Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakan

CHF (Congestive Heart Failure) merupakan salah satu masalah


kesehatan dalam system kardiovaskular, yang angka kejadiannya terus
meningkat. Menurut data dari WHO dilaporkan bahwa ada sekitar 3000
warga Amerika menderita CHF. Menurut American Heart Association (AHA)
tahun 2012 dilaporkan bahwa ada 5,7 juta penduduk Amerika Serikat yang
menderita gagal jantung (Padila, 2012).

Congestive Heart Failure dapat disebabkan oleh beberapa penyakit


seperti hipertensi, hipertiroid, anemia, Penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) dan kardiomiopati. Congestive Heart Failure sering disertai dengan
kondisi komorbiditas yang memerlukan intervensi spesifik. Komplikasi yang
sering terjadi adalah ischemic heart disease, valvular disease, aritmia,
arthritis, gout, disfungsi ginjal, anemia, dan diabetes (NHFA, 2011).

Penderita gagal jantung atau CHF di Indonesia pada tahun 2012


menurut data dari Departemen Kesehatan mencapai 14.449 jiwa penderita
yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Pada tahun 2012 di Jawa Tengah
terdapat 520 penderita CHF dan menjalani rawat inap Selain itu, penyakit
yang paling sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit adalah gagal
jantung (readmission), walaupun pengobatan dengan rawat jalan telah
diberikan secara optimal. Hal serupa juga dibenarkan oleh Rubeinstein (2007)
bahwa sekitar 44 % pasien Medicare yang dirawat dengan diagnosis CHF
akan dirawat kembali pada 6 bulan kemudian.
Penggunaan obat yang tidak rasional sering dijumpai dalam praktek
sehari-hari. Peresepan obat tanpa indikasi yang jelas, penentuan dosis, cara,
dan lama pemberian yang keliru, serta peresepan obat yang mahal merupakan
sebagian contoh dari ketidakrasionalan peresepan. Penggunaan suatu obat

1
dikatakan tidak rasional jika kemungkinan dampak negatif yang diterima oleh
pasien lebih besar dibanding manfaatnya (Binfar Kemenkes, 2011)

Pada umumnya CHF diderita lansia yang berusia lebih dari 50 tahun,
CHF merupakan alasan yang paling umum bagi lansia untuk dirawat di rumah
sakit ( usia 65 – 75 tahun mencapai persentase sekitar 75,2 % pasien yang
dirawat dengan CHF ). Resiko kematian yang diakibatkan oleh CHF adalah
sekitar 5-10 % per tahun pada kasus gagal jantung ringan, dan meningkat
menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Menurut penelitian, sebagian besar
lansia yang didiagnosis menderita CHF tidak dapat hidup lebih dari 5 tahun
(Kowalak, 2011).

Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular


(PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global,
regional, nasional maupun lokal. Salah satu jenis penyakit metabolik yang
selalu mengalami peningkatan penderita setiap tahun di negara-negara
seluruh dunia. Diabetes merupakan serangkaian gangguan metabolik
menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin, sehingga
menyebabkan kekurangan insulin baik absolut maupun relatif, akibatnya
terjadi peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (Infodatin, 2014;
Sarwono, dkk, 2007).

World Health Organization (WHO) memprediksi adanya peningkatan


jumlah diabetisi (penderita diabetes) yang cukup besar dari 8,4 juta jiwa pada
tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030 dengan
pertumbuhan sebesar 152% (WHO, 2006).

Diabetes yang tidak terkontrol, mengacu pada kadar glukosa yang


melebihi batasan target dan mengakibatkan dampak jangka pendek langsung
(dehidrasi, penurunan BB, penglihatan buram, rasa lapar) serta jangka
panjang (kerusakan pembuluh darah mikro dan makro (Mikail, 2012).
Menurut PERKENI (2006), terdapat banyak faktor yang berpengaruh

2
terhadap kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 diantaranya, riwayat keluarga
dengan diabetes, umur, riwayat lahir dengan berat badan rendah (<2,5 kg).
Serta terdapat faktor yang meningkatkan risiko penyakit Diabetes Mellitus
yakni berat badan lebih, kurangnya aktivitas fisik atau gaya hidup, pola
makan, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat dan stress.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Pada akhir praktek mampu melaksanakan manajemen asuhan gizi
klinik pada pasien di rumah sakit yang meliputi pengkajian gizi pasien,
Diagnosa gizi, Intervensi gizi, Monitoring dan evaluasi gizi.
2. Tujuan Khusus
Peserta didik mampu :
a. Melaksanakan/mengetahui Manajemen Asuhan Gizi Klinik kepada
pasien dewasa di ruang rawat inap Rumah Sakit Tentara dengan
penyakit CHF + DM
b. Mengetahui penkajian gizi
c. Mengetahui diagnosis gizi
d. Mengetahui intervensi gizi
e. Mengetahui monitoring dan evaluasi gizi

C. Manfaat
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan perbaikan pelayanan gizi serta adanya
pemantauan intensif khususnya yang berhubungan dengan gizi pasien.

2. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh untuk
mendapatkan pengalaman kerja sebagai ahli gizi rumah sakit.

3
D. Kegiatan
1. Pengkajian data gizi di RST TK II dr.Soepraoen ruang seruni Bed 14.
2. Diagnosis Gizi (Anamnese gizi) di RST TK II dr.Soepraoen ruang seruni
kamar 14
3. Intervensi gizi di RST TK II dr.Soepraoen ruang Seuni Bed 14.
4. Monitoring dan evaluasi gizi di RST TK II dr.Soepraoen ruang seruni
kamar 14.
E. Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan pengajian direncanakan akan berlangsung selama 3 hari
pada tanggal 02 Mei 2018 s.d. 07 Mei 2018.
F. Lokasi
Lokasi praktek di Rumah Sakit Tentara Tk. II Dr. Soepraon Malang.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang CHF (Gagal Jantung Kongestif)


1. Definisi
Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF)
merupakan kondisi dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk
mengantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak cukup untuk
memenuhi keperluan-keperluan tubuh. (Andra Saferi, 2013).
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap oksigen dan nutrien.
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya
hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.
Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi
gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.

2. Etiologi CHF
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner,
hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.

b. Aterosklerosis koroner

Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran


darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung)
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan

5
penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.4
d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.4
e. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi
darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis
AV), peningkatan mendadak afterload.
f. Faktor sistemik

Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan


dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal:
demam), hipoksia dan anemia diperlukan peningkatan curah jantung
untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia
juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat
menurunkan kontraktilitas jantung.

3. Pathofisiologi

CHF berawal dari disfungsi jantung kiri yang disebabkan beban


tekanan berlebihan sehingga kebutuhan metabolik meningkat. Peningkatan
kebutuhan metabolik menyebabkan volume overload yang abnormal pada
jantung, cardiac output menurun sehingga menyebabkan beban pada
atrium karena tekanan meningkat. Hal ini menyebabkan hambatan vena

6
pulmonari yang kemudian membuat bendungan pada paru-paru dan
mengakibatkan edema paru. Beban ventrikel kanan (V.Ka) bertambah
menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan (V.Ka) sehingga mengakibatkan
gagal jantung kanan. Gagal jantung kanan dan kiri ini disebut dengan
CHF.
Ketika jantung mulai gagal, tubuh mengaktifkan beberapa
kompleks mekanisme kompensasi dalam upaya untuk mempertahankan
Cardiac output dan oksigenasi organ vital. Hal ini termasuk peningkatan
simpatik, aktivasi Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS), natrium
dan retensi air dan neurohormonal adaptasi, yang menyebabkan jantung
remodeling (dilatasi ventrikular, hipertrofi jantung dan perubahan bentuk
lumen ventrikel kiri (Dipiro, 2015).

4. Klasifikasi
Berdasarkan American Heart Association (Yancy et al., 2013),
klasifikasi dari gagal jantung kongestif yaitu sebagai berikut :
a. Stage A
Stage A merupakan klasifikasi dimana pasien mempunyai resiko
tinggi, tetapi belum ditemukannya kerusakan struktural pada jantung
serta tanpa adanya tanda dan gejala (symptom) dari gagal jantung
tersebut. Pasien yang didiagnosa gagal jantung stage A umumnya
terjadi pada pasien dengan hipertensi, penyakit jantung koroner,
diabetes melitus, atau pasien yang mengalami keracunan pada
jantungnya (cardiotoxins).
b. Stage B
Pasien dikatakan mengalami gagal jantung stage B apabila ditemukan
adanya kerusakan struktural pada jantung tetapi tanpa menunjukkan
tanda dan gejala dari gagal jantung tersebut. Stage B pada umumnya
ditemukan pada pasien dengan infark miokard, disfungsi sistolik pada
ventrikel kiri ataupun penyakit valvular asimptomatik.

7
c. Stage C
Stage C menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan struktural pada
jantung bersamaan dengan munculnya gejala sesaat ataupun setelah
terjadi kerusakan. Gejala yang timbul dapat berupa nafas pendek,
lemah, tidak dapat melakukan aktivitas berat.
d. Stage D
Pasien dengan stage D adalah pasien yang membutuhkan penanganan
ataupun intervensi khusus dan gejala dapat timbul bahkan pada saat
keadaan istirahat, serta pasien yang perlu dimonitoring secara ketat.

