Altim Setiawan
Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Tadulako-Jalan Soekarno Hatta Km. 8 Palu 94118
Email : altimsetiawan@yahoo.com
ABSTRACT
Normalization is one way that can be done to prevent the damage of Lariang River. The study began from
survey to determine the location which will be normalized by looking at the level of damage. The Flood Discharge
Design is calculated by Haspers method. These values will be used for the base planning work of normalization of
Lariang River. From five specified locations, two locations in the normalization by making embankments, the third
location used krib, while the location of the fourth and fifth with the renaturalisasion method by replanting the cliff with
plants that resistant with erosion.
ABSTRAK
Normalisasi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kerusakan yang ada di Sungai
Lariang. Penelitian ini dimulai dengan melakukan survey untuk menentukan lokasi yang akan di normalisasi dengan
melihat tingkat kerusakannya. Besarnya debit banjir rancangan dihitung dengan Metode Haspers. Nilai tersebut akan
menjadi dasar perencanaan pekerjaan Normalisasi Sungai Lariang. Dari lima lokasi yang di tentukan, dua lokasi di
normalisasi dengan pembuatan tanggul, lokasi ketiga dengan pembuatan krib, sedangkan lokasi yang keempat dan ke
lima dengan metoda renaturalisasi yaitu penanaman kembali tebing dengan tanaman yang tahan erosi.
Kata Kunci : tanggul, krib, normalisasi, naturalisasi
Tujuan utama dari normalisasi sungai Lariang tangkapan air 3 sungai besar, yakni Sungai Lariang,
adalah merubah aliran sungai dari sistim tidak Sungai Gumbasa, dan Sungai Palu.
beraturan menjadi sistim kompleks, dengan cara Daerah yang menjadi fokus penelitian teknis
buatan, seperti pembuatan tanggul untuk melindungi normalisasi sungai adalah Sub DAS hilir Lariang
pinggiran sungai dari erosi, pembuatan krib sebagai yang merupakan bagian dari WS Pasangkayu
pengarah aliran sungai, sudetan yang berfungsi Lariang yang secara administratif meliputi wilayah
untuk meluruskan sungai dengan tujuan tertentu, Kecamatan Tikke (yang merupakan pemekaran
atau pengalihan aliran sungai sebagai dampak dari Kecamatan Pasangkayu) dan Kecamatan Baras.
pembangunan bendung atau bendungan. Secara administratif kawasan yang termasuk
wilayah pengaruh Sub DAS hilir Lariang adalah
b. Gambaran Umum DAS Pasangkayu Lariang Kecamatan Tikke dan Desa Baras di Kecamatan
Sungai Lariang merupakan sungai terpanjang Baras. Dengan mengacu pada data BPS, Kecamatan
di Pulau Sulawesi, panjang keseluruhan dari sungai Pasangkayu induk dari Kecamatan Tikke sebelum
tersebut adalah 255 km dengan anak sungai pemekaran, luas wilayah Kecamatan Tikke adalah
mencapai 637 buah dan Luas DAS mencapai 7101 12,55 km2, sedangkan wilayah administratif Desa
km persegi. Sungai Lariang melintasi batas wilayah Baras Kecamatan Baras Kecamatan Baras adalah
Propinsi Sulawesi Tengah hingga melewati Taman 343,89 km2 yang berjarak 54 Km dari
Nasional Lore Lindu yang terletak di selatan ibukota kabupaten. Karakteristik fisik Desa Tikke
Kabupaten Donggala yang merupakan daerah dan Baras dipengaruhi oleh iklim pantai dengan
ketinggian 0-500 dpl, termasuk kategori dataran.
