Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH UJIAN GENETIKA

Gen untuk Pemetaan Cherubism pada Kromosom 4p16

Oleh :

Drg. Efraim Herisman Satyaputra

(18/435707/PKG/01269)

Dosen Penguji :

Dr. Niken Satuti Nur Handayani, M.Sc

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONSIA


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
PENDAHULUAN
Cherubism adalah penyakit autosomal dominan yang mungkin terkait dengan
perkembangan dan erupsi gigi geligi. Penyakit ini mengganggu proses remodeling tulang yang
mana terkait usia, dan sebagian besar terbatas pada rahang atas dan rahang bawah, ditandai
dengan hilangnya tulang pada rahang dan diganti dengan sejumlah besar jaringan fibrous
(Tiziani,1999).
Lesi-lesi fibro-osseous, termasuk yang muncul dalam cherubism digolongkan
sebagai lesi non-agresif, non-agresif atau agresif didasarkan pada aktivitas klinis dan temuan
radiografi. Lesi cherubic yang non-agresif biasanya terlihat pada pasien yang lebih tua dan
tidak menunjukkan pertumbuhan yang progresif. Lesi non-agresif paling sering ditemukan
pada remaja. Lesi dalam bentuk agresif dan besar biasanya terjadi pada cherubism anak-anak,
yang mana tumbuh dengan cepat dan dapat menyebabkan perpindahan gigi, resorpsi akar,
penipisan dan perforasi tulang kortikal (Papadaki,2012).
Anak yang memiliki kelainan ini tampak normal saat lahir. Pembengkakan rahang
biasanya muncul antara usia 2 dan 7 tahun, setelah itu, lesi berproliferasi dan membesar sampai
pubertas. Selanjutnya lesi mulai mengecil, terisi dengan tulang dan membaik sampai usia 30
tahun, pada tahap ini lesi sering tidak terdeteksi (Tiziani,1999).

TINJAUAN PUSTAKA
Disorder
Cherubism adalah skeletal displasia yang ditandai oleh lesi fibro-osseus bilateral dan
simetris terbatas pada rahang bawah dan rahang atas. Pada kebanyakan pasien, cherubism
disebabkan oleh mutasi dominan pada gen SH3BP2 pada kromosom 4p16.3 (Papadaki,2012).
Cherubism (MIM ID # 118400) atau penyakit kista multilokular rahang pertama kali
diakui sebagai entitas yang terpisah pada tahun 1933 oleh William A. Jones yang muncul pada
sebuah keluarga dengan beberapa anggota yang memiliki kelainan ini. Dia merancang nama
deskriptif "cherubism" karena "pipi bulat penuh dan bentuk mata yang mengarah ke atas
memberi anak-anak gambaran khas ” penampilan cherubic. Karena nama ini sangat khas
mengacu pada fitur klinis penyakit, maka cherubism menjadi nomenklatur standar
(Papadaki,2012).
Cherubism didefinisikan dengan penampilan yang simetris, lesi radiolusen
multilokular dan ekspansil dari mandibula dan atau maksila yang biasanya muncul pertama
kali pada usia 2 hingga 7 tahun. Pembengkakan nodus limfatik submandibular pada tahap awal
berkontribusi pada bentuk wajah yang bulat. Sementara jaringan displastik berserat lunak pada
1
lesi meluas, massa protuberan dapat menginfiltrasi dasar orbital dan menyebabkan
karakteristik mata mengarah ke atas, mengekspos sklera di bawah iris. Lesi cherubism terbatas
pada rahang dan dalam banyak kasus lesi displastik yang meluas ini mulai mengecil saat
memasuki masa pubertas (Papadaki,2012).

