Anda di halaman 1dari 52

A.

Latar Belakang Masalah


Kurikulum biologi telah beberapa kali mendapat penyempurnaan untuk
meningkatkan mutu pendidikan biologi secara nasional. Namun perubahan
tersebut belum memberi makna bila tidak ditunjukkan melalui berbagai inovasi
proses belajar mengajar di kelas. Pada pemberlakuan kurikulum biologi terbaru
terdapat dua isu strategis yang perlu mendapat perhatian, yakni: bagaimana
mendesain pembelajaran biologi yang mampu (1) meningkatkan daya saing
bangsa dan (2) mempercepat akselerasi pertumbuhan ekonomi khususnya
ekonomi lokal. Untuk meningkatkan daya saing bangsa berarti meningkatkan
kemampuan siswa di bidang biologi yang setara dengan kemampuan siswa-siswa
lain di tingkat nasional maupun global. Kemudian dengan meningkatkan
keterkaitan Sains, Teknologi, dan Masyarakat (Salingtemas) pada pembelajaran
biologi diharapkan dapat mempercepat pemanfaatan sumberdaya lingkungan
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah (lokal).
Terdapat beberapa kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa yang
berkaitan dengan: (1) rendahnya kebebasan berpikir dan kematangan dalam
pengambilan keputusan; (2) motivasi berprestasi siswa rendah; dan (3) persepsi
negatif siswa terhadap mata pelajaran biologi.
Hasil diagnosis juga ditemukan bahwa umumnya ingatan siswa terhadap
materi pelajaran sangat rendah; siswa kurang mampu menjawab dengan benar
pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan dengan materi sebelumnya. Khusus pada
pembelajaran topik kajian Metabolisme dan Sel hal ini sangat sering ditemukan.
Akumulasi kesulitan belajar ini terjadi di kelas III, dimana pembelajaran topik
kajian Metabolisme dan Sel membutuhkan ingatan terhadap topik kajian di kelas I
dan II siswa umumnya tidak mengingatnya lagi. Misalnya, ketika materi sel
membicarakan perbedaan sel hewan Prokaryota dengan Eukaryota, dibutuhkan
ingatan siswa terhadap perbedaan ciri-ciri hewan/tumbuhan Prokaryota dan
Eukaryota yang dipelajarinya di kelas I. Akibatnya, sebagian dari alokasi waktu
pembelajaran biologi di kelas III digunakan untuk mengulang sekilas materi
sebelumnya yang menjadi prasyarat materi yang akan diajarkan, pembelajaran
menjadi tidak efisien.
Terdapat 2 alternatif pemecahan masalah di atas, yakni memperbaiki
model dan strategi pembelajaran di kelas I dan II atau membenahi model dan
strategi pembelajaran di kelas III. Tampaknya untuk waktu yang singkat
perbaikan model dan strategi pembelajaran di kelas III adalah solusi yang paling
mungkin dilakukan dalam hal ini. Selanjutnya secara perlahan-lahan dilakukan
perbaikan terhadap pembelajaran di kelas I dan II. Keterlibatan guru kelas I dan II
pada PTK ini memungkinkan untuk melakukan perubahan tersebut sebagai
keberlanjutan dari tindakan yang dilakukan.
Permasalahan pembelajaran lain, khusus berkaitan dengan topik kajian
Metabolisme dan Sel adalah sulitnya siswa memahami materi karena peristiwa
yang dibicarakan dalam kajian ini cenderung abstrak (tidak dapat dilihat dalam
proses nyata). Dampaknya adalah terjadi miskonsepsi terhadap konsep-konsep
Metabolisme dan Sel yang diajarkan.
Inovasi desain dan strategi pembelajaran yang dilakukan menjadi sangat
penting, mengingat salah satu paradigma pembelajaran yang dikelola oleh guru di
sekolah adalah proses komunikasi yang sarat dengan muatan konsep-konsep lama
dan konsep-konsep baru. Konsep-konsep lama dapat diperoleh dari buku-buku
teks yang telah dipublikasi, sedang konsep-konsep baru diperoleh dari berbagai
media komunikasi yang setiap saat di up to date. Dengan perkataan lain, informasi
yang dikomunikasikan dalam satu proses pembelajaran harus selalu di up to date
agar sesuai dengan perkembangan informasi yang sedang berlangsung. Dalam hal
ini guru sering terlambat dalam memperoleh informasi terkini; guru disibukkan
dengan tugas-tugas mengajar sebagai divergensi dari permasalahan content based
pada implementasi kurikulum 1994. Sehingga dengan menciptakan iklim
akademik dalam bentuk tukar-tukar menukar informasi diharapkan dapat
meminimasi kelemahan-kelemahan yang dimiliki guru dalam meng-update
informasi yang dimilikinya.
Penerapan model strategi-strategi belajar pada tahap awal pembelajaran
telah dilakukan untuk memperkenal dan atau membiasakan siswa untuk belajar
dan memanfaatkan sumber belajar (khususnya) bentuk cetakan/buku dengan baik.
Pembelajaran selanjutnya dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran
langsung, model inquiri (praktikum), dan diskusi. Integrasi model diskusi dengan
kooperatif Jigsaw dalam penerapan model diskusi membiasakan siswa untuk
bertanggung jawab menguasai dengan benar materi yang menjadi tanggung jawab
belajarnya dan melakukan sharing informasi dengan siswa lain. Pemanfaatan
berbagai model pembelajaran tersebut disesuaikan dengan materi ajar sehingga
pembelajaran lebih menyenangkan karena memberikan pengalaman belajar yang
berbeda-beda kepada siswa.

B. Rumusan Masalah dan Pemecahannya


Sebagaimana telah dipaparkan dalam uraian pendahuluan di atas, beberapa
fenomena/gejala permasalahan yang dihadapi pada pembelajaran topik kajian
Metabolisme dan Sel adalah:
1. Rendahnya kemampuan siswa mengingat materi prasyarat (konsep terdahulu).
2. Miskonsepsi biologi khususnya pada beberapa konsep yang tidak dapat dilihat
dan dibuktikan dalam kehidupan nyata.
3. Pembelajaran cenderung membosankan.
4. Aktivitas belajar siswa di dalam dan di luar kelas rendah.
Akar permasalahannya adalah: pembelajaran topik kajian Sel dan
Metabolisme belum dikemas dengan memanfaatkan berbagai model pembelajaran
dengan memanfaatkan berbagai media yang telah tersedia.
Solusi pemecahan yang dipilih untuk mengatasi permasalahan
pembelajaran di atas adalah dengan menerapkan berbagai model pembelajaran
untuk memanfaatkan berbagai media/sumber belajar yang tersedia antara lain:
Media/Sumber
Model
Belajar yang Kegunaan
Pembelajaran
dimanfaatkan
Model pembelajaran Buku dan berbagai Meningkatkan kemampuan siswa
strategi-strategi sumber belajar tercetak menggunakan memaknai sumber
belajar (learning bacaan
strategy)
Model pembelajaran Presentasi dalam Memberikan informasi kepada
langsung bentuk Power Point siswa. Kemasan presentasi dalam
dan paket animasi. bentuk CD dapat dimanfaatkan
siswa di luar kelas (di rumah)
Model pembelajaran Buku, jurnal, Meningkatkan kemampuan siswa
diskusi-kooperatif presentasi Power menggali informasi, mengolah
tipe Jigsaw Point, paket animasi, informasi, mengkomunikasikan
browsing di internet, dan melaporkan hasil kerja
dan lain-lain. kelompok
Praktikum Peralatan laboratorium Membuktikan beberapa dampak
dari proses metabolisme pada sel

C. Tujuan
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan desain dan
teknik pengelolaan pembelajaran menggunakan multimodel dan multimedia untuk
memecahkan permasalahan pembelajaran topik kajian Metabolisme dan Sel.
Secara khusus tindakan yang dilakukan bertujuan untuk:
1. Melatih kemampuan guru biologi mendesain dan mengelola pembelajaran
dengan menggunakan mutimodel dan multimedia.
2. Meningkatkan kemampuan siswa menggunakan berbagai sumber belajar.
3. Meningkatkan hasil belajar siswa.

D. Manfaat
Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh
berbagai pihak, antara lain:
1. Hasil tindakan dapat dijadikan tim guru biologi MAN 1 Medan sebagai model
pengembangan pembelajaran biologi yang berkualitas di masa mendatang.
2. Laporan kegiatan tindakan kelas dapat dijadikan sekolah sebagai bahan
perbandingan/contoh (benchmarking) bagi guru-guru lainnya untuk kemudian
dijadikan bagian dari program peningkatan kualitas pembelajaran di MAN 1
Medan.
3. Publikasi hasil tindakan ini pada berbagai jurnal dapat dimanfaatkan oleh guru-
guru biologi lain sebagai bahan perbandingan untuk memecahkan masalah
spesifik yang dihadapinya dalam pembelajaran biologi di SMA/MA.
4. Pemanfaatan berbagai sumber belajar dalam PBM diharapkan dapat
mempercepat perubahan paradigma pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum
2006.
5. Hasil penelitian dapat dimanfaatkan dosen Unimed sebagai bahan
pengembangan program pendidikan biologi.

E. Hipotesis Tindakan
Pembelajaran topik kajian Metabolisme dan Sel menggunakan multimodel
dan multimedia dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukkan oleh
peningkatan aktivitas belajar siswa di dalam dan di luar kelas.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Model Pembelajaran Strategi-Strategi Belajar

Menurut Arends (1997), strategi-strategi belajar merujuk kepada perilaku


dan proses-proses pikiran yang digunakan siswa yang mempengaruhi apa yang
dipelajarinya, termasuk ingatan dan proses metakognitif. Beberapa hal penting
yang dapat dilakukan siswa agar dapat belajar mandiri antara lain: (a)
mendiagnosis secara tepat situasi belajar khusus; (b) memilih strategi belajar
untuk mengatasi masalah belajar yang dihadapi, (c) memonitor keefektifan
strategi yang digunakan, dan (d) memotivasi diri sendiri.
Penggunaan strategi belajar dalam pembelajaran didukung oleh karya
Vygotsky dalam Arends (1997) yang menekankan tiga ide pokok, yaitu (1)
kecerdasan berkembang jika individu dihadapkan pada ide-ide baru dan dikaitkan
pada apa yang telah mereka ketahui, (2) interaksi dengan orang lain untuk
memperkaya perkembangan intelektual, dan (3) peran pokok guru adalah sebagai
penolong dan mediator belajar siswa.
Alasan utamanya adalah: (a) pentingnya pengetahuan awal, (b) memahami
apa pengetahuan itu, dan membedakan variasi jenis pengetahuan, dan (c)
membantu menjelaskan bagaimana pengetahuan diperoleh oleh manusia dan
diolah dalam sistem ingatan.
Menurut Arends (1998), ada empat jenis utama strategi belajar, yaitu
rehearsal (menghafal), elaborasi, strategi organisasi dan strategi metakognitif.
Strategi rehearsal ada dua, yaitu rehearsal sederhana dengan cara mengulang
(dihafal) dan rehearsal komplek dengan cara menggarisbawahi (underlining) ide-
ide utama dan membuat catatan pinggir (marginal note). Elaborasi adalah proses
menambahkan rincian sehingga informasi baru lebih bermakna dan membuat
belajar lebih mudah. Jenis elaborasi ada tiga, yaitu membuat catatan (note taking),
analogi, dan metode PQ4R.
Selanjutnya, bahan ajar yang diorganisasi dengan baik lebih mudah untuk
dipelajari dari pada yang tidak diorganisasi dengan baik (Degeng, 1997). Strategi
organisasi ini terdiri dari tiga jenis, yaitu pembuatan kerangka (outlining),
pemetaan (mapping), dan jembatan keledai (mnemonic)(Arends, 1998).
Strategi metakognitif adalah pengetahuan seseorang tentang pembelajaran
diri sendiri atau berpikir tentang berpikir dan kemampuannya untuk menggunakan
strategi belajar tertentu dengan benar (Arends, 1998). Siswa dapat diajarkan
strategi-strategi untuk menilai pemahaman mereka sendiri, menghitung berapa
waktu yang diperlukan untuk mempelajari sesuatu, dan memilih rencana yang
efektif untuk belajar atau memecahkan masalah (Slavin, 1994).
Mengajar strategi belajar tidak banyak perbedaannya dengan pengajaran
isi pengetahuan atau keterampilan. Mengajar strategi dengan pembelajaran
langsung mempunyai tujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa tentang
pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang tersusun baik secara
bertahap (Arends, 1998). Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan untuk
mengetahui tentang sesuatu. Dalam waktu singkat keterampilan dasar
pengetahuan dapat dikuasai siswa dengan belajar langsung.
Tabel 1. Fase-fase Pembelajaran Model Strategi Belajar dan Dukungan Teori

