PENDAHULUAN
padat, tetesan cairan atau gas dengan suatu polimer sebagai dinding pembentuk
mikrokapsul (Lachman dkk, 1986). Suatu zat aktif akan terjerap pada lapisan inti,
ditutupi dan dilindungi oleh dinding penyalut (Barenholz dkk, 1994). Zat yang
tidak tahan terhadap pengaruh lingkungan, seperti protein dan enzim dapat
Keunikan dari mikroenkapsulasi adalah kecilnya partikel yang tersalut dan dapat
digunakan lebih lanjut terhadap berbagai bentuk sediaan farmasi (Lachman dkk,
1986).
mengangkat sel-sel kulit mati yang melekat pada kulit, noda atau flek,
wajah, pemutih atau pencerah kulit yang baik (Baumann dkk, 2009).
(Pinto dkk, 2011). Berdasarkan hal tersebut papain memiliki potensi dalam
1
bidang farmasi perlu dibuat dalam bentuk mikrokapsul karena kemampuan
mikrokapsul untuk melindungi zat aktif yang labil sehingga mampu menjaga
Pada penelitian ini dibuat variasi perbandingan polimer dengan zat aktif 1:1, 1:2
dan 1:3. Tujuan dilakukan variasi adalah untuk melihat pada perbandingan berapa
polimer tersebut yang memiliki karakter fisik yang baik. Berdasarkan hasil
Eudragit RS 100 dan Eudragut RL 100 bahwa mikrokapsul pada formula 2 yang
metakrilat, asam metakrilat dan ester asam metakrilat dalam rasio yang berbeda-
banyak digunakan sebagai bahan pelapis film dalam formulasi obat secara oral
dan topikal. Umumnya dianggap sebagai bahan tidak beracun dan tidak
penguapan pelarut. Pada metode ini penyalut dilarutkan dalam pelarut yang
2
yang telah dicampurkan dengan larutan bahan aktif diemulsifikasikan dalam
larutan surfaktan. Metode ini dapat dilakukan dalam waktu yang singkat, biaya
dan pengerjaannya relatif murah serta dapat digunakan untuk berbagai bahan inti,
baik berupa bahan larut air maupun yang tidak larut air (Lachman dkk, 1994).
pelarut ?
2. Apakah mikrokapsul papain yang dihasilkan memiliki karakter fisik yang
baik ?
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Papain
4
sulfihidril dapat diaktifkan oleh at-zat pereduksi dan menjadi tidak aktif jika
Papain tampak sebagai serbuk putih atau putih keabu-abuan dan bersifat
agak higroskopik. Praktis larut dalam air dan gliserol, tidak larut dalam sebagian
besar pelarut organik (Permatasari, 2007). Ada beberapa kualitas papain, yaitu :
dan melalui proses pemurnian dari zat bukan enim (Voight, 1995).
2.1.1 Manfaat papain
Biasanya sebelum dikemas, papain ini sudah dicampur dengan bahan lain
b. Penghidrolisis protein
ini dapat berlangsung kalau pH, suhu, kemurnian dan konsentrasi papain
berada pada kondisi yang tepat. Hal ini sering digunakan pada pembuatan
pepton dan asam-asam amino. Pepton dan asam amino diperlukan pada
5
penelitian mikrobiology dan industry, biasanya harga produk semacam itu
sangat mahal.
c. Pelembut kulit
melembutkan kulit. Kulit yang lembut dapat dibuat sarung tangan, jaket,
bahkan kaus kaki. Di negara beriklim dingin, pakaian dari kulit lebih
banyak dipilih dibandingkan dari bahan plastik atau serat sintesis karena
d. Anti dingin
folifenol protein yang akan terlarut dalam bir hasil fermentasi. Namun
padatan yang sangat halus melayang di seluruh cairan bir. Endapan ini
tampak seperti kabut putih sehingga dapat mengurangi mutu dan selera
susananya dingin atau dismpan cukup lama. Itulah sebabnya papain sering
e. Bahan obat
6
Papain dapat digunakan sebagai bahan aktif dalam preparat farmasi
pengendali inflamasi.
f. Bahan kosmetik
krim pembersih kulit, terutama kulit muka ini. Disebabkan papain dapat
melrutkan sel-sel mati yang melekat pada kulit dan sukar terlepas cara
fisik. Noda atau flek pada muka dapat dikikis oleh papain sehingga
menjadi halus. Selain itu papain juga sering dijadikan bahan aktif dalam
rendah papain yang dihasilkan kualitasnya rendah, jika terlalu tinggi papain
menjadi gosong dan kualitasnya turun. Suhu yang baik antara 55 – 60º C
(Buchan, 1990).
