Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

(Mata Kuliah Diagnostik dan Perawatan Ortodontik II)


DIAGNOSIS MAXILLARY CONSTRICTION

Dosen Pembimbing:
drg. JCP. Heryumani S., MS.,Sp.Ort(K)
drg. Sri Suparwitri, MS., Sp.Ort(K)

Oleh:
drg. Efraim Herisman Satyaputra
18/435707/PKG/01269

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONSIA


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2019

1
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konstriksi Maksilla
Konstriksi maksila adalah maksila yang mengalami kekurangan atau
penyempitan pada arah transversal. Maksila merupakan tulang yang terfiksasi pada
basis kranium melalui sutura nasomaksilary dan sphenooccipital, dan tersusun dari dua
tulang, kiri dan kanan, yang tersambung melalui sutura median palatal. Pada usia
sekitar 3 tahun, sutura ini tampak lurus dan hampir datar dan masih membagi
premaksila pada regio anterior. Pada usia 6 – 10 tahun, osifikasi dari sutura secara
intramembran mulai membentuk interdigitasi yang halus, menghasilkan penyatuan
yang kuat antara tulang pada sisi kiri dan kanan. Pada usia 10 tahun, interdigitasi ini
semakin menguat sampai terjadi penyatuan yang lengkap antara tulang maksila kanan
dan kiri, pada saat pemisahan premaksila berhenti dan menjadi satu tulang setelah
pubertal (Baccetti,1997).

Sesuai dengan definisinya, pada konstriksi maksila lebar maksila lebih sempit
dari lebar maksila yang normal pada kelompok usia tertentu. Pada studi epidemiologis
terbaru, 20,81% dari 2016 anak yang diteliti menunjukkan beberapa bentuk konstriksi
maksila (da Silva et al, 2007). Tidak ada perbedaan yang signifikan prevalensi
konstriksi maksila pada jenis kelamin dan kelompok etnis. Defisiensi pada lebar
maksila dapat disebabkan karena faktor genetik, faktor lingkungan, atau kombinasi dari
keduanya. Beberapa sindrom kraniofasial hadir dengan konstriksi maksila, terutama
adalah cleft palate (Profitt, 2000).
Pada beberapa pasien, penyebab konstriksi maksila adalah faktor lingkungan.
Kesimpulan kebanyakan penulis bahwa etiologi konstriksi maksila adalah
multifaktorial. Perubahan pada pola pernafasan dapat menyebabkan berkembangnya
cross bite posterior. Perubahan pola pernafasan ini dapat menyebabkan postur lidah
yang rendah, rotasi mandibula, dan perkembangan transversal mandibula yang kurang.
Pasien dengan alergi yang parah dan masalah respirasi lainnya juga beresiko terhadap

2
berkembangnya konstriksi maksila. Kebiasaan menghisap jari yang berlanjut sampai
masa gigi bercampur juga dihubungkan dengan berkembangnya crossbite posterior
yang disebabkan oleh tekanan intraoral (Bishara, 1987).

Gambar maxillary constriction dan crossbite posterior

Salah satu gangguan oklusi yang dapat dijumpai adalah konstriksi transversal
maksila, yang ditunjukkan oleh lengkung palatal yang menyempit, biasanya
menghasilkan crossbite posterior, dan crossbite posterior akibat maksila yang
menyempit tersebut merupakan indikasi untuk dilakukan perawatan pada saat
ditemukan.
Anak-anak dengan compromised airways dan masalah mouth breathing
seringkali memiliki lengkung maksila yang konstriksi. Waktu yang tepat untuk
merawat maksila yang kurang berkembang adalah pada tahap gigi bercampur ketika
tingkat kooperatif pasien tinggi dan agar masalah yang akan datang dapat dihindari
Konstriksi maksila harus dikoreksi dengan tujuan:

3
1. Terdapat ruang yang cukup pada lengkung rahang atas untuk erupsi
seluruh gigi permanen
2. Perluasan palatal dan palatal turun ke bawah. Hal ini akan meningkatkan
ukuran kavitas nasal dan nasal breathing
3. Terdapat fungsi otot yang normal, lip seal yang baik, fungsi lidah yang
normal dan pola penelanan yang benar
4. Pasien akan memiliki senyum yang luas (Rondeau, 2000).

