Anda di halaman 1dari 15

Abstrak

Perang Suriah yang terjadi merupakan fenomena kompleks antar aktor-aktor yang

berada di negara tersebut. Terjadinya demonstrasi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok

oposisi kepada pemerintahan Bashar al-Assad membuat kekacauan menjadi semakin tidak

terkontrol akibat adanya korban jiwa atas penembakan senjata oleh pihak pemerintah.

Adanya peran dari negara-negara besar, Amerika Serikat dan Rusia menjadikan

kompleksnya permasalahan mengenai penggunaan persenjataan. Sikap dari pemerintahan

Bashar al-Assad dalam mencegah meluasnya konflik, memunculkan perkembangan konflik

bersenjata dan masuknya persenjataan yang berasal dari industri militer negara Amerika

Serikat maupun Rusia.

Kata Kunci: Bashar al-Assad, kelompok-kelompok oposisi, Amerika Serikat, Rusia,

Militer Industry Complex

Latar Belakang

Perang merupakan hal yang paling di hindarkan bagi setiap negara untuk terjadi di

zaman modern ini. Dimana ke khawatiran setiap negara akan timbulnya perang semakin tinggi

apabila telah terjadi chaos didalam negeri nya sendiri. Tetapi ada kalanya perang menjadi

sebuah tindakan yang menguntungkan bagi sebagian negara. Munculnya neo-liberalisme

menandakan bahwa adanya hubungan antara ekonomi dan pasar dengan perang menjadi tren

tersendiri bagi negara-negara maju. Ekspor senjata dari produsen senjata dari negara-negara

besar yang menjadi penyuplai utama persenjataan, memudahkan barang tersebut untuk masuk

ke wilayah negara yang berkonflik. Suriah menjadi tempat bagi negara-negara besar untuk

mempengaruhi aktor-aktor yang ada di negara tersebut untuk saling menciptakan konflik yang

tak ada hentinya. Adanya saling ketergantungan dan menguntungkan serta kebutuhan perlu
mengambil tindakan yang cepat apabila konflik telah terjadi di wilayah tersebut. Kebijakan

luar negeri negara-negara yang akan menunjukkan bagaimana negara negara tersebut

melakukan kerjasama dalam hal persenjataan militer.

Konflik di Suriah merupakan rencana dari negara-negara yang memiliki modal dalam

penjualan senjata (produsen) untuk menginginkan sebuah keuntungan dari terjadinya perang

tersebut. Perang sipil bersenjata di Suriah merupakan fakta yang terjadi atas perkembangan

dari industri militer. Amerika Serikat maupun Rusia dalam hal ini menjadi aktor ketiga setelah

Pemerintah Suriah Bashar al-Assad dan Kelompok-kelompok oposisi (demonstran,

pemberontak, dan jihadis). Peran pemerintahan dan kelompok-kelompok oposisi menjadi

sebuah alat bagi kepentingan negara-negara besar sebagai tempat menunjukkan bahwa

kompleks industri militer dapat menjadi dasar kepentingan ekonomi maupun kepentingan

politik negara-negara maju.

PEMBAHASAN

Perang di suatu negara antara pemerintah dan warga sipil tidak lepas adanya kontribusi

dari negara-negara besar yang ikut berperan dalam perkembangannya. Negara-negara besar

yang berperan tersebut antaralain adalaah Amerika Serikat dan Rusia. Dari kedua negara

tersebut ternyata memiliki keterlibatan dalam perang sipil di Suriah. Keterlibatan mereka

dalam konflik memiliki peran masing-masing bagi keduanya. Kepentingan kedua negara dalam

menjalankan Military Industrial Complex atau Kompleks Industri Militer ini telah mengarah

kepada perjuangan dari kepentingan nasional mereka masing masing. Hal ini sudah terlihat

dengan adanya perkembangan teknologi militer, keterlibatan peran dari biroktrat militer yang

berhubungan dengan pengusaha-pengusah hingga pemimpin dari sektor pertahanan mereka,

kepemilikan dalam setiap pengambilan keputusan belanja militer mereka telah membuat
kebijakan pemerintah mendapatkan keuntungan dalam sektor pertahanan hingga sektor

ekonomi sekalipun. Military Industrial Complex menggambarkan konfigurasi ataupun

pengaturan kepentingan yang terstruktur yang akan membawa perusahaan-preusahaan dan

militer kedalam sebuah hubungan yang erat dan saling menguntungkan satu sama lain. Military

Industrial Complex atau MIC lebih bertujuan dalam membuat sebuah ancaman keamanan pada

suatu negara, dengan menggunakan perkembangan teknologi senjata dari industri militer.