2. Waktu Pengeringan
lama waktu pengeringan makin kering papain yang dihasilkan dan waktu yang
3. Penambahan Sulfit
adalah getah pepaya. Sementara bahan penolongnya air dan sulfit. Sulfit yang
7
dapat digunakan antara lain natrium bisufit,natrium metabisulfit.Air
(Muhidin, 2001).
Papain adalah zat yang mudah rusak karena oksidasi udara baik
pada getah baik sebelum atau sesudah pengeringan. Konsentrasi yang baik
diawetkan.
e. Mudah dilarutkan.
f. Menujukan sifat – sifat anti mikrobiologi.
g. Aman dalam jumlah yang diperlukan.
h. Mudah ditentukan dalam analisa kimia.
i. Tidak mengalami dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk
2.2 Mikroenkapsulasi
2.2.1 Definisi Mikroenkapsulasi dan mikrokapsul
8
Mikroenkapsulasi adalah suatu proses penyalutan tipis pada partikel zat
padat atau tetesan cairan dan dispersi (Lachman dkk, 1986). Mikroenkapsulasi
didefinisikan sebagai suatu partikel berbentuk sferis yang mengandung zat aktif
atau material inti yang dikelilingi oleh satu lapisan atau cangkang.
Mikrokapsul yang terbentuk biasanya memiliki rentang ukuran partikel 1-
5000 µm. Ukuran tersebut tergantung pada ukuran bahan inti yang digunakan dan
metode pembuatan. Berikut ini contoh ukuran yang dapat dihasilkan dari berbagai
9
3. Meningkatkan stabilitas bahan inti
polimer, zat ini akan terlindung dari pengaruh lingkungan luar, mikroenkapsulasi
dapat mencegah perubahan warna dan bau serta dapat menjaga kestabilan inti
yang dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang lama, dapat bercampur
dengan komponen lain yang berinteraksi dengan zat inti (Lachman dkk, 1994)
pelepasan zat inti dari mikrokapsul, harus dilakukan pemilihan polimer penyalut
dan pelarut yang sesuai dengan bahan inti agar diperoleh hasil mikrokapsul yang
Dalam proses mikroenkapsulasi pada dasarnya ada dua bahan yang terlibat
1. Bahan Inti
Merupakan bahan spesifik yang akan di salut dapat berupa cairan atau
padatan. Komposisi bahan inti dapat bervariasi, seperti inti cairan dapat
meliputi bahan terdispersi atau bahan tersalut. Ukuran bahan inti berbeda-
10
2. Penyalut
harus mampu memberikan satu lapisan tipis yang kohesif dengan bahan
a. Suspensi Udara
Prinsip metode ini adalah partikel inti didispersikan ke dalam arus udara
11
inti yang tahan panas dengan menggunakan medium udara/gas dan penyalur
Pada tahap ini dilakukan pembentukan tiga fasa kimia yang tidak
tercampurkan, yaitu fasa bahan inti, fasa cairan pembawa dan fasa bahan
cairan pembawa. Fasa bahan penyalut merupakan suatu polimer yang tidak
2. Tahap II
Pada tahap ini proses dari penempatan bahan polimer air pada bahan
inti. Tahapan ini dilakukan dengan cara pencampuran fisik yang terkontrol
dari bahan penyalut (selagi cair) dan bahan inti pada cairan pembawa.
polimer teradsorpsi pada antar muka yang terbentuk antara bahan inti dan
fasa cairan pembawa, sehingga fenomena adsorpsi ini merupakan hal yang
12
c. Lubang Ganda Sentrifugal
Pada prinsipnya metoda ini adalah memproduksi mikrokapsul dengan
pada cairan) dari berbagai kisaran ukuran dari berbagai bahan penyalut
telah luas digunakan dalam industri farmasi. Pada metode ini penyalut
digunakan sebagai satu larutan atau sebagai semprotan halus ke suatu bahan
biasanya air hangat digunakan pada bahan-bahan tersalut ada di dalam panci
dkk, 1986).
e. Pengeringan Semprot
Semprot kering atau spray drying dapat didefenisikan sebagai suatu proses
perubahan dari bentuk cair (larutan, dispersi atau pasta) menjadi bentuk
13
campuran tersebut dengan udara panas pada kamar pengering. Proses
pengeringan dengan semprot kering terdiri dari empat tahap yaitu : pengabutan
f. Pembekuan Semprot
meleleh bukan larutan penyalut ke dalam arus dingin. Pada metoda ini bahan
penyalut yang digunakan dapat berupa malam, asam lemak dan alcohol
(Lachman dkk,1994).
g. Penguapan Pelarut
penggunaannya dengan bahan inti berupa zat padat atau cairan (Deasy, 1984).
