Anda di halaman 1dari 55

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mikroenkapsulasi adalah suatu proses penyalutan tipis pada partikel zat

padat, tetesan cairan atau gas dengan suatu polimer sebagai dinding pembentuk

mikrokapsul (Lachman dkk, 1986). Suatu zat aktif akan terjerap pada lapisan inti,

ditutupi dan dilindungi oleh dinding penyalut (Barenholz dkk, 1994). Zat yang

tidak tahan terhadap pengaruh lingkungan, seperti protein dan enzim dapat

dipertahankan stabilitasnya dengan mikroenkapsulasi (Sharma dkk, 2011).

Keunikan dari mikroenkapsulasi adalah kecilnya partikel yang tersalut dan dapat

digunakan lebih lanjut terhadap berbagai bentuk sediaan farmasi (Lachman dkk,

1986).

Papain merupakan enzim protease yang terkandung di dalam getah

pepaya (Carica papaya L) yang berkemampuan memecah molekul protein

(Rizki dkk, 2014). Dalam bidang kefarmasian papain digunakan sebagai

pelancar pencernaan, luka infeksi, mengurangi penggumpalan darah sebelum

operasi serta meningkatkan penumbuhan inflamasi akut, sedangkan pada

industri kosmetik papain dapat digunakan pada pembuatan sampo, sabun,

mengangkat sel-sel kulit mati yang melekat pada kulit, noda atau flek,

sehingga kulit menjadi halus dan bersih, mengurangi jerawat, kerutan di

wajah, pemutih atau pencerah kulit yang baik (Baumann dkk, 2009).

Keterbatasan penggunaan papain sebagai suatu sediaan adalah masalah

stabilitas yang rendah. Aktivitas enzimatik papain dapat dipengaruhi oleh

kondisi lingkungan, seperti suhu, cahaya, oksigen, kelembaban dan kemasan

(Pinto dkk, 2011). Berdasarkan hal tersebut papain memiliki potensi dalam

1
bidang farmasi perlu dibuat dalam bentuk mikrokapsul karena kemampuan

mikrokapsul untuk melindungi zat aktif yang labil sehingga mampu menjaga

stabilitas dan aktifitasnya sebagai enzim proteolitik.

Dalam penelitian ini akan dibuat mikrokapsul papain dengan polimer

eudragit RL 100 menggunakan metode emulsifikasi ganda penguapan pelarut.

Pada penelitian ini dibuat variasi perbandingan polimer dengan zat aktif 1:1, 1:2

dan 1:3. Tujuan dilakukan variasi adalah untuk melihat pada perbandingan berapa

polimer tersebut yang memiliki karakter fisik yang baik. Berdasarkan hasil

penelitian yang telah dilakukan (Hasyim dkk, 2016) menggunakan polimer

Eudragit RS 100 dan Eudragut RL 100 bahwa mikrokapsul pada formula 2 yang

menggunakan Eudragit RL 100 memiliki kadar protein dan efisiensi penjerapan

yang paling tinggi.

Eudragit merupakan sinonim dan nama dagang dari polimetakrilat.

Polimetakrilat adalah polimer sintetis kation dan anionik dari dimetilaminoetil

metakrilat, asam metakrilat dan ester asam metakrilat dalam rasio yang berbeda-

beda. Eudragit RL memiliki permeabilitas yang baik dibandingkan Eudragit RS

dimana lapisan film yang terbentuk kurang permeable. Kopolimer polimetakrilat

banyak digunakan sebagai bahan pelapis film dalam formulasi obat secara oral

dan topikal. Umumnya dianggap sebagai bahan tidak beracun dan tidak

mengiritasi (Rowe dkk, 2009).

Salah satu metode mikroenkapsulasi adalah metode emulsifikasi ganda

penguapan pelarut. Pada metode ini penyalut dilarutkan dalam pelarut yang

mudah menguap, bahan inti yang akan dimikroenkapsulasi dilarutkan dalam

pelarutnya atau didispersikan dalam larutan penyalut polimer. Larutan polimer

2
yang telah dicampurkan dengan larutan bahan aktif diemulsifikasikan dalam

larutan surfaktan. Metode ini dapat dilakukan dalam waktu yang singkat, biaya

dan pengerjaannya relatif murah serta dapat digunakan untuk berbagai bahan inti,

baik berupa bahan larut air maupun yang tidak larut air (Lachman dkk, 1994).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk membuat

mikrokapsul papain dengan berbagai perbandingan polimer Eudragit RL 100

menggunakan metode emulsifikasi ganda penguapan pelarut.

1.2 Perumusan Masalah


1. Apakah papain dapat di formulasi menjadi mikrokapsul dengan polimer

Eudragit RL 100 menggunakan metode emulsifikasi ganda penguapan

pelarut ?
2. Apakah mikrokapsul papain yang dihasilkan memiliki karakter fisik yang

baik ?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Memformulasi papain menjadi mikrokapsul menggunakan polimer

Eudragit RL 100 dengan metoda emulsifikasi ganda penguapan pelarut.


2. Menghasilkan mikrokapsul papain yang memiliki karakter fisik yang baik.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Dapat memberikan dasar ilmiah untuk penelitian selanjutnya dalam

pengujian lanjut tentang mikrokapsul papain.


2. Mikrokapsul yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh industri farmasi

dalam bentuk sediaan obat lainnya.


3. Sebagai aplikasi ilmu kefarmasian bagi peneliti.

3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Papain

Enzim papain merupakan senyawa aktif yang memiliki kemampuan

mempercepat proses pencernaan protein. Enzim papain sebagai protease

4
sulfihidril dapat diaktifkan oleh at-zat pereduksi dan menjadi tidak aktif jika

teroksidasi (Rizki dkk, 2014).

