Anda di halaman 1dari 37

REFERAT

GANGGUAN KESEIMBANGAN ELEKTROLIT

DISUSUN OLEH :
Willis
11.2017.186

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR ESNAWAN ANTARIKSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA
WACANA
PERIODE 25 MARET– 1 JUNI2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Elektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi


partikel yang bermuatan (ion) positif atau negatif. Sebagian besar proses
metabolisme dipengaruhi oleh elektrolit. Konsentrasi elektrolit yang tidak
seimbang dapat menyebabkan banyak gangguan. Pemeliharaan tekanan osmotik
dan distribusi beberapa kompartemen cairan tubuh manusia adalah fungsi utama
empat elektrolit mayor, yaitu natrium (Na+), kalium (K+), klorida (Cl-), dan
bikarbonat (HCO3-). Pemeriksaan keempat elektrolit mayor tersebut dalam klinis
dikenal sebagai profil elektrolit. Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan
ekstrasel, sedangkan kalium merupakan kation terbanyak dalam cairan intrasel dan
klorida sebagai anion terbanyak dalam cairan ekstrasel. Jumlah natrium, kalium
dan klorida dalam tubuh merupakan cermin keseimbangan antara yang masuk
terutama dari saluran cerna dan yang keluar terutama melalui ginjal. Gangguan
keseimbangan natrium, kalium dan klorida berupa hipo- dan hiper-. Disebut
sebagai Hipo- bila konsentrasi elektrolit tersebut dalam tubuh turun lebih dari
beberapa miliekuivalen(mEq) dibawah nilai normal dan hiper- bila konsentrasinya
meningkat diatas normal. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui
kadar dari masing-masing elektrolit tersebut.1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Fisiologi Cairan Tubuh dan Elektrolit2
Cairan tubuh terdiri dari air dan elektrolit. Cairan tubuh dibedakan atas
cairan ekstrasel dan intrasel.
Cairan intrasel adalah cairan yang terdapat dalam sel tubuh. Ion K+ pada
intrasel juga berperan sebagai proses bioelektrik. Volume cairan intrasel lebih
kurang 33% BB atau 60% dari jumlah air tubuh total; fungsi cairan intrasel adalah2
 menghasilkan, menyimpan, dan penggunaan energi
 proses perbaikan sel.
 Proses replikasi DNA
 Cadangan air untuk mempertahankan volume dan somolalitas cairan
ekstrasel

Cairan ekstrasel meliputi cairan intravascular (dalam pembuluh darah yaitu


plasma darah), cairan interstisial dan cairan trans-sel(cairan yang berada dalam
rongga khusus seperti cairan otak, bola mata, sendi). Komposisi elektrolit antara
intravaskular dan interstisium berbeda. Hal ini disebabkan oleh adanya
keseimbangan Gibbs Donnan.
Beberapa fungsi cairan ekstrasel, antara lain:2
 Pengantar keperluan sel(nutrient, oksigen, ion, trace minerals, dan
regulator hormone/molekul)
 Pengangkut CO2, sisa metabolisme, bahan toksik atau bahan yang
telah mengalami detoksifikasi dari sekitar lingkungan sel

Beberapa contoh kation dalam tubuh adalah natrium (Na+), kalium (K+),
kalsium (Ca2+), magnesium (Mg2+). Sedangkan anion adalah klorida (Cl-), HCO3-,
HPO4-, SO4-. Dalam keadaan normal, kadar kation dan anion ini sama besar
sehingga potensial listrik cairan tubuh bersifat netral. Pada cairan ektrasel, kation
utama adalah Na+ sedangkan anion utamanya adalah Cl- sedangkan di intrasel

3
kation utamanya adalah kalium (K+). Distribusi elektrolit pada cairan intrasel dan
ekstrasel dapat dilihat pada Gambar 1.1
Natrium, kalium, klorida dan bikarbonat merupakan elektrolit penting
karena kontribusinya sebagai daya osmotic untuk mempertahankan air dalam cairan
ekstrasel. Natrium dan kalium me

Gambar 1. Kation dan Anion Utama dalam Cairan Intrasel dan Ekstrasel

Keseimbangan Gibbs-Donnan2
Keseimbangan Gibbs-Donnan merupakan keseimbangan antara cairan intra dan
ekstrasel yang timbul akibat peran membran sel. Protein pada membrane sel
merupakan molekul besar, dan berperan untuk mempertahankan osmotic dengan
mempengaruhi ion untuk mempertahankan netralitas electron di kedua sisi
membrane. Pergerakan muatan pada ion akan menyebabkan perbedaan konsentrasi
ion yang kemudian mempengaruhi pergerakan cairan melalui membrane ke dalam
dan ke luar sel.
Pergerakan Cairan Melintas Membran Sel2
Membrane sel bersifat permeabel selektif. Pergerakan cairan yang terjadi melalui
difusi yang terdiri dari dua mekanisme yaitu transport aktif dan transport pasif.
Transpor pasif merupakan proses osmosis sederhana yang hanya berdasarkan
perbedaan tekanan osmotic yang tidak memerlukan energi. Sedangkan transpor
aktif adalah difusi yang memerlukan bantuan zat pembawa atau melalui kanal

4
tertentu yang dihasilkan melalui penggunaan energi. Transport aktif membawa
molekul ke daerah yang memiliki konsentrasi lebih tinggi, dengan demikian sel
dapat mempertahankan komposisi lingkungan internal yang berbeda dengan
lingkungan sekitarnya. Contoh transport aktif adalah pompa natrium-kalium-
ATPase. Tiga ion natrium dan ATP bergabung dengan pompa, ATP berubah jadi
ADP dan melepasken energi. Pompa berubah bentuk, ion natrium dilepaskan dari
pompa. Fosfat dilepaskan, pompa berubah bentuk lagi, ion kalium dikeluarkan dari
pompa. Bentuk ompa kembali seperti semula.

Keseimbangan Air dan Elektrolit2


Keseimbangan cairan tubuh adalah usaha kompartemen ekstrasel dan intrasel selalu
dalam keadaan tetap. Hal ini dipengaruhi oleh (a) jumlah cairan yang masuk dan
keluar tubuh, (b) proses difusi melalui membrane sel, dan (c) tekanan osmotic yang
dihasilkan oleh elektrolit pada kedua kompartemen.

Kebutuhan air sangat dipengaruhi aktivitas fisik, suhu lingkungan serta suhu tubuh.
Udara panas, atau waktu olahraga atau bekerja berat, keringat yang keluar akan
lebih banyak. Masukan air yang melalui saluran cerna, diserap usus, masuk ke
pembuluh darah, beredar ke seluruh tubuh. Proses ekskresi, keluar sebagai urin,
kulit dan saluran napas serta keringat.

Homeostasis2
Sel pada tubuh hanya dapat hidup bila berada atau ternedam dalam cairan ekstrasel
yang sesuai atau biasa disebut lingkungan dalam tubuh (milieu interieur).
Lingkungan dalam yang cenderung konstan, sehingga memiliki angka deviasi yang
cukup sempit. Berbagai factor lingkungan dalam ang harus dipertahankan antara
lain:
 Kadar molekul nutrient yang diperlukan untuk metabolisme, seperti glukosa
darah. Bila glukosa darah meningkat, akan disekresi lebih banyak insulin;
bila kadar glukosa darah menurun, akan disekresi hormone seperti glukagon
untuk meningkatkan kadar glukosa darah.

5
 O2 yang terus dipakai dan CO2 yang terus dihasilkan dan harus dikeluarkan
dalam jumlah yang sesuai. Bila terjadi kekurangan kadar antara O2 dan
peningkatan CO2 darah arteri, makan aka terjadi perangsangan dan
peningkatan ventilasi.

 Kadar sisa metabolisme yang menjadi toksik dengan meningkatkan


pengeluaran misal melalui paru (CO2), ginjal dan hati
 Keasaman (pH) yang terutama dipengaruhi oleh elektrofisiologi.
 Kadar air, garam dan elektrolit lain, melalui berbagai hormone seperti ADH,
aldosterone, ANP dan rasa haus.

HOMEOSTASIS AIR2
Bila asupan air terlalu banyak, akan segera dikeluarkan dari tubuh dengan
mengurangi sekresi anti diuretic hormone (ADH) dari hipofisis posterior, yang
bertujuan untuk mengurangi reabsorpsi air di tubulus distal dan ductus koligentes
nefron ginjal. Peningkatan volume plasma akan diikuti oleh berkurangnya venous
return, sehingga baroreseptor yang berada di sinus aorta dan dinding atrium kanan
akan merangsang pelepasan atrial natriuretic peptide (ANP) akibat peregangan
reseptor tersebut. ANP kemudian melakukan blockade sekresi aldosterone, diikuti
peningkatan pengeluaran natrium dan air melalui urin.
Pada keadaan sebaliknya, pada hypovolemia, tubuh berusaha menghambat
pengeluaran air berkelanjutan dengan meningkatkan sekresi ADH, yang
selanjutnya akan meningkatkan reabsorpsi air di ginjal. Pada peristiwa tersebut,
juga menimbulkan reflex haus dan dorongan untuk minum.
Penurunan volume cairan ekstrasel, volume dan tekanan darah akan berkurang,
kemudian sistem renin-angiotensin menimbulkan respons pengurangan produksi
urin, rangsang harus disertai peningkatan pemasukan cairan kemudian peningkatan
volume cairan ekstrasel.

