Anda di halaman 1dari 12

Perkembangan Sistem Reproduksi

Perkembangan genitalia terjadi pada masa gestasi 6 – 14 minggu. Sampai dengan masa
gestasi 6 minggu, primordial gonad bersifat indiferen atau bipotensial. Hingga usia 6 minggu
masa gestasi, embrio juga memiliki sepasang duktus Mulleri, duktus Wolfi dan bakal genitalia
eksternal maupun internal yang indiferen. Sekresi hormon androgen mulai terjadi pada masa
gestasi 7-8 minggu setelah testis terbentuk. Puncak sekresi testosteron terjadi antara masa gestasi
14-16 minggu. Hormon androgen selanjutnya akan menyempurnakan poses diferensiasi genitalia
eksterna dan interna.

Fase Determinasi

Fase ini merupakan langkah awal perkembangan sistem reproduksi. Setiap gangguan
pada fase ini sengan berpotensi menyebabkan gangguan perkembangan seksual. Sebagaimana
kita kenal, lak-laki mempunyai kromosom 46, XY sedangkan wanita 46,XX. Kromosom XY
atau XX ditentukan saat fertillisasi. Kromosom Y menduduki peran sentral dalam perkembangan
sistem reproduksi. Dari suatu penelitian dapat disimpulkan bahwa testislah yang berperan dalma
diferensiasi genitalia interna maupun eksterna.

Cikal bakal gonad adalah urogenital ridge yang berkembang dari mesoderm, yang terdiri
dari pronephros, mesonephros, dan metanephros. Ketiganya akan berkembang menjadi gonad,
ginjal, dan adrenal. Gonadal ridge terbentuk pada sisi ventromedial mesonephros pada masa
gestasi 10 hari. Pada stadium ini gonad bersifat indiferen atau bipotensial yang artinya dapat
berkembang menjadi testis atau ovarium.

Fase Diferensiasi

Fase ini bergantung kepada faktor hormonal. Hormon androgen yang disekresi testis pada
awalnya diatur oleh human chorionic gonadotropin (hCG) yang berasal dari plasenta. Pada
minggu 15 masa gestasi, pengaturan sekresi testosteron ini mulai diambil alih oleh jaras

1
hipotalamus-hipofisis janin dengan gonadotropinnya. Sekresi goonadotropin ini akna berkurang
hingga menjelang akhir gestasi.

Genitalia Interna

Proses diferensiasi genitalia interna terjadi sejak minggu ke 6 masa gestasi. Pada 46,XY
proses ini terjadi karena adanya testis yang menghasilkan hormon Mullerian Inhibiting
Substances (MIS) atau Mullerian Inhibiting Factor (MIF) dan testosteron. Pada janin pria,
diferensiasi genitalia interna berlangsung dengan terbentuknya sel Sertoli. Hormon MIS yang
dihasilkan oleh sel Sertoli akan merangsang sisi ipsilateral duktus Wolffi membentuk genitalia
interna yaitu vas deferens, vesikula seminalis, dan epididimis. Tidak lama setelah sel Sertoli
berfungsi, sel Leydig pada janin lelaki akan menghasilkan testosteron untuk menyempurnakan
perkembangan duktus Wolffi sisi ipsilateral gonad dan menekan perkembangan duktus Mulleri.
Apabila tidak ada testis maka duktus Wolffi akan regresi dan duktus Mulleri akan berkembang
menjadi genitalia interna wanita yaitu tuba fallopi, uterus dan 1/3 proksimal vagina.

2
Genitalia Eksterna

Sebelum terjadi diferensiasi genitalia eksterna maka baik janin laki-laki maupun
perempuan memiliki struktur embrional genitalia eksterna bipotensial yaitu sinus urogenitalis,
genital tubercle, genital fold, dan genital swelling. Ada tidaknya dehidrotestosteron (DHT)
mempengaruhi berkembangnya struktur embrional tersebut.