123
INFRASTRUKTUR Vol. 2 No. 2 Desember 2012: 122 ‐ 127
bisa dikesampingkan mengingat pemanfaatan lahan perkebunan coklat di sepanjang badan sungai pada
pada beberapa segmen di sepanjang wilayah sungai ujung Barat dan bagian tengah hilir yang diantarai
sebagai daerah permukiman membuat kawasan ini kebun campuran, pada bagian tengah kawasan ke
menjadi sangat strategis posisinya di wilayah arah bagian Timur merupakan semak belukar, pada
Kabupaten Mamuju Utara. Secara astronomis WS jarak antara 50 - 100 m dari tepi sungai di sepanjang
Pasangkayu Lariang terletak pada 119o18’ – 119o24’ daerah bantaran merupakan kawasan budi daya baik
BT dan 1o25’LU – 2o25 LS. yang dikelola oleh masyarakat setempat maupun
oleh beberapa perusahaan/investor untuk
c. Penggunaan Lahan pengolahan komoditas tertentu seperti kelapa sawit
Kondisi eksisting penggunaan lahan pada
kawasan Sub DAS Hilir Pasangkayu Lariang adalah
124
Normalisasi Sungai Lariang Berdasarkan Aspek Guna Lahan
(Vera Wim Andiese dan Altim Setiawan)
Data yang dibutuhkan untuk penelitian ini Penelitian dimulai dengan survey untuk
meliputi data sekunder berupa data curah hujan dan menentukan lokasi yang akan dinormalisasi dengan
peta topografi. Data curah hujan yang digunakan melihat tingkat kerusakannya. Besarnya Debit
adalah data curah hujan 12 tahun. Peta topografi Banjir rancangan dihitung dengan Metode Haspers,
digunakan untuk mengetahui karakteristik DAS setelah sebelumnya juga melakukan perhitungan
seperti panjang sungai, luas Daerah Aliran Sungai Curah Hujan Rancangan dengan Metode Log
dan lain-lain. Peta topografi dengan skala 1 : 50.000 Pearson III. Nilai-nilai tersebut akan menjadi dasar
yang dipakai adalah lembar 2014-52 Mertasari. perencanaan pekerjaan Normalisasi Sungai Lariang.
Sedangkan data primer yang diperlukan, adalah data
ketinggian muka air yang dilakukan dengan GPS HASIL DAN PEMBAHASAN
(geographic positioning system), kecepatan aliran Penelitian dilakukan di sepanjang Sungai Lariang
dan luas penampang. Survey juga meliputi Hilir dengan lima titik pengamatan, seperti terlihat
pengamatan terhadap jenis vegetasi, jenis tanah dan pada gambar berikut:
penggunaan lahan disekirarnya.
Titik
Titik
Titik
Titik
Titik
Titik
125
INFRASTRUKTUR Vol. 2 No. 2 Desember 2012: 122 ‐ 127
a. Penanganan Teknis pada Titik Pengamatan 1 Lariang. Normalisasi sungai di bagian muara ini
Daerah muara ini diharapkan dapat pada umumnya adalah bangunan tanggul sungai,
mengalirkan air sebanyak mungkin menuju ke laut, yang dibangun di kiri dan kanan sungai. Seperti
sehingga air dibagian hulu tidak tergenang karena pada gambar berikut :
terhambat oleh tumpukan sedimen di muara sungai
Gambar 4. Sketsa tanggul muara sungai Lariang yang menuju ke laut Makassar
126
Normalisasi Sungai Lariang Berdasarkan Aspek Guna Lahan
(Vera Wim Andiese dan Altim Setiawan)
badan sungai, namun terjadi pula gerusan pada Perubahan kecepatan yang terjadi adalah
dinding sungai dan abutmen jembatan. Hal tersebut akibat dari dinding sungai yang tidak beraturan, bisa
secara teori dapat dikurangi dengan membangun terjadi penyempitan dan pelebaran sungai, sehingga
tanggul untuk mempertahankan rata-rata kecepatan dalam hal ini perlu pembuatan tanggul di kiri dan
yang melalui daerah disekitar jembatan. kanan jembatan sungai Lariang. Penjelasan melalui
gambar adalah sebagai berikut :
Gambar 6. Perubahan aliran pada dinding sungai alami dan didnding sungai yang sudah dinormalisasi
dengan tanggul sungai
c. Penanganan Teknis pada Titik Pengamatan 3 Lariang. Keadaan ini tidak terlalu berpengaruh
Pada daerah penelitian ini badan sungai terhadap debit sungai Lariang yang dapat mencapai
sedikit mengalami belokan sungai yang berarti 2000 m3/det.