Dalam sebuah buku Llyod Jensen yang berjudul Explaining Foreign Policy menyatakan bahwa

Military Industrial Complex ada pada tahun 1957 oleh seorang ahli sosiologi yaitu C. Wright

Mills yang mempublikasikan karya ilmiahnya tentang panggilan atau julukan terhadap

kekuatan elit. Kekuatan elit menurut Mills terdapat tiga kelompok yang ikut terlibat dalam

menjaga pengeluaran besar tentara diantaranya militer, bisnis dan kepemimpinan politik (Mills,

Wright 1998). Seperti dalam pidato Einshower, Presiden Amerika Serikat ke-34 pada 17

Januari 1961 mengatakan bahwa kekayaan dan kekuatan militer bagi negara yang bebas

merupakan hal penting untuk melindungi dan memupuk kebebasan (Smart, Barry 2016).

Perkembangan militer dan produksi senjata setelah berakhirnya Perang Dingin,

merubah komponen dan unsur-unsur dari MIC hampir secara keseluruhan, tetapi tetap ada

perubahan dalam sebuah dampak yang mempengaruhi langsung. Dalam setiap perang sipil

disetiap negara pasti memiliki keterlibatan dari pemerintahan yang mengarah ke arah sektor

pereokonomian. Sehingga, perkembangan dari MIC tiap tahunya akan terus mengalami

peningkatan yang signifikan selama konflik terus menerus dan akan adanya kepentingan

Negara dalam pemasokan atau perdagangan senjata militer. Peningkatan permintaan dari

konsumen membuat teknologi ini akan terus berevolusi untuk mencapai kepuasan atau sesuai

kebutuhan yang akan digunakan. Sehingga akan memunculkan daya pacu untuk terus

berperang, selama keterlibatan dari negara-negara besar masih aktif. Hal ini membuat pengauh
dari MIC yang akan terus memberikan gesekan senjata dan bukan menjadi solutor di kawasan

Suriah.

Berdasarkan data yang didapat dari SIPRI, perusahaan terbesar yang bergerak dalam

industri militer adalah perusahaan yang berada di Amerika Serikat. Perusahaan-perusahaan

tersebut adalah Boeing, Lockheed Martin Corp., Northrop Gruman Crop., dan Raytheon.

Perusahaan itu pada tahun 2002 mendapatkan keuntungan lebih dari 500 juta dollar namun

setelah setaun kemudian keuntungan mereka mencapai kisaran 700 juta dikarenakan deklarasi

yang di buat oleh President Bush mengenai War On Terrorism (SIPRI 2015). Keuntungan yang

melesat tinggi dengan adanya peperangan di Kawasan Timur Tengah ini. Keberpihakan dari

Amerika Serikat dalam kebijakan luar negerinya yang melakukan intervensi ke negara Suriah

di tahun 2011 membuat Amerika leluasa dalam memasok senjata kepada yang membutuhkan.

Kepentingan dari para produsen yang memiliki kebijakan dalam menjual senjatanya, meraup

untung yang sangat besar. Hal tersebut efek dari adanya sinergi antara aktor konflik dan

produsen militer. Namun dibalik keuntungan yang besar bagi para produsen, disisi lain ada

penduduk sipil disana yang sangat menderita dari dampak kebijakan penjualan senjata,

Kehadiran Amerika Serikat di Suriah bukanlah suatu kebetulan belaka saja, dimana Amerika

Serikat bersimapati atas kejadian yang terjadi oleh masyarakat atau penduduk sipil Suriah,

Lebih dari itu, ternyata kepentingan sesungguhnya yang Amerika serikat inginkan yaitu dengan

Pemanfaatna sumber daya alam pada saat terjadinya revolusi mesir, hal ini merupakan sebuah

momentum yang besar dalam pemanfaatan sumber daya alam. Kepentingan negara Amerika

Serikat menjadi penting ketika telah tercapainya kepentingan Politik dan Ekonomi.