Struktur Embrional Lelaki Perempuan


Sinus urogenitalis Prostat Vagina 2/3 bawah
Genital tubercle Penis Klitoris
Genital folds Urethra dan phallus Labia Minor
Genital swelling Skrotum Labia Major

Antara minggu 9 hingga 12 masa gestasi, genitalia eksterna janin lelaki akan mengalami
virilisasi melalui DHT. Hormon DHT akan menyebabkan fusi lipatan labioskrotal sehingga
terbentuk skrotum. Hormon DHT akan menyempurnakan bentuk anatomi genitalia eksterna
antara minggu 12-14 masa gestasi. Apabila lipatan laboskrotal tidak mengalami fusi pada akhir
minggu ke 12, maka testosteron akan tetap menyebabkan pertumbuhan phallus tanpa
menyempurnakan fusi yang gagal tersebut. Pada trimester kehamilan testis akan desensus ke
skrotum.[2]

Androgen

Androgen adalah hormon steroid yang merangsang atau mengontrol perkembangan dan
pemeliharaan karakteristik laki-laki vertebra dengan mengikat reseptor androgen yang juga
merupakan pendukung aktivitas organ genitalia pria dan pertumbuhan karakteristik seks
sekunder laki-laki. Androgen pertama kali ditemukan pada tahun 1936.

3
Testis menyekresi beberapa hormon kelamin pria, yang secara keseluruhan disebut
androgen, meliputi testosteron, dihidrotestosteron, dan androstenedion. Testosteron jumlahnya
lebih banyak dari yang lainnya.

Istilah androgen berarti hormon steroid apapun yang memiliki efek maskulinisasi,
termasuk testosteron sendiri; androgen juga mencakup hormon kelamin pria yang dibentuk di
tempat lain selain testis. Contohnya, kelenjar adrenal menyekresi paling tidak lima hormon
androgen yang berbeda, walaupun aktivitas maskulinisasi total dari semua hormon ini normalnya
sangat kecil sehingga pada wanita sekalipun hormon-hormon tersebut tidak menyebabkan sifat
maskulinisasi, kecuali menyebabkan pertumbuhan rambut pubis dan aksila. Semua androgen
merupakan senyawa steroid. Baik dalam testis maupun dalam adrenal, androgen dapat dibentuk
baik dari kolesterol atau langsung dari asetil koenzim A.[6]

Androgen bekerjasama dengan reseptor androgen untuk mengahsilkan efek androgenik.


Langkah-langkah yang menggambarkan secara ringkas terbentuknya efek androgenik tersebut
adalah sebagai berikut.

1. Androgen memasuki sel


2. Androgen berikatan denganr reseptor androgen
3. Hormon androgen-reseptor aktif terfosforilasi
4. Hormon androgen-reseptorr bermigrasi ke inti sel
5. Androgen berikatan dengan DNA dan terjadi respon
6. Terjadi transkripsi gen

Dengan cara tersebut, androgen terikat dengan reseptor androgen untuk mengatur
ekspresi dari gen target dan menghasilkan efek androgenik.[3][5]

Fungsi Hormon Androgen

Androgen berfungsi sebagai hormon parakrin yang dibutuhkan sel sertoli untuk
mendukung produksi sperma. Peran lainnya adalah maskulinisasi pada janin laki-laki yang
sedang berkembang. Di bawah pengaruh androgen, duktus Wolffi berkembang menjadi
epididimis, vas deferens, dan vesikula seminalis. Peristiwa ini juga didukung oleh hormon dari

4
sel Sertoli yaitu MSI yang mencegah pembentukan organ reproduksi perempuan pada embrio
laki-laki.[6]

Sindroma Feminisasi Testikularis

Definisi dan Epidemiologi

Sindroma feminisasi testikularis, yang disebut juga Androgen Insensitivity Syndrome


(AIS) merupakan suatu kondisi yang menyebabkan ketidakmampuan dari sel untuk merespon
androgen, baik secara lengkap ataupun parsial. Ketidakpekaan sel terhadap hormon androgenik
dapat mengganggu atau mencegah maskulinisasi alat kelamin laki-laki pada janin yang sedang
berkembang, serta perkembangan karakteristik seksual sekunder pada masa pubertas. Dengan
[1]
demikian, ketidakpekaan androgen secara klinis hanya terjadi pada laki-laki secara genetik.
Insidensi penyakit ini antara 1:20000 hingga 1:64000.[2]

Etiologi

Sindroma Feminisasi Testikuler disebabkan oleh berbagai cacat genetik pada kromosom
X yang membuat tubuh tidak mampu merespon hormon yang bertanggung jawab untuk
munculnya organ laki-laki. Mutasi yang terjadi pada gen reseptor androgen yang terdiri dari
8exon, berlokasi pada kromosom X dekat sentromer Xq13 dan Xp 11.[2][7][8]

Klasifikasi

Androgen Insensitivity Syndrome dipecah menjadi tiga kelas berdasarkan fenotipnya.


Klasifikasi tersebut adalah Completed Androgen Insensitivity Syndrome, Parsial Androgen
Insensitivity Syndrome, dan Mild Androgen Insensitivity Syndrome.[1]

5
Pada Completed Androgen Insensitivity Syndrome fenotip adalah perempuan sempurna
sedangkan pada Parsial Androgen Insensitivity Syndrome terjadi genital ambigus yang
bervariasi. Sebagian besar CAIS akan terdiagnosis pada masa pubertas atau setelanya karena
keluhan amenore. Sebagian kecil CAIS terdiagnosis pada usia prapubertas karena adanya hernia
inguinalis atau femoralis. CAIS merupakan salah satu kelainan perkembangan seksual yang tidak
memperlihatkan genitalia yang ambigus.[2]

CAIS ditunjukkan ketika genitalia eksterna adalah wanita normal. MAIS ditunjukkan
ketika genitalia eksterna laki-laki normal. PAIS ditunjukkan ketika sebagian genitalia eksternal
tidak sepenuhnya termaskulinisasi.[3]

Tanda dan Gejala

Bentuk kegagalan virilisasi yang ekstrem pada CAIS menunjukkan laki-laki genetik
nampak sebagai wanita pada saat lahir dan karenanya diperlakukan sebagai wanita. Genitalia
6
eksternanya adalah wanita; vagina berakhir buntu pada suatu kantong, dan tidak ada uterus. Pada
sepertiga penderita ditemukan sisa tuba falopii unilateral atau bilateral. Testes biasanya intra
abdomen tetapi dapat turun ke dalam kanalis inguinalis; dan sebagian terdiri atas tubulus
seminiferous. Pada masa pubertas, ada perkembangan payudara normal, dan habitusnya adalah
wanita, tetapi menstruasi tidak terjadi dan tidak ada rambut seksual. Tinggi badan dewasa manita
ini sesuai dengan tinggi bada laki-laki normal walaupun ada pengaruh defisiensi androgen
kongenital yang berat. Orientasi psikologis penderita adalah sepenuhnya wanita. [4]

Rambut aksila gagal untuk berkembang dalam sepertiga kasus ini. Alat kelamin eksternal
normal meskipun labia dan klitoris kadang kurang berkembang. Sel sperma belum matanng
dalam testis karena dibutuhkan kepekaan terhadap androgen pada spermatogenesis. Struktur
Wolffian (epididimis, vas deferens, vesikula seminalis) biasanya tidak ada, namun akan
mengembang pada 30% kasus. Glandula prostat tidak bisa termaskulinisasi tanpa adanya
reseptor androgen yang berfungsi baik, dan dengan demikian tetap dalam bentuk perempuan.[1]

Pada PAIS, penderita menunjukkan beberapa tingkat maskulinisasi dan pada saat lahir
dapat mengalami pembesaran penis dan fusi labioskrotum. Vagina berakhir buntu dan tidak ada

7
uterus. Testes ada pada kanalis inguinalis atau pada lipatan labioscrotum. Pada pubertas, terjadi
perkembangan payudara dan pertumbuhan rambtu aksila serta pubis. [4]

[3]
Tanda lainnya adalah struktur Wolffian (epididimis, vas deferens, vesikula seminalis)
biasanya berkembang sebagian atau sepenuhnya. Glandula prostat biasanya kecil atau tidak
teraba. Impotensi cukup umum terjadi dengan derajat-derajjat tertentu. Anejakulasi tidak
tergantung pada impotensi karena dilaporkan beberapa pria masih bisa ejakulasi meskipun
[1]
impotensi. Saat lahir, sulit untuk menentukan penderita PAIS laki-laki atau perempuan,
meskipun sebagian besar PAIS dinyatakan sebagai laki-laki.