bahwa kedalaman sungai relatif tidak rata. Sedimentasi sungai yang diperoleh dari
Pembuatan krib dan renaturalisasi sungai melalui sungai kecil ini cukup besar, longsor tebing juga
penanaman kembali jenis vegetasi yang tahan terjadi sehingga angkutan sedimen yang terjadi
terhadap gerusan sungai dapat di lakukan pada tidak hanya berasal dari dasar sungai tetap juga
daerah ini. terjadi pada tebing sungai kecil di sekitarnya.. Jenis
Tujuan utama dari pembuatan krib adalah penanganan yang sesuai untuk Titik Pengamatan 4
mengarahkan aliran sungai dan menahan dinding adalah “konservasi” dengan mempertahankan
sungai dari gerusan, sedangkan penanaman kembali vegetasi berupa semak belukar untuk menahan
vegetasi yang tahan terhadap gerusan adalah konsep erosi, pada bagian yang menjauh dari badan sungai
dari renaturalisasi, bahwa untuk memelihara sungai dengan mempertimbangkan sempadan sungai dan
perlu adanya contoh alam yang sudah ada sehingga permukaan banjir tertinggi, dapat ditanami kelapa
pembangunan pengaturan buatan manusia dapat sawit pada kedua sisinya untuk memberikan nilai
dikurangi. produktivitas pada pemanfaatan lahan di sekitar
alur sungai
d. Penanganan Teknis pada Titik Pengamatan 4
Pada daerah titik 4 ini merupakan aliran e. Penanganan Teknis pada Titik Pengamatan 5
sungai kecil yang masuk kedalam badan sungai Pada titik ini sungai mempunyai pelebaran
Lariang, daerah ini akan tenggelam jika terjadi dengan bar di tengah sungai atau pulau pulau di
luapan pada kala ulang 100 tahunan di sungai tengah sungai penelitian di lakukan pada sisi luar
127
INFRASTRUKTUR Vol. 2 No. 2 Desember 2012: 122 ‐ 127
bagian barat sungai. Daerah ini dianggap mewakili Jenis tanaman yang di pergunakan adalah
aliran sungai dengan tambahan aliran dari bagian rumput besar dengan batang yang cukup kokoh
hulu sungai sampai dengan 1000 m3/det. untuk dapat menahan erosi tebing sungai. Rumput
Jenis penanganan dengan maksud tersebut banyak terdapat di pinggir/ tebing sungai
perlindungan tebing sungai yang dapat dilakukan Lariang dan dapat ditumbuhkembangkan secara
pada daerah ini adalah “renaturalisasi” dengan cara alami, sesuai dengan keadaanya. Kegiatan
menanami kembali daerah tebing tersebut dengan penanaman kembali juga akan membantu fauna,
tanaman yang tahan terhadap erosi . Selain akan atau binatang liar yang hidup pada habitat ini seperti
mengembalikan kondisi alami aliran sungai, burung, buaya, dan berbagai jenis satwa yang
penghijauan pada bagian ini akan mengurangi biaya dilindungi/dilestarikan
pemeliharaan sungai. Aliran sungai juga
dipertahankan secara alami.
Gambar 7. Renaturalisasi sungai dengan penghijauan di sekitar sungai dan normalisasi aliran sungai
menggunakan Krib
pemanfaatan ruang pada wilayah Sub DAS Hilir
KESIMPULAN Pasangkayu Lariang.
Penanganan masalah pada wilayah yang merupakan
bagian Sub DAS Hilir Pasangkayu Lariang dapat DAFTAR PUSTAKA
dilakukan secara fisik melalui normalisasi yaitu Anonim, 2009, Diktat Kuliah Rekayasa Sungai dan
pembuatan tanggul dan krib serta renaturalisasi, konservasi DAS. Fakultas Teknik Universitas
yang juga harus dipadukan secara sinergi dengan Tadulako, Palu.
aspek nonfisik, sehingga tercapai suatu sistem
Anonim, 2007, Diktat Kuliah Rekayasa Hidrologi.
pengendalian dan penanganan masalah yang lebih
Fakultas Teknik Universitas Tadulako, Palu.
optimal. Sinergi antara penanganan fisik dapat
diwujudkan dengan pengendalian tata ruang. yang Anonim, 2007, BPS, Kabupaten Mamuju Utara
dilakukan berdasarkan daya dukung kawasan pada Dalam Angka
wilayah perencanaan, pemanfaatan lahan, serta
Hadi Sabari Yunus, 2007, Struktur Tata Ruang Kota
penegakan hukum terhadap ketentuan yang akan
diberlakukan terkait dengan pengendalian dan
128
Normalisasi Sungai Lariang Berdasarkan Aspek Guna Lahan
(Vera Wim Andiese dan Altim Setiawan)
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang
11A/PRT/M/2006 tentang Kriteria dan Berkelanjutan. Andi, Yogyakarta.
Penetapan Wilayah Sungai.
Triatmodjo B. 2008. Hidrologi Terapan. Beta
Soewarno. 1991. Hidrologi ; pengukuran dan Offset, Yogyakarta.
Pengolahan Data Aliran Sungai. Nova,
Wilson E.M., 1993, Hidrologi Teknik. ITB,
Bandung.
Bandung..
Soewarno. 1995. Hidrologi ; aplikasi metode
statistik untuk analisa data jilid 1. Nova,
Bandung.
Sri Harto Br. 1993, Analisis Hidrologi. PT.
Gramedia Pustaka Umum, Jakarta..
129