6
HOMEOSTASIS ELEKTROLIT2

Homeostasis natrium
Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, jumlahnya bisa mencapai
60 mEq per kilogram berat badan dan sebagian berada dalam cairan intrasel. Lebih
dari 90% tekanan osmotik di cairan ekstrasel ditentukan oleh garam yang
mengandung natrium, khususnya dalam bentuk natrium klorida (NaCl) dan natrium
bikarbonat (NaHCO3) sehingga perubahan tekanan osmotik pada cairan ekstrasel
menggambarkan perubahan konsentrasi natrium. 1
Perbedaan kadar natrium dalam cairan ekstrasel dan intrasel disebabkan oleh
adanya transpor aktif dari natrium keluar sel yang bertukar dengan masuknya
kalium ke dalam sel (pompa Na+ K+). 3
Jumlah natrium dalam tubuh merupakan gambaran keseimbangan antara natrium
yang masuk dan natrium yang dikeluarkan. Pemasukan natrium yang berasal dari
diet melalui epitel mukosa saluran cerna dengan proses difusi dan sistem transport
media. Pengeluarannya melalui ginjal atau saluran cerna atau keringat di kulit.
Pemasukan dan pengeluaran natrium perhari mencapai 48-144 mEq. 1
Peningkatan konsentasi natrium cairan ekstrasel yang diperoleh dari pemasukan
tinggi natrium menyebabkan kandungan natrium di cairan ekstrasel meningkat.
Peningkatan kandungan natrium akan diikuti peningkatan konsentrasi natrium
plasma karena adanya perubahan osmosis, sehingga terjadi penarikan cairan
intrasel, sehingga volume cairan ekstrasel bertambah, untuk mengembalikan kadar
natrium kembali normal. Sekresi ADH meningkat dan menyebabkan restriksi
pengeluaran air, akibatnya timbul rangsang rasa haus yang akan meningkatkan
konsumsi/pemasukan air. Inhibisi reseptor air yang terletak di faring, menimbulkan
sekresi ADH saat terjadi intake Na+.

Regulasi Keseimbangan Air dan Natrium


Pengaturan keseimbangan air di dalam tubu dipengaruhi oleh dua sistim regulasi,
yaitu regulasi osmotic dan regulasi volume.

7
Regulasi osmotic aktivitasnya dipicu oleh tinggi-rendahnya osmolalitas plasma.
Sensor regulasi osmotic terletak di hipotalamus (supra optic neuron atau SON,
nucleus paraventrikuler dan organum vasculosum laminae terminalis atau OVLT)
serta pusat rasa haus di hipotalamus.
Regulasi volume aktivitasnya dipengaruhi oleh volume arteri efektif atau tekanan
arteri. Sensor regulasi volume terletak di otot atrium dan ventrikel, sinus karotis dan
arteri aferen glomerulus.
Sensor di hipotalamus aktivitasnya terpicu oleh pengerutan sel SON dan OVLT
karena peningkatan osmolalitas plasma. Vasopresin dan atau ADH yang dilepas,
melalui reseptornya di ductus koligentes akan menggeser saluran air AQP-
2(aquaporin-2) dari sitoplasma kea rah membrane daerah lumen sel ductus
koligentes yang memungkinkan air dari lumen masuk ke dalam sel akibat
perbedaan tekanan osmotic dan akhirnya masuk ke dalam sirkulasi.
Sensor regulasi volume di atrium dan ventrikel terpicu oleh peningkatan volume
arteri efektif; dikeluarkan ANP atau B-type natriuretic peptide (BNP). Peptide
natriuretic ini menghambat reabsorpsi natrium di ductus koligentes, menghambat
penglepasan renin, menghambat sekresi aldosterone dari korteks adrenal dan
meningkatkan laju filtrasi glomerulus. Peptide natriuretic ini menyebabkan
peningkatan eksresi natrium melalui urin.

Pada kondisi hypovolemia:


Terjadi peningkatan aktivitas sensor regulasi volume di sinus karotis dan arteri
aferen glomerulus; berupa peningkatan aktivitas simpatis dan peningkatan
penglepasan renin. Peningkatan aktivitas simpatis dan renin meningkatkan
reabsorpsi natrium di ductus koligentes
Terjadi peningkatan sekresi ADH oleh hipotalamus; hal ini dikenal dengan sebutan
regulasi volume non-osmotik.
Jumlah natrium yang keluar dari traktus gastrointestinal dan kulit kurang dari 10%.
Cairan yang berisi konsentrasi natrium yang berada pada saluran cerna bagian atas
hampir mendekati cairan ekstrasel, namun natrium direabsorpsi sebagai cairan pada
saluran cerna bagian bawah, oleh karena itu konsentrasi natrium pada feses hanya

8
mencapai 40 mEq/L. Keringat adalah cairan hipotonik yang berisi natrium dan
klorida. Kandungan natrium pada cairan keringat orang normal rerata 50 mEq/L.
Ekskresi natrium terutama dilakukan oleh ginjal. Pengaturan eksresi ini dilakukan
untuk mempertahankan homeostasis natrium, yang sangat diperlukan untuk
mempertahankan volume cairan tubuh. Natrium difiltrasi bebas di glomerulus,
direabsorpsi secara aktif 60-65% di tubulus proksimal bersama dengan H2O dan
klorida yang direabsorpsi secara pasif, sisanya direabsorpsi di lengkung henle (25-
30%), tubulus distal (5%) dan duktus koligentes (4%). Ekskresi natrium di urine
<1%. Aldosteron menstimulasi tubulus distal untuk mereabsorpsi natrium bersama
air secara pasif dan mensekresi kalium pada sistem renin-angiotensin-aldosteron
untuk mempertahankan elektroneutralitas. 1

Homeostasis Kalium
Kalium berfungsi dalam sintesis protein, kontraksi otot, konduksi saraf,
pengeluaran hormone, transport cairan, perkembangan janin. Kalium merupakan
kation yang memiliki jumlah yang sangat besar dalam tubuh dan terbanyak berada
di intrasel. Kurang lebih 98% kandungan kalium berada di cairan intrasel. Untuk
menjaga kestabilan kalium di intrasel diperlukan keseimbangan elektrokimiawi
yaitu keseimbangan antara kemampuan muatan negative dalam sel untuk mengikat
kalium dan kemampuan kekuatan kimiawi yang mendorong kalium keluar dari sel.
Konsentrasi kalium di cairan ekstrasel mencerminkan keseimbangan antara
pemasukan kalium melalui proses pompa ion di epitel mukosa saluran cerna dengan
pengeluarannya melalui urin.
Keseimbangan ini menghasilkan suatu kadar kalium yang kaku dalam plasma
antara 3,5-5 mEq/L. Pengeluaran kalium diatur oleh aktivitas mekanisme pompa
ion sepanjang bagian distal nefron dan collecting tube. Saat berlangsung reabsorpsi
natrium di tubulus ginjal, terjadi pertukaran dengan kalium yang berada di jaringan
peritubular. Pengeluaran ini tergantung pada pemasukannya kurang lebih 50-150
mEq (1,9-5,8 g) dalam sehari. Pengeluaran kalium melalui feses dapat diabaikan.
Konsentrasi kalium di cairan ekstrasel dikendalikan oleh sekresinya di tubulus
ginjal. Kecepatan sekresi tergantung pada beberapa faktor, antara lain:

9
a. Perubahan konsentrasi di cairan ekstrarenal
b. Perubahan pH
c. Menurunnya pH cairan ekstrasel akan diikuti penurunan pH dipertukaran
natrium. Akibatnya sekresi kalium berkurang
d. Aldosterone
e. Pompa ion sangat sensitive terhadap efek aldosteron, respons yang timbul
berupa peningkatan reabsorpsi natrium dari proses filtrasi. Dengan
meningkatnya reabsorpsi natrium atau retensi natrium, konsentrasi kalium
meningkat pula dan untuk menormalkan kembali diperlukan peran pompa Na+,
K+, ATP-ase yang diaktifkan oleh aldosterone. Aldosterone disekresikan oleh
korteks adrenal yang diaktifkan oleh pengaruh angiotensin II.

Gangguan Keseimbangan Air dan Elektrolit


Gangguan keseimbangan elektrolit umumnya berhubungan dengan
ketidakseimbangan natrium dan kalium. Prinsip utama ketidakseimbangan tersebut
adalah:
Ketidakseimbangan elektrolit umumnya disebabkan oleh pemasukan dan
pengeluaran natrium yang tidak seimbang. Kelebihan natrium dalam darah akan
meningkatkan tekanan osmotic dan menahan air lebih banyak sehingga tekanan
darah akan meningkat
Ketidakseimbangan kalium jarang terjadi. Namun jauh lebih berbahaya disbanding
dengan ketidakseimbangan natrium. Kelebihan ion kalium darahakan
menyebabkan gangguan berupa penurunan potensial trans-membran sel. Pada
pacemaker jantng menyebabkan peningkatan frekuensi dan pada otot jantung
menurunkan kontraktilitas bahkan ketidak-berdayaan otot (flaccid) dan dilatasi.
Kekurangan ion kalium menyebabkan frekuensi denyut jantung melambat.
Hiponatremia
Definisi
Hiponatremia didefinisikan sebagai serum Na ≤ 135 mmol/l. Hiponatremia
dilaporkan memiliki insiden dalam praktek klinis antara 15 dan 30%. 2

10
Etiologi dan Klasifikasi
Penyebab hiponatremia dibagi menurut status cairan pasien
(euvolemik,hipovolemik, atau hypervolaemik). Pseudohiponatremia ditemukan
ketika ada pengukuran natrium rendah karena lipid yang berlebihan atau protein
dalam plasma, atau karena hiperglikemia, dimana pergerakan air bebas terjadi ke
dalam ruang ekstraselular dalam menanggapi akumulasi glukosa ekstraseluler. 3
Ada tiga penyebab utama hypervolaemic hiponatremia: congestive heart
failure (CHF), gagal ginjal dan sirosis hati. Dalam kasus ini jumlah natrium tubuh
meningkat tetapi jumlah total air dalam tubuh tidak proporsional lebih besar
mengarah ke hiponatremia dan edema. Penurunan curah jantung pada CHF
menyebabkan penurunan aliran darah ginjal, merangsang produksi ADH dan
resorpsi air di collecting ducts. Penurunan aliran darah ginjal juga merangsang
sistem reninangiotensin, menyebabkan retensi natrium dan air. Hiponatremia di
CHF juga dapat diperburuk oleh penggunaan diuretik. Ini telah ditunjukkan dalam
beberapa penelitian bahwa hiponatremia di CHF adalah faktor prognosis yang
buruk. Sirosis hati merupakan salah satu faktor menyebabkan hiponatremia. Ini
termasuk pengurangan volume sirkulasi, hipertensi portal menyebabkan ascites,
dan kegagalan hati untuk metabolisme zat vasodilatasi. Perubahan ini
mengakibatkan stimulasi sistem renin-angiotensin dan retensi natrium dan air.
Hiponatremia terjadi karena konsumsi berlebihan air dan ekskresi natrium yang
relatif lebih rendah (seperti pada pelari maraton), tetapi mekanisme lain yang
dijelaskan dalam literature lain meliputi peningkatan ADH, dan menurunnya
motilitas usus. 2
Hiponatremi Hipovolemia
Keadaan Hipovolemia sendiri yang dapat menyebabkan aktivasi neurohumoral,
yaitu peningkatan kadar arginin vasopresin (AVP) di sirkulasi. Peranan AVP di
sirkulasi berfungsi untuk mempertahankan tekanan darah melalui aktivitas vascular
dan baroreseptor V1A dan peningkatan reabsorbsi air melalui reseptor renal V2.
Aktivasi reseptor V2 yang dapat menyebabkan hiponatremi dengan peningkatan
ambilan atau intake cairan bebas.4

11
Penyebab non renal dari hiponatremi hipovolemi adalah kehilangan cairan dan
elektrolit melalui sistem saluran cerna (muntah, diare) dan kehilangan cairan
insensible (keringat, luka bakar) tanpa adanya asupan cairan oral yang adekuat;
Penyebab renal dari hiponatremi hipovolemi antara lain, ekskresi berlebihan
natrium dan klorida yang menyebabkan penurunan volume dan peningkatan
hormone AVP; Defisiensi kadar aldosterone.4
Sindroma cerebral salt wasting yakni, hiponatreima dengan hypovolemia dan
natriuresis berlebihan disebabkan oleh gangguan intrakranial antara lain,
perdarahan subaraknoid, cedera kepala, kraniotomi, ensefalitis dan meningitis.4
Gangguan ginjal juga dapat menyebabkan keadaan hiponatremi apabila asupan
garam yang kurang dikarenakan fungsi filtrasi dan reabsorbsi yang kurang.
Keadaan lain yang berakibat sama, seperti nefropati refluks, nefropati interstisial,
uropati post obstruktif, penyakit kistik medularis dan fase penyembuhan dari
nekrosis tubular akut. 4

Hiponatremi Euvolemi4
Hiponatremia dengan euvolemia dapat dilatarbelakangi oleh hipotiroidisme sedang
ke berat yang sudah menjalani koreksi menjadi eutiroid. Insufisiensi adrenal
sekunder akibat gangguan hipofisis menyebabkan hiponatremi berat.
Bila insufisiensi adrenal primer yang secara langsung menyebabkan kadar
aldosteron di sirkulasi yang berkurang, sehingga terjadi hiponatremi hipovolemi.
pada insufisiensi adrenal sekunder, menyebabkan defisiensi glukokortikoid.
Glukokortikoid mempengaruhi produksi AVP secara umpan balik negatif.
Sehingga respon dari hipofisis untuk mengeluarkan AVP yang berfungsi untuk
meningkatkan retensi cairan, air dan garam.
Syndrome Inapropriate Antidiuretic Hormone Secretion (SIADH)
Hiponatremia pada SIADH disebabkan karena cairan dalam tubuh yang berlebihan,
bukan karena defisiensi kadar natrium dalam tubuh. Pada umumnya, kadar natrium
dalam tubuh, secara primer, diatur oleh pelepasan AVP. Pasien dengan SIADH,
terjadi sekresi AVP yang tidak normal, menyebabkan reabsorbsi air dan terjadi
hiponatremi karena terjadi dilusi atau pengenceran. Reabsorpsi air yang kemudian

12
menjadi hipervolemia, mengaktifkan reseptor yang mengsekresi peptida natriuretic,
sehingga terjadi natriuresis dan dalam keadaan tertentu bisa diikuti oleh eksresi
kalium (kaliuresis).
Konsumsi air yang berlebihan yang kemudian menyebabkan SIADH berkembang
menjadi hiponatremi. Gejala lain dari SIADH adalah rasa cepat haus yang
disebabkan oleh ambang haus yang rendah. Beberapa penyakit yang
melatarbelakangi terjadinya SIADH antara lain:
 Keganasan: karsinoma paru, orofaring, saluran cerna, saluran kemih,
timoma, limfoma, ewing sarcoma
 Gangguan paru: infeksi, pneumonia bacterial dan viral, abses paru,
tuberculosis, aspergilosis, asma, kistik fibrosis
 Gangguan sistem saraf pusat: ensefalitis, meningitis, abses otak, AIDS,
perdarahan subdural, subaraknoid, cerebrovascular, tumor otak, cedera
kepala, hidrosefalus, thrombosis sinus carvenosus, multiple sclerosis,
sindorma guillian barre, delirium
 Konsumsi obat: obat stimulasi pelepasan AVP , klorpropamid, SSRI,
antidepresan trisiklik, carbamazepine, nikotin, antipsikotik, siklofosfamid,
ekstasi, oksitosin, vasopresin
 Penyebab lain: herediter, idiopatik, anestesi umum, nyeri, stres

Manifestasi klinis
Gejala-gejala dan tanda-tanda hiponatremia bisa tampak ringan dan non
spesifik (lihat Tabel 4). Hal ini penting untuk menentukan apakah hiponatremia ini
akut (memburuk dalam ≤ 48 jam) atau kronis (memburuk dalam ≥ 48 jam). Tingkat
toleransi natrium jauh lebih rendah jika hiponatremia berkembang menjadi kronis.
Etiologi hiponatremia harus dipertimbangkan ketika melakukan anamnesa dan
melakukan pemeriksaan pasien, misalnya cedera kepala, bedah saraf, abdominal
symptoms and signs, pigmentasi kulit (terkait dengan penyakit Addison), riwayat
obat, dll. Status cairan pasien sangat penting untuk diagnosis dan pengelolaan
selanjutnya. 2

13
Tabel 1. Gambaran klinis dari hiponatremia
Severity Expected plasma sodium Clinical features
Ringan 130 – 135 mmol/ l Asimptomatik, atau,
anoreksia, nyeri
kepala,mual, muntah dan
letargi
Sedang 120 – 129 mmol/ l Keram otot, lemas,
penurunan kesadaran,
ataksia
Berat ≤ 120 mmol /l Penurunan kesadaran,
penurunan reflex, koma,
kematian