TAHAP-TAHAP DUKUNGAN TEORI


Fase 1
1. Menyampaikan tujuan pembelajaran Teori pemrosesan informasi
2. Memotivasi siswa (membimbing siswa menerima stimulus)
Mengarahkan perhatian dan
menginforma-sikan tujuan pembelajaran
(Bell Gredler)
Fase 2
3. Secara klasikal menjelaskan strategi Teori Vygotski (menjelaskan bagaimana
beajar khusus yang akan digunakan pengetahuan diperoleh.
4. Memodelkan strategi belajar khusus Teori Bandura (tahap atensi;
yang digunakan secara lisan mendemonstrasikan suatu keterampilan).
Fase 3
5. Melatih siswa menggunakan strategi Teori pemrosesan informasi (memper-
belajar lancar pengkodean).
Teori Bandura (tahap retensi;
pengulangan secara mental dan latihan
yang sebenar-nya.
Fase 4
6. Memeriksa pemahaman siswa Teori pemrosesan informasi
terhadap strategi belajar yang (pengulangan informasi).
TAHAP-TAHAP DUKUNGAN TEORI
diterapkan..
7. Memberikan umpan balik dan hasil
pemahaman siswa terhadap strategi
belajar yang digunakan
Fase 5
8. Melatih siswa untuk menerapkan Teori pemrosesan informasi (penerapan
strategi belajar yang dilatihkan secara tipe-tipe strategi belajar).
mandiri Teori Bandura (tahap produksi);
keyakin-an seorang siswa akan
kemampuan me-lakukan tugas.
Fase 6
9. Mengevaluasi tugas latihan Teori pemrosesan informasi
10. Membimbing siswa merangkum (pengulangan informasi).
pelajaran
2. Model Pembelajaran Langsung

Menurut Arends (1997), tahap pembelajaran langsung digambarkan pada


Tabel 2. Ada lima tahap yang harus diketahui guru untuk menggunakan
pembelajaran langsung tersebut, yaitu:
1) Guru memulai pembelajaran dengan menjelaskan tujuan pembelajaran khusus serta
informasi latar belakang dan pentingnya materi pembelajaran.
2) Guru menginformasikan pengetahuan secara bertahap atau mendemonstrasikan
secara benar.
3) Guru membimbing pelatihan awal dengan cara meminta siswa untuk melakukan
kegiatan yang sama dengan kegiatan yang telah dilakukan guru dengan panduan
LKS.
4) Guru mengamati kegiatan siswa untuk mengetahui kebenaran pekerjaannya sambil
memberi umpan balik.
5) Guru memberi kegiatan pemantapan supaya siswa berlatih sendiri serta
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dengan tugas.
Tabel 2. Tahap-tahap Pembelajaran Langsung

TAHAP-TAHAP TINGKAH LAKU GURU


Tahap 1 a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran
Menginformasikan tujuan dan khusus (TPK)
menjelaskan latar belakang b. Guru menginformasikan latar belakang
dan pentingnya materi pembelajaran
c. Guru mempersiapkan siswa
Tahap 2 a. Guru memberikan informasi
Menginformasikan pengetahuan pengetahuan langkah demi langkah.
atau mendemonstrasikan b. Guru mendemonstrasikan keterampilan
keterampilan dengan benar.
Tahap 3 Guru membimbing pelatihan awal dengan
Memberikan praktek terbimbing cara meminta siswa untuk melakukan
kegiatan yang sama dengan yang telah
dilakukan guru (Tahap 2) melalui panduan
LKS
Tahap 4 a. Guru mengamati atau memeriksa
Memeriksa kebenaran dan kegiatan siswa untuk mengetahui apakah
memberikan umpan balik siswa telah melakukan dengan benar
b. Guru memberikan umpan balik
Tahap 5 Guru memberikan kegiatan pemantapan
Memberikan pemantapan atau agar siswa berlatih mandiri serta menerap-
aplikasi kannya dalam kehidupan sehari-hari dalam
bentuk tugas.

Meskipun tujuan pembelajaran pada pembelajaran langsung direncanakan


bersama oleh guru dan siswa, model ini lebih berpusat pada guru. Sistem
pengelolaan pembelajaran menjamin terjadinya proses belajar yang efektif pada
siswa terutama melalui pengamatan, mendengarkan dan resitasi yang terencana.
Beberapa penelitian yang dilakukan sekitar tahun 1970 oleh Stallings dan rekan-
rekannya menunjukkan bahwa guru yang mengorganisasikan kelasnya dengan
baik, yang memungkinkan berlangsungnya pembelajaran yang terstruktur,
mengahsilkan rasio keterlibatan siswa yang tinggi dan hasil belajar yagn lebih
tinggi daripada guru yang menggunakan pendekatan yang kurang formal dan
kurang terstruktur (Arends, 1997).

3. Model Pembelajaran Diskusi


a. Teori-Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran Diskusi
· Teori Belajar Perilaku
Beberapa prinsip teori belajar perilaku yang menjadi landasan teori dalam
model pembelajaran diskusi, adalah peranan konsekuensi, kesegeraan
konsekuensi-konsekuensi, dan pembentukan. Konsekuensi-konsekuensi yang
menyenangkan akan “memperkuat” perilaku, sedang konsekuensi-konsekuensi
yang tidak menyenangkan akan “memperlemah” perilaku (Slavin, 1994).
Implikasi prinsip ini dalam model pembelajaran diskusi adalah pada saat siswa
menjawab pertanyaan dengan benar, mengungkapkan ide dengan lancar dan
mudah dimengerti, mengutarakan pendapatnya dengan baik, dan melakukan
keterampilan diskusi lainnya dengan baik, dosen dan pemandu diskusi hendaknya
langsung memberikan pujian misalnya dengan memberikan “applaus”. Namun
bila jawaban siswa salah atau kurang sempurna, sebaiknya dosen dan atau
pemandu diskusi sebaiknya langsung memberikan pertanyaan membimbing
sehingga jawaban itu menjadi benar.
Kata pembentukan digunakan dalam teori belajar perilaku mengacu pada
pemberian keterampilan atau perilaku baru dengan cara memberikan penguatan
kepada siswa untuk mencapai perilaku akhir yang diinginkan (Slavin, 1994).
Perilaku akhir yang diharapkan dalam hal ini meliputi: 1) menetapkan tujuan; 2)
mengindentifikasi kemampuan dan karakteristik siswa, sehingga dapat diketahui
kompetensi awalnya sebelum menguasai kompetensi baru, Implikasi prinsip ini
dalam model pembelajaran diskusi diterapkan oleh dosen pada saat melakukan
tugas perencanaan diskusi dan membimbing siswa dalam melakukan diskusi
sesuai dengan tahap-tahap dan aturan diskusi yang telah ditetapkan.
· Teori Pembelajaran Sosial
Bandura (dalam Woolfolk, 1995) mengemukakan, bahwa seseorang dapat
belajar melalui pengamatan (observational learning) terhadap suatu model,
Bandura (dalam Slavin, 1994) berpendapat, bahwa apa yang kita ketahui dapat
lebih banyak daripada apa yang diperlihatkan. Misalnya, seorang siswa
sebenarnya memahami proses yang terjadi pada pertumbuhan tumbuhan yang ada
disekitarnya dan kaitannya dengan sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat
(salingtemas), namun pada saat diberikan tes yang berkaitan dengan hal itu, siswa
tersebut mendapatkan nilai yang jelek. Hal ini mungkin disebabkan karena dia
gugup atau sakit atau salah membaca dan memahami persoalan. Sementara siswa
dapat saja telah memahami suatu materi, namun pemahaman tersebut dapat tidak
terdemonstrasikan sampai situasinya memungkinkan.
Satu faktor yang terabaikan dari teori pelajar perilaku dalah fakta adanya
pengaruh yang kuat yang dimiliki oleh permodelan dan pengitimasian terhadap
belajar, Dalam hal ini terjadi interaksi antara penguatan eksternal dan proses
kognitif internal untuk menjelaskan bagaimana seseorang belajar dari orang lain.
Dalam proses ini, yang hadir adalah model tingkah laku, konsekuensi-
konsekuensi dari tingkah laku yang menjadi model, dan proses internal
pembelajar. Pengaruh kuat dari pemodelan dan pengimitasian terhadap belajar
mengakibatkan seseorang memperhatikan, meniru, dan adanya keinginan untuk
melakukan. Jika diberi penguatan, motivasi, dan insentif, diharapkan konsekuensi-
konsekuensi langsung dari tingkah laku menjadi dilakukan.
Dalam konteks penelitian ini, pembelajaran juga bermakna sebagai upaya
memotivasi siswa untuk dapat mempelajari suatu pengetahuan tersebut sesuai
dengan tujuannya.
· Teori Pembelajaran Kognitif
PBM biologi yang dikehendaki kurikulum Unimed 2005 menekankan
pada pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan. Perwujudan dari
penekanan tersebut melalui penerapan teori-teori pembelajaran kognitif. Dalam
teori belajar modern, strategi kognitif adalah proses penjajagan, suatu proses
internal yang melibatkan siswa untuk menyeleksi dan memodifikasi arah pikir
mereka dalam memperhatikan, belajar, mengingat, dan berpikir (Gagne, 1977).
Inti dari teori pembelajaran kognitif adalah, bahwa siswa secara individual
mencari dan mentransformasi informasi yang kompleks, mengecek informasi baru
dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan tersebut tidak
sesuai lagi. Dengan perkataan lain, ide pokok teori ini adalah siswa secara aktif
membangun pengetahuan mereka sendiri. Prinsip belajar aktif sesuai dengan
pandangan teori pembelajaran kognitif (Slavin, 1994).
Penekanan teori pembelajaran kognitif adalah siswa haruslah sebagai
prosessor yang aktif, bukan hanya sebagai penerima informasi yang pasif.
Informasi yang berupa pengetahuan itu merupakan suatu proses pembentukan dan
dalam pembentukannya siswa harus aktif mengatur/mengaitkan skema-skema
yang dimilikinya sehingga pengetahuan dipandang sebagai suatu hasil ciptaan,
bukan perolehan atau mengcopy, tetapi belajar sebagai proses pencarian
bermakna.
Beberapa teori belajar yang terkait dalam teori pembelajaran kognitif
adalah: 1) teori pemrosesan informasi dan 2) teori konstruktivis. Teori pemrosesan
informasi teori pembelajaran kognitif yang menjelaskan pemrosesan,
penyimpanan, dan pemanggilan kembali informasi dari otak, Atkinson dan
Shiffrin (dalam Slavin, 1994) membagi tiga struktur memori manusia, yaitu
register penginderaan, memori jangka pendek, dan memori jangka panjang.
Pengulangan informasi yang diperoleh dari pengumpulan informasi dan
pengolahan informasi dalam pembelajaran diskusi, dan pengulangan kembali
dalam model kooperatif jigsaw diharapkan akan menjadikan informasi yang
diperoleh siswa menjadi memori jangka panjang.
Sejalan dengan paradigma yang terkandung dalam kurikulum Unimed
2005, dosen bukan hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi
siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Dosen
membantu dan memberikan kesempatan kepada siswa agar menggunakan
strateginya sendiri dalam belajar secara sadar dalam mencapai tingkat
pengetahuan yang lebih tinggi.
b. Model Pembelajaran Diskusi
Pada pengunaan model pembelajaran apapun di kelas, saat-saat tertentu
selama berlangsungnya pembelajaran, diperlukan dialog antara dosen dan siswa,
serta antara siswa dengan siswa, Diskusi merupakan suatu model pembelajaran
yang memungkinkan berlangsungnya dialog sintaks diskusi berbeda dengan
sintaks model pembelajaran yang lain. Diskusi dapat terjadi pada pembelajaran
kooperatif, antara dosen dengan sejumlah siswa pada pembelajaran berdasarkan
masalah, dan diskusi kelas pada pembelajaran langsung (Arends, 1997).
Pengertian pembelajaran diskusi menurut Arifin (1994) adalah pelibatan
satu kelompok belajar yang saling berinteraksi secara verbal di dalam kelas
dimana interaksi yang dimaksud dapat berlangsung antara siswa dengan siswa
atau siswa dengan dosen. Semiawan (1985), menambahkan bahwa yang dapat
menjadi pemimpin diskusi tidak hanya dosen, tetapi lebih baik jika dosen
membimbing siswa agar mampu memimpin diskusi tidak hanya dosen, tetapi
lebih baik jika dosen membimbing siswa agar mampu memimpin diskusi,
sehingga karenanya dosen dapat dikatakan berhasil. Hal ini sesuai dengan yang
dianjurkan dalam kurikulum 2004, di mana dosen hanya berfungsi sebagai
desainer (fasilitator) yang mendesain pengalaman belajar agar siswa dapat
mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan di dalam kurikulum.
Tidak semua persoalan patut didiskusikan. Persoalan yang patut
didiskusiskan hendaknya memiliki syarat-syarat: (1) menarik perhatian siswa (2)
sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, (3) memiliki lebih dari satu
kemungkinan pemecahan atau jawaban, bukan kebenaran tunggal, dan (4) pada
umumnya tidak mencari mana jawaban yang benar, melainkan mengutamakan
pertimbangan dan perbandingan (Semiawan, 1985).
Penggunaan model pembelajaran diskusi harus disertai petunjuk
pelaksanaan yang ekstensif untuk melaksanakannya. Bagi dosen yang belum
berpengalaman, menjadi pengelola yang berhasil melaksanakan diskusi kelas
seringkali memerlukan ketekunan dan pelatihan yang lebih banyak daripada
model-model pembelajaran yang lain.
Model pembelajaran diskusi dapat digunakan untuk mempelajari semua
mata pelajaran di sekolah. Langkah-langkah dalam model pembelajaran diskusi
ini mencakup lima tahap (Arends, 1997), yaitu:
Tahap pertama : Menyampaikan TPK dan membangkitkan motivasi
Tahap kedua : Memfokuskan diskusi
Tahap ketiga : Mengendalikan diskusi
Tahap keempat : Mengakhiri diskusi
Tahap kelima : Mengiktisarkan diskusi
Pelaksanaan aktivitas dalam model pembelajaran diskusi ini terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan (Arends, 1997:207), yaitu :
· Tugas Perencanaan
Perencanaan yang tepat pada pembelajaran diskusi meningkatkan
kesempatan untuk terjadinya spontanitas dan fleksibilitas dalam kegiatan
pembelajaran, 1) meningkatkan tujuan, 2) Mempertimbangkan siswa, dan 3)
memilih pendekatan. Ada tiga jenis pendekatan diskusi yaitu: 1) pertukaran
resitasi, 2) diskusi berdasarkan masalah, dan 3) diskusi berdasarkan tukar
pendapat. Ada beberapa teknik diskusi yang digunakan untuk meningkatkan
partisipasi siswa antara lain: 1) berpikir berpasangan berbagi (Think Pair Share),
2) kelompok bebas (Buzz Group), dan bola pantai (Beach Ball).
· Tugas interaktif
Seorang dosen sebagai pimpinan diskusi, seharusnya memfokuskan
diskusi, menjaganya pada jalur yang sudah direncanakan, mendorong partisipasi,
mencatat hasilnya dan hal-hal yang penting lainnya (Arends,1997). Menetapkan
aturan diskusi dan memfokuskan diskusi dan melaksanakan diskusi.
Penyimpangan-penyimpangan dari tujuan yang terjadi selama kegiatan pembel-
ajaran, harus dapat diatasi oleh dosen yang efektif dengan cara menegur siswa
yang menyimpang tersebut dan kemudian memfokuskan ulang perhatian mereka
pada topik yang sedang dibicarakan, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
melaksanakan diskusi adalah sebagai berikut (Arends: 1997): 1) mencatat hal-hal
penting dalam diskusi, 2) mendengarkan gagasan siswa, 3) mengunakan waktu
jeda/waktu tunggu, dan 4) menanggapi jawaban siswa.
Pedoman yang diarahkan oleh Madeline Hunter (1982) dalam Arends
(1997) adalah sebagai berikut:
1) Hargailah jawaban atau penampilan yang tidak benar dengan memberikan
pertanyaan agar jawaban itu menjadi benar
2) Bantulah siswa itu dengan dorongan
3) Berikan pada siswa itu rasa bertanggung jawab
4) Menanggapi jawaban/gagasan atau pendapat siswa
5) Mengekspresikan pendapat/ide sendiri
· Tugas penilaian
Tugas penilaian dan evaluasi merupakan tindak lanjut dari sebuah
pengajaran, begitu pula pengajaran dengan diskusi. Pertama adalah bagaimana
dosen menindaklanjuti pengajaran dengan diskusi pada pelajaran berikutnya,
kedua adalah menetapkan peringkat diskusi kelas, dan ketiga adalah
menggunakan soal uraian dalam ujian Arends (1997):
1) Menindaklanjuti pengajaran dengan diskusi pada pelajaran berikutnya.
2) Meningkatkan peningkatan diskusi kelas
3) Menggunakan tes uraian/esei dalam ujian
Agar kegiatan diskusi dapat dilakukan lebih efektif dengan tujuan agar
siswa memiliki tanggung jawab untuk mempelajari seluruh materi dan tugas-tugas
perkuliahan yang diberikan, kegiatan diskusi selanjutnya didesain menurut
kaidah-kaidah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Dengan model ini, siswa
bertukar dari kelompok asal (focus group) ke kelompok ahli (home group) dengan
suatu perbedaan penting; setiap siswa siswa mempelajari sesuatu yang
dikombinasikan dengan materi yang telah dipelajari oleh siswa lain dan
mengajarkan sesuatu tersebut kepada anggota kelompoknya. Integrasi dua model
pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja sharing informasi antar
siswa-siswa, siswa-sumber belajar, dan siswa dengan dosen. Menurut Nur, dkk.
(1994), agar siswa benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan,
mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk
dirinya, berusaha dengan susah payah dengan berbagai ide. Berikut ini diuraikan
kajian teori berkaitan dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang
berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi
belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat
kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa
anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk
memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan
belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan
pelajaran.
Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut
(Lungdren, 1994).
1) Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang
bersama.”
2) Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa atau peserta didik lain
dalam kelompoknya, selain tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam
mempelajari materi yang dihadapi.
3) Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang
sama.
4) Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggungjawab di antara para anggota
kelompok.
5) Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut
berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
6) Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan
bekerja sama selama belajar.
7) Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi
yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Menurut Thompson, et al, (1995), pembelajaran kooperatif turut
menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran sains. Di dalam
pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil
yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri
dari 4 atau 6 orang siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok
heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan
suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja
dengan teman yang berbeda latar belakangnya.
Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus
agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi
pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau
tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota
kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 1995).
Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif adalah; (a) setiap anggota
memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa, (c) setiap
anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman
sekelompoknya, (d) guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok, (e) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat
diperlukan (Carin, 1993).
Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif
sebagaimana dikemukakan oleh Slavin (1995), yaitu penghargaan kelompok,
pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil.
1) Penghargaan kelompok
Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk
memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika
kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok
didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam
menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu,
dan saling peduli.
2) Pertanggungjawaban individu
Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua
anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas
anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya
pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk
menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman
sekelompoknya.
3) Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skoring yang mencakup
nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari
yang terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang
berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk
berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional
yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan
pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah
menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau
dipengaruhioleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994). Model pembelajaran
kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya tiga tujuan
pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al, (2000), yaitu:
1) Hasilbelajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga
memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa
ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami
konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa
model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada
belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar,
pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok
bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas
akademik.
2) Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas
dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan,
dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa
dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung
pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan
belajar saling menghargai satu sama lain.
3) Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan
kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-
keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda
masih kurang dalam keterampilan sosial.
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja,
tetapi siswa atau peserta didik juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan
khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini
berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja
dapat dibangun dengan membangun tugas anggota kelompok selama kegiatan.
Keterampilan-keterampilan selama kooperatif tersebut antara lain sebagai
berikut (Lungdren, 1994):

1) Keterampilan Kooperatif Tingkat Awal


a) Menggunakan kesepakatan
Yang dimaksud dengan menggunakan kesepakatan adalah menyamakan pendapat
yang berguna untuk meningkatkan hubungan kerja dalam kelompok.
b) Menghargai kontribusi
Menghargai berarti memperhatikan atau mengenal apa yang dapat dikatakan atau
dikerjakan anggota lain. Hal ini berarti harus selalu setuju dengan anggota lain,
dapat saja kritik yang diberikan itu ditujukan terhadap ide dan tidak individu.
c) Mengambil giliran dan berbagi tugas
Pengertian ini mengandung arti bahwa setiap anggota kelompok bersedia meng-
gantikan dan bersedia mengemban tugas/tanggungjawab tertentu dalam
kelompok.
d) Berada dalam kelompok
Maksud di sini adalah setiap anggota tetap dalam kelompok kerja selama kegiatan
berlangsung.
e) Berada dalam tugas
Yang dimaksud berada dalam tugas adalah meneruskan tugas yang menjadi
tanggungjawabnya, agar kegiatan dapat diselesaikan sesuai waktu yang
dibutuhkan.
f) Mendorong partisipasi
Mendorong partisipasi berarti mendorong semua anggota kelompok untuk
memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok.
g) Mengundang orang lain
Maksudnya adalah meminta orang lain untuk berbicara dan berpartisipasi terhadap
tugas.
h) Menyelesaikan tugas dalam waktunya
i) Menghormati perbedaan individu
Menghormati perbedaan individu berarti bersikap menghormati terhadap budaya,
suku, ras atau pengalaman dari semua siswa atau peserta didik.
2) Keterampilan Tingkat Menengah
Keterampilan tingkat menengah meliputi menunjukkan penghargaan dan
simpati, mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara dapat diterima,
mendengarkan dengan arif, bertanya, membuat ringkasan, menafsirkan,
mengorganisir, dan mengurangi ketegangan.
3) Keterampilan Tingkat Mahir
Keterampilan tingkat mahir meliputi mengelaborasi, memeriksa dengan
cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan tujuan, dan berkompromi.
Urutan langkah-langkah prilaku guru menurut model pembelajaran
kooperatif yang diuriakan oleh Arends (1997) adalah sebagaimana terlihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Sintaks Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase 1: Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang


ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa belajar
memotivasi siswa
Fase 2: Guru menyajikan informai kepada siswa dengan
jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Menyajikan informasi

Fase 3: Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya


membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
Mengorganisasikan siswa
kelompok agar melakukan transisi secara efektif.
ke dalam kelompok-
kelompok belajar

Fase 4: Guru membimbing kelompok-kelompok belajar


pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar

Fase 5: Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi


yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok
Evaluasi
mempresentasikan hasil kerjanya

Fase 6: Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik


upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Memberikan penghargaan

Sumber: Arends, 1997 dan 1998.

Terdapat enam fase utama dalam pembelajaran kooperatif (Arends, 1997),


Pembelajaran dalam kooperatif dimulai dengan guru menginformasikan tujuan
dari pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti dengan
penyajian informasi, sering dalam bentuk teks bukan verbal. Kemudian
dilanjutkan langkah-langkah di mana siswa di bawah bimbingan guru bekerja
bersama-sama untuk menyelesaikan tugas-tugas yang saling bergantung. Fase
terakhir dari pembelajaran kooperatif meliputi penyajian produk akhir kelompok
atau mengetes apa yang telah dipelajari oleh siswa dan pengenalan kelompok dan
usaha-usaha individu.
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran
kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang
bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengarjarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends,
1997).
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model
pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri
dari 4–6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang
positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus
dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain
(Arends, 1997).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap
pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya
mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan
dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan
demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama
secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie A., 1994).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu
untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik
pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali
pada tim/kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain
tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok asal
dan kelompok ahli”. Kelompok asal, yaitu kelompok induk siswa yang
beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang
beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli,
yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang
ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan
tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan
kepada anggota kelompok asal. Hubungan antara kelompok asal dan kelompok
ahli digambarkan sebagai berikut (Arends, 1998).
Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama
dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan
pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk
mempelajari topik mereka tersebut. Setelah pembahasan selesai, para anggota
kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman
sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok
ahli. Jigsaw didesain selain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa secara
mandiri juga dituntut saling ketergantungan yang positif (saling memberi tahu)
terhadap teman sekelompoknya. Selanjutnya di akhir pembelajaran, siswa diberi
kuis secara individu yang mencakup topik materi yang telah dibahas. Kunci tipe
Jigsaw ini adalah interdependensi setiap siswa terhadap anggota tim yang
memberikan informasi yang diperlukan dengan tujuan agar dapat mengerjakan
kuis dengan baik.
Untuk pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, disusun langkah-
angkah pokok sebagai berikut; (1) pembagian tugas, (2) pemberian lembar ahli,
(3) mengadakan diskusi, (4) mengadakan kuis. Adapun rencana pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw ini diatur secara instruksional sebagai berikut (Slavin,
1995):
a. Membaca: siswa memperoleh topik-topik ahli dan membaca materi tersebut
ntuk mendapatkan informasi.
b. Diskusi kelompokahli: siswa dengan topik-topik ahli yang sama bertemu ntuk
mendiskusikan topik tersebut.
c. Diskusi kelompok: ahli kembali ke kelompok asalnya untuk menjelaskan opik
pada kelompoknya.
d. Kuis: siswa memperoleh kuis individu yang mencakup semua topik.
e. Penghargaan kelompok: penghitungan skor kelompok dan menentukan
penghargaan kelompok.
Setelah kuis dilakukan, maka dilakukan perhitungan skor perkembangan
individu dan skor kelompok. Skor individu setiap kelompok memberi sumbangan
pada skor kelompok berdasarkan rentang skor yang diperoleh pada kuis
sebelumnya dengan skor terakhir, Arends (1997) memberikan petunjuk
perhitungan skor kelompok sebagaimana terlihat dalam Tabel berikut.
Tabel 4. Konversi Skor Perkembangan
Skor Kuis Individu Skor Perkembangan
1. Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5
2. 10 poin sampai 1 poin di bawah skor awal 10
3. Skor awal sampai 10 point di atasnya 20
4. Lebih dari 10 di atas skor awal 30
5. Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal) 30

Untuk menentukan tingkat penghargaan yang diberikan untuk prestasi


kelompok, menurut Arends (1997) dapat dilihat dalam Tabel berikut.
Tabel 5. Tingkat Penghargaan Kelompok
Rata-rata Kelompok Penghargaan
15 Good Team (tim yang bagus)
20 Great Team (tim yang hebat)
25 Super Team (tim yang super)

Pembelajaran Jigsaw adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang


spesifik yang telah mencapai sukses dalam tiga dekade. Pada pembelajaran
dengan model Jigsaw, tiap siswa dikelompokkan dengan mekanisme tukar-
menukar kelompok, dan tiap anggota kelompok berperan penting dalam
penguasaan materi secara menyeluruh dan menentukan produk akhir (Aronson,
2005).
Menurut Siberman (2002), pelaksanaan belajar dengan teknik Jigsaw
(Jigsaw Learning) dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pilihlah materi belajar yang dapat dipisah menjadi bagian-bagian. Sebuah
bagian dapat disingkat seperti sebuah kalimat atau beberapa halaman. Contohnya:
sebuah berita memiliki banyak maksud; bagian-bagian ilmu pengetahuan
eksperimental; sebuah teks yang mempunyai bagian berbeda; daftar defenisi;
sekelompok majalah yang memuat artikel panjang atau jenis bacaan lain yang
materinya pendek; dan lain-lain.
b. Hitunglah jumlah bagian belajar dan jumlah peserta didik. Dengan satu cara
yang pantas, bagikan tugas yang berbeda kepada kelompok peserta yang berbeda.
Contoh: bayangkan sebuah kelas terdiri atas 12 orang peserta. Anggaplah Anda
dapat membagi materi pelajaran dalam tiga bagian, kemudian Anda dapat
membuat kwartet, berikan tugas setiap kelompok bagian 1, 2, 3, mintalah kwartet
atau “kelompok belajar” membaca, menduskusikan, dan mempelajari materi yang
ditugaskan kepada mereka.
c. Setelah selesai, bentuklah kelompok “Jigsaw Learning”, Setiap kelompok ada
seorang wakil dari masing-masing kelompok dalam kelas. Seperti dalam contoh,
setiap anggota masing-masing kwartet menghitung 1, 2, 3, dan 4. Kemudian
bentuklah kelompok peserta “Jigsaw learning” dengan jumlah sama. Hasilnya
akan terdapat 4 kelompok yang terdiri dari 3 orang (trio). Dalam setiap trio kan
ada orang peserta yang mempelajari bagian 1, seorang untuk bagian 2, dan
seorang lagi bagian 3.
d. Mintalah anggota kelompok “jigsaw” untuk mengajarkan materi yang telah
dipelajari kepada yang lain.
e. Kumpulkan kembali peserta didik ke kelas besar untuk memberi ulasan dan
sisakan pertanyaan guna memastikan pemahaman yang tepat.
Langkah-langkah di atas dapat dilakukan variasi sebagai berikut:
a. Berikan tugas baru, seperti menjawab pertanyaan kelompok tergantung
akumulasi pengetahuan anggota kelompok Jigsaw.
b. Berikan tanggung jawab kepada peserta didik yang lain guna mempelajari
kecakapan daripada informasi kognitif. Mintalah peserta didik mengajar peserta
lain kecakapan yang telah mereka pelajari.
Menurut Aronson (2005), ada 10 langkah bila guru ingin menggunakan
model kooperatif Jigsaw dalam pembelajaran di kelas, yakni:
a. Mahasiswa-siswa dikelompok ke dalam kelompok jigsaw yang beranggota 5–6
orang. Pembagian kelompok dapat menurut jender, etnik, kemampuan, dan lain-
lain.
b. Pilih salah seorang kelompok sebagai pemimpin kelompok, dengan
memperhatikan kedewasaan setiap anggota kelompok.
c. Kelompokkan hari-hari belajar ke dalam 5–6 segmen.
d. Lakukan pengaturan agar setiap siswa mempelajari sati segmen pelajaran.
Setiap siswa hanya dituntut untukmenguasai segmen yang dipelajarinya saja.
e. Berikan tugas agar setiap siswa mempelajari semua segmen, tetapi tidak
dituntut untuk menguasainya.
f. Kelompokkan siswa-siswa yang mempelajari segmen yang sama ke dalam satu
kelompok. Mahasiswa-siswa mendiskusikan materi di dalam kelompok masing-
masing.
g. Kemudian kelompokkan kembali siswa-siswa ke dalam kelompok yang di
dalamnya terdapat siswa-siswa yang menguasai semua segmen pelajaran
(kelompok Jigsaw).
h. Setiap siswa ditugaskan untuk mempresentasekan penguasaannya, dan siswa-
siswa lain memberikan pertanyaan untuk mengklarifikasi.
i. Lakukan pengamatan dari satu ke kelompok ke kelompok lainnya. Bila timbul
masalah, lakukan intervensi.
j. Pada sesi terakhir, berikan quiz yang berkaitan dengan materi pelajaran.
Berdasar pada paparan teori di atas, memberikan indikasi bahwa model
pembelajaran diskusi akan lebih efektif dan efisien bila sebelumnya siswa-siswa
dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok Jigsaw, sehingga setiap siswa
menguasai setiap segmen pelajaran, yang pada gilirannya saling memberikan
informasi sesama siswa dalam kelompok kecil maupun dalam kelompok besar,
sehingga semua siswa akan dapat menguasai semua segmen pelajaran yang telah
ditetapkan, Integrasi kedua model ini akan saling melengkapi guna pencapaian
kompetensi dasar seefektif dan seefisien mungkin.

5. Pembelajaran dengan Multimedia


Pembelajaran dengan multimedia dikembangkan sesuai dengankriteria
proses belajar mengajar inovatif menurut Eggen dan Kauchak (1996) meliputi hal-
hal berikut:
a. Pembelajaran didasarkan pada deskripsi pembelajaran kognitif
b. Guru menyediakan informasi yang dianalisisi siswa selama PBM
berlangsung.
c. Strategi-strategi belajar didasarkan pada penelitian
d. Guru secara aktif mengarahkan analisis siswa
e. Pelajaran berorientasi pada pemecahan masalah.

Keberhasilan pembelajaran dipengaruhi oleh penggunaan media yang sesuai


dengan tujuan tertentu. Media pembelajaran yang dipilih dan disiapkan secara
hati-hati dapat memenuhi satu atau lebih tujuan pembelejaran berikut: memotivasi
siswa, melibatkan siswa dalam pengalaman belajar yang bermakna, melaksanakan
pengajaran individual, menjelaskan dan menggambarkan materi pelajaran dan
keterampilan kinerja, menyumbang pembentukan sikap dan perkembangan
perhargaan, serta memberi kesempatan untuk menganalisis sendiri kinerja
individual dan perilaku (Kemp, 1994).
Jerome Bruner dalam Heinich, et al (1999) mengemukakan, bahwa
pembelajaran seharusnya dimulai dengan urutan pengalaman langsung menuju
representasi iconic pengalaman (seperti gambar dan film), baru kemudian
representasi simbolik (seperti kata-kata dan persamaan-persamaan matematis).
Bruner lebih jauh menyatakan, bahwa urutan pembelajaran tersebut berpengaruh
langsung terhadap pencapaian ketuntasan tugas, di mana hal ini ipermudah bila
pembelajaran mengikuti urutan dari pengalaman konkrit, peresentasi iconic,
kemudian representasi akbstrak.
Dalam usaha memanfaatkan media sebagai alat bantu pembelajaran, Edgar
Dale dalam Heinich, et al (1999) mengemukakan klasifikasi pengalaman menurut
tingkat kontrit sampai abstrak yang dikenal sebagai kerucut pengalaman.
Pemilihan media yang sesuai dengan pertimbangan ciri-ciri setiap media dalam
strategi pembelajaran yang telah diidentifikasi, ukuran kelompok target, dan
keperluan penyebaran digambarkan oleh Hackbarth (1996) sebagai berikut:
Tabel 6. Jenis Media Pembelajaran
Ukuran
Media Ciri-ciri Distribusi
Kelompok
Buku Bentuk, tanda baca, Kecil Lokal
organisasi, pertanyaan, gaya
bahasa, sajak, metafora,
drama, komedi
Gambar Subjek, komposisi, kecil Lokal
perpektif, warna, kontras,
fokus, petunjuk
Audiotape Volume, tinggi-rendah nada, sedang Lokal
irama, perubahan suara,
tingkat/kecapatan
Slide Semua ciri di atas sedang Lokal
Film/Videotape Semua ciri di atas sedang Lokal
Radio Sama dengan audio, batas sedang Lokal
waktu
Televisi Semua ciri di atas besar Jauh
Komputer Semua ciri di atas, interaktif kecil Lokal
Tutor Hampir semua ciri di atas, kecil Lokal
fleksibel, empati, perhatian
Guru Sama dengan tutor, sedang Lokal
wewenang, kebijaksanaan

Pada penelitian ini pembelajaran multimedia ditekankan pada kemajuan


teknologi informasi dan komunikasi menggunakan komputer. Penggunaan
komputer digunakan untuk presentasi, pemecahan masalah, dan mengakses
informasi melalui internet. Mengingat luasnya penggunaan komputer saat ini,
maka pembelajaran dengan multimedia diharapkan dapat meningkatkan
kemandirian siswa dalam belajar. Kriteria siswa mandiri menurut Arends (1977)
adalah siswa yang dapat melakukan empat hal penting berikut:
1. Mendiagnosis suatu situasi pembelajaran khusus secara tepat.
2. Memilih strategi belajar untuk mengatasi masalah pembelajaran
3. Memantau kefektifan strategi
4. Cukup termotivasi untuk terlibat dalam situasi pembelajaran sampai selesai

B. Kerangka Pikir
Rendahnya motivasi belajar siswa yang diindikasikan oleh rendahnya
aktivitas belajar dan hasil belajar siswa umumnya disebabkan oleh rendahnya
keterampilan siswa dalam melakukan proses belajar secara mandiri dan atau
berkelompok. Karena itu pemberian strategi-strategi belajar (learningstrategi)
pada tahap awal proses pendidikan siswa merupakan awal pembiasaan siswa
melakukan proses belajar sesuai dengan strategi yang sesuai dengan masing-
masing pribadi siswa.
Kebiasaan belajar berkelompok dengan melakukan praktikum dan diskusi
secara umum akan menumbuhkan iklim akademik yang baik dalam proses belajar
mengajar di sekolah. Namun sering sekali pengelolaan diskusi kelompok justru
membuat siswa aktif menjadi lebih aktif sedang siswa kurang aktif justru
tertinggal. Ini disebabkan karena tugas diskusi sering sekali diserahkan kepada
satu atau beberapa orang anggota kelompok saja. Karena itu, penerapan model
kooperatif tipe Jigsaw dalam pembelajaran model diskusi akan membiasakan
siswa untuk mengemban tanggung jawab belajar pada kelompok asal maupun
kelompok ahli.
Selanjutnya dukungan fasilitas sarana dan sumber belajar merupakan
penentu utama dalam mendorong motivasi dan aktivitas belajar siswa khususnya
pada pembelajaran biologi yang cenderung bersifat abstrak seperti sel dan
metabolisme. Penggunaan multimedia dapat mengatasi kendala pembelajaran ini.
Gambar-gambar, animasi proses dan atau rekaman langsung terhadap proses-
proses biologi di tingkat sel akan memberikan penjelasan yang lebih lengkap bagi
siswa untuk menjawab berbagai pertanyaan berkaitan dengan topik kajian yang
menjadi tugas diskusinya. Namun penyediaan sarana multimedia ini perlu
dikemas sedemikian rupa agar memiliki arah dan tugas belajar yang menjadi
panduan bagi siswa dalam melakukan proses belajar secara mandiri dan atau
berkelompok.

BAB III
PELAKSANAAN

A. Lokasi dan Waktu


Penelitian dilakukan di kelas II dan III Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1
Medan tahun ajaran 2007/2008, Jl. Willem Iskandar No. 7B Medan. Waktu
pelaksanaan penelitian 8 bulan (April sampai November 2007), terdiri dari tahap
perancangan tindakan dan tahap pelaksanaan tindakan.

B. Subjek
Subjek penelitian ini meliputi subjek kajian yang mendapat tindakan,
yakni materi pokok “Sel”, pada Kurikulum 2006 disajikan pada kelas II semester
ganjil, dan materi pokok “Metabolisme” yang disajikan pada kelas III semester
ganjil. Subjek kajian juga berkenaan dengan guru dan siswa yang dikenai
tindakan. Subjek guru adalah guru mata pelajaran yang mengajar di kelas II dan
III. Subjek siswa yang mendapat tindakan adalah siswa kelas II IPA dan III IPA
MAN 1 Medan tahun ajaran 2007/2008.

B. Prosedur
1. Tahap Perancangan
Pada tahap perancangan ini (3 bulan) secara intensif tim peneliti
melakukan pertemuan untuk mendiskusi strategi tindakan yang akan dilakukan.
Pada tahap ini dilakukan telaah kurikulum, pengemasan materi ajar dan media
yang dimanfaatkan, penyusunan Rencana Pembelajaran, penyusunan dan uji coba
instrumen penelitian, serta simulasi pembelajaran (peer teaching) dan observasi
tindakan. Pertemuan intensif dilakukan setiap minggu dengan melibatkan dosen
Unimed (ketua peneliti), guru model (anggota peneliti), dan observer (anggota
peneliti 2, guru Biologi lainnya, dan mahasiswa Jurusan Biologi FMIPA Unimed
yang sedang melakukan tugas akhir). Pelibatan guru biologi lainnya dalam
tindakan ini ditujukan untuk menumbuhkan semangat Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP) dalam melakukan inovasi pembelajaran. Sedang pelibatan
mahasiswa yang sedang melakukan tugas akhir dimaksudkan untuk lebih
memudahkan mahasiswa program kependidikan memperoleh permasalahan yang
akan ditelitinya sehingga dapat mempercepat penyelesaian tugas akhirnya.
Bersamaan dengan pelaksanaan penelitian ini telah dibina 8 (depan) orang siswa
yang sedang melakukan penelitian untuk kepentingan penyelesaian tugas
akhirnya, 3 (tiga) orang melakukan kajian tindakan kelas di sekolah yang sama, 5
(lima) orang lainnya melakukan kajian tindakan di sekolah lain.
Pada tahap persiapan tindakan tim peneliti melakukan pengembangan
desain pembelajaran sesuai dengan mekanisme pengembangan silabus dan
penilaian yang dianjurkan oleh Depdiknas (2003). terdiri dari tahap-tahap sebagai
berikut:
1) Identifikasi, meliputi identitas mata pelajaran, kelas/program dan semester.
2) Pengurutan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Standar kompetensi
dan kompetensi dasar mata pelajaran Biologi dirumuskan berdasarkan struktur
keilmuan Biologi dan tuntutan kompetensi lulusan. Selanjutnya standar
kompetensi dan kompetensi dasar diurutkan dan disebarkan secara sistematis.
3) Penentuan Materi Pokok dan Uraian Materi pokok. Materi pokok dan uraian
materi pokok adalah butit-butir bahan pelajaran yang dibutuhkan sisiwa untuk
mencapai suatu kompetensi dasar. Pengurutan materi pokok dapat menggunakan
pendekatan prosedural, hirarkis, konkrit ke abstrak. pendekatan tematik.
Prinsip yang yang digunakan dalam menentukan materi pokok dan uraian materi
pokok adalah; a) prinsip relevansi. yaitu adanya kesesuaian antara materi pokok
dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai; b) prinsip konsistensi. yaitu adanya
kecukupan materi pelajaran yang diberikan untuk mencapai dasar yang telah
ditentukan. Materi pokok inipun telah ditentukan Depdiknas.
4) Pemilihan Pengalaman Belajar. Proses pencapaian kompetensi dasar
dikembangkan melalui pemilihan strategi pembelajaran yang meliputi
pembelajaran tatap muka dan pengalaman belajar. Pengalaman belajar merupan
kegiatan fisik maupun mental yang dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan
bahan ajar. Pengalaman belajar dilakukan oleh siswa untuk menguasai kompetensi
dasar yang telah ditentukan. Baik pembelajaran tatap muka maupun pengalan
belajar. dapat dilakukan di dalam maupun di luar kelas. Untuk itu.
pembelajarannya dilakukan dengan metode yang bervariasi. yang kemudian
didesain untuk kepentingan model pembelajaran terintegrasi diskusi dengan
learning strategies.
Pengalaman belajar yang disusun memuat kecakapan hidup (life skills) yang harus
dimiliki oleh siswa. Misalnya mendiskusikan ragam persoalan biologi dari
berbagai tingkat organisasi kehidupan yang ada di lingkungan sekitarnya
(kecakapan hidup: kesadaran sebagai makhluk Tuhan. kesadaran akan eksistensi
diri. kesadaran akan potensi diri. menggali informasi. mengolah informasi. bekerja
sama dan mengambil keputusan).
5) Penjabaran Kompetensi Dasar menjadi Indikator. Indikator yang ditetapkan
dalam kurikulum lebih bersifat sebagai indikator. dalam pengembangannya masih
membutuhkan indikator penunjang sesuai dengan tujuan spesifik pembelajaran.
6) Penjabaran Indikator ke dalam Instrumen Penilaian. Indikator dijabarkan lebih
lanjut ke dalam instrumen penilaian yang meliputi jenis tagihan. bentuk instrumen
dan contoh instrumen. Setiap indikator dapat dikembangkan menjadi 3 instrumen
penilaian yang meliputi ranah kognitif. psikomotor dan efektif.
g) Menentukan Alokasi Waktu. Alokasi waktu adalah perkiraan berapa lama siswa
mempelajari suatu materi pelajaran. Untuk menentukan alokasi waktu. prinsip
yang perlu diperhatikan adalah tingkat kesukaran materi. cakupan materi.
frekuensi penggunaan materi baik di dalam maupun di luar kelas. Karya-karya ini
dipilih dan kemudian dinilai. sehingga dapat dilihat perkembangan kemampuan
siswa.
h) Sumber/Bahan/Alat. Istilah sumber yang digunakan di sini berarti buku-buku
rujukan. referensi atau literatur. baik untuk menyusun silabus maupun mengajar.
Sedangkan yang dimaksud dengan bahan dan alat adalah bahan-bahan dan alat-
alat yang diperlukan dalam praktikum atau proses pembelajaran lainnya. Bahan
dan alat di sini dapat bervariasi sesuai dengan karakteristik mata pelajaran biologi.
Sebelum memasuki tahap implementasi, terlebih dilakukan simulasi
pembelajaran dengan melibatkan tim peneliti dan mahasiswa. Simulasi dilakukan
sebagai saranan latihan bagi guru dalam mengelola KBM biologi yang
berorientasi model strategi belajar. Juga menjadi sarana latihan bagi pengamat
(observer) ketika melakukan pengamatan KBM di dalam kelas tindakan. Simulasi
juga berguna untuk mengkoreksi perangkat pembelajaran dan instrumen
penelitian sebelum dilakukan KBM di dalam kelas.

2. Tahap Pelaksanaan Tindakan


Pelaksanaan tindakan dilakukan mengikuti kaidah Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) terdiri dari tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan,
observasi, evaluasi dan refleksi (Gambar 1). Setiap tindakan dilakukan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang disesuaikan dengan
kebutuhan pembelajaran spesifik setiap materi ajar. Pembelajaran menggunakan
model-model sebagai berikut:
1. Model strategi-strategi belajar (learning strategy)
2. Model pembelajaran langsung
3. Model diskusi-kooperatif tipe Jigsaw
4. Model pembelajaran prosedural (praktikum)

Model strategi-strategi belajar (learning strategy) dilakukan di awal


pertemuan untuk melatih siswa menggunakan sumber bacaan dengan teknik
menandai konsep-konsep penting, meringkas dan membuat catatan penting.
Model pembelajaran langsung dilakukan untuk memberikan informasi awal
kepada siswa dengan menggunakan teknik presentasi materi menggunakan power
point dan paket animasi yang dipadukan dengan tanya jawab.
Pada pembelajaran model diskusi-kooperatif tipe Jigsaw siswa dibagi atas
beberapa kelompok asal (focus group) dan kelompok ahli (home group). Pada
kelompok asal siswa mendiskusi materi yang menjadi tanggung jawabnya untuk
disampaikan pada siswa lain pada kelompok ahli. Hubungan antara kelompok asal
dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends, 1998).
Keterangan:
Para anggota dari kelompok asal yang berbeda. bertemu dengan topik yang sama
dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan
pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk
mempelajari topik mereka tersebut. Setelah pembahasan selesai, para anggota
kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman
sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok
ahli. Pola pengelompokan ini didesain selain untuk meningkatkan rasa tanggung
jawab siswa secara mandiri juga dituntut saling ketergantungan yang positif
(saling memberi tahu) terhadap teman sekelompoknya. Selanjutnya di akhir
pembelajaran, siswa diberi kuis secara individu yang mencakup topik materi yang
telah dibahas.

Untuk mempermudah pengaturan kelas dilakukan teknik pengelompokan


tempat dukuk dan meja sebagaimana ditunjukkan pada
Model pembelajaran prosedural (praktikum) ditujukan untuk membuktikan
beberapa konsep yang telah dipelajari untuk mendapatkan penguatan dan menjadi
memori jangka panjang pada siswa. Model ini juga dapat dijadikan sebagai
sumber permasalahan untuk dipecahkan pada diskusi kelompok.
Pada tahap persiapan tindakan, dengan melibatkan tenaga ahli pendidikan
dosen dan guru model (anggota peneliti) menyusun Rencana Pembelajaran yang
kemudian didiskusikan dan disimulasikan dengan anggota peneliti dan guru
biologi lainnya. Anggota peneliti 2, dosen, dan beberapa orang mahasiswa
bertindak sebagai observer.
Pada tahap pelaksanaan tindakan, guru model melakukan pembelajaran
dan proses pembelajaran diamati oleh observer (terdiri dari dosen, anggota
peneliti, guru biologi lain, dan mahasiswa). Hasil observasi dari tiap pertemuan
langsung dianalisis oleh tim peneliti untuk menyusun perbaikan pada siklus
berikutnya. Setiap siklus tindakan dapat terdiri dari 2-4 pertemuan sesuai dengan
alokasi waktu yang disediakan untuk pembelajaran suatu lingkup materi ajar.
Selanjutnya hasil evaluasi tindakan setiap siklus kemudian dijadikan bahan
penyusunan rencana tindakan tahap berikutnya. Perbaikan yang dilakukan
berkaitan dengan teknis pemanfaatan model pembelajaran dan media/sumber
belajar yang digunakan. Rencana tindakan dilakukan sebanyak tiga kali meliputi
lingkup materi: (1) Pertumbuhan dan Perkembangan; (2) Katabolisme; dan (3)
Anabolisme.

3. Tahap Analisis Akhir dan Publikasi


Analisis akhir tindakan dilakukan oleh tim peneliti untuk menghasilkan
rekomendasi desain pembelajaran topik kajian Metabolisme dan Sel
menggunakan multimetode dan multimedia, dengan menganalisis kemampuan
guru mendesain dan mengelola pembelajaran, kemandirian mahasiswa
menggunakan sumber-sumber belajar, hasil belajar siswa, dan motivasi siswa
terhadap desain pembelajaran yang kembangkan. Teknik analisis data yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Rencana Pembelajaran (RP) dianalisis dengan statistik deskriptif evaluatif
secara langsung terhadap RP yang telah disusun oleh guru mitra.
b. Hasil observasi aktivitas belajar siswa dan aktivitas mengajar guru. keterampilan
siswa dalam melakukan diskusi selama KBM, dan motivasi siswa terhadap
pengelolaan pembelajaran dianalisis dengan deskriptif presentase secara
kuantitatif.
c. Hasil belajar siswa dianalisis dengan menggunakan kriteria ketuntasan belajar
yang ditetapkan dalam kurikulum 2004, yakni siswa dinyatakan tuntas belajar
secara individu bila telah memperoleh skor 75% dari skor total, dan ketuntasan
klasikal tercapai bila di kelas tersebut terdapat 85% siswa tuntas belajar.
d. Pendeskripsian tiap-tiap aktivitas baik secara kuantitatif maupun kualitatif
disesuaikan dengan kegiatan siswa, guru, serta respon yang diberikan. yang
disajikan dalam bentuk tabel-tabel dan grafik.
Pemilihan analisis deskriptif ini didasarkan pada pemikiran. bahwa
penelitian ini tidak membebani guru mitra dengan statistik inferensial yang
umumnya menjadi momok bagi banyak guru yang ingin melakukan penelitian
tindakan kelas.
Hasil analisis selanjutnya digunakan sebagai bahan penyusunan laporan dan
artikel tindakan kelas yang telah dilakukan. Seminar hasil penelitian dilakukan
untuk mensosialisasikan hasil tindakan kepada guru-guru lain yang difasilitasi di
Kepala Sekolah MAN 1 Medan. Melalui seminar ini praktik baik (good practice)
yang dilakukan melalui PTK ini dapat disampaikan kepada guru-guru yang
kemudian diharapkan akan mencontoh dan melakukan tindakan terhadap mata
pelajaran yang diampunya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Pengelolaan Pembelajaran
Tindakan yang dilakukan mengacu pada Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP 1 s.d 6). Pada siklus I dan II tindakan yang diberikan adalah
siswa mempelajari materi ajar yang telah disusun guru menggunakan strategi-
strategi belajar seperti menggarisbawahi dan memberi menandai konsep penting,
membuat catatan pinggir dan sebagainya. Agar kegiatan belajar siswa terkendali,
pembelajaran dilengkapi dengan Lembaran Kerja Siswa (LKS-1). Hasil
pengamatan pengelolaan pembelajaran ditampilkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Penilaian Pengelolaan Pembelajaran Biologi dengan Model Strategi Belajar pada
Siklus I dan II.
Siklus Siklus
No Aspek yang diamati I II Rerata Kategori
I Fase 1
1. Menyampaikan tujuan pembelajaran 3,8 4,0 3,9 Baik
2. Memotivasi siswa 3,8 3,5 3,6 Baik
Fase 2
3. Menjelaskan strategi belajar khusus
yang akan
Digunakan 4,0 3,5 3,8 Baik
4. Memodelkan strategi strategi belajar
khusus
yang digunakan secara lisan 3,5 4,0 3,8 Baik
Fase 3
5. Melatih siswa menggunakan strategi Cukup
belajar 3,3 3,5 3,4 Baik
di bawah bimbingan guru
Fase 4
6. Memeriksa pemahaman siswa terhadap
strategi belajar yang diterapkan. 3,8 3,5 3,6 Baik
7. Memberikan umpan balik dari hasil
pemaham-
an siswa terhadap strategi belajar yang
diguna-
kan. 3,3 4,0 3,6 Baik
Fase 5
8. Melatih siswa untuk menerapkan
strategi
belajar yang dilatihkan secara mandiri 3,3 3,8 3,5 Baik
Fase 6
9. Mengevaluasi tugas latihan 3,8 3,5 3,6 Baik
10. Membimbing siswa merangkum
pelajaran 4,0 3,8 3,9 Baik
II Suasana Kelas
1. Siswa antusias 4,0 4,0 4,0 Baik
2. Guru antusias 4,0 4,0 4,0 Baik
III Pengelolaan waktu 4,0 4,0 4,0 Baik
Jumlah 44,3 45,0

Hasil analisis yang ditunjukkan pada Tabel 4.1 menunjukkan, bahwa


selama penelitian tindakan pada siklus I dan siklus II, terjadi peningkatan
kemampuan guru mengelola pembelajaran berorientasi model strategi belajar, di
antaranya pada aspek pengamatan: (a) Menyampaikan tujuan pembelajaran; (b)
Memodelkan strategi belajar; (c) melatihkan strategi belajar; dan (d) Memberikan
umpan balik. Selanjutnya selama pembelajaran tampak bahwa guru dan siswa
antusias melaksanakan pembelajaran.
Pada siklus III telah pembelajaran telah dikembangkan dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Urutan langkah-langkah
pembelajaran yang digunakan pada pembelajaran tindakan mengacu pada tahap-
tahap: pendahuluan–kegiatan inti–penutup, yang didalamnya diintegrasikan fase-
fase pembelajaran sesuai dengan syntax pembelajaran kooperatif. Hasilnya
diperoleh, bahwa pembelajaran yang dilakukan oleh guru mata pelajaran biologi
tergolong cukup baik dalam hal penyampaian tujuan pembelajaran, memotivasi
siswa dan menjelaskan mekanisme belajar model diskusi-kooperatif Jigsaw (fase I
dan III); dan tergolong baik dalam hal menyajikan materi, mengaitkan dengan
pengetahuan sebelumnya, membimbing siswa, mendorong dan melatihkan
keterampilan diskusi, mengevaluasi hasil kerja kelompok, membimbing siswa
dalam presentasi, membimbing siswa membuat kesimpulan, memberi tugas
rumah, dan mengumumkan penghargaan (Gambar 4.1). Hasil ini
mengindikasikan, bahwa proses pembelajaran pada kelas tindakan berlangsung
dengan baik. Hal ini didukung oleh adanya kecenderungan perubahan pengelolaan
pembelajaran dari kategori cukup baik ke baik, sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 4.2.
2. Aktivitas Siswa dan Guru selama Pembelajaran Berlangsung
Hasil pengamatan terhadap aktivitas guru dan siswa dalam KBM pada
pembelajaran biologi dengan model strategi belajar, disajikan dalam Tabel 4.2.
Pada Siklus I aktivitas guru cenderung merata pada pemberian
keterampilan strategi belajar kepada siswa (13,9–18,8%), dan aktivitas siswa lebih
cenderung mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru (17,5%) dan berdiskusi
antar siswa (12,8%).

Tabel 4.2 Rata-rata Aktivitas Guru Pada Pembelajaran dengan Model Strategi-Strategi
Belajar.

Aktivitas Guru
No. Aktivitas Siklus I Siklus II Jumlah
1 Menyampaikan tujuan pembelajaran 3,5 2,5 6,0
2 Memotivasi siswa 6,0 2,5 8,5
3 Secara klasikal menjelaskan strategi belajar
khusus
yang akan digunakan 5,0 1,0 6,0
Memodelan dan melatihkan strategi belajar yang
4 Digunakan 5,8 4,3 10,1
Membimbing siswa mempraktekkan strategi
5 Belajar yang dilatihkan 6,8 5,8 12,6
6 Mengevaluasi tugas latihan 5,5 7,3 12,8
7 Membimbing siswa merangkum pelajaran 2,0 6,8 8,8
8 Bukan kategori di atas 1,5 2,5 4,0

Tabel 4.2 Rata-rata Aktivitas Siswa Pada Pembelajaran dengan Model Strategi-Strategi
Belajar.

Aktivitas Siswa
No. Aktivitas Siklus I Siklus II Jumlah
1 Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru 6,3 3,3 9,6
2 Diskusi antar siswa dan guru 0,9 0,9 1,8
3 Diskusi antar siswa 4,6 4,3 8,9
4 Mempraktekkan strategi yang dilatihkan 1,8 2,3 4,1
5 Merangkum pelajaran 2,9 2,4 5,3
6 Bukan kategori di atas. 2,0 1,7 3,7
Pada siklus II guru lebih cenderung melakukan aktivitas seperti
memodelkan strategi yang digunakan (11,8%), membimbing praktek siswa
(16,0%), mengevaluasi (20,1%) dan membimbing siswa merangkum pelajaran
(18,8%). Sedang aktivitas siswa yang dominan adalah berdiskusi dengan sesama
temannya (12,1%).

Mencermati hasil pengamatan aktivitas guru dan siswa dalam KBM


biologi berorientasi model strategi belajar pada siklus I dan II menunjukkan
terjadi peningkatan aktivitas guru dalam mengevaluasi tugas latihan dan
membimbing siswa merangkum pelajaran, serta penurunan aktivitas lainnya. Hal
ini menunjukkan bahwa siswa cenderung telah mandiri dalam menerapkan strategi
belajar dalam KBM. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan aktivitas diskusi
dengan sesama siswa dan mempraktekkan strategi belajar, serta penurunan
aktivitas mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru.
Pada tahap awal pembelajaran (tindakan Siklus III), kegiatan guru
cenderung didominasi oleh aktivitas menjelaskan materi dan mendorong
keterlibatan dan keikutsertaan siswa (memotivasi siswa). Pada tahap tindakan IV
dan VI, guru cenderung lebih banyak mengamati kegiatan siswa, mengajukan
pertanyaan, dan menerapkan waktu tunggu. Di sisi lain, pada tahap awal (tindakan
III dan IV), siswa cenderung lebih memperhatikan penjelasan guru dan membaca
dan atau menanggapi guru, selanjutnya pada tindakan V dan VI sudah lebih
cenderung melakukan aktivitas-aktivitas produktif seperti menanggapi pertanyaan,
mengajukan pertanyaan, dan menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. Keadaan
ini mengindikasikan bahwa guru mata pelajaran dan siswa telah mampu
menerapkan model pembelajaran yang diperkenalkan melalui PTK ini dengan
baik.

Melalui empat tahapan tindakan yang dilakukan (pada siklus III, IV, V dan
VI) diperoleh adanya kecenderungan peningkatan keterampilan siswa mengajukan
pertanyaan tinggi, diiringi dengan penurunan aktivitas mengajukan pertanyaan
tingkat rendah. Mengajukan pertanyaan pada mulanya mengalami penurunan
(pada tindakan siklus IV dan V), tetapi menunjukkan kecenderungan menaik
kembali pada tindakan VI. Gambar 4.7 di bawah ini menunjukkan kecenderungan
penurunan aktivitas siswa dalam menyatakan ide. Ini diduga karena pada tindakan
V kegiatan siswa adalah paktikum, dan pada tindakan VI cenderung
menyimpulkan hasil diskusi dan praktikum yang telah dilakukan pada tahap
tindakan sebelumnya.

3. Hasil Belajar dan Respon Siswa Terhadap Tindakan Pembelajaran yang


Diberikan
Hasil belajar siswa setelah mendapat perlakuan pembelajaran dengan
model pembelajaran strategi-strategi belajar dan diskusi menggunakan model
Jigsaw dengan memanfaatkan multimedia berupa slide dan animasi diperoleh,
88,4% siswa mencapai ketuntasan belajar dengan penguasaan 70% dan frekuensi
terbesar berada pada rentang skor 70-79. Hanya 11,6% siswa (5 dari 43 siswa)
yang tidak mencapai ketuntasan belajar (Gambar 4.8). Kepada siswa yang tidak
mencapai ketuntasan belajar dilakukan pembelajaran remedial dengan
memanfaatkan tutor sebaya, di mana siswa yang telah mencapai ketuntasan
belajar dijadikan tutor untuk membantu rekan-rekannya yang belum mencapai
ketuntasan belajar. Upaya ini diharapkan dapat menumbuhkan iklim akademik di
lingkungan sekolah MAN 1 Medan.

Bila dibandingkan dengan hasil belajar siswa sebelum mendapatkan


tindakan, hasil belajar siswa setelah mendapatkan tindakan menunjukkan
kecenderungan peningkatan yang cukup memuaskan, di mana pada ulangan
harian sangat sering terjadi hampir keseluruhan siswa tidak mencapai ketuntasan
belajar.
Hasil diskusi mendalam dengan guru diperoleh informasi bahwa saat ini
telah terjadi penurunan minat dan motivasi siswa untuk sungguh-sungguh belajar.
Tindakan yang diberikan melalui penelitian menunjukkan respon siswa terhadap
pembelajaran yang menggembirakan, dimana 75% siswa menyatakan senang
dengan desain pembelajaran yang disusun. Respon senang karena pembelajaran
yang diselenggarakan banyak praktek atau kegiatan, guru menerangkan dengan
jelas, gurunya menyenangkan, cara mengajar bervariasi dan tidak membosankan,
banyak memperoleh kesempatan berbicara, mengeluarkan pendapat, atau bertanya
kepada guru atau teman.
Pembelajaran sebelumnya kurang menyenangkan, sebab guru lebih banyak
menerangkan (ceramah), dalam menerangkan sering tidak jelas (karena tidak
dilengkapi dengan LKS, model, dan atau media pembelajaran), membosankan,
dan soal-soal tes sering terasa asing bagi siswa.
Secara keseluruhan, setelah mengikuti pembelajaran dengan model
pembelajaran strategi-strategi belajar dan diskusi menggunakan model Jigsaw
dengan memanfaatkan multimedia, respon siswa: 1) cara mengajar seperti ini agar
diterapkan untuk pelajaran lain; 2) banyak hal-hal baru yang menyenangkan
selama pelajaran; dan 3) penjelasan guru mudah dipahami (sebab sebelumnya
siswa telah diberi bahan berupa LKS, slide dan animasi biologi).

B. Pembahasan
Kunci kesuksesan pembelajaran di sekolah yang pertama dan utama adalah
terletak pada kemampuan profesional guru dalam mengelola pembelajaran.
Meskipun tujuan pem-belajaran dapat direncanakan bersama oleh guru dan siswa,
model strategi belajar lebih berpusat pada guru. Sistem perencanaan dan
pengelolaan pembelajaran yang baik akan menjamin terjadinya proses belajar
yang efektif pada siswa, terutama melalui pengamatan, mendengarkan, dan
resitasi yang terencana. Hal ini didukung oleh pendapat Gagne dan Briggs (1987)
dalam Arends (1998) yang menyatakan, bahwa pengajaran yang dirancang secara
sistematis banyak berpengaruh terhadap perkembangan individu manusia.
Hasil pengamatan pengelolaan pembelajaran yang dilakukan guru berupa
tindakan pembelajaran model strategi-strategi belajar memanfaatkan multimedia
secara deskriptif telah menunjukkan peningkatan dari 76,9% kategori baik pada
tindakan siklus I menjadi 100% baik pada tindakan siklus II, terutama dalam
pengelolaan pembelajaran yang berorientasi model strategi-strategi belajar.
Dengan demikian, untuk pembelajaran selanjutnya, guru sudah dapat secara
mandiri mengembangkan kemampuannya merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran khususnya yang berorientasi model strategi-strategi belajar.
Keterampilan ini sangat bermanfaat bagi guru dan siswa ketika akan menerapkan
model pembelajaran inovatif lainnya (misalnya model diskusi), karena siswa telah
memiliki keterampilan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang dianjurkan dan
atau ditugaskan oleh guru dalam PBM.
Pandangan ini didukung oleh hasil penelitian Stallings dan rekan-rekannya
(1970 dalam Arends, 1997) menunjukkan, bahwa guru yang mengorganisasikan
kelasnya dengan baik, yang memungkinkan berlangsungnya pembelajaran yang
terstruktur, menghasilkan rasio keterlibatan siswa yang tinggi (time – task – ratio)
dan hasil belajar yang lebih tinggi daripada guru yang menggunakan pendekatan
kurang formal dan kurang terstruktur.
Perencanaan dan pengelolaan pembelajaran yang baik oleh guru tentunya
akan membantu guru untuk lebih mengarahkan aktivitasnya di kelas kepada
upaya-upaya membelajarkan siswa. Dari hasil penelitian ini ditunjukkan bahwa
aktivitas yang tinggi yang dilakukan guru di siklus I pada kategori: (2)
memotivasi siswa; (3) menjelaskan strategi belajar khusus yang akan digunakan;
(4) memodelkan dan melatihkan strategi belajar yang digunakan; dan (5)
membimbing siswa mempraktekkan strategi belajar yang dilatihkan; dapat
menurunkan aktivitas: (1) mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru; dan (2)
diskusi antara siswa dan guru; serta meningkatkan aktivitas: (3) diskusi antar
siswa; dan (4) mempraktekkan strategi belajar yang dilatihkan pada siklus II.
Slavin (1997) mengemukakan, bahwa siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep yang sulit apabila meraka dapat
mendiskusikan dengan temannya. Konstruktivisme memandang perkembangan
kognitif sebagai suatu hasil pertumbuhan dari perkembangan sosial melalui
interaksi dengan orang lain yang terjadi dalam zona perkembangan terdekat anak-
anak, dimana anak-anak dapat melakukan tugas-tugas baru yang berada dalam
kemampuan meraka dengan bantuan guru atau teman sebaya.
Diskusi merupakan komunikasi, dimana siswa berbicara dengan siswa
yang lain, saling membagi gagasan dan pendapat. Menurut Arends (1997) diskusi
dapat mencapai tiga tujuan pembelajaran, yaitu: (a) memperbaiki pemikiran siswa
dan membantu mereka menyusun pemahaman materi akademis; (b) mendorong
keterlibatan dan keikutsertaan siswa, memberi kesempatan luas kepada siswa
untuk mengutarakan ide-ide mereka sendiri, serta memotivasi siswa untuk ikut
terlibat dalam pembicaraan di kelas; (c) membantu siswa belajar keterampilan
komunikasi dan proses berpikir.
Atas dasar pada pemikiran tersebut, tindakan pembelajaran yang dilakukan
berikutnya adalah menerapkan model pembelajaran diskusi dengan pembagian
kelompok tipe Jigsaw. Kualitas pembelajaran diindikasikan dari: a) kemampuan
guru mata pelajaran mengelola pembelajaran; b) kecenderungan aktivitas guru
selama proses pembelajaran; c) kecenderungan aktivitas siswa selama proses
pembelajaran; d) keterampilan siswa dalam berdiskusi; dan e) respon siswa
terhadap model pembelajaran yang digunakan. Selanjutnya kualitas hasil belajar
akan tergambar dari ketuntasan belajar klasikal siswa.
Pengalaman selama melakukan penelitian tindakan, mulai dari
perencanaan, implementasi, dan evaluasi menunjukkan, bahwa guru mata
pelajaran telah siap mengimplementasikan pembelajaran berbasis kompetensi
pada tahun pelajaran mendatang. Hal ini ditunjukkan oleh capaian kategori “baik”
dalam pengelolaan pembelajaran pada kelas tindakan. Walaupun pada awal-awal
pelaksanaan tindakan kelihatan guru masih mendominasi pembelajaran, tidak
menyampaikan aturan diskusi kelompok, pertanyaan awal guru (untuk
kepentingan motivasi) cenderung tidak dilakukan, dan guru terlalu cepat
memberikan respon/jawaban yang tidak dapat dijawab oleh siswa.
Hasil pengamatan aktivitas guru dan siswa juga menunjukkan
kecenderungan peningkatan aktivitas mengamati kegiatan siswa dan mengajukan
pertanyaan. Penyampaian materi dalam bentuk ceramah sudah sedikit sekali
dilakukan guru. Selama proses pembelajaran guru hanya menyajikan cuplikan
materi sebagai kerangka awal bagi siswa untuk berpikir atau belajar lebih lanjut
secara kelompok.
Seperti yang dikemukakan oleh Carin (1993), bahwa salah satu ciri
pembelajaran kooperatif adalah, selama proses belajar mengajar berlangsung,
guru membantu melatihkan dan mengembangkan keterampilan-keterampilan
interpersonal siswa dalam kelompok. Menurut Vygotsky dalam Slavin (1994), di
sinilah letaknya konsep scaffolding, di mana guru memberikan kepada siswa
sejumlah bantuan atau pengetahuan selama tahap-tahap awal pembelajaran,
kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan pada anak
untuk mengambil alih tanggung jawab. Fungsi mental yang lebih tinggi bagi
siswa, pada umumnya muncul dalam kerjasama antar individu. Rendahnya
persentase aktivitas menjelaskan juga didukung oleh pandangan konstruktivis
dalam pembelajaran IPA (Slavin, 1994), bahwa prinsip yang paling penting dalam
psikologi pendidikan adalah guru memberikan kepada siswa anak tangga yang
membawa siswa akan pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan, siswa sendiri
yang harus memanjat tangga tersebut.
Perubahan perilaku mengajar guru yang diimplementasikan melalui
penelitian tindakan ini telah berdampak bagi perubahan perilaku belajar siswa,
sebagaimana ditemukan melalui penelitian ini; di akhir tindakan proporsi aktivitas
pembelajaran terbesar telah berada aktivitas siswa bertanya (dengan pertanyaan
tingkat rendah dan tingkat tinggi) dan mencatat hal-hal yang relevan dengan
kegiatan pembelajaran. Dari gambaran aktivitas siswa tersebut tampak, bahwa
pembelajaran menggunakan multimodel telah menunjukkan kegiatan
pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai pusat kegiatan belajar mengajar,
sedangkan guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan pendorong siswa belajar.
Hal ini sejalan dengan pendapat Abruscato (1999) dan Vol Glaserferl dalam
Soeparno (1997) tentang teori konstruktivisme dalam pembelajaran IPA, bahwa,
pembelajaran merupakan kerja mental aktif, bukan menerima pengajaran dari
guru secara pasif. Dalam kerja mental siswa, guru memegang peranan penting
dengan cara memberikan dukungan, tantangan berpikir, melayani sebagai pelatih
atau model, namun siswa tetap merupakan kunci pembelajaran
Pada akhirnya, perubahan perilaku mengajar guru dan perubahan perilaku
belajar siswa yang difasilitasi melalui penelitian tindakan ini berdampak bagi
peningkatan hasil belajar siswa, di mana hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
siswa mencapai ketuntasan belajar, suatu keadaan yang sulit untuk dicapainya
sebelumnya. Fenomena ini mengandung makna, bahwa pembelajaran dengan
menerapkan multimodel (model strategi-strategi belajar dan model diskusi dengan
memanfaatkan media slide dan animasi) yang diimplementasikan peneliti,
mempunyai kualitas proses dan kualitas hasil belajar yang baik. Hasil tersebut
sejalan dengan yang dikemukaan oleh Slavin (1994), bahwa pembelajaran
kooperatif dapat memperbaiki prestasi akademik siswa dan membantu siswa
memahami konsep-konsep yang sulit.
Seluruh hasil penelitian yang telah dipaparkan di muka selanjutnya akan
memberikan dampak yang lebih luas bila guru mata pelajaran lain khususnya di
MAN 1 Medan juga melakukan inovasi dalam pembelajarannya melalui
penerapan model-model pembelajaran inovatif dan kreatif. Satu model
pembelajaran tidak selalu baik diterapkan pada semua kajian dan semua mata
pelajaran di SMA/MA, karena itu guru harus terus mencoba dan mengembangkan
kreativitasnya untuk mendesain pembelajaran yang mampu memotivasi siswa
untuk belajar. Pemberdayaan MGMP adalah salah satu alternatif yang dapat
ditempuh untuk mencapai tujuan ini yang dinaungi di bawah panji-panji
manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Mengacu pada uraian hasil penelitian dan pembahasan yang telah
dipaparkan pada bab sebelumnya, dapat disusun simpulan bahwa:
1. Desain pembelajaran biologi kelas SMA/MA dengan multimodel (strategi-
strategi belajar dan diskusi kelompok tipe Jigsaw) dan multimedia (slide
presentasi dan animasi) dapat dilaksanakan oleh guru mata pelajaran dengan
“baik”.
2. Dengan model pembelajaran strategi-strategi belajar siswa mampu
menggunakan berbagai sumber belajar (buku literatur) yang dimanfaatkan dalam
bertukar informasi pada pembelajaran diskusi.
3. Ada kecenderungan perubahan dan peningkatan aktivitas guru dan siswa dalam
melakukan pembelajaran ke arah yang lebih baik.
4. Penerapan pembelajaran topik kajian sel dan metabolisme dengan multimodel
dan multimedia memberikan dampak bagi peningkatan hasil belajar siswa.
5. Siswa merespon dengan baik variasi metode pembelajaran yang diterapkan oleh
guru pada pembelajaran topik kajian Sel dan Metabolisme.

B. Saran
Berdasarkan pengalaman melakukan PTK dan analisis hasil tindakan,
disampaikan beberapa saran yang diharapkan berguna bagi perbaikan desain
model pada penerapan model dan atau pengembangannya serupa di masa
mendatang, sebagai berikut:
1. Siswa telah mampu menggunakan sumber belajar yang beragam, namun sebatas
buku-buku pelajaran yang mereka miliki dan tersedia di perpustakaan sekolah.
Karena itu ke depan, perpustakaan sekolah perlu disiapkan dengan berbagai
sumber belajar (berupa buku) terutama buku-buku teks dan CD-ROOM
pembelajaran. Siswa kelas-kelas rendah perlu dibekali terlebih dahulu dengan
keterampilan strategi belajar seperti keterampilan membaca, memberi tanda,
pemetaan konsep, dan sebagainya agar dapat memanfaatkan sumber belajar yang
tersedia untuk menggali informasi terkait dengan materi kajian pembelajaran.
2. Dengan desain model yang telah disusun ini, diharapkan guru mata pelajaran
biologi dapat mengembangkan dan mendesain sesuai dengan kebutuhan/kondisi
siswa dan sekolah.
3. Pembelajaran dengan hanya menggunakan satu model saja tidak selamanya baik
untuk semua topik kajian mata pelajaran, karena itu kreativitas guru dalam
melakukan tindakan yang berulang-ulang akan memberikan hasil berupa model-
model pembelajaran yang sesuai dengan kekhasan tiap topik kajian mata
pelajaran.
4. Pemberdayaan MGMP adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan sekolah
dan pemerintah dalam meningkatkan kemampuan profesional guru. Melalui
pertemuan rutin, guru-guru dapat mendiskusikan berbagai persoalan yang
ditemukan dalam pembelajaran, mencari akar masalah, mengindentifikasi
alternatif pemecahan masalah, dan menetapkan prioritas pemecahan sesuai dengan
kondisi dan kemampuan sekolah dan siswa.
5. Desain pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian tindakan kelas ini
belum sepenuhnya sempurna. Karena itu, bagi guru yang ingin
mengimplementasikannya dalam pembelajaran Biologi, hendaknya melakukan
telaah terlebih dahulu, sehingga akan dihasilkan strategi yang mungkin berbeda
dan lebih bersifat inovatif.

DAFTAR PUSTAKA

Arends. R. I. (1998). Learning to Teach. New York: McGraw Hill Companies.


Arends. R.I. (1997). Classroom Instructional and Management. New York: McGraw-
Hill Book Co.
Arends. Richard I. (1998). Learning to Teach. New York: McGraw-Hill Book Co.
Aronson. Elliot. 2005. Classrom Jigsaw. http://www.jigsaw.org.
Abruscato, J. (1999). Teaching Children Science: A Discovery Approach. New York:
Allyn and Bacon.
Bryce, T.G.K., McCall, J., MacGregor, J., Robertson, I.J., dan Weston, R.A.J. (1990).
Tecniques process skills in practical science: Teacher’s guide. Oxford:
Heinemann Educational Books.
Carin, A. (1993). Teaching Modern Science. New York: McMillan Publishing Company.
Drost, J. (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Kompas Online, http://-
www.kompas.com. 26 Januari 2004.
Eggen, P.D. and Kauchak, D.P. (1996). Strategies for Teachers Teaching Content and
Thingking Skills. Boston: Allyn and Bacon.
Gagne. R.M. (1977). The Condition of Learning. Third Edition. New York: Holt
Rinehart and Winston.
Gronlund, Norman E. (1971). Measurement and Evaluation in Teaching. New York: The
MacMillan Publ. Co.
Hackbarth, S. (1996) The Educational Technology Handbook. New Jersey: Educational
Technology Publications, Inc.
Hall, Gene E. (1986). Competency – Base Education: A Process for the improvement of
education, New Jersey: Englewood Cliffs, Inc.
Harris, Sue and Kington, Alison (2002). The use of ICT in the classroom. Tersedia pada
http://www.nfer.ed.gov. Diakses tanggal 3 Juni 2006.
Harris, Sue and Kington, Alison. (2002). Innovative Classroom Practices Using ICT in
England: the Second Information Technology in Education Study (SITES).
Tersedia pada http://www.nfer.ed.gov. Diakses tanggal 3 Juni 2006.
Heinich, R., et al. (1999) Instructional Media and Technologies for Learning. USA:
Prentice-Hall Inc.
Howe, A.C. and Jones, L. (1993). Engaging Children in Science. New York: MacMillan
Publishing Company.
Ibrahim. M.. Fida R.. Nur. M. dan Ismono. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya:
Unesa Press.
Kemp, J.E. (1994). Designing Effective Instruction. New York: MacMillan College
Publishing Company.
Lie. A.. (1994). Jigsaw: A Cooperative Learning Method for the Reading Class. Waco.
Texas: Phi Delta Kappa Society.
Lungdren. L. (1994). Cooperative Learning in The Science Classroom. New York:
McGraw Hill Companies.
Mayer, W. V. (Ed.). (1978). BSCS: Biology teachers’ handbook. 3-rd ed. New York:
John willey and Sons.
Natawidjaja. R. (1997). Konsep Dasar Penelitian Tindakan (Action Research). Jakarta:
Proyek Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Menengah.Ditjen Dikti.
Departemen Pendikikan dan Kebudayaan.
Nur. Mohamad dan Wikandari, Prima Retno. (1998). Pendekatan-Pendekatan
Konstruktivis dalam Pembelajaran. Surabaya: IKIP Surabaya.
Rahadi, Suko. (2004). Kurikulum Berbasis Kapitalis. Kurikulum Online, http://-
www.puskur.or.id. 22 Desember 2004.
Raven, et. a. 2006. Biology. Seventh Edition. http://highered mcgraw-hill com=sites=
dl=free=0072437316=120060=ravenanimation.html
Reed, A.J.S., Bergemann, V.E., and Olson, M.W. (1998). A Guide to Observation and
Participation In the Classroom: An Introduction to Education. Boston: McGraw
Hill Companies, Inc.
Siberman, Mel. (2002). Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Edisi Bahasa
Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Ilmu-Ilmu
Pendidikan Islam (Yapendis).
Simatupang, Zulkifli. (2003). Meningkatkan Keterampilan Belajar Siswa Melalui
Implementasi Model Strategi-Strategi Belajar. Suara Pendidikan. Vol. 21. No. 3.
November 2003.
Slavin, (1994). Educational Psychology, Theory and Practice. Needham Heights: Allyn
& Bacon.
Slavin, (1995). Cooperative Learning Theory. Second Edition. Massachusetts: Allyn and
Bacon Publisher.
Stith, Bradley J. (2004). Use of Animation in Teaching Cell Biology. Cell Biol Educ.
2004 Fall; 3(3): 181–188. Tersedia pada http://www.pubmedcentral.nih.gov.
Diakses tanggal 1 Juni 2006.
Tim Pelatih Proyek PGSM (1999). Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research). Proyek PGSM Ditjen Dikti. Depdikbud.
Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivis dalam Pendidikan. Jakarta: Penerbit Kanisius.
Thompson. M.. McLaughlin. C.W.. & Smith. R.G. (1995). Merril Physical Science
Teacher. Wraparound Edition. New York: Glencoe McGraw-Hill.
Whitaker, U. (1989). Assessing Learning: Standards, Principles, & Procedures.
Philadelphia: Council for Adult and Experiential Learning.
Woolfolk, A. (1993). Educational Psychology. Fifth Edition. Needham Heights: Allyn
and Bacon Publishers.
-----------, (2003). Layanan Profesional: Kurikulum dan Hasil Belajar Mata Pelajaran
Biologi SMA/MA. Jakarta: Puskur, Balitbang, Depdiknas.
-----------, (2003). Layanan Profesional: Penilaian Berbasis Kelas. Jakarta: Puskur,
Balitbang, Depdiknas.

Anda mungkin juga menyukai