Dalam metode ini bahan inti dilarutkan atau didispersikan dalam pelarut
Fase pendispersi harus tidak bercampur dengan pelarut organik yang digunakan
tinggi dalam waktu yang lama untuk menguapkan untuk menguapkan pelarut
14
Penguapan pelarut organik akan menyebabkan terbentunya lapisan film di
rendah pada obat dengan kelarutan sedang dalam air. Proses emulsifikasi
hidrofilik tinggi karena terdapat dua alasan utama. Alasan pertama adalah obat
hidrofilik tidak larut dalam pelarut organik. Alasan kedua adalah obat akan
berdifusi menuju fase kontinyu selama proses emulsi yang dapat menyebabkan
pelarut organik. Proses ini dapat menghasilkan bentuk dengan ukuran kecil.
Pada metode ini larutan encer obat ditambahkan pada fase organik yang
15
Pada metoda ini meliputi reaksi dari unit-unit monomer yang diletakkan
pada antar muka yang terjadi antara bahan inti dengan fase penyangga dimana
cairan/gas, sehingga reaksi polimerisasi terjadi pada antar muka cairan dengan
cairan, cairan dengan gas, padat dengan cairan atau padat dengan gas
(Lachman dkk,1994).
i. Polimerisasi Insitu
Pada proses ini, monomernya terletak dalam satu fasa yaitu fasa inti atau fasa
luar saja. Dengan kehadiran katalis, polimer penyalut menjadi tidak larut dan
akan menyelimuti partikel inti. Materi dapat berupa cairan atau padatan dan
harus tidak larut dalam pelarut pembawa yang biasanya merupakan cairan
hidrofob atau hidrofil. Penambahan monomer dan katalis dapat dari dalam atau
permukaan.
Polimerisasi akan terjadi pada luar tetesan inti dan akan membentuk suatu
digunakan dapat berbentuk cair, gas, larut air, larut minyak atau campuran dari
air, pelarut organik atau gas. Untuk mempercepat proses reaksi polimerisasi
didispersikan pada cairan) dari berbagai kisaran ukuran dari berbagai bahan
16
2.3 Eudragit
anionik sintetis dari dimetilaminoetil metakrilat, asam metakrilat dan ester asam
metakrilat. Eudragit ini dapat digunakan sebagai film film forming agent,
100 adalah polimer turunan metakrilat yang mengandung kolpolimer poli (etil
akrilat, metil metakrilat dan asam metakrilat) 7:3:1. Berbentuk granul dengan
kandungan polimer 97%. Eudragit RL 100 larut di dalam aseton dan alkohol,
dikhlorometan, ethyl asetat, tidak larut di dalam ether dan air (Rowe dkk, 2006).
17
18
BAB III. METODE PENELITIAN
Eudragit RL 100, diklorometan, Poli Vinil Alkohol (PVA), bovine serum albumin
Formula F1 F2 F3
Papain (gram ) 1 1 1
19
Eudragit RL 100 (gram) 1 2 3
Diklorometan(ml) 20 20 20
PVA 1% (ml) 30 30 30
Wm
PK= x 100
Wt
yang bertujuan untuk pengenalan awal sediaan yang meliputi bentuk, bau, warna
dan rasa.
20
dan sampel diperiksa menggunakan scanning electrone microscope (Agustin,
2004)
3.4.4 Penentuan Distribusi Ukuran Partikel
Penentuan distribusi ukuran partikel dari mikrokapsul dilakukan
dipanaskan terlebih dahulu selama kurang lebih 10 menit. Parameter pada alat
diatur dan suhu diatur menjadi 105 ºC. Mikrokapsul ditimbang menjadi 1 g dan
diletakkan diatas wadah aluminium secara merata dalam alat. Alat kemudian
dinyalakan diatas wadah aluminium secara merata dalam alat. Alat kemudian
dinyalakan dan nilai kadar air akan terbaca pada alat kemudian dinyalakan dan
nilai kadar air akan terbaca pada alat kemudian dicatat (Sugindro, 2008).