The New York Heart Association (Yancy et al., 2013)


mengklasifikasikan gagal jantung dalam empat kelas, meliputi :
1) Kelas I
Aktivitas fisik tidak dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal
tidak menyebabkan dyspnea, kelelahan, atau palpitasi.
2) Kelas II
Aktivitas fisik sedikit dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal
menyebabkan kelelahan, dyspnea, palpitasi, serta angina pektoris (mild
CHF).
3) Kelas III
Aktivitas fisik sangat dibatasi, melakukan aktivitas fisik sedikit saja
mampu menimbulkan gejala yang berat (moderate CHF).
4) Kelas IV
Pasien dengan diagnosa kelas IV tidak dapat melakukan aktivitas fisik
apapun, bahkan dalam keadaan istirahat mampu menimbulkan gejala
yang berat (severe CHF).

Klasifikasi gagal jantung baik klasifikasi menurut AHA maupun


NYHA memiliki perbedaan yang tidak signifikan. Klasifikasi menurut
AHA berfokus pada faktor resiko dan abnormalitas struktural jantung,
sedangkan klasifikasi menurut NYHA berfokus pada pembatasan aktivitas
dan gejala yang ditimbulkan yang pada akhirnya kedua macam klasifikasi
ini menentukan seberapa berat gagal jantung yang dialami oleh pasien.

8
5. Tanda dan Gejala CHF
Tanda serta gejala penyakit gagal jantung dapat dibedakan
berdasarkan bagian mana dari jantung itu yang mengalami gangguan
pemompaan darah, lebih jelasnya sebagai berikut :
a. Gagal jantung sebelah kiri ; menyebabkan pengumpulan cairan di
dalam paru-paru (edema pulmoner), yang menyebabkan sesak napas
yang hebat. Pada awalnya sesak napas hanya dirasakan saat seseorang
melakukan aktivitas, tetapi sejalan dengan memburuknya penyakit
maka sesak napas juga akan timbul pada saat penderita tidak
melakukan aktivitas. Sedangkan tanda lainnya adalah cepat letih
(fatigue), gelisah/cemas (anxity), detak jantung cepat (tachycardia),
batuk-batuk serta irama detak jantung tidak teratur (arrhythmia).
b. Sedangkan Gagal jantung sebelah kanan ; cenderung mengakibatkan
pengumpulan darah yang mengalir ke bagian kanan jantung, sehingga
hal ini menyebabkan pembengkakan di kaki, pergelangan kaki,
tungkai, perut (ascites) dan hati (hepatomegaly). Tanda lainnya adalah
mual dan muntah, keletihan, detak jantung cepat serta sering buang air
kecil di malam hari (Nocturia).
6. Tatalaksana Terapi CHF
Penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung (Sani, A., 2007) meliputi :
a. Farmakologi
1) Diuretik: untuk mengurangi penimbunan cairan dan pembengkakan
2) Penghambat ace (ace inhibitors): untuk menurunkan tekanan darah
dan mengurangi beban kerja jantung
3) Penyekat beta (beta blockers): untuk mengurangi denyut jantung
dan menurunkan tekanan darah agar beban jantung berkurang
4) Digoksin: memperkuat denyut dan daya pompa jantung
5) Terapi nitrat dan vasodilator koroner: menyebabkan vasodilatasi
perifer dan penurunan konsumsi oksigen miokard.
6) Digitalis: memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan
kekuatan kontraksi, peningkatan efisiensi jantung. saat curah

9
jantung meningkat, volume cairan lebih besar dikirim ke ginjal
untuk filtrasi dan ekskresi dan volume intravascular menurun.
7) Inotropik positif: Dobutamin adalah obat simpatomimetik dengan
kerja beta 1 adrenergik. Efek beta 1 meningkatkan kekuatan
kontraksi miokardium (efek inotropik positif) dan meningkatkan
denyut jantung (efek kronotropik positif).
8) Sedatif: Pemberian sedatif untuk mengurangi kegelisahan bertujuan
mengistirahatkan dan memberi relaksasi pada klien
b. Non Farmakologi
Penatalaksanaan gagal jantung kongestif dengan tujuan :
1) Untuk menurunkan kerja jantung
2) Untuk meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard
3) Untuk menurunkan retensi garam dan air.
a) Tirah baring
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga
cadangan jantung dan menurunkan tekanan darah dengan
menurunkan volume intra vaskuler melalui induksi diuresis
berbaring
b) Oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan
membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
c) Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung
minimal. Selain itu pembatasan natrium ditujukan untuk
mencegah, mengatur, atau mengurangi edema.
d) Revaskularisasi koroner
e) Transplantasi jantung
f) Kardiomioplasti

10
B. Tinjauan Tentang Diabetes Mellitus
1. Definisi
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Henderina, 2010). Menurut
PERKENI (2011) seseorang dapat didiagnosa diabetes melitus apabila
mempunyai gejala klasik diabetes melitus seperti poliuria, polidipsi dan
polifagi disertai dengan kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl dan gula
darah puasa ≥126 mg/dl.
2. Etiologi
Kombinasi antara faktor genetik, faktor lingkungan, resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin merupakan penyebab DM tipe 2.
Faktor lingkungan yang berpengaruh seperti obesitas, kurangnya aktivitas
fisik, stres, dan pertambahan umur (KAKU, 2010). Faktor risiko juga
berpengaruh terhadap terjadinya DM tipe 2.
Beberapa faktor risiko diabetes melitus tipe 2 antara lain berusia ≥
40 tahun, memiliki riwayat prediabetes (A1C 6,0 % - 6,4 % ),
memiliki riwayat diabetes melitus gestasional, memiliki riwayat penyakit
vaskuler, timbulnya kerusakan organ karena adanya komplikasi,
penggunaan obat seperti glukokortikoid, dan dipicu oleh penyakit seperti
HIV serta populasi yang berisiko tinggi terkena diabetes melitus seperti
penduduk Aborigin, Afrika, dan Asia (Ekoe et al., 2013).
Klasifikasi etiologi diabetes melitus adalah sebagai berikut
(Perkeni, 2011):
a. Tipe 1 (destruksi sel β).
b. Tipe 2 (dominan resistensi insulin, defisiensi insulin relatif, dan
disertai resistensi insulin).
c. Diabetes tipe lain,yaitu:
1) Defek genetik fungsi sel β.
2) Defek genetik kerja insulin.
3) Penyakit eksokrin pankreas.
4) Endokrinopati.

11
5) Pengaruh obat.
6) Infeksi.
7) Imunologi.
8) Sindrom genetik lain seperti sindrom down.
d. Diabetes melitus gestasional
3. Pathofisiologi

a) Patofisiologi Diabetes Tipe

Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel


yang memproduksi insulin beta pankreas (ADA, 2014). Kondisi tersebut
merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan ditemukannya anti
insulin atau antibodi sel anti-islet dalam darah (WHO, 2014). National
Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) tahun
2014 menyatakan bahwa autoimun menyebabkan infiltrasi limfositik dan
kehancuran islet pankreas. Kehancuran memakan waktu tetapi timbulnya
penyakit ini cepat dan dapat terjadi selama beberapa hari sampai minggu.
Akhirnya, insulin yang dibutuhkan tubuh tidak dapat terpenuhi karena
adanya kekurangan sel beta pankreas yang berfungsi memproduksi
insulin. Oleh karena itu, diabetes tipe 1 membutuhkan terapi insulin, dan
tidak akan merespon insulin yang menggunakan obat oral.

b) Patofisiologi diabetes tipe 2


Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak mutlak.
Ini berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel beta atau
defisiensi insulin resistensi insulin perifer (ADA, 2014). Resistensi insulin
perifer berarti terjadi kerusakan pada reseptor-reseptor insulin sehingga
menyebabkan insulin menjadi kurang efektif mengantar pesan-pesan
biokimia menuju sel-sel (CDA, 2013). Dalam kebanyakan kasus diabetes
tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk merangsang pelepasan insulin yang
memadai, maka pemberian obat melalui suntikan dapat menjadi alternatif.

12
c) Patofisiologi diabetes gestasional

Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon antagonis insulin yang


berlebihan saat kehamilan. Hal ini menyebabkan keadaan resistensi
insulin dan glukosa tinggi pada ibu yang terkait dengan kemungkinan
adanya reseptor insulin yang rusak (NIDDK, 2014 dan ADA, 2014).

4. Klasifikasi

a) Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi karena
kerusakan sel β (beta) (WHO, 2014). Canadian Diabetes Association
(CDA) 2013 juga menambahkan bahwa rusaknya sel β pankreas diduga
karena proses autoimun, namun hal ini juga tidak diketahui secara pasti.
Diabetes tipe 1 rentan terhadap ketoasidosis, memiliki insidensi lebih
sedikit dibandingkan diabetes tipe 2, akan meningkat setiap tahun baik di
negara maju maupun di negara berkembang (IDF, 2014).
b) Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2014).
Seringkali diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu
setelah komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari
penderita DM di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari
memburuknya faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan kurangnya
aktivitas fisik (WHO, 2014).
c) Diabetes gestational
Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis
selama kehamilan (ADA, 2014) dengan ditandai dengan hiperglikemia
(kadar glukosa darah di atas normal) (CDA, 2013 dan WHO, 2014).
Wanita dengan diabetes gestational memiliki peningkatan risiko
komplikasi selama kehamilan dan saat melahirkan, serta memiliki risiko
diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di masa depan (IDF, 2014).
d) Tipe diabetes lainnya
Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi karena
adanya kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan mutasi
gen serta mengganggu sel beta pankreas, sehingga mengakibatkan

13
kegagalan dalam menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan
kebutuhan tubuh. Sindrom hormonal yangdapat mengganggu sekresi dan
menghambat kerja insulin yaitu sindrom chusing, akromegali dan sindrom
genetik (ADA, 2015).