Dalam segi kepentingan politik terlihat jelas bahwa Amerika Serikat mendukung akan

geakan-gerakan yang dilakukan oleh individu dan kelompok oposisi, yaitu FSA dan SNC.

Keinginan menggulingkan dari pihak oposisi terhadap rezim pemerintahan Assad. Didukung
penuh oleh Amerika Serikat sehingga membuat langkah-langkah dan berbagai tindakan .

Dalam menggulingkan rezim Assad, menciptakan berbagai langkah atau seperangkat tindakan

dan cara telah dilakukan oleh Amerika Serikat demi memperoleh pengaruh di Suriah.

Pandangan Amerika Serikat dalam mendukung FSA dan SNC keduanya dianggap sebagai

kelompok yang berpotensi besar untuk mempengaruhi kondisi internal perpolitikan Suriah (

Bahar 2019 ). Dua kelompok tersebut membuka keterlibatan asing di Suriah karena sebagian

besar anggota SNC berdomisili di luar Suriah, sehingga dapat dilihat dari sudut pandang

internasional keduanya tidak dapat dinilai sebagai kelompok ekstrimis ataupun terroris yang

mana nantinya tidak akan membahayakan agenda Amerika Serikat dan Eropa di Suriah.

Dengan melihat hal tersebut kemungkinan mendapatkan peluang dukungan dari berbagai

negara Eropa yang akan terbuka bagi Amerika Serikat.

Unsur yang paling mempengaruhi kondisi suatu negara adalah warga negara itu

sendiri, dimana warga negara dapat mempengaruhi arah kebijakan atau keberlangsungan rezim

yang ada di negaranya dan pengaruh bisa kuat apabila setiap kelompok bersatu dalam kekuatan

yang kolektif. Disinilah SNC dan FSA beraliansi sesuai dorongan Amerika Serikat, Inggris,

Perancis dan negara Arab serta negara Eropa lainnya. Hal ini dapat dilihat sebagai sebuah

skenario yang sangat besar dalam menciptakan pengaruh di Suriah dengan modus yang

diterapkan di Irak yang didasarkan pada banyaknya kesamaan antara konflik Irak dengan

Suriah.

Dukungan terhadap kedua kelompok oposisi tersebut merupakan suatu instrument atau

alat untuk mencapai kepentingan politik yang ingin dicapai Amerika Serikat, sehingga dapat

membuka gerbang baru dengan tujuan-tujuan agenda baru Amerika Serikat di Suriah dan

negara-negara Timur Tengah lainnya. Tujuan relatifnya yaitu mengejar perekonomian yang

berkaitan dengan sumber daya alam (bahan mentah) dan dari segi keamanan dapat melakukan

pembendungan dari pengaruh Iran serta mengatisipasi kekuatan-kekuatan yang


membahayakan keberlangsungan negara Israel. Kemampuan Amerika Serikat dalam

menyediakan kemampuan militer yang mempuni seperti senjata, amunisi, kendaraan tempur,

kelengkapan perang canggih lainnya dalam mengimbangi kemajuan persenjataan yang di

miliki Assad, yang mana dipasok oleh Iran dan Rusia. Selain itu dalam diplomasi Amerika

Serikat melakukan pengaruh terhadap negara lain dengan pembentukan sebuah opini publik

yang mendorong terbentuknya “Friend of Syria” yang merupakan sebuah kumpulan negara-

negara yang memiliki kemampuan untuk mendukung oposisi dalam perundingan internasional

sehingga masa depan Suriah dapat dikuasai sesuai keinginan Amerika Serikat. (Bahar,Zulman,

N.d, as cited in Janisary. 2013, n.p)

