tangga dan perseorangan………………... 25
Tabel 4.1 Berat dan ukuran badan anak saat lahir…………………………... 29
Tabel 4.2 Imunisasi menurut sumber informasi…………………………….. 32
Tabel 4.3 Imunisasi menurut karakteristik latar belakang………………….. 37
Tabel 4.4 Kepemilikan dan pengamatan catatan imunisasi menurut
karakteristik latar belakang……………………………………… 41
Tabel 4.5 Prevalensi dan pengobatan infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA)………………………………………………………….... 44
Tabel 4.6 Sumber saran atau pengobatan pada anak dengan gejala
ISPA……………………………………………………………..... 48
Tabel 4.7 Prevalensi dan pengobatan demam………………………………. 50
Tabel 4.8 Prevalensi dan pengobatan diare………………………………..... 56
Tabel 4.9 Paket garam rehidrasi oral (Oralit), seng dan pengobatan diare
lainnya………………………………………………………......... 60
Tabel 4.10 Pemberian makanan selama diare………………………………… 69
Tabel 4.11 Sumber saran atau pengobatan pada anak diare………………….. 75
Tabel 4.12 Pengetahuan tentang paket Oralit………………………………… 79
Tabel 4.13 Pembuangan tinja anak…………………………………………… 82

vi
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kependudukan adalah hal yang berkaitan dengan jumlah, pertumbuhan,
persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas, kondisi kesejahteraan yang
menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, agama serta lingkungan (UU No.
23 Tahun 2006). Data kependudukan memegang peranan penting karena
dengan adanya data yang lengkap dan akurat akan lebih mudah dalam
mengevaluasi sumber daya manusia di suatu wilayah. Data kependudukan juga
memiliki peran dalam pembangunan. Penduduk merupakan pelaku dan sasaran
pembangunan. Berkaitan dengan peran tersebut maka kualitas mereka perlu
ditingkatkan melalui berbagai sumber daya yang melekat.
Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat
tinggal di Indonesia (UUD 1945 Pasal 26 ayat 2). Kependudukan adalah hal
ihwal yang berkaitan dengan jumlah, struktur, umur, jenis kelamin, agama,
kelahiran, perkawinan, kehamilan, kematian, persebaran, mobilitas dan kualitas
serta ketahanannya yang menyangkut politik, ekonomi, sosial, dan
budaya.Sebagainegara berkembang, masalah atas kependudukan masih banyak
dijumpai terlebih telah diatur dalam beberapa instrumen hukum.
Masalah kependudukan sudah merupakan masalah serius yang bukan saja
dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga oleh negara-
negara maju karena menyangkut banyak segi seperti ekonomi, sosial dan
budaya. Pengetahuan tentang penduduk dan masalah kependudukan merupakan
salah satu masalah di dunia dewasa ini yang selalu berhubungan dengan
kebutuhan-kebutuhan hidup yang selalu diperlukan semua umat
manusia.Penduduk merupakan objek dan sekaligus subjek dalam pembangunan
nasional, kebijaksanaan di bidang kependudukan bukan saja hanya menyangkut
jumlah dan kepadatan, arus penduduk arus migrasi, kelahiran dan kematian
juga kebijakan dalam mengendalikan pertumbuhan yang tinggi serta

1
2

mengarahkan mobilitas dan persebaran penduduk yang lebih merata, terutama


di daerah yang jarang penduduknya.
Sumber daya manusia merupakan salah satu komponen pembangunan
yang cukup penting di samping sumber daya alam dan teknologi. Sehubungan
dengan hal itu diperlukan praktikum kependudukan untuk mengetahui dan
mengevaluasi sumber daya manusia yang ada di suatu wilayah. Mata kuliah
kependudukan memiliki jumlah SKS 3 dengan pembagian 2 SKS untuk teori
dan 1 SKS untuk praktikum. Data yang digunakan pada praktikum ini adalah
data sekunder dari data SDKI Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019.
Teori dalam penelitian berguna untuk menjelaskan, menginterpretasi, dan
memahami suatu gejala atau fenomena yang dijumpai dari hasil penelitian.
Teori meningkatkan keberhasilan fakta lapang karena teori dapat
menghubungkan penemuan-penemuan yang nampaknya berbeda-beda ke dalam
suatu keseluruhan serta memperjelas proses-proses yang terjadi didalamnya.
Teori dapat memberikan penjelasan terhadap hubungan-hubungan yang diamati
dalam data lapang sehingga sangat penting menghubungkan antara teori dan
fakta lapang.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari pelaksanaan praktikum Kependudukan ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
a. Mahasiswa mempunyai pengalaman dalam analisis data kependudukan
yang dapat dimanfaatkan untuk perencanaan pembangunan.
b. Mahasiswa dapat melakukan analisis komposisi penduduk suatu wilayah.
c. Mahasiswa dapat melakukan analisis tentang dinamika penduduk suatu
wilayah.
d. Mahasiswa dapat memanfaatkan data penduduk untuk menyusun
perencanaan kebutuhan penduduk suatu wilayah.
3

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat menganalisis posisi pria dan wanita dalam bidang
ekonomi.
b. Mahasiswa dapat menganalisis prevalensi dan pengobatan penyakit
demam dan diare pada data SDKI Provinsi Jawa Tengah.
c. Mahasiswa dapat menganalisis data imunisasi dari SDKI Provinsi Jawa
Tengah.
C. Lokasi dan Tempat Pelaksanaan Praktikum
Lokasi dan tempat praktikum Mata Kuliah Kependudukan ini bertempat di
Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan tujuan untuk
mendapatkan dan menganalisis data SDKI Provinsi Jawa Tengah Tahun
2019.
D. Metode Pengumpulan dan Analisis Data
1. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian yaitu dengan
melakukan pencatatan data yang diperoleh dari suatu instansi terkait dan
melakukan studi ilmiah terhadap data apa saja yang akan digunakan.
Pengumpulan data praktikum ini dilakukan dengan mengambil data
sekunder dari data SDKI Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019.
2. Metode Analisis Data
a. Menyajikan dalam bentuk tabel
Penyajian data merupakan salah satu kegiatan dalam pembuatan
laporan hasil pengamatan yang telah dilakukan agar dapat dipahami
dan diolah sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Data yang disajikan
harus sederhana dan jelas agar mudah di baca. Data-data yang
diperoleh disajikan dalam table secara detail. Salah satu cara
penyajian data yang lebih baik daripada penyusunan data secara
naskah adalah penyajian data dalam bentuk daftar baris dan kolom
4

(tabel). Tabel adalah, daftar yang berisi ikhtisar sejumlah data-data


informasi yang biasanya berupa kata-kata maupun bilangan yang
tersusun dalam urutan kolom dan baris. Sebelum memasukan data
kedalam tabel data yang kita peroleh harus diurutkan terlebih dahulu.
Sumber data table diambil dari SDKI Jawa Tengah 2019.
b. Mendeskripsikan informasi tabel
Mahasiswa kemudian menganalisis data dan mendeskripsikan
informasi dari tabel. Mendeskripsikan table dituliskan secara detail
kemudian dibandingkan antara hasil dari data yang pertama dengan
data lainnya. Dari antar data dalam satu tabel yang telah
dibandingkan kemudian diambil kesimpulan, yang kemudian menjadi
sebuah inti informasi dari tabel yang disajikan. Sumber data table
diambil dari SDKI Jawa Tengah 2019.
c. Mengaitkan dari data lapang dengan instrument hukum
Data SDKI Jawa Tengah 2019 kemudian dikaitkan dengan
instrument hukum yang ada. Instrument hukum yang dimaksudkan
terdiri dari Undang-undang, peraturan presiden, peraturan Menteri,
Peraturan Gubernur. Dimana informasi dalam table kemudian
dikaitkan dengan salah satu instrument hukum yang ada. Mengaitkan
data dari lapang juga ditujukan untuk menemukan perbedaan atau
membandingkan data dari lapang dengan instrument hukum tersebut.
5

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN INSTRUMEN HUKUM

A. Tinjauan Pustaka
1. Demografi
Demografi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan proses
penduduk di suatu daerah. Struktur merupakan gambaran atau potret
penduduk dari hasil sensus penduduk (cacah jiwa) pada hari sensus tertentu,
struktur penduduk meliputi: jumlah, persebaran, dan komposisi penduduk.
struktur penduduk ini selalu berubah-ubah dan perubahan tersebut
disebabkan karena proses demografi yaitu kelahiran, kematian dan migrasi
penduduk. Ketiga unsur tersebut saling berpengaruh, jika pada suatu
penduduk tingkat kelahiran tinggi maka akan berpengaruh pada struktur
penduduk di daerah 2 tersebut yaitu prosentase penduduk usia muda
jumlahnya akan menjadi lebih besar. Demografi tidak mempelajari
penduduk sebagai individu tetapi penduduk sebagai suatu kelompok, jadi
yang dimaksud dengan penduduk dalam kajian demografi adalah
sekelompok orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah (Fitri, 2017).
Demografi sendiri berasal dari kata Yunani yaitu ”Demos”yang
berarti rakyat atau penduduk dan “Grafein” yang berarti menulis. Jadi
demografi adalah tulisan tulisan mengenai rakyat atau penduduk.
Demografi mempelajari penduduk (suatu wilayah) terutama mengenai
jumlah, struktur (komposisi) penduduk dan perkembangannya
(perubahannya). Demografi mempelajari jumlah, persebaran teritorial dan
komposisi penduduk serta perubahannya dan sebab-sebab perubahan itu,
yang biasanya timbul karena fertilitas, mortalitas, gerak teritorial (migrasi)
dan mobilitas sosial (perubahan status) (Rahmawati, 2017)
Demografi adalah studi ilmiah tentang penduduk, terutama tentang
fertilitas, mortalitas, dan mobilitas. Demografi meliputi studi ilmiah tentang
jumlah, persebaran geografis, komposisi penduduk dan karakter demografis

5
6

lainnya. Serta bagaimana faktor-faktor ini berubah dari waktu ke waktu


(Soeroso, 2009).
Demografi adalah bidang ilmu yang mengkaji permasalahan
kependudukan secara kuantitatif, seperti jumlah, struktur, komposisi, dan
ukuran kependudukan. Singkat kata demografi adalah ilmu yang objek
kajian mempelajari tentang teknik-teknik perhitungan data kependudukan
atau disebut demografi teknik. Demografi sebagai dasar untuk membahas
permasalahan (Armansyah, 2011).
Demografi adalah studi tentang interaksi tingkat perkembangan dari 3
komponen (kelahiran, kematian dan migrasi). Studi tentang dampak dari
perubahan komposisi dan perkembangan dari penduduk. Demografi adalah
ilmu yang mempelajari tentang persoalan dan keadaan dinamika
kependudukan manusia. Meliputi ukuran, struktur, dan distribusi penduduk
serta bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran,
perkawinan, migrasi dan mobilitas sosial (Arfah, 2014).
2. Kependudukan
Teori kependudukan dikembangkan oleh dua faktor yang sangat
dominan yaitu yang pertama adalah meningkatkan pertumbuhan penduduk
terutama di Negara – Negara yang sedang berkembang. Hal ini
menyebabkan agar para ahli memahami faktor – faktor yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Kedua adalah adanya masalah –
masalah yang bersifat universal yang menyebabkan para ahli harus lebih
banyak mengembangkan dan menguasai kerangka teori untuk mengkaji
lebuh lanjut sejauh mana telah terjalin suatu hubungan antara penduduk
dengan perkembangan ekonomi dan sosial
(Maqfur, 2016).
Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan yang dinamis
antara kekuatan – kekuatan yang menambah dan kekuatan – kekuatan yang
mengurangi jumlah penduduk. Secara terus-menerus penduduk akan
7

dipengaruhi oleh jumlah bayi yang lahir (menambah jumlah penduduk),


tetapi secara bersamaan juga akan dipengaruhi oleh jumlah kematian
(mengurangi jumlah penduduk) yang terjadi pada semua golongan umur.
Sementara itu migrasi juga sangat berperan dalam pertumbuhan penduduk,
imigran (pendatang) akan menambah jumlah penduduk dan emigran akan
mengurangi jumlah penduduk (Zakiah, 2016).
Setiap daerah memiliki penduduk dimana penduduk tersebut
memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Penduduk tersebut didalamnya
saling berhubungan antara satu dan lainnya, sehingga mereka dikatakan
mahluk sosial. Penduduk adalah orang atau individu yang tinggal atau
menetap di suatu daerah tertentu dalam jangka waktu yang lama, sedangkan
pertumbuhan penduduk adalah keadaaan yang dinamis antara penduduk
yang bertambah dan jumlah penduduk yang berkurang. Pertumbuhan
penduduk di suatu wilayah dipengaruhi oleh empat faktor yaitu kelahiran,
kematian, migrasi masuk dan migrasi keluar (Syihab, 2011).
Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban
dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran
penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi. Pendaftaran
penduduk adalah pencatatan biodata penduduk, pencatatan atas pelaporan
peristiwa kependudukan dan pendataan penduduk rentan administrasi
kependudukan serta penerbitan dokumen kependudukan berupa kartu
identitas atau surat keterangan kependudukan. Penyelenggara administrasi
kependudukan adalah pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota yang bertanggung jawab dan berwewenang dalam urusan
administrasi kependudukan (Faqih, 2014).
Informasi kependudukan seperti angka kelahiran, angka kematian,
kepadatan penduduk, migrasi, angka beban ketergantungan, angka harapan
hidup dan angka pertumbuhan penduduk dapat disajikan dalam berbagai
bentuk. Cara penyajian data yang dipilih dapat berupa tabel, diagram
8

batang, diagram lingkaran, atau peta. Arus perpindahan penduduk dari satu
wilayah ke wilayah lain dapat dilihat dari peta perpindahan penduduk. Cara
penyajian data tertentu dapat melalui data yang menggambarkan kepadatan
penduduk atau arus migrasi penduduk (Hayati, 2016).
3. Komponen Demografi
Komponen Demografi, daripengertian demografi tersebut di atas,
dapat dikatakan bahwa komponen-komponen yang berkaitan dengan
demografi adalah : kelahiran (fertilitas atau natalitas). kematian (mortalitas).
perpindahan/gerak penduduk (migrasi). mobilitas sosial. pernikahan.
Kelahiran hidup adalah lepasnya bayi dari rahim seorang wanita terlepas
dari durasi kehamilan, dengan adanya tanda-tanda bernafas atau
menunjukkan bukti lain tentang kehidupan, seperti detak jantung, denyut
nadi dari tali pusar telah dipotong atau plasenta terpasang; setiap kelahiran
seperti itu dianggap lahir hidup (United Nations Statistical Office, 1955:
p.6). Apabila tanda-tanda kehidupan tidak ada maka disebut dengan lahir
mati (still live) yang di dalam demografi tidak dianggap sebagai suatu
peristiwa kelahiran. Mortalitas merupakan salah satu komponen dalam
proses demografi yang berpengaruh terhadap struktur penduduk dan bersifat
mengurangi jumlah penduduk. Mortalitas merupakan indikator yang
menentukan kesejahteraan penduduk, dan merepresentasikan kualitas
penduduk dalam suatu wilayah. Tingkat mortalitas yang rendah
menunjukkan keberhasilan pembangunan suatu wilayah, khususnya dalam
bidang kesehatan (Rusli,2008).
Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan yang dinamis
antara kekuatan-kekuatan yang menambah dan kekuatan-kekuatan yang
mengurangi jumlah penduduk. Secara terus menerus penduduk disuatu
wilayah dipengaruhi oleh besarnya kelahiran (fertilitas), kematian
(mortalitas), in-migration (migrasi masuk) dan out-migration (migrasi
keluar). Besar kecilnya laju pertambahan penduduk disuatu wilayah sangat
9

dipengaruhi oleh besar kecilnya komponen pertumbuhan penduduk.


Sehubungan dengan pengendalian kelahiran, Bongaarts & Potters (1983)
mengemukakan bahwa transisi penurunan fertilitas terjadi ketika ada transisi
dari suatu populasi dengan kesuburan alami ke populasi yang kesuburannya
dikendalikan. Penundaan kelahiran anak pertama berpengaruh terhadap
penurunan fertilitas (Ekawati, 2008). Menurut Latif (2014), interval
kelahiran anak pertama merupakan salah satu faktor yang penting dalam
memengaruhi fertilitas pada masyarakat dengan tingkat penggunaan
kontrasepsi yang rendah. Usia kawin yang ideal, semakin panjang interval
kelahiran anak pertama maka akan memperlambat laju pertumbuhan
penduduk.
Menurut Rofi (2012), perkembangan pendudukan baik secara kualitas
maupun kuantitas dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu yang
mempengaruhi perkembangan penduduk adalah tingkat mortalitas.
Mortalitas bayi merupakan salah satu dari tiga komponen demografi selain
fertilitas dan migrasi yang mempengaruhi jumlah, struktur dan komposisi
penduduk suatu daerah. Selain mempengaruhi jumlah struktur dan
komposisi penduduk, angka kematian juga digunakan sebagai indikator
yang berhubungan dengan derajat kesehatan dan pembangunan manusia.
Peningkatan derajat kesehatan dilakukan dengan menurunkan angka
kematian khususnya angka kematian bayi, angka kematian ibu, dan angka
kematian balita. Indikator derajat kesehatan masyarakat secara umum dapat
dilihat dari;Pertama, Umur harapan hidup (Life expectations); Kedua,
Angka kematian bayi (infant mortality) dan balita menurun; ketiga, Bayi
lahir : Bayi yang dilahirkan dari ibu dengan berat badang 2500 gram atau
yang kurang yang dewasa ini adalah sekitar 14 % diharapkan akan turun
menjadi setinggitingginya 7% pada masa yang akan datang, dan keempat
yaitu Angka kesakitan (Morbiditas).Migrasi dalam arti luas merupakan
10

perubahan tempat tinggal secara permanen atau semi permanen


(Tjiptoherijanto, 2009).
Pengertian yang demikian tersebut tidak ada pembatasan baik pada
jarak perpindahan maupun sifatnya, serta tidak dibedakan antara migrasi
dalam negeri dengan migrasi luar negeri. Sejarah kehidupan suatu bangsa
selalu diwarnai dengan adanya migrasi, dan oleh karena itu pula terjadi
proses pencampuran darah dan kebudayaan. Migrasi juga dapat diartikan
sebagai perubahan tempat tinggal seseorang baik secara permanen maupun
semi permanen, dan tidak ada batasan jarak bagi perubahan tempat tinggal
tersebut. Proses migrasi internal dan internasional terjadi sebagai akibat dari
berbagai perbedaan antara daerah asal dan daerah tujuan. Perbedaan ini
disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial dan lingkungan. Beberapa studi
migrasi menyimpulkan bahwa migrasi terjadi disebabkan oleh alasan
ekonomi, yaitu untuk memperoleh pekerjaan dan pendapatan yang lebih
tinggi sehinga akan meningkatkan kualitas hidup. Migrasi penduduk
melewati batas wilayah negara dengan tujuan untuk bekerja merupakan
fenomena kependudukan yang telah terjadi sejak lama di Indonesia. Sejarah
migrasi tenaga kerja asal Indonesia bahkan sudah dimulai sejak masa
kolonial Belanda di abad ke-19, tepatnya pada tahun 1890
(Noveria,2017).
Turunnya LPP (Laju Pertumbuhan Penduduk) ini tidak terlepas dari
keberhasilan Indonesia menurunkan angka kelahiran secara bermakna.
Angka kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR) dapat diturunkan dari 5,6
per wanita pada sensus penduduk tahun 1971 menjadi 2,34 per wanita pada
sensus penduduk tahun 2000. Dibandingkan dengan data SDKI yang lain,
jika dicermati dengan memperhatikan latar belakang sosial ekonomi
ternyata menunjukan perbedaan. SDKI 2002-2003 melaporkan bahwa
mereka yang memiliki kesejahteraan terendah memiliki TFR 3,0 per wanita
11

atau lebih tinggi dibanding mereka yang memiliki tingkat kesejahteraan


tertinggi yang memiliki TFR 2,2 per wanita (Soedjatmoko,2005).
4. Perencanaan Kuantitas dan Kualitas Penduduk
Penduduk merupakan bagian penting dalam perekonomian suatu
wilayah, dimana jumlah penduduk memiliki hubungan yang positif dengan
tingkat konsumsi yang merupakan komponen dalam pendapatan suatu
wilayah. Tingkat konsumsi yang tinggi diharapkan akan memicu
ketertarikan investor untuk menanamkan modalnya. Aspek kependudukan
dan mobilitas penduduk merupakan informasi yang mendasar terkait dengan
perkembangan suatu wilayah, sehingga faktor kependudukan juga dijadikan
sebagai indikator yang efektif dalam pembangunan suatu wilayah dan
terkait dengan perkembangan ekonomi suatu wilayah serta migrasi ke luar
maupun dalam wilayah. Penduduk di sisi lain juga dapat menjadi
penghambat perkembangan suatu perekonomian, diantaranya pengangguran
yang terjadi akibat minimnya lapangan kerja dan dapat berdampak pada
meningkatnya kriminalitas. Padatnya jumlah penduduk wilayah perkotaan
Indonesia di waktu yang akan datang harus disikapi dengan sebuah konsep
perencanaan kota yang baik, karena apabila urbanisasi yang tinggi tidak
dibarengi dengan perencanaan yang baik, maka lambat laun akan
menimbulkan dampak buruk kehidupan perkotaan. Informasi kependudukan
dan aspek-aspeknya menjadi penting untuk diperhatikan, karena dapat
berdampak pada pembangunan.
(Riandi,2012)
Penduduk pada hakekatnya dapat diibaratkan sebagai pisau bermata
dua. Satu sisi pada penduduk yang besar dan berkualitas akan menjadi aset
yang sangat bermanfaat bagi pembangunan, namun sebaliknya penduduk
yang besar tapi rendah kualitasnya justru akan menjadi beban yang berat
bagi pembangunan. Berbagai bukti empiris menunjukan bahwa kemajuan
suatu bangsa sebagian besar ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia
12