5. Tanda dan Gejala


Menurut NHFA (2011) gejala yang dapat terjadi pada pasien dengan CHF
sebagai berikut :
a. Sesak nafas saat beraktifitas muncul pada sebagian besar pasien,
awalnya sesak dengan aktifitas berat, tetapi kemudian berkembang
pada tingkat berjalan dan akhirnya saat istirahat.
b. Ortopnea, pasien menopang diri dengan sejumlah bantal untuk tidur.
Hal ini menunjukkan bahwa gejala lebih cenderung disebabkan oleh
CHF, tetapi terjadi pada tahap berikutnya
c. Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND) juga menunjukkan bahwa gejala
lebih cenderung disebabkan oleh CHF, tetapi sebagian besar pasien
dengan CHF tidak memiliki PND.
d. Batuk kering dapat terjadi, terutama pada malam hari. Pasien
mendapatkan kesalahan terapi untuk asma, bronkitis atau batuk yang
diinduksi ACEi.
e. Kelelahan dan kelemahan mungkin jelas terlihat, tetapi umum pada
kondisi yang lain.
f. Pusing atau palpitasi dapat menginduksi aritmia.

6. Komplikasi Diabetes Melitus


Komplikasi akan mempengaruhi berbagai organ dan sering terjadi
pada pasien DM tipe 2 karena tingginya kadar glukosa dalam darah.
Komplikasi DM tipe 2 ada yang bersifat akut dan kronis. Diabetes
ketoasidosis, hiperosmolar non ketotik, dan hipoglikemia merupakan
komplikasi akut, sedangkan komplikasi kronis yang bersifat menahun,
yaitu (Audehm et al., 2014 dan Perkeni, 2011):

14
a. Makroangiopati, ditandai dengan komplikasi pada pembuluh darah
besar seperti otak dan jantung. Selain itu, sering terjadi penyakit arteri
perifer.
b. Mikroangiopati, ditandai dengan komplikasi pada pembuluh darah
kecil. Terdapat 2 bentuk komplikasi mikroangiopati, yaitu:
1) Retinopati, yaitu gangguan penglihatan bahkan sampai kebutaan
pada retina mata. Selain itu, gangguan lainnya seperti kebutaan,
makulopati (meningkatnya cairan di bagian tengah retina), katarak,
dan kesalahan bias (adanya perubahan ketajaman lensa mata yang
dipengaruhi oleh konsentrasi glukosa dalam darah) (Perkeni,
2011).
2) Nefropati diabetik, yaitu komplikasi yang ditandai dengan
kerusakan ginjal sehingga racun didalam tubuh tidak bisa
dikeluarkan dan proteinuria (terdapat protein pada urin) (Ndraha,
2014).
c. Neuropati, yaitu komplikasi yang sering terjadi pada pasien DM tipe 2
yang ditandai dengan hilangnya sensasi distal dan berisiko tinggi
mengalami amputasi. Selain itu, sering dirasakan nyeri pada malam
hari, bergetar dan kaki terasa terbakar (Perkeni, 2011). Penyempitan
pembuluh darah pada jantung merupakan ciri dari penyakit pembuluh
darah perifer yang diikuti dengan neuropati (Ndraha, 2014).

C. Penatalaksanaan Diet
1. Penatalaksanaan diet Pasien DM
Kepatuhan pada pasien terhadap prinsip gizi dan perencanaan
makan merupakan salah satu kendala pada pelayanan diebetes, terapi gizi
merupakan komponen utama keberhasilan penatalaksanaan diabetes.
Berdasarkan rekomendasiThe American Diabetes Association (ADA) 2003
Terapi gizi medis memerlukan pendekatan tim yang terdiri dari dokter,
dietisien, perawat dan petugas kesehatan lain serta pasien itu sendiri untuk
meningkatkan kemampuan setiap pasien dalam mencapai kontrol
metabolik yang baik.

15
Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia yang telah
disusun oleh PERKENI terakhir tahun 2006 yang mengadop dari ADA (
American Dietetic Assosiation) antara lain memberikan pedoman tentang
perhitungan kebutuhan gizi orang dengan diabetes dan anjuran penggunaan
Daftar Bahan Makanan Penukar dalam penyuluhan perencanaan makan
orang dengan diabetes. Pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus meliputi :
1) Edukasi, 2) Terapi Gizi Medis, 3) Latihan jasmani, 4) Intervensi
farmakologi. Terapi Gizi Medis merupakan bagian dari
penatalaksanaandiabetes secara total. Salah satu keberhasilan terapi gizi
medis, adalah adanya keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim
(dokter , ahli gizi, petugas kesehatan lain dan pasien itu sendiri).
Pengelolaan diet pada penderita diabetes melitus sangat penting.
Tujuan dari pengelolaan diet ini adalah untuk membantu penderita
memperbaiki gizi dan untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih
baik yaitu ditunjukkan pada pengendalian glukosa, lipid dan tekanan darah.
Penatalaksanaan diet bagi penderita diabetes melitus tipe 2 ini merupakan
bagian dari penatalaksanaan diabetes melitus secara total.
Menurut Smeltzer et al; (2008) yang mengutip dari ADA (2008)
bahwa perencanaan makan pada penderita diabetes melitus meliputi :
1. Memenuhi kebutuhan energi pada penderita diabetes melitus
2. Terpenuhinya nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan
seperti vitamin dan mineral,
3. Mencapai dan memelihara berat badan yang stabil,
4. Menghindari makan-makanan yang mengandung lemak, karena pada
pasien diabetes melitus jika serum lipid menurun maka resiko
komplikasi penyakit makrovaskuler akan menurun,
5. Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi
komplikasi yang dapat ditimbulkan dari diabetes mellitus.
Standar dan prinsip diet diabetes melitus tipe 2 menurut Waspadji,
dkk (2010), standar diet diabetes melitus diberikan pada penderita diabetes
melitus atau pasien sehat yang bukan penderita diabetes melitus sesuai
kebutuhannya. Terdapat 8 jenis standar diet menurut kandungan energi,

16
yaitu diet diabetes melitus 1100, 1300, 1500, 1700, 1900, 2100, 2300, dan
2500 kalori. Secara umum, standar diet 1100 kalori sampai dengan 1500
kalori untuk pasien diabetes yang gemuk. Diet 1700 sampai dengan 1900
kalori untuk pasien diabetes dengan berat badan normal. Sedangkan diet
2100 sampai dengan 2500 kalori untuk pasien diabetes kurus (Waspadji et
al., 2010).
Penatalaksanaan diet ini meliputi 3 (tiga) hal utama yang harus
diketahui dan dilaksanakan oleh penderita diabetes melitus, yaitu jumlah
makanan, jenis makanan, dan jadwal makan (Perkeni, 2011).
Penatalaksanaan diet pada penderita diabetes melitus tipe 2 berfokus pada
pembatasan jumlah energi, karbohidrat, lemak jenuh dan natrium (ADA,
2011). Perencanaan makan pada penderita diabetes melitus tipe 2 yang
paling penting adalah kebutuhan kalori, dengan prinsip tidak ada diet
khusus diabetes dan tidak ada bahan makanan yang tidak boleh
dikonsumsi. Makanan dianjurkan seimbang dengan komposisi energi dari
karbohidrat 45 – 65 %, protein 10 – 15 %, dan lemak 20 – 25 % (Depkes,
2008).
a. Jumlah Makanan
Jumlah makanan yang diberikan disesuaikan dengan status gizi
penderita diabetes melitus, bukan berdasarkan tinggi rendahnya gula
darah. Penentuan jumlah kalori pada seorang penderita diabetes melitus
yaitu dengan menggunakan berat badan ideal untuk mengetahui jumlah
kalori basal klien. Pramono (2011) menyatakan bahwa jumlah kalori
yang dikonsumsi oleh penderita diabetes melitus dalam sehari terbagi
dalam 3 besar dan 3 kecil, dengan ketentuan sarapan pagi 20% dari
jumlah kalori, cemilan diantara sarapan pagi dan makan siang 10%
makan siang dari jumlah kalori, makan siang 25% dari jumlah kalori,
cemilan diantara makan siang dan makan malam 10% dari jumlah
kalori, makan malam 25% dari jumlah kalori dan cemilan sebelum
tidur 10% dari jumlah kalori.

17
BB ideal = (TB dalam cm – 100) – 10% kg

Pada laki-laki yang tingginya < 160 cm atau perempuan yang


tingginya 150 cm, berlaku rumus :
BB ideal = (TB dalam cm – 100) x 1 kg
Untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penderita diabetes
melitus dengan memperhatikan faktor – faktor sebagai berikut
(Perkeni, 2011) :
1) Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori antara pria dan wanita berbeda. Wanita
membutuhkan kalori sekitar 25 kal/kgBB, sedangkan pria
membutuhkan kalori sebesar 30 kal/kgBB
2) Umur
Pengurangan energi dilakukan bagi pasien yang berusia > 40 tahun
dengan ketentuan : usia 40 – 59 tahun, kebutuhan energi dikurangi
5%; usia 60 – 69 tahun, kebutuhan energi dikurangi 10%, dan jika
usia > 70 tahun, kebutuhan energi dikurangi 20%.
3) Aktivitas Fisik / Pekerjaan
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan kategori aktifitas
fisik sebagai berikut :
a) Keadaan istirahat : ditambah 10% dari kalori basal
b) Aktivitas ringan : pegawai kantor, pegawai toko, guru, ahli
c) hukum, ibu rumah tangga, dan lain-lain kebutuhan energi
d) ditambah 20% dari kebutuhan energi basal.
e) Aktivitas sedang : pegawai di industri ringan, mahasiswa,
f) militer yang sedang tidak berperang, kebutuhan dinaikkan 30%
g) dari energi basal.
h) Aktivitas berat : petani, buruh, militer dalam keadaan latihan,
i) penari, atlet, kebutuhan ditambah 40% dari energi basal
j) Aktivitas sangat berat : tukang becak, tukang gali, pandai besi,
k) kebutuhan harus ditambah 50% dari energi basal

18
4) Berat Badan (BB)
Bila berat badan lebih, maka energi dikurangi 10%; bila gemuk,
energi dikurangi sekitar 20% bergantung kepada tingkat
kegemukan. Bila kurus, energi ditambah sekitar sekitar 20% sesuai
dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan
penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit
1000 – 1200 kkal perhari untuk perempuan dan 1200 – 1600 kkal
perhari untuk laki-laki. Cara lain untuk menghitung kebutuhan
energi secara perhitungan kasar dengan mempertimbangkan status
gizi dan aktivitas (Sukardji, 2009), yaitu :

Tabel 2.2 Perhitungan Kasar Kebutuhan Energi Penderita DM

Kalori/kgBB Ideal Kerja Berat


Status Gizi
Kerja santai Kerja sedang Kerja berat
Gemuk 25 30 35
Normal 30 35 40
Kurus 35 40 40-50
Sumber : Sukardji (2009). Penatalaksanaan Gizi pada DM dalam :
Penatalaksanaan DM terpadu Edisi 2

Makanan dianjurkan seimbang dengan komposisi energi dari


karbohidrat 45 – 65%, protein 10 – 15% dan lemak 20 – 25%. Tidak
ada makanan yang dilarang hanya dibatasi sesuai kebutuhan
kalori/tidak berlebih, menu sama dengan menu keluarga, teratur
dalam jadwal, jumlah dan jenis makanan. Prinsip pembagian porsi
makanan sehari-hari disarankan terbagi dalam 3 besar dan 3 kecil
(makan pagi – makan selingan pagi, makan siang – makan selingan
siang, makan malam – makan selingan malam (Depkes, 2008).

19
b. Jenis makanan
Pasien dengan diabetes melitus harus mengetahui dan
memahami jenis makanan apa yang boleh dimakan secara bebas,
makanan yang mana yang harus dibatasi dan makanan apa yang harus
dibatasi secara ketat (Waspadji, 2007). Makanan yang perlu dihindari
adalah makanan yang mengandung banyak karbohidrat sederhana,
makanan yang mengandung banyak kolesterol, lemak trans, dan lemak
jenuh serta tinggi natrium (ADA, 2010). Makanan yang diperbolehkan
adalah sumber karbohidrat kompleks, makanan tinggi serat larut air,
dan makanan yang diolah dengan sedikit minyak. Penggunaan gula
murni diperbolehkan hanya sebatas sebagai bumbu (Waspadji et al.,
2010).
Makanan yang mengandung karbohidrat mudah diserap seperti
sirup, gula, dan sari buah harus dihindari. Sayuran dengan kandungan
karbohidrat tinggi seperti buncis, kacang panjang, wortel, kacang
kapri, daun singkong, bit dan bayam harus dibatasi tidak boleh dalam
jumlah banyak. Buah-buahan berkalori tinggi seperti nanas, anggur,
mangga, sirsak, pisang, alpukat, dan sawo sebaiknya dibatasi. Sayuran
yang bebas dikonsumsi adalah sayuran dengan kandungan kalori
rendah seperti oyong, ketimun, labu air, labu siam, lobak, selada air,
jamur kuping, dan tomat.
Makanan yang perlu dihindari yaitu makanan yang mengandung
banyak kolesterol, lemak trans, dan lemak jenuh serta tinggi natrium
(Waspadji et al., 2010). Selain itu, Perkeni (2011) menyebutkan bahwa
pasien diabetes harus membatasi makanan dari jenis gula, minyak dan
garam. Banyak penderita diabetes melitus tipe 2 mengeluh karena
makanan yang tercantum dalam daftar menu diet kurang bervariasi
sehingga sering terasa membosankan. Untuk itu, agar ada variasi dan
tidak menimbulkan kebosanan, dapat diganti dengan makanan
penukar, kandungan zat gizinya harus sama dengan makanan yang
digantikannya (Suyono, 2009).

20
1) Jenis bahan makanan yang dianjurkan :
 Sumber protein hewani : daging kurus, ayam tanpa kulit, ikan
dan putih telur.
 Sumber protein nabati : tempe, tahu, kacang-kacangan, (kacang
ijo, kacang merah, kacang kedele).
 Sayuran yang bebas dikonsumsi (sayuran A) : oyong, ketimun,
labu air, lobak, selada air, jamur kuping dan tomat.
 Buah – buahan : jeruk siam, apel, pepaya, melon, jambu air,
salak, semangka, belimbing.
 Susu rendah lemak atau susu skim.
2) Jenis bahan makanan yang diperbolehkan tetapi dibatasi, yaitu :
 Sumber karbohidrat kompleks : padi-padian (beras, jagung,
gandum), umbi-umbian (singkong, ubi jalar, kentang), dan
sagu.
 Sayuran tinggi karbohidrat : buncis, kacang panjang, wortel,
kacang kapri, daun singkong, bit, bayam, daun katuk, daun
pepaya, melinjo, nangka muda dan tauge.
 Buah – buahan tinggi kalori : nanas, anggur, mangga, sirsak,
pisang, alpukat, sawo.
3) Jenis bahan makanan yang harus dihindari :
 Sumber karbohidrat sederhana : gula pasir, gula jawa, gula batu,
madu, sirup, cake, permen, minuman ringan, selai, dan lain-
lain.
 Makanan mengandung asam lemak jenuh : mentega, santan,
kelapa, keju krim, minyak kelapa dan minyak kelapa sawit.
 Makanan mengandung lemak trans : margarin.
 Makanan mengandung kolesterol tinggi : kuning telur, jeroan,
lemak daging, otak, durian, susu full cream.
 Makanan mengandung natrium tinggi: makanan berpengawet,
ikan asin, telur asin, abon, kecap.

21
c. Jadwal Makan
Pada penderita diabetes melitus, pengaturan jadwal makan juga penting
karena berkaitan dengan kadar glukosa darah (ADA, 2010). Penderita
diabetes melitus makan sesuai jadwal, yaitu 3 kali makan utama, 3 kali
makan selingan dengan interval waktu 3 jam. Perbandingan proporsi
dan jadwal makan yang digunakan oleh penderita diabetes melitus
dapat dilihat pada tabel berikut ini (Rafani, 2012; Waspadji, 2007) :

Tabel 2.3 Perbandingan Proporsi dan Jadwal Makan pada Pasien DM


Jadwal makan Proporsi / total Waktu
kalor
Makan pagi 20% 07.00
Selingan I 10% 10.00
Makan siang 25% 13.00
Selingan II 10% 16.00
Makan malam 25% 19.00
Selingan III 10% 21.00
Sumber : (Rafani, 2012; Waspadji, 2007).

Komposisi zat gizi yang direkomendasikan untuk penderita


diabetes melitus adalah sebagai berikut (Perkeni, 2006) :

 Karbohidrat
Menurut Perkeni (2011), karbohidrat yang dianjurkan bagi penderita
diabetes melitus di Indonesia sebesar 45 – 65% total asupan energi.
Pembatasan karbohidrat total < 130 gr/hari tidak dianjurkan, makanan
harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi. Gula
dalam bumbu diperbolehkan sehingga penderita diabetes dapat makan
sama dengan makanan keluarga yang lain, sukrosa tidak boleh lebih
dari 5% total asupan energi, pemanis alternatif dapat digunakan sebagai
pengganti gula, asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian
(Accepted Daily Intake), makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan
asupan karbohidrat dalam sehari.

22
 Serat
Seperti halnya masyarakat umum penderita diabetes dianjurkan
mengkonsumsi cukup serat dan kacang – kacangan, buah dan sayuran
serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung
vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
Anjuran konsumsi serat adalah ± 25gr/1000 kkal/hari (Perkeni, 2011).
 Kebutuhan Protein
Protein dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.
Sumber protein yang baik adalah seafood, daging lemak, ayam tanpa
kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe.
Pada penderita diabetes melitus dengan neuropati perlu penurunan
asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan
energi dan 65% hendaknya bernilai biologis tinggi (Perkeni, 2011).
 Kebutuhan Lemak
Asupan lemak penderita diabetes melitus di Indonesia
dianjurkan sekitar 20 – 25% kebutuhan kalori dan tidak diperkenankan
melebihi 30% total asupan energi. Lemak jenuh < 7% kebutuhan
kalori. Lemak tidak jenuh ganda < 10%, selebihnya dari lemak tidak
jenuh tunggal (ADA, 2010). Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah
yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans, antara lain
daging berlemak dan susu penuh (Whole milk). Anjuran konsumsi
kolesterol yaitu < 200 mg/hari (Perkeni, 2006).

 Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penderita diabetes sama dengan anjuran
untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama
dengan 6 – 7 g (1 sendok teh) garam dapur. Mereka yang hipertensi,
pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur. Sumber natrium
antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet
seperti natrium benzoat dan natrium nitrit (Perkeni, 2011).

23
BAB III
PERENCANAAN ASUHAN GIZI
A. Identitas Pasien
 Nama : Ny.TM
 Nomor RM : 203148
 Tanggal Lahir : 18/04/1943
 Umur : 75 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Alamat :Jln. Kedawung II/18 Rt/Rw 002/005,
Kel/Desa Tulushejo kec. Lowak wuru
 Status Perkawinan : Sudah Menikah
 Agama : Kristen
 Pekerjaan : Ibu rumah tangga
 Diagnosa Medis : CHF + DM
 Tanggal MRS : 1 Mei 2018
 Awal dirawat : diruang ICU (01/05/2018
 Pindah di Ruang Seruni : 03/05/2018
 KRS : 07/05/2018.
 Tanggal Skrining : 02/05/2018 (diruang ICU)
 Intervensi kasus 03/05/2018 : Ruang Seruni Bad.14
 Nama dokter : dr. Trio Tangkas WM, Sp.PD
Letkol, CKM
B. Data Subyektif
 Riwayat Penyakit Dahulu : DM dan HT
 Riwayat Penyakit Sekarang : CHF + DM
 Keluhan Utama :Pasien mengeluh sesak nafas sejak malam
SMR, keringat dingin, batuk-batuk kurang lebih 2 minggu, kadang
kadang disertai dahak, dada sering berdebar, pasien juga mengeluh jika
tidur dengan 1 bantal, nafsu makan baik, aktifitas tidak terganggu.
 Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada
 Kondisi Sosial Ekonomi
Pekerjaan : IRT
Suku : Jawa

24
 Kebiasaan hidup
Pasien masih melakukan pekerjaan di rumah dari membersihkan
rumah, dan memasak.

C. Data Objektif
1. Data Antropometri
LILA : 28.5 cm
TL : 47 cm
TB Est. = 84,88 + (1,83.TL)-(0,24.U)
= 84,88 + (1,83. 47) - (0,24 . 75)
= 84,88 + 86,01 – 18
= 152 cm
BBI = TB (m)2 x 21
= (1,52)2 x 21
= 48,51
𝐿𝐼𝐿𝐴 𝑢𝑘𝑢𝑟
LILA =LILA Standar 𝑥 100
28,5
= 29,9 𝑥 100

= 95,31 % (St. Gizi Normal).


2. Data Pemeriksaan Biokimia ( 01-05-2018).
Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Biokimia

Nilai normal/
Pemeriksaan Awal kasus Keterangan
satuan
GDA 80-120 mg/dl 241(01/05/2018) Tinggi
Hemoglobin 12,5-15,3 mmHg 12,6 Normal
Leukosit 4-10 rb/ccm 7.890 Normal
Trombosit 150-450 rb 262.000 Normal
PCV 40-50% 37,8 Rendah
Ureum 15-45 mg/dl 45 Normal
Kreatinin 0,7-1,4 mg/dl 1,26 Normal
Na 135-155 mmol/L 136,68 Normal
K 3,6-5,5 mmol/L 4.00 Normal
Cl 98-107 mmol/L 104,8 Normal
Sumber : Buku Rekam Medik Pasien.

25
3. Data Pemeriksaan Fisik Dan Klinis
Tabel 6. Hasil Pemeriksaan Fisik/klinis

Pemeriksaan Hasil Nilai normal Keterangan

KU Lemah
Kesadaran CM
GCS 4/5/6
Tekanan darah 160/80 120/80 mmHg Tinggi
Nadi 85 x/mnt 60-100 x/mnt Normal
Respirasi 21 x/mnt 16-20 x/mnt Normal
Suhu 21o 36 - 37𝑜 C Rendah
Sumber : Buku Rekam Medik Pasien.

4. Dietary Assement
a. Riwayat Gizi dahulu
1) Pola Makan pasien sebelum masuk Rumah sakit adalah :

Tabel 7. Food Frequency Question (FFQ) Pasien

Frekuensi Konsumsi
Nama Bahan
1 4-6 1-3 1-
Makanan >1 x/ hr Jml
x/hr x/mgg x/mgg 3x/bln

1. Makanan Pokok
a. Nasi √ 100 gr
b. Nasi Jagung √ 100 gr
2. Lauk Hewani
a. Telur √ 50 gr
b. Daging √ 50 gr
c. Ikan laut √ 40 gr
d. Ayam √ 50 gr
3. Lauk Nabati
a. Tempe √ 50 gr
b. Tahu √ 50 gr
4. Sayur-sayuran
a. Bayam merah √ 30 gr
b. Daun Pepaya √ √ 50 gr
c. Sawi √ 50 gr
d. Wortel √ 30 gr

26
e. Buncis √ 30 gr
5. Buah-buahan
a. Pepaya √ 100 g
b. Pisang √ 100 gr
6. Minuman
a. Teh √ 1 Gls

b. Riwayat Gizi Sekarang


 Pola makan pasien yaitu 2-3x/hari
 Pasien mempunyai alergi terhadap salah satu bahan makanan yaitu
lauk hewani (Ikan Tongkol).
 Pasien mendapatkan diet DM KV 1300
a. Hasil Recall 24 jam : (02-Mei-2018)
Tabe 4. Tingkat konsumsi asupan zat gizi pasien dalam 1x24 jam

Energi Protein Lemak KH


Implementasi (g)
(kcal) ( g) (g)

Asupan 565 24,9 18,2 81,5

Kebutuhan 1212,7 45,47 33,68 181,90

% asupan 46,59% 54,76% 54.03 44,90

Kategori Defisit Defisit Defisit Defisit


Berat Ringan Berat Ringan

Kategori pemenuhan asupan berdasarkan kategori kecukupan gizi


(Depkes 2004) :
1. 60-69% = Defisit Berat
2. 70-89% = Defisit ringan
3. 90-110% = Baik
4. 4. > 110% = Lebih
Kesimpulan :

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada awal kasus,


diketahui bahwa asupan pasien dipenuhi dengan pemberian
melalui oral. Seluruh asupan makan dan minuman oral pasien
dalam kategori Defisit ringan dan berat.

27
c. Riwayat Obat-obatan

Tabel 2. Intraksi Obat Dan Makanan ( Obat Enteral)

Intraksi Dengan
Makanan Dan
Nama Fungsi Efek Samping Obat-Obatan Yang Dapat Berintraksi
Relevansinya
Dengan Status Gizi
Candesarta Mengobati tekanan 1. Kelainan sistem darah dan 1. Jenis obat NSAID sebaiknya tidak
n (Obat darah tinggi limfatik: Leukopenia, digunakan bersamaan dengan
HT) (hipertensi) pada neutropenia dan Candesartan karena dapat mengurangi
orang dewasa agranulositosis efek antihipertensinya. Selain itu, dapat
maupun anak-anak 2. Metabolisme dan gangguan mengakibatkan kerusakan fungsi ginjal,
nutrisi: Hiperkalemia, termasuk kemungkinan gagal ginjal.
hiponatremia 2. Penggunaan bersamaan dengan
3. Gangguan sistem saraf: suplemen pengganti kalium atau obat
Pusing hemat kalium dapat meningkatkan
4. Gangguan pernafasan, toraks hiperkalemia.
dan mediastinum: Batuk 3. Aliskiren pada pasien penderita
5. Gangguan hepato-biliaris: diabetes akan meningkatkan risiko
Peningkatan enzim hati, kerusakan ginjal, hipotensi dan
fungsi hati yang tidak hiperkalemia.
normal atau hepatitis
6. Kelainan jaringan kulit dan
subkutan: Angioedema,
ruam, urtikaria, pruritus
7. Sistem muskuloskeletal,
jaringan ikat dan tulang:
Sakit punggung

28
8. Gangguan ginjal dan urin:
Kerusakan ginjal, termasuk
gagal ginjal pada pasien
yang rentan

Nitrokaf Membantu 1. Pusing Antagonis Ca, neuroleptik atau


(Obat mengobati angina 2. Sakit kepala antidepresan trisiklik, sildenafil, alkohol,
jantung) (nyeri mendadak di 3. Pusing vasodilator, antihipertensi, penyekap β,
dada), gagal jantung 4. Mual dihidroergotamin, heparin.
dan operasi jantung. 5. Muntah
NITROKAF 6. Kelemahan
RETARD juga 7. Parestesia (kesemutan)
digunakan untuk 8. Diaphoresis (gejala serangan
membantu merileks jantung)
kan pembuluh darah 9. Rinitis (peradangan selaput
dan hidung)
mempertahankan 10. Faringitis (peradangan
aliran darah ke faring)
jantung dan
meringankan gejala
angina dan gagal
jantung
Clobazam Mengatasi epilepsi d 1. Mengantuk. 1. Meningkatkan kadar obat dalam darah
an kejang 2. Demam. jika dikonsumsi bersama dengan
3. Infeksi saluran pernapasan cimetidine,
bagian atas. erythromycin, fluconazole, atau
4. Drooling omeprazole
5. Gelisah. 2. Meningkatkan efek kantuk bila