Individu dengan MAIS dilahirkan fenotip laki-laki, dengan genitalia yang


termaskulinisasi sempurna. MAIS didiagnosis ketika tingkat insensitivitas androgen pada
individu dengan 46,XY kariotipe cukup besar untuk merusak virilisasi atau spermatogenesis,
tetapi tidak cukup besar untuk merusak perkembangan alat kelamin normal laki-laki. MAIS
merupakan bentuk paling ringan dari AIS.

Contoh fenotipe MAIS meliputi oligospermia atau azoospermia, penurunan distribusi


rambut, dan suara bernada tinggi. Genitalia eksternal seperti penis, skrotum, dan uretra
dinyatakan normal. Genitalia internal seeperti epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, dan
prostat juga normal, walaupun kadang terdapat penurunan volume ejakulasi. [5]

8
Patofisiologi

Resistensi androgen pada embriogenesis mencegah maskulinisasi dari genitalia eksterna


dan diferensiasi duktus Wolffi. Sekresi hormon anti-Mullerian oleh sel-sel Seroli janin
menyebabkan regresi duktus Mulleri. Jadi, pasien yang terserang akan lahir dengan genitalia
eksterna wanita dan dengan suatu kantung vagina yang buntu. Pada pubertas, resistensi androgen
berakibat peningkatan sekresi LH yang diikuti peningkatan kadar testosteron dan estradiol.
Resistensi androgen yang dibarengi peningkatan sekresi estradiol menyebabkan perkembangan
ciri-ciri seksual sekunder wanita pubertas.

Gen reseptor androgen telah diketahui lokasinya pada kromosom X di antara Xq11 dan
Xq13. Gen ini terdiri dari depalan eksos, A-H. Testis penderita dewasa yang terkena
menghasilkan kadar testosteron dan DHT laki-laki normal. Tidak adanya perubahan pada
genitalia interna disebabkan hormon AMH tetap disekresi oleh testis sehingga duktus Wolffi
tetap berkembang dan duktus Mulleri mengalami reegresi. Kegagalan diferensiasi laki-laki
normal selama kehidupan janin menggambarkan respons yang kurang sempurna terhadap
androgen pada saat itu, tetapi tidak adanya duktus Mullerian menunjukkan produksi MIS normal.
Tidak adanya pengaruh androgenik disebabkan oleh tahanan yang kuat terhadap kerja testosteron
endogen atau eksogen pada tingkat seluler.[2][4]

Kelainannya mengikuti pewarisan resesif terkait-X, dan gen yang mengkode reseptor
androgen telah dilokalisasi pada Xq11-12. Wanita heterozigot adalah normal, tetapi sekitar 20%
mengalami keterlambatan menarkhe. Kebanyak penderita tidak memiliki atau hampir tidak
memiliki ikatan androgen, dan gennya memiliki mutasi titik pada ikatan-DNA atau domain
ikatan-hormon rangkaian reseptor.[4]

Diagnosis

1. Anamnesis dan Pemeriksaan Klinis


Anamnesis dilakukan untuk meperoleh informasi tentang kelainan yang dicurgai
penderita. Anak prapubertas dengan kelainan ini sering terdeteksi ketika massa inguinal
terbukti berupa testis atau bila testis secara tidak terduga ditemukan selama herniorrhafi

9
pada fenotip wanita. Pada bayi, peningkatan kadar gonadotropin akan menunjukkan
diagnosis. Pada orang dewasa, amenorrhea merupakan gejala yang biasa ada.[4]

2. Pemeriksaan Hormonal, dan Histologi


Kecurigaan adanya CAIS secara klinis adalah tidak adanya organ Mulleri, kadar
serum testosteron normal untuk usia pada perempuan pada kariotipe 46,XY. Rasio
testosteron terhadap androstenedion yang normal setelah uji hCG meningkatkan
probabilitas CAIS. Biopsi testis yang memperlihatkan jaringan normal sudah cukup
memadai untuk menegakkan diagnosis CAIS.[2]