dan bukan oleh sumber daya alamnya. Negara-negara seperti Singapura,


Hongkong, Korea, Taiwan, Jepang dan sebagian besar negara-negara maju
di dunia dapat dikatakan miskin akan sumber daya alam, tapi mereka dapat
berkembang dan maju dengan pesat karena mereka mempunyai kualitas
sumber daya manusia yang tinggi dan tetap melakukan investasi
pembangunan yang memadai dalam bidang ini. Penduduk Indonesia
kualitasnya saat ini masih sangat memprihatinkan. Berdasarkan penilaian
UNDP, pada tahun 2003 kualitas sumber daya manusia yang diukur melalui
Indeks Pembangunan Manusia (human development index) Indonesia
mempunyai ranking yang sangat memprihatinkan, yaitu 112 dari 175 negara
di dunia. Program kependudukan dan keluarga berencana merupakan salah
satu program investasi pembangunan jangka panjang yang mesti dilakukan
sebagai landasan membangun SDM yang kokoh di masa mendatang.
(Soedjatmoko,2005)
Indonesia memiliki jumlah penduduk yang besar di dunia, namun
kemajuan di bidang kependudukan masih rendah dibanding dengan negara-
negara lain. Indikator yang mudah terlihat adalah pada angka kemiskinan
absolut, peringkat korupsi, serta modal sosial dan budaya yang masih lemah.
Kualitas penduduk harus dilihat secara komprehensif yaitu dari sisi
kuantitas fisik, ekonomi, sosial, politik dan lingkungan. Pendekatan ini
harus dilakukan untuk dapat menyusun perencanaan pengembangan kualitas
penduduk, terutama pertimbangan terhadap tata nilai sosial budaya yang
dimiliki masyarakat. Dimensi tata-nilai sosio budaya sangat menentukan
kecepatan kemajuan dan tingkat kemajuan penduduk di suatu komunitas
kecil maupun besar. Elemen tata nilai yang lebih lengkap dan kuat, terutama
pada komponen tata nilai komposit, akan menentukan tingkat kemajuan
penduduk terutama dilihat dari dimensi kemandirian, keadilan, solidaritas,
dan keberlanjutan secara generasional. Tingkat kemajuan penduduk suatu
masyarakat sangat ditentukan oleh kekuatan tata-nilai sosio-budaya. Tata-
13

nilai sosio-budaya yang kuat maka dapat diramalkan bahwa kecepatan dan
tingkat kemajuan suatu penduduk akan relatif tinggi. Perencanaan
pengembangan kualitas penduduk perlu dibarengi dengan penguatan energi
sosial yang digerakkan oleh tata-nilai sosio-budayanya. Peningkatan
kesejahteraan, keadilan sosial, dan kemandirian suatu masyarakat juga
sangat ditentukan sejauh mana elemen-elemen tata-nilai sosio-budaya dapat
dikembangkan (Pranadji, 2007).
Indikator kualitas penduduk digunakan untuk mengukur tingkat
kemajuan suatu masyarakat atau bangsa. Upaya mencari indikator kualitas
penduduk masih terus berkembang, yaitu untuk menentukan indikator yang
lebih mencerminkan gambaran yang sebenarnya tentang kemajuan suatu
masyarakat. Setiap negara berhak mengembangkan sendiri indikator kualitas
penduduk yang dianggap sesuai. Sisi konstitusi (UUD 1945), seharusnya
dapat dikembangkan indikator kualitas penduduk Indonesia, yaitu yang
terkait erat dengan pencapaian kesejahteraan dan keadilan sosial. Para pakar
pembangunan nasional seharusnya dapat merumuskan indikator kemajuan
yang sejalan dengan misi konstitusi, sekaligus bagaimana melaksanakan
misi konstitusi dan mengukur keberhasilannya. Pra-Kongres I Nasional
Pembangunan Manusia Indonesia 21-22 Maret 2006 dibahas tentang
bagaimana membangun manusia (”penduduk”) Indonesia yang dilandaskan
pada kualitas. Paling tidak ada empat cara untuk mengukur kemajuan
kualitas penduduk, yaitu: dengan menggunakan beberapa indeks sekaligus,
yaitu: (1) Indeks Pembangunan Manusia; (2) Indeks Kemiskinan Manusia;
(3) Indeks Pembangunan Jender; and (4) Indeks Pemberdayaan Jender. Pada
3-4 dekade terakhir indikator ekonomi terlalu mendominasi pengukuran
kemajuan suatu masyarakat atau penduduk suatu bangsa. Keempat indikator
untuk mengukur kualitas penduduk ini dapat dipandang sebagai kritik
terhadap pengukuran penduduk yang semata-mata dilihat dari dimensi
material atau ekonomi. (Todaro,2008)
14

Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat banyak menimbulkan


permasalahan baru di atas lahan. Pertumbuhan penduduk ini akan
menyebabkan kebutuhan akan lahan sebagai ruang untuk tempat aktivitas
mereka semakin meningkat dan akan menimbulkan semacam kompetisi
untuk mendapatkan ruang yang cocok sesuai dengan berbagai kepentingan
dan keperluan manusia. Menurut Beti Setyorini (2012) terjadinya
pertambahan jumlah penduduk mempengaruhi proses pembangunan dan
perkembangan aktivitas suatu wilayah serta meningkatnya kebutuhan akan
ruang/lahan. Meningkatnya jumlah penduduk kota maka menuntut pula
penyediaan kebutuhan hidup baik kebutuhan yang bersifat fisik seperti
seperti perumahan, sarana dan prasarana, maupun bersifat non fisik seperti
pendidikan, ekonomi, dan rekreasi.
5. Hubungan Kependudukan dan Pembangunan
Permasalahan kuantitas dan kualitas penduduk pada akhirnya bukan
hanya menggambarkan persoalan kependudukan, tetapi lebih dari itu,
persoalan tersebut merupakan permasalahan pembangunan yang sedang
dihadapi Indonesia. Masalah tersebut berkaitan juga dengan pemikiran
secara konseptual bahwa hubungan antara kependudukan dengan
pembangunan ekonomi bersifat timbal balik. Satu sisi ketika variabel
kependudukan diletakkan sebagai variabel bebas, maka setiap intervensi
untuk mengatasi permasalahan kependudukan tersebut akan memberikan
kontribusi untuk mengatasi masalah pembangunan lainnya yang tentunya
masih banyak terjadi (Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat, 2012)
Tingkat perkembangan jumlah penduduk di Indonesia yang sangat
tinggi, menyebabkan banyak lapangan pekerjaan yang tidak dapat
menampung keadaan yang telah melampaui batas ini. Telah banyak
penyuluhan tentang kependudukan, yang bertujuan untuk menekan angka
kelahiran pada negara Indonesia. Permasalahan pertambahan penduduk
15

telah juga menjadi prioritas kebijakan dalam pembangunan di Indonesia.


Diawali dengan perhatian pada pembangunan ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan yang dibarengi dengan pengaturan pertumbuhan jumlah
penduduk, serta usaha penyebaran penduduk yang lebih serasi di sekuruh
Indonesiapada awal pola pembangunan(Soereoso, 2013).
Membicarakan kaitan antara pertumbuhan penduduk dan
pembangunan ekonomi, ada tiga kelompok pendapat berbeda, (1) kaum
Nasionalis beranggapan bahwa pertumbuhan penduduk akan menstimulir
pembangunan ekonomi. Umumnya ide dasar mereka adalah bahwa jumlah
penduduk yang banyak akan menghasilkan produksi tinggi dan daya
kekuatan sosial ekonomi yang tinggi pula. (2) kelompok Marxist yang
percaya bahwa tidak ada kaitan antara pertumbuhan penduduk dan
pembangunan ekonomi. Pendapat mereka adalah bahwa semua masalah
yang berhubungan dengan kegagalan pembangunan ekonomi, seperti
kemiskinan, kelaparan, dan masalah-masalah sosial lainya, bukan karena
pertumbuhan penduduk, tetapi semata-mata sebagai hasil dari
ketidakbenaran dan ketimpangan dari institusi sosial maupun ekonomi
dinegara atau daerah yang bersangkutan. (3) Neo-Malthusian, yang sejak
awal menentang pandangan Marxist. Prinsipnya mereka mengikuti teori
atau sependapat dengan Malthus, yang berpandangan bahwa pertumbuhan
penduduk apabila tidak dikontrol akan menghilangkan atau menelan hasil-
hasil yang diperoleh dari pembangunan ekonomi itu sendiri, sehingga tidak
terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat(Jamaluddin,2010).
Penduduk menjadi suatu bagian yang terpenting dalam penentuan
keberhasilan pembangunan di setiap Negara. Penduduk dapat menjadi objek
sekaligus subjek pembangunan, karena itu penduduk merupakan sasaran
dari pembangunan dan juga sebagai pelaku dalam pembangunan. Penduduk
memiliki peranan penting sekaligus merupakan modal besar pembangunan
apabila sumber daya yang dimiliki dapat di manfaatkan serta diberdayakan
16

secara optimal. Melalui adanya penyediaan informasi mengenai gambaran


kondisi kependudukan, tentunya akan dapat mempermudah dalam proses
perencanaan pembangunan(Rahayu, 2013).
Penduduk dan pembangunan adalah dua hal yang tidak bisa
dipisahkan, karena pembangunan tidak bisa terjadi tanpa penduduk, begitu
juga penduduk tidak akan sejahtera tanpa adanya pembanguan. Setiap tahun
sekitar 80 juta penduduk baru lahir dan menambah jumlah penduduk dunia
yang kini sudah berjumlah miliaran jiwa, sebahagian besar pertambahan
penduduk tersebut 97 % berasal dari Negara dunia ketiga. Penduduk dunia
diperkirakan akan meningkat menjadi 8,1 Triliun pada tahun 2025 dan 9,6
Triliun pada tahun 2050 (would Population Report,2015). Sebagian besar
pertumbuhan ini akan berlangsung di negara sedang berkembang
(Jayanty,2017).
6. Human Development Index
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Develpoment Index
(HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf,
pendidikan, dan standar hidup untuk semua negara di seluruh dunia. Indeks
Pembangunan Manusia biasanya digunakan untuk mengklasifikasikan
apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara
terbelakang. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga bisa untuk
mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup
(Feldman, 2009).
Human Development Indeks merupakan ukuran ringkasan untuk
menilai kemajuan jangka panjang dalam tiga dimensi dasar pembangunan
manusia, antara lain harapan hidup dan kesehatan, akses terhadap
pengetahuan atau pendidikan dan standar hidup yang layak. Sebuah harapan
hidup dan kesehatan diukur dengan umur panjang serta berbagai indikator
kesehatan, tingkat pengetahuan atau pendidikan diukur dengan tahun rata-
rata pendidikan yang merupakan rata-rata jumlah tahun pendidikan yang
17

diterima. Standar hidup diukur dengan pendapatan nasional bruto per kapita
(Rusli, 2010)
Konsep pembangunan manusia (Human Development) UNDP (United
Nation Development Program) mengandung empat unsur yaitu
produktivitas (productivity), pemerataan pembangunan tentang penduduk
(of people), untuk penduduk (for people) dan oleh penduduk (by people).
Tentang penduduk adalah pemberdayaan penduduk diupayakan melalui
invesstasi bidang-bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial
lainnya. Penduduk adalah pemberdayaan penduduk yang dapat diupayakan
melalui program penciptaan lapangan pekerjaan dan memperluas
kesempatan berusaha. Oleh penduduk adalah pemberdayaan penduduk yang
dapat meningkatkan harkat dan martabat melalui peningkatan partisipasi
dalam pengambilan keputusan dalam bidang politik dan proses
pembangunan (Faqihudin, 2009)
Informasi angka dan peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM),
dari dua hal tersebut dapat diperoleh gambaran keadaaan kesejahteraan
masyarakat yang diukur dari harapan hidup masyarakat di suatu negara
dengan mengukur kesehatan. Indeks Pembangunan Manusia juga mengukur
pada bagian pendidikan yang diukur dengan harapan lama sekolah dan
rerata partisipasi sekolah, serta standar hiudp yang diukur dengan PNB per
kapita. PNB adalah Pendapatan Nasional Bruto (Vinod, 2009).
Human Development Index dapat mencerminkan bagaimana posisi
sebuah negara dengan negara lain dalam tingkat kesejahteraan masyarakat
yaitu pembangunan manusianya termasuk didalamnya pembangunan
dibidang kesehattan sehingga analisis Human Development Index dapat
digunakan sebagai acuan untuk melakukan pembangunan. Salah satu aspek
dari bidang kesehatan yaitu usia hidup. Banyak indikator sebenarnya yang
dapat digunakan untuk mengukur pada bidang kesehatan seperti contoh
fasilitas pelayanan kesehatan pada masyarakat (Yuliani, 2016).
18

B. Instrumen Hukum
Instrumen hukum merupakan sekumpulan dasar atau peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang hukum terkait. Instrumen hukum sama halnya
dengan landasan hukum. Tujuan dibuatnya instrumen hukum adalah menjadi
dasar dalam menilai, menimbang, dan memutuskan mengenai suatu hal.
Instumen hukum sendiri bergantung pada apa yang akan diatur, misalnya
Undang-Undang kesehatan berarti mengatur mengenai segala hal yang
berhubungan dengan di Indonesia.Instrumen Hukum tentunya sangat penting
dalam sebuah negara, terutama yang berkaitan dengan kependudukan negara.
Terdapat beberapa instrumen hukum yang berkaitan dengan kesehatan
masyarakat, antara lain:
1. Instrumen hukum tentang penyelenggaraan layanankesehatan di Indonesia
sebagai berikut :
a. Undang-Undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan Bab 4 Pasal 14,
yaitu : Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur,
menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya
kesehatan, yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Berdasarkan
undang-undang tersebut dijelaskan mengenai tanggung jawab pemerintah
dalam merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina dan
mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan untuk masyarakat.
b. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang kesehatanpada pasal 35 ayat
(2) dijelaskan bahwa dalam pemerataan pelayanan kesehatan dam
penambahan layanan kesehatan terdapat beberapa syarat dan beberapa
pertimbangan.
2. Instrumen hukum tentang penyelenggaraan imunisasi di Indonesia sebagai
berikut :
a. Peraturan Menteri Kesehatan No. 12 tentang penyelenggaraan
imunisasipada pasal 5 ayat (1) menjelaskan: imunisasi rutin dilaksanakan
secara terus menerus dan berkesinambungan. Berdasarkan Peraturan
19

Menteri Kesehatan tersebut dijelaskan mengenai betapa pentingnya


imunisasi untuk balita atau anak-anak supaya dapat terhindar dari
penyakit salah satunya seperti penyakit campak.
b. Peraturan Menteri Kesehatan No.2 Tahun 2019 tentang petunjuk
operasional penggunaan dana alokasi khusus fisik bidang kesehatan,
dijelaskan bahwa pemerintah menyediakan peralatan pendukung di
Puskesmas. Tujuannya supaya masyarakat dapat lebih mudah dalam
melakukan imunisasi.
3. Instrumen hukum tentang pengawasan pada bidang kesehatan di Indonesia
sebagai berikut :
a. Peraturan Menteri Kesehatan No. 10 Tahun 2018 tentang pengawasan
pada bidang kesehatan, pada Bab 1 Pasal 1 menjelaskan: pengawasan di
bidang kesehatan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan
pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan tersebut dijelaskan kegiatan
pengawasan di bidang kesehatan supaya kegiatan tersebut tidak
melenceng dari peraturan perundang-undangan.
b. Peraturan Menteri Kesehatan No. 10 Tahun 2018 tentang pengawasan
pada bidang kesehatan, pada Pasal 10 Ayat (1) menjelaskan penjelasan
untuk klasifikasi/syarat untuk tenaga pengawasan di bidang kesehatan.
Pasal 10 ayat (1) juga menjelaskan bahwa tenaga pengawasan harus
diberi pelatihan secara intensif.
20

III. KEADAAN UMUM

A. Kependudukan Provinsi Jawa Tengah


1. Proporsi Luas Wilayah menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
Kependudukan adalah hal-hal yang berhubungan dengan struktur, jumlah,
jenis kelamin, umur, perkawinan, kehamilan, kelahiran, kematian dan lain-lain
hingga ketahanan yang berhubungan dengan ekonomi, soisal, budaya serta
politik. Kependudukan aau demografii berasal dari Bahasa Yunani, demos yang
berarti rakyat dan grafein yang berari menulis. Ilmu kependudukan atau
demografi adalah ilmu yang mempelajari secra statistic dan matematik tentang
besar, komposisi, dan distribusi penduduk beserta perubahannya sepanjang
masa, melalui bekerjanya lima komponen demografi yaitu kelahiran (fertilitas),
kematian (mortalitas), perkawinan, migrasi, dan mobilitas sosial. Penduduk
merupakan warga negara Indonesia dan warga negara asing yang bertempat
tinggal di suatu wilayah.
Pertumbuhan penduduk di suatu wilayah dipengaruhi oleh empat faktor
yaitu kelahiran, kematian, migrasi masuk dan migrasi keluar. Faktor dominan
yang mempengaruhi jumlah penduduk di Indonesia adalah kelahiran dan
kematian, karena migrasi masuk, dan migrasi keluar sangat rendah. Faktor –
faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya fertilitas dapat dibagi menjadi dua
yaitu faktor demografi dan faktor non demografi. Faktor demografi diantaranya
struktur umur, status perkawinan, umur kawin pertama, sedangkan faktor non
demografi antara lain keadaan ekonomi penduduk, tingkat pendidikan,
perbaikan status wanita, urbanisasi, dan industrialilasi

20
21

Tabel 3.1 Proporsi Luas Wilayah menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah

Kabupaten/Kota Luas (km2) Presentase


No
Regency/Municipality Total Area (square.km) Percentage
Kabupaten/Regency
1 Cilacap 2.138,51 6,57
2 Banyumas 1.327,59 4,08
3 Purbalingga 777,65 2,39
4 Banjarnegara 1.069,74 3,29
5 Kebumen 1.282,74 3,94
6 Purworejo 1.034,82 3,18
7 Wonosobo 984,68 3,03
8 Magelang 1.085,73 3,34
9 Boyolali 1.015,07 3,12
10 Klaten 655,56 2,01
11 Sukoharjo 466,66 1,43
12 Wonogiri 1.822,37 5,60
13 Karanganyar 772,20 2,37
14 Sragen 946,49 2,91
15 Grobogan 1.975,85 6,07
16 Blora 1.794,40 5,51
17 Rembang 1.014,10 3,12
18 Pati 1.491,20 4,58
19 Kudus 425,17 1,31
20 Jepara 1.004,16 3,09
21 Demak 897,43 2,76
22 Semarang 946,86 2,91
23 Temanggung 870,23 2,67
24 Kendal 1.002,27 3,08
25 Batang 788,95 2,42
26 Pekalongan 836,13 2,57
27 Pemalang 1.011,90 3,11
28 Tegal 879,70 2,70
29 Brebes 1.657,73 5,09
Kota/Municipality
1 Magelang 18,12 0,06
2 Surakarta 44,03 0,14
3 Salatiga 52,96 0,16
4 Semarang 373,67 1,15
5 Pekalongan 44,96 0,14
6 Tegal 34,49 0,11
Jawa Tengah 32.544,12 100,00
Sumber : DataProvinsi Jawa Tengah dalam Angka 2018
Berdasarkan tabel 3.1 tentang proporsi wilayah yang ada di Jawa Tengah
ini menunjukkan bahwa terdapat 29 kabupaten dan 6 kota dengan luas wilayah
22

yang berbeda-beda. Kabupaten yang memiliki luas terbesar yaitu Kabupaten


Cilacap dengan persentase sebesar 6,57% atau seluas 2.138,51 km2. Kabupaten
yang memiliki luas terbesar kedua setelah Kabupaten Cilacap yaitu Kabupaten
Grobogan mempunyai presentase sebesar 6,07% atau seluas 1.975,85 km2.
Kabupaten Kudus memiliki luas yang kecil dibandingkan dengan kabupaten
lainnya yaitu seluas 1,31% atau seluas 425,17 km2, selain Kabupaten Kudus
juga terdapat Kabupaten Sukoharjo yang memiliki luas relatif kecil yaitu seluas
1,43% atau seluas 466,66 km2. Kabupaten yang lainnya memiliki rata-rata luas
dari 2% - 5% atau dari 650 – 1400 km2. Kota yang terdapat di Jawa Tengah
sebanyak 6 kota dengan kota terluas adalah Kota Semarang yaitu 1,15% atau
seluas 373,67 km2. Kota yang terkecil adalah Kota Magelang dengan presentase
0,06% atau seluas 18,12 km2. Total Luas wilayah yang ada di Provinsi Jawa
Tengah yaitu seluas 32.544,12 km2. Data luas wilayah Provinsi Jawa Tengah
ini berdasarkan data yang didapat pada tahun 2018.
2. Sex Ratio Penduduk Jawa Tengah menurut Kabupaten/Kota
Sex ratio adalah perbandingan antara banyak nya jumlah penduduk laki-
laki dengan banyaknya jumlah penduduk perempuan pada suatu daerah dalam
waktu tertentu. Dinyatakan dalam banyak penduduk laki-laki per 100 orang
perempuan. Data mengenai sex ratio di suatu wilayah diperlukan guna
membantu pemerintah dalam menganalisa kondisi penduduk di suatu wilayah
agar pemerintah dapat menentukan kebijakan yang tepat di daerah tersebut.
23

Tabel 3.2 Sex Rasio Penduduk Jawa Tengah menurut Kabupaten/Kota


tahun2017
Kabupaten/Kota Laki-laki Perempuan
No Sex Rasio
Regency/Municipality Male Female
Kabupaten/Regency
1 Cilacap 854.407 854.220 100.37
2 Banyumas 831.816 833.209 99.83
3 Purbalingga 452.730 463.697 97.63
4 Banjarnegara 457.295 455.622 100.37
5 Kebumen 593.468 598.539 99.15
6 Purworejo 352.403 362.171 97.30
7 Wonosobo 397.516 386.691 102.80
8 Magelang 636.384 632.012 100.69
9 Boyolali 479.792 494.787 96.97
10 Klaten 572.892 594.509 96.36
11 Sukoharjo 435.183 443.191 98.19
12 Wonogiri 464.004 490.702 94.56
13 Karanganyar 430.975 440.621 97.81
14 Sragen 433.585 451.537 96.02
15 Grobogan 675.184 690.023 97.85
16 Blora 422.699 436.166 96.91
17 Rembang 313.401 315.521 99.33
18 Pati 603.907 642.784 93.95
19 Kudus 419.212 432.266 96.98
20 Jepara 609.784 613.414 99.41
21 Demak 565.102 575.573 98.18
22 Semarang 504.820 522.669 96.59
23 Temanggung 380.419 378.709 100.45
24 Kendal 485.102 471.922 102.79
25 Batang 377.492 378.709 99.71
26 Pekalongan 440.207 445.990 98.70
27 Pemalang 641.620 654.661 98.01
28 Tegal 712.511 721.004 98.82
29 Brebes 902.397 893.607 100.98
Kota/Municipality
1 Magelang 59.766 61.708 96.85
2 Surakarta 250.896 265.206 94.60
3 Salatiga 92.426 96.502 95.78
4 Semarang 861.994 895.692 96.24
5 Pekalongan 150.887 150.983 99.94
6 Tegal 122.817 125.277 98.04
Jawa Tengah 16.988.093 17.269.772 98.37

