Anda di halaman 1dari 20

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PPOK


(PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK)

Disusun oleh : Kelompok 3

1. Krisna Yuni Y 7. Farijul Zaman


2. Ikhatotun 8. Aqnia Ramawati
3. Ester Nauli Simatupang 9. Ratna Dewi
4. Purwatiningsih Wiranti 10. Ernawati
5. Sri Andini 11. Novia Nur K
6. Heni Dwi 12. Dwi Ayu Lestari

STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOERTO


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat
rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul “Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan PPOK”.
Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak sekali mendapat bimbingan dan arahan
dari berbagai pihak. Dan pada kesempatan kali ini, penulis menghaturkan terima kasih yang
tulus kepada Dosen Pembimbing, teman-teman dan semua pihak yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karenanya penulis memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan. Tak lupa, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini bisa memberikan manfaat serta menambah
pengetahuan dan wawasan, baik penulis pada khususnya, serta bagi para pembaca sekalian
pada umumnya. Amin.

Mojokerto, 30 April 2019

Tim Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................1

DAFTAR ISI .......................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang..........................................................................................3
B. Rumusan masalah.....................................................................................4
C. Tujuan.......................................................................................................4

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Definisi .....................................................................................................5
B. Klasifikasi..................................................................................................5
C. Etiologi......................................................................................................6
D. Komplikasi................................................................................................8
E. Manifestasi Klinis......................................................................................9
F. Penatalaksanaan ........................................................................................9
G. Pathway ....................................................................................................10
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian ................................................................................................11
B. Diagnosa Keperawatan..............................................................................14
C. Intervensi Keperawatan.............................................................................15
D. Penelitian yang Terkait .............................................................................19

BAB IV SATUAN ACARA PENYULUHAN

A. JHGJH ...................................................................................................... xx
B. HJFHF ...................................................................................................... xx
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................. xx
B. Saran............................................................................................................ xx

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... xx

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

2
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstruktive Pulmonary
Disease (COPD) merupakan penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya. Beberapa penyakit yang lazim terjadi adalah emfisema, bronkitis kronis,
asma. Udara harus dapat masuk dan keluar dari paru-paru untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Ketika aliran udara ke arah luar paru-paru terhambat, udara akan terperangkap
didalam paru-paru. Hal ini akan mempersulit paru-paru untuk mendapatkan oksigen
yang cukup bagi bagian tubuh lainnya.
Emfisema dan bronkitis kronis menyebabkan proses inflamasi yang berlebihan
dan pada akhinya menimbulkan kelainan pada struktur paru-paru, sehingga aliran udara
terhambat secara permanen (itulah sebabnya disebut “bronkitis kronis”). Sebuah studi
baru menunjukan bahwa orang dewasa penderita asma berpeluang 12 kali lebih besar
untuk mengalami PPOK daripada orang yang tidak mengalami kondisi tersebut. PPOK
ditandai oleh pertambahan neutrofil, makrofag, dan T-limfosit (khususnya CD+) di
sejumlah bagian paru-paru, dan berikatan dengan tingkat hambatan aliran udara.
Mungkin terjadi peningkatan eosinofil pada beberapa pasien, khususnya jika terjadi
pembukukan penyakit, sel-sel inflamasi ini mampu melepaskan sejumlah sitokin dan
mediator inflamasi, terutama leukotrien 4, interleukin-8, dan tumor necrosis factor-α.
Pola inflamasi ini sangat berbeda dari pola yang terlihat pada penderita.
Maka dari itu, PPOK harus mendapatkan penanganan yang tepat dikarenakan
penyakit ini memerlukan pengobatan dan perawatan yang optimal dan komprehensiv
mulai serangan awal penyakit sampai dengan perawatan di rumah sakit. Dan yang
lebih penting adalah perawatan untuk memberikan pengetahuan dan pendidikan
kepada pasien dan keluarga tentang perawatan dan pencegahan seragan berulang pada
pasien PPOK di rumah.

3
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronis?
2. Bagaimana etiologi,komplikasi dan manifestasi klinis penyakit PPOK?
3. Bagaimana WOC pada pasien PPOK?
4. Bagaimana Askep Teori pada pasien PPOK?

C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian Penyakit PPOK
2. Mengetahui etiologi, komplikasi dan manifestasis klinispenyakit PPOK
3. Mengetahui WOC pada pasien PPOK
4. Mengetahui Askep Teori pada pasien PPOK

BAB II

TINJAUAN TEORI

4
A. Pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Penyakit paru obsruksi kronis (PPOK) adalah sekelompok penyakit paru yang
menghambat aliran udara pada pernapasan saat menarik napas atau menghembuskan
napas. Udara harus dapat masuk dan keluar dari paru-paru untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Ketika aliran udara ke arah luar paru-paru terhambat, udara akan terperangkap di
dalam paru-paru. Hal ini akan mempersulit paru- paru mendapatkan oksigen yang cukup
bagi bagian tubuh yang lainnya. Emfisema dan bronkitis kronis menyebabkan proses
inflamasi yang berlebihan dan pada akhirnya menimbulkan kelainan di dalam struktur
paru-paru, sehingga aliran udara terhambat secara permanen(itulah sebabnya disebut
“obstruktif kronis”).

Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) atau Chronic Obstruktif Pulmonary


Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah asma bronkial, bronkitis
kronis, dan emfisema paru-paru. Sering juga penyakit ini disebut dengan Chronic
Airflow Limitation (CAL) dan Chronic Obstructive Lung Disease (COLD).

B. Klasifikasi PPOK
1. Bronkitis kronis
Bronkitis akut adalah radang mendadak pada bronkus yang biasanya mengenai
trakea dan laring, sehingga sering disebut juga dengan laringotrakeobronkitis.
Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai bagian
dari penyakit sistemik, misalnya morbili, pertusis, difteri, dan tipus abdominalis.
Istilah bronkitis kronis menunjukan kelainan pada bronkus yang sifatnya
menahun(berlangsung lama) dan disebabkan berabagai faktor, baik yang berasal dari
luar bronkus maupun dari bronkus itu sendiri. Bronkitis kronis merupakan keadaan
yang berkaitan dengan produksi mukus trakeobronkial yang berlebihan, sehingga
cukup untuk menimbulkan batuk dan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun
dan paling sedikit 2 tahun secara berturut-turut.
2. Emfisema Paru
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru yang ditandai dengan
pelebaran ruang di dalam paru-paru disertai destruktif jaringan. Sesuai dengan
5
definisi tersebut, jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara(alveolus)
tanpa disertai adanya destruktif jaringan maka keadaan ini sebenarnya tidak
termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai overinflation. Sebagai salah satu
bentuk penyakit paru obstruktif menahun, emfisema merupakan pelebaran asinus
yang abnormal, permanen, dan disertai destruktif dinding alveoli paru. Obstruktif
pada emfisema lebih disebabkan oleh perubahan jaringan daripada produksi mukus,
seperti yang terjadi pada asma bronkitis kronis.
3. Asma bronkial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
bronkospasme periodik(kontraksi spasme pasa saluran napas) terutama pada
percabangan trakeonronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti
oleh faktor biokemial, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi. Asma
didefinisakn sebagai suatu penyakit inflamasi kronis di saluran pernapasan, dimana
terdapat banyak sel-sel induk, eosinofil, T-limfosit, neutrofil, dan sel-sel epitel. Pada
individu rentan, inflamasi ini menyebabkan episode wheezing, sulit bernapas, dada
sesak, dan batuk secara berulang, khususnya pada malam hari dan di pagi hari.
C. Etiologi
1. Kebiasaan merokok
Hampir semua perokok menyadari bahwa merokok merupakan kebiasaan yang
salah. Namun sebagaian besar perokok tidak mampu menghilangkan kebiasaan ini.
Resiko mengalami serangan jantung 2 kali lebih besar bagi prokok berat atau yang
merokok 20 batang atau lebih dalam sehari. Bahkan, resiko menghadapi kematian
mendadak 5 kali lebih besar dari pada orang yang tidak merokok sama sekali.
Sejumlah kecil nikotin dalam rokok adalah racun bagi tubuh. Nikotin yang terserap
dalam setiap hisapan rokok memang tidak mematikan, tetapi tetap membahayakan
jantung. Terjadi pengerasan pembuluh nadi serta mengacaukan irama jantung.
2. Infeksi saluran napas atas yang kambuh atau kronis
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penyebab penyakit ini dapat berupa bakteri,
virus dan berbagai mikroba lain. Gejala utama dapat berupa batuk dan demam, kalau
berat, dapat disertai sesak napas dan nyeri dada. Penanganan penyakit ini dapat
dilakukan dengan istirahat, pengobatan simtomatis sesuai gejala atau pengobatan
kausal untuk mengatasi penyebab, peningkatan daya tahan tubuh dan pencegahan
penularan kepada orang sekitar, antara lain dengan menutup mulut ketika batuk,
tidak meludah sembarang. Faktor berkumpulnya banyak orang misalnya di tempat
pengungsian tempat korban banjir, juga berperan dalam penularan ISPA.
3. Polusi udara

6
Emisi kendaraan bermotor di kota-kota besar, konstrikbusi gas buang kendaraan
bermontor sebagai sumber pencemaran udara mencapai 60 – 70%. Sebenarnya banyak
polutan udara yang perlu di waspadai, tetapi WHO menetapkan beberapa jenis polutan
yang di anggap serius. Polutan udara yang berbahaya bagi kesehatan manusia, hewan,
serta mudah merusak harta benda adalah partikulat yang mengandung partikel (asap dan
jelaga), hidrokarbon, sulfur di oksida, dan nitrogen oksida. Kesemuanya di emisikan oleh
kendaraan bermontor.
WHO memperkirakan bahwa 70% penduduk kota di dunia pernah menghirup
udara kotor akibat emisi kendaraan bermotor, sedangkan 10% sisannya menghirup udara
yang bersifat” marjinal”. Akibat menghirup udara yang tidak bersih ini lebih fatal pada
bayi dan anak-anak. Demikian pula pada orang dewasa yang beresiko tinggi, misalnya
wanita hamil, usia lanjut, serta orang yang telah memiliki riwayat penyakit paru dan
saluran pernapasan menaun. Celakanya, para penderita maupun kelurganya tidak
menyadari bahwa berbagai akibat negatif tersebut berasal dari pencemaran udara akibat
emisi kendaraan bermotor semakin memperhatinkan.
Tingkatan keparahan penyakit PPOK :

Tingkat Nilai FEV1 dan gejala


0 Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum dan
Beresiko dispnea.
Ada paparan terhadap faktor resiko (rokok, polusi),spirometri normal.
I FEV1/FVC < 70%, FEV1≥ 80%, dan umumnya, tapi tidak selalu ada
Ringan gejala batuk kronis dan produksi sputum. Pada tahap ini, pasien
biasanya bahkan belum berasa paru-parunya bermasalah.
II FEV1/FVC < 70%, 50% < FEV1 < 80%, gejalamya biasanya mulai
Sedang progresif/memburuk, dengan nafas pendek-pendek.
III FEV1/FVC < 70%, 30% < FEV1 < 50%. Terjadi eksaserbasi berulang
Berat yang mulai mempengaruhi kualitas hidup pasien. Pada tahap ini
pasien mulai mencari pengobatan karena mulai dirasakan sesak
nafas atau serangan penyakit.
IV FEV1/FVC < 70%, FVE1 < 30% atau < 50% plus kegagalan respirasi
kronis. Pasien bisa digolongkan masuk tahap IV jika walaupun
Sangat berat
FEV1 > 30%, tapi pasien mengalami kegagalan pernafaasan atau
gagal jantung kanan/cor pulmonary. Pada tahap ini, kualitas hidup
sangat terganggu dan serangan mungkin mengancam jiwa.

D. Komplikasi:
1. Hipoksemia

7
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nialai Pa02 < 55 mmHg, dengan nilai
saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya klien akan mengalmi perubahan mood,
penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lajut akan timbul sianosis
2. Asidosis Respiratori
Timbul akibat peningkatan nilai PaCO2(hiperkapnea). Tanda yang muncul antara lain
nyeri kepala, fatigue, letargi, dizzines dan takipnea.
3. Infeksi Respirator
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus dan
rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan
menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya dispnea.
4. Gagal Jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan
dengan bronkitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami
masalah ini.
5. Kardiak Disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respirator
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronkial. Penyakit ini
sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali tidak berespons
terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunan otot bantu pernapasan dan distensi
vena leher sering kali terlihat pada klien dengan asma.

E. Manifestasi Klinis
1. Penurunan kemampuan melakukan aktivitas fisik atau pekerjaan yang cukup berat
dan keadaan ini terjadi Karena penurunan cadangan paru
2. Batuk produktif akibat stimulasi reflex batuk oleh mucus
3. Dispenea pada aktivitas fisik ringan
4. Infeksi saluran nafas yang sering terjadi
5. Hipoksemia intermiten atau kontinu
6. Hasil tes faal paru yang menunjukkan kelainan yang nyata
7. Deformitas toraks

F. Penatalaksanaan
1. Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja napas.
2. Mencegah dan mengobati infeksi.
3. Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi paru.
4. Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk memfasilitasi
pernapasan yang adekuat.
5. Dukungan psikologis
6. Edukasi dan rehabilitasi klien.
7. Mengonsumsi obat sesuai anjuran dokter, enis obat yang biasa diberikan seperti:
1) Bronkodilators.
2) Terapi aerosol.
8
3) Terapi infeksi.
4) Kortikostiroid.
5) Oksigenasi.

G. Pathway pada klien dengan PPOK

Peningkatan
kerja otot
pernafasan

Nafsu makan turun Ketidakefektifan pola


 ketidak seimbangan nafas
nutrisi kurang

9
.

BAB III

Asuhan Keperawatan Teori pada klien dengan PPOK

A. Pengkajian
1. Biodata
Penyakit PPOK (Asma bronkial) terjadi dapat menyerang seagala usia tetapi lebih
sering di jumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan
sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Predisposisi laki-laki dan
perempuan di usia dini sebesar 2:1 yang kemudian sama pada usia 30 tahun.
2. Riwayat kesehatan
 Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan sama bronkial adalah dispnea (bias
sampai berhari-hari atau berbulan-bulan),batuk,dan mengi (pada beberapa kasus
lebih banyak paroksismal).
 Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi timbulnya penyakit ini,
di antaranya adalah riwyat alergi dan riwayat penyakit saluran napas bagian bawah
( rhinitis, urtikaria, dan eksim).
 Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali di dapatkan adanya riwayat penyaakit
keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak di temukan adanya penyakit
yang sama pada anggota keluarganya.
3. Pengkajian diagnostic COPD

10
 Chest X- Ray :dapat menunjukkan hyperinflation paru, flattened diafragma,
peningkatan ruangan udara retrosternal, penurunan tanda vascular / bullae
( emfisema ), peningkatan suara bronkovaskular ( bronchitis ), normal ditemukan
saat periode remisi ( asma ).
 Pemeriksaan fungsi paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea,
menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi,
memperkirakan tingkat disfungsi, dan mengevaluasi efek dari terapi, misalnya
bronkodilator.
 Total lung capacity (TLC ) : meningkat pada bronkitis berat dan biasanya pada
asma, namun menurun pada emfisema.
 Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema.
 FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi ( FEV ) terhadap tekanan kapasitas
vital ( FVC ) menurun pada bronkitis dan asma.
 Arterial blood gasses (ABGs) : menunjukan prose penyakit kronis, sering kali
PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkatkan ( bronkitis kronis dan
emfisema ), terapi sering kali menurun pada asma, Ph normal atau asidosis,
alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi ( emfisema sedang atau
asma).
 Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronki saat inspirasi, kolabs
bronkial pada tekanan ekspirasi( emfisema ), pembesaran kelenjar mucus( brokitis).
 Darah lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin ( emfisema berat) dan eosinophil
(asma).
 Kimia darah : alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema perimer.
 Skutum kultur : untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi pathogen,
sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan untuk menentukan penyakit keganasan/
elergi.
 Electrokardiogram (ECG) : diviasi aksis kanan, glombang P tinggi ( asma berat),
atrial disritmia ( bronkitis), gelombang P pada leadsII, III, dan AVF panjang, tinggi(
pada bronkitis dan efisema) , dan aksis QRS vertical (emfisema).
 Exercise ECG , stress test :membantu dalam mengkaji tingkat disfungsi
pernafasan, mengevaluasi keektifan obat bronkodilator, dan merencanakan/
evaluasi program.
4. Pemeriksaan fisik
 Objektif
a) Batuk produktif / nonproduktif
b) Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada kedua fase respirasi
semakin menonjol.
c) Dapat disertai batuk dengan sputum kental yang sulit di keluarka.
d) Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.
e) Sianosis, takikardi, gelisah, dan pulsus paradoksus.
11
f) Fase ekspirasi memanjang diseratai wheezing( di apeks dan hilus )
g) Penurunan berat badan secara bermakna.
 Subjektif
Klien merasa sukar bernapas,sesak dan anoreksia
 Psikososial
a) Cemas, takut, dan mudah tersinggung.
b) Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnnya
c) Data tambahan (medical terapi)
 Bronkodilator
Tidak digunakan bronkodilator oral, tetapi dipakai secara inhalasi atau parenteral.
Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatomimetik, maka sebaiknya
diberikan Aminophilin seacara parenteral, sebab mekanisme yang berlainan,
demikian pula sebaliknya, bila sebelmnya telah digunakan obat golongan Teofilin
oral, maka sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau
parenteral.
Obat obatan bronkodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif terhadap
adrenoreseptor ( orsiprendlin, salbutamol, terbutalin, ispenturin, fenoterol)
mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta efek samping kecil
dibandingkan dengan bentuk non selektif (adrenalin, Efedrin, Isoprendlin)
a. Obat-obat bronkodilator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek samping
sistemiknya lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak napas berat pada anak-
anak dan dewasa. Mula-mula deberikan dua sedotan dari Metered Aerosol
Defire (AfulpenMetered Aerosol ). Jika menunjukkan perbaikan dapat diulang
setiap empat jam, jika tidak ada perbaikan dalam 10-15 menit setelah
pengobatan, maka berikan Aminophilin intravena
b. Obat-obat bronkodilator simpatomimetik memberi efek samping takikardi,
penggunaan parenteral pada orang tua harus hati-hati, berbahaya pada penyakit
hipertensi, kardiovaskuler, dan serebrovaskuler. Pada dewasa dicoba dengan 0,3
ml larutan epinefrin 1 : 1000 secara subkutan. Pada anak-anak 0,01 mg /KgBB
subkutan (1 mg per mil) dapat diulang setiap 30 menit untuk 2-3 kali sesuai
kebutuhan .
c. Pemberian Aminophilin secara intravena denagn dosis awal 5-6 mg/KgBB
dewasa/ anak-anak, disuntikkan perlahan dalam 5-10 menit, untuk dosis
penunjang dapat diberikan sebanyak 0-9 mg/kgBB/jam secara intravena. Efek
sampingnya tekanan darah menurun bila tidak dilakukan secara perlahan.
 Kortikosteroid
Jika pemberian obat-obat bronkodilator tidak menunjukkan perbaikan,
maka bisa dilanjutkan deagan pengobatan kortikosteroid, 200 mg
hidrokortison secara oral atau dengan dosis 3-4 mg/KgBB intravena sebagai

12
dosis permulaan dan dapat diulang 2-4 jam secara parental sampai serangan
akut terkontrol,dengan diikuti pemberian 30-60 mg prednison atau dengan
dosis 1-2 mg/KgBB/hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis
dikurangi secara bertahap
 Pemberian oksigen
Oksigen dialirkan melalui kanul hidung dengan kecepatan 2-4
liter/menit , menggunakan air (humidifier) untuk memberiakan pelembapan.
Obat eksfektoran seperti gliserolguaiakolat juga dapat digunakan untuk
memperbaiki dehidrasi, oleh karena itu intake cairan per oral infus harus
cukup sesuai dengan prinsip.
 Beta Agonis
 Beta agonis ( β–adrenergic agents) merupakan pengobatan awal yang
digunakan dalam penatalaksanaan penyakit asma, dikarenakan obat ini
berekrja dengan cara mendilatsikan otot polos ( vasedilator). Andrenerigic
agent juga meningkatkan pergerakan siliari , menurunkan mediator kimia
anafilaksis, dan dapat meningkatan efek bronkodilatasi dari kortikosteroid.
Andrenergic yang sering digunakan antara lain epinefrin, albuterol,
metaproterenol, isoproterenol, isoetarin, dan terbutalin. Biasanya diberikan
secara parenteral atau inhalasi. Jalan inhalasi merupakan salah satu pilihan
dikarenakan dapat mempengaruhi secara langsung dan mempunyai efek
samping yang lebih kecil.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan
produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi
bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi
dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan
kebutuhan oksigen.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan
upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

C. Intervensi Keperawatam

NO DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN

13
1. Bersihan jalan napas  NOC : a. Beri pasien 6 sampai 8 gelas
tidak efektif b.d o Respiratory status : cairan/hari kecuali terdapat
bronkokontriksi, Ventilation kor pulmonal.
peningkatan produksi o Respiratory status : b. Ajarkan dan berikan
sputum, batuk tidak Airway patency dorongan penggunaan teknik
efektif, o Aspiration Control pernapasan diafragmatik dan
kelelahan/berkurangnya batuk.
 Kriteria Hasil : c. Bantu dalam pemberian
tenaga dan infeksi
o Mendemonstrasikan tindakan nebuliser, inhaler
bronkopulmonal.
batuk efektif dan suara dosis terukur
nafas yang bersih, tidak d. Lakukan drainage postural
ada sianosis dan dengan perkusi dan vibrasi
dyspneu (mampu pada pagi hari dan malam
mengeluarkan sputum, hari sesuai yang diharuskan.
mampu bernafas dengan e. Instruksikan pasien untuk
mudah, tidak ada pursed menghindari iritan seperti
lips) asap rokok, aerosol, suhu
o Menunjukkan jalan yang ekstrim, dan asap.
nafas yang paten (klien f. Ajarkan tentang tanda-tanda
tidak merasa tercekik, dini infeksi yang harus
irama nafas, frekuensi dilaporkan pada dokter
pernafasan dalam dengan segera: peningkatan
rentang normal, tidak sputum, perubahan warna
ada suara nafas sputum, kekentalan sputum,
abnormal) peningkatan napas pendek,
o Mampu rasa sesak didada, keletihan.
mengidentifikasikan dan g. Berikan antibiotik sesuai
mencegah factor yang yang diharuskan.
dapat menghambat jalan h. Berikan dorongan pada
nafas pasien untuk melakukan
imunisasi terhadap influenzae
dan streptococcus
pneumoniae.

2. Pola napas tidak  NOC : a. Ajarkan klien latihan


efektifberhubungan o Respiratory status : bernapas diafragmatik dan
dengan napas pendek, Ventilation pernapasan bibir dirapatkan.
mukus, bronkokontriksi o Respiratory status : b. Berikan dorongan untuk
dan iritan jalan napas Airway patency menyelingi aktivitas dengan
o Vital sign Status periode istirahat.
c. Biarkan pasien membuat
 Kriteria Hasil : keputusan tentang
o Mendemonstrasikan perawatannya berdasarkan
batuk efektif dan suara tingkat toleransi pasien.
nafas yang bersih, tidak b. Berikan dorongan
ada sianosis dan penggunaan latihan otot-otot

14
dyspneu (mampu pernapasan jika diharuskan.
mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed
lips)
o Menunjukkan jalan
nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal, tidak
ada suara nafas
abnormal)
o Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah (sistole 110-
130mmHg dan diastole
70-90mmHg), nad (60-
100x/menit)i,
pernafasan (18-
24x/menit))

3. Gangguan pertukaran o Respiratory status : a. Deteksi bronkospasme


gasberhubungan dengan Ventilation saatauskultasi .
ketidaksamaan ventilasi b. Pantau klien terhadap dispnea
perfusi  Kriteria Hasil : dan hipoksia.
o Frkuensi nafas normal c. Berikan obat-obatan
(16-24x/menit) bronkodialtor dan
o Ritmia kortikosteroid dengan tepat dan
o Tidak terdapat disritmia waspada kemungkinan efek
o Melaporkan penurunan sampingnya.
dispnea d. Berikan terapi aerosol sebelum
o Menunjukkan perbaikan waktu makan, untuk membantu
dalam laju aliran mengencerkan sekresi sehingga
ekspirasi ventilasi paru mengalami
perbaikan.
b. Pantau pemberian oksigen

4. Intoleransi aktivitas  NOC : a. Kaji respon individu terhadap


berhubungan dengan o Energy conservation aktivitas; nadi, tekanan darah,
ketidakseimbangan o Self Care : ADLs pernapasan
antara suplai dengan b. Ukur tanda-tanda vital segera
 Kriteria Hasil : setelah aktivitas, istirahatkan
kebutuhan oksigen
o Berpartisipasi dalam
klien selama 3 menit kemudian
aktivitas fisik tanpa ukur lagi tanda-tanda vital.
disertai peningkatan c. Dukung pasien dalam

15
tekanan darah, nadi dan menegakkan latihan teratur
RR dengan menggunakan treadmill
o Mampu melakukan dan exercycle, berjalan atau
aktivitas sehari hari latihan lainnya yang sesuai,
(ADLs) secara mandiri seperti berjalan perlahan.
d. Kaji tingkat fungsi pasien yang
terakhir dan kembangkan
rencana latihan berdasarkan
pada status fungsi dasar.
e. Sarankan konsultasi dengan
ahli terapi fisik untuk
menentukan program latihan
spesifik terhadap kemampuan
pasien.
f. Sediakan oksigen sebagaiman
diperlukan sebelum dan selama
menjalankan aktivitas untuk
berjaga-jaga.
g. Tingkatkan aktivitas secara
bertahap; klien yang sedang
atau tirah baring lama mulai
melakukan rentang gerak
sedikitnya 2 kali sehari.
h. Tingkatkan toleransi terhadap
aktivitas dengan mendorong
klien melakukan aktivitas lebih
lambat, atau waktu yang lebih
singkat, dengan istirahat yang
lebih banyak atau dengan
banyak bantuan.
i. Secara bertahap tingkatkan
toleransi latihan dengan
meningkatkan waktu diluar
tempat tidur sampai 15 menit
tiap hari sebanyak 3 kali sehari.

5. Perubahan nutrisi  NOC : a. Kaji kebiasaan diet, masukan


kurang dari kebutuhan Nutritional Status : food and makanan saat ini. Catat derajat
tubuhberhubungan Fluid Intake kesulitan makan. Evaluasi
dengan dispnea, berat badan dan ukuran tubuh.
 Kriteria Hasil : b. Auskultasi bunyi usus
kelamahan, efek
o Adanya peningkatan c. Berikan perawatan oral sering,
samping obat, produksi
berat badan sesuai buang sekret.
sputum dan anoreksia,
dengan tujuan d. Dorong periode istirahat I jam
mual muntah.
o Berat badan ideal sesuai sebelum dan sesudah makan.
e. Pesankan diet lunak, porsi

16
dengan tinggi badan kecil sering, tidak perlu
o Mampu dikunyah lama.
mengidentifikasi f. Hindari makanan yang
kebutuhan nutrisi diperkirakan dapat
o Tidak ada tanda tanda menghasilkan gas.
malnutrisi g. Timbang berat badan tiap hari
o Tidak terjadi penurunan sesuai indikasi.
berat badan yang berarti

6. Kurang perawatan  NOC : a. Ajarkan mengkoordinasikan


diriberhubungan dengan Self care : Activity of Daily pernapasan diafragmatik
keletihan sekunder Living (ADLs) dengan aktivitas seperti
akibat peningkatan berjalan, mandi, membungkuk,
 Kriteria Hasil :
upaya pernapasan dan atau menaiki tangga
o Klien terbebas dari bau
insufisiensi ventilasi dan b. Dorong klien untuk mandi,
badan berpakaian, dan berjalan dalam
oksigenasi
o Menyatakan
jarak dekat, istirahat sesuai
kenyamanan terhadap
kebutuhan untuk menghindari
kemampuan untuk
keletihan dan dispnea
melakukan ADLs
berlebihan. Bahas tindakan
o Dapat melakukan ADLS
penghematan energi.
dengan bantuan c. Ajarkan tentang postural
drainage bila memungkinkan.

D. Penelitian yang Terkait

BAB IV

SATUAN ACARA PENYULUHAN PPOK

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

17
Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) atau Chronic Obstruktif Pulmonary
Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah asma bronkial, bronkitis
kronis, dan emfisema paru-paru. Sering juga penyakit ini disebut dengan Chronic
Airflow Limitation (CAL) dan Chronic Obstructive Lung Disease (COLD). Diagnosa
yang utama pada penderita PPOK yaitu Bersihan jalan napas tidak efektif b.d
peningkatan produksi sputum

B. Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu membuat asuhan keperawatan dengan baik
terhadap penderita penyakit saluran pernapasan terutama PPOK. Oleh karena itu,
perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik dalam hal ini melakukan
penyuluhan ataupun memberikan edukasi kepada pasien maupun keluarga pasien
terutama mengenai tanda-tanda, penanganan dan penceganhanya.

DAFTAR PUSTAKA

Anies.2015.penyakit berbasis lingkungan.Yogyakarta:Ar-Ruzz Media

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta,
EGC.

Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.

Kuwalak, Jennifer.P.2011.PATOHFISIOLOGI,Jakarta:EGC

18
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi

Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarth’s,
Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.

Somantri,Irwan.2009.Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem


pernapasan.Jakarta:Salemba Medika

Syamsudin,Sesilia Andriani keban.2013.Buku ajar Farmakotrapi gangguan saluran


pernapasan.Jakarta:Salemba Medika

19

Anda mungkin juga menyukai