1,3 mL, sehingga diperoleh konsentrasi BSA 6,6%. Diamkan selama 10 menit
hingga terbentuk warna ungu yang stabil, lalu serapan diukur pada panjang
Disiapkan enam tabung reaksi. Tabung pertama diisi larutan blangko yaitu
0,8 mL reagen biuret dan aqudest 2,2 ml. Pada tabung kedua, diisi larutan standar
21
BSA konsentrasi 2,2% dengan cara mengambil sebanyak 0,3 mL larutan BSA,
kemudian tambahkan pereaksi biuret 0,8 mL dan cukupkan dengan aquadest 1,9
mL. Pada tabung ketiga, diisi larutan standar BSA konsentrasi 4,4% dengan cara
0,8 mL dan cukupkan dengan aquadest 1,6 mL. Pada tabung keempat, diisi larutan
standar BSA konsentrasi 6,6% dengan cara mengambil sebanyak 0,9 mL larutan
BSA, kemudian tambahkan pereaksi biuret 0,8 mL dan cukupkan dengan aquadest
1,3 mL. Pada tabung kelima, diisi larutan standar BSA konsentrasi 8,8% dengan
biuret 0,8 mL dan cukupkan dengan aquadest 1,0 mL. Pada tabung keenam, diisi
larutan standar BSA konsentrasi 11% dengan cara mengambil sebanyak 1,5 mL
larutan BSA, kemudian tambahkan pereaksi biuret 0,8 mL dan cukupkan dengan
hingga terbentuk warna ungu yang stabil. Setelah itu, diukur absorbansi masing-
masing larutan pada tabung reaksi dengan Spektrofotometri UV-Vis pada panjang
22
3.4.8 Penetapan kadar protein total dari mikrokapsul
Kadar protein total dari mikrokapsul diukur ditentukan dengan metode
dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambah dengan 0,8 reagen Biuret dan di adkan
4.1 Hasil
sebagai berikut :
23
3. Hasil bentuk dan morfologi dari mikrokapsul papain menggunakan alat
6,6% absorban 0,278 ; konsentrasi 8,8% absorban 0,295 dan konsentrasi 11%
9. Hasil dari analisa kadar protein pada mikrokapsul papain F1, F2 dan F3
berturut turut ialah 7,31 %b/v 10,45 %b/v 6,67 %b/v (Lampiran 9).
10. Hasil uji Duncan antar semua formula berbeda nyata (Lampiran 10)
4.2 Pembahasan
Pada penelitian ini dilakukan pembuatan mikrokapsul papain dengan
stabilitas yang rendah. Aktivitas enzimatik papain dapat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan, seperti suhu, cahaya, oksigen, kelembaban dan kemasan (Pinto dkk.,
24
2011). Oleh karena itu penelitian ini dibuat formula dari zat aktif papain berupa
Eudragit RL 100 sebanyak 1 gram : 3 gram. Ketiga formula dibuat dengan metode
metode ini dikarenakan lebih efisien dan sederhana. Pemilihan Eudragit RL 100
ini karena polimer ini dapat menyalut zat aktif dan memiliki permeabilitas yang
tinggi. Bahan inti seharusnya tidak bereaksi dengan bahan penyalut dan pelarut
yang digunakan. Bahan penyalut harus mampu memberikan suatu lapisan tipis
yang kohesif dengan bahan inti, tidak bereaksi dengan bahan inti dan dapat
mikrokapsul ini digunakan juga bahan tambahan lain seperti diklorometan (DCM)
sebagai pelarut polimer, Polivinil Alkohol (PVA) sebagai surfaktan, serta aquades
sederhana, metode ini juga digunakan untuk zat aktif yang sangat mudah larut
dalam air (Giri, 2012). Dalam metode ini, proses terbentuknya mikrokapsul
dimasukkan kedalam larutan surfaktan yang merupakan fase air dan terbentuk
25
disentrifugasi dan diliofilisasi hingga diperoleh mikrokapsul yang kering .
dalam proses pengadukan zat aktif dengan larutan polimer Eudragit RL 100 yang
kedalam larutan polivinil alkohol 1 % sedikit demi sedikit melalui dinding beker
glass dan kemudian diatur kecepatan pengadukan dan dibiarkan selama 5 menit
hingga semua pelarut menguap, kemudian dicuci dengan aquadest sebanyak 3 kali
partikel, penetapan kadar air dan penetapan kadar protein dari mikrokapsul.
Dari mikrokapsul yang terbentuk, hasil perolehan kembali proses
adalah 87,37% ; 89,95% ; % dan 96,01% (Lampiran 3). Data yang didapatkan
ada zat yang tidak tersalut (Deghan, 2010), ada penyalut dan zat aktif yang masih
menempel pada beaker dan juga yang hilang pada saat proses pencucian (Sutriyo
dkk, 2004).
Morfologi dan karakterisasi sampel dapat dilihat dengan menggunakan
papain yang telah dibuat. Morfologi papain yang dilihat dari SEM dengan
6). Eudragit RL 100 pada hasil SEM dengan perbesaran 500 kali berbentuk bulat
26
100 kali terlihat mikrokapsul Papain-Eudragit RL 100 berbentuk serbuk tidak
sferis yang beraglomerasi dan bentuk permukaan yang tidak rata, ini dikarenakan
oleh polimer karena perbandingan polimer dan zat aktif yang sama banyak
(Lampiran 5 Gambar 8). Pada formula 2 perbesaran 100 kali terlihat morfologi
mikrokapsul sferis dan sedikit oval dengan permukaan yang tidak rata. Ini
kita lihat berdasarkan hasil kadar papain yang terenkapsulasi oleh polimer,
lebih baik dari dua formula lainnya (Lampiran 5, Gambar 9). Pada mikrokapsul
formula 3 perbesaran 100 kali terlihat mikrokapsul tidak sferis, permukaan tidak
papain dengan polimer 1:3 (Lamoiran 5, Gambar 10). Penggunaan polimer yang
terlalu besar membuat larutan polimer menjadi terlalu kental, sehingga dalam
formula ini mengakibatkan adanya tumpukan antar polimer dan sulitnya papain
dihubungkan dengan perangkat digital optilab dan laptop (Lampiran 11, Gambar
19). Sejumlah serbuk didispersikan dalam paraffin cair dan diteteskan pada kaca
perbesaran yang akan digunakan yaitu 4, 10, 40 µm dan diamati partikelnya pada
laptop sebanyak 300 partikel yang bertujuan untuk mendapatkan hasil yang lebih
spesifik (Swarbick & Boylan, 1991). Hasil pemeriksaan distribusi ukuran partikel
27
dari papain adalah 6,138 µm, sedangkan mikrokapsul papain berturut-turut F1, F2
dan F3 adalah 28,313 μm, 56,79 μm dan 101,383 μm, terlihat jelas bahwa
mikrokapsul memiliki ukuran partikel yang lebih besar dibandingkan dengan zat
aktif (Lampiran 6). Akan tetapi, papain memiliki ukuran partikel kecil yang
RL 100 yang digunakan semakin besar pula mikrokapsul yang dihasilkan. Secara
keseluruhan hasil ini sesuai dengan literatur yang menunjukkan persyaratan untuk
air yang terkandung di dalam mikrokapsul, karena kadar air yang tinggi akan
mempengaruhi stabilitas suatu sediaan. Kadar air yang tinggi lebih rentan
adalah kurang dari 10% (Faradiba dkk, 2013). Berdasarkan hasil persentase kadar
air dalam mikropartikel, pada ketiga formula memenuhi persyaratan dimana kadar
air dalam mikrokapsul yang dihasilkan kurang dari 10%, yaitu Formula 1 sebesar
metode biuret karena metode ini didasarkan pada pengukuran serapan cahaya
berwarna ungu dari protein yang bereaksi dengan pereaksi biuret dimana yang
membentuk warna kompleks ungu terbentuk karena adanya reaksi antara ion Cu 2+
dari pereaksi biuret dalam suasana basa dengan polipeptida atau ikatan-ikatan
peptida yang menyusun protein. Reagen biuret pada metode ini mengandung ion
Cu2+ yang akan bereaksi dengan gugus N pada ikatan peptida protein dalam
28
suasana basa dimana ion Cu2+ hanya dapat mengikat protein jika larutan
dikondisikan menjadi basa, dalam hal ini NaOH pada reagen biuret merupakan
Keuntungan dari metode biuret ini adalah bahan yang digunakan relatif
murah akan tetapi kelemahan dari metode ini adalah sensitivitas terhadap bahan
yang diidentifikasi rendah sehingga diperlukan bahan dalam jumlah yang tidak
sedikit.
Protein standar yang digunakan adalah BSA (Bovine Serum Albumin) atau
albumin serum sapi. Albumin merupakan salah satu jenis protein globuler yang
larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas. BSA dalam penelitian ini berfungsi
meningkatkan sinyal dalam tes, kurangnya efek dalam reaksi biokimia, dan biaya
rendah, karena jumlah besar maka dapat segera dimurnikan dari darah sapi,
mengalami perubahan bentuk fisik maupun aktifitas biologis. Banyak faktor yang
pelarut organik, pH, garam, logam berat maupun sinar radiasi radioaktif.
29
Perubahan sifat fisik yang mudah diamati adalah terjadinya penjendelan (menjadi
dilakukan pada rentang panjang gelombang 400–800 nm. Hasil yang diperoleh
tersebut (Lampiran 7, Gambar 15). Oleh karena itu, panjang gelombang 533 nm
pengukuran selanjutnya.
aquadest 5 ml. Larutan tersebut dipipet sebanyak 0,1 ml di tambah 0,8 pereaksi
Biuret adkan dengan aquadest hingga 3 ml. Didiamkan selama 10 menit kemudian
7,31 %b/v (F1), 10,45 %b/v (F2), 6,67 % b/v (F3) (Lampiran 9, Tabel 11).
Dengan data tersebut, F2 dengan rasio zat aktif : polimer (1:2) memiliki kadar
formula yang paling baik dengan kadar protein 10,45 %b/v. Pada F3 kadar protein
yang paling rendah dibandingkan F1 dan F2, hal ini disebabkan mungkin saja
30
sangat kental sehingga saat pembentukan mikrokapsul tidak sempurna dan papain
Analisa data dengan uji statistik ANOVA satu arah (p < 0,05) karena pada
percobaan ini terdiri dari 2 variabel yaitu 1 variabel bebas dan variabel terikat,
variabel bebas yaitu formula sedangkan variabel terikatnya yaitu kadar protein
sampel, dilanjut analisa dengan uji Duncan (SPSS 23,0), didapatkan hasil uji
bahwa F3 berbeda nyata dengan F1 dan F2, pada F1 berbeda nyata dengan F3 dan
F2, begitu juga dengan F2 berbeda nyata dengan F3 dan F1. Hasil uji statistik dari
penetapan kadar protein menunjukan F2 memiliki kadar protein yang paling besar
31
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
partikel yang baik adalah F2 dan kadar protein yang paling tinggi juga
5.2. Saran
32
DAFTAR PUSTAKA
Bansode SS, Banarjee SK, Gaikwad DD, Jadhav SL, Thorat RM. 2010.
Microencapsulation : A Review. International Journal of
Pharmaceutical Sciences Review and Research. 1 (2) : 38-43.
Buchan. 1990. Produk Papain Indonesia Masih Rendah. Edisi 7. Sinar Tani.
Surabaya.
Dewi NY. 2013. Penetapan Kadar dan Analisis Profil Protein Asam Amino
Ekstrak Ampas Biji Jintan Hitam (Nigella sativa Linn.) dengan Metode
SDS-Page dan KCKT. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan.. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
33
Faradiba H, Nursiah Z. Formulasi Granul Effervescebt Ekstrak Etanol Daun
Jambu Biji (Psidium guajava LINN). Majalah Farmasi dan
Farmakologi. 12 (2).
Giri TK, Chhatrapal C, Ajazuddin, Amit A, Hemant B. and Dulal KT. 2012.
Prospects of pharmaceuticals and biopharmaceuticals loaded
microparticles prepared by double emulsion technique for controlled
delivery. Saudi Pharmaceutical Journal. 127
Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1986. The Theory and Practice of
Industrial Pharmacy. 2nd ed. Lea and Febiger. Philadelphia.
Lachman L, Lieberman HA. dan Kanig, J. L.. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Edisi ketiga. (S. Suyatmi). Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Pinto CAS, Lopes PS, Sarruf FD, Polakiewicz B, Kaneko TM, Baby AR, Velasco
MVR. 2011. Comparative Study of The Stability of Free and Modified
Papain Incorporated in Topical Formulation. Brazil : Brazillian Journal
of Pharmaceutical Science. 47 : 751-760.
34
Rizki PMH, Alviyulita M, Hanum F. 2014. Pengaruh Penambahan Natrium
Klorida dan Waktu Perendaman Buffer Fosfat Terhadap Perolehan Crude
Papain dari Daun Pepaya (Carica papaya, Linn). Jurnal Teknik Kimia
USU. 3 (3) : 39-44.
Rowe RC, Paul JS, Marian EQ. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipien. 6th
edition. Pharmaceutical Press. Chicago London.
Rowe RC, Shesky PL, Owen SC. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients,
5th edition. Pharmaceutical Press and The American Pharmacist
Association. London.
Sudarmadji S, dkk. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian.
Liberty. Yogyakarta.