29
6. Muntah dikonsumsi bersama
7. Insomnia. obat antipsikotik, antidepresan, nitrat,
8. Gangguan keseimbangan. anti nyeri, pelemas otot, atau
9. Konstipasi. antikonvulsan lain
10. Kelelahan
11. Batuk
Metformin Metformin adalah 1. Mual dan muntah. Berhati-hati saat mengonsumsi
(Obat obat antidiabetes 2. Penurunan nafsu makan metformin dengan:
antidiabete yang dapat 3. Rasa logam dalam mulut 1. Alkohol dan bahan pewarna iodin,
s biguanid) menurunkan kadar 4. Sakit perut karena dapat meningkatkan risiko
gula darah pada 5. Batuk dan suara serak. asidosis laktik.
penderita diabetes 6. Diare. 2. Diuretik thiazide, obatan-obatan
tipe 2 7. Nyeri otot dan kram golongan phenothiazine
8. Lemas dan mengantuk (seperti chlorpromazine), kontrasepsi
oral, vitamin B3, penghambat kanal
kalsium, kostikosteroid, atau isoniazid,
karena dapat mempersulit pengendalian
kadar gula darah.
3. Obatan-obatan golongan sulfonylurea,
karena dapat menimbulkan efek
tambahan.
4. Cimetidine dapat meningkatkan kadar
metformin di dalam darah.
5. ACE inhibitor, karena dapat
menurunkan kadar gula darah puasa,
yaitu kadar gula darah setelah pasien
dipuasakan selama 8 jam

30
Laxadin Laxadine dapat 1. Ruam kulit. 1. Penggunaan Laxadine yang
digunakan untuk 2. Pruritus. mengandung glycerin dengan obat
mengatasi konstipasi 3. Perasaan terbakar pada hydrocortisone/dexamethasone
atau susah buang air perut. terutama untuk penggunaan jangka
besar yang 4. Kolik abdomen atau kram waktu lama dapat meningkatkan risiko
memerlukan usus. dehidrasi, hipokalemia dan darah
perbaikan pada 5. Kehilangan cairan dan kekurangan potassium.
gerak peristaltik elektrolit tubuh secara 2. Laxadine yang mengandung glycerin
usus, melembutkan berlebihan. dapat berinteraksi dengan
feses, pelicin jalan 6. Diare. amoxicillin/clarithromycin/lansoprazole
feses sehingga lebih 7. Mual dan muntah .Amoxicillin diketahui memiliki efek
mudah dikeluarkan. samping yang mempengaruhi detak
Sumber: Laxadine : jantung, dan kondisi ini bisa meningkat
Kegunaan, Dosis, jika terjadi penurunan kadar potassium
Efek Samping - dalam darah yang disebabkan oleh
Mediskus glycerin

31
Tabel 3. Intraksi Obat Dan Makanan ( Obat Enteral)

Intraksi Dengan
Obat-Obatan Yang Makanan Dan
Nama Fungsi Efek Samping
Dapat Berintraksi Relevansinya Dengan
Status Gizi
furosemide Furosemide adalah obat 1. Telinga berdenging, tuli 2. Cisplatin (Platinol)
untuk mengurangi cairan 2. Gatal, tidak napsu makan, urin 3. Cyclosporine (Neoral,
berlebih dalam tubuh berwarna gelap, bab dempul, sakit Gengraf, Sandimmune)
(edema) yang disebabkan kuning (kulit atau mata menguning) 4. Ethacrynic acid (Edecrin)
oleh kondisi seperti gagal 3. Nyeri hebat pada perut atas menyebar 5. Lithium (Eskalith,
jantung, penyakit hati, ke punggung, mual dan muntah Lithobid)
dan ginjal. Obat ini juga 4. Berat badan turun, nyeri badan, baal 6. Methotrexate (Rheumatrex,
digunakan untuk 5. Bengkak, penambahan berat badan Trexall)
mengobati tekanan darah dengan cepat, lebih jarang atau tidak 7. Phenytoin (Dilantin)
tinggi. Furosemide adalah buang air kecil 8. Antibiotik seperti amikacin
obat diuretik yang 6. Nyeri dada, batuk baru atau (Amikin), cefdinir
menyebabkan Anda memburuk dengan demam, masalah (Omnicef), cefprozil
menjadi lebih sering pernapasan (Cefzil), cefuroxime
buang air kecil untuk 7. Kulit pucat, memar, perdarahan yang (Ceftin), cephalexin
membantu membuang air tidak biasa, merasa seperti melayang, (Keflex), gentamicin
dan garam yang denyut jantung cepat, sulit konsentrasi (Garamycin), kanamycin
berlebihan dari tubuh. 8. Rendah kalium (bingung, denyut (Kantrex), neomycin
jantung tidak teratur, rasa tidak (Mycifradin, Neo Fradin,
nyaman pada kaki, lemah otot atau Neo Tab), streptomycin,
rasa seperti pincang) tobramycin (Nebcin, Tobi)
9. Rendah kalsium (rasa geli di sekitar 9. Obat jantung atau tekanan
mulut, otot kencang atau kontraksi, darah seperti amiodarone
refleks berlebihan). (Cordarone, Pacerone),

32
10. )Sakit kepala, sempoyongan, lemah benazepril (Lotensin),
atau sulit menelan. candesartan (Atacand),
11. Reaksi kulit hebat – demam, sakit eprosartan (Teveten),
tenggorokan, bengkak wajah atau enalapril (Vasotec),
lidah, rasa terbakar pada mata Anda, irbesartan (Avapro,
nyeri kulit, diikuti ruam merah atau Avalide), lisinopril
ungu yang menyebar (khususnya pada (Prinivil, Zestril), losartan
wajah atau tubuh bagian atas) dan (Cozaar, Hyzaar),
menyebabkan lepuhan dan olmesartan (Benicar),
mengelupas. quinapril (Accupril),
ramipril (Altace),
telmisartan (Micardis),
valsartan (Diovan), dan
lainnya
10. Laksatif (Metamucil, Milk
of Magnesia, Colace,
Dulcolax, Epsom salts,
senna, dan lain-lain)
11. Salicylates seperti aspirin,
Disalcid, Doan’s Pills,
Dolobid, Salflex, Tricosal,
dan lain-lain atau
12. Steroids (prednisone dan
lain-lain)

33
BAB IV
PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI ASUHAN GIZI
A. Rencana Asuhan Gizi
Nama : Ny. TM Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 75 tahun Nomor Registrasi : 203148
Assessment Rencana Monitoring
Diagnosa Rencana Intervensi
Data Dasar Identifikasi Masalah Evaluasi
Client History (CH)
- Px berusia 75 tahun,
Perempuan
- Px Ibu Rumah Tangga
- Pasien MRS di RS CHF + DM
dengan diagnosa medis
CHF + DM
- Pasien masih jalan-jalan
dan mengerjakan
pekerjaan rumah.

34
Food History (FH) FH – 1.2.1 Total NI – 2.1 Kekurang intake ND – 1.2 Modifikasi jenis atau Asupan
Dahulu: asupan makanan makanan dan minuman oral jumlah makanan dan zat gizi makanan/hari
- Pola makan pasien teratur
kurang disebabkan karena kurangnya pada waktu makan selama 3 hari.
yaitu 3 kali sehari.
Sekarang: asupan akibat penyakit
Metabolisme yang ditandai
- Pola makan tidak teratur
yaitu 2 kali sehari dengan Hasil Recall E,P,L, KH
- Pasien memiliki alergi Rendah.
terhadap ikan tongkol.
- Total asupan dan
kebutuhan pasien adalah
sebagai berikut:
E = 829 kkal ()
P = 32 g ()
L = 21 g ()
KH = 133,5 g ()
Berdasarkan % tingkat
konsumsi:
E = 68,35 % (Rendah)
P = 70,37 % (Rendah)
L = 57,25 % (Rendah)
KH = 73.39 % (Rendah)

35
Antropometri Data (AD)
BB : - kg
TB est : 152 cm
BBI :48,51 kg
Tinggi lutut : 47 cm
LLA ukur : 28,5
Status Gizi : Normal
berdasarkan LLA
Biochemical Data (BD) NC-2.2. Perubahan nilai ND – 1.2 Modifikasi jenis atau Data Lab. per 3 hari
GDA : 241 GDA Tinggi Laboratorium berkaitan dengan jumlah makanan dan zat gizi
penyakit DM yang ditandai pada waktu makan atau pada
dengan hasil GDA 241 m g/dl waktu makan khusus dengan
(tinggi). memberikan makanan sesuai
dengan diet DM 1300.
Physical Data (PD) TD Tinggi NI. 5.4. Penurunan kebutuhan ND – 1.2 Modifikasi jenis atau Fisik/Klinis per hari
KU :Lemah Suhu Rendah zak gizi spesifik (Na) berkaitan jumlah makanan dan zat gizi
Kesadaran :CM
dengan Hipertensi ditandai pada waktu makan
TD: 160/80 mmHg
dengan tekanan darah Tinggi
Nadi : 85x/menit
( 160/80 mmHg).
o
Suhu : 21 C