Tatalaksana
Tatalaksana hiponatremia harus dipertimbangkan dari durasi (akut atau
kronis), status volume cairan pasien, dan potensi etiologinya. Dalam hiponatremia
akut (durasi ≤ 48 jam), pengobatan yang cepat dan koreksi natrium disarankan
untuk mencegah edema serebral. Hal ini berbeda dengan hiponatremia kronis, di
mana koreksi harus lambat untuk mencegah central pontine myelinolysis yang dapat
menyebabkan kerusakan saraf permanen. Target yang harus dicapai untuk
meningkatkan natrium ke tingkat yang aman (≥ 120 mmol / l). Natrium tidak harus
mencapai level normal dalam 48 jam pertama. 4
Central pontine myelinolysis adalah suatu kondisi dimana terjadi
demielinasi fokus di daerah pons dan extrapontine. Hal ini menyebabkan dampak
serius dan ireversibel gejala sisa neurologis yang cenderung dilihat satu sampai tiga
hari setelah natrium telah diperbaiki.
Pada pasien dengan hiponatremia akut, pengobatan dapat dimulai dengan
3% saline. Kadar Na plasma ditingkatkan sebanyak 5 mEq/L dari kadar Na awal
dalam waktu 1 jam. Kemudian kadar Na plasma ditingkatkan sebesar 1 mEq/L
setiap 1 jam sampai mencapai 130 mEq/L. 4

14
Pada pasien dengan hyponatremia kronis, koreksi dilakukan secara
perlahan, yakni 0,5 – 1 mEq/L/jam. Biasanya total koreksi maksimal 10-12 mEq/24
jam dan <18 mEq/48 jam. 4
Rumus kebutuhan koreksi:

Na = 0,5 x berat badan (kg) x ([Na] target – [Na] awal)

Kadar natrium serum pasca koreksi dapat diperkirakan dengan rumus berikut:
Δ Na serum = (kandungan Na cairan infus- kadar Na serum)/(jumlah air tubuh +1)
Dimana, jumlah air tubuh = BB(kg) x 0,6 untuk laki-laki, atau 0,5 untuk perempuan.
Apabila menggunakan cairan infus yang mengandung ion Kalium (Ringer laktat,
KAEN), maka kadar Na pasca koreksi dapat diperkirakan dengan rumus dibawah
ini:

Perubahan Na serum = [(kadar Na cairan infus + kadar K cairan infus) – Kadar Na


serum]/(jumlah air tubuh +1)

Perbedaan perhitungan disebabkan karena, ion kalium yang ikut masuk kedalam
ruang intraselular, sehingga ion Na yang ikut keluar ke ruang ekstraselular,
menyebabkan ion Na yang dapat bertambah lebih banyak.4

Konversi dari satuan mEq/L, ke volume cairan yang perlu diberikan bergantung
pada cairan yang akan diberikan. Adapun komposisi elektrolit yang tersedia dalam
cairan infus, dijabarkan pada tabel berikut.

Dengan contoh perhitungan, apabila seorang laki-laki, dengan berat badan 50 kg,
dengan deficit Na+ sebesar 3 mEq/L. pada NaCl 0.9%, mengandung Na+ 154
mmol/L atau mEq/L. sehingga, dilakukan perhitungan:
154 𝑚𝐸𝑞 10
=
1000 𝑚𝐿 𝑥

10.000 = 154 x
10000
=x
154

15
X = 64,93 mL
kecepatan yang boleh diberikan adalah antara 0,5-1 mEq/L/jam. Karena deficit Na+
sebesar 10 mEq/L, pemberian NaCl 0.9% diberikan 65 mL diberikan selama 5
hingga 10 jam.
Tabel 4. Komposisi elektrolit dan kalori pada cairan infus

Hipernatremia
Definisi
Hipernatremia didefinisikan sebagai natrium serum lebih besar dari 145 mmol/l dan
selalu dikaitkan dengan keadaan hiperosmolar. Berbagai penyebab hipernatremi
antara lain, kehilangan cairan, baik secara renal (diuresis osmotic, akibat
hiperglikemia, glucosuria, masukan mannitol iV atau diet tinggi protein) maupun
ekstra renal (diare osmotic dan sekretorik, insensible water loss)
Hipernatremia menyebabkan dehidrasi sel yang menyebabkan sel-sel menyusut.
Sel-sel merespon dengan mengangkut elektrolit melintasi membran sel dan
mengubah potensial membran menjadi istirahat. Sekitar satu jam kemudian jika
masih ada hipernatremia, larutan organik intraseluler dibentuk untuk
mengembalikan volume sel dan mencegah kerusakan struktural. Oleh karena itu
ketika mengganti air harus dilakukan dengan sangat perlahan untuk memungkinkan
akumulasi zat terlarut untuk menghindari edema serebral. 4

16
Jika hipernatremia berlanjut dan sel-sel mulai menyusut, perdarahan otak dapat
terjadi karena peregangan dan pecahnya pembuluh darah (subdural, subarachnoid
atau intraserebral). 4

Etiologi dan Klasifikasi


Hipernatremia terjadi bila:4
 Adanya deficit cairan tubuh akibat ekskresi air melebih ekskresi
natrium. Misalnya pada pengeluaran air melalui insensible water
loss atau keringat; diare osmotik akibat pemberian lactulose atau
sorbitol; diabetes insipidus sentral maupun nefrogenik; diuresis
osmotik akibat glukosa atau mannitol; gangguan pusat rasa haus di
hipotalamus akibat tumor atau gangguan vascular sehingga
pengeluaran air melalui ‘insensible water loss’ atau keringat tidak
direspon dengan keinginan minum
 Penambahan natrium yang melebihi jumlah cairan dalam tubuh
misalnya koreksi bikarbonat berlebihan pada asidosis metabolic.
Pada keadaan ini tidak terjadi deplesi volume sehingga natrium yang
berlebihan akan diekskresikan dalam urin menyebabkan kadar Na
dalam urin lebih dari 100 mEq/L.
 Masuknya air tanpa elektrolit ke dalam sel. Misalnya pada latihan
olahraga yang berat, asam laktat dalam sel meningkat sehingga
osmolalitas sel juga meningkat dan air dari ekstrasel akan masuk ke
intrasel. Biasanya kadar natrium akan kembali normal dalam waktu
5-15 menit setelah istirahat.
Manifestasi klinis
Gejala timbul pada peningkatan natrium plasma secara akut hingga diatas
158 mEq/L. Gejala yang ditimbulkan akibat mengecilnya volume otak karena air
keluar dari dalam sel. Pengecilan volume ini, mneyebabkan robekan pada vena
yang kemudian terjadi perdarahan local pada otak dan perdarahan subaraknoid.
Gejala timbul mulai dari letargi, lemas, twitching,kejang dan akhirnya koma.
Kenaikan akut di atas 180 mEq/L dapat menimbulkan kematian.4

17
Tatalaksana
Manajemen terdiri dari mengobati penyebab yang mendasari dan
memperbaiki hipertonisitas tersebut. Langkah-langkah perhitungan koreksi
hypernatremia adalah:4

1. deficit air

a. estimasi jumlah total cairan tubuh: 50-60% x KgBB

b. hitung deficit air: [(Na plasma – 140)/140] x jumlah total air dalam
tubuh

c. hasil deficit air diberikan 48-72 jam untuk menghindari terjadinya


edema serebri

2. On going water loss (OWL)

Bersihan air = v [1- (uNa + uK/sNa)]

V= volume urin
u
Na= kadar natrium dalam urin
u
K= kadar kalium dalam urin
s
Na=kadar natrium dalam serum

3. Insensible water loss:

5-10 mL/kgBB/hari (lebih banyak bila disertai demam);

4. Jumlah OWL dan IWL diberikan setiap harinya

Rute pemberian cairan yang paling aman adalah per oral atau melalui selang NGT.
Apabila tidak memungkinkan, pemberian cairan dapat dilakukan melalui intravena.
Jenis cairan yang digunakan adalah salin hipotonik (NaCl 0,45% atau dekstrosa
5%). Pantau kadar gula darah secara rutin jika menggunakan cairan dekstrosa 5%.4

Hipokalemia
Definisi
Hipokalemia (kadar kalium yang rendah dalam darah) adalah suatu keadaan
dimana konsentrasi kalium dalam darah kurang dari 3.5 mEq/L darah. 5