Sumber : Data SDKI Provinsi Jawa Tengah 2019


Dari tabel 2 rasio penduduk Jawa Tengah menurut kabupaten/kota tahun
2017, dapat dilihat jumlah laki-laki dan perempuan di kabupaten/kota seluruh
Jawa Tengah. Dari data tersebut juga mencakup data sex ratio di
kabupaten/kota seluruh Jawa Tengah. Rumus menghitung sex ratio adalah L/P
x 100, dengan L adalah laki-laki dan P adalah perempuan.
Penduduk laki-laki paling banyak berada di Kabupaten Brebes dengan
jumlah penduduk mencapai 902.397 jiwa dan penduduk laki-laki paling
sedikit yaitu Kota Magelang dengan jumlah penduduk 59.766 jiwa. Penduduk
24

perempuan paling banyak berada di Kota Semarang dengan jumlah penduduk


895.692 jiwa dan penduduk perempuan paling sedikit berada di Kota
Magelang 61.708 jiwa. Total penduduk laki-laki di Provinsi Jawa Tengah
adalah 16.988.093 jiwa dan total penduduk perempuan adalah 17.269.772
jiwa.
Sex ratio tertinggi adalah Kabupaten Wonosobo dengan total penduduk
laki-laki 397.516 jiwa dan penduduk perempuan 386.691 jiwa dan total sex
ratio mencapai 102.80. Kabpaten/kota yang memiliki tingkat sex ratio
terendah adalah Kabupaten Pati yaitu 93.95 dengan jumlah penduduk laki-laki
603.907 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 642.784 jiwa. Provinsi Jawa
Tengah memiliki jumlah penduduk laki-laki 16.988.093 jiwa dan penduduk
perempuan 17.269.772 dengan tingkat sex ratio sebesar 98.37.
B. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Provinsi Jawa
Tengah SDKI Jawa Tengah
Survei merupakan salah satu metode untuk mengumpulkan data
kependudukan. Survei penduduk adalah suatu proses pengumpulan data
kependudukan diman mengambil beberapa golongan penduduk tertentu yang
dipilih secara acak dan didata kependudukannya sehingga data yang
didapatkan diharapkan mampu mewakili data kependudukan secara
kesuluruhan, salah satu contih survei adalah SDKI (Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia). SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia)
adalah suatu sampel survei nasional yang dirancang untuk mengumpulkan
informasi mengenai tingkat kelahiran, kematian, keluarga berencana dan
kesehatan. Tujuan dari survey ini yaitu menyediakan database untuk
pengelola program, pengambil kebijakan, dan peneliti, mengenai fertilitas,
KB, dan kesehatan, pada tingkat provinsi dan nasional yang terbandingkan
secara internasional. Berikut adalah tabel hasil wawancara rumah tangga dan
perseorangan
25

Tabel 3.3 Hasil Wawancara Rumah Tangga dan Perseorangan Provinsi Jawa
Tengah

Daerah Tempat tinggal


No.
Hasil
Perkotaan Pedesaan Jumlah

1. Wawancara rumah tangga


Rumah tangga sampel 1.900 1.902 3.802
Rumah tangga ditemui 1.875 1.876 3.751
Rumah tangga diwawancarai 1.873 1.874 3.747

Hasil kunjungan1 99,9 99,9 99,9

2 Wawancara perseorangan wanita


Wanita yang memenuhi syarat 1.790 1.651 3.441
Wanita yang diwawancarai 1.776 1.638 3.414

Hasil kunjungan2 99,2 99,2 99,2

3 Wawancara perseorangan pria


Pria yang memenuhi syarat 336 362 698
Pria yang diwawancarai 330 358 688

Hasil kunjungan 2 98,2 98,9 98,6


Sumber : Data SDKI Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019
Keterangan :
1
Rumah tangga yang diwawancarai/rumah tangga yang ditemui.
2
Responden yang diwawancarai/responden yang memenuhi syarat.
1. Wawancara Rumah Tangga
Dari tabel tersebut dapat diketahui rumah tangga sampel berjumlah
3.802 yang terbagi menjadi dua menurut daerah tempat tinggalnya, yaitu
pedesaan dan perkotaan. Pada perkotaan terdapat 1.900 rumah tangga
sampel, sedangkan pada pedesaan terdapat 1.902 rumah tangga sampel,
pada pedesaan lebih banyak sedikit daripada perkotaan. Rumah tangga
yang ditemui berjumlah 3.751 dari 3.802 rumah tangga sampel. Pada
26

perkotaan terdapat 1.875 rumah tangga yang ditemui dari 1.900 rumah
tangga sampel, sedangkan pada pedesaan 1.876 dari 1.902 rumah tangga
sampel. Rumah tangga yang diwawancarai berjumlah 3.747 dari 3.751
rumah tangga yang ditemui. Pada perkotaan terdapat 1.873 rumah tangga
yang diwawancarai dari 1.875 rumah tangga yang ditemui, sedangkan
pada pedesaan rumah tangga yang diwawancarai berjumlah 1.874 dari
1.876 rumah tangga yang ditemui. Hasil kunjungan dari rumah tangga
yang diwawancarai/rumah tangga yang ditemui yaitu sebesar 99,9%.
2. Wawancara Perseorangan Wanita
Dari tabel tersebut dapat diketahui wanita yang memenuhi syarat
berjumlah 3.441 yang terbagi menjadi dua menurut daerah tempat
tinggalnya, yaitu pedesaan dan perkotaan. Pada perkotaan terdapat 1.790
wanita yang memenuhi syarat, sedangkan pada pedesaan terdapat 1.651
wanita yang memenuhi syarat, pada perkotaan wanita yang memenuhin
syarat lebih banyak daripada di pedesaan. Wanita yang diwawancarai
berjumlah 3.414 dari 3.441 wanita yang memenuhi syarat. Pada perkotaan
terdapat 1.776 wanita yang diwawancarai dari 1.790 wanita yang
memenuhi syarat, sedangkan pada pedesaan wanita yang diwawancarai
berjumlah 1.638 dari 1.651 wanita yang memenuhi syarat. Hasil
kunjungan dari wanita yang diwawancarai/wanita yang memenuhi syarat
yaitu sebesar 99,2%.
3. Wawancara Perseorangan Pria
Dari tabel tersebut dapat diketahui pria yang memenuhi syarat
berjumlah 698 yang terbagi menjadi dua menurut daerah tempat
tinggalnya, yaitu pedesaan dan perkotaan. Pada perkotaan terdapat 336
pria yang memenuhi syarat, sedangkan pada pedesaan terdapat 362 pria
yang memenuhi syarat, pada pedesaan pria yang memenuhin syarat lebih
banyak daripada di perkotaan. Pria yang diwawancarai berjumlah 688
dari 698 pria yang memenuhi syarat. Pada perkotaan terdapat 330 pria
27

yang diwawancarai dari 336 pria yang memenuhi syarat, sedangkan pada
pedesaan pria yang diwawancarai berjumlah 358 dari 362 pria yang
memenuhi syarat. Hasil kunjungan dari pria yang diwawancarai/wanita
yang memenuhi syarat pada perkotaan 98,2%, pada pedesaan 98,9%,
secara keseluruhan presentasenya sebesar 98,6%
28

IV. ANALISIS DATA

A. Berat dan Ukuran Badan Anak Saat Lahir


Berat badan lahir (BBL) adalah berat badan pertama bayi Anda yang
diukur setelah bayi lahir. Berat badan lahir dikatakan normal bisa berada di
kisaran 2500–4000 gram, pada bayi yang lahir cukup umur (usia kehamilan 37-
40 minggu).Bayi baru lahir yang mempunyai berat badan rendah dapat
meningkatkan risiko masalah kesehatan di kehidupannya kelak. Bayi dengan
berat badan rendah dapat mengalami masalah nutrisi dan perkembangan di
awal-awal kehidupannya, dan jika ia tidak bisa memperbaiki masalahnya di
tahun-tahun awal kehidupannya, maka dapat meningkatkan risiko masalah
kesehatan, seperti obesitas, diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit
jantung, karena asupan makanan yang ia konsumsi tidak sesuai dengan
kebutuhan tubuhnya. Ukuran badan anak saa lahir juga mempengaruhi
kesehatan dari anak karena hubungannya dengan nutrisi bayi. Berikut ini
merupakan tabel berat dan ukuran badan anak saat lahir.

28
29

Tabel 4.1 Berat dan Ukuran Badan Anak Saat Lahir


Persentase distribusi Persentase distribusi semua kelahiran hidup berdasarkan
kelahiran dengan berat ukuran anak saat lahir
badan anak yang
dilaporkan1

Persentase memiliki laporan


No. Karakteristik berat lahir pada semua Kurang dari 2,5 kg atau Jumlah Lebih kecil Rata-rata atau Jumlah
latar belakang kelahiran1 2,5 kg lebih Jumlah kelahiran Sangat kecil dari rata-rata lebih besar Tidak tahu Jumlah kelahiran
Umur ibu saat
1.
melahirkan
<20 100,0 5,5 94,5 100,0 181 1,1 12,1 86,9 0,0 100,0 181
20-34 98,8 6,6 93,4 100,0 1.490 2,2 8,8 88,1 1,0 100,0 1.508
35-49 99,4 6,1 93,9 100,0 342 2,8 4,6 92,0 0,6 100,0 345
2. Urutan kelahiran
1 98,9 7,2 92,8 100,0 804 2,4 10,3 86,1 1,1 100,0 813
2-3 99,1 6,0 94,0 100,0 1.110 2,0 6,7 90,7 0,5 100,0 1.120
4-5 97,6 5,3 94,7 100,0 89 1,8 10,1 85,8 2,4 100,0 91
6+ 100,0 0,0 100,0 100,0 10 0,0 13,5 86,5 0,0 100,0 10
3. Status merokok ibu
Merokok/tembakau 100,0 0,0 100,0 100,0 18 0,0 17,3 82,7 0,0 100,0 18
Tidak merokok 99,0 6,5 93,5 100,0 1.996 2,2 8,3 88,7 0,9 100,0 2.017
4. Daerah tempat tinggal
Perkotaan 99,4 7,5 92,5 100,0 881 1,7 7,9 89,7 0,7 100,0 886
Perdesaan 98,6 5,5 94,5 100,0 1.132 2,5 8,7 87,8 1,0 100,0 1.148
5. Pendidikan ibu
Tidak sekolah 100,0 0,0 100,0 100,0 5 0,0 0,0 100,0 0,0 100,0 5
Tidak tamat SD 100,0 8,8 91,2 100,0 58 3,1 9,5 87,3 0,0 100,0 58
Tamat SD 98,0 6,4 93,6 100,0 427 3,1 9,8 86,6 0,5 100,0 435
Tidak tamat SLTA 99,2 5,2 94,8 100,0 745 1,6 6,1 91,1 1,2 100,0 751
Tamat SLTA 98,8 8,7 91,3 100,0 542 2,3 9,6 86,9 1,2 100,0 548
Perguruan tinggi 100,0 4,4 95,6 100,0 236 1,8 9,8 88,5 0,0 100,0 236
6. Kuintil kekayaan
Terbawah 98,4 7,2 92,8 100,0 252 5,1 7,8 86,2 0,9 100,0 257
Menengah bawah 98,2 4,4 95,6 100,0 432 0,9 9,5 88,1 1,4 100,0 440
Menengah 99,6 7,4 92,6 100,0 531 3,0 8,7 87,5 0,9 100,0 533
Menengah atas 99,0 7,2 92,8 100,0 460 2,4 6,2 90,9 0,5 100,0 465
Teratas 99,5 5,6 94,4 100,0 338 0,0 9,7 89,7 0,5 100,0 340
Jumlah 99,0 6,4 93,6 100,0 2.013 2,2 8,4 88,6 0,8 100,0 2.034
asdad
asdas
d Sumber: Data SDKI Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019
30

1. Umur ibu saat melahirkan


Berdasarkan tabel, pada umur ibu saat melahirkan <20 tahun
terdapat sebanyak 5,5% bayi yang lahir kurang dari 2,5kg. Pada umur ibu
saat melahirkan 20- 34 tahun, terdapat sebanyak 6,6 % bayi yang lahir
kurang dari 2,5kg. Pada umur ibu saat melahirkan 35- 49 tahun, terdapat
sebanyak 6,1% bayi yang lahir kurang dari 2,5g. Persentase bayi paling
banyak yang lahir kurang dari 2,5kg adalah pada saat usia ibu 20-34.
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa umur ibu saat
melahirkan mempengaruhi berat bayi saat lahir.
2. Urutan kelahiran
Berdasarkan tabel, pada bayi urutan kelahiran pertama terdapat
presentase bayi sebanyak 7,2% yang berat badannya kurang dari 2,5kg
dan 92,8% yang berat badannya lebih dari 2,5kg. Pada bayi urutan
kelahiran ke 2-3 terdapat presentase bayi sebanyak 6,0% yang berat
badannya kurang dari 2,5kg dan 94,0% yang berat badannya lebih dari
2,5kg. Pada urutan kelahiran 4-5 terdapat presentase bayi sebanyak 5,3%
yang berat badannya kurang dari 2,5kg dan terdapat presentase bayi
94,3% yang berat badannya lebih dari 2,5kg. Pada urutan kelahiran 6+
terdapat presentase bayi sebanyak 100% yang berat badannya lebih dari
2,5kg. Berdasarkan tabel dapat disimpulkan bahwa presebtase bayi paling
banyakdengan berat badan lebih dari 2,5kg terdapat pada urutan kelahiran
6+.
3. Status merokok ibu
Berdarkan tabel, pada status ibu yang merokok menggunakan
tembakau terdapat 0% bayi yang lahir dngan berat kurang dari 2,kg dan
terdapat 100% bayi yang lahir dengan berat badan lebih dari 2,5kg. Pada
status ibu tidak merokok terdapat presentase 6,5% bayi yang lahir dengan
berat badan kurang dari 2,5kg dan 93,5% bayi yang lahir dengan berat
badan lebih dari 2,5kg. Berdasarkan tabel dapat disimpulkan, bahwa
31

kesehatan ibu krena merokok atau tidak dapat mempengaruhi berat baan
bayi saat lahir.
4. Daerah tempat tinggal
Berdasarkan tabel, presentase bayi yang lahir pada daerah perkotaan
terdapat 7,5% bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2,5kg, dan 97,5%
bayi yang lahir dengan berat lebih dari 2,5kg. Presentase bayi yang lahir
pada daerah pedesaan terdapat 5,5% bayi yang lahir dengan berat kurang
dari 2,5kg, dan terdapat 94,5% bayi yang lair dengan berat lebih dari
2,5kg. Berdasarkan tabel daat dsimpulkan bahwa bayi yang lahir di
daerah pedesaan cenderung memiliki berat badan yang tinggi atau baik.
5. Pendidikan ibu
Berdarakan tabel, saat tingkat pendidikan ibu tidak bersekolah
terdapat presentase bayi 0% yang lahir dengan berat badan kurang dari
2,5kg dan 100% bayi yang lahir dengan berat badan lebih dari 2,5kg.
Pada urutan kedua dengan presentase berat bayi yang lahir dengan berat
lebih dari 2,5kg dengan jumlah 95,6% adalah ibu dengan tingkat
pendidikan perguruan tinggi. Pada urutan ketiga dengan presentase bayi
yang lahir dengan berat lebih dari 2,5kg dengan jumlah 94,8% adalah ibu
dengan tingkat pendidikan tidak tamat SLTA, kemudian diikuti tingkat
pendidikan tamat SD, tamat SLTA dan tidak tamat SD.
6. Kuintil kekayaan
Berdasarkan tabel, status kuintil kekayaan orang tua mempengaruhi berat
badan bayi saat lahir. Pada urutan pertama adalah kuntil kekayaan dengan
presentase 95,6% bayi yang lahir dengan berat lebih dari 2,5kg. Pada
urutan kedua adalah kuintil kekayaan teratas dengan presentase 94,4%
bayi yang lahir dengan berat lebih dari 2,5kg
B. Imunisasi Menurut Sumber Informasi
Imunisasi adalah proses untuk membuat seseorang imun atau kebal
terhadap suatu penyakit. Proses ini dilakukan dengan pemberian vaksin yang
32

merangsang sistem kekebalan tubuh agar kebal terhadap penyakit tersebut. Bayi
yang baru lahir memang sudah memiliki antibodi alami yang disebut kekebalan
pasif. Antibodi tersebut didapatkan dari ibunya saat bayi masih di dalam
kandungan. Akan tetapi, kekebalan ini hanya dapat bertahan beberapa minggu
atau bulan saja. Setelah itu, bayi akan menjadi rentan terhadap berbagai jenis
penyakit.
Tabel 4.2 Imunisasi Menurut Sumber Informasi
Anak umur 12-23 bulan Anak umur 24-35 bulan
Kartu Kartu
imunisasi+ Vaksinasi imunisasi+ Vaksinasi
No.
Kartu pengakuan sesuai dengan Kartu Pengakuan pengakuan sesuai dengan
Jenis imunisasi imunisasi1 Pengakuan ibu ibu umur2,3,4 imunisasi1 ibu ibu umur2,3,4

1. BCG 76,5 20,6 97,1 97,1 61,9 35,8 97,8 96,9

HB (dosis saat
2.
lahir)1
0 hari (saat
lahir) 78,1 20,1 98,2 98,2 59,6 35,0 94,6 94,6
Lebih dari 1
hari setelah
lahir 76,6 na Na na 55,1 na na na

3. HB
1 76,5 19,1 95,6 95,6 61,9 34,5 96,4 94,7
2 75,3 17,2 92,5 92,5 61,9 31,6 93,5 91,2
3 74,5 16,7 91,2 90,8 61,5 31,0 92,5 90,9

4. DPT
1 76,5 20,6 97,0 97,0 61,9 34,8 96,7 95,1
2 75,6 18,8 94,4 94,4 61,9 33,9 95,8 93,4
3 74,5 16,7 91,2 90,8 61,5 32,9 94,4 92,7

5. Polio2
1 76,5 20,1 96,6 96,6 61,9 35,7 97,6 96,8
2 77,2 20,1 97,3 97,3 61,9 34,8 96,7 95,1
3 75,8 18,7 94,5 94,5 61,9 33,3 95,2 92,9
4 74,6 13,2 87,8 86,7 61,5 26,1 87,6 85,2

6. Campak
1 66,9 19,0 85,9 79,6 59,7 32,9 92,5 80,4

Imunisasi dasar
7.
lengkap6 66,0 10,2 76,2 68,3 56,9 23,8 80,7 57,7
Tidak pernah
8.
imunisasi 0,0 0,9 0,9 na 0,0 1,3 1,3 na
Jumlah anak 328 89 418 418 244 150 394 394

Sumber : Data SDKI Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019


Keterangan :
na = tidak berlaku
BCG = Bacille Calmette-Guirin
DPT = Diphtheria-pertussis-tetanus
HB = Hepatitis B
Hib = Hemophilus influenza tipe b
1
Kartu imunisasi, KMS, buku KIA atau catatan lainnya.
33

2
Diperoleh sampai dengan umur 12 bulan.
3
Untuk anak yang sumber informasi imunisasi berdasarkan pengakuan ibu,
tanggal saat imunisasi tidak diketahui, Proporsi imunisasi sebelum umur 1 dan
2 tahun diasumsikan sama dengan anak yang memiliki catatan tertulis.
4
Memperoleh seluruh imunisasi sebelum umur 12 bulan kecuali campak 2 yang
seharusnya diperoleh sebelum umur 24 bulan.
5
Untuk anak yang sumber informasi imunisasi berdasarkan pengakuan ibu,
anak dinyatakan telah memperoleh hepatitis B (saat lahir) apabila imunisasi
diperoleh sebelum 24 jam setelah lahir, Untuk anak yang sumber informasi
imunisasi berdasarkan catatan, anak dinyatakan telah memperoleh imunisasi
hepatitis B (saat lahir) apabila imunisasi tersebut tertulis dalam kartu yang
mereka miliki, tanpa mempertimbangkan kapan dosis tersebut diberikan.
BCG, 3 dosis [DPT-HB-Hib], 4 dosis polio, dan1 dosis campak.
1. BCG
Berdasarkan tabel, imunisasi jenis BCG untuk anak usia 12-23 bulan
menurut data atau sumber informasi kartu imunisasi BCG adalah 76,5.
pengakuan ibu 20,6. Jika keduanya digabungkan kartu imunisasi dengan
pengakuan ibu adalah sebesar 97,1. Persentase vaksinasi pada umur 12-23
bulan sebanyak 97,1. Kemudian imunisasi jenis BCG untuk umur 24-35
bulan menurut data atau sumber informasi kartu imunisasi sebanyak 61,9
pengakuan ibu 35,8. Jika keduanya digabungkan kartu imunisasi dengan
pengakuan ibu sebesar 97,8. Persentase vaksinasi 24-35 bulan sebanyak
96,9.
2. HB (dosis saat lahir)
Berdasarkan tabel, imunisasi jenis HB dosis untuk anak yang baru
lahir (kurang dari 24 jam) menurut data atau sumber informasi kartu
imunisasi HB ini pada usia 12-23 bulan sebanyak 78,1 pengakuan ibu 20,1.
Jika keduanya digabungkan kartu imunisasi dengan pengakuan ibu adalah
sebesar 98,2. Persentase vaksinasi dosis untu anak yang baru lahir (kurang
dari 24 jam) pada umur 12-23 bulan sebesar 98,2. Dosis HB untuk usia 24-
35 bulan menurut data atau sumber informasi kartu imunisasi sebanyak
59,6 pengakuan ibu 35,0. Jika keduanya digabungkan maka jumlahnya
sebesar 94,6. Vaksinasi untuk usia 24-35 sebesar 94,6.
34