Dilihat dari konsep yang diajukan Holsti kondisi yang terjadi di Suriah terdapat tiga

aspek untuk menjalakan setiap pengaruhnya. Pertama, adanya aspek tindakan, yang dapat

mempengaruhi negara atau kelompok lain. Hal ini telah terwujud dengan bantuan dan

dukungan yang diberikan oleh Amerika Serikat terhadap FSA berupa pendanaan, pelatihan,

informasi intelijen, suplai peralatan dan kelengkapan militer untuk berperang. Kedua, aspek

sumber, yang digunakan untuk memberikan pengaruh terhadap kekuatan militer yang lebih

kuat dibandingkan negara-negara lain serta memiliki pengaruh yang kuat dalam lobby terhaap

negara-negara sekutunya untuk terlibat di Suriah, keberadaan negara sekutu yang banyak

memili kemampuan dalam menunjang tercapainya tujuan Amerika Serikat di Suriah, karena

kemampuan tersebut telah dimobilisasi ke dalam golongan sumber daya. Ketiga, aspek

tanggapan yang mana telah mendapatkan dukungan penuh dari pihak FSA tetapi semua bentuk

bantuan tidak keseluruhan dapat diterima oleh rakyat Suriah dalam mendukung hal tersebut.

Ada pula tanggapan dari dunia internasional antara lain dukungan yang muncul dari Eropa dan

sekutu Arab, namun seperti sebelumnya terdapat penolakan dari pihak yang bertentangan

diantaranya negara Rusia, Iran dan China. Dilihat dari hal tersebut Amerika Serikat secara

keseluruhan belum mencapai pengaruh (kendalinya) terhadap Suriah. Bantuan yang diberikan
oleh Amerika Serikat terhadap Suriah ini ternyata belum bisa memback-up pihak oposisi

dalam hal mengganti rezim yang berkuasa .

Pada kepentingan yang lainnya yaitu kepentingan Ekonomi, Amerika Serikat sebagai

negara kapitalis yang sangat maju di sektor indsutri telah menjadi konsumsi bahan bakar fosil

terbesar dunia seperti minyak bumi dan gas. Departemen Luar Negeri Amerika Serikat

menggambarkan semenanjung Arabia sebagai berikut: “Suatu sumber besar bagi kekuasaan

strategis dan hadiah material terbesar dalam sejarah dunia”. Dalam pandangannya Amerika

Serikat menyadari bahwa persediaan minyak di kawasan tersebut merupakan sarana untuk

mengendalikan dunia dan mempertahankan peradaban mereka (Wadidi, Farid 2019).

Amerika Serikat memiliki strategi lain dalam mempertahankan dirinya berkancah di

Timur Tengah yaitu sebagai penjamin mengontrol keberlangsungan negara Israel. Keberadaan

Israel menyita banyak perhatian dan menguras negara-negara Arab dengan konflik yang selalu

dimunculkan olehnya, sehingga Amerika Serikat dapat selalu hadir dan leluasa ikut terlibat.

Oleh karena itu Amerika Serikat dapat mempertahankan kepentingannya sendiri maupun

kepentingan Israel. Dalam kaitan Amerika Serikat dengan Suriah sebenarnya tidak ada kaitan

secara langsung mengenai kepentingan ekonomi pada sumber daya alam, karena Suriah masih

tergolong kecil dibanding cadangan minyak di Kawasan negara Arab lainnya. Negara kapitalis

seperti Amerika Serikat memiliki pemikiran decision maker, yang mana minyak lebih berharga

jika di banding nyawa manusia. Anggapan tersebut terjadi akibat kebutuhan dalam negeri yang

sangat tinggi akan bahan bakar penggerak industri mereka. Namun di Suriah bukan melihat

dari sisi cadangan minyak dan gas tetapi lebih kepada keberadaan yang strategis sebagai

”Jantung Timur Tengah” dan akan lebih mudah untuk mengontrol Kawasan lainnya apabila

telah dikuasai, karena jalur penghubung minyak dari Negara Irak dan Iran harus melewati

Suriah terlebih dahulu untuk menuju laut Mediterania yang akan di kirim ke benua Eropa dan

Negara Amerika Serikat. (Bahar, Zulman 2019).


Ada tiga alasan kepentingan Ekonomi yang dibuat oleh Amerika Serikat jika Suriah

telah dikuasai. Pertama, krisis air bersih di negara Israel, Israel diharuskan mencari solusi

dalam hal memenuhi kebutuhan air bersih, yang paling memungkinkan suplai didapat berasal

dari negara Turki. Sebagai negara yang tergolong kaya akan air itu memungkinkan bisa dicapai,

karena Turki merupakan salah satu sekutu Amerika Serikat sehingga dapat mudah untuk di

dikte dalam membantu Israel. Namun yang menjadi masalah adalah saluran air yang harus

melalui negara Suriah terlebih dahulu. Sedangkan Suriah selama ini tidak bersahabat dengan

Israel maupun Amerika Serikat. Sehingga hal ini menjadi sebuah rencana dari alasan

kepentingan ekonomi bagi Amerika Serikat untuk menguasai Suriah agar tujuan tersebut dapat

terpenuhi.