35
Lampiran 1. Skema Kerja Pembuatan Mikrokapsul Papain
Eudragit RL 100
1 g Serbuk papain
F1 = 1 g
F2 = 2 g
F3 = 3 g
Dilarutkan dalam diklorometan
+ PVA 1%
Larutan emulsi
Mikrokapsul papain
basah
Mikrokapsul papain
kering
37
Gambar 4. Sertifikat Bahan Baku Papain
Lampiran 2. (lanjutan)
38
Gambar 5. Sertifikat Bahan Baku Eudragit RL 100
39
Lampiran 3. Perolehan Kembali Mikrokapsul
¿ 87,37
¿ 96,01
40
F1 F2
F3
41
Gambar 7. Morfologi Papain
42
Gambar 9. Morfologi Mikrokapsul Papain F2
43
rata-rata
Ukuran ukuran % frekuensi
N nd % frekuensi
partikel (μm) partikel kumulatif
(μm) (d)
0-10 5 267 1335 89% 89%
10,1-20 15.05 32 481,6 10,67% 99,67%
20,1-30 25,05 1 25,05 0,33% 100%
30,1-40 35,05 0 0 0% 0%
40,1-50 45,05 0 0 0% 0%
50,1-60 55,05 0 0 0% 0%
60,1-70 65,05 0 0 0% 0%
70,1-80 75,05 0 0 0% 0%
80,1-90 85,05 0 0 0% 0%
90,1-100 95,05 0 0 0% 0%
100,1-110 105,5 0 0 0% 0%
110,1-120 115,05 0 0 0% 0%
120,1-130 125,05 0 0 0% 0%
130,1-140 135,05 0 0 0% 0%
140,1-150 145,05 0 0 0% 0%
150,1-160 155,05 0 0 0% 0%
160,1-170 165,05 0 0 0% 0%
170,1-180 175,05 0 0 0% 0%
180,1-190 185,05 0 0 0% 0%
190,1-200 195,05 0 0 0% 0%
∑ 300 1841,65 100% 100%
Ʃ nd 1841,65
d si= = =6,138 µ m
Ʃn 300
Lampiran 6. (lanjutan)
Tabel 7. Hasil Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel Mikrokapsul Papain
Formula 1
44
rata-rata
Ukuran ukuran % frekuensi
N nd % frekuensi
partikel (μm) partikel kumulatif
(μm) (d)
0-10 5 22 110 7,33% 7,33%
10,1-20 15.05 99 1489,95 33% 40,33%
20,1-30 25,05 81 2029,05 27% 67,33%
30,1-40 35,05 38 1331,9 12,67% 80%
40,1-50 45,05 25 1126,25 8,33% 88,33%
50,1-60 55,05 9 495,45 3% 91,33%
60,1-70 65,05 12 780,6 4% 95,33%
70,1-80 75,05 8 600,4 2,67% 98%
80,1-90 85,05 4 340,2 1,33% 99,33%
90,1-100 95,05 2 190,1 0,67% 100%
100,1-110 105,5 0 0 0% 0%
110,1-120 115,05 0 0 0% 0%
120,1-130 125,05 0 0 0% 0%
130,1-140 135,05 0 0 0% 0%
140,1-150 145,05 0 0 0% 0%
150,1-160 155,05 0 0 0% 0%
160,1-170 165,05 0 0 0% 0%
170,1-180 175,05 0 0 0% 0%
180,1-190 185,05 0 0 0% 0%
190,1-200 195,05 0 0 0% 0%
∑ 300 8493,9 100% 100%
Ʃ nd 8493,9
d si= = =28,313 µ m
Ʃn 300
Lampiran 6. (lanjutan)
Tabel 8. Hasil Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel Mikrokapsul Papain
Formula 2
45
rata-rata
Ukuran ukuran % frekuensi
N nd % frekuensi
partikel partikel kumulatif
(µm) (d)
0-10 5 3 15 1% 1%
10,1-20 15.05 12 180,6 4% 5%
20,1-30 25,05 40 1002 13,33% 18,33%
30,1-40 35,05 76 2663,8 25,33% 43,67%
40,1-50 45,05 35 1576,75 11,67% 55,33%
50,1-60 55,05 27 1486,35 9% 64,33%
60,1-70 65,05 21 1366,05 7% 71,33%
70,1-80 75,05 18 1350,9 6% 77,33%
80,1-90 85,05 17 1445,85 5,67% 83%
90,1-100 95,05 13 1235,65 4,33% 87,33%
100,1-110 105,5 11 1160,5 3,67% 91%
110,1-120 115,05 8 920,4 2,67% 93,67%
120,1-130 125,05 6 750,3 2% 95,67%
