Anda di halaman 1dari 25

I.

PENDAHULUAN

1.3 Latar Belakang


Pasang surut merupakan fluktuasi atau pergerakan naik turunnya permukaan air laut akibat
dari adanya gaya tarik menarik antara bumi dengan benda-benda angkasa, terutama bulan dan
matahari terhadap massa air laut di bumi. Selain pengaruh dari benda-benda angkasa, pasang
surut juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya terutama di perairan semi tertutup yaitu
bentuk garis pantai dan topografi dasar perairan. Pengetahuan tentang pasang surut sangat
diperlukan dalam berbagai hal, seperti transportasi laut, pembangunan bangunan pantai,
kegiatan pelabuhan, pembangunan daerah pesisir dan sebagainya.
Pada umumnya, terdapat dua jenis pasang surut yang dapat dijumpai di laut, yaitu pasang
surut purnama dan pasang surut perbani. Pasang surut purnama atau yang disebut dnegan spring
tide merupakan pasang surut yang terjadi ketika bumi, bulan dan matahari berada pada satu garis
lurus. Saat pasang surut purnama, terhadi pasang yang tinggi dan surut yang rendah. Selain itu,
pasang surut purnama terjadi pada saat bulan baru dan bulan purnama. Sedangkan pasang surut
perbani atau yang biasa disebut dengan neap tide merupakan pasang surut yang terjadi pada saat
bumi, bulan dan matahari membentuk sudut yang tegak lurus. Pada saat pasang surut perbani,
terjadi pasang naik yang rendah dan pasang surut yang tinggi. pada umumnya, pasang surut
perbani terjadi pasa saat bulan seperempat dan tigaperempat.
Kondisi perairan di daerah Teluk Awur Jepara adalah tenang dimana gelombang tidak besar
dan angin tidak kencang. Hanya saja di jam-jam tertentu, angin berhembus sangat kencang
yang mengakibatkan gelombang besar. Perairan Teluk Awur Jepara termasuk kedalam Pantai
Utara Jawa. Jika dikaitkan dengan hal tersebut, yang menyebabkan kondisi perairan di daerah
tersebut tenang karena berdasarkan letak geografisnya, lokasi pantai Utara Jawa memiliki
topografi dasar laut (bathimetri) yang landai, gelombang relatif kecil serta berbatasan dengan
laut Jawa. Laut Jawa berbatasan langsung dengan pulau-pulau dihadapannya, sehingga arus
kencang yang datang menuju Laut Jawa telah teredam akibat tabrakan dengan pulau-
pulau.Pengukuran pasang surut pada perairan Teluk Awur, Jepara menggunakan instrumen
konvensional yaitu palem pasut yang nantinya akan diketahui grafik pasang surut serta tipe
pasang surut di perairan Teluk Awur, Jepara dengan menggunakan perhitungan metode
Admiralty.
1.4 Tujuan

1. Menghitung MSL harian di Teluk Awur Jepara.


2. Mengetahui tipe pasang surut yang terjadi pada daerah Teluk Awur, jepara

1.3 Manfaat
1. Mahasiswa mampu menghtiung nilai MSL harian di Teluk Awur Jepara.
2. Mahasiswa dapat membuat dan menganalisa grafik pasang surut.
3. Mahasiswa dapat mengetahui tipe pasang surut di Teluk Awur Jepara.

1.4 Peta Lokasi

Lokasi :
Stasiun 1 Asrama Teluk Awur, Jepara (S 06° 38' ; E 110° 38')
Stasiun 2 Dermaga Teluk Awur, Jepara (S 06° 37' 01.28" ; E 110° 34' 20.81")

Gambar 1. Peta Lokasi Pengamatan


II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pengertian Pasang Surut


Pasang surut laut terbentuk karena gaya tarik dari semua planet terutama bulan dan
matahari terhadap bumi. Tarikan itu akan menyebabkan badan air laut bergerak vertical dan
horizontal. Oleh Karen itu permukaan air laut tidaklah static melainkan dinamik dan selalu
bergerak (Haryono&Sri Narai, 2004).
Pasang surut merupakan fenomena alam mengenai permukaan perairan seperti lautan,yang
berubah-ubah tunggang (range) dan ketinggiannya sesuai dengan perubahan posisi bulan dan
matahari terhadap bumi menurut fungsi waktu (Lucy,2013).
Pasang surut adalah fluktuasi (gerakan naik turunnya) muka air laut secara berirama karena
adanya gaya tarik bendabenda di langit, terutama bulan dan matahari terhadap massa air laut di
bumi. Bulan dan matahari memberikan gaya gravitasi terhadap bumi yang besarnya tergantung
pada besar massa benda yang saling tarik-menarik tersebut. Massa bulan jauh lebih kecil dari
massa matahari, tetapi karena jaraknya terhadap bumi jauh lebih dekat, maka pengaruh gaya
tarik bulan terhadap bumi lebih besar dari padapengaruh gaya tarik matahari. Gaya tarik bulan
yang mempengaruhi pasang surut adalah 2,2 kali lebih besar dari pada gaya tarik matahari
( Anugrah, 2009).