Kedua, Peran sentral Suriah dalam hal pipa gas di Timur Tengah merupakan faktor

kunci sebagai target imperialisme Barat terutama Amerika Serikat. Dimana banyak jalur pipa

minyak dan gas yang harus melalui Negara Suriah dan juga menjadi tempat transit jalur

perdagangan minyak di Kawasan Timur Tengah. Dilihat dari lokasi yang strategis seperti

dataran yang landai menjadikan jalur yang sangat efektif sebagai jalur pipa minyak bumi dan

gas. Keberadaan kerjasama pipa gas antara Iran, Irak dan Suriah sebelumnya akan memberikan

dampak buruk bagi Suriah. Karena penguasaan terhadap Suriah oleh Amerika Serikat

berdampak kepada dua Negara lainnya yaitu Iran dan Irak karena kendali monopoli Amerika

Serikat merusak kerjasama antara ketiga Negara tersebut termasuk dampak terhadap negara

Eropa lainnya.

Ketiga, adanya penemuan sumber energi baru yaitu cekugan mediterania yang

mengandung cadangan gas terbesar didunia. Dari hal tersebut Suriah sudah menjadi satu-

satunya negara yang menjadi produsen minyak dan gas diantara negara-negara pesisir Laut

Mediterania.
Dari tiga alasan tersebut semuanya adalah kepentingan ekonomi yang menjadi motif

atau pola yang dibuat oleh Amerika Serikat dalam mendukung pihak oposisi Suriah. Tuntutan

tiada henti yang dirasakan oleh Amerika Serikat dalam hal kebutuhan sumber daya (minyak

dan gas) membuat sebuah tindakan yang harus maksimal dalam menghadapi setiap konflik

mengenai Suriah ini dan pasti segala cara akan ditempuh agar tidak mengalami kehancuran

bagi ekonomi Amerika Serikat diantranya bidang perindustrian. Sikap yang dilakukan Amerika

Serikat merupakan pilihan paling logis dalam mendukung kelompok oposisi (FSA dan NC)

untuk menjatuhkan atau menggantikan dengan rezim yang baru dan yang lebih kooperatif

terhadap Amerika Serikat.

Pertentangan antara kelompok oposisi dan pemerintahan Suriah yang terjadi bukan

hanya melibatkan perannan dari Amerika Serikat saja namun peranan Negara Rusia pun ikut

terlibat dalam perang sipil yang terjadi di Suriah dan memberikan dukungan terhadap

pemerintahan Suriah dalam melawan kelompok pemberontak (oposisi) yang didukug oleh

Amerika Serikat, Inggris dan Perancis. Rusia dibawah rezim Vladimir Putin terlihat membantu

pihak pemerintahan Suriah untuk memberikan bantuan dan dukungan militer. Putin pun

menegaskan mendukung penuh terhadap rezim Bashar al Assad yang merupakan pemimpin

sah dan pemerintahan yang legal sehingga mendapatkan dukungan. “Pada Maret 2011 terdapat

pelajar yang berumur 9 tahun hingga 15 tahun menuliskan slogan mengenai anti-pemerintahan

yang berisikan keinginan rakyat untuk menuntut turunnya rezim yang berkuasa. Namun dalam

menyikapi demonstran ini, Suriah melakukan tindakan militer yang berujung pada penekanan

masyarakat.” (Saputra G, 2018, as cited in Muti’ah, 2012, p. 269).

Sebenarnya konflik yang terjadi sudah dari tahun 2001, demonstrasi terhadap

pemerintahan Bashar Al-Assad dikarenakan adanya penerapan emergency law yang

memberikan aturan mengenai pembatasan terhadap publikasi untuk mencegah bentuk

komunikasi masyarakat, dan mencegah pertemuan publik yang dapat mengancam keamanan
dan ketelibatan umum di dalam pemerintahan Suriah. Emergency Law ini sebenarnya telah

diterapkan oleh pemerintahan Hafiz Al-Assad namun karena tidak adanya perubahan yang

signifikan oleh Bashar Al-Assad untuk menjadi lebih demokratis hal tersebut menjadi pemicu

terjadinya demonstrasi.

Diawali pada tanggal 25 maret 2011, demonstrasi di kota Daraa dalam menuntut

mundur rezim Bashar Al-Assad mengakibatkan 20 demonstran terbunuh. Demonstrasi ini

menyebar ke kota kota dan pelosok Suriah karena terlibatnya kelompok-kelompok militan dan

pemberontak (BBC 2019). Dari hal teresebut terdapat kelompok-kelompok yang terlibat yaitu

(1) Pendukung Pemerintahan Bashar Al-Assad yaitu Hizbullah dan Islam yang bermahzab

Syiah, (2) Kelompok Opsisi diantaranya Free Syrian Army (FSA), Syrian National Counil

(SNC) dan Syrian National Council for Opposition and Revolutionary Forces (SNCORF), dan

(3) Kelompok jihadis seperti Jabha, al-Nusrah, Liwa’ al-Tauhid, al-Harakah al-Fajr al-

Islamiyah, Ahrar al-Sham kateb, Ahrar Souria, Halab al-Shahba, Dar al-Ummah, Liwa Jaish

Muhammad, Lliwa’ al-Nasr, Liwa’ Dar al-Islam dan ISIS (Wadrianto, Glori 2019).

Dari sisi lain, pihak Rusia telah memberikan bantuan militer. Hal ini diperkuat dengan

adanya hubungan antara pemerintahan Rusia dan Suriah sebelumnya, walaupun Suriah telah

mengalami embargo tapi hal tersebut tidak membuat Rusia menghentikan pasokan senjatanya.

Keterlibatan Rusia dalam perang sipil Suriah membuktikan bahwa ada kerjasama disegi

militer. “Rusia memveto kebijakan dewan keamanan PBB terhadap Suriah yang dianggap

melakukan pelangggaran Hak Asasi Manusia dalam rentang perang sipil yang terjadi di Suriah.

Keputusan Rusia ini juga diikuti oleh China yang bertolak belakang dengan keputusan Amerika

Serikat, Inggris, dan Perancis” (Saputra G 277).

Keterlibatan Rusia dalam perang sipil di Suriah ini memiliki faktor-faktor penting,

dengan adanya peran Rusia yang sudah memliki hubungan bilateral yang dinamis sebelumnya
dengan Suriah, membuat hubungan bilateral tersebut berupa pasokan alat utama sistem senjata

(alutsista). Tindakan tersebut lebih dipergunakan atau mengarah, untuk melawan para

pemberontak dan oposisi. Faktor-faktor yang melatar belakangi Rusia yaitu adanya pemberian

fasilitas militer Rusia terhadap pemerintahan Suriah. Kerjasama fasilitas militer ini dijalin pada

tahun 2012, hal tersebut membuat Rusia menjadi pelindung serta pemasok senjata ke Suriah.

“Rusia ini menjaga pemerintahan al-Assad di Tartus yang merupakan satu-satunya pelabuhan

Mediterania. Ini menunjukkan adanya peranan Rusia dalam membantu pemerintahan Suriah

dengan memberikan fasilitas militer” (Brammer),

Dalam penggunaan tersebut menggunakan senjata kimia oleh al-Assad yang membuat

posisi Putin semakin sulit, tetapi tidak masalah selama orang orang Rusia di tanah Suriah tidak

menjadi actor secara langsung dalam tindakan agresif al-Assad. Sehingga Putin akan tetap terus

mendukung Bashar al-Assad di Damaskus. Adanya sebuah tindakan dari Rusia dalam

fasilitasnya dengan meluncurkan sebuah senjata kimia di Suriah.