Konstriksi maksila dapat menyebabkan 3 tipe maloklusi, yaitu :


1. Crossbite posterior unilateral atau bilateral.
Bila pasien mempunyai konstriksi pada lengkung maksila dan lengkung
mandibula yang normal, biasanya ditemukan crossbite unilateral dan
pergeseran mid line. Walaupun crossbite terjadi secara unilateral, tetapi pada
kenyataannya sebagian besar cross bite posterior merupakan problem bilateral.
Cross bite posterior unilateral biasanya berasal dari perkembangan maksila
yang kurang secara bilateral, dan mandibula bergeser ke salah satu sisi pada
saatb menutup mulut. Bila hal ini dibiarkan, maka akan bergeser memberikan
pengaruh negatif pada TMJ, karena satu condyle bergeser ke anterior dan
condyle yang lain bergeser ke posterior. Pergeseran condyle ke anterior
menggerakkannya ke atas dan ke belakang dan menjadi bertambah panjang,
sedangkan pergeseran condyle ke posterior menyebabkan condyle menjadi
datar dan lebih pendek. Hasil dari perbedaan kedua condyle ini menyebabkan
perbedaan dalam ukuran, dan bisa mengakibatkan asimetri fasial yang
permanen.
2. Konstriksi lengkung maksila dan mandibula
Jika pasien mempunyai maksila yang konstriksi, hal ini sering menghambat
pertumbuhan yang normal dari mandibula. Bila hal ini terjadi, akan
menyebabkan crowded dan kekurangan ruang untuk pertumbuhan seluruh gigi

4
permanen dalam lengkung rahang. Konstriksi maksila dan mandibula juga bisa
menyebabkan problem bicara kerena kurangnya ruang yang cukup untuk lidah.
3. Konstriksi maksila dan retrognatik mandibula
Bila pada usia pertumbuhan maksila tidak berkembang, mandibula sering
terjebak pada posisi retrusif. Hal ini terjadi karena posisi ini merupakan satu-
satunya posisi dimana gigi-gigi bisa berada pada keadaan intercuspasi penuh.
Pada kenyataannya, kurang berkembangnya maksila merupakan salah satu
penyebab utama dari maloklusi klas II (Rondeau, 2000).

B. Menentukan Diagnosa Dan Etiologi Konstriksi Maksila


Dalam sebuah perawatan ortodontik, tugas utama seorang klinisi adalah
mengidentifikasi masalah dan menemukan etiologinya, sehingga dapat diformulasikan
suatu rencana perawatan yang tepat. Diagnose membutuhkan pengembangan informasi
yang komprehesif, yang cukup untuk dapat memahami masalah pasien. data yang
diperoleh, meliputi riwayat kasus, pemeriksaan klinis, analisa model studi,
pemeriksaan radiografi, dan foto facial. Selain itu ada beberapa data tambahan yang
hanya diperlukan pada kasus tertentu dan membutuhkan perlengkapan khusus, yaitu
pemeriksaan radiografi khusus, elektromyografi, radiografi hand-wrist, CT scan, MRI,
tes endokrin, tes sensitivitas dan biopsy (Singh, 2007).

1. Riwayat kasus, yaitu mengumpulkan informasi dari pasiendan/atau orang tua


pasien. dalam riwayat kasus terdapat data mengenai pasien, keluhan utama,
riwayat kesehatan umum dan kesehatan gigi dan riwayat kesehatan keluarga.
2. Pemeriksaan klinis, merupakan pemeriksaan yang segera dilakukan setelah
pasien datang ke klinik. Pemeriksaan klinik meliputi:
a. Pemeriksaan ekstra oral, yaitu meliputi pemeriksaan fisik dan postur tubuh,
analisa profil wajah.
b. Pemeriksaan intra oral, meliputi pemeriksaan lidah, bibir, gusi, palatum,
tonsila dan adenoid, dan gigi geligi.

5
c. Pemeriksaan fungsional, meliputi penilaian pada posisi istirahat,
pemeriksaan TMJ, dan pemeriksaan disfungsi orofacial.
3. Analisa model studi.
Model studi ortodontik merupakan catatan diagnostic yang penting, yang
membantu untuk mempelajari oklusi dan gigi geligi dari keseluruhan dimensi.
Analisa yang dilakukan pada model menggunakan beberapa macam
perhitungan.
a. Analisa Pont, dilakukan dengan mengukur keempat gigi incisivus atas
untuk menetapkan lebar lengkung pada region premolar dan molar.
Dalam analisa ini digunakan indeks Pont untuk memperkirakan derajat
sempitnya lengkung gigi pada kasus maloklusi dan jumlah ekspansi
lateral yang dibutuhkan agar didapatkan ukuran lengkung yang dapat
menampung gigi-gigi pada kesejajaran yang benar.
b. Analisa Korkhaus, untuk menentukan lebar lengkung ideal pada region
premolar dan molar, dan pengukuran tambahan pada titik tengah garis
inter-premolar terhadap titik antara dua incisivus sentral maksila, untk
menentukan adanya proklinasi atau retroklinasi gigi anterior atas. Pada
rahang bawah, nilainya sama denga pada rahang atas dikurangi 2 mm.
c. Analisa Ashly Howe, untuk mengetahui defisiensi lebar lengkung
dibandingkan dengan panjang lengkung. Dia menemukan hubungan
antara jumlah lebar mesio distal gigi anterior sampai dengan molar
kedua dengan lebar lengkung gigi pada region premolar satu.
d. Analisa Carey, untuk menghitung diskrepansi antara panjang lengkung
dengan ukuran gigi.
e. Analisa moyer pada gigi bercampur, untuk menghitung ruang yang
tersedia pada lengkung gigi untuk tumbuhnya gigi permanen.
4. Pemeriksaan radiografi, meliputi sefalometri, dan sesuai dengan kebutuhan
kasusnya kadang dilengkapi dengan orthopantomogram, radiografi intra oral.
5. Pemeriksan penunjang lain seperti foto wajah, dan foto intra oral.