Variant
Sistem grading untuk cherubism telah disarankan untuk menggambarkan lokasi dan
keparahan lesi. Sistem pertama Grade 1: fibro-osseous bilateral dan ekspansi simetris dalam
rami mandibula; Grade2: lebih melibatkan sebagian besar ramus dan mandibula dan daerah
tuberositas dari maxillae; dan Grade 3: keterlibatan maksila dan mandibula secara keseluruhan
dengan deformitas wajah yang cukup besar. Raposo-Amaral menyederhanakan sistem
penilaian dari Motamedi dan menambahkan Grade 6 untuk mendeskripsikan keterlibatan
orbital. (Tabel 1). Sementara beberapa penulis menggunakan sistem klasifikasi ini untuk
mendeskripsikan sejauh mana lesi, penulis lain tidak menggunakan sistem klasifikasi apa pun
karena ekspresi cherubism di masing-masing pasien itu unik. Hal yang penting bagi klinisi
untuk diperhatikan adalah perilaku lesi secara biologik / klinis pada setiap pasien, tingkat
pertumbuhan lesi, ukuran lesi, perforasi tulang kortikal atau adanya penipisan, perpindahan
gigi dan defisit fungsional (Papadaki,2012).

2
Frequency
Cherubism adalah gangguan yang sangat langka dengan hanya perkiraan 300 kasus
dilaporkan dalam literatur. Karena kelangkaannya, sulit untuk menentukan frekuensi penyakit
untuk gangguan ini. Cherubism mempengaruhi pria dan wanita dalam frekuensi yang sama dan
telah dilaporkan dapat terjadi pada pasien dari semua ras dan latar belakang etnis. Penetrasi
yang tidak sama antara laki-laki dan perempuan harus dianggap sebagai artefak sejarah, yang
didasarkan pada kesalahan tafsir yang menyeluruh dalam investigasi klinis. Onset penyakit
yang tertunda dan misdiagnosis pada pasien dewasa dengan cherubism ringan mungkin telah
berkontribusi pada kesalahpahaman ini (Papadaki,2012).

Defect
Ciri khas cherubism adalah perkembangan lesi radiolusen multilokular yang simetris
dan meluas pada rahang bawah dan / atau rahang atas, yang biasanya pertama kali muncul pada
usia 2 hingga 7 tahun. Kelenjar getah bening submandibular dan servikal membesar selama
tahap awal cherubism. Keparahan fenotipe penyakit sangat bervariasi, bahkan dalam satu
keluarga. Penderita cherubism ringan dapat memiliki lesi simetrik yang kecil pada mandibula.
Tanda-tanda radiografi pertama dari cherubism biasanya ditemukan di wilayah sudut
mandibula. Lesi radiolusen ini tidak memiliki gejala tetapi mungkin mempengaruhi
perkembangan atau erupsi molar permanen. Bentuk cherubism yang lebih progresif
bermanifestasi dalam beberapa lesi simetris pada mandibula atau melibatkan mandibula dan
maksila dengan lesi tunggal atau multiple (lihat juga Tabel 1) (Papadaki,2012).
Meskipun, lesi cherubism biasanya terbatas pada rahang bawah dan rahang atas, ada
laporan keterlibatan yang langka dari lengkungan zygomatic dan kondilus. Lesi pada pasien
dengan bentuk progresif dari cherubism menghasilkan resorpsi tulang yang luas dan hanya
menyisakan fenestrasi tipis tulang kortikal. Massa jaringan fibrous dapat meluas hingga tulang
kortikal dan menyebabkan pembengkakan wajah. Ketika massa jaringan fibrosa yang ekspansif
menyerang dasar dan dinding orbit mereka dapat menyebabkan bola mata miring ke atas atau
mengalami perpindahan (Papadaki,2012).
Sebagian besar kasus cherubism mengalami regresi yang spontan setelah masa
pubertas. Kasus langka ketika lesi pada pasien cherubism bertahan atau aktif tumbuh pada
dewasa muda (Papadaki,2012).
Seperti yang telah disebutkan di atas, cherubism biasanya terbatas pada kraniofasial.
Namun, terdapat tiga laporan pada literatur yang mengacu pada keterlibatan tulang rusuk.
Seorang perempuan 17 tahun dari keluarga dengan 3 cherubism menunjukkan lesi non-
3
ekspansil tanpa gejala di anterior ujung tulang rusuknya. Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun
datang dengan pembengkakan wajah dan radiografi wajah bilateral yang khas dari cherubism.
Pertumbuhan ekspansif terjadi bilateral pada tulang zigomatik dan ditemukan terdapat banyak
lesi radiolusen pada ujung anterior dari semua tulang rusuk. Lesi serupa juga terdeteksi secara
radiografis muncul pada tulang rusuk pada pasien cherubism berusia 6 tahun. Lesi kistik yang
dilaporkan muncul pada tulang rusuk tidak bergejala dalam kasus ini dan tidak ada tindak
lanjut(Papadaki,2012).
Cherubism dengan ekspresi sekunder craniosynostosis dan clubbed finger telah
dilaporkan terjadi dalam satu keluarga, Namun, tidak jelas apakah penampilan fenotipe ini
kebetulan atau terkait dengan cherubism. Keterlibatan ekstrakranial sangat langka dan dalam
kebanyakan kasus belum dikonfirmasi oleh pengujian genetik (Papadaki,2012).

Tatapan mata ke atas yang khas dari pasien dengan cherubism memberikan dasar
untuk penamaan penyakit. Pada bentuk-bentuk cherubisme yang lebih parah, jaringan fibro-
osseous meluas ke dinding orbital inferior dan / atau lateral. Fisik perpindahan bola mata dan
retraksi kelopak mata menyebabkan paparan pada area sclera di iris. Penyakit ini juga dapat
menyerang ruang retrobulbar dari cavum orbital dan menyebabkan pergeseran saraf optik dan
proptosis. Efek orbital dari cherubism adalah karena adanya perpindahan ini dan bukan invasi
langsung pada bola mata dan otot-otot ekstraokuler sekitarnya. Dalam satu laporan, massa
tumor dasar orbital bilateral berkembang setelah terjadi regresi penyakit pada pasca-pubertas.
Pada umur 27 tahun pasien mengeluh berkurangnya mobilitas mata. Penggeseran bola mata
disebabkan oleh tumor tulang multilocular yang penuh dengan jaringan seperti jeli. Pada kasus
lain, seorang wanita 27 tahun, lesi orbital disebabkan oleh disfungsi saraf optik dengan
sensitivitas kontras yang menurun. Ahmadi dan rekannya menggambarkan kasus yang lebih
parah tentang keterlibatan orbital di mana pasien, pada usia 31 tahun, kehilangan penglihatan
karena neuropati optik, striae makula dan jaringan parut yang disebabkan oleh kompresi bola
mata. Laporan-laporan ini menunjukkan bahwa pengawasan ophthalmologic berkelanjutan
merupakan hal wajib bahkan setelah regresi lesi cherubism pada maksila pasca-pubertas sudah
berlangsung lama (Papadaki,2012).
Masalah pernafasan sering tidak timbul,akan tetapi kadang-kadang bermanifestasi
sebagai obstruksi jalan napas bagian atas yang disebabkan oleh perpindahan ke arah belakang
dari lidah atau obliterasi saluran udara hidung. Temuan ini dapat menyebabkan bernapas lewat
mulut, mendengkur, infeksi hidung kronis dan obstruktif sleep apnea. Jika memungkinkan

4
pemeriksaan nasofaringoskopi, dan polisomnogram semalam harus diperoleh jika
kekhawatiran tentang gangguan tidur muncul. Perawatan dapat berupa pemberian tekanan
saluran udara positif terus menerus, meskipun ini tidak mungkin karena struktur anatomi tubuh.
Intervensi bedah untuk meringankan obstruksi saluran nasal dan memindahkan lidah atau
tracheostomy mungkin diperlukan. Ada satu kasus ekstrim tentang cherubism dalam literatur
yang menggambarkan seorang anak laki-laki berusia 8 tahun dengan obstruksi saluran napas
yang mati karena konsekuensi infeksi paru, aspirasi dan septikemia (Papadaki,2012).
Dampak lesi cherubism terhadap perkembangan dan erupsi gigi decidui dan
permanen bervariasi tergantung pada onset waktu dan tingkat keparahan lesi ekspansiv.
Susunan gigi sulung juga bisa terganggu. Gangguan pada gigi geligi permanen dapat termasuk
gigi yang tidak tumbuh (kebanyakan molar), perkembangan molar yang belum sempurna, gigi
berbentuk tidak normal, resorbsi akar parsial atau erupsi gigi yang tertunda dan ektopik.
Ekstraksi gigi mungkin diperlukan, khususnya jika gigi "free-floating" pada lesi cherubism
atau jika gigi menjadi impaksi ektopik. Lebih banyak lagi contoh yang parah, anak-anak
mungkin memerlukan prostesis yang perlu disesuaikan saat anak tumbuh atau disesuaikan
karena adanya pembengkakan dalam rongga mulut yang mungkin berubah. Protesa gigi
mungkin meningkatkan kemampuan untuk mengunyah dan meningkatkan kepercayaan diri
anak tersebut. Perawatan ortodontik tepat dilakukan setelah pertumbuhan selesai dan ketika
cherubism mengalami kemunduran (Papadaki,2012).

Detection
Metabolisme mineral biasanya normal pada pasien dengan cherubism, dan tingkat
serum kalsium, hormon paratiroid (PTH), hormon paratiroid terkait peptida (PTHrP),
kalsitonin dan alkalin fosfatase (ALP) biasanya juga dalam rentang normal. Marker urin pada
remodeling tulang seperti pyridinium dan deoxypyridinium cross-linking, hydroxyproline dan
kalsium / kreatinin telah dilaporkan berada dalam batas normal pada beberapa anak. Serum
level pada alkaline fosfat dapat meningkat selama tahapan aktif dari cherubism. Serum fosfat
juga mungkin untuk meningkat. Analisis biokimia dapat membedakan cherubism dari
hyperparathyroidism, khususnya pada pasien dengan tumor coklat (epulis) pada rahang atau
pasien dengan sindrom tumor rahang hyperparathyroidism (HPT-JT) dengan mutasi pada gen
HRPT2 yang mengkode parafibromin. Data tentang tingkat TNF-α dalam serum pada pasien
cherubism belum dipublikasikan, tetapi terdapat bukti awal dalam kelompok kecil pasien dan
age-match control yang mengalami peningkatan TNF-α pada pasien cherubism (komunikasi
pribadi EJR) (Papadaki,2012).
5
Treatment
Bentuk terendah dari cherubism tanpa dysmorphology wajah, gigi dan ocular
involvement mungkin tidak perlu dirawat seperti cherubism biasa karenan diharapkan akan
berkurang setelah usia pubertas. Penanganan pada kasus seperti ini terdiri dari observasi
secara longitudinal. Ketika fase perkembangan lesi, disarankan dilakukan prmrtiksaan
klinik, pemeriksaan radiograph dengan panoramic atau radiograph lain yang mencukupi.
Pembedahan perlu dilakukan ketika terdapat indikasi untuk kebutuhan estetika maupun
fungsional termasuk nasal obstruction, kesulitan perawatan gigi permanen, gigi yang
impaksi dan ketika tidak ada solusi yang memuaskan. Space mainteners diperlukan ketika
menunggu gigi permanen erupsi, serta maloklusi adalah pertimbangan utama.

6
Tampilan cherubism yang beragam, maka hasil pembedahan akan beragam. Pada
beberapa penelitian pembedahan contouring pada fase pertumbuhan berhubungan dgn
pertumbuhan tumor yang sangat cepat. Sebagai tambahan (Shah,dkk) melaporkan kasus
leiomyosarcoma yang muncul pada mandibula anak usia 10 tahun dengan cherubism setelah
2 prosedur pembedahan contouring. Hasil yang bagus setelah curettage dan recontouring
dilakukan pada saat fase pertumbuhan cherubism. (Dukart dkk) melaporkan 1 kasus
cherubism dimana pembedahan menahan pertumbuhan aktif remnant lesions dan
menstimulasi pertumbuhan tulang.

Perawatan pembedahan tidak memicu pertumbuhan lesi dan dilakukan pada fase
proliferasi dari kelainan yang dilakukan dalam dua tahap untuk mencegah pendarahan.
Pertama dilakukan contouring-resected pada maksila dan orbital, kemudian setelah 6 bulan
dilakukan intraoral dan extraoral insisi pada mandibula.

Terapi radiasi merupakan salah satu perawatan untuk manajemen cherubism, akan
tetapi terapi radiasi kontraindikasi pada kondisi tumor jinak karena dapat berpotensi yang
berlawanan dalan jangka panjang seperti kelainan rahang, osteoradionecrosis dan

7
peningkatan penyebab keganasan. Calcitonin dapat digunakan untuk perawatan central giant
cell granuloma (cgcg) dengan hasil yang sukses dan percobaan penggunaan calcitonin untuk
perawatan cherubism telah disarankan. Penelitian lebih lanjut untuk mendokumentasikan
kemanjuran dari calcitonin untuk perawatan calcitonin sangat diperlukan. Interferon dapat
digunakan pada fase proliferasi dari cherubism ketika terdapat piliferasi vaskular dan
multiple giant cell.

Kebanyakan kasus cherubism menurun secara spontan setelah masa pubertas.


Pemeriksaan radiographic pada kunjungan lanjutan menunjukkan pengisian radioluscent
lesion dengan tulang secepatnya 2 tahun setelah stabilisasi dan pada kebanyakan pasien
ketika berusia 20 tahunan. Pada beberapa kasus radioluscent digantikan dengan tulang
sclerotic. Pada kasus yang lebih berat radioluscent dapat dipertahankan.

Riset yg sedang berjalan menyarankan bahwa respon abnormal inflamasi


merupakan komponen penting dari patologis cherubism. Riset pada tikus percobaan
menunjukkan bahwa kadar tinggi dari Tumor Necrotic Factor- alpha (TNF- alpha) pada
sirkulasi darah berkontribusi pada perkembangan cherubism. Terapi untuk menurunkan
TNF-alpha apabila hasil yang sama berlaku pada manusia. Sejenis TNF-alpha blocker atau
terapi antibody telah disetujui untuk beberapa penyakit immune-mediated inflammatory.

Meskipun mekanisme TNF-alpha belum sepenuhnya dipahami, tetapi dapat


mengurangi produksi pro-inflammatory cytokine dan pengurangan pada formasi dan resropsi
osteoklas yang memiliki efek positif pada bone resorption dan pertumbuhan jaringan
cherubism.

KESIMPULAN
Meskipun jarang, cherubism memiliki dampak signifikan yang berpengaruh pada
anak dan keluarganya. Terutama pada kasus dimana pertumbuhan yang agresif mengarah pada
facial deformity dan masalah fungsional. Pada kebanyakan kasus cherubism dapat sembuh
sendiri dan tidak perlu dilakukan pembedaham kecuali longitudinal clinical dan observasi
radiografi yang berkelanjutan sampai dengan usia dewasa. Pada kasus proliferasi cherubism
yang sangat cepat dengan konsekuensi fungsi yang signifikan, resection mungkin diperlukan.
Pembedahan tidak mengubah perkembangan penyakit namun dapat meningkatkan fungsi dan
penampilan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Tiziani V., Reichenberger E., Buzzo CL., Niazi S., 1999, The Gene for Cherubism Maps to
Chromosome 4p16, Am.J.Hum.Genet, 65:158-166
Papadaki ME., Lietman SA., Levine MA., Olsen BR., 2012, Cherubism:Best Clnical Practice,
Orphanet Journal of Rare Disease, 7(1):56

Anda mungkin juga menyukai