Imunisasi jenis HB dosis untuk anak yang lebih dari 1 hari menurut
data atau sumber informasi kartu imunisasi pada usia 12-23 bulan sebanyak
76,6 sedangkan pengakuan ibu tidak berlaku. Vaksinasi untuk usia 12-23
bulan tidak dibelakukan. Selanjutnya usia 24-35 bulan berdasrkan kartu
imunisasi sebanyak 55,1 dan pengakuan ibu tidak diberlakukan. Vaksinasi
pada usia anak 24-35 bulan juga tidak diberlakukan.
Dalam tabel terdapat 3 jenis HB yaitu HB1, HB2 dan HB3. Untuk
HB 1 yang diberikan pada anak usia 12-23 bulan sebanyak 95,6 dan usia
24-35 bulan sebanyak 94,7. HB2 yang diberikan pada anak usia 12-23
bulan sebanyak 92,5 dan untuk usia 24-35 bulan sebanyak 91,2. Sedangkan
HB3 diberikan pada anak usia 12-23 bulan sebanyak 74,5 dan untuk usia
24-35 bulan sebanyak 90,9
3. DPT
Berdasarkan tabel, imunisasi jenis DPT terbagi menjadi 3 jenis yaitu
DPT1, DPT2 dan DPT3. Pemberian imunisasi ini terbagi menjadi 2
golongan umur yaitu 12-23 bulan dan 24-35 bulan. Pemberian DPT1 untuk
anak usia 12-23 sebanyak 97,0 untuk usia 24-35 bulan sebanyak 96,1.
DPT2 yang diberikan kepada anak usia 12-23 bulan sebanyak 94,4 dan
untuk usia 24-35 bulan sebanyak 93,4. Sedangkan jenis DPT 3 yang
diberikan kepada anak usia 12-23 bulan sebanyak 91,2 dan untuk usia 24-
35 bulan sebanyak 92,7.
4. Polio
Berdasarkan tabel, imunisasi jenis Polio terbagi menjadi 4.
Pemberian imunisasi ini dibagi berdasarkan 2 golongan umur yaitu 12-23
bulan dan 24-35 bulan. Pemberian Polio1 pada anak usia 12-23 bulan
sebanyak 96,6 dan usia 24-35 bulan sebanyak 96,8. Polio2 pada anak usia
12-23 bulan sebanyak 97,3 dan usia 24-35 bulan sebanyak 96,1. Kemudian
Polio3 untuk anak usia 12-23 bulan sebanyak 94,5 dan usia 24-35 sebanyak
35

92,9. Terakhir adalah Polio4 yang diberikan untuk anak usia 12-23 bulan
sebanyak 86,7 dan usia 24-35 sebanyak 85,2.
5. Campak
Berdasarkan tabel diatas, imunisasi jenis Campak ini diberikan pada
anak usia 12-23 bulan dan 24-35 bulan. Dilihat dari sumber kartu imunisasi
pada usia 12-23 bulan sebanyak 66,9 dan dari pengakuan ibu sebanyak
19,0. Pesentase vaksinasi ini sebanyak 86,7. Kemudian untuk usia 24-35
bulan, berdasarkan kartu imunisasi sebanyak 59,7 dan pengakuan ibu
sebanyak 32,9. Persentase vaksinasi ini sebanyak 80,4.
6. Imunisasi dasar lengkap
Imunisasi dasar lengkap berdasarkan kartu imunisasi anak usia 12-23
bulan sebanyak 66,0 dan pengakuan ibu sebanyak 10,2. Persentase
vaksinasi sebanyak 68,2. Selanjutnya untuk anak usia 24-35 bulan
berdasarkan kartu imunisasi sebanyak 56,9 dan pengakuan ibu sebanyak
23,8. Persentase vaksinasi ini sebanyak 57,7.
7. Tidak pernah imunisasi
Berdasarkan tabel diatas, terdapat beberapa anak yang tidak pernah
melakukan imunisasi. Informasi ini didapat dari pengakuan ibu. Untuk
anak usia 12-23 bulan sebanyak 0,9 dan untuk usia 24-35 bulan sebanyak
1,3. Dari tabel diatas dapat diketahui jumlah anak dalam usia 12-23 bulan
sebanyak 418, informasi ini diambil berdasarkan kartu imunisasi dan
pengakuan ibu. Untuk anak usia 24-35 bulan informasi juga sama diambil
dari kartu imunisasi dan pengakuan ibu sebanyak 394.
C. Imunisasi Menurut Karakteristik Latar Belakang

Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang


menjadi ciri khas seseorang sedangkan karakteristik adalah ciri khusus,
mempunyai kekhususan sesuai dengan perwatakan tertentu. pendidikan adalah
proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk
36

tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup, proses sosial yakni
orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol
(khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat memperoleh atau
mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang
optimal. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting
dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik orang tua
dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan
anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya dan
sebagainya.
37

Tabel 4.3 Imunisasi menurut karakteristik latar belakang


HepB (saat
DPT lahir)1 HepB Polio2
Imunisasi Imunisasi
Imunisasi dasar dasar
dasar lengkap lengkap
lengkap tanpa polio-1 dengan
Karakteristik latar tanpa polio-1 dan dengan polio-1 dan Tidak pernah Jumlah
1
No. belakang BCG 1 2 3 0 1 2 3 1 2 3 4 Campak dan HepB HebB 2 HebB3 imunisasi anak
1. Jenis Kelamin
Lakin-laki 99,2 99,2 98,2 93,3 99,2 98,1 93,9 91,3 99,2 99,2 98,2 91,0 85,8 78,2 77,2 77,2 0,8 197
Perempuan 95,2 95,1 91,0 89,4 97,3 93,3 91,2 91,2 94,3 95,7 91,2 84,9 85,9 75,4 75,4 75,4 0,9 220
2. Urutan kelahiran
1 98,6 98,6 96,1 93,4 100,0 97,2 93,6 92,3 98,6 98,6 94,7 86,2 86,3 72,6 71,4 71,4 0,0 156
2-3 96,6 96,6 93,7 90,0 97,6 95,0 92,1 90,8 95,9 97,1 94,7 88,8 87,2 80,4 80,4 80,4 0,8 249
4-5 * * * * * * * * * * * * * * * * * 13
Daerah tempat
3. tinggal
Perkotaan 98,1 99,2 95,6 92,0 97,1 97,0 94,7 93,0 97,1 97,4 94,7 89,0 86,0 78,4 78,4 78,4 0,8 191
Perdesaan 96,2 95,3 93,4 90,6 99,1 94,3 90,7 89,8 96,2 97,3 94,4 86,8 85,7 75,3 74,4 74,4 0,9 227
4. Pendidikan ibu
Tidak tamat SD * * * * * * * * * * * * * * * * * 8
Tamat SD 96,1 96,1 90,5 88,9 98,1 96,1 92,7 91,1 96,1 96,1 90,5 85,0 82,4 74,9 74,9 74,9 1,9 102
Tidak tamat SLTA 98,4 98,4 96,0 91,3 100,0 95,4 92,7 92,7 98,4 98,4 95,8 88,3 87,8 74,8 74,8 74,8 0,0 141
Tamat SLTA 98,6 98,6 96,9 95,5 96,9 96,9 96,9 93,8 96,9 96,9 96,9 92,0 89,1 85,6 83,8 83,8 1,4 115
Perguruan tinggi (100,0) (95,8) (95,8) (89,2) (100,0) (95,8) (85,2) (85,2) (100,0) (97,3) (97,3) (85,5) (89,9) (74,1) (74,1) (74,1) (0,0) 52
5. Kuintil kekayaan
Terbawah (96,6) (96,6) (93,2) (85,6) (96,6) (92,9) (85,6) (85,6) (96,6) (96,6) (93,2) (81,5) (79,4) (64,1) (64,1) (64,1) (3,4) 58
Menengah bawah (97,6) (100,0) (97,4) (97,4) (97,6) (100,0) (100,0) (100,0) (97,6) (100,0) (97,4) (97,4) (83,2) (80,6) (80,6) (80,6) (0,0) 84
Menengah 94,6 94,6 93,2 93,2 98,6 94,6 93,2 91,5 94,6 96,6 93,2 87,7 91,4 84,6 82,8 82,8 1,4 113
Menengah atas 97,9 95,6 93,7 88,4 100,0 95,6 89,9 88,2 97,9 96,4 96,4 84,2 85,2 70,5 70,5 70,5 0,0 96
Teratas (100,0) (100,0) (94,8) (89,0) (97,1) (93,9) (91,5) (89,0) (97,1) (97,1) (91,5) (86,6) (86,3) (78,3) (78,3) (78,3) (0,0) 67

Jumlah 97,1 97,0 94,4 91,2 98,2 95,6 92,5 91,2 96,6 97,3 94,5 87,8 85,9 76,7 76,2 76,2 0,9 418

Sumber : Data SDKI Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019


Keterangan :
Catatan: Anak-anak dianggap telah menerima imunisasi apabila ditulis pada kartu imunisasi anak atau dilaporkan oleh ibu, Untuk anak
informasi imunisasi didasarkan pada laporan ibu, tanggal imunisasi tidak diketahui, Proporsi imunisasi sebelum umur 1 dan 2 tahun
diasumsikan sama dengan anak yang memiliki catatan tertulis.
38

Angka dalam kurung berdasarkan pada 25-49 kasus yang tidak tertimbang.
Tanda bintang (*) menunjukkan bahwa angka berdasarkan kurang dari 25 kasus tertimbang
1 Untuk anak yang sumber informasinya berdasarkan pengakuan ibu, anak dinyatakan telah memperoleh HB (saat lahir) apabila
imunisasi sebelum 24 jam setelah lahir, Untuk anak yang sumber informasi imunisasi berdasarkan catatan, anak dinyatakan telah
memperoleh imunisasi hepatitis B (saat lahir) apabila imunisasi tersebut tertulis dalam kartu yang mereka miliki, tanpa
mempertimbangkan kapan dosis tersebut diberikan.
2 Polio 1 adalah imunisasipolio yang diberikan pada saat usia 0-1 bulan
3 BCG, tiga dosis [DPT-HepB-Hib], empat dosis imunisasi polio, dan satu dosis [imunisasi yang mengandung vaksin campak].
39

1. Jenis kelamin
Berdasarkan tabel, pada bayi jenis kelamin laki-laki terdapat
presentase imunisasi BCG sebesar 99,2%, imunisasi campak 85,8%, dan
yang sama sekali tidak pernah imunisasi sebanyak 0,8%. Pada bayi jenis
kelamin perempuan terdapat presentase BCG sebesar 95,25, imunisasi
campak 85,9%, dan yang tidak pernah imuniasi sama sekali 0,9%.
Berdasrakan tabel jumlah bayi yang paling banyak mendapatkan imunisas
BCG dan campak adalah bayi perempuan.
2. Urutan kelahiran
Berdasarkan tabel, pada urutan kelahiran pertama terdapat presentase
bayi yang menerima imunisasi BCG sebesar 98,6% dan imunisasi campak
sebesar 86,3% dari 156 bayi. Pada urutan kelahiran 2-3 terdapat presentase
bayi yang menerima imunisasi BCG sebesar 96,6% dan imunisasi campak
sebesar 87,2% dari 249 bayi. Pada urutan kelahiran 4-5 terdapat presentase
bayi yang menerima imunisasi BCG sebesar 0% dan imunisasi campak
sebesar 0% dari 13 bayi.
3. Daerah tempat tinggal
Berdasarkan tabel, latar belakang daerah tempat tinggal
mempengaruhi imunisasi yang didapatkan ole bayi. Pada bayi yang
tinggal di daerah perkotaan terdapat presentase sebanyak 98,1% bayi
yang menerima imunisasi BCG dan sebanyak 78,45 yang mnerima
imunisasi campak dari 191 bayi. Pada bayi yang tinggal di daerah
pedesaan terdapat presentase sebanyak 96,25 bayi yang mendapat
imunisasi BCG dan 75,25 yang menerima imunisasi campak dari 227
bayi.
4. Pendidikan ibu
Berdarkan tabel dapat dilihat bahwa pendidikan ibu memepengaruhi
imunisasi yang akan didapatkan oleh bayi. Pada status pendidikan ibu
tidak bersekolah sebanyak 8 orang bayi tidak mendapatkan imunisasi
40

sama sekali. Jumlah presentase bayi paling banyak yang mendapat


imunisasi adalah ketika tingkat pendidikan ibu tidak tamat SLTA, dengan
jumlah 141 orang bayi.
5. Kuintil Kekayaan
Berdasarkan tabel, latar belakang kekayaan orang tua
mempengaruhi imunisasi yang akan didapat oleh bayi. Berdasarkan
kuintilkekakyaan terdapat 418 orang bayi yang mendapat imunisasi.
Presentase bayi paling banyak yang mendapat imunisasi adalah pada
kuintil kekayaan menengah dengan jumlah 113 bayi.
41

D. Kepemilikan dan Pengamatan Catatan Imunisasi Menurut Karakteristik


Latar Belakang
PengertianImunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu
penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan
terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang.
Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Kepemilikan
catatan imunasi digunakan untuk pendataan anak yang diimunisasi, hal ini
dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan anak. Berikut merupakan
tabel kepemilikan dan pengamatan catatan imunisasi menuru karakterisrik latar
belakang.
Tabel 4.4 Kepemilikan dan Pengamatan Catatan Imunisasi Menurut
Karakteristik Latar Belakang
Anak umur 12-23 bulan Anak umur 24-35 bulan
Persentase
Persentase dapat Persentase
No. kepemilikan menunjukan kepemilikan Persentase dapat
Karakteristik catatan catatan catatan menunjukan
latar belakang imunisasi1 imunisasi1 Jumlah imunisasi1 catatan imunisasi1 Jumlah

1. Jenis kelamin
Laki-laki 98,9 75,2 197 94,8 60,5 188
Perempuan 98,1 81,6 220 94,7 63,2 206

2. Urutan kelahiran
1 98,6 81,4 156 100,0 65,1 178
2-3 98,3 76,4 249 92,4 63,1 202
4-5 * * 13 * * 12
6+ * * 0 * * 1

3. Daerah tempat tinggal


Perkotaan 98,9 73,5 191 92,0 56,6 177
Perdesaan 98,1 82,9 227 97,0 66,3 217

4 Pendidikan Ibu
Tidak tamat SD * * 8 * * 19
Tamat SD 95,8 76,5 102 (89,4) (62,2) 76
Tidak tamat SLTA 98,5 78,8 141 96,5 63,2 159
Tamat SLTA 100,0 82,4 115 (96,6) (59,6) 89
Perguruan tinggi (100,0) (70,3) 52 (96,7) (68,1) 50

5. Kuintil kekayaan
Terbawah (96,6) (73,5) 58 * * 45
Menengah bawah (97,3) (89,8) 84 94,5 61,0 99
Menengah 100,0 83,1 113 (96,0) (63,9) 92
Menengah atas 100,0 73,1 96 98,1 61,7 92
Teratas (96,7) (69,1) 67 (95,5) (57,9) 65

Jumlah 98,5 78,6 418 94,8 61,9 394

Sumber : Data SDKI Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019


42

Keterangan :
1 Kartu imunisasi, KMS, buku KIA atau pencatatan lainnya.
Angka dalam kurung berdasarkan pada 25-49 kasus yang tidak tertimbang.
Tanda bintang (*) menunjukkan bahwa angka berdasarkan kurang dari 25 kasus
tertimbang
1. Jenis Kelamin
Berdasarkan tabel, bayi jenis kelamin laki-laki pada saat umur 12-23
bulan memiliki presentase kepemilikan catatan imunisasi sebesar 98,9%
dan presentase tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikan sebesar 75,2%
dari 97 orang bayi. Pada bayi dengan jenis kelamin laki-laki usia 24-35
bulan memiliki presentase kepemilikan catatan imunisasi sebesar 94,8%
dari 188 orang bayi. Pada bayi jenis kelamin perempuan pada saat umur
12-23 bulan memiliki presentase kepemilikan catatan imunisasi sebesar
98,1% dari 220bayi dan pada saat umur 24-35 bulan presentase
kepemilikan catatan imunisasi sebesar 94,7% dari 206 bayi.
2. Urutan kelahiran
Berdasarkan tabel, bayi dengan urutan kelahiran pertama pada saat
umur 12-23 bulan memiliki presentase kepemilikan catatan imunisasi
sebesar 98,6% dari 156 orang bayi. Dengan urutan kelahiran pertama usia
24-35 bulan memiliki presentase kepemilikan catatan imunisasi sebesar
100% dari 178 orang bayi. Pada bayi dengan urutan kelahiran 2-3 pada saat
umur 12-23 bulan memiliki presentase kepemilikan catatan imunisasi
sebesar 98,3% dari 249 bayi dan pada saat umur 24-35 bulan presentase
kepemilikan catatan imunisasi sebesar 92,4% dari 202 bayi.
3. Daerah tempat tinggal
Berdasarkan tabel, bayi yang tinggal di daerah perkotaan pada saat
umur 12-23 bulan memiliki presentase kepemilikan catatan imunisasi
sebesar 98,9% dari 191 bayi. Pada bayi yang tinggal di daerah perkotaan
usia 24-35 bulan memiliki presentase kepemilikan catatan imunisasi
sebesar 92,0% dari 177 bayi. Pada bayi yang tinggal di daerah pedesaan
43

pada saat umur 12-23 bulan memiliki presentase kepemilikan catatan


imunisasi sebesar 98,1% dari 227 bayi dan pada saat umur 24-35 bulan
presentase kepemilikan catatan imunisasi sebesar 97,0% dari 217 bayi.
4. Pendidikan ibu
Berdasarkan tabel, pada saat pendidikan ibu tidak tamat SD, terdapat
presentase kepemilikan bukti catatan imunisasi sebesar 8% saat umur bayi
24-35 bulan dari 19 bayi. Presentase kepemilikan bukti catatan imunisasi
paling sedikit adalah pada tingkat pendidikan ibu tidak tamat SD.
Presentase kepemilikan bukti catatan imunisasi paling banyak dalah pada
tingkat pendidikan ibu perguruan tinggi.
5. Kuintil kekayaan
Berdasarkan tabel, kuintil kekayaan orangtua bayi mempengaruhi
presentase kepemilikan bukti catatan imunisasi bayi. Presentase bukti
kepemilikan paling banyak adalah pada kuintil kekayaan menegah tasa,
yaitu sebesar 100% pada bayi umur 12-23 bulan dan 98,1% pada bayi umur
24-35. Presentase bukti kepemilikan paling sedikit dalah pada kuintil
kekayaan terbawah, yaitu sebesar 96,6% pada bayi umur 12-23 bulan dan
0% pada bayi umur 24-35 bulan.
E. Prevalensi dan Pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
ISPA adalah infeksi akut yang menyerang satu komponen saluran
pernapasan bagian atas. Bagian saluran pernapasan atas yang terkena bisa
meliputi hidung, sinus, faring, dan laring. Prevalensi yang dimaksud adalah
bagian studi epidemiologi yang membawa pengertian jumlah orang dalam
populasi yang mengalami penyakit, gangguan atau kondisi tertentu pada suatu
tempo waktu dihubungkan dengan besar populasi. Berikut tabel prevalensi dan
pengobatan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) Provinsi Jawa Tengah 2019
44

Tabel 4.5. Prevalensi dan Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Di antara balita
dengan gejala
Di antara balita: ISPA:
Persentase
No. Karakteristik balita dengan Jumlah Jumlah
latar belakang gejala ISPA1 Anak Anak

1. Umur anak (bulan)


<6 3,5 187 7
6-11 3,5 204 7
12-23 1,9 418 8
24-35 0,9 394 4
36-47 2,2 396 9
48-59 3,3 390 13

2. Jenis kelamin
Laki-laki 2,2 1.003 22
Perempuan 2,5 986 25

3. Status merokok ibu


Merokok * 16 0
Tidak merokok 2,4 1.973 47

Bahan bakar untuk


4.
memasak
Listrik atau gas 2,2 1,.546 34
Minyak tanah * 3 0
Kayu/jerami3 3,0 433 13
Tidak ada makanan yang
dimasak dalam rumah
tangga * 4 0
Tidak menjawab * 2 0

5. Daerah tempat tinggal


Perkotaan 2,4 862 20
Perdesaan 2,3 1.127 26

6. Pendidikan ibu
Tidak sekolah * 5 0
Tidak tamat SD (3,5) 58 2
Tamat SD 1,6 429 7
Tidak tamat SLTA 2,8 736 21
Tamat SLTA 2,8 532 15
Perguruan tinggi 1,0 228 2
45

7. Kuintil kekayaan
Terbawah 3,4 252 9
Menengah bawah 3,3 431 14
Menengah 1,2 519 6
Menengah atas 2,7 458 12
Teratas 1,6 329 5

Jumlah 2,3 1.989 47


Sumber Data : Data SDKI Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019
Keterangan :
Catatan: Jumlah termasuk 9 anak dengan informasi yang hilang pada bahan
bakar untuk memasak.
Tanda kurung menunjukan bahwa angka berdasarkan pada 25-49 kasus yang
tidak tertimbang.
Tanda bintang (*) menunjukkan bahwa angka berdasarkan pada kurang dari 25
kasus tidak tertimbang dan tidak ditampilkan.
1Gejala ISPA meliputi pernafasan pendek, cepat dan sulit bernafas yang
disertai dengan tarikan dinding dada.
2Termasuk saran dan pengobatan dari pemerintah, swasta, toko, pasar, dan
apotek, Tidak termasuk pengobatan tradisional.
3Termasuk rumput, semak, sisa tanaman.
1. Umur Anak (Bulan)
Dapat diketahui dari tabel tersebut bahwa presentase balita dengan
gejala ISPA terbesar yaitu pada anak berumur < 6 bulan dan 6-11 bulan
yaitu sama-sama sebesar 3,5%. Balita berumur < 6 bulan sebanyak 3,5
persen dari 187 anak yaitu berjumlah 7 anak. Balita berumur 6-11 bulan
sebanyak 3,5 persen dari 204 anak yaitu berjumlah 7 anak. Presentase
balita dengan gejala ISPA terkecil yaitu pada umur 24-35 bulan sebesar
0,9% dari 394 anak yaitu berjumlah 4 anak. Jumlah anak terbanyak berada
pada umur 48-59 bulan yaitu sebesar 13 anak, 3,3 persen dari 390 anak.
2. Jenis Kelamin
Dapat diketahui dari tabel tersebut bahwa presentase balita dengan
gejala ISPA terbesar yaitu pada anak berjenis kelamin perempuan sebesar
2,5% dari 986 anak yaitu berjumlah 25 anak mengalami gejala ISPA.
Balita berjenis kelamin laki-laki yang mengalami gejala ISPA berjumlah
46