3. Pemeriksaan Molekular
Hampir 86% dari penderita CAIS yang sudah tegak diagnosis klinisnya
memperlihatkan mutasi pada reseptor androgen. Pada penderita PAIS hanya 28% yang
menunjukkan hal tersebut.[2]

4. Adanya riwayat keluarga


Kelainannya mengikuti pewarisan resesif terkait kromosom X.[4]

Pemeriksaan Penunjang[8][9]

- Pemeriksaan hormonal: LH dan testosteron meningkat


- Pemeriksaan histologi
- Pemeriksaan molekuler
- Pemeriksaan USG: untuk menentukan ada tidaknya serviks dan uterus

Penatalaksanaan[1][2][4][8]

Terapi pasien-pasien dengan resistensi androgen berupa pernyataan dan penguatan


identitas kelamin wanita pada CAIS. Sedangkan pada PAIS harus diputuskan memilih individu
sebagai laki-laki atau perempuan.

10
- Terapi penggantian estrogen pada usia pubertas pada CAIS dan PAIS.
- Metode pelebaran non-bedah untuk mengatasi kasus vagina hipoplasia pada CAIS.
Dilatasi vagina ini tidak boleh dilakukan sebelum pubertas.
- Tidakan bedah gonadectomy pada CAIS untuk mengurangi resiko kanker. Testes harus
dihilangkan segera setelah ditemukan karena bis aberkembang jadi tumor. Jika
gonadectomy dilakukan lebih awal, digunakan dosis secara bertahap untuk meningkatkan
estrogen. Jika gonadectomy dilakukan lebih lambat, pubertas akna terjadi dengan
sendirinya karena aromatisasi testosteron menjadi estrogen.
- Neovaginoplasty pada CAIS, dilakukan hanya jika metode non-bedah gagal dilakukan.
- Genitoplasty pada PAIS
- Pemberian suplemen testosteron pada MAIS
- Dukungan psikososial

Komplikasi[3][4]

- Tumor maligna, seminoma, yang biasanya berkembang pada umur 50 tahun


- Hernia inguinalis
- Kanker prostat dan payudara

Prognosis[1]

Kondisi psikologis yang sangat ditantang pada kelainan ini karena kemungkinan
penderita akan mengalami kelainan fungsi seksual dan infertilitas. Akan tetapi dengan
pengobatan medis dan psikologis, wanita denngan CAIS dapat luas dengan fungsi seksualnya.
Pada penderita PAIS terdapat kemungkinan kelainan perilaku seperti homoseksualitas.

11
Daftar Pustaka

1. Hughes, Ievan A. dkk. 2012. Androgen Insensitivity Syndrome. Diunduh dari


http://dx.doi.org pada tanggal 17 Januari 2013
2. Tridjaja, Bambang dan Ananis S. Marzuki. 2010. Disorders of Sex Development dalam
Buku Ajar Endokrinologi Anak, Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
3. Galani dkk. 2008. Androgen Insensitivity Syndrome: Clinical Feature and Molekular
Disorders. Diunduh dari http://publmed.gov pada tanggal 17 Januari 2013
4. DiGeorge, Angelo M. 2006. Pseudohermafrodisme Laki-Laki dalam Nelson Ilmu
Kesehatan Anak, Edisi 15 Vol. 3. Jakarta: EGC
5. IA, Hughes dan Deeb A. 2006. Androgen Resistency. Diunduh dari http://publmed.gov
pada tanggal 17 Januari 2013
6. Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. 2008. Fungsi Reproduksi dan Hormonal Pria (dan
Funsi Kelenjar Pineal) dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: EGC
7. Winters, Richard dkk. 2003. NORD Guide to Rare Disorders.USA: Lippincott Williams
& Wilkins
8. Bertrand Isidor dkk. 2009. Familial Frameshift SRY Mutation Inherited from a Mosaic
Father with Testicular Dysgenesis Syndrom. di unduh dari http://jcem.endojournals.org
pada tanggal 17 januari 2013
9. Simanainen, Ulla.2009. Androgen sensitivity of prostate epithelium is enhanced by postnatal
androgen receptor inactivation. di unduh dari http://ajpendo.physiology.org pada tanggal 17
jauari 2013

12

Anda mungkin juga menyukai