6
Selain pemeriksaan-pemeriksaan tersebut, pada beberapa kasus perlu dilakukan
pemeriksaan untuk menentukan tingkat kematangan pertumbuhan tulang. Pemeriksaan
ini dibutuhkan untuk mengetahui status yang pasti pertumbuhan, dan membantu kita
untuk :

1. Menentukan arah pertumbuhan wajah yang potensial


2. Menentukan jumlah yang signifikan dari potensi pertumbuhan kranio fasial
3. Untuk mengevaluasi kecepatan pertumbuhan
4. Untuk memutuskan lama waktu perawatan
5. Untuk memutuskan tipe perawatan :
a. Ortopedik
 Removable
 Fixed
b. Ortodontik
c. Bedah ortognatik
d. Kombinasi dari beberapa pilihan perawatan.
6. Untuk mengevaluasi prognosis perawatan
7. Untuk mempelajari peran genetic dan lingkungan pada pola kematangan tulang
(Singh,2007)
Untuk melengkapi dalam membuat suatu diagnosis, perlu ditentukan etiologi
dari suatu maloklusi, yang akan berpengaruh pada penentuan jenis perawatan dan
prognosa dari suatu perawatan. Beberapa penyebab yang mungkin dapat menjadi factor
etiologi terjadinya konstriksi maksila adalah meliputi factor heriditer, congenital,
gangguan metabolic, defisiensi nutrisi., kebiasaan buruk. (Sigh,2007)
Metode yang biasanya digunakan untuk mengatasi masalah konstriksi maksila
adalah dengan ekspansi. Ekspansi dapat dilakukan secara skeletal atau dento alveolar.
Ekspansi skeletal melibatkan pemisahan sutura mid palatal sedangkan ekspansi
detoalveolar menghasilkan ekspansi gigi tanpa perubahan skeletal (Bahlaji,2004)

7
KESIMPULAN

Konstriksi maksila merupakan defisiensi maksila dalam bidang transversal,


yang ditunjukkan oleh lengkung palatal yang menyempit, biasanya menghasilkan
crossbite posterior, dan crossbite posterior akibat maksila yang menyempit tersebut
merupakan indikasi untuk dilakukan perawatan pada saat ditemukan. Diagnosis
konstriksi maksila dapat ditentukan dengan mengikuti prosedur pemeriksaan yang
benar.. Hal ini disebabkan karena banyak sekali faktor yang mempengaruhi suatu
keadaan maloklusi dan tingkat kepaarahannya. Penentuan etiologi dari konstriksi
maksila sangat penting dan berpengaruh pada keberhasilan perawatan. Defisiensi
lengkung maksila dapat disebabkan karena faktor herediter, faktor congenital,
gangguan metabolic dan tekanan abnormal yang disebabkan karena kebiasaan buruk.
RME bertujuan melebarkan maksila dan lengkung gigi yang sempit secara ortopedik.

8
DAFTAR PUSTAKA

Baccetti T, Franchi L, McNamara JA Jr, Tollaro I. Early dentofacial features of Class


II malocclusion: A longitudinal study from the deciduous through the mixed
dentition. Am J Orthod Dentofacial Orthop. 1997 May;111(5):502-9.

Bhalajhi SI. Orthodontics The Art and Science, Arya (Medi) Publishing House New
Delhi,2004

Bishara SE, Staley RN. Maxillary expansion: Clinical implications. Am J Orthod


Dentofacial Orthop 1987;91:3-14.

da Silva Filho OG, Santamaria M, Jr., Capelozza Filho L.Epidemiology of posterior


crossbite in the primary dentition. J Clin Pediatr Dent 2007;32
Iyyer, S.I, 2003, Orthodontics The Art and Science, 3th ed., Arya (MEDI) Publishing
House, New Delhi
Proffit WR. Contemporary Orthodontics, Third Edition. Saint Louis: Mosby, Inc.;
2000.
Rondeau,Brock,Dr. The Importance of Correcting Posterior Cross bite in The
Deciduous or Mixed Dentition, Space Maintainers Laboratory, Vol.III, No
7,Chatsworth,California,2000.p.

Singh G. Textbook of Orthodontics 2nd edition, Jayapee Brothers Medical Publishers


(P) Ltd,2007

Anda mungkin juga menyukai