130,1-140 135,05 5 675,25 1,67% 97,33%
140,1-150 145,05 4 580,2 1,33% 98,67%
150,1-160 155,05 3 465,15 1% 99,67%
160,1-170 165,05 1 165,05 0,33% 100%
170,1-180 175,05 0 0 0% 0%
180,1-190 185,05 0 0 0% 0%
190,1-200 195,05 0 0 0% 0%
∑ 300 17039,8 100% 100%
Ʃ nd 17039,8
d si= = =56,79 µ m
Ʃn 300
Lampiran 6. (lanjutan)
Tabel 9. Hasil Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel Mikrokapsul Papain
Formula 3
46
Rata-rata
Ukuran ukuran % Frekuensi
N nd % Frekuensi
partikel partikel kumulatif
(µm) (d)
0-10 5 0 0 0% 0%
10,1-20 15,05 4 60,2 1,33% 1,33%
20,1-30 25,05 5 125,25 1,67% 3%
30,1-40 35,05 6 210,3 2% 5%
40,1-50 45,05 8 360,4 2,67% 7,67%
50,1-60 55,05 10 550,5 3,33% 11%
60,1-70 65,05 12 780,6 4% 15%
70,1-80 75,05 17 1275,85 5,67% 20,67%
80,1-90 85,05 19 1615,95 6,33% 27%
90,1-100 95,05 23 2186,15 7,67% 34,67%
100,1-110 105,5 89 9389,5 29,67% 64,33%
110,1-120 115,05 38 4371,9 12,67% 77%
120,1-130 125,05 31 3876,55 10,33% 87,33%
130,1-140 135,05 17 2295,85 5,67% 93%
140,1-150 145,05 8 1160,4 2,67% 95,67%
150,1-160 155,05 6 930,3 2% 97,67%
160,1-170 165,05 3 495,15 1% 98,67%
170,1-180 175,05 2 350,1 0,67% 99,33%
180,1-190 185,05 1 185,05 0,33% 99,67%
190,1-200 195,05 1 195,05 0,33% 100%
∑ 300 30415,05 100% 100%
Ʃ nd 30415,05
d si= = =101,383 µ m
Ʃn 300
47
100%
90%
80%
70%
60%
50%
% frekuensi
40%
30%
20%
10%
0%
35%
30%
25%
20%
% frekuensi
15%
10%
5%
0%
10 30 50 70 90 11
0
13
0
15
0
17
0
19
0
0- ,1- ,1- ,1- ,1- 1 - 1 - 1 - 1 - 1 -
2 0 4 0 6 0 80 0, 0, 0, 0, 0,
10 12 14 16 18
48
30%
25%
20%
15%
% frekuensi
10%
5%
0%
35%
30%
25%
20%
% frekuensi
15%
10%
5%
0%
ukuran partikel
49
Lampiran 7. Spektrum Panjang Gelombang Serapan Maksimum
Albumin
Tabel 10. Deret Standar
1 2,2 0,250
50
2 4,4 0,271
3 6,6 0,276
4 8,8 0,295
5 11 0,307
0.35
0.3
f(x) = 0.01x + 0.24
R² = 0.98
0.25
0.2
Absorban
0.15
0.1
0.05
0
0 2 4 6 8 10 12
Konsentrasi (%)
C
C
Formula No. Absorban Rata-rata
(g/100 ml)
(g/100 ml)
1 0,286 7,5250
1 2 0,284 7,2060 7,3123
3 0,284 7,2060
1 0,304 10,3940
2 2 0,304 10,3940 10,4473
3 0,305 10,5540
1 0,281 6,7280
3 2 0,281 6,7280 6,6747
3 0,280 6,5680
51
0,286=0,238+0,006 x
0,286−0,238
x=
0,006
= 7,5250 %b/v
Descriptives
konsentrasi
ANOVA
konsentrasi
52
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 24,468 2 12,234 719,826 ,000
Within Groups ,102 6 ,017
Total 24,570 8
Konsentrasi
a
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Formula N 1 2 3
formula 1:3 3 6,674667
formula 1:1 3 7,312333
formula 1:2 3 10,447333
Sig. 1,000 1,000 1,000
53
4. Pengatur kecepatan
5. Batang pengaduk
6. Wadah sampel
4
Gambar 18. Mouisture balance
Keterangan gambar : 1. Lampu pemanas
2. Kadar air
3. Water pass
4. Power
54
3. Meja preparat
4. Lengan mikroskop
5. Pengarah mikro
6. Pengarah makro
55