II.2. Tipe Tipe Pasang Surut


Di Indonesia, pasang surut dapat dibedakan menjadi empat tipe, yaitu pasang surut harian
tunggal (diurnal tide), pasang surut harian ganda (semidiurnal tide), pasang surut campuran
condong harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal), dan pasang surut campuran condong
harian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal). Berikut penjelasan mengenai keempat tipe
pasang surut tersebut yang tersebar di perairan laut Indonesia (Triatmodjo, 1999):

1. Pasang Surut Harian Tunggal (Diurnal Tide)


Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode pasang surut
adalah 24 jam 50 menit. Pasang surut tipe ini terjadi di perairan Selat Karimata (Triatmodjo,
1999).
2. Pasang Aurut Harian Ganda (Semi Diurnal Tide)
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang
hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan dan teratur. Periode pasang surut adalah
12 jam 24 menit. Pasang surut tipe ini terdapat di Selat Malaka hingga Laut Andaman
(Triatmodjo, 1999).
3. Pasang Surut Campuran Condong Harian Tunggal (Mixed Tide Prevailing Diurnal)
Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut, tetapi kadang-kadang
untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang
sangat berbeda-beda. Pasang surut jenis ini terdapat di selat Kalimantan dan pantai utara Jawa
Barat (Triatmodjo, 1999).
4. Pasang Surut Campuran Condong Harian Ganda (Mixed Tide Prevailing Semi Diurnal)
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi dan
periodenya berbeda. Pasang surut jenis ini banyak terdapat di perairan Indonesia Timur
(Triatmodjo, 1999).

Gambar 2. Grafik Tipe Pasang Surut di Indonesia

Sumber: Triatmodjo, 1990

II.3. Gaya Pembangkit Pasang Surut


Gaya-gaya pembangkit pasang surut disebabkan oleh gaya tarik menarik antara bumi,
bulan dan matahari. Bulan memberikan gaya tarik (gravitasi) yang lebih besar dibandingkan
matahari dikarena kan posisi bulan lebih dekat ke bumi, walaupun massa bulan jauh lebih kecil
dari pada matahari. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan
menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan
pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan
dan matahari . Perbedaan vertikal antara pasang tinggi dan pasang rendah disebut rentang pasang
surut (tidal range). Periode pasang surut adalah waktu antara puncak atau lembah gelombang ke
puncak atau lembah gelombang berikutnya. Periode pasang laut adalah waktu antara puncak atau
lembah gelombang ke puncak atau lembah gelombang berikutnya. Panjang periode pasang surut
bervariasi antara 12 jam 25 menit hingga 24 jam 50 menit (Heron,2012)

II.4. Metode Pengukuran Pasang Surut Di Lapangan


Metode yang akan digunakan dalam praktikum Pasang Surut 2017
1. Memasang palem pasut di dermaga (2 stasiun)
2. Mencari koordinat posisi stasiun pengamatan dengan menggunakan GPS
3. Melakukan pengamatan naik turunnya permukaan air laut
4. Mencatat pada tabel pengamatan nilai bacaan pada palem pasut pada saat tinggi muka
air laut terendah dan tertinggi setiap selang waktu yang ditentukan (dalam praktikum ini
dilakukan setiap 15 menit)

5. Mencatat waktu saat pengambilan data.

II.5. Palem Pasang Surut


II.5.1. Pengertian Palem Pasang Surut
Palem Pasut (Tide Staff) Alat ini berupa papan yang telah diberi skala dalam meter atau
centi meter. Palem pasut digunakan pada pengukuran pasang surut di lapangan. Palem pasut ini
dalam pengukurannya menggunakan rambu pasut sudah tertera angka-angka yang dapat
menunjukkan ketinggian pasang surut terendah dan tertinggi. Tide Staff (papan pasut)
merupakan alat pengukur pasut paling sederhana yang umumnya digunakan untuk mengamati
ketinggian muka laut atau tinggi gelombang air laut. Bahan yang digunakan biasanya terbuat
dari kayu, alumunium atau bahan lain yang di cat anti karat ( Lisnawati et al,2013).
Cara yang paling sederhana untuk mengamati pasut dilakukan dengan palem atau
rambu pengamat pasut. Tinggi muka air setiap jam diamati secara manual oleh operator
(pencatat) dan dicatat pada suatu fomrulir pengamatan pasut. Pada palem dilukis tanda-tanda
skala bacaan dalam satuan desimeter. Pencatat akan menuliskan kedudukan tinggi muka air laut
relatif terhadap palem pada jam-jam tertentu sesuai dnegan skala bacaan yang tertulis pada
palem. Muka air laut yang relatif tidak tenang membatasi kemampuan pencatatan dalam
menaksir bacaan skala. Walaupun demikian, cara ini cukup efekti untuk memperoleh data pasut
dengan ketelitian hinga sekitar 2,5 cm. Tinggi palem disesuaikan dengan karakter tunggang air
pada wilayah periaran yang diamati pola pasutnya, yang biasanya sekitar 4 hingga 6 meter
( Wijaya T et al.2017).

II.5.2. Teknik Pemasangan Alat


Pemasangan tide pole ini haruslah pada kondisi muka air terendah (lowest water) skala nolnya
masih terendam air, dan saat pasang tertinggi skala terbesar haruslah masih terlihat dari muka air
tertinggi (highest water). Dengan demikian maka tinggi rendahnya muka air laut dapat kita ketahui
dengan melihat menggunakan teropong atau melakukan pengamatan secara langsung mendekati pelem
pasut tersebut, kita dapat mengetahui pola pasang surut pada suatu daerah pada waktu tertentu. Lokasi
pemasangan palem pasut harus berada pada lokasi yang aman dan mudah terlihat dengan jelas, tidak
bergerak-gerak akibat gelombang atau arus laut. Tempat tersebut tidak pernah kering pada saat
kedudukan air yang paling surut. Oleh karena itu panjang rambu pasut yang dipakai sangat tergantung
sekali pada kondisi pasut air laut di tempat tersebut. Pada prinsipnya bentuk rambu pasut hampir sama
dengan rambu dipakai pada pengukuran sifat datar (leveling). Perbedaannya hanya dalam mutu rambu
yang dipakai. Mengingat bagian bawah palem pasut harus dipasang terendam air laut, maka palem
dituntut pula harus terbuat dari bahan yang tahan air laut. Biasanya titik nol skala rambu diletakkan
sama dengan muka surutan setempat, sehingga setiap saat tinggi permukaan air laut terhadap muka
surutan tersebut atau kedalaman laut dapat diketahui berdasarkan pembacaan pada rambu. Palem
pasut hampir selalu digunakan pada pelabuhan-pelabuhan laut. Dengan demikian hal ini sangat

membantu bagi keamanan kapal yang akan berlabuh atau meninggalkan pelabuhan ( Lisnawati et
al,2013).
Menurut Mahmudin et al (2016), Titik pengamatan perubahan ketinggian permukaan laut pada
lokasi dimana palem pasut yang di pasang tidak boleh tergantung pada saat surut terendah dan tidak
boleh tenggelam saat pasang tertinggi. Untuk itu maka pemasangan palem pasut akan di lakukan
sebagai berikut :
1. Memilih lokasi/tempat pengamatan dan pengukuran pasang surut yang akan dilakukan.
2. Lokasi pengamatan yang di pilih merupakan tempat yang aman dan tempat yang memberikan
kemudahan selama kegiatan pengamatan dan pengukuran.
3. Pada saat dilakukan pengamatan dan pengukuran pasang-surut permukaan air, skala papan duga
harus dapat di lihat/dibaca dengan jelas
4. Pemasangan papan duga/palem pasang surut di tempat yang telah ditentukan harus di pasang
dengan baik dan benar, karena papan duga tidak boleh berada di bawah permukaan air/tenggelam
saat pasang tinggi dan tidak berada di atas permukaan air saat surut terenda.
5. Mencatat angka skala pada papan duga tepat berada pada posisi yang sejajar dengan permukaan
air, dan pencatatan dilakukan setiap 30’(menit) sekali.
6. Setelah dilakukan pengamatan dan pengukuran pasang-surut, usahakan memberi tanda di tempat
tersebut kedalaman 0 (nol) meter, sehingga tempat dan kedalaman tersebut dapat di jadikan
sebagai Bench Mark (patokan pengamatan dan pengukuran pasang-surut pada waktu yang akan
datang) yang di perlukan oleh pengguna.
7. Menentukan titik ikat (Bench Mark) dan mencatat titik koordinat.
8. Menentukan titik pasang pola pasut dan menentukan titik koordinat.

II.5.3. Fungsi Palem Pasang Surut


Pasang surut dapat diamati secara langsung dengan menggunakan palem pasut. Fungsi
utama dari Palem pasut (tide staff) sendiri adalah untuk pengukuran tinggi muka air laut.
Pengamatan dilakukan dengan cara membaca skala pada palem pasut yang terkena permukaan
air setiap lima belas menit selama pengukuran arus dilakukan kemudian dihentikan setelah
pengukuran arus selesai. Data hasil pengukuran pasut digunakan sebagai acuan untuk
mengelompokkan data arus ( Modalo et al.2018).
Untuk mengetahui batas batas muka air laut pada saat pasang tertinggi dan surut terendah
maka perlu dilakukan pengukuran pasang surut. Palem pasut digunakan pada pengukuran
pasang surut di lapangan. Palem pasut ini dalam pengukurannya menggunakan rambu pasut
sudah tertera angka-angka yang dapat menunjukkan ketinggian pasang surut terendah dan
tertinggi. Tide Staff (papan pasut) merupakan alat pengukur pasut paling sederhana yang
umumnya digunakan untuk mengamati ketinggian muka laut atau tinggi gelombang air laut.
Bahan yang digunakan biasanya terbuat dari kayu, alumunium atau bahan lain yang di cat anti
karat ( Lisnawati et al,2013).
II.6. Thedolit
II.6.1. Pengertian Theodolit
Alat ini merupakan alat ukur digital yang berfungsi untuk membantu pengukuran kontur
tanah pada wilayah tertentu. Alat ini mempunyai beberapa kelebihan di antaranya dapat
digunakan untuk memetakan suatu wilayah dengan cepat. produk dari pengukuran wilayah
menggunakan theodolite ini salah satunya adalah peta situasi dan peta kontur tanah. Peta situasi
adalah peta suatu wilayah yang dihasilkan dari pengukuran di lapangan yang didalamnya
terdapat data letak bangunan, elevasi tanah atau kontur, letak pohon, letak saluran drainase,
koordinat bangunan tertentu, benchmark, sungai, dan sebagainya. Sedangkan peta kontur berisi
data kontur tanah saja pada wilayah tertentu (Farrington, 1997).
Theodolite ini juga bisa juga digunakan untuk mengkur kemiringan pantai, pengukuran
bendungan, sungai, tebing, jalan, setting out bangunan. Setting out bangunan adalah kegiatan
menentukan patok-patok pondasi di lapangan. Istilah lain adalah memindahkan data pada
gambar kerja ke lapangan. Pada proyek gedung alat ini biasa digunakan untuk menentukan as-
as pondasi atau kolom, marking elevasi lantai atau patok, cek vertikal kolom, dan sebagainya.
ini lah beberapa kegunaan theodolite di lapangan. Theodolite mempunyai fungsi yang berbeda
dengan waterpass di antaranya mampu mengukur sudut horizontal dan vertikal sehingga
cakupan pekerjaan yang bisa dilakukan oleh instrumen ini lebih banyak dibanding dengan
waterpass (Farrington, 1997).

II.6.2. Fungsi Theodolit


Theodolite merupakan alat yang paling canggih di antara peralatan yang digunakan
dalam survei. Pada dasarnya alat ini berupa sebuah teleskop yang ditempatkan pada suatu dasar
berbentuk membulat (piringan) yang dapat diputar-putar mengelilingi sumbu vertikal, sehingga
memungkinkan sudut horisontal untuk dibaca. Teleskop tersebut juga dipasang pada piringan
kedua dan dapat diputarputar mengelilingi sumbu horisontal, sehingga memungkinkan sudut
vertikal untuk dibaca. Kedua sudut tersebut dapat dibaca dengan tingkat ketelitian sangat tinggi
(Farrington, 1997).
Survei dengan menggunakan theodolite dilakukan bila situs yang akan dipetakan luas dan
atau cukup sulit untuk diukur, dan terutama bila situs tersebut memiliki relief atau perbedaan
ketinggian yang besar. Dengan menggunakan alat ini, keseluruhan kenampakan atau gejala akan
dapat dipetakan dengan cepat dan efisien (Farrington, 1997).

II.6.3. Penerapan Theodolit di Bidang Oseanografi


Theodolit adalah alat yang digunakan untuk mengikuti gerakan pilot balon dan
menentukan azimuth serta arah angin. Untuk mengukur sudut dan menentukan tinggi tanah
dengan sudut mendatar dan sudut tegak. Awal altazimuth instrumen yang terdiri dari dasar lulus
dengan penuh lingkaran di sayap vertikal dan sudut pengukuran perangkat yang paling sering
setengah lingkaran. Alidade pada sebuah dasar yang digunakan untuk melihat obyek untuk
pengukuran sudut horisontal, dan yang kedua alidade telah terpasang pada vertikal setengah
lingkaran. Nanti satu instrumen telah alidade pada vertikal setengah lingkaran dan setengah
lingkaran keseluruhan telah terpasang sehingga dapat digunakan untuk menunjukkan sudut
horisontal secara langsung. Sehingga dapat ditentukan untuk mengukur kelerengan dari pantai
(Wongsotjitro, 1999).

II.7. Benchmark
II.7.1. Pengertian Benchmark
Benchmark (patokan) adalah suatu titik yang posisinya diketahui dengan tingkat akurasi
yang tinggi dan biasanya ditandai dalam beberapa cara. Penanda tersebut biasanya dibuat dari
piringan logam, tetapi bisa juga dibuat seperti puncak gereja, menara stasiun radio, dipahat di
batuan, atau batang logam yang dikubur ke dalam tanah(Nugroho, 2013).

II.7.2. Fungsi Mengukur Benchmark


Benchmark ini bertujuan untuk menandai elevasi atau lintang suatu penunjuk geologi.
Seperti, titik pengeboran minyak, jenis batuan, atau ketinggian/kedalaman suatu lokasi(Nugroho,
2013).
Menurut Nugroho (2013), untuk mendukung efisiensi dalam pengelolaan suatu area
situasi, maka keberadaan Benchmark sangat bermanfaat untuk :

1. Untuk memastikan bahwa area situasi pengukuran berada dalam wilayah konsesi yang
diijinkan oleh Pemerintah.
2. Mengintegrasikan area-area situasi pengukuran yang terpisah ke dalam satu sistem
koordinat global.
3. Dalam melakukan pengukuran Benchmark, kami menggunakan metode penentuan posisi
dengan teknologi Global Positioning System (GPS) yang memiliki akurasi sampai
dengan level subcentimeter.

II.7.3. Metode Mengukur Benchmark


Dalam melakukan pengukuran Benchmark, kami menggunakan metode penentuan posisi
dengan teknologi Global Positioning System (GPS) yang memiliki akurasi sampai dengan level
subcentimeter. Selain metode pengukuran yang tepat, desain persebaran titik-titiknya juga
Kami perhatikan, karena hal tersebut sangat berpengaruh pada hasil survey secara keseluruhan.
Pembuatan desain persebaran titik-titik Benchmark yang paling sesuai dengan area situasi,
merupakan bagian dari layanan Kami kepada konsumen. Dengan desain tersebut, maka
pekerjaan-pekerjaan survey selanjutnya akan lebih efisien (Nugroho, 2013).

II.8. Kondisi Pasang Surut Perairan di Teluk Awur


Perairan Jepara merupakan perairan terbuka yang sering dijadikan tempat penelitian di
bidang kelautan dan usaha budidaya air payau bagi masyarakat sekitar. Arus pasut yang terjadi
di perairan ini secara umum bergerak bolak-balik timur laut (pada saat arus pasang)-barat daya
(pada saat arus surut). Kondisi arus pasut di perairan jepara diduga disebabkan adanya arus
musiman yang berubah arah dan kecepatannya karena keadaan morfologi, topografi serta
kedalaman perairan dangkal sehingga ada faktor pembangkit arus lainnya selain angin dan
pasut (Nugraha, 2000).
Sedimentasi atau pelumpuran di perairan sebagian besar berasal dari bahan sedimen.
Peningkatan buangan sedimen ke dalam perairan pesisir disebabkan oleh semakin tingginya
laju erosi tanah karena pengelolaan lahan atas yang tidak mengindahkan asas konversi lahan
dan lingkungan seperti penebangan hutan atau pengolahan pertanian. Sedimentasi dapat
meningkatkan kekeruhan air yang berdampak negatif pada kelestarian ekosistem alami dan
biota perairan sehingga menyebabkan tidak optimalnya nilai ekologi dan ekonomis kawasan
pesisir (Susiati dan June, 2013).
III. MATERI DAN METODE

3.1 Materi
3.1.1 Waktu dan Tempat
Hari, Tanggal : Rabu-Sabtu, 1-4 Mei 2019
Waktu : 16.00 WIB – selesai
Tempat : Dermaga Marine Station, Teluk Awur, Jepara (Stasiun 2) dan Belakang
Asrama Marine Station, Teluk Awur, Jepara (Stasiun 1)

3.1.2 Alat dan Bahan

3.1.2.1. Pengambilan Data Pasang Surut


Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam pengambilan data pasut

NO NAMA GAMBAR FUNGSI

Alat untuk mengamati


1 Palem Pasut
elevasi muka air

2 Alat tulis Mencatat hasil pengamatan

Mencari koordinat lokasi


3 GPS
stasiun

Menunjukkan waktu
4 Jam
pengamatan pasut
5 Senter Alat penerangan

Mencatat hasil pengamatan


6 Laporan Sementara
yaitu elevasi pasang surut
Perairan Teluk Awur, Bahan yang diamati
7
Jepara pergerakan elevasinya

3.1.2.2. Pengambilan Data Kelerengan dengan Theodolit


Tabel 2. Alat dan Bahan yang digunakan dalam pengambilan data pasut

N
NAMA GAMBAR FUNGSI
O
Tempat memeasang
1 Tripod
Theodolit

2 Alat tulis Mencatat hasil pengamatan

Mengukur jarak antar


3 Roll meter
tongkat kayu

Menghitung hasil
4 Kalkulator
pengamatan

Mengukur tinggi muka air


5 Tongkat kayu
laut

Mencatat hasil pengamatan


6 Laporan Sementara
yaitu elevasi pasang surut

Mengukur Kelerengan
7 Theodolit
Pantai
3.2. Metode
3.2.1 Pengambilan Data Pasut
1. Palem pasut diletakkan di dua lokasi pengamatan yang berbeda, yaitu pada stasiun 1
dan stasiun 2.
2. Pengamatan dilakukan dengan membaca nilai puncak dan nilai lembah dengan
interval waktu 15 menit selama 24 jam pengamatan di setiap stasiunnya.
3. Nilai ketinggian (H) diperoleh dengan mencari nilai rata-rata dari puncak dan lembah
hasil pengamatan.

3.2.2 Pengambilan Data Benchmark


1. Tentukan titik Benchmark dan titik bantu Benchmark apabila panjang waterpass
tidak mencukupi.
2. Waterpass dipasang dari titik palem dengan titik Benchmark yang ditentukan,
melewati titik Benchmark bantu.
3. Ukur tinggi muka air pada waterpass pada kedua sisi waterpass. Lakukan hal tersebut
sampai palem yang digunakan.
4. Hitung dengan menggunakan rumus yang telah ditentukan
5. Lakukan pengulangan dari palem ke Benchmark untuk mengetahui error yang
timbul.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Data Hasil Pengamatan

4.1.1.1 Data Hasil Pengamatan Lapangan


Tabel 3. Hasil pengamatan Pasang Surut 2 Stasiun
4.1.2 Grafik Pasang Surut
a. Stasiun 1
Grafik 1. Data Pengamatan Pasut Stasiun 1
b. Stasiun 2
Grafik 2. Data Pengamatan Pasut Stasiun 2

c. Stasiun 1 dan 2
Grafik 3. Data Pengamatan Pasut Stasiun 1 dan 2

4.1.3 Pengukuran Theodolit

Palem = 230 cm BB = 197 cm


BA = 201 cm BT = (BA+BB)/2 = 199 cm

Jarak Theodolit ke BM = 117 cm

Theodolit ke BM

Tinggi BM BM
MSL

4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisa kondisi Perairan dan lingkungan Teluk Awur
Praktikum lapangan pasang surut dilakukan di perairan Jepara di sekitar dermaga Marine
Station, Teluk Awur yang dibagi menjadi 2 lokasi pengamatan (Stasiun 1 dan Stasiun 2), pada
perairan stasiun 1 terletak di dermaga dan pada stasiun 2 terletak di tepat berada di belakang
kampus marine station, Teluk Awur. Teluk Awur sendiri berlokasi di Jepara, Jawa Tengah yang
terdapat banyak spesies lamun dan terumbu karang. Jepara yang terletak di Utara Jawa membuat
kondisi perairan di sana tenang hanya pada saat jam-jam tertentu saja dan pada saat cuaca yang
tidak bersahaaat yang mengakibatkan hembusan angin yang kencang dapat membuat gelombang
yang besar. Lokasi pantai Utara Jawa memiliki topografi dasar laut (bathimetri) yang landai,
gelombang relatif kecil serta berbatasan dengan laut Jawa.
Jika dilihat dari letak geografis dari perairan Jepara memang merupakan perairan yang
tenang karena termasuk dalam deretan pantai laut utara. Selain itu perairan utara merupakan
perairan tertutup. Dimana perairan utara tidak langsung berhubungan dengan laut lepas. Selain
itu pantai Utara Jawa memiliki topografi dasar atau batrimetri yang landai, gelombang relatif
kecil serta berbatasan dengan laut Jawa. Laut Jawa berbatasan langsung dengan pulau-pulau
dihadapannya, sehingga arus kencang yang datang menuju Laut Jawa telah teredam akibat
tabrakan dengan pulau-pulau. Maka dari itu, perairan yang berlokasi di wilayah Utara Jawa
termasuk Perairan Teluk Awur lebih tenang dibandingkan perairan yang berlokasi di wilayah
Selatan Jawa. Berdasarkan praktikum lapangan yang dilaksanakan, pengamatan data pasang
surut yang tercatat memiliki hasil yang tidak terlalu tinggi ataupun rendah. Nilai tersebut
dipengaruhi oleh kondisi perairan Utara Jawa yang memiliki karakteristik lebih tenang dengan
topografi yang landai dibandingkan Selatan Jawa.

IV.2.2. Analisa Pasang Surut


Pariwono (1985) "mengelompokkan dua karakteristik pasang surut laut di Indonesia yaitu
pasang surut tunggal mendominasi perairan Indonesia sebelah barat dan pasang surut ganda
mendominasi perairan Indonesia sebelah timur.
Berdasarkan hasil yang didapat nilai dari HHWL pada stasiun 1 adalah 117 cm dan untuk
stasiun 2 adalah 139.5 cm, nilai LLWL pada staiun 1 adalah 22.5 cm dan untuk stasiun 2 adalah
63 cm dan untuk nilai MSL pada stasiun 1 sebesar 66.2069 cm dan untuk stasiun 2 adalah
99.0277 cm. Hasil yang didapat hanya mengunakan rumus rata-rata untuk MSL, hasil tertinggi
untuk HHWL dan nilai minimum untuk LLWL.
Grafik yang didapat dari 2 staiun di buat dengan data yang di ambil dengan interval waktu
15 menit selama 24 jam. Nilai dari 2 stasiun berbeda-beda maka dari itu grafik yang didapat juga
memiliki nilai yang berbeda-beda. Jika dilihat dari grafik pada stasiun 2 muka air laut lebih
tinggi dibandingkan dengan stasiun 2. Perbedaan ini terjadi karena stasiun 1 terletak pada daerah
yang lebih dalam dan lebih mendekat dengan laut. Sedangka untuk stasiun 2 lokasinya lebih
dangkaal dan lebih menjorok kedaratan.
Pasang yang terjadi pada hari sabtu terjadi sekitar pukul 12.00 sampai 15.00 dan mulai
surut pukul 16.00 sampai tengah malam dan mulai pasang kembali pada pagi hari. pasnag
tertinggi terjadi pada pukul 14.00 dan surut terendah terjadi pada pukul 00.00.

4.2.3 Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Tipe Pasang Surut


Gaya pembangkit pasang surut adalah qgerakan benda – benda yang terdapat di luar
angkasa, perputaran bumi contohnya. Namun terdapat hal-hal lain yang dapat mempengaruhi
tipe pasang surut yang berada pada stasiun 1 dan 2di lokasi pengamatan, faktor eksternal yang
mempengaruhi tipe pasang surut mengakibakan perbedaan nilai MSL, nilai HHWL dan nilai
LLWL di antara dua stasiun.
Kedalaman perairan merupakan salah satu faktor eksternal yang menyebabkan perbedaan
nilai ketinggian muka air laut. Pada praktikum ini stasiun 2 berlokasi di dermaga yang letak dari
palem pasutnya sendiri jauh dari garis bibir pantai dibandingkan dengan lokasi pengamatan di
stasiun 1 yang berada di belakang kampus yang kedalamannya lebih dangkal dibandingkan
dengan stasiun 2. Selain itu, bangunan pantai juga mempengaruhi faktor yang dapat
mempengaruhi faktor pasang surut tersebut karena jika palem diletakkan di dekat bangunan
pantai dan angin terhalang oleh bangunan pantai tersebut dapat menyebabkan arus mengalami
gelombang pecah, maka dari itu ketinggian muka air laut bukan sesungguhnya tetapi ketinggian
muka aiar laut yang sudah mengalami gelombang pecah
Perairan Teluk Awur jepara terdapat banyak sekali ekosistem padang lamun dan terumbu
karang, hal ini merupaan faktor eksternal yang mempengaruhi tipe pasang surut, padang lamun
yang berada di Teuk Awur memiliki ketinggian yang hampir berbatasan dengan muka air laut di
setiap kedalamannya hal ini menyebabkan arus yang bergerak di halang oleh padang lamun,
selain padang lamun tersebut salah satu faktor eksternal pengamatan tipe pasang surut yang
mungkin terjadi adalah akibat aktivitas manusia yang dapat mempengaruhi sebagai contoh
terdapat nelayan yang sedang menangkap ikan maupun aktivitas manusia praktikan diantaranya
ketika mengukur arus menggunakan bottle drift lokasi yang berdekatan langsung dengan palem
pasut.

4.2.4 Analisa Theodolit


Benchmark ini dijadikan sebagai acuan saat pengukuran untuk mendapatkan koordinat di
lokasi. Penentuan koordinat dan elevasi patok biasanya menggunakan alat GPS (Global Position
System), theodolit dengan akurasi yang tinggi, tetapi pada saat praktikum berlangsung aalat yang
digunakan adalah waterpasss yang berisi air. Pengukuran pasng surut terhadap Benchmark agar
diketahui tinggi datum vertikal berdasarkan referensi mean sea level, Benchmark juga dapat
untuk mengetahui fluktuasi tinggi muka air yang terdapat pada pengukuran pasut, Dari hasil
yang didapatkan pada pengukuran Benchmark didapatkan bahwa pada hasil jarak pengukuran
memanjang atau D didapatkan 0.12 hasil D tersebut untuk melakukan perhitungan ∆H ketinggian
muka air dari hasil tersebut didapatkan jumlah ∆H sebesar 6.79 dan toleransi kesalahan
didapatkan sebesar 3.5
V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh melalui praktikum lapangan pasang surut adalah:

1. Perhitungan MSL harian di Teluk Awur Jepara diperoleh dengan mencari nilai rata-rata
ketinggian muka air laut. Nilai MSL pada stasiun 1 lokasi pengamatan adalah 100.5803 cm
dan nilai MSL pada stasiun 2 lokasi pengamatan adalah 70.59326425cm.
2. Grafik pasang surut dibuat berdasarkan jam pengamatan dengan ketinggian muka air,
dimana hasil interpretasi pada grafik adalah nilai ketinggian muka air laut terhadap jam
pengamatan pada stasiun 1 lebih kecil dibandingkan dengan nilai ketinggian muka air laut
terhadap jam pengamatan pada stasiun 2.
3. Setelah melakukan pengamatan serta pengolahan data diketahui bahwa tipe pasang surut di
Teluk Awur Jepara adalah tipe pasang surut harian ganda (Semi diurnal tide).

5.2 Saran

Saran yang diberikan untuk praktikum pasang surut adalah:

1. Pertukaran shift yang seharusnya lebih cepat antar setiap kelompok.


2. Dalam pengamatan data, sekiranya asisten dapat standby di lokasi pengamatan untuk
mendampingi praktikan.
3. Lokasi pengamatan pada stasiun 2 kurang tepat karena tidak sesuai dengan ketentuan
peletakan palem pasut, yaitu palem pasut harus diletakaan pada muka air tinggi tertinggi.
Diharapkan untuk praktikum selanjutnya lebih teliti lagi dalam peletakkan palem pasut.
DAFTAR PUSTAKA

Anugrah Dewi Mahatmawati, Mahfud Efendy,Aries DwiSiswanto. 2009.Perbandingan


Fluktuasi Muka Air Laut Rerata (Mlr) Di Perairan Pantai Utara Jawa Timur Dengan
Perairan Pantai Selatan Jawa Timur,Madura.Jurnal Kelautan. 2(1):31-39.

Darmiati, 2013. Hidrodinamika Perairan Pantai Bau-Bau dan Transformasi Gelombang di atas
Terumbu Karang Alami. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Hassanudin. Makassar.

Farringto. 1997. Metode Pengukuran. http://kuliah6/IUT/membaca peta/htm. Diakses tanggal 19


Mei 2019 pukul 16.00 WIB.

Haryono, Sri Narni. 2004. Karakteristik Pasang Surut Laut Di Pulau Jawa.Yogyakarta. Forum
Teknik. 28(1): 1-5

Heron Surbakti. 2012. Karakteristik Pasang Surut Dan Pola Arus Di Muara Sungai
Musi,Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sains. 15(1): 35-38.

Lisnawati, Lucy Amellia, Baskoro Rochaddi, Dwi Haryo Ismunarti. 2013. Studi Tipe Pasang
Surut di Pulau Parang Kepulauan Karimunjawa Jepara, Jawa Tengah. Jurnal
Oseanografi Marina. Vol. 2 hal: 61-67.

Mahmudin; Iwan Suyatna; dan Adnan. 2016. Prediksi Pasang Surut Menggunakan Proses Neural
Nets ( Backpropagation) Di Pantai Indah Muara Badak Kabupaten Kutai Kartanegara
Kalimantan Timur. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. 22(1).

Modalo, Robert J; Royke M Rampegan ; Esry T Opa; Rignolda Djamaludin; Hermanto W K


Manengkey; Nego E Bataragon. 2018. Arah dan Kecepatan Arus Perairan Sekitar Pulau
Bunaken Pada Periode Umur Bulan Perbani Di Musim Pancaroba II. Jurnal Pesisir dan
Laut Tropis. 1(1).

Nontji, Anugerah.2007. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan ; Jakarta.


Nugraha, R. Bambang A. 2000. Analisis Arus Laut Perairan Kartini dan Tanjung Jati, Jepara,
Jawa Tengah Pada Bulan Februari – Juni 1998. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Nugroho, Septriono Hari. 2013. Prediksi Luas Genangan Pasang Surut (Rob) Berdasarkan
Analisis Data Spasial di Kota Semarang, Indonesia. Jurnal Lingkungan dan Bencana
Geologi. 4(1) : 71-87

Triatmodjo, Bambang. 1999. Teknik Pantai. Beta Offset: Yogyakarta.

Wijaya, M Iskandar; Heryoso Setiyono; Warsito Atmodjo. 2017. Karakteristik Pasang Surut dan
Kedudukan Muka Air Laut Di Perairan Pangkalan Pendarata Ikan (PPI) Campurejo
panceng, Kabuaten Gresik. Junal Oseanografi. 6(1) :151-157

II
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai