LP Diabet
LP Diabet
Oleh :
A. Konsep Penyakit
1. DEFINSI
Definisi diabetes melitus secara umum adalah suatu keadaan dimana tubuh tidak
bisa mengahasilkan hormon insulin sesuai kebutuhan atau tubuh tidak bisa memanfaatkan
secara optimal insulin yang dihasilkan, sehingga terjadi kelonjakkan kadar gula dalam
darah melebihi normal. Diabetes melitus bisa juga terjadi karena hormon insulin yang
dihasilkan oleh tubuh tidak dapat bekerja dengan baik (Fitriana, 2016 hlm. 10).
Diabetes melitus adalah penyakit kronis progresif yang ditandai dengan
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein,
mengarah ke hiperglikemia atau kadar glukosa darah tinggi (Black and Hawks, 2014).
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan komplikasi pada mata, ginjal,
saraf, dan pembuluh darah (Nugroho, 2011 hlm. 258).
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketiadaan
absolut insulin atau penurunan relative intensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009
hlm. 624).
Jadi dapat disimpulkan bahwa diabetes melitus adalah penyakit metabolik dengan
karakteristik peningkatan gula darah (hiperglikemia) dan disebabkan karena tubuh tidak
dapat menggunakan insulin yang di produksi.
2. ETIOLOGI
Klasifikasi etiologi diabetes melitus, menurut Black and Hawks, (2014); PERKENI, (2011);
Corwin, (2009); Fitriana, (2016)
a) Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes tipe 1 diperkirakan terjadi akibat dekstruksi otoimun selsel beta
pulau Langerhans. Individu yang memiliki kecenderungan genetik penyakit
ini tampaknya menerima faktor pemicu dari lingkungan yang menginisiasi
proses otoimun. Sebagai contoh faktor pencetus yang mungkin antara lain
infeksi virus seperti gondongan (mumps), rubella, atau sitomegalovirus
(CMV) kronis. Pajanan terhadap obat atau toksin tertentu juga diduga dapat
memicu serangan otoimun ini (Corwin, 2009 hlm. 625).
Faktor lingkungan seperti virus tampaknya memicu proses autoimun yang
merusak sel beta. Cell Antibody Islet (ICAs) muncul, jumlah meningkat
selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun sesuai kerusakan sel beta.
Hiperglikemia puasa (peningkatan kadar glukosa darah) terjadi ketika 80-90%
massa sel beta telah rusak (Black and Hawks, 2014 hlm. 632).
b) Diabetes Melitus Tipe 2
Untuk kebanyakan individu, diabetes melitus tipe 2 tampaknya berkaitan
dengan kegemukan.Selain itu, kecenderungan pengaruh genetik, 2 yang
menentukan kemungkinan individu mengidap penyakit ini, cukup
kuat.Diperkirakan bahwa terdapat sifat genetik yang belum teridentifikasi
yang menyebabkan pankreas mengeluarkan insulin yang berbeda, atau
menyebabkan reseptor insulin atau perantara kedua tidak dapat berespon
secara adekuat terhadap insulin. Terdapat kemungkinan lain bahwa kaitan
rangkai genetik antara yang dihubungkan dengan kegemukan dan rangsangan
berkepanjangan reseptor reseptor insulin. Rangsangan berkepanjangan atas
reseptor-reseptor tersebut dapat menyebabkan penurunan jumlah reseptor-
reseptor insulin yang terdapat di sel tubuh. Penelitian lain menduga bahwa
deficit hormon leptin, yang sering disebut gen obesitas pada hewan, mungkin
termasuk manusia, gagal berespons terhadap tanda kenyang, dan itulah
mengapa mengapa gemuk dan menyebabkan intersensitivitas insulin (Corwin,
2009 hlm. 627).
c) Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes melitus gestasional merupakan penyakit diabetes yang
disebabkan tubuh tidak bisa merespon hormon insulin karena adanya hormon
penghambat respon yang dihasilkan oleh plasenta selama proses kehamilan
(Fitriana, 2016). Penyebab diabetes gestasional dianggap berkaitan dengan
peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen serta hormone pertumbuhan
yang terus menerus tinggi selama kehamilan. (Corwin, 2009 hlm. 629).
3. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis diabetes melitus menurut Black and Hawks, (2014); Corwin
(2009) dan Fitriana, (2016) adalah:
a. Poliuri (peningkatan pengeluaran urin)
b. Polidipsi (peningkatan rasa haus)
c. Polifagi (peningkatan rasa lapar)
d. Penurunan berat badan
e. Rasa lelah
f. Pengelihatan kabur
g. Sering kesemutan
4. KOMPLIKASI
Diabetes melitus tipe 1 tidak berkembang pada semua orang yang mempunyai
predisposisi genetik.Diabetes melitus terjadi kurang dari 1%.Lingkungan telah lama
dicurigai sebagai pemicu diabetes melitus tipe 1.Insiden meningkat, baik pada musim
semi maupun musim gugur, dan onset sering bersamaan dengan epidemik berbagai
penyakit virus.Autoimun aktif langsung menyerang sel beta pankreas dan produknya.
ICA dan antibodi insulin secara progresif menurunkan keefektifan kadar sirkulasi
insulin. Hal ini secara pelan-pelan terus menyerang sel beta dan molekul insulin
endogen sehingga menimbulkan onset mendadak diabetes melitus. Hiperglikemia
dapat timbul akibat dari penyakit akut atau stress, dimana meningkatkan kebutuhan
insulin melebihi cadangan dari kerusakan massa sel beta. Ketika penyakit akut atau
stress terobati, klien dapat kembali pada status terkompensasi dengan durasi yang
berbedabeda dimana pankreas kembali mengatur produksi insulin secara adekuat.
Status kompensasi ini disebuat sebagai periode honeymoon, secara khas bertahan
untuk 3-12 bulan. Proses berakhir ketika massa sel beta yang berkurang tidak dapat
memproduksi cukup insulin untuk meneruskan kehidupan. Klien menjadi bergantung
kepada pembeian insulin eksogen (diproduksi diluar tubuh) untuk bertahan hidup
(Black and Hawks, 2014 hlm. 634).
PATHWAY
6. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan menurut PERKENI, 2011 menjelaskan diabetes melitus
adalah
a. Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda diabetes melitus,
mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
b. Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.
c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas diabetes
melitus. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan, dan proil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik
dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
Secara garis besar, semua tindakan yang dapat di lakukan dalam usaha
mengendalikan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe 2.
1. Perencanaan makan Penelitian yang dilakukan oleh Trapp (2012), menjelaskan
bahwa perencanaan makan seperti halnya pendekatan yang mengakibatkan penurunan
berat badan, sebuah perencanaan pola makan dapat mengurangi resiko terjadinya
perkembangan diabetes tipe 2. 5
2. Latihan jasmani Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu)
selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE (Continuous, rhythmical,
interval, progressive, endurance training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-
85% denyut nadi maksimal (220 – umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
penyakit penyerta.
3. Obat berkhasiat hipoglikemik A. Insulin Menurut PERKENI tahun 2011 insulin
diperlukan pada keadaan:
a. Penurunan berat badan yang cepat
b. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
c. Ketoasidosis diabetik
d. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
e. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
f. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
g. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
h. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
i. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
j. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Pemberian insulin secara konvensional tiga kali sehari dengan memakai insulin
kerja cepat, insulin dapat pula diberikan dengan dosis terbagi insulin kerja menengah
dua kali sehari dan kemudian diberikan campuran insulin kerja cepat di mana perlu
sesuai dengan respons kadar glukosa darahnya. Umumnya dapat juga pasien langsung
diberikan insulin campuran kerja cepat dan menengah dua kali sehari.Kombinasi
insulin kerja sedang yang diberikan malam hari sebelum tidur dengan sulfonilurea
tampaknya memberikan hasil yang lebih baik daripada dengan insulin saja, baik satu
kali ataupun dengan insulin campuran. Keuntungannya pasien tidak harus dirawat dan
kepatuhan pasien tentu lebih besar (Suyono, 2009)
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data Demografi
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, ras, status perkawinan, alamat,
pekerjaan, status imigrasi, perilaku beresiko.Nama anggota keluarga atau orang yang
dapat dihubungi.
b. Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien mungkin
berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan yang kabur,
kelemahan dan sakit kepala
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK),
penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK) serta upaya yang
telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
h. Pemeriksaan penunjang
Kriteria yang melandasi penegakan diagnosa DM adalah kadar glukosa darah
yang meningkat secara abnormal. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa yang
besarnya di atas 140 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu diatas 200 mg/dl pada
satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan criteria diagnostik penyakit DM.
2. Diagnosa Keperawatan
3. Perencanaan Keperawatan
Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi Hiperglikemia
2. Monitor tanda dan gejala dipengaruhi oleh beberapa
diabetik ketoasidosis ; gula factor diantaranya: terlalu
darah > 300 mg/dl, pernafasan banyak makan / kurang
bau aseton, sakit kepala, makan, terlalu sedikit
pernafasan kusmaul, anoreksia, insulin, dan kurang
mual dan muntah, tachikardi, aktivitas.
TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia,
keletihan, pandangan kabur
atau kadar Na,K,Po4 menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai
indikasi
4. Berikan insulin sesuai
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai
kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jika
tanda dan gejala Hiperglikemia
menetap atau memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika
terjadi hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah
>250 mg/dl khususnya adanya
keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi
( frekuensi & irama, warna
kulit, waktu pengisian kapiler,
nadi perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
12. Monitor status cairan I/O sesuai
kebutuhan
4 Kerusakan Setelah dilakukan Wound care Pengkajian luka akan
integritas askep 6x24 jam 1. Catat karakteristik lebih
jaringan Wound healing luka:tentukan ukuran dan realible dilakukan oleh
meningkat: kedalaman luka, dan klasifikasi pemberi asuhan yang
Dengan criteria pengaruh ulcers sama dengan posisi yang
Luka mengecil 2. Catat karakteristik cairan secret sama dan tehnik yang
dalam ukuran dan yang keluar sama
peningkatan 3. Bersihkan dengan cairan anti
granulasi jaringan bakteri
4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
5. Lakukan nekrotomi K/P
6. Lakukan tampon yang sesuai
7. Dressing dengan kasa steril
sesuai kebutuhan
8. Lakukan pembalutan
9. Pertahankan tehnik dressing
steril ketika melakukan
perawatan luka
10. Amati setiap perubahan pada
balutan
11. Bandingkan dan catat setiap
adanya perubahan pada luka
12. Berikan posisi terhindar dari
tekanan
5 Kerusakan Setelah dilakukan Terapi Exercise : Pergerakan sendi
mobilitas Askep 6x24 jam 1. Pastikan keterbatasan gerak ROM exercise membantu
fisik dapat teridentifikasi mempertahankan
sendi yang dialami
Mobility level mobilitas sendi,
Joint movement: 2. Kolaborasi dengan fisioterapi meningkatkan sirkulasi,
aktif. 3. Pastikan motivasi klien untuk mencegah kontraktur,
Self care:ADLs meningkatkan
mempertahankan
Dengan criteria kenyamanan.
hasil: pergerakan sendi
1. Aktivitas fisik 4. Pastikan klien untuk
meningkat
mempertahankan
2. ROM normal
3. Melaporkan pergerakan sendi
perasaan 5. Pastikan klien bebas dari
peningkatan
nyeri sebelum diberikan
kekuatan
kemampuan latihan
dalam bergerak 6. Anjurkan ROM Exercise aktif: Pengetahuan yang cukup
4. Klien bisa akan memotivasi klien
jadual; keteraturan, Latih
melakukan untuk melakukan latihan.
aktivitas ROM pasif.
5. Kebersihan diri Exercise promotion
klien terpenuhi 1. Bantu identifikasi program Meningkatkan dan
walaupun dibantu membantu berjalan/
latihan yang sesuai
oleh perawat atau ambulasi atau
keluarga 2. Diskusikan dan instruksikan memperbaiki otonomi dan
pada klien mengenai latihan fungsi tubuh dari injuri
yang tepat
Exercise terapi ambulasi
1. Anjurkan dan Bantu klien
duduk di tempat tidur sesuai
toleransi
2. Atur posisi setiap 2 jam atau
sesuai toleransi Memfasilitasi pasien
dalam memenuhi
3. Fasilitasi penggunaan alat kebutuhan perawatan diri
Bantu untuk dapat membantu
klien hingga klien dapat
mandiri melakukannya.
Self care assistance:
Bathing/hygiene, dressing,
feeding and toileting.
1. Dorong keluarga untuk
berpartisipasi untuk kegiatan
mandi dan kebersihan diri,
berpakaian, makan dan
toileting klien
2. Berikan bantuan kebutuhan
sehari – hari sampai klien
dapat merawat secara
mandiri
3. Monitor kebersihan kuku,
kulit, berpakaian , dietnya
dan pola eliminasinya.
4. Monitor kemampuan
perawatan diri klien dalam
memenuhi kebutuhan
sehari-hari
5. Dorong klien melakukan
aktivitas normal keseharian
sesuai kemampuan
6. Promosi aktivitas sesuai usia
6 Kurang Setelah dilakukan Teaching : Dissease Process
pengetahuan askep selama 3x24 1. Kaji tingkat pengetahuan klien Dengan pengetahuan yang
tentang jam, pengetahuan dan keluarga tentang proses cukup maka keluarga
penyakit dan klien meningkat. penyakit mampu mengambil
perawatan Knowledge : Illness 2. Jelaskan tentang patofisiologi peranan yang positif
nya Care dg kriteria : penyakit, tanda dan gejala serta dalam program
1 Tahu Diitnya penyebab yang mungkin pembelajaran tentang
2 Proses penyakit 3. Sediakan informasi tentang proses penyakit dan
kondisi klien perawatan serta program
3 Konservasi energi
4. Siapkan keluarga atau orang- pengobatan.
4 Kontrol infeksi
orang yang berarti dengan
5 Pengobatan informasi tentang perkembangan
6 Aktivitas yang klien
dianjurkan 5. Sediakan informasi tentang
7 Prosedur diagnosa klien
pengobatan 6. Diskusikan perubahan gaya
8 Regimen/aturan hidup yang mungkin diperlukan
pengobatan untuk mencegah komplikasi di
9 Sumber-sumber masa yang akan datang dan atau
kesehatan kontrol proses penyakit
10 Manajeme 7. Diskusikan tentang pilihan
n penyakit tentang terapi atau pengobatan
8. Jelaskan alasan dilaksanakannya
tindakan atau terapi
9. Dorong klien untuk menggali
pilihan-pilihan atau memperoleh
alternatif pilihan
10. Gambarkan komplikasi yang
mungkin terjadi
11. Anjurkan klien untuk mencegah
efek samping dari penyakit
12. Gali sumber-sumber atau
dukungan yang ada
13. Anjurkan klien untuk
melaporkan tanda dan gejala
yang muncul pada petugas
kesehatan
14. kolaborasi dg tim yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3.EGC. Jakarta
Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, edisi 2, Penerbit EGC,
Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6, Penerbit
EGC, Jakarta.
Joanne C.Mc Closkey. 1996. Nursing intervention classification (NIC). Mosby year book. St.
Louis
Marion Johnon,dkk. 2000. Nursing outcome classification (NOC). Mosby year book. St. Louis