18
Etiologi
Ginjal yang normal dapat menahan kalium dengan baik. Jika konsentrasi kalium
darah terlalu rendah, biasanya disebabkan oleh ginjal yang tidak berfungsi secara
normal atau terlalu banyak kalium yang hilang melalui saluran pencernaan (karena
diare, muntah, penggunaan obat pencahar dalam waktu yang lama atau polip usus
besar). Hipokalemia jarang disebabkan oleh asupan yang kurang karena kalium
banyak ditemukan dalam makanan sehari-hari. Kalium bisa hilang lewat air kemih
karena beberapa alasan. Yang paling sering adalah akibat penggunaan obat diuretik
tertentu yang menyebabkan ginjal membuang natrium, air dan kalium dalam jumlah
yang berlebihan. 5
Pada sindroma Cushing, kelenjar adrenal menghasilkan sejumlah besar hormon
kostikosteroid termasuk aldosteron. Aldosteron adalah hormon yang menyebabkan
ginjal mengeluarkan kalium dalam jumlah besar. 5
Penderita sindroma Liddle, sindroma Bartter dan sindroma Fanconi terlahir dengan
penyakit ginjal bawaan dimana mekanisme ginjal untuk menahan kalium
terganggu. Obat-obatan tertentu seperti insulin dan obat-obatan asma (albuterol,
terbutalin dan teofilin), meningkatkan perpindahan kalium ke dalam sel dan
mengakibatkan hipokalemia. Tetapi pemakaian obat-obatan ini jarang menjadi
penyebab tunggal terjadinya hipokalemia. 5
Manifestasi Klinis
Kelemahan pada otot, perasaan lelah, nyeri otot, restless legs syndrome
merupakan gejala pada otot yang timbul pada kadar kalium kurang dari 3 mEq/L.
penurunan yang lebih berat dapat menimbulkan kelumpuhan atau rabdomiolisis.
Aritmia berupa timbulnya fibrilasi atrium, takikardia ventricular merupakan efek
hipokalemia pada jantung. Hal ini terjadi akibat perlambatan repolarisasi ventrikel
pada keadaan hipokalemi yang menimbulkan peningkatan arus re-entry. Tekanan
darah dapat meningkat pada keadaan hipokalemia dengan mekanisme yang tak
jelas. Hipokalemia dapat menimbulkan gangguan toleransi glukosa dan gangguan
metabolisme protein. Efek hipokalemia pada ginjal berupa timbulnya vakuolisasi
pada tubulus proksimal dan distal. Juga terjadi gangguan pemekatan urin sehingga
menimbulkan polyuria dan polydipsia. Hipokalemia juga akan meningkatkan

19
produksi NH4 dan produksi bikarbonat di tubulus proksimal yang akan
menimbulkan alkalosis metabolic. Meningkatnya NH4 dapat mencetuskan koma
pada pasien dengan gangguan fungsi hati.4
Berdasarkan berat tidaknya derajat hypokalemia, gejala muncul pada kadar serum
K < 3 mEq/L. 5
 Hipokalemia ringan (3-3,5 mEq/L) biasanya bersifat asimptomatik
 Hipokalemia sedang (2-3 mEq/L) lemas, myalgia atau konstipasi. Kadar
kalium <2.5 mEq/L, dapat terjadi nekrosis otot. Pada pasien dengan
penyakit jantung (iskemia, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri) dapat
mengalami aritmia. Temuan EKG pada pasien hypokalemia: T inversi,
depresi segmen ST, interval PR memanjang dan QRS melebar;
 Hipokalemia berat (<2 mEq/L): paralisis asending, gangguan pada otot
pernafasan

Tatalaksana
Indikasi koreksi kalium dapat dibagi dalam:5
 Indikasi Mutlak, pemberian kalium mutlak segera diberikan yaitu pada
keadaan 1) pasien sedang dalam pengobatan digitalis, 2) pasien dengan
ketoasidosis diabetic, 3) pasien dengan kelemahan otot pernafasan, 4)
pasien dengan hypokalemia berat (K<2 mEq/L)
 Indikasi Kuat, kalium diberikan dalam waktu tidak terlalu lama yaitu pada
keadaan 1) insufisiensi coroner/iskemia otot jantung 2) ensefalopati
hepatikum 3) pasien memakai obat yang dapat menyebabkan perpindahan
kalium dari ekstrasel ke intrasel
 Indikasi Sedang, pemberian kalium tidak perlu segera seperti pada;
hypokalemia ringan (K antara 3-3,5mEq/L).
Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral oleh karena lebih mudah. 40-
60 mEq/L menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5 mEq/L, sedang pemberian 135-
160 mEq/L meningkatkan kadar kalium sebesar 2,5 – 3,5 mEq/L.
Pemberian kalium intravena dalam bentuk larutan KCl disarankan melalui vena
yang besar dengan kecepatan 10-20 mEq/jam pada keadaan aritmia yang berbahaya

20
atau kelumpuhan otot pernafasan, dapat diberikan dengan kecepatan 40-100
mEq/jam. KCl dilarutkan sebanyak 20 mEq dalam 100 cc NaCl isotonic. Bila
melalui vena perifer, KCl maksimal 60 mEq dilarutkan dalam NaCl isotonic 1000
cc, sebab bila melebihi ini dapat menimbulkan rasa nyeri dan dapat menyebabkan
sclerosis vena. 5
Hiperkalemia
Definisi
Secara teknis, hiperkalemia berarti tingkat potassium dalam darah yang
naiknya secara abnormal. Kadar potassium dalam darah yang normal adalah 3.5-
5.0 mEq/L. Kadar potassium antara 5.1 mEq/L sampai 6.0 mEq/L mencerminkan
hyperkalemia yang ringan. Kadar potassium dari 6.1 mEq/L sampai 7.0 mEq/L
adalah hyperkalemia yang sedang, dan tingkat-tingkat potassium diatas 7 mEq/L
adalah hyperkalemia yang berat/parah. 5

Manifestasi Klinis
Hiperkalemia dapat menjadi asimptomatik. Adakalanya, pasien-pasien
dengan hyperkalemia melaporkan gejala-gejala yang samar-samar termasuk: 2
• mual
• lelah

• kelemahan otot, atau

• kesemutan
Gejala-gejala hyperkalemia yang lebih serius termasuk denyut jantung yang
perlahan dan nadi yang lemah. Hyperkalemia yang parah dapat berakibat pada
berhentinya jantung. Umumnya, tingkat potassium yang naiknya secara perlahan
(seperti dengan gagal ginjal kronis) ditolerir lebih baik daripada tigkat-tingkat
potassium yang naiknya tiba-tiba. Kecuali naiknya potassium adalah sangat cepat,
gejala-gejala dari hyperkalemia adalah biasanya tidak jelas hingga tingkat-tingkat
potassium yang sangat tinggi (secara khas 7.0 mEq/l atau lebih tinggi). 2

21
Etiologi
Penyebab-penyebab utama dari hyperkalemia adalah disfungsi ginjal,
penyakit-penyakit dari kelenjar adrenal, penyaringan potassium yang keluar dari
sel-sel kedalam sirkulasi darah.

Disfungsi ginjal
Potassium nornmalnya disekresikan (dikeluarkan) oleh ginjal,sehingga
gangguan pada ginjal yang dapat mengurangi fungsi ginjal-ginjal berakibat pada
hyperkalemia. Ini termasuk:
• gagal ginjal akut dan kronis,
• glomerulonephritis,
• lupus nephritis,
• penolakan transplant,
• penyakit-penyakit yang menghalangi saluran kencing, seperti urolithiasis
Pasien dengan disfungsi ginjal terutama adalah sensitif pada obat-obat yang
dapat meningkatkan tingkat-tingkat potassium darah. Contohnya, pasien-pasien
dengan disfungsi ginjal dapat mengembangkan perburukan hyperkalemia jika
diberikan pengganti garam yang mengandung potassium, suplemen, atau obat-obat
yang dapat meningkatkan kadar potassium darah. Contoh-contoh dari obat-obat
yang dapat meningkatkan kadar potassium darah termasuk:
• ACE inhibitors,
• Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs),
• Angiotensin II Receptor Blockers (ARBs)
• Diuretics hemat potassium
 Penyebab lain:
• Luka-luka bakar,
• Trauma
• Operasi,
• Hemolysis (disintegrasi atau kehancuran sel-sel darah merah),
• Terjadi proses lisis secara masif dari sel-sel tumor, dan

22
• Rhabdomyolysis (kondisi yang melibatkan kehancuran sel-sel otot yang
adakalanya dihubungkan dengan luka otot, alkoholisme, atau penyalahgunaan
obat). 2
Tatalaksana
prinsip pengobatan hyperkalemia adalah:
mengatasi pengaruh hyperkalemia pada membrane sel, Dengan cara
memberikan kalsium intravena. Dalam beberapa menit, kalsium langsung
melindungi membrane akibat hyperkalemia. Pada keadaan hyperkalemia yang
berat, sambil menunggu efek insulin atau bikarbonat yang diberikan (30-60
menit), kalsium dapat diberikan melalui tetesan infus kalsium intravena.
Kalsium glukonat 10 mL diberikan intravena dalam waktu 2-3 menit dengan
monitor EKG. Bila perubahan EKG akibat hyperkalemia masih ada, pemberian
kalsium glukonat dapat diulang setelah 5 menit.
Memacu masuknya kembali kalium dari ekstrasel ke intrasel dengan cara:
 Pemberian insulin 10 unit dalam glukosa 40%, 50 mL bolus intravena, lalu
diikuti dengan infus dekstrosa 5% untuk mencegah terjadinya hipoglikemi.
Insulin akan memicu pompa NaKATPase memasukkan kalium ke dalam
sel, sedang glukosa/dekstrosa akan memicu pengeluaran insulin endogen.
 Pemberian natrium bikarbonat yang akan meningkatkan pH sistemik.
Peningkatan pH akan merangsang ion H keluar dari dalam sel yang
kemudian menyebabkan ion K masuk ke dalam sel. Dalam keadaan tanpa
asidosis metabolic, natrium bikarbonat diberikan 50 mEq iv selama 10
menit. Bila ada asidosis metabolic, disesuaikan dengan keadaan asidosis
metabolic yang ada
 Pemberian beta 2 agonis secara inhalasi maupun tetesan intravena. Beta 2
agonis yang akan merangsang pompa Na K ATPase, kalium masuk ke
dalam sel. Albuterol diberikan 10 – 20 mg.
Mengeluarkan kelebihan kalium dari tubuh:
 Pemberian diuretic-loop (Furosemide) dan tiasid, sifatnya hanya
sementara
 Pemberian resin-penukar. Dapat diberikan peroral maupun supositoria