RR : 21x/menit

36
B. Rencana Intervensi
1. Terapi Diet
a. Tujuan diet
1) Mempertahankan status gizi normal.
2) Meningkatkan asupan makan pasien.
3) Memperbaiki pola makan pasien.
b. Prinsip Diet
Jenis diet : Diet DM KV 1300
Bentuk makanan : Lunak
Cara pemberian : Oral
c. Syarat diet
1) Energi cukup yaitu 1212,7 Kkal/hari (sesuai dengan perhitungan
berdasarkan Rumus PERKENI)
2) Protein cukup yaitu 15% dari kebutuhan energi total yaitu 45,47
gr
3) Lemak cukup 25% dari kebutuhan energi total yaitu 33,68
gr/hari.
4) Karbohidrat cukup 60% sisa dari kebutuhan energi total yaitu
181,90 gr/hari
5) Penggunaan gula murni tidak diperbolehkan, bila kadar gula
darah sudah terkendali diperbolehkan mengkonsumsi gula murni
sampai 5 % dari kebutuhan energi total.
6) Jumlah Natrium dikurangi untuk menurunkan tekanan darah.
7) Bentuk makan lunak
8) Cara pemberian melalui oral.
d. Perhitungan kebutuhan gizi
BBI = TB (m)2x 21

= 1,52 2 x 21

= 48,51 kg

37
ENERGI BASAL = 48,51 X 25 kal

= 1212,7

TEE = Energi Basal + Energi Basal ( FA + FS – KU)

= 1212,7 + ( 10% + 10 % - 20 %)

= 1212,7 + 121,27 + 121,27 – 242,54

= 1212,7 kkal

15 % x 1212,7 kal
P = = 45,47 gr
4

25 % x 1212,7 kal
L = = 33,68 gr
9

60 % x 1212,7 kal
KH = = 181,90 gr
4

2. Terapi Edukasi
a. Materi
 Diet DM KV 1300
 Makanan yang dianjurkan dan yang tidak dianjurkan dan
dibatasi.
 Daftar bahan makanan Penukar
b. Tujuan
1) Memberikan informasi mengenai syarat diet dan prinsip diet
DM KV 1300 berdasarkan kebutuhan pasien.
2) Memberikan informasi mengenai bahan makanan yang di
anjurkan dan yang tidak di anjurkan untuk di konsumsi.
3) Mencapai perubahan perilaku sehat dalam pemilihan makanan
sesuai diet yang di anjurkan.

38
c. Sasaran : Pasien dan keluarga pasien
d. Tempat : Ruang Seruni Bed 14.
e. Media : Leaflet DM dan DBMP
f. Waktu : Sebelum pasien pulang (akhir kasus)
g. Metode : Konseling (ceramah dan diskusi).

3. Rencana Monitoring dan Evaluasi

Tabel 5. Rencana Monitoring dan Evaluasi


Indikator Metode dan Frekuensi Target
Instrument
Biokimia - GDA Setiap hari GDA Normal

Fisik/Klinis - Keadaan Umum Pencatatan dari Setiap hari - KU baik


- Tekanan Darah rekam medic - TD normal
- Nadi - Nadi normal
- Respirasi - Respirasi Normal
- Suhu - Suhu Normal
Dietary - Asupan Energi Recall 24 jam Setiap hari Asupan energy dan zat
- Asupan Protein gizi lainnya cukup
- Asupan Lemak sesuai kebutuhan (90-
- Karbohidrat 110% dari kebutuhan)
Edukasi Memberikan Konseling dan Setiap hari - Pasien mematuhi
edukasi tentang diet Tanya jawab diet dan
DM menjalankan diet
yang diberikan
- Pasien dan keluarga
pasien memahami
serta mau
mendukung pasien
untuk menjalankan
dietnya setiap hari

39
BAB V
HASIL MONITORING DAN EVALUASI

A. Pemeriksaan Fisik/Klinis Selama 3 Hari


Tabel 8. Hasil pemeriksaan fisik/klinis selama 3 hari
Tanggal Monitoring
Hasil
Pemeriksaan 04/05/2018 05/05/2018 06/05/2018

KU Cukup Cukup Cukup

CM CM CM
Kesadaran

GCS 4/5/6 4/5/6 4/5/6

Tekanan darah 120/80 (N) 110/70 (N) 140/80 ( )

Nadi 82 x/mnt (N) 86 x/mnt (N) 86 x/mnt (N)

Respirasi 20 x/mnt (N) 18 x/mnt (N) 21 x/mnt (N)

Suhu 36,5 oC (N) 36,5 oC (N) 36,5 oC (N)

B. Pemeriksaan Biokimia
Tabel 9. Hasil Pemeriksaan Biokimia

Nilai normal/ Keterangan


Pemeriksaan Awal kasus
satuan
GDA 80-120 mg/dl 141(31/05/2018) Tinggi

C. Hasil Recall Asupan Makan Selama 3 Hari


Tabel 10. Hasil Recall Asupan Makan Selama 3 Hari
Zat Gizi
Tanggal HasilEnergi Protein Lemak KH
(kkal) (gr) (gr) (gr)
04/05/2018 Kebutuhan 1212.7 45.47 33.68 181.90
Asupan 775.1 27.6 20.5 154.9
% Asupan 63.91 60.69 60.86 85.1
Kategori Defisit Defisit Defisit Defisit
05/05/2018 Kebutuhan 1212.7 45,47 33,68 181,90
Asupan 774,3 35.2 28.9 129.2
% Asupan 63,84 77,41 85.80 71.02

40
Kategori Defisit Defisit Defisit Defisit
06/05/2018 Kebutuhan 1212,7 45,47 33,68 181,90
Asupan 727 31.7 29.3 126.5
% Asupan 59,94 69,71 86.99 69,54
Kategori Defisit Defisit Defisit Defisit

Kategori pemenuhan asupan berdasarkan kategori kecukupan gizi


(Depkes 2004) :

 60-69% = Defisit Berat 3. 90-110% = Baik


 70-89% = Defisit Ringan 4. > 110% = Lebih

1. Grafik Tingkat Konsumsi Energi

Asupan Energi
1400
1200
Energi (Kkal)

1000
800
600
400
200
0
Awal
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3
Kasus
asupan 565 775.1 774.3 727
kebutuhan 1212.7 1212.7 1212.7 1212.7

Gambar 1. Asupan Energi

2. Grafik Tingkat Konsumsi Protein

41
Asupan Protein
50
40

Protein (gr)
30
20
10
0
Awal
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3
Kasus
asupan 24.9 27.6 35.2 31.7
kebutuhan 45.47 45.47 45.47 45.47

Gambar 2. Asupan Protein

3. Grafik Tingkat Konsumsi Lemak

Asupan Lemak
40

30
Lemak (Gr)

20

10

0
Awal
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3
Kasus
asupan 18.2 20.5 28.9 29.3
kebutuhan 33.68 33.68 33.68 33.68

Gambar 3. Asupan Lemak

4. Grafik Tingkat konsumsi KH

42
Asupan Karbohidrat
200

Karbohidrat (gr)
150

100

50

0
Awal
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3
Kasus
asupan 81.5 154.9 129.2 126.5
kebutuhan 181.9 181.9 181.9 181.9

Gambar 4. Asupan Karbohidrat

D. Edukasi
Pada hari ke-2 intervensi telah memberi Edukasi kepada pasien yaitu dengan
menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang diet pasien yaitu
menggunakan diet DM 1300 dan menjelaskan tentang makanan yang dianjukan
dan yang tidak dianjukan dengan menggunakan Lembar leaflet Diabetes
Millitus dan Daftar Bahan Makanan Penukar.

43
BAB VI

PEMBAHASAN

A. Assesment
Ny. TR adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal Jln. Kedawung
II/18 Rt/Rw 002/005, Kel/Desa Tulushejo kec. Lowak wuru bersama suami,.
Ny. TR saat ini berumur 75 tahun, suku Jawa, dan beragama Krister. Pada
tanggal 01 Mei 2018, Ny. TR masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas
sejak malam SMR, keringat dingin, batuk-batuk kurang lebih 2 minggu,
kadang-kadang disertai dahak, dada sering berdebar, pasien juga mengeluh jika
tidur hanya dengan 1 bantal, nafsu makan baik, aktifitas tidak terganggu.
Ny. TR memiliki Riwayat penyakit Hipertensi dan DM, sejak Umur 59
tahun yang, dan rutin mengkonsumsi obat dalam bentuk PIL, dan pada tahun
2014 sampai sekarang Ny.TR pengobatan diganti dengan menggunakan terapi
insulin. Diagnosa awal dari Rumah Sakit adalah CHF + DM. Ny. TR dirawat Di
Ruang ICU IPD sejak awal masuk RST yaitu tanggal 01/05/2018, pada tanggal
03/05/2018. Ny. Tramiati dipindahkan diruang Seruni.