Putin membuat perubahan besar dalam menyediakan pasukan hingga senjata seperti

halnya (1) memperluas fasilitas pelabuhan Ruisa di pangkalan laut di Tartus dan lapangan

penerbangan di selatan Latkia, (2) menyebarkan 3 hingga 4 Su-27 fighters, 12 Su-24 strike

fighters, 12Su-10 close support fighters, dan pchela-1T UAVs, (3) menyediakan R-166-0,5

HF/VHF sebuah kendaraan komunikasi suara dan data yang tahan lama dan akurat, (4) Senjata

Artileri baru, (5) menyebarkan enam buah tank atau lebih seperti T-90, 35 atau BTR-82A/B,

AFV dengan 30mm cannon turret, (7) menyebarkan prefabricated housing hingga 2000 tentara,

(8) menyebarkan sistem pertahanan udara berbasis SA-22 dan mengerahkan 200 marinir dan

housing sebanyak 1.500 personel dilapangan terbang dekat rumah keluarga al-Assad

(Cordesman).
Faktor lain dari tindakan Rusia pada perang sipil Suriah ditujukan untuk kelompok-

kelompok terorisme yang ada di Suriah seperti al-Qaeda dan ISIS. Putin menyatakan bahwa

sekitar dari 2.000 pejuangnya dari Rusia bekas Uni Soviet berada di wilayah Suriah untuk

melawan para kelompok-kelompok pemberontak maupun jihadis tersebut. Keterlibatan pihak

lain dalam perang sipil di Suriah ini menimbulkan perkembangan konflik yang semakin parah.

Sebagai contoh sebelumnya Pasalnya al-Qaeda dan ISIS serta ada kelompok lainnya Jabath al-

Nursa dan Omar al-Sishani membuat Putin menunjukkan kemampuannya untuk menghadapi

gerakan radikal disana yang menentang pemerintahan Bashar al-Assad.

Melihat situasi itu, Rusia memberikan penekanan pada kelompokk pemberontak

maupun oposisi dengan mengerahkan militernya tidak lain memiliki alasan utama yang kuat,

sebagaimana yang dinyatakan oleh Putin berikut ini.

“Putin said We act based on the United Nations Charter, i.e. the fundamental

principles of modern international law, according to which this or thate type of

aid, including military assistance, can and must be provided exclusively to the

legitimate government of one country or another, upon its consent or request,

or upon the decision of the United Nations Security Council.” (RT 2015).

Penekanan yang dilakukan terus digaungkan oleh Rusia untuk upaya melawan para

terorisme di daerah Timur Laut Damaskus, karena telah terkepung dan diberi ultimatum untuk

menerima aturan negara atau segera keluar dari wilayahnya. Upaya yang dilakukan ini

menghasilkan hasil yang signifikan dalam mengurangi para pemberontak dan teroris. Kontrol

penjualan senjata militer menggunakan kebijakan dan kesepakatan antar negara dalam politik

untuk meningkatkan pengaruh negara rusia dan menegaskan dalam upaya tujuan kebijakan

politik luar negerinya. Dari hal tersebut kita dapat melihat bahwa campur tangan Rusia ini

memberi arti yang sebenarnya dalam mempengaruhi permasalahan negara lain dengan
menggunakan instrument penjualan senjata. Dampak yang dapat dilihat dalam pemanfaatan

teknologi militer Rusia di Suriah mendapatkan hasil yang memuaskan bahkan tujuan tujuan

seperti strategi keamanan nasional dari agenda yang dibuat oleh Rusia pun mendapatkan

pengaruh kepada negara-negara yang mencari alternative teknologi militer.

KESIMPULAN

Perang yang terjadi di Suriah menjadikan sebuah kerugian bagi masyarakat yang berada

di Suriah. Demonstrasi dari masyarakat yang menjadi pemicu perang ini terjadi disesali oleh

pendemo (kelompok demonstran) yang merasa telah melukai negeri sendiri. Disisi lain peran

dari negara besar pun membuat wilayah Suriah ini menjadi sebuah arena untuk pembuktian

dari negara-negara besar.

Perkembangan teknologi militer dari Amerika Serikat dalam konflik Suriah ini

merupakan keberhasilan yang sangat menguntungkan dalam segi ekonominya. Keberhasilan

dalam mensinergikan hubungan pengusaha dan birokrat militer serta pemerintahan Amerika

Serikat menjadi hal yang menakutkan bagi negara-negara di Timur Tengah, karena hal tersebut

(MIC) memberikan dampak yang membahayakan apabila hal tersebut terus berlanjut.