23
 hemodialisis

FISIOLOGI DAN GANGGUAN KESEIMBANGAN ELEKTROLIT


LAINNYA (Magnesium, Kalsium dan Fosfat)

Fisiologi Magnesium
Magnesium merupakan ko-faktor dalam berbagai proses enzimatik dan
menjadi ko-faktor penting dalam pembuatan adenosine triphosphate (ATP). 50%
magnesium dalam tubuh terdapat di dalam tulang sedangkan 1-2% terdapat di
dalam serum. Kadar normal magnesium dalam serum yaitu 1,8-3 mg/dl.
Magnesium diserap di usus dan disimpan di ginjal. Apabila kadar
magnesium abnormal reabsorpsi magnesium ditingkatkan oleh ginjal dibantu
dengan peranan PTH. 4

Hipomagnesemia
Etiologi
Hipomagnesemia sering terjadi, khususnya pada pasien kritis(60-65%
ditemukan pada pasien ICU). Defisiensi magnesium umumnya merupakan akibat
dari asupan yang kurang, penurunan absorpsi gastrointestinal, atau peningkatan
ekskresi ginjal. Agonis reseptor B dapat menyebabkan hipomagnesemia transien
karena ion yang ditangkap oleh jaringan adiposa. Obat-obatan yang dapat
menyebabkan pembuangan magnesium dari ginjal diantaranya etanol, teofilin,
diuretik, cysplatin, aminogkikosida, siklosforin, amphotericin B, pentanidin, dan
granulocyte stimulating factor. 5

Manifestasi Klinis
Gangguan neruomuskular seperti otot terasa lemas, fasikulasi otot, tremor,
tetani, tanda Chvostek dan trousseau positif. Tetani dapat timbul tanpa disertai
hipokalsemia.

24
 Hypokalemia terjadi karena pada hypomagnesemia, jumlah dan aktivitas
ATP berkurang sehingga terjadi peningkatan saluran-kalium (K channel) di
loop henle dan di ductus koligentes. Akibatnya ekskresi kalium meningkat.
 Hipokalsemia terjadi karena resisten terhadap hormone paratiroid akibat
penurunan pembentukan siklik AMP
 Terjadi defisiensi vitamin D yang sebabnya belum dapat dijelaskan
 Gangguan pada aktivitas listrik jantung berupa pelebaran kompleks-QRS;
perpanjangan interval PR; menghilangnya gelombang T, sehingga
menimbulkan aritmia ventrikel. 5

Tatalaksana
Bila terdapat gangguan ginjal, maka harus berhati-hati dalam pemberian
magnesium. Pemberian dapat dilakukan secara intravena atau intramuscular. Pada
pasien tetani atau aritmia ventrikel, dapat diberikan 50 mEq (600 mg) MgSO4
dalam 8-24 jam. Pemberian secara infus intravena dilakukan pengenceran dengan
larutan glukosa. Pemberian per oral pada hypomagnesemia kronik dengan MgO
250-500 mg empat kali sehari.4

Hipermagnesemia
Etiologi
hypermagnesemia dapat terjadi pada keadaan gangguan fungsi ginjal. Pada
pasien gagal ginjal terminal, kadar magnesium serum adalah 2-3 meq/L. pemberian
antasida yang mengandung magnesium pada pasien gangguan fungsi ginjal dapat
menimbulkan gejala hypermagnesemia. Pemberian magnesium berlebihan yang
melebihi kemampuan ekskresi ginjal atau pemberian MgSO4 sebagai laksan
dengan cara melalui oral maupun suppositoria dapat menimbulkan gejala
hypermagnesemia. Pemberian laksan ini pada pasien gagal ginjal dapat bersifat
fatal. 5

25
Manifestasi Klinis
 Kadar magnesium plasmasebesar 4,8 – 7,2 mg/dl, menimbulkan
gejala nausea, flushing, sakit kepala, letargi, ngantuk dan penurunan
refleks tendon.
 Kadar magnesium plasma sebesar 7,2 – 12 mg/dl, menimbulkan
gejala somnolen, hipokalsemi, refleks tendon hilang, hipotensi,
bradikardia, perubahan EKG.
 Kadar magnesium plasma sebesar lebih dari 12 mg/dl, menimbulkan
gejala kelumpuhan otot, kelumpuhan pernapasan, blok jantung
komplit, henti jatung.

Seluruh gejala ini ditimbulkan oleh karena gangguan neruomuskular,


kardiovaskular dan efek magnesium sebagai penghambat kanal kalsium (calcium
channel blocker) dan menurunkan sekresi hormon paratiroid yang berakibat
hipokalsemia.
Tatalaksana
antisipasi terjadi hypermagnesemia, seperti berhati-hati dalam pemberian
magnesium pada pasien gangguan fungsi ginjal. Bila timbul gejala yang berat,
diberikan 100-200 mg elemental kalsium intravena selama 5-10 menit.
Fisiologi Kalsium
Kadar normal kalsium dalam darah yaitu 8,5-10,5 mg/dl. Absorbsi Ca
terjadi di usus halus. Terdapat dua jalur dalam uptake kalsium dalam tubuh. Jalur
transeluler terjadi pada proksimal intestinal terutama pada duodenum. Jalur
paraseluller terjadi di sepanjang usus kecil terutama pada ileum dan jejunum.
Penyerapan kalsium dipengaruhi umur dan kondisi tubuh. Pada usia kanak-kanak
atau masa pertumbuhan, sekitar 50-70% kalsium yang dicerna dan diserap. Tetapi
4
pada usia dewasa, hanya sekitar 10-40% yang mampu diserap tubuh.
keseimbangan kalsium merupakan hubungan timbal balik antara absorbs usus,
eksresi dalam urin dan factor hormonal. Absorbs kalsium terjadi di usus halus
terutama di duodenum dan jejunum proksimal. Berbeda dengan absorbsi natrium
dan kalium di usus yang berlangsung lengkap, absorbs kalsium tidak berlangsung

26
lengkap. Absorbsi kalsium membutuhkan vitamin D dan juga terbentuknya ikatan
kalsium yang sukar larut seperti kalsium-fosfat, kalsium oksalat.
Ekskresi kalsium dalam urin diatur oleh kalsium yang difiltrasi oleh
glomerulus dan kalsium yang direabsorpsi oleh tubulus. Asupan dan ekskresi
natrium dalam urin akan mempengaruhi ekskresi kalsium urin. Ekskresi natrium
yang meningkat pada keadaan peningkatan volume cairan ekstrasel akan
meningkatkan ekskresi kalsium urin.
Faktor hormonal yang mempengaruhi keseimbangan kalsium diperankan
oleh vitamin D dengan metabolit aktifnya yang disebut kalsitriol dan hormone
paratiroid. Seumber vitamin D di dalam tubuh manusia berasal dari vitamin D3
endogen. Vitamin D3 atau disebut juga kolekalsiferol, dibnetuk secara termal
isomerisasi dari previtamin D3. Kolekalsiferol dimetabolisme dalam hati menjadi
25 hidroksivitamin D3 atau 25 (OH) D3. Setelah melalui siklus enterohepatik,
25(OH)D3 dalam bentuk komplek dengan protein difiltrasi melalui glomerulus dan
direabsorpsi di tubulus proksimal. Di dalam sel tubulus proksimal, 25(OH)D3
dimetabolisme menjadi 1,25[OH]2D3 atau kalsitriol. Kalsitriol yang bersirkulasi
dalam darah merupakan pengatur utama absorbs kalsium di usus. Efek vitamin D
pada tulang ada dua 1) membantu mineralisasi matriks tulang organic dan 2)
membantu mobilisasi kalsium tulang untuk meningkatkan kadar kalsium plasma
yang tidak berhubungan dengan kemampuan absorbs kalsium di usus. Vitamin D
juga meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus ginjal.
Hormon paratiroid berperan utama dalam mengatur kadar kalsium dalam
darah. Melalui efek umpanbalik (feedback mechanism) perubahan kadar kalsium-
ion, akan mempengaruhi sekresi hormone paratiroid yang kemudian
mengembalikan kadar kalsium-ion dalam batas normal. Permukaan sel kelenjar
paratiroid memiliki sensor yang disebut sebagai ‘calcium-sensing receptor’ yang
merupakan anggota dari ‘Gprotein coupled receptor’. Bila kalsium dalam darah
tinggi, melalui jalur fosfolipase-C, kalsium dalam sel kelenjar paratiroid meningkat
yang kemudian menghambat sekresi hormone paratiroid oleh sel kelenjar
paratiroid. ‘calcium sensing receptor’ juga terdapat di kelenjar tiroid dan di ginjal.
Kalsitriol dan hormone para-tiroid saling mempengaruhi satu sama lain.

27
Hormon paratiroid merangsang pembentukan kalsitriol di ginjal, akan tetapi
kalsitriol dapat menurunkan sekresi hormone paratiroid dalam waktu 12-24 jam.
Hiperkalsemia atau hipokalsemia akan menghambat atau merangsang terbentuknya
kalsitriol melalui perubahan sekresi hormone paratiorid. Hormonparatiroid
berpengaruh dalam perubahan pembentukan tulang. Hormon paratiroid akan
meningkatkan aktivitas osteoblast melalui reseptor hormone paratiroid pada sel
osteoblast. Osteoblast kemudian akan menstimulasi peningkatan osteoklas.
Hormon paratiroid menghambat reabsorpsi kalsium di tubulus proksimal akan
tetapi meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus distal sehingga hasil akhir adalah
menurunkan ekskresi kalsium dalam urin. Sehingga efek akhir kerja hormone
Gambar 2. Metabolisme Kalsium dalam Tubuh

Hipokalsemia
Etiologi
Hipokalsemia mengacu pada konsentrasi serum kalsium yang lebih rendah
dari normal, yang terjadi dalam beragam situasi klinis. Bila kadar kalsium < 8,5
mg/dl dikatakan hipokalsemia.
Hipoparatiroidisme primer terjadi dalam gangguan ini, seperti yang terjadi
pada hipoparatiroidisme bedah. Hipoparatiroidisme akibat bedah sangat sering
terjadi. Tidak hanya berkaitan dengan bedah tiroid dan paratiroid, tetapi hal ini juga

28
dapat terjadi setelah diseksi leher radikal dan paling sering terjadi dalam 24 jam
sampai 48 jam setelah pembedahan.
Hipoklasemia umumnya terjadi pada pasien dengan gagal ginjal karena
pasien ini sering mengalami kenaikan kadar serum fosfat. Hiperfosfatemia biasanya
menyebabkan penurunan resiprokal dalam kadar serum kalsium. Penyebab lain
hipokalsemia dapat mencakup defisiensi magnesium, karsinoma medula tiroid,
kadar albumin serum yang rendah, dan alkalosis. Medikasi yang dapat
memprediposisi kepada hipokalsemia termasuk antasid yang mengandung
aluminium, aminoglikosida, kafein, sisplatin, kortikosteroid, mitramisin, fosfat,
isoniasid, dan diuretik loop.
Defisiensi Vitamin D. keadaan yang dapat menyebabkan defisiensi vitamin
D adalah:
 Asupan makan yang tidak mengandung lemak
 Malabsorbsi yang terjadi pada gastrektomi sebagian, pankreatitis
kronis, pemberian laksan terlalu lama, bedah-pintas usus untuk
mengurangi obesitas
 Metabolisme vitamin D yang terganggu pada penyakit riketsia.
Pemberian obat anti kejang, gangguan fungsi ginjal, dan gangguan
fungsi hati kronik.

b. Manifestasi Klinis
Tetani merupakan manisfestasi yang paling khas dari hipokalsemia. Tetani
mengacu pada kompleks gejala keseluruhan yang di induksi oleh eksatibilitas
neural yang meningkat. Gejala–gejala ini adalah akibat lepasan secara spontan baik
serabut motorik dan sensorik pada saraf perifer. Sensasi semutan dapat terjadi pada
ujung jari–jari, sekitar mulut, dan yang jarang terjadi adalah pada kaki. Dapat terjadi
spasme otot ekstremitas dan wajah. Nyeri dapat terjadi sebagai akibat dari spasme
ini.
Kejang dapat terjadi karena hipokalsemia meningkatkan iritabilitas sistem
saraf pusat juga saraf ferifer. Perubahan lain yang termasuk dengan hipokalsemia

29
termasuk perubahan–perubahan mental seperti depresi emosional, kerusakan
memori, kelam pikir, delirium, dan bahkan halusinasi. Interval QT yang
memanjang tampak pada gambar EKG karena elongasi segmen ST; bentuk
takikardia ventrikular yang di sebut Torsades de Pointes dapat terjadi.
Gejala lain yang dapat timbul antara lain karies dentis, pertumbuhan tulang
yang tidak sempurna, gangguan penggumpalan darah. 1,2

c. Tatalaksana
Hipokalsemia simtomatik adalah kedaruratan, membutuhkan pemberian
segera kalsium intravena. Garam kalsium parenteral termasuk kalsium glukonat,
kalsium klorida dan kalsium gluseptat. Kalsium klorida tidak sering digunakan
karena cairan tersebut lebih mengiritasi dan dapat menyebabkan peluruhan jaringan
jika dibiarkan menginfiltrasi. Pemberian infus intravena kalsium yang terlalu cepat
dapat menginduksi henti jantung, yang didahului oleh bradikardia. Pemberian
kalsium intavena terutama bahaya pada pasien yang mendapat digitalis karena ion
kalsium mengeluarkan suatu efek yang serupa dengan efek yang dimiliki digitalis
dan dapat menyebabkan toksisitas digitalis. 2
Terapi vitamin D dapat dilakukan untuk meningkatkan absorbsi ion kalsium
dari traktus GI. Antasid hidroksida alumunium dapat diresepkan untuk
menurunkan kadar fosfor yang meningkat sebelum mengobati hipokalsemia. Dan
terakhir, menigkatkan masukan diet kalsium sampai setidaknya 1000 hingga 1500
mg/hari pada orang dewasa sangat di anjurkan (produk dari susu; sayuran berdaun
hijau, salmon kaleng, sadin, dan oyster segar). Jika tetani tidak memberikan respons
terhadap kalsium IV maka kadar magnesium yang rendah sebagai kemungkinan
penyebab tetani. 3 Dapat diberikan CaCl2 10%: 3-4 ml atau Ca glukonas 10% : 10
ml.
Hiperkalsemia
Etiologi
Hiperkalsemia (kadar kalsium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan
dimana konsentrasi kalsium dalam darah lebih dari 10,5 mg/dL darah.

30
Hiperkalsemia didefinisikan sebagai kadar kalsium serum > 10,6 mg/dL atau ketika
kalsium ion > 1,38 mmol/L. Penyebab umum hiperkalsemia adalah:
• hiperparatiroid
• penyakit neuroplastik malignan
• imobilisasi lama
• penggunaan berlebih suplemen kalsium
• kelebihan vitamin D

Manifestasi Klinis
Konsumsi kalsium yang berlebihan dapat menyebabkan sulit buang air
besar (konstipasi) dan menggnggu penyerapan mineral seperti zat besi, seng, dan
tembaga. Kelebihan kalsium jangka panjang akan menyebabkan resiko
hiperkalsemia, batu ginjal dan gangguan fungsi ginjal. Oleh karena itu konsumsi
kalsium dianjurkan tidak lebih dari 2500 mg/hari. Gejala lain yan dapat terjadi
yaitu:
• nyeri epigastrik
• kelemahan otot
• anoreksia
• mual/Muntah
• gangguan mental
• dan penurunan berat badan

Tatalaksana
Terapi pada kasus hipokalsemia dapat dilihat pada Tabel 5. Pasien dengan
hiperkalsemia berat atau dengan dehidrasi harus segera ditangani. Pada insufisiensi
adrenal dapat juga diberikan glukokortikoid. 4

31
Tabel 4. Tatalaksana Hiperkalsemia
Pengembalian cairan intravaskular
Saline isotonic untuk resusitasi
volume cairan
Koreksi gangguan keseimbangan
elektrolit
Peningkatan Eliminasi Kalsium
oleh ginjal
Pemberian saline
Pemberian diuretic loop
Reduksi aktivitas osteoklas
Mitramisin dan kalsitonin
Penanganan penyebab utama

Dapat diberikan:
1. NaCl 0,9% + loop diuretik (furosemid)
2. NaCl: perbaiki volume intravaskuler -> perfusi jaringan dan aliran darah ke
ginjal adekuat
3. Diuretika: meningkatkan eksresi kalium

Fisiologi Fosfat
Fosfor, dalam bentuk fosfat inorganik didistribusikan dalam konsentrasi
yang serupa di cairan intraseluler dan ekstraseluler. Dari total fosfor, 90% terdapat
di tulang, 10% intraseluler, serta sisanya <1% ditemukan di cairan ekstraseluler.
Fosfat di dalam tubuh ditemukan dalam bentuk ion bebas (55%), ion kompleks
(33%), dan protein-bound (12%). 7
Kadar fosfat dalam darah bervariasi; rentang normal dari total fosfat
inorganik pada orang dewasa berkisar antara 2,7-4,5 mg/dL. Regulasi fosfat
inorganik dicapai dengan perubahan ekskresi ginjal dan redistribusi dalam
kompartemen tubuh. Absorpsinya terjadi di duodenum dan jejunum.7

32
Reabsorpsi fosfat di ginjal utamanya diatur oleh PTH, asupan diet, dan
insulin-like growth factor. Fosfat secara bebas difiltrasi di glomerulus dan
konsentrasinyadi glomerular ultrafiltrate mirip dengan plasma. Fosfat yang sudah
difiltrasi kemudian direabsorpsi di tubulus proksimal dan kemudian di
kotransportasikan bersama dengan natrium. Reabsorpsi fosfat di tubulus proksimal
terjadi dengan cara kotransport pasif dengan natrium. Kontransport diatur oleh
masukan fosfor dan PTH. Ekskresi fosfat meningkat pada ekspansi volum dan
menurun pada alkalosis respiratorik.7
Fosfat menyediakan ikatan energi pada ATP dan fosfat kreatinin. Oleh
karena itu, kurangnya fosfat yang berlebihan berakibat pada penurunan energi
seluler. Fosfor merupakan elemen penting dalam system second messenger,
termasuk cAMP dan fosfoionositid, dan merupakan komponen mayor dari asam
nukleat, fosfolipid, dan membrane sel. Sebagai bagian dari 2,3-diphosphoglycerate,
fosfat membantu pelepasan oksigen dari molekul hemoglobin. Fosfor juga
berfungsi pada fosforilasi protein dan berperan sebagai buffer urin.7

Hipofosfatemia
Etiologi
Penyebab utama hipofosfatemia:8
- Alkoholisme kronik dan alcohol withdrawal
- Defisiensi diet dan penggunaan antasida
- Luka bakar termal berat
- Penyembuhan ketoasidosis diabetikum, alkalosis respiratorik
- Neuroleptic malignant syndrome
- Transplantasi ginjal, gagal ginjal akut

Manifestasi Klinis
Manifestasi neurologis dari hipofosfatemia adalah parestesi, miopati,
ensefalopati, delirium, kejang, dan koma. Kelainan hematologi yang dapat terjadi
adalah disfungsi eritrosit, trombosit, dan leukosit. Karena hipofosfatemia
membatasi kemampuan aktivitas kemotaksis, fagositik, dan bakterisidal dari

33
granulosit, disfungsi imunitas dapat berkontribusi terhadap terjadinya sepsis pada
pasien hipofosfatemia. Kelemahan otot dan malaise sering ditemukan. Kegagalan
otot-otot pernapasan dan dan disfungsi miokardium dapat terjadi. Rhabdomyolisis
merupakan komplikasi dari hipofosfatemia berat.7

Tatalaksana
Sebelum memulai terapi, penyebab hipofosfatemia harus diidentifikasi
melalui pemeriksaan analisa gas darah dan konsentrasi ion kalsium, magnesium,
kalium, serta fosfor serum dan urin. Garam fosfat seperti fosfat natrium dan kalium
tersedia untuk pemberian oral dan intravena. Volume distribusi (400 mL/kg)
dikalikan dengan kadar fosfat anorganik yang diinginkan untuk menentukan jumlah
total fosfat yang akan diberikan. Kecepatan pemberian melalui intravena tidak
boleh melebihi 0.25 mmol/kg dalam waktu 4-6 jam untuk mencegah hipokalsemia
dan kerusakan jaringan. Suplementasi oral seringkali terbatas dalam 30 mmol/hari
(1g/hari) karena induksi diare. Hiperfosfatemia harus dihindari karena dapat
menyebabkan hipokalsemia dan deposisi Kristal pada mata, jantung, paru-paru,
pembuluh darah, dan ginjal. Setelah kadar fosfat serum normal tercapai, konsentrasi
serum fosfat anorganik dan ion kalsium dan sampel urin 24 jam harus dimonitor
untuk memastikan keseimbangan sudah tercapai.8

Hiperfosfatemia
Etiologi
hiperfosfatemi disebabkan oleh terutama ketidakmampua ginjal dalam ekskresi
fosfor:5
 jumlah fosfor yang meningkat tinggi alam darah pada sindrom lisis tumor,
rabdomiolisis, asidosis laktat, ketoasidosis, pemeberian fosfor berlebihan
 gangguan fungsi ginjal, akut atau kronik
 reabsorpsi fosfor yang meningkat melalui tubulus pada hipoparatiroid,
akromegali, pemberian bifosfonat, familial tumoral calcinosis
 pseudohiperfosfatemi pada hiperglobulinemi (myeloma multiple),
hyperlipidemia, hemolisis, hiperbilirubinemi

34
Manifestasi Klinis
Meskipun hiperfosfatemia sendiri tidak bertanggungjawab secara langsung
terhadap gangguan fungsional apapun, efek sekundernya terhadap kalsium plasma
sangat penting. Hiperfosfatemia yang bermakna menurunkan kadar kalsium plasma
dengan presipitasi dan deposisi kalsium fosfat di tulang dan jaringan lunak7
Tatalaksana
Hiperfosfatemia dikoreksi dengan mengeliminasi penyebab peningkatan
ion fosfat dan koreksi hipokalsemia. Suplementasi kalsium pada pasien
hipokalsemia harus ditunda sampai kadar serum fosfat kurang dari 2.0 mmol/L (6.0
mg/dL). Konsentrasi serum ion fosfat dikurangi dengan membatasi asupan,
emingkatkan ekskresi urin dengan saline dan asetazolamid (500 mg tiap 6 jam), dan
meningkatkan ekskresi melalui gastrointestinal dengan pemberian aluminium
hidroksida (30-45 mL tiap 6 jam). Aluminium hidroksida menyerap ion fosfat yang
diekskresikan ke lumen usus. Hemodialisa dan dialisa peritoneal efektif dalam
mengeliminasi ion fosfat pada pasien dengan gagal ginjal.7

35
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

1. Natrium merupakan kation utama di kompartemen ekstraseluler dan penting


dalam menentukan osmolalitas ekstrasel dan intrasel.
2. Kalium merupakan kation terbanyak di kompartemen intraseluler dan
berperan penting dalam potensial membran sel
3. Kalsium merupakan komponen yang memediasi kontraksi otot, sekresi
eksokrin, endokrin, dan neurokrin, pertumbuhan sel, dan transport cairan
dan elektrolit
4. Magnesium penting untuk berbagai reaksi enzimatik yaitu sintesis protein
dan DNA, utilisasi glukosa, serta sintesis dan pemecahan asam lemak.
5. Fosfat merupakan anion utama di cairan intrasel dan berperan dalam
glikolisis dan produksi ATP.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Yaswir R, Ferawati I. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium, Kalium,


dan Klorida, serta Pemeriksaan Laboratorium. Jurnal Kesehatan Andalas 2012;
1(2) : 80-84.
2. Unit Pendidikan Kedokteran – pengembangan Keprofesian Berkelanuutan
(UPK-PKB) FKUI 2017.Gangguan keseimbangan air-elektrolit dan asam-basa
fisiologi, patofisiologi, diagnosis dan tatalaksana Ed. 3.Jakarta:Badan penerbit
fakultas kedokteran Universitas Indonesia.2017.h.49-53
3. Wang N, Ewen MD. Management of Electrolyte Emergencies in Hospital
Physician Board Review Manual. Turner White. 2006; 8(3) : 1-12.
4. Mont DB.Fluid and electrolyte disturbances. Dalam: Longo DL, Fauci AS,
Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J.editor. Harrison’s principles of
internal medicine. Edisi ke-18.New York: Mc.Graw-Hill;2012
5. Siregar P.Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M.Setiati S.Buku ajar ilmu penyakit
dalam.Edisi ke-6.Jakarta: Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam;2014.h.2243-58
6. Silbernagl S, Lang F.Teks & atlas berwarna patofisiologi.Edisi 3. Iskandar M,
Susanti F, Agustina L, Sadikin RE, Agustin S. editor. Jakarta:EGC;2016.h.132-
40
7. Lobo DN, Lewington AJP, Allison SP. Disorders of Sodium, Potassium,
Calcium, Magnesium, and Phosphate. In: Basic Concepts of Fluid and
Electrolyte Therapy. 2013, hal 101-112.
8. Morgan CE, Mikhart MS, Murray MJ. Management of Patients with Fluid and
Electrolyte Disturbances. In: Clinical Anesthesiology, 4th ed. McGraw Hill.
2006.

37

Anda mungkin juga menyukai