B. Intervensi Gizi
Intervensi gizi dilakukan selama 3 hari mulai dari 03 Mei 2018 sampai 07
Mei 2018. Diet yang diberikan pertama kali oleh rumah sakit adalah diet DM
1600 dengan bentuk makanan Cair, dan pemberian makanan dilakukan melalui
oral. Pada Tanggal 03/05/2018, Diet DM 1600 diganti dengan diet DM 1300,
dengan bentuk makanan Cair, pada tanggal 04/05/2018. Bentuk makanan
diganti dengan bentuk TIM..
Tujuan memberikan diet tersebut dengan harapan adalah memenuhi
kebutuhan zat gizi pasien serta mempertimbangkan kondisi pasien yang
menderita penyakit CHF.
Syarat dan prinsip diet adalah memenuhi kebutuhan sesuai perhitungan
energi (1212,Kkal), protein (45,47 gr), lemak (33,68 gr) dan karbohidrat sisa
dari energi total dikurangi dengan protein dan lemak (181,90 gr). Serta
memberikan konseling gizi kepada keluarga pasien tentang diet yang sedang
dijalankan oleh pasien, dengan cara :

44
1. Menginformasikan status gizi dan asupan zat gizi pasien (Energi, Protein,
Lemak, Karbohidrat).
2. Menjelaskan tujuan dan dan prinsip diet DM
3. Memperbaiki kebiasaan pola makan pasien.
4. Memotifasi keluarga pasien untuk meningkatkan asupan makanan.

C. Monitoring dan Evaluasi


1. Antropometri
Antropometri merupakan salah satu metode yang dapat digunakan
untuk menentukan ukuran dimensi tubuh pada setiap manusia.

Monitoring dan evaluasi data antropometri bertujuan untuk menilai


dan memantau status gizi pasien. Berdasarkan hasil pengukuran
antropometri status gizi pasien pada saat awal kasus dan akhir kasus masih
sama yaitu status gizi Normal..

2. Biokimia
Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk menegakkan diagnosa
penyakit dan memantau perkembangan pengobatan terhadap suatu jenis
penyakit tertentu melalui pemeriksaan yang diperlukan.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada tanggal 01 Mei 2018 yaitu
pada awal kasus saja dan tidak dilakukan berulang, karena pemeriksaan
laboratorium pada pasien dilakukan hanya sekali saja. Hasil laboratorium
menunjukkan Kadar GDA dalam kategori tinggi yaitu 241 mg/dl. Pada
tanggal 03/05/2018, diperoleh data GDA pasien yaitu menurun menjadi
141 mg/dl.
3. Fisik Klinis
Pemeriksaan fisik klinis adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan
adanya kelainan-kelainan dari suatu sistim atau suatu organ tubuh dengan
cra melihat, meraba, mengetuk dan medengarkan. Pemeriksaan fisik klinis
bermanfaat juga untuk mengetahui masalah kesehatan pasien dan dapat
menegakkan diagnosa pasien.

45
Berdasarkan pemeriksaan fisik klinis, keadaan pasien pada awal kasus
04/05/2018, Keadaan umum pasien cukup, pemeriksaan tekanan darah
normal, respirasi, suhu dan nadi juga normal pasien lemah. Pada hari ke-2
05/04/2018 fisik klinis tetap normal dan pasien mengatakan sesak
berkurang , dan pada hari ke-3 07/04/2018 TD pasien naik yaitu 140/80
mmHg.
4. Asupan
a. Asupan satu hari sebelum kasus
Asupan makan 1 hari sebelum kasus berdasarkan recall 24 jam
yaitu semua asupan tergolong defisit karena penurunan nafsu makan
adanya sesak yang dirasakan pasien
b. Asupan rata-rata di RS
Pemantauan makan terhadap konsumsi makanan pasien dilakukan
dengan tujuan untuk menilai asupan zat gizi yang dikonsumsi pasien
dan seberapa besar daya terima pasien terhadap diet yang di berikan.
Pemantauan asupan makan dilakukan selama 2 hari di rumah sakit dan
1 hari di rumah pasien yang kemudian dilakukan evaluasi terhadap
asupan makannya. Evaluasi tersebut dilakukan untuk mengetahui
persentase jumlah asupan makan pasien yang kemudian dibandingkan
dengan kebutuhan zat gizi sesuai hasil perhitungan.
 Intake Energi
Pada tingkat konsums energi ,hasil asupan pasien dari
tanggal 03 sampai 06 Mei 2018 dapat dilihat pada Gambar grafik 1.
Gambar 1 menunjukkan bahwa recall asupan energi pasien dalam
kategori deficit, dimana nafsu makan pasien perlahan membaik
dibandingkan awal pertama masuk RS. Selama intervensi awal
dilakukan konsumsi Energi pada hari pertama yaitu 63,84% dari
kabutuhan. Pada intervensi hari ke dua asupan energi yaitu 63, 84
%., kondisi pasien mulai membaik. Pada intervensi hari ke tiga
asupan energi menurun yaitu 59,94,% dikarenakan pasien tidak
menghabiskan makanan karena pada saat itu pasien, merasa sesak
sehingga pasien cepat merasa kenyang.

46
 Intake protein
Protein berguna untuk membantu dalam membangun otot,
memelihara sel-sel tubuh, memperbaiki jaringan sel yang rusak dan
membantu sistem kekebalan tubuh supaya berfungsi dengan baik.
Tetapi jika kekurangan protein dapat menghambat laju
pertumbuhan dan menyebabkan sistem kekebalan tubuh menjadi
lemah.

Pada tingkat asupan protein pasien selama intervensi dan


hasil recall 24 jam dalam 3 hari disajikan pada Gambar 2, Dari hasil
recall asupan protein pasien pada hari pertama kategori defisit yaitu
54,76%. Pada awal intervensi asupan makan pasien masih belum
mencapai kebutuhan yaitu konsumsi protein 60,69 % hal ini
dikarenakan pasien tidak mengkomsi ikan karena tidak menyukai
bau ikan pada hari itu. Pada intevensi kedua asupan protein pasien
mengalami peningkatan yaitu 77,41 % dari kebutuhan, dan pada
intevensi hari ketiga asupan makan protein pasien mengalami
penurunan yaitu 69,71% dari kebutuhan karena disebabkan pasien
tidak menghabiskan makanannya. Akibat sesak yang dirasakan
sehingga pasien merasa cepat kenyang.
 Intake Lemak
Akibat kelebihan lemak dalam tubuh akan mengakibatkan
berbagai jenis penyakit yang sangat fatal untuk tubuh. Tubuh akan
terasa tidak sehat dan tidak bisa digunakan untuk melakukan
berbagai aktivitas dengan baik. Sedangkan jika kekurangan lemak
juga bisa berdampak pada terjangkitnya berbagai jenis penyakit.
Asupan lemak pasien selama 3 hari dapat dilihat pada
Gambar 3 menunjukkan bahwa asupan lemak pasien sebelum
diintervensi tergolong defisit, yaitu 54.03% yang dimana pasien
masih merasa lemas sehingga nafsu makan pasien kurang.
Intervensi pada hari pertama asupan lemak mulai baik yaitu
60,88%. Pada hari kedua asupan lemak meningkat , yaitu menjadi

47
85,80 %. Dan pada hari ketiga asupan lemak menurun dari
kebutuhan yaitu 86,99%.
 Intake Karbohidrat
Kebutuhan karbohidrat diperhitungkan akan fungsinya
sebagai penghasil energi. Jadi, yang menjadi dasar kebutuhan
karbohidrat adalah jumlah kalori yang dibutuhkan tubuh.
Sedangkan kalori, terutama dihasilkan oleh karbohidrat lemak dan
protein. Kekurangan karbohidrat berarti tubuhnya tidak akan
mampu menciptakan energi yang cukup. Hal ini bisa
mengakibatkan tubuh mudah lelah dan terasa lemah. Selain itu,
tubuh akan mengalami kesulitan untuk melawan berbagai jenis
penyakit dan proses penyembuhan luka. Tubuh juga tidak
mendapatkan vitamin dan mineral yang ditemukan dalam makanan
yang mengandung karbohidrat, sehingga sistem kekebalan tubuh
akan berkurang.
Asupan karbohidrat pasien selama 3 hari dapat dilihat pada
Gambar 4 Gambar menunjukkan bahwa asupan recall sebelum
intervensi yaitu 44,90 % dalam kondisi defisit berat dimana pasien
masih kurang nafsu makan. Intervensi pada hari pertama masuk
dalam kategori baik, yaitu 85.1%. Setelah diintervensi, pada hari
kedua asupan karbohidrat menurun yaitu 71.02 %, dimana terjadi
penurunan nafsu makan pada beberapa jenis makanan akibat
timbullnya rasa sesak pada dada pasien. Pada hari ketiga, asupan
karbohidrat mengalami penurunan, yaitu 69,54% dan kategori
defisit, karena pasien mengalami sesak sejak malam sehingga
mengakibat pasien tidak memiliki nafsu makan dan merasa cepat
kenyang saat makan.

48
5. Edukasi
Edukasi penting dilakukan dengan tujuan untuk merubah perilaku
dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan
perawatan mandiri setelah keluar dari rumah sakit. Pada intervensi edukasi
yang telah diberikan mengenai diet DM 1300 kepada pasien dan keluarga
pasien dapat menerima dengan baik materi yang diberikan dibuktikan
dengan intake makanan pasien yang mulai meningkat dan adanya
komitmen pada pasien untuk mengubah pola makan. Hasil monitoring dan
evaluasi yang singkat belum bisa mencerminkan perubahan lebih lanjut
yang terjadi pada pasien, sehingga perlu adanya monitoring dan evaluasi
lanjutan untuk mengetahui keberhasilan dalam melakukan diet maupun
perubahan pola makan pasien.

49

Anda mungkin juga menyukai