Kepentingan ekonomi Amerika Serikat lebih dominan dibandingkan kepentingan politiknya di

Timur Tengah ini, karena selain dari penjualan senjata, Amerika Serikat pun telah menginvasi

sebagian wilayah di Suriah untuk mengelola minyak dan gas alam yang terkandung di Kawasan

tersebut, dengan tujuan untuk menunjang kebutuhan teknologi di negaranya.

Lain hal dengan Rusia, dukungan yang diberikan kepada pemerintahan Bashar al-Assad

memiliki ciri khas tersendiri, karena sebenarnya bantuan yang di berikan tidak memiliki

kepentingan ekonomi dari pihak negara Rusia. Hal tersebut dibuktikan dari hutang Negara

Suriah yang belum pernah melunasi fasilitas militer yang dipasok oleh Rusia. Oleh karena itu

jelas kepentingan nasional dari negara Rusia adalah ingin menjadikan negaranya focus pada
bergaining power di Kawasan Timur Tengah. Dampak bantuan berupa fasilitas senjata militer

yang diberikan kepada pemerintahan Bashar al-Assad mendapatkan kecaman di dunia

Internasional, karena mempergunakan senjata kimia saat meredam kelompok-kelompok

pemberontak di Suriah. Namun Rusia tidak menganggapnya karena hal tersebut aktor

utamanya ada pada pihak Bashar al-Assad.

Sehingga melihat dari hal tersebut kepentingan dua negara dalam pandangan kompleks

militer industri ternyata memiliki kepentingan nasional yang memiliki perbedaan pada tujuan

akhirnya. Amerika Serikat lebih mengutamakan untuk keuntungan ekonominya, tetapi disisi

Rusia lebih mementingkan kekuasaan power untuk menjadi lawan Amerika Serikat di Timur

Tengah.

DAFTAR PUSTAKA

“Demonstrasi Suriah Telan Korban Jiwa”. BBC News Indonesia. 9 April 2011. Web. 8 Mei
2019. https://www.bbc.com/indonesia/dunia/2011/04/110408_syrianrally

Bahar, Zulman. “Dukungan Amerika Serikat Terhadap Kelompok Oposisi Suriah” N.p. n.d.
Web. 7 Mei 2019
Bremmer, Ian. 2018, “Why the Syrian Civil War Is Becoming Even More Complex,” Time.com
(online), http://time.com/5229691/syria-trump-putin-saudi-arabia/ . 3 Mei 2019
C. Wright Mills. The Power Elite (New York: Oxford Unversity Press. 1998)

Cordesman, Anthony H. t.t, “Russia in Syria: Hybrid Political Warfare,” Centert For Strategic
& International Studies (online rev.), https://csis-prod.s3.amazonaws.com/s3fs-
public/legacy_files/files/publication/150922_Cordesman_Russia_Syria_Hybrid_P
olitical_Warfare.pdf . 3 Mei 2019.

RT. 2015, “Assad’s enemies may be portrayed as opposition, but he fights terrorists – Putin,”
RT.com (online), https://www.rt.com/news/316633-putin-interview-syrian-
conflict/. 3 Mei 2019.

Saputra, G. “Keterlibatan Rusia dalam Perang Sipil Suriah Tahun 2011-2016” Jurnal Analisis
Hubungan Internasional. 7.3 (2018): 268-285. Web

SIPRI. 2015. “The SIPRI Top 100 arms-producing and military services companies in the
world (excluding China) in 2015”. Melalui
<https://www.sipri.org/sites/default/files/SIPRI-Top-100-2002-2015.xlsx>
[21/3/2017]

Smart, Barry. “Military Industrial Complexities and Neoliberal Economy”. Journal of


Sociology special issue on ‘War, the military and civil society’ (2016): n. pag. Web.
1 Mei. 2019

Wadrianto, Glori. “Inilah Pihak-Pihak Yang Terlibat Konflik Rumit Di Suriah”


International.Kompas. N.p, 20 April 2017. Web. 10 Mei 2019

Wajdi, Farid. “Middle East (Timur Tengah)”. FaridWadjdi. 5 Maret 2008. Web. 8 Mei 2019

Anda mungkin juga menyukai