2,2% dari 1,003 anak yaitu sebanyak 22 anak. Jumlah balita perempuan
lebih banyak mengalami gejala ISPA dibandingkan jumlah balita laki-laki.
3. Status Merokok Ibu
Dapat diketahui dari tabel tersebut bahwa presentase balita dengan
gejala ISPA terbesar yaitu pada anak yang memilki ibu tidak merokok
sebesar 2,4% dari 1.973 anak yang berjumlah 47 anak. Balita yang
memiliki ibu perokok tidak dapat dijelaskan karena angka yang didapat
berdasarkan pada kurang dari 25 kasus tidak tertimbang dan tidak
ditampilkan. Balita yang memiliki ibu perokok berjumlah 16 orang dan
tidak ada yang mengalami gejala ISPA.
4. Bahan Bakar Untuk Memasak
Dapat diketahui dari tabel tersebut bahwa presentase balita dengan
gejala ISPA terbesar yaitu pada balita yang pada tempat tinggalnya
menggunakan bahan bakar kayu/jerami (rumput, semak, sisa tanaman)
untuk memasak, sebesar 3% dari 433 sedangkan yang menggunakan listrik
atau gas memiliki presentase sebesar 2,2% dari 1.546 anak. Berdasarkan
jumlah anak yang terkena gejala ISPA lebih banyak yang menggunakan
listrik atau gas yaitu sejumlah 34 anak. Balita yang menggunakan
kayu/jerami sebagai bahan bakar untuk memasak di tempat tinggalnya
terdapat 13 balita yang mengalami gejala ISPA. Kategori minyak tanah,
tidak ada makanan yang dimasak dalam rumah tangga, dan tidak menjawab
tidak dapat dijelaskan karena angka berdasarkan pada kurang dari 25 kasus
tidak tertimbang dan tidak ditampilkan.
5. Daerah Tempat Tinggal
Dapat diketahui dari tabel tersebut bahwa presentase balita dengan
gejala ISPA terbesar yaitu pada balita yang tinggal pada perkotaan yaitu
sebesar 2,4% dari 862 anak. Balita yang bertempat tinggal pada pedesaan
memiliki presentase sebesar 2,3% dari 1.127 anak. Menurut jumlah balita
yang mengalami gejala ISPA yang bertempat tinggal di pedesaan lebih
47

banyak yaitu sebanyak 26 anak. Pada daerah perkotaan berjumlah 20 anak


saja.
6. Pendidikan Ibu
Dapat diketahui dari tabel tersebut bahwa presentase balita dengan
gejala ISPA terbesar yaitu pada balita yang memiliki ibu tidak tamat
pendidikan SD 3,5% dari 58 anak tetapi angka ini berdasarkan pada kurang
dari 25 kasus tidak tertimbang dan tidak ditampilkan. Presentase paling
kecil berada pada balita yang memiliki ibu tamat pendidikan perguruan
tinggi yaitu sebesar 1% dari 228 anak. Berdasarkan jumlah anak yang
memiliki balita dengan gejala ISPA tebanyak yaitu pada balita yang
memiliki ibu tidak tamat SLTA sebanyak 21 anak atau 2,8% dari 736
abnak. Balita yang paling sedikit mengalami gejala ISPA yaitu ada pada
balita yang memiliki ibu tidak tamat SD dan tamat perguruan tinggi yaitu
sebanyak 2 anak.
7. Kuintil Kekayaan
Dapat diketahui dari tabel tersebut bahwa presentase balita dengan
gejala ISPA terbesar yaitu pada keluarga yang memiliki kuintil kekayaan
terbawah yaitu sebesar 3,4% dari 252 anak. Presentase paling kecil yaitu
ada pada keluarga menengah sebesar 1,2% dari 519 anak. Berdasarkan
jumlah anak keluarga yang memiliki kuintil kekayaan menegah bawah
memiliki balita dengan gejala ISPA sebanyak 14 anak atau 3,3% daru 431
anak. Jumlah anak paling sedikit ada pada keluarga dengan kuintil
kekayaan teratas yaitu 5 anak atau 1,6% dari 329 anak.
F. Sumber Saran atau Pengobatan pada Anak Dengan Gejala ISPA
Infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA adalah infeksi yang
disebabkan oleh virus yang menyerang hidung, trakea (pipa pernapasan), atau
paru-paru. Bisa dikatakan ISPA merupakan infeksi yang mengganggu proses
pernafasan seseorang. ISPA menjadi penyakit yang gampang sekali menular.
Orang-orang yang mudah sekali terserang penyakit ini adalah mereka yang
48

memiliki kelainan sistem kekebalan tubuh, orang-orang berusia lanjut, dan


anak-anak pun rentan terhadap penyakit ini, karena sistem imun mereka belum
terbentuk sepenuhnya.
Pengobatan pada ISPA tidak perlu penangan yang khusus jika disebabkan
oleh virus. Namun jika gejala yang dirasakan makin memburuk, perlu adanya
konsultasi atau penanganan dari dokter. Berikut ini merupakan tabel sumber
saran atau pengobatan pada anak dengan gejala ISPA.
Tabel 4.6. Sumber Saran atau Pengobatan Pada Anak dengan Gejala ISPA

No. Persentase anak yang berobat menurut tiap jenis sumber


pelayanan

Di antara balita dengan gejala ISPA


Di antara balita dengan
1. Sumber yang berobat ke fasilitas atau tenaga
gejala ISPA1
kesehatan1

Jumlah anak 47 44
Sumber : Data SDKI Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019
Keterangan :
1
Gejala ISPA meliputi pernafasan pendek, cepat dan sulit bernafas yang disertai
dengan tarikan dinding dada.
Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa presentase anak yg berobat menurut
tiap jenis sumber pelayanan itu terbagi menjadi 2 kondisi. Diantara balita
dengan gejala ISPA dalam 2 minggu sebelum survei yaitu sebanyak 47%.
Diantara balita dengan gejala ISPA dalam 2 minggu sebelum survei yang
berobat ke fasilitas atau tenaga kesehatan adalah sebanyak 44%. Dari antara dua
jenis kondisi ini presentase terbanyak adalah kondisi dimana diantara balita
dengan gejala ISPA dalam dua minggu sebelum survei.
49

G. Prevalensi dan Pengobatan Demam


Masih banyaknya kasus demam typoid yang terjadi di Indonesia terutama
Usia anak-anak, yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan, yang
berdampak pada anak tidak masuk sekolah karena sakit, sehingga
mengakibatkan ketinggalan pelajaran sekolah, semua itu keterbatasan
informasi yang didapatkan. Salah satu upaya pencegahan demam typoid yakni
dengan memberikan pendidikan kesehatan pada anak SD. Informasi yang
terkait pencegahan dengan Pendidikan Kesehatan pada anak SD dapat
dilakukan dengan berbagai metode, selama ini hanya dengan metode ceramah
3 dimana anak fokus untuk mendengarkan. Salah satu upaya dalam
pencegahan penyakit typoid memberikan pengetahuan yang cukup baik tentang
penyakit typoid pada anak SD, untuk meningkatkan pengetahuan dengan cara
memberikan pendidikan kesehatan pada anak Sekolah Dasar. Pendidikan
kesehatan dapat dilaksanakan dengan banyak metode seperti diskusi, ceramah,
dan komik.
50

Tabel 4.7 Prevalensi dan pengobatan demam


Di antara anak balita: Di antara anak balita dengan demam:

No. Persentase
yang berobat Persentase Persentase Jumlah
Karakteristik
Persentase ke fasilitas atau balita balita anak
latar belakang Jumlah
balita dengan tenaga mendapat obat mendapat dengan
1
demam Anak kesehatan antimalaria antibiotik demam

1. Umur anak (bulan)

<6 21,7 187 * * * 40


6-11 38,5 204 (100,0) (0,0) (15,1) 79
12-23 29,2 418 94,1 0,0 22,6 122
24-35 29,9 394 90,1 0,0 19,0 118
36-47 26,0 396 92,8 0,0 11,6 103
48-59 25,7 390 96,4 0,0 24,8 100

2. Jenis kelamin

Laki-laki 28,0 1.003 91,6 0,6 18,3 281


Perempuan 28,5 986 92,3 0,0 18,2 281

3. Daerah tempat tinggal

Perkotaan 26,5 862 91,1 0,7 17,5 229


Perdesaan 29,6 1.127 92,5 0,0 18,8 333

4. Pendidikan ibu

Tidak sekolah * 5 * * * 0
Tidak tamat SD (34,1) 58 * * * 20
Tamat SD 30,7 429 88,3 0,0 17,2 132
Tidak tamat SLTA 28,9 736 90,9 0,0 18,1 213
Tamat SLTA 28,4 532 94,0 1,0 14,9 151
Perguruan tinggi 20,3 228 (97,0) (0,0) (32,6) 46

5. Kuintil kekayaan

Terbawah 27,5 252 (87,6) (0,0) (11,2) 69


Menengah bawah 29,9 431 91,7 0,0 14,8 129
Menengah 30,6 519 90,3 1,0 19,2 159
Menengah atas 28,2 458 94,7 0,0 24,2 129
Teratas 23,1 329 (95,1) (0,0) (18,4) 76

Jumlah 28,3 1.989 91,9 0,3 18,3 562

Sumber : Data SDKI Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019


Keterangan :
1Termasuk saran dan pengobatan dari pemerintah, swasta, toko, pasar dan
apotik, Tidak termasuk pengobatan tradisional.
Angka dalam kurung berdasarkan pada 25-49 kasus yang tidak tertimbang.
51

Tanda bintang (*) menunjukkan bahwa angka berdasarkan kurang dari 25 kasus
tertimbang

1. Umur anak
Berdasarkan tabel diatas untuk anak usia dibawah 6 bulan, persentase balita
dengan demam adalah 21,7 dengan jumlah anak 187, persentase yang berobat
ke fasilitas atau tenaga kesehatan sebanyak 0. Persentase balita mendapat obat
antimalaria adalah 0. Persentase balita mendapat antibiotic sebanyak 0 dan
jumlah anak dengan demam adalah 40. Untuk anak usia 6-11 bulan persentase
balita dengan demam adalah 38,5 jumlah anak 204. Persentase yang berobat
ke fasilitas atau tenaga kesehatan sebanyak 100,0. Persentase balita mendapat
obat antimalaria 0,0. Persentase balita mendapat antibiotic sebanyak 15,1 dan
jumlah anak dengan demam sebanyak 70. Untuk anak usia 12-23 bulan,
persentase balita dengan demam sebanyak 29,2 dengan jumlah anak sebanyak
418. Persentase yang berobat ke fasilitas atau tenaga kesehatan sebanyak 94,1.
Persentase balita mendapat obat antimalaria adalah 0,0. Persentase balita
mendapat antibiotic sebesar 22,6 dengan jumlah anak dengan demam
berjumlah 122. Untuk anak usia 24-35 bulan persentase balita dengan demam
sebanyak 29,9 dengan jumlah anak sebanyak 394. Persentase yang berobat ke
fasilitas atau tenaga kesehatan sebanyak 90,1. Persentase balita mendapat obat
antimalaria adalah 0,0. Persentase balita mendapat antibiotic sebesar 19,0
dengan jumlah anak dengan demam berjumlah 118. Untuk anak usia 36-47
bulan persentase balita dengan demam sebanyak 26,0 dengan jumlah anak
sebanyak 396. Persentase yang berobat ke fasilitas atau tenaga kesehatan
sebanyak 92,8. Persentase balita mendapat obat antimalaria adalah 0,0.
Persentase balita mendapat antibiotic sebesar 24,8 dengan jumlah anak
dengan demam berjumlah 103. Untuk anak usia 48-59 bulan persentase balita
dengan demam sebanyak 25,7 dengan jumlah anak sebanyak 390. Persentase
yang berobat ke fasilitas atau tenaga kesehatan sebanyak 96,4. Persentase
52

balita mendapat obat antimalaria adalah 0,0. Persentase balita mendapat


antibiotic sebesar 24,8 dari jumlah anak dengan demam berjumlah 100.
2. Jenis kelamin
Berdasarkan tabel diatas, jenis kelamin laki-laki untuk persentase balita
dengan demam sebanyak 28,0 dengan jumlah anak sebanyak 1003. Persentase
yang berobat ke fasilitas atau tenaga kesehatan sebanyak 91,6. Persentase
balita mendapat obat antimalaria adalah 0,6. Persentase balita mendapat
antibiotic sebesar 18,3 jumlah anak dengan demam berjumlah 281. Untuk
jenis kelamin perempuan persentase balita dengan demam sebanyak 28,5
dengan jumlah anak sebanyak 986. Persentase yang berobat ke fasilitas atau
tenaga kesehatan sebanyak 92,3 Persentase balita mendapat obat antimalaria
adalah 0,0. Persentase balita mendapat antibiotic sebesar 18,2 dengan jumlah
anak dengan demam berjumlah 281.
3. Daerah tempat tinggal
Berdasarkan tempat tinggal untuk yang tinggal di perkotaan persentase
balita dengan demam sebanyak 26,5 dengan jumlah anak sebanyak 862.
Persentase yang berobat ke fasilitas atau tenaga kesehatan sebanyak 91,1.
Persentase balita mendapat obat antimalaria adalah 0,7. Persentase balita
mendapat antibiotic sebesar 17,5 dengan jumlah anak dengan demam
berjumlah 229. Untuk anak yang tinggal di pedesaan persentase balita dengan
demam sebanyak 29,6 dengan jumlah anak sebanyak 1127. Persentase yang
berobat ke fasilitas atau tenaga kesehatan sebanyak 92,5. Persentase balita
mendapat obat antimalaria adalah 0,0. Persentase balita mendapat antibiotic
sebesar 18,8 dengan jumlah anak dengan demam berjumlah 333.
4. Pendidikan ibu
Berdasarkan tabel diatas, pendidikan ibu dimulai dari tidak sekolah
hingga perguruan tinggi. Untuk ibu yang tidak bersekolah terdapat 5 orang
dalam tabel. Selanjutnya ibu yang tidak lulus SD dengan persentase balita
dengan demam sebanyak 34,1 dengan jumlah anak sebanyak 58. Persentase
53

yang berobat ke fasilitas atau tenaga kesehatan tidak ada. Persentase balita
mendapat obat antimalarial tidak ada. Persentase balita mendapat antibiotic
tidak ada dengan jumlah anak dengan demam berjumlah 20. Untuk ibu yang
tamat SD persentase balita dengan demam sebanyak 30,7 dengan jumlah anak
sebanyak 429. Persentase yang berobat ke fasilitas atau tenaga kesehatan
sebanyak 88,3. Persentase balita mendapat obat antimalaria adalah 0,0.
Persentase balita mendapat antibiotic sebesar 17,2 dengan jumlah anak
dengan demam berjumlah 132. Untuk ibu yang tidak tamat SLTA persentase
balita dengan demam sebanyak 28,9 dengan jumlah anak sebanyak 736.
Persentase yang berobat ke fasilitas atau tenaga kesehatan sebanyak 90,9.
Persentase balita mendapat obat antimalaria adalah 0,0. Persentase balita
mendapat antibiotic sebesar 18,1 dengan jumlah anak dengan demam
berjumlah 213. Untuk ibu yang tamat SLTA persentase balita dengan demam
sebanyak 28,4 dengan jumlah anak sebanyak 532. Persentase yang berobat ke
fasilitas atau tenaga kesehatan sebanyak 94,0. Persentase balita mendapat obat
antimalaria adalah 1,0. Persentase balita mendapat antibiotic sebesar 14,9
dengan jumlah anak dengan demam berjumlah 151. Untuk ibu yang telah
menempu perguruan tinggi persentase balita dengan demam sebanyak 20,3
dengan jumlah anak sebanyak 228. Persentase yang berobat ke fasilitas atau
tenaga kesehatan sebanyak 97,0. Persentase balita mendapat obat antimalarial
adalah 0,0. Persentase balita mendapat antibiotic sebesar 32,6 dengan jumlah
anak dengan demam berjumlah 46.
5. Kuintil kekayaan
Berdasarkan tabel diatas kuintil kekayaan digolongkan mulai dari
terbawah hingga teratas. Untuk kuintil kekayaan terbawah persentase balita
dengan demam sebanyak 27,5 dengan jumlah anak sebanyak 252. Persentase
yang berobat ke fasilitas atau tenaga kesehatan sebanyak 87,6. Persentase
balita mendapat obat antimalaria adalah 0,0. Persentase balita mendapat
antibiotic sebesar 11,2 dengan jumlah anak dengan demam berjumlah 69.
54

Untuk golongan menengah bawah persentase balita dengan demam sebanyak


29,9 dengan jumlah anak sebanyak 431. Persentase yang berobat ke fasilitas
atau tenaga kesehatan sebanyak 91,7. Persentase balita mendapat obat
antimalaria adalah 0,0. Persentase balita mendapat antibiotic sebesar 14,8
dengan jumlah anak dengan demam berjumlah 129. Untuk golongan
menengah persentase balita dengan demam sebanyak 30,6 dengan jumlah
anak sebanyak 519. Persentase yang berobat ke fasilitas atau tenaga kesehatan
sebanyak 90,3. Persentase balita mendapat obat antimalaria adalah 1,0.
Persentase balita mendapat antibiotic sebesar 19,2 dengan jumlah anak
dengan demam berjumlah 159. Untuk golongan menengah atas persentase
balita dengan demam sebanyak 28,2 dengan jumlah anak sebanyak 458.
Persentase yang berobat ke fasilitas atau tenaga kesehatan sebanyak 94,7.
Persentase balita mendapat obat antimalaria adalah 0,0. Persentase balita
mendapat antibiotic sebesar 24,2 dengan jumlah anak dengan demam
berjumlah 129. Terakhir adalah golongan teratas persentase balita dengan
demam sebanyak 23,1 dengan jumlah anak sebanyak 329. Persentase yang
berobat ke fasilitas atau tenaga kesehatan sebanyak 90,1. Persentase balita
mendapat obat antimalaria adalah 0,0. Persentase balita mendapat antibiotic
sebesar 18,4 dengan jumlah anak dengan demam berjumlah 76.
55

H. Prevalensi dan Pengobatan Diare


Prevalensi diare dalam Riskesdas 2007 diukur dengan menanyakan
apakah responden pernah didiagnosis diare oleh tenaga kesehatan dalam satu
bulan terakhir. Responden yang menyatakan tidak pernah, ditanya apakah
dalam satu bulan tersebut pernah menderita buang air besar >3 kali sehari
dengan kotoran lembek/cair. Responden yang menderita diare ditanya apakah
minum oralit atau cairan gula garam. Prevalensi diare lebih banyak di perdesaan
dibandingkan perkotaan, yaitu sebesar 10% di perdesaan dan 7,4 % di
perkotaan. Diare cenderung lebih tinggi pada kelompok pendidikan rendah dan
bekerja sebagai petani/nelayan dan buruh yang dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
56

Tabel 4.8 Prevalensi dan pengobatan diare


Di antara anak balita: Di antara anak balita yang diare:
No. Persentase anak dibawa
Karakteristik ke fasilitas atau tenaga
latar belakang Presentase diare Jumlah anak kesehatan1 Jumlah anak yang diare

1. Umur anak (bulan)


<6 6,4 187 * 12
6-11 22,6 204 * 46
12-23 15,4 418 (67,8) 64
24-35 11,9 394 * 47
36-47 8,3 396 * 33
48-59 11,6 390 * 45

2. Jenis kelamin
Laki-laki 13,2 1.003 75,3 133
Perempuan 11,6 986 80,6 115

3. Sumber air minum2


Sumber air minum layak 12,7 1.715 78,3 217
Sumber air minum tidak
layak 11,1 274 * 31

4. Fasilitas jamban 3,4

Sendiri dengan 56ersam


septik 11,2 1.511 80,9 169
Sendiri tanpa 56ersam septik 15,5 157 * 24
Jamban 56ersama 20,8 127 * 26
Jamban cemplung (8,1) 55 * 4
Halaman/hutan * 13 * 2
Sungai/kolam/anak sungai 17,8 125 * 22
Lain-lain * 2 * 0

5. Daerah tempat tinggal


Perkotaan 11,2 862 76,8 96
Perdesaan 13,4 1.127 78,4 151

6. Pendidikan ibu
Tidak sekolah * 5 * 0
Tidak tamat SD (22,9) 58 * 13
Tamat SD 12,6 429 (88,1) 54
Tidak tamat SLTA 13,7 736 75,8 101
Tamat SLTA 12,4 532 (77,5) 66
Perguruan tinggi 5,8 228 * 13

7. Kuintil kekayaan
Terbawah 12,5 252 * 31
Menengah bawah 11,3 431 * 49
Menengah 15,1 519 (85,3) 78
Menengah bawah 14,1 458 (88,4) 65
Teratas 7,4 329 * 24

Jumlah 12,4 1.989 77,8 247

Sumber : Data SDKI Provinsi Jawa Tengah 2019


Keterangan :
Catatan: Termasuk 5 anak tanpa informasi fasilitas jamban.
Tanda kurung menunjukan bahwa angka berdasarkan pada 25-49 kasus yang
tidak tertimbang (unweighted).
Tanda bintang (*) menunjukkan bahwa angka berdasarkan pada kurang dari 25
kasus tidak tertimbang dan tidak ditampilkan.
57

1 Termasuk saran dan pengobatan dari pemerintah, swasta, toko, pasar


danapotik, Tidak termasuk pengobatan tradisional.
2 Lihat Tabel 2,1 untuk definisi kategori.
3 Fasilitas dikatakan layak apabila tidak digunakan bersama oleh dua atau lebih
rumah tangga.
4 Lihat Tabel 2,3 untuk definisi kategori.
1. Umur Anak (Bulan)
Dapat diketahui dari tabel tersebut bahwa presentase balita dengan
penyakit diare terbesar yaitu pada anak berumur 6-11 bulan yaitu sebesar
22,6%. Balita berumur 6-11 bulan sebanyak 22,6 persen dari 204 anak
yaitu berjumlah 46 anak. Presentase balita dengan penyakit diare terkecil
yaitu pada umur < 6 bulan sebesar 6,4% dari 187 anak yaitu berjumlah 12
anak. Jumlah anak terbanyak berada pada umur 12-23 bulan yaitu sebesar
46 anak, 15,4 persen dari 418 anak.
2. Jenis Kelamin
Dapat diketahui dari tabel tersebut bahwa presentase balita dengan
penyakit diare terbesar yaitu pada anak berjenis kelamin laki-laki sebesar
13,2% dari 1.003 anak yaitu berjumlah 133 anak mengalami penyakit
diare. Balita berjenis kelamin perempuan yang mengalami penyakit diare
berjumlah 11,6% dari 986 anak yaitu sebanyak 115 anak. Jumlah balita
perempuan lebih banyak mengalami penyakit diare dibandingkan jumlah
balita laki-laki.
3. Sumber Air Minum
Dapat diketahui dari tabel tersebut bahwa presentase balita dengan
penyakit diare terbesar yaitu pada anak yang memilki sumber air minum
layak sebesar 12,7% dari 1.715 anak yang berjumlah 217 anak. Balita
yang memiliki sumber air minum tidak layak sebesar 11,1% dari 274
anak sebesar 31 anak.
58

4. Fasilitas Jamban
Dapat diketahui dari tabel tersebut bahwa presentase balita dengan
penyakit diare terbesar yaitu pada balita yang menggunakan jamban
bersama, sebesar 20,8% dari 127 anak sedangkan yang menggunakan
jamban cemplung memiliki presentase sebesar 8,1% dari 55 anak.
Berdasarkan jumlah anak yang terkena penyakit diare lebih banyak yang
menggunakan jamban dengan tangka septik yaitu sejumlah 169 anak.
Balita yang buang air besar pada hutan terdapat 2 balita yang mengalami
penyakit diare. Kategori minyak tanah, tidak ada makanan yang dimasak
dalam rumah tangga, dan tidak menjawab tidak dapat dijelaskan karena
angka berdasarkan pada kurang dari 25 kasus tidak tertimbang dan tidak
ditampilkan.
5. Daerah Tempat Tinggal
Dapat diketahui dari tabel tersebut bahwa presentase balita dengan
penyakit diare terbesar yaitu pada balita yang tinggal pada pedesaan yaitu
sebesar 13,4% dari 1.127 anak. Balita yang bertempat tinggal pada
perkotaan memiliki presentase sebesar 11,2% dari 862 anak. Menurut
jumlah balita yang mengalami penyakit diare yang bertempat tinggal di
pedesaan lebih banyak yaitu sebanyak 151 anak. Pada daerah perkotaan
berjumlah 96 anak.
6. Pendidikan Ibu
Dapat diketahui dari tabel tersebut bahwa presentase balita dengan
penyakit diare terbesar yaitu pada balita yang memiliki ibu tidak tamat
pendidikan SD 22,9% dari 58 anak tetapi angka ini berdasarkan pada
kurang dari 25 kasus tidak tertimbang dan tidak ditampilkan. Presentase
paling kecil berada pada balita yang memiliki ibu tamat pendidikan
perguruan tinggi yaitu sebesar 5,8% dari 228 anak. Berdasarkan jumlah
anak yang memiliki balita dengan penyakit diare tebanyak yaitu pada
balita yang memiliki ibu tidak tamat SLTA sebanyak 101 anak Balita
59

yang paling sedikit mengalami penyakit diare yaitu ada pada balita yang
memiliki ibu tidak tamat SD dan tamat perguruan tinggi yaitu sebanyak
13 anak.
7. Kuintil Kekayaan
Dapat diketahui dari tabel tersebut bahwa presentase balita
dengan penyakit diare terbesar yaitu pada keluarga yang memiliki kuintil
kekayaan terbawah yaitu sebesar 12,5% dari 252 anak. Presentase paling
kecil yaitu ada pada keluarga teratas sebesar 7,4% dari 329 anak.
Berdasarkan jumlah anak keluarga yang memiliki kuintil kekayaan
menegah memiliki balita dengan penyakit diare sebanyak 78 anak.
Jumlah anak paling sedikit ada pada keluarga dengan kuintil kekayaan
teratas yaitu 24 anak.
I. Paket Garam Rehidrasi Oral (Oralit), Seng dan Pengobatan Diare Lainnya
Diare merupakan sebuah kondisi ketika pengidapnya melakukan buang
air besar (BAB) lebih sering dari biasanya. Selain itu, diare juga ditandai
dengan kondisi feses yang lebih encer dari biasanya. Penyakit ini biasanya
berlangsung selama beberapa hari dan dalam kasus tertentu bisa berlangsung
hingga berminggu-minggu. Dehidrasi merupakan gejala paling umum yang
menyertai diare. Pada anak-anak, diare dapat ditandai dengan jarang buang air
kecil, mulut kering, serta menangis tanpa mengeluarkan air mata. Pada keadaan
dehidrasi berat, anak dapat terlihat cenderung mengantuk, tidak responsif, mata
cekung, serta kulit perut yang dicubit tidak kembali dengan cepat. Sedangkan
tanda dehidrasi pada orang dewasa, antara lain kelelahan dan tidak bertenaga,
kehilangan nafsu makan, pusing, mulut kering, serta nyeri kepala.
60

Tabel 4.9. Pengobatan Diare

Oralit Pengobatan lainnya

Persentase anak-anak
dengan diare untuk siapa Larutan Gula
saran atau pengobatan Garam yang Oralit atau Perawatan
Karakteristik dicari dari fasilitas atau dibuat sendiri Oralit atau Minum lebih minum lebih Obat Obat anti- dirumah/lainy Tidak Tanpa Jumlah anak
No. latar belakang penyedia kesehatan1 Cairan oralit (LGG) LGG banyak banyak antibiotik motility Seng a Oralit dan seng terjawab pengobatan diare

1. Umur anak (bulan)


<6 50,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 13,0 0,0 0,0 36,4 0,0 0,0 50,6 12
6-11 66,6 18,4 11,2 29,6 34,6 50,8 4,2 0,0 37,7 33,2 8,5 0,0 20,9 46
12-23 47,7 24,6 17,6 29,4 38,9 53,2 2,3 0,0 40,1 34,2 15,4 0,0 21,2 64
24-35 61,0 49,6 29,3 54,5 65,4 85,9 3,7 9,0 44,7 36,1 25,6 0,0 0,0 47
36-47 49,5 42,3 14,7 42,3 47,9 59,4 4,6 5,6 30,4 55,9 18,9 0,0 10,9 33
48-59 60,2 19,7 14,0 29,3 64,6 73,9 0,0 0,0 40,8 50,8 4,4 3,7 4,8 45

2. Jenis kelamin
Laki-laki 53,2 29,2 17,9 34,7 47,5 60,5 4,9 2,8 30,4 39,5 13,8 0,0 12,5 133
Perempuan 60,1 27,6 15,4 34,1 46,7 61,5 1,5 2,0 45,5 41,4 13,7 1,5 16,1 115

3. Jenis Diare
Tanpa darah 55,4 28,0 16,8 34,3 45,7 60,1 3,5 1,6 35,6 41,3 12,7 0,7 14,8 237
Ada darah 78,9 37,9 15,9 37,9 80,8 80,8 0,0 22,0 78,9 19,2 37,9 0,0 0,0 10

Daerah tempat
4.
tinggal
Perkotaan 47,5 24,7 20,8 35,4 37,1 57,0 6,6 1,9 39,6 40,9 15,6 1,7 9,1 96
Perdesaan 62,1 30,8 14,1 33,9 53,5 63,5 1,3 2,8 36,0 40,1 12,6 0,0 17,4 151

5. Pendidikan ibu
Tidak tamat SD 66,2 47,8 32,9 47,8 50,8 66,2 0,0 0,0 83,1 83,1 47,8 0,0 16,9 13
Tamat SD 67,8 26,5 17,2 33,7 32,9 49,2 6,3 0,0 41,4 50,6 13,5 0,0 12,3 54
Tidak tamat SLTA 54,7 29,0 13,5 36,8 52,0 66,6 3,2 1,9 34,2 34,2 8,7 0,0 14,4 101
Tamat SLTA 53,0 28,6 21,3 33,4 48,0 61,2 2,4 3,4 37,3 34,9 17,4 2,5 12,0 66
Perguruan tinggi 29,9 11,8 0,0 11,8 60,2 60,2 0,0 13,8 0,0 29,9 0,0 0,0 28,1 13

6. Kuintilkekayaan
Terbawah 37,0 14,7 0,0 14,7 12,4 27,1 0,0 0,0 32,2 45,2 0,0 0,0 27,9 31
Menengah bawah 50,5 44,3 19,3 48,4 46,2 70,1 0,0 0,0 19,7 42,6 15,1 0,0 17,8 49
Menengah 66,9 25,0 16,1 30,9 51,1 62,8 10,5 4,8 34,1 42,4 9,6 0,0 10,8 78
Menengah atas 63,4 35,6 30,0 48,4 53,9 67,6 0,0 3,5 61,5 34,2 29,7 2,6 6,0 65
Teratas 41,3 6,4 0,0 6,4 63,1 63,1 0,0 0,0 26,2 40,2 0,0 0,0 21,6 24

Jumlah 56,4 28,4 16,7 34,4 47,1 61,0 3,3 2,4 37,4 40,4 13,7 0,7 14,2 247

Sumber: Data SDKI Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019


61

1. Umur anak
Berdasarkan tabel diatas, untuk anak usia kurang dari 6 bulan
persentase anak-anak dengan diare untuk siapa saran atau pengobatan
dicari dari fasilitas atau penyedia kesehatan sebanyak 50,0. Untuk
pengobatan cairan oralit sebesar 0,0. Larutan gula garam yang dibuat
sendiri sebanyak 0,0. Oralit atau LGG sebanyak 0,0. Pengobatan lainnya
dengan cara minum lebih banyak sejumlah 0,0 oralit atau minum lebih
banyak 0,0 obat antibiotic sebanyak 13,0 obat anti motility sebanyak 0,0
seng sebanyak 0,0 perawatan dirumah sebanyak 36,4. Oralit dan seng
sebanyak 0,0 tidak terjawab sebanyak 0,0 tanpa pengobatan sebanyak 50,6
dengan jumlah total anak sebanyak 12.
Usia anak 6-11 bulan persentase anak-anak dengan diare untuk siapa
saran atau pengobatan dicari dari fasilitas atau penyedia kesehatan
sebanyak 66,6. Untuk pengobatan cairan oralit sebesar 18,4. Larutan gula
garam yang dibuat sendiri sebanyak 11,2. Oralit atau LGG sebanyak 29,6.
Pengobatan lainnya dengan cara minum lebih banyak sejumlah 34,6 oralit
atau minum lebih banyak 50,8 obat antibiotic sebanyak 4,2 obat anti
motility sebanyak 0,0 seng sebanyak 37,7 perawatan dirumah sebanyak
33,2. Oralit dan seng sebanyak 8,5 tidak terjawab sebanyak 0,0 tanpa
pengobatan sebanyak 20,9 dengan jumlah total anak sebanyak 46.
Usia anak 12-23 bulan persentase anak-anak dengan diare untuk
siapa saran atau pengobatan dicari dari fasilitas atau penyedia kesehatan
sebanyak 47,7. Untuk pengobatan cairan oralit sebesar 24,6. Larutan gula
garam yang dibuat sendiri sebanyak 17,6. Oralit atau LGG sebanyak 29,4.
Pengobatan lainnya dengan cara minum lebih banyak sejumlah 38,9 oralit
atau minum lebih banyak 53,2 obat antibiotic sebanyak 2,3 obat anti
motility sebanyak 0,0 seng sebanyak 40,1 perawatan dirumah sebanyak
34,2. Oralit dan seng sebanyak 15,4 tidak terjawab sebanyak 0,0 tanpa
pengobatan sebanyak 21,2 dengan jumlah total anak sebanyak 64.
62

Usia anak 24-35 bulan persentase anak-anak dengan diare untuk


siapa saran atau pengobatan dicari dari fasilitas atau penyedia kesehatan
sebanyak 61,0. Untuk pengobatan cairan oralit sebesar 49,6. Larutan gula
garam yang dibuat sendiri sebanyak 29,3. Oralit atau LGG sebanyak 54,5.
Pengobatan lainnya dengan cara minum lebih banyak sejumlah 65,4 oralit
atau minum lebih banyak 85,9 obat antibiotic sebanyak 3,7 obat anti
motility sebanyak 9,0 seng sebanyak 44,7 perawatan dirumah sebanyak
36,1. Oralit dan seng sebanyak 25,6 tidak terjawab sebanyak 0,0 tanpa
pengobatan sebanyak 0,0 dengan jumlah total anak sebanyak 43.
Usia anak 36-47 persentase anak-anak dengan diare untuk siapa saran
atau pengobatan dicari dari fasilitas atau penyedia kesehatan sebanyak
49,5. Untuk pengobatan cairan oralit sebesar 42,3. Larutan gula garam
yang dibuat sendiri sebanyak 14,7. Oralit atau LGG sebanyak 42,3.
Pengobatan lainnya dengan cara minum lebih banyak sejumlah 47,9 oralit
atau minum lebih banyak 59,4 obat antibiotic sebanyak 4,6 obat anti
motility sebanyak 5,6 seng sebanyak 30,4 perawatan dirumah sebanyak
55,9. Oralit dan seng sebanyak 18,9 tidak terjawab sebanyak 0,0 tanpa
pengobatan sebanyak 10,9 dengan jumlah total anak sebanyak 33.
Usia anak 48-59 bulan persentase anak-anak dengan diare untuk
siapa saran atau pengobatan dicari dari fasilitas atau penyedia kesehatan
sebanyak 60,2. Untuk pengobatan cairan oralit sebesar 19,7. Larutan gula
garam yang dibuat sendiri sebanyak 14,0. Oralit atau LGG sebanyak 29,3.
Pengobatan lainnya dengan cara minum lebih banyak sejumlah 64,6 oralit
atau minum lebih banyak 73,9 obat antibiotic sebanyak 0,0 obat anti
motility sebanyak 0,0 seng sebanyak 40,0 perawatan dirumah sebanyak
50,8. Oralit dan seng sebanyak 4,4 tidak terjawab sebanyak 3,7 tanpa
pengobatan sebanyak 4,8 dengan jumlah total anak sebanyak 45.
63

2. Jenis kelamin
Berdasarkan tabel diatas, untuk jenis kelamin laki-laki persentase
anak-anak dengan diare untuk siapa saran atau pengobatan dicari dari
fasilitas atau penyedia kesehatan sebanyak 53,2. Untuk pengobatan cairan
oralit sebesar 29,2. Larutan gula garam yang dibuat sendiri sebanyak 17,9.
Oralit atau LGG sebanyak 34,7. Pengobatan lainnya dengan cara minum
lebih banyak sejumlah 47,5 oralit atau minum lebih banyak 60,5 obat
antibiotic sebanyak 4,9 obat anti motility sebanyak 2,8 seng sebanyak 30,4
perawatan dirumah sebanyak 39,5. Oralit dan seng sebanyak 13,8 tidak
terjawab sebanyak 0,0 tanpa pengobatan sebanyak 12,5 dengan jumlah
total anak sebanyak 133. Untuk jenis kelamin perempuan persentase anak-
anak dengan diare untuk siapa saran atau pengobatan dicari dari fasilitas
atau penyedia kesehatan sebanyak 60,1. Untuk pengobatan cairan oralit
sebesar 27,6. Larutan gula garam yang dibuat sendiri sebanyak 15,4. Oralit
atau LGG sebanyak 34,1. Pengobatan lainnya dengan cara minum lebih
banyak sejumlah 46,7 oralit atau minum lebih banyak 61,5 obat antibiotic
sebanyak 1,5 obat anti motility sebanyak 2,0 seng sebanyak 45,5 perawatan
dirumah sebanyak 41,4. Oralit dan seng sebanyak 13,7 tidak terjawab
sebanyak 1,5 tanpa pengobatan sebanyak 16,1 dengan jumlah total anak
sebanyak 115.
3. Jenis diare
Berdasarkan tabel diatas, jenis diare terbagi menjadi 2 yaitu diare
tanpa darah dan diare ada darah. Untuk diare tanpa darah persentase anak-
anak dengan diare untuk siapa saran atau pengobatan dicari dari fasilitas
atau penyedia kesehatan sebanyak 55,4. Untuk pengobatan cairan oralit
sebesar 28,0. Larutan gula garam yang dibuat sendiri sebanyak 16,8. Oralit
atau LGG sebanyak 34,3. Pengobatan lainnya dengan cara minum lebih
banyak sejumlah 45,7 oralit atau minum lebih banyak 60,1 obat antibiotic
sebanyak 3,5 obat anti motility sebanyak 1,6 seng sebanyak 35,6 perawatan
64

dirumah sebanyak 41,3. Oralit dan seng sebanyak 12,7 tidak terjawab
sebanyak 0,7 tanpa pengobatan sebanyak 14,8 dengan jumlah total anak
sebanyak 237. Jenis diare ada darah persentase anak-anak dengan diare
untuk siapa saran atau pengobatan dicari dari fasilitas atau penyedia
kesehatan sebanyak 78,9. Untuk pengobatan cairan oralit sebesar 37,9.
Larutan gula garam yang dibuat sendiri sebanyak 15,9. Oralit atau LGG
sebanyak 37,9. Pengobatan lainnya dengan cara minum lebih banyak
sejumlah 80,8 oralit atau minum lebih banyak 80,8 obat antibiotic
sebanyak 0,0 obat anti motility sebanyak 22,0 seng sebanyak 78,9
perawatan dirumah sebanyak 19,2. Oralit dan seng sebanyak 37,9 tidak
terjawab sebanyak 0,0 tanpa pengobatan sebanyak 17,4 dengan jumlah
total anak sebanyak 152.
4. Daerah tempat tinggal
Berdasarkan tabel diatas, daerah tempat tinggal dibagi menjadi
daerah perkotaan dan daerah pedesaan. Untuk daerah perkotaan persentase
anak-anak dengan diare untuk siapa saran atau pengobatan dicari dari
fasilitas atau penyedia kesehatan sebanyak 47,5. Untuk pengobatan cairan
oralit sebesar 24,7. Larutan gula garam yang dibuat sendiri sebanyak 20,8.
Oralit atau LGG sebanyak 35,4. Pengobatan lainnya dengan cara minum
lebih banyak sejumlah 37,1 oralit atau minum lebih banyak 57,0 obat
antibiotic sebanyak 6,613,0 obat anti motility sebanyak 1,9 seng sebanyak
39,6 perawatan dirumah sebanyak 40,9. Oralit dan seng sebanyak 15,6
tidak terjawab sebanyak 1,7 tanpa pengobatan sebanyak 9,1 dengan jumlah
total anak sebanyak 96. Untuk daerah pedesaan persentase anak-anak
dengan diare untuk siapa saran atau pengobatan dicari dari fasilitas atau
penyedia kesehatan sebanyak 62,1. Untuk pengobatan cairan oralit sebesar
30,8. Larutan gula garam yang dibuat sendiri sebanyak 14,1. Oralit atau
LGG sebanyak 33,9. Pengobatan lainnya dengan cara minum lebih banyak
sejumlah 53,5 oralit atau minum lebih banyak 63,5 obat antibiotic
65

sebanyak 1,3 obat anti motility sebanyak 2,8 seng sebanyak 36,0 perawatan
dirumah sebanyak 40,1. Oralit dan seng sebanyak 12,6 tidak terjawab
sebanyak 0,0 tanpa pengobatan sebanyak 17,4 dengan jumlah total anak
sebanyak 151.
5. Pendidikan ibu
Berdasarkan tabel diatas, pendidikan ibu terdiri dari tidak tamat SD
hingga jenjang perguruan tinggi. Untuk ibu yang tidak tamat SD persentase
anak-anak dengan diare untuk siapa saran atau pengobatan dicari dari
fasilitas atau penyedia kesehatan sebanyak 66,2. Untuk pengobatan cairan
oralit sebesar 47,8. Larutan gula garam yang dibuat sendiri sebanyak 32,9.
Oralit atau LGG sebanyak 47,8. Pengobatan lainnya dengan cara minum
lebih banyak sejumlah 50,8 oralit atau minum lebih banyak 66,2 obat
antibiotic sebanyak 0,0 obat anti motility sebanyak 0,0 seng sebanyak 83,1
perawatan dirumah sebanyak 83,1. Oralit dan seng sebanyak 47,8 tidak
terjawab sebanyak 0,0 tanpa pengobatan sebanyak 16,9 dengan jumlah
total anak sebanyak 13.
Pendidikan ibu tamat SD persentase anak-anak dengan diare untuk
siapa saran atau pengobatan dicari dari fasilitas atau penyedia kesehatan
sebanyak 67,8. Untuk pengobatan cairan oralit sebesar 26,5. Larutan gula
garam yang dibuat sendiri sebanyak 17,2. Oralit atau LGG sebanyak 33,7.
Pengobatan lainnya dengan cara minum lebih banyak sejumlah 32,9 oralit
atau minum lebih banyak 49,2 obat antibiotic sebanyak 6,3 obat anti
motility sebanyak 0,0 seng sebanyak 41,4 perawatan dirumah sebanyak
50,6. Oralit dan seng sebanyak 13,5 tidak terjawab sebanyak 0,0 tanpa
pengobatan sebanyak 12,3 dengan jumlah total anak sebanyak 54.
Pendidikan ibu tidak tamat SLTA persentase anak-anak dengan diare
untuk siapa saran atau pengobatan dicari dari fasilitas atau penyedia
kesehatan sebanyak 54,7. Untuk pengobatan cairan oralit sebesar 29,0.
Larutan gula garam yang dibuat sendiri sebanyak 13,5. Oralit atau LGG
66

sebanyak 36,8. Pengobatan lainnya dengan cara minum lebih banyak


sejumlah 52,0 oralit atau minum lebih banyak 66,6 obat antibiotic
sebanyak 3,2 obat anti motility sebanyak 1,9 seng sebanyak 34,2 perawatan
dirumah sebanyak 34,2. Oralit dan seng sebanyak 8,7 tidak terjawab
sebanyak 0,0 tanpa pengobatan sebanyak 14,4 dengan jumlah total anak
sebanyak 101.
Pendidikan ibu tamat SLTA persentase anak-anak dengan diare untuk
siapa saran atau pengobatan dicari dari fasilitas atau penyedia kesehatan
sebanyak 53,0. Untuk pengobatan cairan oralit sebesar 28,6. Larutan gula
garam yang dibuat sendiri sebanyak 21,3. Oralit atau LGG sebanyak 33,4.
Pengobatan lainnya dengan cara minum lebih banyak sejumlah 48,0 oralit
atau minum lebih banyak 61,2 obat antibiotic sebanyak 2,4 obat anti
motility sebanyak 3,4 seng sebanyak 37,3 perawatan dirumah sebanyak
34,9. Oralit dan seng sebanyak 17,4 tidak terjawab sebanyak 2,5 tanpa
pengobatan sebanyak 12,0 dengan jumlah total anak sebanyak 66.
Pendidikan ibu perguruan tinggi persentase anak-anak dengan diare
untuk siapa saran atau pengobatan dicari dari fasilitas atau penyedia
kesehatan sebanyak 29,9. Untuk pengobatan cairan oralit sebesar 11,8.
Larutan gula garam yang dibuat sendiri sebanyak 0,0. Oralit atau LGG
sebanyak 11,8. Pengobatan lainnya dengan cara minum lebih banyak
sejumlah 60,2 oralit atau minum lebih banyak 60,2 obat antibiotic
sebanyak 0,0 obat anti motility sebanyak 13,8 seng sebanyak 0,0 perawatan
dirumah sebanyak 29,9. Oralit dan seng sebanyak 0,0 tidak terjawab
sebanyak 0,0 tanpa pengobatan sebanyak 28,1 dengan jumlah total anak
sebanyak 13.
6. Kuintil kekayaan
Berdasarkan tabel diatas kuintil kekayaan digolongkan dari golongan
terbawah hingga teratas. Untuk golongan terbawah persentase anak-anak
dengan diare untuk siapa saran atau pengobatan dicari dari fasilitas atau
67

penyedia kesehatan sebanyak 37,0. Untuk pengobatan cairan oralit sebesar


14,7. Larutan gula garam yang dibuat sendiri sebanyak 0,0. Oralit atau
LGG sebanyak 14,7. Pengobatan lainnya dengan cara minum lebih banyak
sejumlah 12,4 oralit atau minum lebih banyak 27,1 obat antibiotic
sebanyak 0,0 obat anti motility sebanyak 0,0 seng sebanyak 32,2 perawatan
dirumah sebanyak 45,2 Oralit dan seng sebanyak 0,0 tidak terjawab
sebanyak 0,0 tanpa pengobatan sebanyak 27,9 dengan jumlah total anak
sebanyak 31.
Golongan menengah kebawah untuk persentase anak-anak dengan
diare untuk siapa saran atau pengobatan dicari dari fasilitas atau penyedia
kesehatan sebanyak 50,5. Untuk pengobatan cairan oralit sebesar 44,3.
Larutan gula garam yang dibuat sendiri sebanyak 19,3. Oralit atau LGG
sebanyak 48,4. Pengobatan lainnya dengan cara minum lebih banyak
sejumlah 46,2 oralit atau minum lebih banyak 70,1 obat antibiotic
sebanyak 0,0 obat anti motility sebanyak 0,0 seng sebanyak 19,7 perawatan
dirumah sebanyak 42,6. Oralit dan seng sebanyak 15,1 tidak terjawab
sebanyak 0,0 tanpa pengobatan sebanyak 17,8 dengan jumlah total anak
sebanyak 49.
Golongan menengah untuk persentase anak-anak dengan diare untuk
siapa saran atau pengobatan dicari dari fasilitas atau penyedia kesehatan
sebanyak 66,9. Untuk pengobatan cairan oralit sebesar 25,0. Larutan gula
garam yang dibuat sendiri sebanyak 16,1. Oralit atau LGG sebanyak 30,9.
Pengobatan lainnya dengan cara minum lebih banyak sejumlah 51,1 oralit
atau minum lebih banyak 62,8 obat antibiotic sebanyak 10,5 obat anti
motility sebanyak 4,8 seng sebanyak 34,1 perawatan dirumah sebanyak
42,4. Oralit dan seng sebanyak 9,6 tidak terjawab sebanyak 0,0 tanpa
pengobatan sebanyak 10,8 dengan jumlah total anak sebanyak 78.
Golongan menengah atas persentase anak-anak dengan diare untuk
siapa saran atau pengobatan dicari dari fasilitas atau penyedia kesehatan
68

sebanyak 63,4. Untuk pengobatan cairan oralit sebesar 35,6. Larutan gula
garam yang dibuat sendiri sebanyak 30,0. Oralit atau LGG sebanyak 48,4.
Pengobatan lainnya dengan cara minum lebih banyak sejumlah 53,9 oralit
atau minum lebih banyak 67,6 obat antibiotic sebanyak 0,0 obat anti
motility sebanyak 3,5 seng sebanyak 61,5 perawatan dirumah sebanyak
34,2. Oralit dan seng sebanyak 29,7 tidak terjawab sebanyak 2,6 tanpa
pengobatan sebanyak 6,0 dengan jumlah total anak sebanyak 63.
Golongan atas untuk persentase anak-anak dengan diare untuk siapa
saran atau pengobatan dicari dari fasilitas atau penyedia kesehatan
sebanyak 41,3. Untuk pengobatan cairan oralit sebesar 6,4. Larutan gula
garam yang dibuat sendiri sebanyak 63,1. Oralit atau LGG sebanyak 0,0.
Pengobatan lainnya dengan cara minum lebih banyak sejumlah 0,0 oralit
atau minum lebih banyak 26,2 obat antibiotic sebanyak 40,2 obat anti
motility sebanyak 0,0 seng sebanyak 0,0 perawatan dirumah sebanyak
36,4. Oralit dan seng sebanyak 0,0 tidak terjawab sebanyak 0,0 tanpa
pengobatan sebanyak 21,6 dengan jumlah total anak sebanyak 24.
J. Pemberian Makanan Selama Diare
Diare dapat menyerang siapa saja dan bisa bertahan selama beberapa
hari, sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari Makanan untuk diare sangat
berguna dalam membantu meredakan gejala encernya tinja dan frekuensi buang
air besar yang lebih sering dibanding biasanya. Dengan memilih makanan yang
tepat, diare bisa reda dan aktivitas kembali seperti semula.Penyebab diare ada
bermacam-macam, namun yang paling sering terjadi adalah kebiasaan buruk
yang kita lakukan, seperti mengonsumsi makanan yang tidak bersih dan
malas mencuci tangan. Hal ini membuat usus mengalami infeksi akibat virus,
bakteri, atau parasit yang masuk ke dalam perut sehingga tubuh terserang diare.
Diare juga dapat disebabkan oleh obat-obatan, intoleransi terhadap makanan
tertentu, keracunan makanan, dan kondisi peradangan pada usus
69

Tabel 4.10 Pemberian makan selama diare

Jumlah cairan yang diberikan Jumlah makanan yang diberikan


Presentase yang Presentase makan
diberi minum lebih yang dilanjutkkan
Karakteristik
No. Tidak banyak dan dan diberi oralit
latar belakang
Lebih Seperti Sangat Tidak Lebih Seperti Sangat Tidak diberi Tidak makanan dan atau minum Jumlah balita
1
banyak biasanya Kurang kurang Tidak ada tahu Jumlah banyak biasanya Kurang kurang ada makan tahu Jumlah dilanjutkan lebih banyak1 yang diare

1. Umur anak (bulan)


<6 * * * * * * * * * * * * * * * * * 12
6-11 * * * * * * * * * * * * * * * * * 46
12-23 (38,9) (52,2) (8,9) (0,0) (0,0) (0,0) (100,0) (3,5) (40,4) (43,2) (9,7) (0,0) (3,2) (0,0) (100,0) (29,3) (43,6) 64
24-35 * * * * * * * * * * * * * * * * * 47
36-47 * * * * * * * * * * * * * * * * * 33
48-59 * * * * * * * * * * * * * * * * * 45

2. Jenis kelamin
Laki-laki 47,5 47,9 2,9 0,0 1,7 0,0 100,0 7,9 41,9 35,4 6,3 3,1 5,4 0,0 100,0 42,9 55,9 133
Perempuan 46,7 44,9 8,4 0,0 0,0 0,0 100,0 5,0 33,9 52,0 5,6 0,0 3,4 0,0 100,0 43,1 56,4 115

3. Adanya darah dikotoran


Tidak ada darah dikotoran 45,7 47,7 5,7 0,0 0,9 0,0 100,0 6,9 39,9 40,6 6,2 1,7 4,7 0,0 100,0 41,4 55,1 237
Ada darah dikotoran * * * * * * * * * * * * * * * * * 10

4. Status menyusui
Menyusui 32,8 61,4 4,0 0,0 1,8 0,0 100,0 1,8 40,6 38,5 6,9 3,3 8,9 0,0 100,0 26,1 41,0 125
Tidak menyusui 61,7 31,4 6,9 0,0 0,0 0,0 100,0 11,4 35,7 47,8 5,1 0,0 0,0 0,0 100,0 60,1 71,5 123

5. Daerah tempat tinggal


Perkotaan 37,1 56,0 6,8 0,0 0,0 0,0 100,0 1,6 57,7 35,8 0,0 0,0 5,0 0,0 100,0 37,1 55,3 96
Perdesaan 53,5 40,4 4,6 0,0 1,5 0,0 100,0 9,7 25,8 47,8 9,8 2,7 4,2 0,0 100,0 46,7 56,7 151

6. Pendidikan ibu
Tidak tamat SD * * * * * * * * * * * * * * * * * 13
Tamat SD (32,9) (62,9) (0,0) (0,0) (4,1) (0,0) (100,0) (4,2) (26,4) (57,7) (8,1) (3,6) (0,0) (0,0) (100,0) (28,9) (45,1) 54
Tidak tamat SLTA 52,0 42,2 5,7 0,0 0,0 0,0 100,0 6,4 40,7 42,9 6,1 2,2 1,7 0,0 100,0 48,0 60,9 101
Tamat SLTA (48,0) (43,7) (8,3) (0,0) (0,0) (0,0) (100,0) (9,0) (45,6) (31,1) (0,0) (0,0) (14,3) (0,0) (100,0) (44,9) (58,1) 66
Perguruan tinggi * * * * * * * * * * * * * * * * * 13

7. Kuintil kekayaan
Terbawah * * * * * * * * * * * * * * * * * 31
Menengah bawah * * * * * * * * * * * * * * * * * 49
Menengah (51,1) (46,9) (2,0) (0,0) (0,0) (0,0) (100,0) (8,3) (32,6) (46,3) (0,0) (5,3) (7,5) (0,0) (100,0) (51,1) (62,8) 78
Menengah atas (53,9) (37,4) (8,6) (0,0) (0,0) (0,0) (100,0) (9,2) (43,8) (41,4) (2,9) (0,0) (2,6) (0,0) (100,0) (51,0) (62,1) 65
Teratas * * * * * * * * * * * * * * * * * 24

Jumlah 47,1 46,5 5,5 0,0 0,9 0,0 100,0 6,6 38,2 43,1 6,0 1,7 4,5 0,0 100,0 43,0 56,1 247

Sumber: Data SDKI Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019


70

1. Umur anak (bulan)


Dapat dilihat dalam data bahwa dalam pemberian makan minum
selama diare pada balita yang beusia >6 bulan – 59 bulan. Penanganan
khusus hanya dilakukan pada rentan usia 12 -23 bulan, dan pada usia
selain itu didak didapati penanganan khusus. Pada usia 12 – 23 bulan
penanganan pemberian cairan pada balita yang terkena diare
menggunakan 3 cara yaitu memberikan cairan lebih banyak dengan
presentase 38,9% pada balita usia 12-23 bulan, pemberian cairan biasa
dengan presentase 52,2% pada balita usia 12-23 bulan, dan pemberian
cairan kurang dengan presentase 8,9% padabalita usia 12-23 bulan. Selain
pemberiaan cairan penanganan pada balita yang berusia 12 – 23 bulan
yang terkena diare dengan memberikan makan pada balita, terdapat 4
perlakuan yang diberikan pada balita yang terkena diare yaitu
memberikan makan lebih banyak dengan presentase 3,5 %, memberikan
makanan seperti biasa dengan presentase 40,4%, memberikan makan
kurang dengan presentase 43,2%, memberikan makan sangat kurang
dengan presentase 9,7 % dan tidak memberikan makan dengan presentase
3,2 %. Total Presentase yang diberi minum lebih banyak dan makanan
dilanjutkan sebesar 29,3% dan presentase makan yang dilanjutkan dan
diberi oralite dan atau minum lebih banyak sebesar 43,6%. Total jumlah
balita yang menderita diare pada usia 12 -23 bulan sebanyak 64 balita.
2. Jenis Kelamin
Berdasarkan penanganan pemberian cairan menurut jenis kelamin
pada balita yang terkena diare pada tabel menunjukan bahwa pada balita
perempuan penanganan terbagi menjadi 4 bagian. Persentase dari
keempat bagian yaitu sebesar 47,5% lebih banyak, 47,9% seperti biasa,
2,9% kurang dan 1,7 % tidak ada. Perlakuan pemberian makanan pada
pasien diare balita perempuan menggunakan 4 perlakuan yaitu 7,9% lebih
banyak, 41,9% seperti biasa, 35,4% kurang, 6,3 % sanagt kurang, 3,1%
71

tidak tidak ada, dan 5,4 tidak diberi makan. Total Presentase yang diberi
minum lebih banyak dan makanan dilanjutkan sebesar 42,9% dan
presentase makan yang dilanjutkan dan diberi oralite dan atau minum
lebih banyak sebesar 55,9% dengan Jumlah balita perempuan yang
terkena diare sebanyak 133 balita.
3. Adanya darah dikotoran
Dilihat dari aspek keberadaan darah pada kotoran, didapatkan data
yang menunjukan adanya keberadaan darah saat diare pada anak-anak
yang disurvei sebanyak 10 anak, akan tetapi dalam penanganannya, tidak
ditemukan data yang menunjukan adanya perlakuan guna mengatasi hal
tersebut. Penangan justru dapat dilihat pada anak-anak yang tidak terdapat
darah saat diare. Penanganan tertinggi dari segi pemberian cairan terdapat
47,7% penderita diare diberikan perlakuan berupa dengan pemberian
makanan yang seperti biasa, bila dilihat dari segi pemberian makanan
presentase tertinggi berada diangka 40,6% yakni pada anak yang diberi
penguruangan pada makanan yang diberikan. Dan dari segi penanganan
terdapat 41,4% anak-anak penderita diare diberi perlakuan memberikan
air minum yang lebih banyak dari biasanya, 55,1% diberikan oralit
setalah makan dan diberi minum.
4. Status menyesui
Terbagi menjadi dua kelompok yakni kelompok anak yang
menysusi dan tidak menyusui. Dari data anak yang menyusui, terdapat
125 anak balita yang mengalami diare, dengan perlakuan yang beragam.
Perlakuan terdiri atas berbagai macam yakni dari segi pemberian cairan,
makanan, minuman, dan pemberian oralit. Dapat diketahui bahwa
kelompok balita menyusi yang diberikan perlakuan pemberian cairan
seperti biasa berada di tingkat persentase tertinggi yakni berada di nilai
61,4% anak, dan bila dilihat dari aspek pemberian makanan angaka
persentase tertinggia ada pada kelompok anak- anak menyusui diberi
72

perlakukan pemeberian makanan seprti biasanya. Dan dari keseluruhan


anak menyusui yang mengalami diare, terdapat 26,1% anak
diberiperlakuan pemberian cairan lebih kepada anaknya, dan sebanyak
41,0% diberi obat oralit. Dari kelopok anak yang tidak menyusui terdapat
123 anak yang terjangkit diare, dalam hal ini perlakuan ertinggi pada
pemberian cairan pada anak ada pada kelompok anak yang tidak
menyusui dengan diberi lebih banyak cairan dengan tingkat persentase
61,7% dan 47,8 anak yang diperlakukan pengurangan makanan, dan
untuk penanganan nya terdapat 46,7% anak diberi cairan , dan 56,7%
diberikan oralit.
5. Daerah tempat tinggal
Terbagi menjadi dua kelompok yakni kelompok anak yang dari
perdesaan dan perkotaan, bila dilihat dari asal perkotaan teradpat 96 anak
yang mengalami diare. Adapun dari segi pemberian cairan pada anak
dapat diketahui bahwa 37, 1% anak diberi cairan lebih dari biasanya, 56%
diberi cairan seperti biasanya, 4% diberikan cairan yang lebih sedikit dari
biasanya, dan dari segi pemberian makanan, terdapat 1,6% anak diberi
makanan lebih dari biasanya, 57,7% diberi makanan seperti biasa, 35,8%
diberi makanan lebih sedikit dari biasanya dan terdapat 5% anak tidak
diberi makan. Namun bila dilihat dari penanganan terdapat 37,1% anak
diberi cairan setelah makan, 55,3% diberi oralit setelah makan. Pada
kelompok anak pedesaan terdapat 151 anak yang mengalami diare,
sebanyak 53,5% anak diberi cairan lebih banyak dari pada biasanya,
40,4% diberi cairan sebanyak yang biasanya, 4,6% diberi cairan yang
lebih sedikit dari biasanya, dan terdapat 1,5% anak yang tidak diberi
cairan. Dari segi makanan terdapat 9,7% anak diberi makanan lebih
banyak dari biasanya, 25,8% anak diberi makan seperti biasanya, 47,8%
anak diberi makanan lebih sedikit dari biasanya. Dalam penanganannya,
73

46,7% anak diare diberi perlakuan berupa pemberian cairan setelah


makan, dan 56,7% anak diberi oralit setelah makan.
6. Pendidikan Ibu
Dapat diketahui berdasarkan data SDKI jawa tengah terdapat lima
pembagian kelompok, yakni kelompok anak dengan ibu yang
berpendidikan tidak tamat SD, tamat SD, tidak tamat SLTA, tamat SLTA,
dan Perguruan tinggi. Dari data dapat kita ketahui kelompok anak yang
menderita diare terbanyak terdapat pada kelompok anak yang memiliki
ibu berpendidikan tidak tamat SLTA, yakni sebanyak 101 anak. Bila
diliha dari segi pemberian cairan pada anak yang terserang diare untuk
kelompok anak dengan ibu yang tamat SD sebanyak 62,9% anak yang
terserang diare diberi cairan seperti biasanya, untuk kelompok anak
dengan ibu tidak tamat SMA, terbanyak 52% anak yang diare diberi
cairan lebih banyak dari biasanya, dan dari kelompok anak dengan ibu
berjenjang pendidikan tamat SLTA sebanyak 48% anak yang mengalami
diare diberi cairan lebih banyak dari biasanya. Bila melihat dari segi
pemberian makanan dari kelompok anak dengan ibu yang berpendidikan
tamat SD 57,7% anak yang diare diberi makanan lebih sedikit dari
biasanya, 42,9% anak dengan ibu tidak tamat SLTA anak yang
mengalami diare diberi makankan lebih sedikit dari biasanya, dan 45,6%
anak yang mengalami diare diberi asupan makanan seperti biasanya,
berdasarkan penanganan dari ketiga kelompok mayoritas melakukan
penanganan kepada anak yang terserang diare dengan memberikan oralit
setelah makan.
7. Kuintil Kekayaan
Dapat diketahui bahwa hanya terdapat 2 kelompok kuinthil
kekayaan yang memberikan penanganan kepada anak yang diare, yakni
kelompok anak dengan kekayaan menengah sebanyak 78 anak dan
menengah atas sebanyak 65 anak penderita diare, dalam hal pemberian
74

cairan,terdapat 51,1% anak dengan kekayaan menengah diberi cairan


lebih banyak dari biasanya, sebanyak 46,9% anak diberi cairan seperti
biasanya, dan 2% dari kelompok anak dengan kekayaan menengah diberi
cairan dengan lebih sedikit dari biasanya. Pada kelompok anak yang
berkekayaan menengah ke atas terdapat 53,9% anak yang diare diberi
cairan lebih banyak dari biasanya, 37,4% anak diberi cairan sebanyak
biasanya, dan 8,8% anak mendapat cairan yang lebih sedikit dari
biasanya. Dari segi pemberian makanan, dari kelompok anak yang
kekanyaannya menengah 8,3% anak diberi makanan lebih banyak dari
biasanya, 32,6% anak mendapat makanan seperti biasa, sebanyak 46,3
anak mendapat makan dengan jumlah yang lebih sedikit dari biasanya,
dan sisanya terdapat beberapa persen yang tidak diberi makanan dan tidak
tahu. Dari kelompok yang berkekayaan menengah keatas, terdapat 9,2%
anak mendapat makan lebih banyak dari biasanya, 43,8% anak yang
terserang diare mendapat makan seperti biasanya, 41,4% anak mendapat
pengurangan porsi makan. beradasarkan penanganan 51,1% anak dari
kelompok kuinthil menengah diberi cairan setelah makan, dan 62,8%
anak diberi oralit setelah makan, dari kelompok anak yang berkuinthil
menengah keatas 51% anak diberi cairan setelah makan, dan 62,1% anak
diberi cairan setelah makan.
K. Sumber Saran atau Pengobatan Pada Anak Diare
Diare merupakan sebuah penyakit di saat tinja berubah menjadi lembek
atau cair yang biasanya terjadi paling sedikit tiga kali dalam 24 jam. Sumber
pelayanan pengobatan dibedakan menjadi 4 sumber, pertama yaitu UKBM atau
Usaha Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat, kedua sektor pemerintah yaitu
fasilitas kesehatan yang diberikan langsung oleh pemerintah (rumah sakit
umum, puskesmas, bidan), ketiga sektor swasta yaitu sumber pelayanan
kesehatan yang tidak mendapat dana dari pemerintah atau bersifat mandiri
(Praktik dokter dan rumah sakit swasta), keempat sektor swasta lainnya seperti
75

warung ataupun dukun/paraji. Berikut adalah tabel Sumber Saran atau


Pengobatan pada Anak Diare.
Tabel 4.11 Sumber Saran atau Pengobatan Pada Anak Diare
Persentase anak yang berobat menurut tiap jenis sumber
pelayanan:
No. Sumber Di antara anak
diare yang dibawa
Di antara ke fasilitas atau Di antara balita diare yang
anak diare tenaga kesehatan diberi Oralit1

1. UKBM 0,0 0,0 (0,0)


Poskesdes/Polindes 0,0 0,0 (0,0)
Posyandu 0,0 0,0 (0,0)
Lainnya 0,0 0,0 (0,0)

2. Sektor pemerintah 24,8 31,9 (41,5)


Rumah sakit
pemerintah 0,0 0,0 (0,0)
Klinik pemerintah 0,8 1,0 (2,8)
Puskesmas 17,0 21,8 (30,8)
Klinik Berjalan 0,0 0,0 (0,0)
Bidan 2,0 2,6 (0,0)
Lainnya 0,0 0,0 (0,0)

3. Sektor swasta 44,8 57,7 (51,1)


Rumah sakit swasta 2,5 3,2 (5,6)
Klinik swasta 3,3 4,3 (2,5)
Praktik dokter umum 5,7 7,3 (8,1)
Praktik dokter spesialis
anak 8,0 10,3 (8,5)
Praktik bidan 20,6 26,5 (20,0)
Praktik perawat 0,0 0,0 (0,0)
Apotik 10,5 13,4 (8,8)
Lainnya 0,0 0,0 (0,0)

4. Sektor swasta lainnya 5,9 7,6 (2,5)


Warung/toko 5,0 6,5 (2,5)
Dukun/paraji 0,9 1,1 (0,0)

Lainnya 5,8 7,4 (9,1)

Jumlah anak 247 192 70


Sumber : Data SDKI Provinsi Jawa Tengah 2019
76

1. UKBM
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa sumber saran atau
pengobatan anak diare pada UKBM (Usaha Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat). Tidak ada anak diare yang mendapat sumber saran atau
pengobatan dari puskesmas, tidak ada anak diare yang dibawa kefasilitas
kesehatan dan tenaga kerja UKBM dan tidak ada balita diare yang diberi
oralit di UKBM. Posyandu dan Poskeddes merupakan contoh dari
UKBM.
2. Sektor Pemerintah
Dari tabel tersebut dapat diketahui presentase anak diare yang
mendapat sumber saran atau pengobatan dari sektor pemerintah sebesar
24,8%, anak diare yang dibawa ke fasilitas atau tenaga kesehatan sektor
pemerintah sebesar 31,9%, dan balita diare yang diberi oralit oleh sektor
pemerintah sebesar 30,8% tetapi angka ini berdasarkan pada 25-49 kasus
yang tidak tertimbang. Pada sektor pemerintah presentase anak diare yang
mendapat sumber saran atau pengobatan paling banyak yaitu dari
Puskesmas sebanyak 17%, diikuti dengan Bidan sebanyak 2% lalu paling
kecil pada klinik pemerintah sebesar 0,8%. Presentase anak diare yang
dibawa ke fasilitas atau tenaga kesehatan paling banyak yaitu dibawa ke
Puskesmas sebanyak 21,8 % lalu diikuti dengan bidan sebanyak 2,6%,
dan presentase paling kecil ada pada klinik pemerintah yaitu sebesar 1%.
Presentase balita diare yang diberi oralit paling banyak yaitu diberikan
dari puskesmas sebesar 30,8% lalu diikuti dengan klinik pemerintah
sebesar 2,8%, bidan tidak memberikan oralit kepada balita diare, angka
ini berdasarkan pada 25-49 kasus yang tidak tertimbang.
3. Sektor Swasta
Dari tabel tersebut dapat diketahui presentase anak diare yang
mendapat sumber saran atau pengobatan dari sektor swasta sebesar
44,8%, anak diare yang dibawa ke fasilitas atau tenaga kesehatan sektor
77

swasta sebesar 57,7%, dan balita diare yang diberi oralit oleh sektor
swasta sebesar 51,1% tetapi angka ini berdasarkan pada 25-49 kasus yang
tidak tertimbang. Pada sektor swasta presentase anak diare yang
mendapat sumber saran atau pengobatan paling banyak yaitu dari praktik
bidan sebanyak 20,6%, diikuti dengan Apotik sebanyak 10,5% lalu paling
kecil pada rumah sakit swasta sebesar 2,5%. Presentase anak diare yang
dibawa ke fasilitas atau tenaga kesehatan paling banyak yaitu dibawa ke
praktik bidan sebanyak 26,5 % lalu diikuti dengan apotik sebanyak
13,4%, dan presentase paling kecil ada pada rumah sakit swasta yaitu
sebesar 3,2%. Presentase balita diare yang diberi oralit paling banyak
yaitu diberikan dari praktik bidan sebesar 20% lalu diikuti dengan apotik
sebesar 8,8%, dan presentase paling kecil yaitu diberikan dari klinik
swasta sebesar 2,5%, angka ini berdasarkan pada 25-49 kasus yang tidak
tertimbang.
4. Sektor Swasta Lainnya
Dari tabel tersebut dapat diketahui presentase anak diare yang
mendapat sumber saran atau pengobatan dari sektor swasta lainnya
sebesar 5,9%, anak diare yang dibawa ke fasilitas atau tenaga kesehatan
sektor swasta lainnya sebesar 7,6%, dan balita diare yang diberi oralit
oleh sektor swasta lainnya sebesar 2,5% tetapi angka ini berdasarkan pada
25-49 kasus yang tidak tertimbang. Pada sektor swasta lainnya presentase
anak diare yang mendapat sumber saran atau pengobatan paling banyak
yaitu dari sumber pelayanan lainnya sebanyak 5,8%, diikuti dengan
warung/toko sebesar 5% lalu paling kecil pada dukun/paraji sebesar
0,9%. Presentase anak diare yang dibawa ke fasilitas atau tenaga
kesehatan paling banyak yaitu dibawa ke sumber pelayanan lainnya
sebanyak 7,4% lalu diikuti dengan warung/toko sebanyak 6,5%, dan
presentase paling kecil ada pada dukun/paraji yaitu sebesar 1,1%.
Presentase balita diare yang diberi oralit paling banyak yaitu diberikan
78

dari sumber pelayanan lainnya sebesar 9,1% lalu diikuti dengan


warung/toko sebesar 2,5%, dukun/paraji tidak memberikan oralit kepada
balita diare, angka ini berdasarkan pada 25-49 kasus yang tidak
tertimbang.
L. Pengetahuan Tentang Paket Oralit
Oralit adalah obat yang digunakan untuk mengatasi kondisi kekurangan
eletrolit dan mineral di dalam tubuh akibat dehidrasi yang terjadi akibat diare,
muntah kronis, hingga aktivitas fisik yang berlebihan. Pengetahuan tentang
paket oralit diperlukan dalam pengobatan diare, terutama bagi para ibu untuk
mengatasi anaknya yang mengalami diare. Berikut ini merupakan tabel
pengetahuan tentang paket oralit bagi para wanita.
79

Tabel 4.12 Pengetahuan tentang paket Oralit

Persentase ibu yang


Karakteristik Jumlah
No. mengetahui tentang
latar belakang wanita
paket Oralit

1. Umur
15-19 * 26
20-24 92,2 362
25-34 96,4 919
35-49 98,3 555

2. Daerah tempat tinggal


Perkotaan 96,0 803
Pedesaan 95,8 1.058

3. Pendidikan ibu
Tidak sekolah * 3
Tidak tamat SD (86,6) 57
Tamat SD 93,7 413
Tidak tamat SLTA 95,8 690
Tamat SLTA 97,5 499
Perguruan tinggi 99,2 199

4. Kuintil kekayaan
Terbawah 90,2 236
Menengah bawah 95,7 408
Menengah 94,6 491
Menengah atas 98,7 425
Teratas 98,8 301

Jumlah 95,9 1.861


Sumber :Data SDKI Provinsi Jawa Tengah 2019
Keterangan :
Catatan: Oralit = garam rehidrasi oral
Angka dalam kurung berdasarkan pada 25-49 kasus yang tidak tertimbang.
Tanda bintang (*) menunjukkan bahwa angka berdasarkan kurang dari 25 kasus
tertimbang
80

Berdasarkan tabel 4.13 presentase wanita yang mengetahui tentang paket oralit
menurut karakteristik latar belakang.
1. Umur
Dapat diketahui dari tabel tersebut bahwa presentase wanita yang
mengetahui tentang paket oralit terbesar menurut umur yaitu pada wanita
yang berumur 35 – 49 tahun sebesar 98,3% dari jumlah total 555 orang.
Wanita berumur 25 – 34 tahun dengan presentase 96,4% dari 999 orang.
Wanita berumur 20 – 24 tahun dengan presentase 92,2% dari 362
orang.Presentase wanita dengan pengetahuan tentang paket oralit terkecil
yaitu pada umur 15 - 19 tahun sebesar 0% dari 26 orang.
2. Daerah Tempat Tinggal
Dapat diketahui dari tabel bahwa presentase perbandingan antara
wanita yang mengetahui tentang paket oralit di daerah perkotaan dan di
pedesaan.Presentase wanita yang bertempat tinggal di perkotaanyang
mengetahui tentang paket oralit sebesar 96% dari 803 orang sedangkan
yang bertempat tinggal di pedesaan yaitu sebesar 95,8% dari 1.058 orang.
Dari hasil tersebut didapat presentase terbesar adalah dariibu yang
bertempat tinggal di perkotaan yaitu sebesar 771 orang.
3. Pendidikan ibu
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa presentase wanita yang
mengetahui tentang paket oralit terbesar adalah tamatan perguruan tinggi
sebesar 99,2% dari 199 orang. Jumlah presentase terbesar kedua adalah
97,5% dari 499 orang yaitu tamatan SLTA sedangkan wanita yang tidak
tamat SLTA, tamat SD, dan tidak tamat SD memiliki presentase sebesar
95,8% dari 690 orang, 93,7% dari 413 orang, dan 86,6% dari 57 orang.
Terdapat jumlah persentase terkecil yaitu ketika ibu tidak sekolah yaitu
sebesar 0% dari 3 orang.
81

4. Kuintil Kekayaan
Dapat diketahui dari tabel tersebut bahwa presentase wanita yang
mengetahui pengetahuan tentang paket oralit terbesar yaitu pada keluarga
yang memiliki kuintil kekayaan teratas yaitu sebesar 98,8% dari 301 orang.
Presentase paling kecil yaitu ada pada keluarga terbawah sebesar 90,2%
dari 236 anak. Jumlah presentase pada keluarga menengah bawah,
menengah dan menengah atas adalah 95,7% dari 408 orang, 94,6% dari
491 orang, dan 98,7% dari 425 orang.
M. Pembuangan Tinja Anak
Tinja adalah buangan sisa makanan yang tidak dicerna dan diserap tubuh.
Selain itu, terdapat pula sisa cairan tubuh yang digunakan untuk pencernaan
makanan dan pelepasan komponen saluran tubuh yang sudah tua, serta
komponen tubuh yang dilepaskan akibat penyakit tertentu. Oleh karena itu,
pemeriksaan tinja dapat digunakan untuk mendeteksi berbagai penyakit yang
terkait saluran cerna. Kerap kali pendistribusian tinja sembarangan, ke sungai
misalnya dapat mencemarkan sungai sedangkan sungai tersebut merupakan
sumber mata air yang digunakan sehari-hari sehingga hal ini dapat
menyebabkan penyakit, diare contohnya.
82

Tabel 9.13 Pembuangan tinja anak


Penanganan pembuangan tinja anak

Persentase
No.
Selalu Dibuang/ Dibuang/ Dibuang ke Tidak pembuangan
Karakteristik menggunakan disiram ke disiram ke tempat diapa- Tidak tinja balita
latar belakang jamban jamban Ditimbun selokan sampah Dikubur apakan Lainnya terjawab Jumlah yang aman1 Jumlah ibu

1. Umur anak (bulan)


0-1 (0,0) (79,3) (3,7) (8,7) (8,2) (0,0) (0,0) (0,0) (0,0) (100,0) (83,0) 51
2-3 (0,0) (39,2) (4,1) (23,4) (33,3) (0,0) (0,0) (0,0) (0,0) (100,0) (43,3) 47
4-5 (0,0) (57,3) (11,1) (17,0) (14,5) (0,0) (0,0) (0,0) (0,0) (100,0) (68,4) 84
6-8 1,5 55,0 2,0 5,7 35,8 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0 58,5 102
9-11 11,0 48,8 4,3 8,6 25,8 0,0 0,0 1,5 0,0 100,0 64,1 101
12-17 15,3 49,4 1,0 8,3 21,2 0,9 0,0 3,1 0,7 100,0 65,7 220
18-23 28,2 50,1 1,0 11,7 9,0 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0 79,3 188
6-23 16,3 50,4 1,7 9,0 20,6 0,3 0,0 1,4 0,3 100,0 68,4 611

2. Fasilitas jamban2
Sendiri - dengan tangki
septik
11,7 55,2 2,8 7,8 21,3 0,3 0,0 0,6 0,2 100,0 69,7 624
Sendiri - tanpa tangki
septik
(24,9) (53,8) (3,8) (10,6) (6,9) (0,0) (0,0) (0,0) (0,0) (100,0) (82,5) 60
Jamban bersama * * * * * * * * * * * 42
Jamban cemplung * * * * * * * * * * * 21
Halaman/ hutan * * * * * * * * * * * 3
Sungai/kolam/dan anak
sungai
* * * * * * * * * * * 42

3. Daerah tempat tinggal


Perkotaan 8,3 59,0 1,9 9,1 20,8 0,0 0,0 0,4 0,4 100,0 69,2 361
Perdesaan 16,0 46,8 3,9 12,0 19,2 0,5 0,0 1,6 0,0 100,0 66,7 432

4. Pendidikan ibu
Tidak tamat SD * * * * * * * * * * * 14
Tamat SD 16,0 51,4 2,3 15,1 14,0 1,3 0,0 0,0 0,0 100,0 69,7 165
Tidak tamat SLTA 11,6 52,3 3,4 12,1 18,3 0,0 0,0 2,4 0,0 100,0 67,2 289
Tamat SLTA 13,5 52,7 3,5 7,5 22,1 0,0 0,0 0,0 0,7 100,0 69,7 222
Perguruan tinggi 7,3 55,2 0,0 3,7 32,2 0,0 0,0 1,5 0,0 100,0 62,5 103

5. Kuintilkekayaan
Terbawah 13,5 45,2 5,8 21,0 10,4 2,0 0,0 2,0 0,0 100,0 64,5 103
Menengah bawah 15,6 51,1 2,5 12,7 16,5 0,0 0,0 1,5 0,0 100,0 69,2 155
Menengah 14,8 57,1 2,7 8,1 17,2 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0 74,7 218
Menengah atas 9,7 51,3 4,2 8,5 23,4 0,0 0,0 2,1 0,8 100,0 65,2 186
Teratas 8,2 53,0 0,0 7,6 31,2 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0 61,2 132

Jumlah 12,5 52,3 3,0 10,7 20,0 0,3 0,0 1,1 0,2 100,0 67,8 793

Sumber : Data SDKI Provinsi Jawa Tengah 2019


83

1. Umur anak
Berdasarkan tabel, persentase tertinggi pembuangan tinja anak yang
aman berdasarkan usia anak dalam bulan adalah ketika anak berusia 0-1
bulan. Persentase tertinggi ini sebesar 83,0%. Persentase terendah adalah
ketika anak berusia 2-3 bulan,dengan persentase sebesar 43,3%.
2. Fasilitas Jamban
Berdasarkan tabel, seluruh keluarga rumah tangga yang di data
sudah memiliki jamban sendiri. Rumah tangga yang menggunakan
jamban dengan septic tank memiliki persentase sebesar69,7%. Rumah
tangga yang menggunakan jamban tanpa septic tank memiliki persentase
sebesar 82,5%.
3. Daerah Tempat Tinggal
Berdasarkan tabel, rumah tangga yg tinggal di daerah perkotaan
memiliki kesadaran lebih tinggi akan penggunaan jamban dibandingkan
rumah tangga pedesaan. Pada rumah tangga perkotaan sebanyak 69,2%
pembuangan tinja balita sudah aman. Pada daerah pedesaan pembuangan
tinja balita yang sudah aman adalah sebesar 66,7%.
4. Pendidikan Ibu
Berdasarkan tabel, pendidikan ibu mempengaruhi presentasi
pembuangan tinja balita yang aman. Pada pendidikan ibu tamat SD
lumayan banyak yang membuang tinja balitanya ke selokan, yaitu sebesar
15,1%. Pada pendidikan ibu yang telah lulus perguruan tinggi, memiliki
tingkat kesadaran yang cukup besar, yaitu hanya 3,7% yang membuang
tinja balitanya ke selokan.
5. Kuintil Kekayaan
Berdasarkan tabel, kuintil Kekayaan rumah tangga mempengaruhi
presentasi pembuangan tinja balita yang aman. Pada kuintil Kekayaan
terendah terdapat sebesar 21,0% yang membuang tinja balitanya ke
84

selokan. Pada kuintil Kekayaan teratas presentasi yang membuang tinja


balitanya ke selokan cukup sedikit, yaitu sebesar 7,6%\
85

V. REKOMENDASI

1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Rekomendasi yang diberikan yaitu pemerintah daerah memperbanyak
fasilitas pelayanan kesehatan yang tersebar secara merata di setiap pelosok
daerah terutama pada daerah terpelosok/terkecil di wilayah tersebut, sehingga
tidak ada yang kesulitan lagi dalam meraih fasilitas layanan kesehatan, dan
kesehatan masyarakat pun akan terjamin. Rekomendasi ini berkaitan dengan
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, pada bab 4 pasal 14
dijelaskan bahwa “Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur,
menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya
kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat”. Penentuan jumlah dan
jenis fasilitas pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah
dengan mempertimbangkan sebagai berikut: pertama luas wilayah, kedua
kebutuhan kesehatan masyarakat, ketiga jumlah dan persebaran penduduk,
keempat pola penyakit, kelima pemanfaataannya, keenam fungsi sosial, dan
ketujuh kemampuan dalam memanfaaatkan teknologi, hal ini berdasarkan pada
UU no. 36 Tahun 2009 Pasal 35 Ayat (2).
2. Imunisasi
Rekomendasi yang diberikan selanjutnya yaitu pemerintah daerah dapat
menekankan/menggencarkan pentingnya imunisasi kepada anak supaya
tercegah dari penyakit yang rawan menyerang anak-anak, dan juga menurunkan
angka yang tidak ikut imunisasi. Rekomendasi ini berkaitan dengan Peraturan
Menteri Kesehatan No. 12 tentang penyelenggaraan imunisasi, pada pasal 5
ayat (1) dijelaskan “Imunisasi rutin dilaksanakan secara terus menerus dan
berkesinambungan”, dari sini bisa dijelaskan bahwa terdapat beberapa
imunisasi penting seperti imunisasi hepatitits B, tuberculosis, dan campak.
Tentunya jika akan melakukan imunisasi seharusnya pemerintah daerah sudah
menyiapkan anggaran dana dan menyediakan Dana Alokasi Kesehatan (DAK).

85
86

Peraturan Menteri Kesehatan juga sudah mengatur hal ini yaitu pada Peraturan
Menteri Kesehatan No. 2 Tahun 2019 tentang Petunjuk Operasional
Penggunaan Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Kesehatan, salah satunya yaitu
menyediakan peralatan pendukung imunisasi di puskesmas, hal ini juga kami
rekomendasikan supaya masyarakat tidak kebingungan akan melakukan
imunisasi dimana, tidak harus ke dokter spesialis anak.
3. Pengawasan Pada Bidang Kesehatan
Rekomendasi selanjutnya yaitu berkaitan dengan tenaga pengawasan di
bidang kesehatan, pemerintah daerah supaya lebih menegaskan agar tidak
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan di bidang kesehatan terjadi. Hal ini
berkaitan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2018 tentang
pengawasan di bidang kesehatan menurut Bab 1 Pasal 1 pengawasan di bidang
kesehatan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan. Tenaga pengawasan di bidang
kesehatan seharusnya diberi pelatihan secara intensif dan memenuhi syarat
yang disebutkan pada Pasal 10 ayat (1).
Ketiga rekomendasi tersebut diberikan supaya Provinsi Jawa Tengah
dalam bidang kesehatan bisa menjadi lebih baik lagi dengan mengevaluasi hasil
analisis data survey yang didapat. Fasilitas kesehatan bagi masyarakat juga bisa
lebih meningkatkan kualitasnya dan semakin diperhatikan oleh pemerintah
daerah yang ada. Pemerintah daerah juga selalu bisa mendukung
keberlangsungan fasilitas kesehatan yang ada pada daerah/wilayah tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Jayanty, Eri.2017. Hubungan Pertumbuhan Penduduk dengan Tujuan Pembangunan


Berkelanjutan di Sumatera. Jurnal Ekonomi Dan Kebijakan Publik Indonesia
Volume 4 Nomor 2 November 2017 E-ISSN. 2549-8355
Rahayu, Sabrina Umi. 2013. Hubungan Antara Perubahan Komposisi Penduduk Dan
Pembangunan Daerah Di Provinsi Bali. Journal of Economics and Policy. Jejak
6 (2) (2013): 103-213. DOI: 10.15294/jejak.v7i1.3596
Jamluddin, Adon Nasrullah. 2010. Sosiologi Pemangunan. Surakarta: TB. Rahma
Solo
Soeroso, Santoso. 2013. Mengarusutamakan Pembangunan Berwawasan
Kependudukan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2012. Grand Design
Pembangunan Kependudukan Tahun 2011-2035. Jakarta: BPS
Arfah Saleh. 2014. Glosarium istilah pemerintah. Jakarta: Kencana
Armansyah. 2011. Kependudukan teori, fakta dan masalah. Yogyakarta: Respublish
Fitri Nur. 2017. Demografi dalam model pertumbuhan ekonomi. Jurnal ekonomi dan
keuangan Vol 2(1): 19-23
Maqfur. 2016. Survey demografi dan kesehatan Indonesia. Jurnal ilmu dan riset
manajemen Vol 9(5): 10-19
Rahmawati. 2017. Faktor demografi, konflik kerja dan kepuasan perkawinan istri
bekerja. Jurnal ilmu keluarga Vol 21(1): 115-123
Soeroso. 2009. Mengarusutamakan pembangunan berwawasan kependudukan di
Indonesia. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC
Syihab. 2014. Ilmu pengetahuan sosial geografi. Jakarta: Stie Muhammadiyah.
Zakiah C. 2016. Kajian faktor demografi terhadap kepuasan pasien jaminan
kesehatan nasional. Jurnal farmasi sains Vol 2(3): 88-95.
Faqih. 2014. Mengurus surat-surat kependudukan. Jakarta: Kencana.
Hayati. 2016. Demografi dan kependudukan. Yogyakarta: Kanisius.
Feldman, Papalia Olds. 2009. Human Development. Jakarta: Salemba Humanika
Rusli, Said. 2010. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3ES
Faqihudin, Muhammad. 2009. Human Development Indeks (HDI) Salah Satu
Indikator Yang Populer Untuk Mengukur Kinerja Pembangunan Manusia.
Jurnal Kependudukan Indonesia Vol 12(1): 14-30
Vinod, Thomas. 2009. The Quality Of Growth. World Bank
Yuliani. 2016. Pendidikan Indonesia Dalam Human Development Indeks (HDI).
Jurnal Rontal Keilmuan PPKN Vol 2(2): 48-57
Noveria. 2017. Migrasi Berulang Tenaga Kerja Migran Internasional: Kasus pekerja
Migran Asal Desa Sukorejo Wetan, Kabupaten Tulungagung.Jurnal
Kependudukan IndonesiaVol 12(1): 25-38
Indraswari, R. 2017. Faktor-faktor yang memengaruhi penundaan kelahiran anak
pertama di wilayah perdesaan indonesia: analisis data sdki 2012. Jurnal
Kependudukan Indonesia Vol 12(1) : 1-12
Rofi. 2012. Kematian bayi menurut karakteristik demografi dan sosial ekonomi
rumah tangga di propinsi jawa barat (analisis data kor sdki 2007). Jurnal
Ilmu Kependudukan Vol 1(1): 327-335.
Rusli, Said. 2008. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3ES.
Soedjatmoko. 2005. Dimensi Manusia dalam Pembangunan. Jakarta: LP3ES.
Riandi. 2012. Analisis pergeseran konsentrasi penduduk Perkotaan dan proyeksi
kebutuhan standar Pelayanan minimal di kota sintang Tahun 2020.
Pontianak (ID). Universitas tanjungpura.
Pranadji. 2007. Gagasan pembangunan berbasis kualitas penduduk dan tata nilai
sosio-budaya. Forum penelitian agro ekonomivol 25 (2): 136 – 150.
Setyorini, Beti. 2012. Analisis kepadatan penduduk dan proyeksi kebutuhan
permukiman kecamatan depok sleman tahun 2010 – 2015. Surakarta (ID).
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Todaro, MP. 2008. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Ghalia
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai