Anda di halaman 1dari 10

KEBUTUHAN SPIRITUAL KELUARGA DENGAN

ANAK PENDERITA PENYAKIT KRONIS


Elva Sujana1, Sari Fatimah2, Nur Oktavia Hidayati3
1
Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
2,3
Departemen Keperawatan Jiwa Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
Email: 3nuroktaviah@gmail.com

ABSTRAK

Keluarga dengan anak penderita penyakit kronis membutuhkan dukungan baik secara moril maupun spiritual.
Dukungan akan kebutuhan spiritual tidak jarang dianggap hal yang kurang penting. Keluarga melaporkan
belum terpenuhinya kebutuhan spiritual selama menunggu anak di rumah sakit. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui gambaran kebutuhan spiritual manakah yang paling dibutuhkan keluarga dengan
anak penderita penyakit kronis di ruang rawat inap anak RS Al Islam Bandung. Penelitian ini menggunakan
deskriptif kuantitatif. Jumlah sampel 39 responden dengan teknik purposive sampling dengan kuesioner yang
kembangkan dari konsep kebutuhan spiritual keluarga menurut Ruth A. Tanyi dengan nilai uji validitas 0,33-
1 dan nilai reliabilitas 0,93. Analisis menggunakan analisis statistic deskriptif yang menghasilkan distribusi
frekuensi serta persentase masing-masing dimensi kebutuhan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
dimensi dengan kebutuhan tertinggi adalah kebutuhan terhadap keyakinan (57,4%), diikuti oleh kebutuhan
terhadap kekuatan (57,1%), kebutuhan terhadap family’s preference (52,3%), kebutuhan terhadap spiritual
anggota keluarga (41%), kebutuhan terhadap makna dan tujuan (39%), dan kebutuhan terhadap hubungan
(37,8%). Penelitian ini menunjukan bahwa dimensi kebutuhan terhadap keyakinan merupakan dimensi
kebutuhan spiritual keluarga yang dirasa paling utama oleh responden. Berdasarkan hasil penelitian tersebut
disarankan agar perawat dapat meningkatkan pelayanan tentang asuhan keperawatan spiritual dengan
pengembangan protap dengan memasukan enam dimensi ke dalam protab yang ada, disediakan ruang tunggu
yang tenang untuk keluarga dalam beribadah, adanya konseling antara perawat dan keluarga, dan
menyediakan bacaan-bacaan tentang kebutuhan spiritual keluarga.

Kata kunci : kebutuhan spiritual, keluarga, penyakit kronis anak

ABSTRACT

Families with children with chronic illness need support both morally and spiritually. Support for spiritual
needs is not uncommonly perceived as less important. The family reported not having fulfilled the spiritual
needs while waiting for the child in the hospital. The aim of this research is to know the description of
spiritual needs which is most needed family with children suffering from chronic illness in the inpatient room
of RS Al Islam Hospital Bandung. This research used quantitative descriptive. Total sample 39 respondents
with purposive sampling technique with a questionnaire developed from the concept of spiritual family needs
according to Ruth A. Tanyi with validity test value 0,33-1 and reliability value 0,93. The analysis used
descriptive statistic analysis which produces frequency distribution and percentage of each need dimension.
The results of this study indicate that the dimension with the highest need is the need for confidence (57.4%),
followed by the need for strength (57.1%), the need for family's preference (52.3%), the need for spiritual
family members (41 %), Need for meaning and purpose (39%), and need for relationship (37.8%). This study
showed that the dimension of need to belief is a dimension of the spiritual needs of families that are
considered most important by the respondents. Based on the results of this study it is suggested that nurses
can improve the service of spiritual nursing care with the development of protap by including six dimensions
into the existing protab, provided a quiet waiting room for families in worship, counseling between nurses
and families, and provide readings about The spiritual needs of the family.

Keywords: spiritual needs, family, chronic disease of the child

47
Sujana, E., Fatimah, S., & Hidayati, N.O.

PENDAHULUAN Keluarga dalam hal ini orang tua memiliki


Anak merupakan anugerah dan menjadi peran yang penting dalam kesehatan dan
masa depan masyarakat kita. Status kesehatan kesejahteraan anak. Keluarga merupakan
anak dapat mempengaruhi kesehatan seorang sumber dukungan utama dan kekuatan bagi
anak. Salah satunya adalah anak dengan seorang anak (Keyle & Carman, 2014).
penyakit kronis. Anak dengan kondisi ini akan Penyakit kronis yang diderita anak akan
mengalami keterlambatan perkembangan, berdampak terhadap keluarganya. Penyakit
terutama dalam memperoleh keterampilan kronis akan menimbulkan krisis bagi seluruh
yang berhubungan dengan kognitif, anggota keluarga khususnya orang tua. Orang
komunikasi, adaptasi, fungsi sosial, dan fungsi tua menganggap diri mereka bertanggung
motorik (Keyle & Carman, 2014) jawab untuk penyakit anaknya, sehingga orang
Penyakit kronis didefinisikan sebagai tua memiliki perasaan bersalah dan
suatu keadaan sakit, atau ketidakmampuan keputusasaan. Hal ini akan berpengaruh
baik itu psikis, kognitif maupun emosi, terhadap fungsi peran dari seluruh anggota
berlangsung minimal 6 bulan yang keluarga, yang nantinya lama-kelamaan akan
memerlukan intervensi medis secara terus- meningkatkan tekanan psikologis dan
menerus untuk merawat episode akut atau ketegangan di dalam anggota keluarga (Renani
masalah kesehatan yang timbul berulang et al, 2014). Kondisi ini juga dapat
(Wilkes et al, 2008). Berbagai macam penyakit mempengaruhi kemampuan anggota keluarga
yang diderita oleh anak yang menderita dalam membuat keputusan untuk perawatan
penyakit kronis, diantaranya : asthma, anaknya (Benbassat, 2010). Sementara
diabetes, kelainan jantung bawaan, kanker, keluarga harus membuat keputusan yang cepat
epilepsy, HIV/AIDS, anemia, obesitas, dan tepat karena keluarga sebagai pemegang
penyakit bawaan sejak dilahirkan, penyakit otonomi anak dianggap sebagai mitra penting
mental dan penyakit yang berhubungan yang berkolaborasi dengan professional
dengan ketidakmampuan seperti autis, (Bangnasco, 2013).
hiperaktif, dan kecacatan (Boyse, 2008). Situasi-situasi tersebut menyebabkan
Lebih dari 10 % populasi anak-anak di anggota keluarga dipaksa untuk beradaptasi
dunia menderita penyakit kronis dan 1-2% terhadap setiap perubahan dalam hidupnya,
diantaranya dalam kondisi yang sangat serius bila adaptasi terhadap perubahan ini berhasil
(Eiser, 2008). Menurut data WHO (2013), maka keluarga dapat memfasilitasi
kanker merupakan penyakit kronis penyebab pertumbuhan dan perkembangan anak dengan
kematian kedua setelah penyakit benar. Untuk itu orang tua harus mampu
kardiovaskuler dengan persentase sebesar menjaga keseimbangan batin mereka, salah
13%. Di Indonesia sendiri belum ada data pasti satunya adalah dengan pemenuhan kebutuhan
mengenai jumlah anak penderita penyakit spiritual (Renani et al, 2014).
kronis. Namun, menurut hasil Riset Kesehatan Kyle dan Carman (2014) menjelaskan
Dasar Indonesia (2013), penyakit saluran bahwa spiritualitas merupakan fokus penting
pernafasan berada diurutan pertama dan diikuti ketika bekerja sama dengan anak-anak dan
oleh penyakit kardiovaskuler sebagai penyakit keluarga mereka. Spiritual merupakan salah
yang banyak diderita oleh anak-anak. satu kebutuhan fundamental yang dibutuhkan
Berdasarkan paradigma keperawatan individu agar mampu memberikan motivasi
anak, anak merupakan individu yang masih terhadap perubahan yang lebih baik untuk
bergantung pada lingkungannya untuk mempertahankan keharmonisan dan
memenuhi kebutuhan individual mereka. keselarasan seseorang dengan dunia luar, dan
Lingkungan yang mendukung tersebut salah merupakan upaya individu untuk menjawab
satunya adalah keluarga (Supartini, 2004). atau mendapatkan kekuatan ketika

48 Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(1):47–56


Sujana, E., Fatimah, S., & Hidayati, N.O.

menghadapi stress emosional, penyakit fisik, orang tua dengan anak penderita penyakit
atau kematian (Kozier, 2004). Kebutuhan asthma dengan metode kualitatif menunjukan
spiritual didefinisikan sebagai suatu kebutuhan bahwa spiritualitas merupakan sumber
untuk mempertahankan atau mengembalikan adaptasi orang tua ketika merawat anak dengan
keyakinan dan memenuhi kewajiban agama penyakit asthma (Renani et al, 2014).
serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau Banyak penelitian yang telah
pengampunan, mencintai, menjalin hubungan mendokumentasikan hubungan yang
penuh rasa percaya dengan Tuhan (Kozier, signifikan antara spiritualitas dengan
2004). kesehatan jiwa, fisik, dan kesehatan
Tanyi (2006) membagi kebutuhan fungsional. Salah satunya penelitian yang
spiritual keluarga menjadi enam subvariabel dilakukan oleh Gallagher et al (2015) dengan
yaitu makna dan tujuan (meaning and metode kuantitatif dan kualitatif terhadap 32
purpose), kekuatan (strengths), hubungan orang tua dengan anak yang mengalami
(relationships), keyakinan (beliefs), spiritual gangguan perkembangan, penelitian ini
anggota keluarga dan family’s preference. menunjukan terdapat hubungan positif antara
Apabila kebutuhan spiritual keluarga tersebut spiritual dengan tingkat depresi orang tua
tidak terpenuhi dapat menyebabkan distress artinya semakin tinggi tingkat spiritual orang
spiritual di dalam keluarga. Distress spiritual tua semakin rendah tingkat depresinya.
dapat menganggu keluarga dalam mengelola Penelitian serupa dilakukan oleh Sugianto
konflik, kondisi ini akan merusak (2014) tentang pengaruh konseling spiritual
kesejahteraan keluarga, keluarga akan perawat terhadap tingkat kecemasan pada
mengalami rasa keputusasaan, hilangnya keluarga pasien yang dirawat di ruang ICU
kebebasan, konflik bathin tentang keyakinan RSUD Sleman Yogyakarta dengan metode
mereka, dan mempertanyakan makna dari quasi ekperimen terhadap 20 responden
keberadaan dirinya (Tanyi, 2006) menunjukan hasil bahwa terdapat pengaruh
Menurut Potter dan Perry (2005) konseling spiritual perawat terhadap tingkat
distress spiritual dapat berkembang sejalan kecemasan pada keluarga pasien.
dengan seseorang mencari makna tentang apa Pemenuhan kebutuhan spiritual pasien
yang sedang terjadi, yang mungkin dapat dan keluarga dipengaruhi oleh perawat (Potter
mengakibatkan seseorang merasa sendiri dan & Perry, 2005). Menurut Hamid (2000)
terisolasi dari orang lain. Individu mungkin seorang perawat harus membantu memenuhi
mempertanyakan nilai spiritual mereka, kebutuhan spiritual klien sebagai bagian dari
mengajukan pertanyaan tentang jalan kebutuhan yang menyeluruh, antara lain
hidupnya, tujuan hidup, dan sumber makna dengan memfasilitasi pemenuhan kebutuhan
hidup, keadaan tersebut sering dialami untuk spiritual klien tersebut, walaupun perawat dan
klien maupun keluarga yang menderita pasien tidak mempunyai keyakinan spiritual
penyakit kronis. atau keagamaan yang sama. Namun
Pemenuhan kebutuhan spiritual dapat fenomenanya dengan berbagai alasan perawat
memberikan kekuatan terhadap seseorang. justru menghindar untuk memenuhi kebutuhan
Besarnya pengaruh pemenuhan kebutuhan spiritual karena kurang menganggap penting
dasar spiritual terhadap keluarga dapat dilihat kebutuhan spiritual, tidak mendapatkan
dari beberapa hasil penelitian terdahulu. pendidikan tentang dimensi kebutuhan
Penelitian yang dilakukan oleh Bert (2011) spiritual, atau pemenuhan kebutuhan spiritual
terhadap 110 ibu yang memiliki anak remaja bukan menjadi tugasnya melainkan tugas dari
menunjukan hasil bahwa spiritualitas ibu pemuka agama. Selain itu, klien sering
merupakan prediktor kuat antara ibu dan anak. melaporkan kebutuhan spiritual dan
Penelitian yang dilakukan di Iran terhadap 10 eksistensialnya tidak terpenuhi, padahal

Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(1):47–56 49


Sujana, E., Fatimah, S., & Hidayati, N.O.

dukungan spiritual tersebut juga berhubungan seluruhnya beragama islam, mayoritas


dengan peningkatan kualitas hidup yang lebih memiliki suku sunda sebanyak 94,9%, dan
baik (Büssing & Koenig, 2010). berpendidikan terakhir pendidikan menengah
sebanyak 20 orang (51,3%).
METODE Tabel 1. Kebutuhan Spiritual Keluarga
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit
N Dimensi % % % % %
Al Islam Bandung. Rancangan penelitian ini
o. SP P CP KP TB
adalah deskriptif kuantitatif dengan
menggunakan kuesioner yang dibuat sendiri 1. Makna & 39,0 40,5 15,4 1,5 3,6
oleh peneliti dikembangkan dari konsep Tujuan
kebutuhan spiritual keluarga menurut Ruth A. 2. Kekuatan 57,1 29,5 9,6 1,3 2,6
(strengths)
Tanyi dengan nilai uji validitas 0,33-1 dan nilai
3. Hubungan 37,8 42,9 13,5 1,9 3,8
reliabilitas 0,93. Kuesioner langsung diisi oleh
(relationship)
responden dengan adanya pendampingan dari
peneliti saat proses pengisian kuesioner. 4. Keyakinan 57,4 26,7 8,7 2,1 5,1
(beliefs)
Populasi adalah keluarga pasien anak dengan
5. Spiritual 41,0 31,4 19,2 4,5 3,8
penyakit kronis yang menjalani rawat inap di anggota
ruang rawat inap anak Rumah Sakit Al-Islam keluarga
Bandung. Sampel ditentukan dengan metode 6. Family’s 52,3 32,3 13,3 1,0 1,0
purposive sampling. Kriteria untuk sampel preference
yaitu orang tua dengan anak penderita kanker
dan bersedia menjadi responden. Total
Pada tabel 1 di atas menyajikan tentang
responden yang didapatkan dalam jangka
kebutuhan keluarga baik yang dibutuhkan
waktu satu bulan sesuai dengan kriteria yaitu
(terdiri atas kebutuhan sangat penting, penting,
39 responden.
cukup penting dan kurang penting) maupun
Analisa data dilakukan dengan cara
yang tidak dibutuhkan. Dari tabel tersebut
statistik deskriptif. Data yang didapatkan
dapat dilihat bahwa dimensi kebutuhan
dikelompokan dalam lima domain kebutuhan
spiritual yang sangat penting dirasakan
yaitu sangat penting, penting, cukup penting,
responden adalah dimensi keyakinan (beliefs)
kurang penting, dan tidak butuh. Etika
sebesar 57,4 %. Diikuti oleh dimensi kekuatan
penelitian pada penelitian ini meliputi respect
(strengths) sebesar 57,1 % dan dimensi
for autonomy dengan cara peneliti
Family’s preference sebesar 52,3 %.
memberikan inform consent kepada responden
secara lisan maupun tulisan. Respect for
PEMBAHASAN
confidentiality dengan cara responden hanya
mencantumkan inisial nama saja dan data yang Dari hasil penelitian yang dilakukan
dikumpulkan hanya dilihat oleh peneliti. peneliti didapatkan bahwa kebutuhan terhadap
Respect for justice dengan cara peneliti tidak keyakinan (beliefs) merupakan kebutuhan
membedakan perlakuan pada seluruh yang sangat penting dirasakan oleh keluarga
responden. (57,4%), diikuti oleh kebutuhan terhadap
kekuatan (strengths) (57,1 %) , kebutuhan
HASIL terhadap family’s preference (52,3%),
Hasil penelitian menunjukan bahwa kebutuhan terhadap spiritual anggota keluarga
paling banyak responden mempunyai (41%), makna dan tujuan (39%), dan
karakteristik dengan usia dewasa pertengahan hubungan (relationship) (37,8%).
sebanyak 23 orang (59%), berjenis kelamin Dimensi tertinggi yang pertama adalah
perempuan sebanyak 27 orang (69,2%), dimensi kebutuhan terhadap keyakinan

50 Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(1):47–56


Sujana, E., Fatimah, S., & Hidayati, N.O.

(beliefs). Kebutuhan terhadap keyakinan seperti penyakit yang diderita oleh anak
(beliefs) adalah kebutuhan terhadap (Tanyi, 2006).
kepercayaan yang dianut didalam keluarga dan Item terakhir yang dirasa sangat penting
apa arti kepercayaan tersebut terhadap untuk dimensi keyakinan (beliefs) adalah
kesehatan keluarga serta keluarga “saya membutuhkan ruangan tenang untuk
melaksanakan ritual keagamaan seperti sholat, beribadah ketika menunggu anak saya di
ibadah, dan meditasi (Tanyi, 2006). rumah sakit“ (41%). Tingginya kebutuhan
Dari hasil penelitian lima item keyakinan terhadap Tuhan membuat keluarga
pernyataan yang dirasa sangat penting oleh membutuhkan koneksi atau komunikasi
responden, item“ saya meyakini adanya berhubungan denganNya, koneksi ini
Tuhan” merupakan item yang dirasa sangat diekspresikan melalui ibadah atau ritual
penting oleh responden (84,6%), hal ini keagamaan (Tanyi, 2002). Untuk menunjang
dikarenakan seluruh responden berasal dari komunikasi yang efektif dengan
keluarga yang menganut keyakinan beragama Tuhan/kekuatan tertinggi maka keluarga
yaitu agama Islam, di dalam prinsip Islam membutuhkan ruangan yang tenang untuk
keyakinan kepada Tuhan merupakan beribadah. Perawat sebagai pemberi asuhan
kebutuhan utama bagi seseorang (Ibrahim, keperawatan harus bisa memfasilitasi keluarga
2011). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian untuk memenuhi kebutuhan spiritualnya agar
oleh Springer et al. (2009) menunjukan bahwa tercapai kesejahteraan keluarga yang optimal.
secara umum seseorang menempatkan Dimensi yang tertinggi yang kedua adalah
keyakinan (beliefs) di dalam kehidupannya dimensi kebutuhan terhadap kekuatan
dan merupakan hal terpenting dalam (strengths). Kebutuhan terhadap kekuatan
kehidupan moral seseorang. (strengths) merupakan kebutuhan untuk
Item sangat penting yang kedua adalah menemukan dan membangun kembali sumber
“ keluarga saya melaksanakan ibadah seperti yang menjadi spirit atau energi di dalam keluarga
sholat, membaca Al Quran atau Alkitab” ketika menghadapi krisis, energi ini akan
(71,8%). Hal ini dikarenakan keluarga mendorong seseorang untuk mencari potensi
menganut keyakinan beragama, maka terbaik dari dirinya. Energi atau spirit tersebut
kebutuhan ini melibatkan ekspresi dari dapat bersumber dari Tuhan, diri sendiri, orang
spiritual melalui ritual keagamaan dan praktik- lain dan lingkungannya (Tanyi, 2002).
praktik. Praktik dalam kebutuhan ini beragam Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa
misalnya anggota keluarga melaksanakan item “Tuhan adalah sumber kekuatan bagi
ibadah seperti sholat, membaca Al Quran atau saya” merupakan item yang dirasa sangat
Alkitab (Tanyi, 2006). Hal ini sejalan dengan penting oleh responden (79,5%), diikuti oleh
penelitian oleh Renani et al (2014) mengatakan item “saya butuh untuk selalu menjaga
bahwa ritual keagamaan merupakan berpikiran positif” (71,8%) dan terakhir diikuti
kompenen fungsional dari keyakinan oleh item “menemukan adanya kekuatan yang
keagaamaan dalam hidup seseorang. Aktivitas memberikan kedamaian dalam hidup saya”
keagamaan merupakan kunci dari perilaku (46,2 %).
seseorang dalam mengelola krisis. Keyakinan kepada Tuhan merupakan
Item yang dirasa sangat penting sumber kekuatan bagi seseorang (Ibrahim,
selanjutnya adalah “ saya meyakini adanya 2010). Sumber kekuatan memberi seseorang
kekuatan lain yang menyembuhkan penyakit keberanian yang dibutuhkan untuk mengadapi
anak saya” (51,3%). Keyakinan dapat menjadi rintangan yang tak terhitung dalam
kekuatan pendorong dalam kehidupan menghadapi krisis (Narayansamy, 2004).
seseorang. Dengan keyakinan yang kuat dapat Budaya masyarakat Indonesia sangat lekat
menolong seseorang ketika mengalami krisis dengan religiusitas, hal ini berbeda dengan

Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(1):47–56 51


Sujana, E., Fatimah, S., & Hidayati, N.O.

kultur di Negara barat yang lebih didominasi penting oleh responden (76,9%), diikuti oleh
dengan paham sekularisme dan kebebasan. item “saya membutuhkan ustad atau pemuka
Selama ini literatur-literatur yang mengungkap agama untuk mendo’akan saya dan anak saya”
makna spiritualitas sebagian besar berasal dari (53,8%) dan terakhir diikuti oleh item
Negara barat sedangkan kultur masyarakat “perawat ikut berdo’a bersama dengan anak
Indonesia dengan negara barat sangat berbeda. dan keluarga saya” (46,2%).
Sebagian besar budaya di Indonesia terdapat Mengidentifikasi dan mengatasi
kepercayaan kepada kekuatan super natural kebutuhan spiritual pasien adalah penting,
yang paling tinggi yang sangat berkuasa dan tetapi ada keterampilan umum yang diperlukan
menentukan segalanya yaitu Tuhan Yang perawat untuk mengembangkan strategi yang
Maha Esa dan tercantum pada sila pertama lebih baik untuk memenuhi kebutuhan-
pancasila (Nuraeni, Ibrahim dan Agustina, kebutuhan multidimensi keluarga dengan anak
2013). Hal tersebut mungkin saja dapat penderita penyakit kronis. Sebagai pemberi
berpengaruh terhadap kebutuhan spiritual asuhan keperawatan, perawatan harus
keluarga pasien dengan anak penderita melengkapi diri dengan keterampilan yang
penyakit kronis . diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
Kebutuhan terhadap Tuhan, menjaga spiritual.
selalu berfikiran positif, dan menemukan Hasil studi oleh Feudtner (2003)
adanya kekuatan yang memberikan kedamaian menunjukan bahwa terdapat beberapa metode
dalam hidup merupakan spirit atau energi yang efektif yang dilakukan perawat dalam
untuk memelihara pasien dan keluarganya dan memberikan perawatan spiritual. Pertama,
mengisi kembali semangat mereka. Tingginya seorang perawat harus mampu menjadi
kebutuhan terhadap hal tersebut menunjukan pendengar yang empati untuk pasien dan
bahwa kebutuhan tersebut sangat penting keluarganya. Perawat harus mampu
dirasakan oleh keluarga. Dalam hal ini peran mendengarkan secara aktif tanpa menghakimi,
perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan tidak membeda-bedakan pasien maupun
dibutuhkan untuk memperhatikan kebutuhan keluarganya, buat suasana yang tepat bagi
dasar pasien dan keluarganya sehingga pasien dan keluarganya untuk mengungkapkan
nantinya dengan proses keperawatan dapat pikiran dan perasaan spiritual mereka. Perawat
ditentukan perencanaan dan pelaksanaan perlu untuk merasakan nilai, sikap, prasangka,
tindakan yang sesuai dengan kebutuhan dasar keyakinan, asumsi dan perasaan pasien
manusia dan kemudian dapat dievaluasi sesuai maupun keluarganya serta sejauh mana
tingkat perkembangannya (Hidayat, 2008) kebutuhan pribadi pasien sudah terpenuhi.
Dimensi yang tertinggi yang ketiga Kedua, perawat ikut berdo’a bersama anak dan
adalah dimensi kebutuhan terhadap family’s keluarga pasien serta memfasilitasi kegiatan
preference. Kebutuhan terhadap family’s keagamaan seperti ibadah, sholat,
preference merupakan kebutuhan keluarga menyediakan bacaan-bacaan atau referensi
untuk mengekspresikan pandangan spiritual tentang spiritual.
keluarga terhadap perawat dalam Dimensi selanjutnya yang dirasa sangat
mengintegrasikan spiritual dalam perawatan penting oleh responden adalah spiritual
yang diberikan terhadap pasien dan anggota keluarga. Spiritual anggota keluarga
keluarganya, serta kebutuhan untuk memiliki adalah Kebutuhan spiritual anggota keluarga
seorang pemimpin agama dalam perawatan adalah kebutuhan keluarga dalam
terhadap keluarga. (Tanyi, 2006). mengekspresikan spiritual mereka, ekspresi
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa tersebut dapat membuat anggota keluarga
item “saya butuh untuk didengarkan dengan merasa lebih dekat dengan Tuhan, merasa
empati” merupakan item yang dirasa sangat lebih tenang dan damai (Tanyi, 2006).

52 Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(1):47–56


Sujana, E., Fatimah, S., & Hidayati, N.O.

Hasil penelitian dapat dilihat bahwa item dilakukan adalah melakukan bimbingan
“untuk menjaga keutuhan rumah tangga “ ibadah seperti berdo’a, sholat, wudhu,
merupakan item yang dirasa sangat penting oleh tayamum yang dilakukan oleh perawat dan
hampir seluruhnya dari responden sebesar tindakan santunan kerohanian yaitu
76,9%. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki memberikan motivasi keagamaan, dzikir, do’a
sistem kekeluargaan yang sangat tinggi. yang dilakukan oleh tenaga kerohanian.
Penelitian yang dilakukan oleh Widyanigsih, Namun pemenuhan kebutuhan keyakinan
Petpichetchian, dan Kitrungrote (2014) bahwa dengan dilakukannya bimbingan ibadah
hubungan sosial dengan keluarga sangat kepada pasien maupun keluarganya belum
berperan penting pada masyarakat Indonesia. optimal sehingga persentase terhadap
Keluarga menjadi aspek penting dalam kebutuhan ini tinggi. Dari hasil wawancara
kehidupan pasien. Kekeluargaan dan sebelumnya diketahui bahwa tidak semua
pertemanan di Indonesia sangat terlihat pada saat orang tua mendapat bimbingan ibadah secara
seseorang sakit atau menjalani rawat inap, lengkap oleh perawat dengan alasan perawat
mereka datang bersama-sama untuk tidak memiliki cukup waktu serta kurangnya
memberikan dukungan semangat. tenaga melihat jumlah pasien dan keluarganya
Dimensi yang dirasa sangat penting yang banyak. Perawat juga mengatakan tidak
selanjutnya adalah dimensi kebutuhan memiliki cukup waktu untuk melakukan
terhadap hubungan (relationship) (37,8%) pengawasan apakah bimbingan ibadah yang
diikuti oleh dimensi kebutuhan terhadap diberikan telah dilaksanakan atau belum.
makna dan tujuan (39%). Hasil ini berbeda Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
dengan literature sebelumnya yang yang dilakukan oleh Feudtner (2003)
menunjukan bahwa kebutuhan terhadap menunjukan bahwa perawat memiliki
makna dan tujuan merupakan kebutuhan yang beberapa hambatan ketika memberikan asuhan
paling menonjol dibandingkan kebutuhan keperawatan spiritual diantaranya: perawat
lainnya (Galek, 2005). tidak mendapatkan pelatihan untuk
Hal ini dipengaruhi oleh kebudayaan, mendeteksi kebutuhan spiritual pasien dan
falsafah hidup, dan ideologi yang berbeda dari keluarganya, kurangnya tenaga kesehatan
setiap negara. Keluarga di Indonesia dalam memberikan asuhan keperawatan
mempunyai ikatan keluarga yang sangat erat spiritual, dan keterlambatan dalam
yang dilandasi oleh semangat memberikan pelayanan asuhan keperawatan
kegotongroyongan, keluarga merupakan satu spiritual kepada pasien dan keluarganya. Hasil
kesatuan utuh yang dijiwai oleh nilai budaya penelitian serupa juga didapatkan oleh Tanyi
ketimuran yang kental yang mempunyai (2006) menunjukan bahwa: perawat seringkali
tanggung jawab besar (Ali, 2009). Karena gagal membedakan antara kebutuhan spiritual
ikatan keluarga yang sangat erat inilah individu dan kebutuhan spiritual keluarga
kebutuhan keluarga terhadap hubungan sebagai unit, terkadang perawat tidak memiliki
(relationship) bukan menjadi kebutuhan yang cukup waktu dan hanya berdiskusi singkat
dirasa sangat penting karena keluarga sudah dengan keluarga terkait spiritual.
mendapat dukungan dari anggota keluarganya Dengan adanya gambaran ini
sendiri, sehingga setiap terjadi krisis atau diharapkan perawat mampu meningkatkan
penyakit keluarga lebih membutuhkan pelayanan perawatan spiritual untuk
keyakinan kepada Tuhan yang menjadi sumber memenuhi kebutuhan spiritual pasien dan
kekuatan baginya. keluarganya. Karena nilai, praktek, keyakinan,
Rumah Sakit Al Islam sendiri sudah dan sumber kekuatan di dalam keluarga
memiliki kegiatan perawatan spiritual untuk merupakan bagian dari spiritualnya yang
ibadah pasien dan keluarganya. Tindakan yang berpengaruh terhadap fungsi keluarga dan

Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(1):47–56 53


Sujana, E., Fatimah, S., & Hidayati, N.O.

menolong mereka dalam memanage krisis of Published Surveys. Behavioral


yang terjadi di dalam keluarganya (Tanyi, Medicine. Pg 81
2006). Sehingga nantinya diharapkan Bert, S.C. (2011). The Influence of Religiosity
tercapainya kesejahteraan spiritual keluarga and Spirituality on Adolescent Mother
yang optimal. and Their Teenage Children. J Youth
Adolescence. 40:72-84. Doi
SIMPULAN 10.1007/s10964-010-9506-9
Berdasarkan hasil penelitian “gambaran Boyse, K., et al. (2008). Children with Chronic
kebutuhan spiritual keluarga dengan anak Conditions.
penderita penyakit kronis di ruang rawat inap http://pediatrics.aapublications.org./cgi
anak Rumah Sakit Al Islam Bandung” dapat /content/abstract/87/6/884. Diakses
disimpulkan bahwa dimensi keyakinan pada tanggal 06 Januari 2016
(beliefs) sebesar 57,4 % merupakan dimensi Büssing, A.,Bulzat HJ, Heusser, P. (2010).
tertinggi, diikuti oleh dimensi kekuatan Spiritual Need of Patients with Chronic
(strengths) sebesar 57,1 % dan dimensi Pain Diseases and Cancer- Validation
Family’s preference sebesar 52,3 %. of The Spiritual Need Questionnaire.
Eur J Med Res.15,266-273
Daftar Pustaka Büssing, A & Koenig, H.G. (2010). Spiritual
Ali, Z. (2009). Pengantar Keperawatan Needs of Patients with Chronic
Keluarga. Jakarta: EGC Disease. Religions. 1: 18-27.
Alrasyid, H. 1994. Teknik Penarikan Sampel Creven & Himle. (2009). Fundamental of
dan Penyusunan Skala. Bandung: Nursing (6th ed): Human Health and
UNPAD. www.repository.upi.edu, Function. Lippincot
(diakses tanggal 28 Mei 2016). Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar.
Ardila,D & Wahyuni, S.E. (2012). Jakarta: Badan Penelitian dan
Spiritualitas dan Stres Orangtua yang Pengembangan Kesehatan Kemenkes
Mempunyai Anak Kelainan Kongenital RI. Diakses pada tanggal 07 Januari
Di RSUP H.Adam Malik. Vol 1 No 1. 2016
http://202.0.107.5/index.php/jkk/articl Fathi, A., Azarmi, H., Elahi, T., Kateb, Z.,
e/view/102 Tarkhorani, H. (2007). The relationship
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian: between Adjustment and value system
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : in women. MilMed Journal, 8(4),267-
Rineka Cipta 272.in Persian
Bagnasco, A.,Calza,S., Costa, M., Rosa, Feudtner, C., Haney, J., Dimmers, M. A.
F.,Sasso, L. (2013). What do (2003). spiritual care needs of
professionals need for an Open- hospitalized children and their families
Pediatric Intensive Care Unit? A focus : a national survey of pastoral care
group study on PICU professionals. providers perception.
Pediatric Anesthesia and Critical Care Pediatrics.111;e67.
Journal,1(1):31- Doi:10.1542/peds.111.1.e67
38.doi:10.14587/paccj. 2013.7 Friedman, M. M. (1998). Keperawatan
Behrman., Kliegman., Arvin., (1999). Ilmu Keluarga : Teori dan Praktek (Edisi 3).
Kesehatan Anak : Edisi 15. Jakarta : Jakarta : EGC
EGC Galek, K., Flannelly, K. J., Vane, A., Galek, R.
M.,(2005). Assessing a patient’s
Benbassat, J., Pilpel, D., Tidhar, M. (2010).
spiritual needs a comprehensive
Patient’s Preferences for Participation
in Clinical Decision Making. A Review

54 Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(1):47–56


Sujana, E., Fatimah, S., & Hidayati, N.O.

instrument. Holistic Nurs (2014). Buku Ajar Keperawatan


Pract.19(2):62-69 Pediatrik (Edisi 2). Jakarta : EGC
Gallagher, S., Philips, A.C., Lee, H., Carroll, Muscara, F., Burke, K., McCarthy, M. C.,
D. (2015). The Association Between Anderson, V. A., Hearps, S.J.,Hearps,
Spirituality and Depression in Parents S., Dimosvski, A., Nicholson, J.M.
Caring for Children with (2015). parent distress reactions
Developmental Disabilities: Social following a serious illness or injury in
Support and/or Last Resort. J Relig their child : a protocol paper for the take
Health. 54:358-370. Doi a breath cohort study. BMC
10.1007/s10943-014-9839-x psychiantry.15:153.doi:
Goldman, A., Hain, R., & Stephen, L. 2012. 10.1186/s12888-015-0519-5
Oxford Textbook of Palliative Care Mussatto, K . (2006). Adaptation of the child
for Children Second Edition. New and family to life with a chronic illness.
York: Oxford University Press. Cambridge Journal. Vol 16. Pp 110-
Hamid, A.Y. (2008). Bunga Rampai Asuhan 116. doi:
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: http://dx.doi.org/10.1017/S104795110
Penerbit Buku Kedokteran EGC 600103X
Hidayat, A & Alimul, A. (2008). Pengantar Narayansamy, A. (2004). Spiritual coping
Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : mechanism in chronically ill patients.
Salemba Medika British Journal of Nursing. University
Hudak & Gallo. (2010). Keperawatan Kritis : of Nottingham
Pendekatan Holistik (Edisi 6 Volume National Vital Statistics System (NVSS).
1). Jakarta: EGC 2015. Death Leading Cause for 2012.
Ibrahim, F. A & Dykeman, C. (2010). NVSS.
Counseling Muslim Americans: Notoadmojo, S. (2012). Metode Penelitian
Cultural and Spiritual Assessments. Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Journal of Counseling & O’Brien, M. E. (2011). Spirituality in Nursing:
Development.Vol 89. The American standing on holy ground (4th edition).
Counseling Association USA : Jones & Bartlett Learning
Kozier, B. (2010). Buku Ajar Fundamental Polit, D.F & Beck. (2004). Essentials of
Keperawatan : Konsep, Proses, dan Nursing Research (Appraising
Praktik (Edisi 7 Volume 1). Jakarta : Evidence for Nursing Practice). US:
EGC Lippicont William dan Wilkins
(2010). Buku Ajar Fundamental Potter, P. A., & Perry, A.G. (2005). Buku Ajar
Keperawatan : Konsep, Proses, dan Fundamental Keperawatan : Konsep,
Praktik (Edisi 7 Volume 2). Jakarta : Proses, dan Praktik (Edisi 4 vol 1).
EGC Jakarta : EGC
(2004). Fundamental of Nursing. New Purwaningsih, et al. (2013). Hubungan
Jersey : person Perilaku Caring Perawat dengan
Kusumaningrum, A. (2010). Aplikasi dan Pemenuhan Kebutuhan Spiritual pada
Strategi Konsep Family Centered Care Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit
Pada Anak Pra Sekolah. Jurnal Umum Kaliwates PT Rolas Nusantara
Kedokteran dan Kesehatan. Medika Jember.
http://eprints.unsri.ac.id/2384/ .
http://repository.unej.ac.id/handle/123
Diakses pada tanggal 07 Januari 2016
456789/60699. Diakses pada tanggal
Kyle, T & Carman, S. (2014). Buku Ajar
13 Januari 2016
Keperawatan Pediatrik (Edisi 1).
Jakarta : EGC

Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(1):47–56 55


Sujana, E., Fatimah, S., & Hidayati, N.O.

Raydian, A. (2015). Kajian Kebutuhan (2006). Spirituality and Family


Keluarga Klien yang Menjalani Rawat Nursing : spiritual assessment and
Inap Di Ruang NICU/PICU RSUP interventions for families. Journal of
Fatmawati Advanced Nursing Vol. 53 Issue 3,
Renani, H.A., Hajinejad, F., Idani, E., p287-294. doi: 10.1111/j.1365-
Revanipour, M. (2014). Children with 2648.2006.03731.x
Asthma and Their Families’ WHO. 2012. Palliative definition. Dalam A.
Viewpoints on Spiritual and Goldman, R. Hain, & L. Stephen,
Psychological Resources in Adaptation Oxford Text of Palliative Care for
with the Disease. J Relig Health. Children Second Edition (hal. 58).
53:1176-1189. Doi 10.1007/s10943- New York: Ocford University Press.
013-9782-2 Widyanigsih., Petpichetchian.,dan
Setiadi. (2008). Konsep & Keperawatan Kitrungrote. 2014. The quality of life
Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu of Indonesian patients with advanced
Smith, J. 2004. Spirituality and Child cancer. Songklanagarind Journal of
Development: A concept analysis. Nursing. Volume 34, 98- 108
Journal of advanced nursing. Wiedbusch, S.,et al. (2010). Health-realted
45(3).Blackwell publishing Quality of Life, Psychosocial Strains,
Soetjiningsih, & Ranuh, G. (2013). Tumbuh and Coping IN Parents of Children
Kembang Anak (Edisi 2). Jakarta : EGC with Chronic Renal Failure. Pediatr
Sugiyanto, B. (2014). Pengaruh Konseling Nephrol,25:1477-1485.doi:
Spiritual Perawat Terhadap Tingkat 10.1007/s00467-010-1540-z
Kecemasan pada Keluarga Pasien yang Wilkes, L., George, A., Vickers, M.H.,Barton.
Dirawat Di Ruang ICU RSUD Sleman B. (2008). Working and Caring for a
Yogyakarta Child eith Chronic Ilness: Barriers in
Sugiyono. (2012). Metode Peneltian Achieving Work-Family
Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Balance. Journal of Management and
Kualitatif, dan R&D). Bandung: Organization. pg: 59-72.
Alfabeta doi:10.5172/jmo.2008.14.1.59
Supartini, Y. (2004). Buku Ajar Konsep Wong, D.L dan Hockenbery-Eaton. (2000).
Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu Nursing care of infants and children
Tanyi, R. A. (2002). Towards Clarification of (6th ed.). Missouri : Mosby
The Meaning of Spirituality : Nursing Wong, D. L., Hockenberry, M. J., & Wilson,
Theory and Concept D. (2008). Wong's Nursing Care of
Development or Analysis. Journal of Infants and Children (9th ed).
Advanced Nursing 39(5), 500-509. Missouri: Mosby.

56 Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(1):47–56

Anda mungkin juga menyukai