Papain tampak sebagai serbuk putih atau putih keabu-abuan dan bersifat

agak higroskopik. Praktis larut dalam air dan gliserol, tidak larut dalam sebagian

besar pelarut organik (Permatasari, 2007). Ada beberapa kualitas papain, yaitu :

1. Crude papain (papain kasar)


Crude papain merupakan getah pepaya segar yang langsung

dikeringkan tanpa perlakuan sebelumnya, kecuali penambahan antioksidan.


2. Refined papain (papain bersih)
Refined papain merupakan getah segar yang sudah diberi perlakuan

seperti pemisahan kotoran (batang, daun dan serangga) yang selanjutnya

dikeringkan menjadi papain.


3. Pure papain (papain murni)
Pure papain merupakan getah setelah dibersihkan dari benda asing

dan melalui proses pemurnian dari zat bukan enim (Voight, 1995).
2.1.1 Manfaat papain

a. Sebagai pelunak daging

Papain sebagai pelunak daging (meat tenderizer) banyak

diperdagangkan dalam kemasan kecil sesuai kebutuhan rumah tangga.

Biasanya sebelum dikemas, papain ini sudah dicampur dengan bahan lain

seperti gula dan garam agar kandungannya tidak terlalu kuat.

b. Penghidrolisis protein

Daya memecahkan molekul protein yang dimiliki papain dapat

diintesikan lebih jauh menjadi kegiatan hidrolisis protein. Namun, kegiatan

ini dapat berlangsung kalau pH, suhu, kemurnian dan konsentrasi papain

berada pada kondisi yang tepat. Hal ini sering digunakan pada pembuatan

pepton dan asam-asam amino. Pepton dan asam amino diperlukan pada

5
penelitian mikrobiology dan industry, biasanya harga produk semacam itu

sangat mahal.

c. Pelembut kulit

Pada industri penyamakan kulit, papain sering digunakan untuk

melembutkan kulit. Kulit yang lembut dapat dibuat sarung tangan, jaket,

bahkan kaus kaki. Di negara beriklim dingin, pakaian dari kulit lebih

banyak dipilih dibandingkan dari bahan plastik atau serat sintesis karena

dapat memberikan rasa hangat, nyaman dan lebih kuat.

d. Anti dingin

Papain sangat berperan dalam industri bir yang setiap tahun

meningkat rata-rata 5%. Bir merupakan hasil fermentasi atau peragian

kecambah gandum atau barley. Bahan tersebut mengandung senyawa

folifenol protein yang akan terlarut dalam bir hasil fermentasi. Namun

kalau distribusi dan penyimpanannya berlangsung cukup lama atau

suasana sekitarnya dingin karena iklim atau sengaja didinginkan maka

senyawa tersebut akan terpisah dan mengendap yaitu berupa dispersi

padatan yang sangat halus melayang di seluruh cairan bir. Endapan ini

tampak seperti kabut putih sehingga dapat mengurangi mutu dan selera

dari bir tersebut dengan penambahan papain saat akan di botolkan,

senyawa protein tersebut akan tetap terlarut atau stabil walaupun

susananya dingin atau dismpan cukup lama. Itulah sebabnya papain sering

disebut sebagai obat anti dingin atau stabilier.

e. Bahan obat

6
Papain dapat digunakan sebagai bahan aktif dalam preparat farmasi

seperti untuk obat gangguan pencernaan protein, serta obat cacing.

Berhubungan dengan pembedahan, papain pun digunakan sebagai obat

pengendali inflamasi.

f. Bahan kosmetik

Papain dapat juga digunakan sebagai bahan aktif dalam pembuatan

krim pembersih kulit, terutama kulit muka ini. Disebabkan papain dapat

melrutkan sel-sel mati yang melekat pada kulit dan sukar terlepas cara

fisik. Noda atau flek pada muka dapat dikikis oleh papain sehingga

menjadi halus. Selain itu papain juga sering dijadikan bahan aktif dalam

pembuatan pasta gigi (Muhidin, 1999).


2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas papain.
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi papain adalah:
1. Suhu
Suhu sangat mempengaruhi terhadap kualitas papain. Jika suhu terlalu

rendah papain yang dihasilkan kualitasnya rendah, jika terlalu tinggi papain

menjadi gosong dan kualitasnya turun. Suhu yang baik antara 55 – 60º C

(Buchan, 1990).

2. Waktu Pengeringan

Waktu pengeringan juga berpengaruh terhadap kualitas papain. Makin

lama waktu pengeringan makin kering papain yang dihasilkan dan waktu yang

baik adalah 8 jam (Buchan, 1990).

3. Penambahan Sulfit

Untuk membuat enzim papain, bahan baku yang perlu disiapkan

adalah getah pepaya. Sementara bahan penolongnya air dan sulfit. Sulfit yang

7
dapat digunakan antara lain natrium bisufit,natrium metabisulfit.Air

digunakan sebagai pengencer. Sulfit digunakan sebagai bahan pengawet

(Muhidin, 2001).

Papain adalah zat yang mudah rusak karena oksidasi udara baik

yang terjadi selama pembuatan maupun penyimpanan. Untuk menghindari

kerusakan papain perlu ditambahkan zat pengawet didalam pembuatan

papain. Misalnya dapat dipakai natrium bisulfit yang dapat dicampurkan

pada getah baik sebelum atau sesudah pengeringan. Konsentrasi yang baik

adalah 0,7 % natrium bisulfit (Daryono, 1982).

Dipilihnya sulfit sebagai bahan pengawet karena sulfit dapat

menghambat, menahan atau memperlambat dekomposisi enzim papain.

Definisi ini meliputi penghambat microbia, antioksidan, bahan pengasam

dan pengikat. Sebagai bahan pengawet sulfit memiliki persyaratan yang

dituntut untuk semua bahan pengawet yaitu (Tranggono, 1990) :

a. Memberi arti ekonomi dari pengawet (secara ekonomi menguntungkan).


b. Digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan lainnya tidak mencukupi

atau tidak tersedia.


c. Memperpanjang umur simpan.
d. Tidak menurunkan kualitas (Warna, citrarasa, dan bau) bahan yang

diawetkan.
e. Mudah dilarutkan.
f. Menujukan sifat – sifat anti mikrobiologi.
g. Aman dalam jumlah yang diperlukan.
h. Mudah ditentukan dalam analisa kimia.
i. Tidak mengalami dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk

suatu senyawa kompleks yang bersifat toksin.

2.2 Mikroenkapsulasi
2.2.1 Definisi Mikroenkapsulasi dan mikrokapsul

8
Mikroenkapsulasi adalah suatu proses penyalutan tipis pada partikel zat

padat atau tetesan cairan dan dispersi (Lachman dkk, 1986). Mikroenkapsulasi

akan menghasilkan bentuk sediaan yang disebut mikrokapsul. Mikrokapsul

didefinisikan sebagai suatu partikel berbentuk sferis yang mengandung zat aktif

atau material inti yang dikelilingi oleh satu lapisan atau cangkang.
Mikrokapsul yang terbentuk biasanya memiliki rentang ukuran partikel 1-

5000 µm. Ukuran tersebut tergantung pada ukuran bahan inti yang digunakan dan

metode pembuatan. Berikut ini contoh ukuran yang dapat dihasilkan dari berbagai

metode mikroenkapsulasi (Lachman dkk, 1986) :

Tabel 1. Proses Mikroenkapsulasi dan Penerapannya

Proses Bahan inti yang dapat


Ukuran partikel (µm)
Mikroenkapsulasi Diterapkan

Suspensi udara Padat 35-500

Pemisaha fasa konservasi Padat dan cair 2-5000

Lubang ganda sentrifugal Padat dan cair 1-5000

Penyalutan dalam panci Padat 600-5000

Penguapan pelarut Padat dan cair 5-5000

Pengeringan semprot Padat dan cair 600

2.2.2 Tujuan mikroenkapsulasi

Tujuan mikroenkapsulasi adalah (Benita, 1996 ; Bansode dkk, 2010) :

1. Mengkonversi bentuk cairan menjadi padatan.

2. Melindungi inti dari pengaruh lingkungan

9
3. Meningkatkan stabilitas bahan inti

4. Menurunkan sifat iritasi inti terhadap saluran cerna

5. Mengatur laju pelepasan obat

6. Memperbaiki sifat alir serbuk


2.2.3 Keuntungan mikroenkapsulasi

Keuntungan dari sediaan mikrokapsul yaitu dengan adanya lapisan dinding

polimer, zat ini akan terlindung dari pengaruh lingkungan luar, mikroenkapsulasi

dapat mencegah perubahan warna dan bau serta dapat menjaga kestabilan inti

yang dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang lama, dapat bercampur

dengan komponen lain yang berinteraksi dengan zat inti (Lachman dkk, 1994)

Kerugian dari sediaan mikrokapsul yaitu terkadang penyalut inti oleh

polimer kurang sempurna atau tidak merata sehingga akan mempengaruhi

pelepasan zat inti dari mikrokapsul, harus dilakukan pemilihan polimer penyalut

dan pelarut yang sesuai dengan bahan inti agar diperoleh hasil mikrokapsul yang

baik (Lachman dkk, 1994)

2.2.4 Prinsip Dasar Mikroenkapsulasi

Dalam proses mikroenkapsulasi pada dasarnya ada dua bahan yang terlibat

di dalamnya (Lachman dkk, 1994)

1. Bahan Inti

Merupakan bahan spesifik yang akan di salut dapat berupa cairan atau

padatan. Komposisi bahan inti dapat bervariasi, seperti inti cairan dapat

meliputi bahan terdispersi atau bahan tersalut. Ukuran bahan inti berbeda-

beda tergantung dari teknik mikroenkapsulasi yang digunakan.

10
2. Penyalut

Pemilihan bahan penyalut yang tepat akan menentukan sifat-sifat fisika

dan kimia mikrokapsul yang dihasilkan. Bahan penyalut yang digunakan

harus mampu memberikan satu lapisan tipis yang kohesif dengan bahan

inti, memberikan sifat penyalutan yang diinginkan seperti fleksibilitas,

kekuatan dan stabilitas.

2.2.5 Klasifikasi Teknik Mikroenkapsulasi

Berdasarkan prinsip yang terjadi, teknik mikroenkapsulasi dapat di

klasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu mikroenkapsulasi tipe A (proses

kimia) dan tipe B (proses mekanik) (Lachman dkk,1994).

Tabel 2. Klasifikasi Proses Mikroenkapsulasi

Tipe A (Proses Kimia) Tipe B (Proses Mekanik)


Pemisahan Fasa Koarsevasi Suspensi Udara

Pengeringan semprot dan pembekuan


Polimerisasi Antar Permukaan
semprot
Polimerisasi Insitu Penyalutan dalam Panci
Penguapan Pelarut Lubang Ganda Sentrifugal

2.2.6 Teknik Mikroenkapsulasi

a. Suspensi Udara

Prinsip metode ini adalah partikel inti didispersikan ke dalam arus udara

dan pada tempat-tempat tertentu mengalami penyalut oleh polimer yang

disemprotkan secara berkala. Metode suspensi udara, digunakan untuk bahan

11
inti yang tahan panas dengan menggunakan medium udara/gas dan penyalur

polimer (Deasy, 1984).

b. Pemisahan Fasa Koaservasi

Secara umum proses ini dilakukan tiga tahapan dibawah kondisi

pengocokan terus menerus(Lachman dkk, 1994).


1. Tahap I

Pada tahap ini dilakukan pembentukan tiga fasa kimia yang tidak

tercampurkan, yaitu fasa bahan inti, fasa cairan pembawa dan fasa bahan

penyalut. Untuk membentuk 3 fasa ini, bahan inti didispersikan kedalam

suatu larutan polimer penyalut, pelarut untuk polimer merupakan fasa

cairan pembawa. Fasa bahan penyalut merupakan suatu polimer yang tidak

tercampurkan pada keadaan air, dibentuk menggunakan salah satu metoda

pemisahan fasa koaservasi yaitu mengubah temperatur larutan polimer

dengan penambahan suatu garam.

2. Tahap II
Pada tahap ini proses dari penempatan bahan polimer air pada bahan

inti. Tahapan ini dilakukan dengan cara pencampuran fisik yang terkontrol

dari bahan penyalut (selagi cair) dan bahan inti pada cairan pembawa.

Penempatan polimer penyalut cair disekeliling bahan inti terjadi jika

polimer teradsorpsi pada antar muka yang terbentuk antara bahan inti dan

fasa cairan pembawa, sehingga fenomena adsorpsi ini merupakan hal yang

menentukan efektifitas penyalut.


3. Tahap III

Pada tahap ini terjadi pengerasan penyalut yang biasanya dilakukan

dengan teknik panas dan ikatan silang.

12
c. Lubang Ganda Sentrifugal
Pada prinsipnya metoda ini adalah memproduksi mikrokapsul dengan

menggunakan gaya sentrifugal untuk melingkari bahan inti melalui

pembungkusan membran mikroenkapsulasi, sehingga mempengaruhi mekanika

mikroenkapsulasi. Mikroenkapsulasi dengan proses multi lubang sentriugal

mampu membuat mikroenkapsulasi cairan padatan (jika padatan didispersikan

pada cairan) dari berbagai kisaran ukuran dari berbagai bahan penyalut

(Lachman dkk, 1994).

d. Penyalutan dalam Panci

Mikroenkapsulasi dengan menggunakan metode penyalut dalam panci

telah luas digunakan dalam industri farmasi. Pada metode ini penyalut

digunakan sebagai satu larutan atau sebagai semprotan halus ke suatu bahan

inti padat di dalam panci penyalut. Untuk memindahkan larutan penyalut,

biasanya air hangat digunakan pada bahan-bahan tersalut saat penyalutan,

biasanya air hangat digunakan pada bahan-bahan tersalut ada di dalam panci

penyalut. Penghilangan penyalut dilakukan dalam oven pengering (Lachman

dkk, 1986).

e. Pengeringan Semprot

Semprot kering atau spray drying dapat didefenisikan sebagai suatu proses

perubahan dari bentuk cair (larutan, dispersi atau pasta) menjadi bentuk

partikel partikel kering oleh suatu proses penyemprotan bahan ke dalam

medium pengering yang panas. Prinsip mikroenkapsulasi dengan semprot

kering meliputi proses pendispersian bahan inti ke dalam larutan penyalut,

kemudian pelarut penyalut tersebut dikeringkan dengan menyemprotkan

13
campuran tersebut dengan udara panas pada kamar pengering. Proses

pengeringan dengan semprot kering terdiri dari empat tahap yaitu : pengabutan

( atomizittion), pencampuran semprot dan udara, penguapan pelarut dan

pemisahan produk dari alat (Kissel T, 2006).

f. Pembekuan Semprot

Metoda ini hampir sama dengan pengeringan semprot, bedanya hanya

pada pengerasan mikrokapsul yaitu melalui pembekuan bahan penyalut yang

meleleh bukan larutan penyalut ke dalam arus dingin. Pada metoda ini bahan

penyalut yang digunakan dapat berupa malam, asam lemak dan alcohol

(Lachman dkk,1994).

g. Penguapan Pelarut

Metode penguapan pelarut merupakan metode mikroenkapsulasi yang luas

penggunaannya dengan bahan inti berupa zat padat atau cairan (Deasy, 1984).

Dalam metode ini bahan inti dilarutkan atau didispersikan dalam pelarut

organik. Fase organik kemudian diemulsifikasikan dalam fase pendispersi yang

mengandung surfaktan kemudian diaduk sehingga menghasilkan fase emulsi.

Fase pendispersi harus tidak bercampur dengan pelarut organik yang digunakan

biasanya air atau surfaktan anionik. Pengadukan dilakukan dengan kecepatan

tinggi dalam waktu yang lama untuk menguapkan untuk menguapkan pelarut

organik (Tewes dkk, 2006)


Pemanasan dapat dilakukan untuk mempercepat penguapan pelarut.

Ukuran tetesan-tetesan kecil yang terbentuk selama pengadukan akan

mempengaruhi ukuran mikrokapsul yang terbentuk (Deasy, 1984)

14
Penguapan pelarut organik akan menyebabkan terbentunya lapisan film di

sekeliling inti menjadi mikrokapsul. Mikrokapsul yang terbentuk dipisahkan

dengan penyaringan dan dicuci dengan larutan tertentu untuk kemudian

dikeringkan (Swarbick dkk, 1994).


Terdapat perbedaan metode dalam membuat mikrokapsul menggunakan

metode penguapan pelarut (Muhaimin, 2013) :

1. Proses emulsi tunggal

Proses ini melibatkan emulsifikasi minyak dalam air (minyak/air). Salah

satu kekurangan proses emulsi minya/air adalah efisiensi enkapsulasi yang

rendah pada obat dengan kelarutan sedang dalam air. Proses emulsifikasi

minyak/air banyak digunakan untuk enkapsulasi obat larut lemak.

2. Proses emulsi ganda

Metode minyak dalam air air/minyak/air sesuai untuk enkapsulasi obat

hidrofilik tinggi karena terdapat dua alasan utama. Alasan pertama adalah obat

hidrofilik tidak larut dalam pelarut organik. Alasan kedua adalah obat akan

berdifusi menuju fase kontinyu selama proses emulsi yang dapat menyebabkan

kehilangan obat yang tinggi.


Proses emulsi ganda biasa digunakan untuk obat yang tidak larut dalam

pelarut organik. Proses ini dapat menghasilkan bentuk dengan ukuran kecil.

Pada metode ini larutan encer obat ditambahkan pada fase organik yang

mengandung polimer dan pelarut organik dengan pengadukan untuk

membentuk emulsi kedua yaitu emulsi air/minya/air. Beberapa obat hidrofilik

seperti peptida leuprolida asetat, protein/peptida dan molekul konvensional

telah berhasil dienkapsulasi menggunakan metode ini.

h. Polimerisasi Antar Permukaan

15
Pada metoda ini meliputi reaksi dari unit-unit monomer yang diletakkan

pada antar muka yang terjadi antara bahan inti dengan fase penyangga dimana

bahan inti terdispersi. Fase penyangga bahan inti biasanya berbentuk

cairan/gas, sehingga reaksi polimerisasi terjadi pada antar muka cairan dengan

cairan, cairan dengan gas, padat dengan cairan atau padat dengan gas

(Lachman dkk,1994).

i. Polimerisasi Insitu

Teknik polimerisasi insitu berbeda dengan polimerisasi antar permukaan.

Pada proses ini, monomernya terletak dalam satu fasa yaitu fasa inti atau fasa

luar saja. Dengan kehadiran katalis, polimer penyalut menjadi tidak larut dan

akan menyelimuti partikel inti. Materi dapat berupa cairan atau padatan dan

harus tidak larut dalam pelarut pembawa yang biasanya merupakan cairan

hidrofob atau hidrofil. Penambahan monomer dan katalis dapat dari dalam atau

luar tetesan inti. Penempelan polimer pada antar permukaan disebabkan

kesetimbangan hidrofilik dan hidrofobik atau kehadiran katalis pada antar

permukaan.

Polimerisasi akan terjadi pada luar tetesan inti dan akan membentuk suatu

lapisan polimer yang menyelubungi seluruh permukaan inti. Polimer yang

digunakan dapat berbentuk cair, gas, larut air, larut minyak atau campuran dari

monomer. Medium yang digunakan untuk mikroenkapsulasi dapat terdiri dari

air, pelarut organik atau gas. Untuk mempercepat proses reaksi polimerisasi

yang mampu membuat mikroenkapsulasi cairan padatan (jika padatan

didispersikan pada cairan) dari berbagai kisaran ukuran dari berbagai bahan

penyalut (Lachman dkk, 1994).

16
2.3 Eudragit

Gambar 1. Struktur Kimia Eudragit (Rowe dkk, 2006)

Eudragit atau nama lainnya Polimetakrilat adalah polimer kationik dan

anionik sintetis dari dimetilaminoetil metakrilat, asam metakrilat dan ester asam

metakrilat. Eudragit ini dapat digunakan sebagai film film forming agent,

modified-release agent, solubilizing agent, tablet dan capsul binder. Eudragit RL

100 adalah polimer turunan metakrilat yang mengandung kolpolimer poli (etil

akrilat, metil metakrilat dan asam metakrilat) 7:3:1. Berbentuk granul dengan

kandungan polimer 97%. Eudragit RL 100 larut di dalam aseton dan alkohol,

dikhlorometan, ethyl asetat, tidak larut di dalam ether dan air (Rowe dkk, 2006).

Gambar 2. Morfologi Eudragit RL 100

17
18
BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini telah dilakukan dari bulan September hingga November 2018 di

Laboratorium Penelitian STIFI Perintis Padang, Laboratorium LIPI Bandung dan

Laboratorium STIFARM Padang.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian: alat – alat gelas, timbangan digital,

homogenizer, magnetic stirrer, scanning electron microscope, moisture balance,

lemari pendingin, spektofotometer UV-Visble dan optilab microscope camera.


3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah papain murni, aquadest,

Eudragit RL 100, diklorometan, Poli Vinil Alkohol (PVA), bovine serum albumin

(BSA), reagen Biuret.

3.3 Pembuatan mikrokapsul

Eudragit RL 100 dilarutkan dalam 20 ml diklorometan (M1). Kemudian 1

g papain didispersikan dalam masa 1 dan dihomogenkan (M2), selanjutnya M2

diemulsifikasikan kedalam polivinil alkohol 1% dan di homogenizer dengan

kecepatan 2000 rpm selama 5 menit sampai terbentuk mikrokapsul. Selanjutnya di

cuci menggunakan aquadest sebanyak 3 kali. Mikrokapsul yang diperoleh

dikeringkan untuk mendapatkan mikrokapsul yang kering (Hasyim, 2016).

Tabel 3. Formula Mikrokapsul Papain

Formula F1 F2 F3

Papain (gram ) 1 1 1

19
Eudragit RL 100 (gram) 1 2 3

Diklorometan(ml) 20 20 20

PVA 1% (ml) 30 30 30

Keterangan : F1 = mengandung Eudragit RL 100 1 gram


F2 = mengandung Eudragit RL 100 2 gram
F3 = mengandung Eudragit RL 100 3 gram

3.4 Evaluasi dan Karakterisasi Mikrokapsul

3.4.1 Perolehan Kembali


Perolehan kembali dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot

mikrokapsul yang diperoleh terhadap bobot bahan pembentuk mikrokapsul yang

digunakan dan dihitung menggunakan rumus sebagai bertikut (Agustin, 2004) :

Wm
PK= x 100
Wt

Keterangan : % PK = faktor perolehan kembali (g)


Wm = bobot mikrokapsul yang diperoleh (g)
Wt = bobot bahan pembentuk mikrokapsul (g)

3.4.2 Pemeriksaan Organoleptis.


Pemeriksaan organoleptis ini dilakukan dengan menggunakan panca indra

yang bertujuan untuk pengenalan awal sediaan yang meliputi bentuk, bau, warna

dan rasa.

3.4.3 Penentuan Bentuk dan Morfologi Mikrokapsul

Bentuk dan morfologi mikrokapsul diamati menggunakan alat scanning

electron microscope (SEM). Mikrokapsul dilapisi dengan logam emas dan

palladium menggunakan Ion Sputter ( HITACHI E-1045) pada kondisi vacum

20
dan sampel diperiksa menggunakan scanning electrone microscope (Agustin,

2004)
3.4.4 Penentuan Distribusi Ukuran Partikel
Penentuan distribusi ukuran partikel dari mikrokapsul dilakukan

menggunakan alat Optilab Microscope Camera. Mikrokapsul yang sudah

disiapkan didespersikan kedalam medium yang sesuai. Setelah itu dilakukan

pengambilan gambar dan selanjutnya partikel diukur dengan menggunakan

aplikasi (Agustin, 2004).


3.4.5 Penentuan Kadar Air

Kadar air ditentukan dengan menggunakan alat moisture balance. Alat

dipanaskan terlebih dahulu selama kurang lebih 10 menit. Parameter pada alat

diatur dan suhu diatur menjadi 105 ºC. Mikrokapsul ditimbang menjadi 1 g dan

diletakkan diatas wadah aluminium secara merata dalam alat. Alat kemudian

dinyalakan diatas wadah aluminium secara merata dalam alat. Alat kemudian

dinyalakan dan nilai kadar air akan terbaca pada alat kemudian dinyalakan dan

nilai kadar air akan terbaca pada alat kemudian dicatat (Sugindro, 2008).

3.4.6 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan BSA 6,6 %


Dipipet sebanyak 0,9 mL larutan BSA 22% ke dalam tabung reaksi

kemudian tambahkan pereaksi biuret 0,8 mL dan tambahkan aquadest sebanyak

1,3 mL, sehingga diperoleh konsentrasi BSA 6,6%. Diamkan selama 10 menit

hingga terbentuk warna ungu yang stabil, lalu serapan diukur pada panjang

gelombang 400-800 nm. Dicatat panjang gelombang serapan maksimum yang

diperoleh (533 nm).

3.4.7 Pembuatan Kurva Kalibrasi

Disiapkan enam tabung reaksi. Tabung pertama diisi larutan blangko yaitu

0,8 mL reagen biuret dan aqudest 2,2 ml. Pada tabung kedua, diisi larutan standar

21
BSA konsentrasi 2,2% dengan cara mengambil sebanyak 0,3 mL larutan BSA,

kemudian tambahkan pereaksi biuret 0,8 mL dan cukupkan dengan aquadest 1,9

mL. Pada tabung ketiga, diisi larutan standar BSA konsentrasi 4,4% dengan cara

mengambil sebanyak 0,6 mL larutan BSA, kemudian tambahkan pereaksi biuret

0,8 mL dan cukupkan dengan aquadest 1,6 mL. Pada tabung keempat, diisi larutan

standar BSA konsentrasi 6,6% dengan cara mengambil sebanyak 0,9 mL larutan

BSA, kemudian tambahkan pereaksi biuret 0,8 mL dan cukupkan dengan aquadest

1,3 mL. Pada tabung kelima, diisi larutan standar BSA konsentrasi 8,8% dengan

cara mengambil sebanyak 1,2 mL larutan BSA, kemudian tambahkan pereaksi

biuret 0,8 mL dan cukupkan dengan aquadest 1,0 mL. Pada tabung keenam, diisi

larutan standar BSA konsentrasi 11% dengan cara mengambil sebanyak 1,5 mL

larutan BSA, kemudian tambahkan pereaksi biuret 0,8 mL dan cukupkan dengan

aquadest 0,7 mL.

Keenam larutan pada tabung reaksi tersebut didiamkan selama 10 menit

hingga terbentuk warna ungu yang stabil. Setelah itu, diukur absorbansi masing-

masing larutan pada tabung reaksi dengan Spektrofotometri UV-Vis pada panjang

gelombang 533 nm (Sumantri, 2007).

Tabel 4. Pembuatan Kurva Standar Bovin Serum Albumin

Larutan BSA Induk 22% Reagen Biuret Aquadest Konsentrasi BSA


(ml) (ml) (ml) (%)
0 0,8 2,2 0
0,3 0,8 1,9 2,2
0,6 0,8 1,6 4,4
0,9 0,8 1,3 6,6
1,2 0,8 1,0 8,8
1,5 0,8 0,7 11

22
3.4.8 Penetapan kadar protein total dari mikrokapsul
Kadar protein total dari mikrokapsul diukur ditentukan dengan metode

Biuret. Mikrokapsul ditimbang 50 mg, kemudian dilarutkan dengan Diklorometan

sebanyak 2 ml dan 3 ml aquadest. Larutan tersebut dipipet sebanyak 0,1 ml,

dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambah dengan 0,8 reagen Biuret dan di adkan

hingga 3 ml. Kemudian didiamkan selama 10 menit, lalu diukur absorbansinya

menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 533 nm.

Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali.

3.5 Analisis Data

Data yang diperoleh diolah secara statistik. Analisis yang dilakukan

yaitu menggunakan uji ANOVA satu arah.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Setelah dilakukan penelitian mikroenkapsulasi papain dengan penyalut

eudragit RL 100 menggunakan metode penguapan pelarut di dapatkan hasil

sebagai berikut :

1. Hasil perolehan kembali dari mikrokapsul F1 sebanyak 87,37 %, F2 sebanyak

89,5 % dan F3 sebanyak 89,3096,01 % (Lampiran 4).


2. Organoleptis dari mikrokapsul papain (Lampiran 5, Tabel 5, Gambar 6).
1) Bentuk : serbuk kasar
2) Warna : putih
3) Bau : tidak berbau

23
3. Hasil bentuk dan morfologi dari mikrokapsul papain menggunakan alat

scanning electron microscope (SEM) dimana mikrokapsul yang dihasilkan

tidak sferis (Lampiran 5, Gambar 7 - 10).


4. Hasil distribusi dan ukuran partikel dari mikrokapsul papain menggunakan

Optilab Microscope Camera diperoleh diameter rata-rata 28,313 μm (F1);

56,79 μm (F2); 101,383 μm (F3) (Lampiran 6, Tabel 6-8, Gambar 11 -13).


5. Hasil penentuan kadar air dari mikrokapsul papain dengan alat moisture

balance diperoleh kandungan air pada F1 9,45%, F2 9,55% dan F3 9,93%.


6. Hasil pemeriksaan panjang gelombang serapan maksimum bovin serum

albumin yang diukur pada rentang panjang gelombang 400-800 nm adalah

533 nm dengan absorban 0,268 (Lampiran 7, Gambar 14).

7. Hasil pembacaan absorban dan kurva kalibrasi pada konsentrasi 2,2%

didapatkan absorban 0,250 ; konsentrasi 4,4% absorban 0,271 ; konsentrasi

6,6% absorban 0,278 ; konsentrasi 8,8% absorban 0,295 dan konsentrasi 11%

absorban 0,307 (Lampiran 8, Tabel 9, Gambar 15).

8. Hasil perhitungan koefisien korelasi r = 0,99; koefisien regresi b = 0,006; a =

0,238 (Lampiran 8).

9. Hasil dari analisa kadar protein pada mikrokapsul papain F1, F2 dan F3

berturut turut ialah 7,31 %b/v 10,45 %b/v 6,67 %b/v (Lampiran 9).

10. Hasil uji Duncan antar semua formula berbeda nyata (Lampiran 10)

4.2 Pembahasan
Pada penelitian ini dilakukan pembuatan mikrokapsul papain dengan

polimer eudragit RL 100 menggunakan metode emulsifikasi ganda penguapan

pelarut. Keterbatasan penggunaan papain sebagai suatu sediaan adalah masalah

stabilitas yang rendah. Aktivitas enzimatik papain dapat dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan, seperti suhu, cahaya, oksigen, kelembaban dan kemasan (Pinto dkk.,

24
2011). Oleh karena itu penelitian ini dibuat formula dari zat aktif papain berupa

mikroenkapsulasi yang mana menggunakan bantuan polimer Eudragit RL 100

untuk menjadikannya sediaan yang dapat menjaga kestabilan papain.


Mikrokapsul Papain Eudragit RL 100 dibuat dengan 3 formula

mikrokapsul dengan perbandingan 1:1 untuk mikrokapsul formula 1 yaitu dengan

jumlah Papain-Eudragit RL 100 sebanyak 1 gram : 1 gram, mikrokapsul formula 2

dengan perbandingan 1:2 jumlah Papain-Eudragit RL 100 sebanyak 1 gram : 2

gram dan mikrokapsul formula 3 dengan perbandingan 1:3 jumlah Papain-

Eudragit RL 100 sebanyak 1 gram : 3 gram. Ketiga formula dibuat dengan metode

emusifikasi ganda penguapan pelarut menggunakan alat homogenizer, pemilihan

metode ini dikarenakan lebih efisien dan sederhana. Pemilihan Eudragit RL 100

ini karena polimer ini dapat menyalut zat aktif dan memiliki permeabilitas yang

tinggi. Bahan inti seharusnya tidak bereaksi dengan bahan penyalut dan pelarut

yang digunakan. Bahan penyalut harus mampu memberikan suatu lapisan tipis

yang kohesif dengan bahan inti, tidak bereaksi dengan bahan inti dan dapat

memberikan sifat penyalutan yang diinginkan. Selanjutnya dalam pembuatan

mikrokapsul ini digunakan juga bahan tambahan lain seperti diklorometan (DCM)

sebagai pelarut polimer, Polivinil Alkohol (PVA) sebagai surfaktan, serta aquades

sebagai pencuci mikrokapsul.


Metode emulsifikasi ganda penguapan pelarut, selain metode yang

sederhana, metode ini juga digunakan untuk zat aktif yang sangat mudah larut

dalam air (Giri, 2012). Dalam metode ini, proses terbentuknya mikrokapsul

dimulai dengan membentuk emulsi air/minyak selanjutnya emulsi yang terbentuk

dimasukkan kedalam larutan surfaktan yang merupakan fase air dan terbentuk

emulsi air/minyak/air. Emulsi yang diperoleh selanjutnya diuapkan pelarutnya,

25
disentrifugasi dan diliofilisasi hingga diperoleh mikrokapsul yang kering .

Kecepatan homogenizer yang digunakan 2000 rpm, homogenizer ini membantu

dalam proses pengadukan zat aktif dengan larutan polimer Eudragit RL 100 yang

telah dilarutkan bersamaan dengan diklorometan tadi, kemudian diemulsifikasikan

kedalam larutan polivinil alkohol 1 % sedikit demi sedikit melalui dinding beker

glass dan kemudian diatur kecepatan pengadukan dan dibiarkan selama 5 menit

hingga semua pelarut menguap, kemudian dicuci dengan aquadest sebanyak 3 kali

dan dikeringkan hingga diperoleh mikrokapsul yang kering. Evaluasinya meliputi

perolehan kembali, organoleptis, bentuk dan morfologi, distribusi dan ukuran

partikel, penetapan kadar air dan penetapan kadar protein dari mikrokapsul.
Dari mikrokapsul yang terbentuk, hasil perolehan kembali proses

mikrokapsul yang didapat untuk formula 1, formula 2 dan formula 3 berturut

adalah 87,37% ; 89,95% ; % dan 96,01% (Lampiran 3). Data yang didapatkan

menunjukkan perolehan kembalinya kurang dari 100%. Hal ini mungkin

disebabkan karena belum sempurnanya proses emulsifikasi yang terjadi sehingga

ada zat yang tidak tersalut (Deghan, 2010), ada penyalut dan zat aktif yang masih

menempel pada beaker dan juga yang hilang pada saat proses pencucian (Sutriyo

dkk, 2004).
Morfologi dan karakterisasi sampel dapat dilihat dengan menggunakan

Scanning Electron Microscopy (SEM). Analisis menggunakan SEM akan

memperlihatkan karakteristik dari Papain, Eudragit RL 100 dan mikrokapsul

papain yang telah dibuat. Morfologi papain yang dilihat dari SEM dengan

perbesaran 100 kali memiliki bentuk bongkahan-bongkahan (Lampiran 5. Gambar

6). Eudragit RL 100 pada hasil SEM dengan perbesaran 500 kali berbentuk bulat

sempurna (Gambar 2), sedangkan mikrokapsul formula 1 dengan perbesaran SEM

26
100 kali terlihat mikrokapsul Papain-Eudragit RL 100 berbentuk serbuk tidak

sferis yang beraglomerasi dan bentuk permukaan yang tidak rata, ini dikarenakan

papain pada formula 1 dengan perbandingan 1:1 tidak terenkapsulasi sempurna

oleh polimer karena perbandingan polimer dan zat aktif yang sama banyak

(Lampiran 5 Gambar 8). Pada formula 2 perbesaran 100 kali terlihat morfologi

mikrokapsul sferis dan sedikit oval dengan permukaan yang tidak rata. Ini

menunjukan bahwa papain terenkapsulasi sempurna dalam polimernya, dapat juga

kita lihat berdasarkan hasil kadar papain yang terenkapsulasi oleh polimer,

sehingga bentuk morfologi mikrokapsul pada formula 2 dengan perbandingan 1:2

lebih baik dari dua formula lainnya (Lampiran 5, Gambar 9). Pada mikrokapsul

formula 3 perbesaran 100 kali terlihat mikrokapsul tidak sferis, permukaan tidak

rata dan terlihat adanya penumpukan antara mikrokapsul, sehingga bentuk

morfologi mikrokapsul tidak tergambar jelas, ini dikarenakan perbandingan antara

papain dengan polimer 1:3 (Lamoiran 5, Gambar 10). Penggunaan polimer yang

terlalu besar membuat larutan polimer menjadi terlalu kental, sehingga dalam

formula ini mengakibatkan adanya tumpukan antar polimer dan sulitnya papain

terdispersi ke dalam larutan polimer akibatnya enkapsulasi tidak sempurna.

Penentuan distribusi ukuran partikel menggunakan mikroskop yang

dihubungkan dengan perangkat digital optilab dan laptop (Lampiran 11, Gambar

19). Sejumlah serbuk didispersikan dalam paraffin cair dan diteteskan pada kaca

objek. Kamera dari optilab disambungkan pada mikroskop, kemudian ditentukan

perbesaran yang akan digunakan yaitu 4, 10, 40 µm dan diamati partikelnya pada

laptop sebanyak 300 partikel yang bertujuan untuk mendapatkan hasil yang lebih

spesifik (Swarbick & Boylan, 1991). Hasil pemeriksaan distribusi ukuran partikel

27
dari papain adalah 6,138 µm, sedangkan mikrokapsul papain berturut-turut F1, F2

dan F3 adalah 28,313 μm, 56,79 μm dan 101,383 μm, terlihat jelas bahwa

mikrokapsul memiliki ukuran partikel yang lebih besar dibandingkan dengan zat

aktif (Lampiran 6). Akan tetapi, papain memiliki ukuran partikel kecil yang

seragam bila dibandingkan dengan mikrokapsul. Semakin besar jumlah Eudragit

RL 100 yang digunakan semakin besar pula mikrokapsul yang dihasilkan. Secara

keseluruhan hasil ini sesuai dengan literatur yang menunjukkan persyaratan untuk

ukuran partikel mikrokapsul yaitu antara 5-5000 μm (Lachman dkk, 1994).

Penetapan kadar air pada mikrokapsul dilakukan untuk mengetahui jumlah

air yang terkandung di dalam mikrokapsul, karena kadar air yang tinggi akan

mempengaruhi stabilitas suatu sediaan. Kadar air yang tinggi lebih rentan

terhadap pencemaran mikroorganisme. Syarat kadar air yang diperbolehkan

adalah kurang dari 10% (Faradiba dkk, 2013). Berdasarkan hasil persentase kadar

air dalam mikropartikel, pada ketiga formula memenuhi persyaratan dimana kadar

air dalam mikrokapsul yang dihasilkan kurang dari 10%, yaitu Formula 1 sebesar

9,45%, Formula 2 sebesar 9,55% dan Formula 3 sebesar 9,93%.

Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar protein yang terenkapsulasi

menggunakan metode Biuret. Pengukuran kadar protein dapat dilakukan dengan

metode biuret karena metode ini didasarkan pada pengukuran serapan cahaya

berwarna ungu dari protein yang bereaksi dengan pereaksi biuret dimana yang

membentuk warna kompleks ungu terbentuk karena adanya reaksi antara ion Cu 2+

dari pereaksi biuret dalam suasana basa dengan polipeptida atau ikatan-ikatan

peptida yang menyusun protein. Reagen biuret pada metode ini mengandung ion

Cu2+ yang akan bereaksi dengan gugus N pada ikatan peptida protein dalam

28
suasana basa dimana ion Cu2+ hanya dapat mengikat protein jika larutan

dikondisikan menjadi basa, dalam hal ini NaOH pada reagen biuret merupakan

agen pembuat suasana basa (Bintang, 2010).

Keuntungan dari metode biuret ini adalah bahan yang digunakan relatif

murah akan tetapi kelemahan dari metode ini adalah sensitivitas terhadap bahan

yang diidentifikasi rendah sehingga diperlukan bahan dalam jumlah yang tidak

sedikit.

Gambar 3. Reaksi antara ikatan peptida dengan ion Cu (berasal dari


pereaksi Biuret) dalam suasana basa

Protein standar yang digunakan adalah BSA (Bovine Serum Albumin) atau

albumin serum sapi. Albumin merupakan salah satu jenis protein globuler yang

larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas. BSA dalam penelitian ini berfungsi

untuk membuat kurva standar. BSA digunakan karena stabilitas untuk

meningkatkan sinyal dalam tes, kurangnya efek dalam reaksi biokimia, dan biaya

rendah, karena jumlah besar maka dapat segera dimurnikan dari darah sapi,

produk sampingan dari industri ternak.

Protein merupakan molekul yang sangat besar, sehingga mudah sekali

mengalami perubahan bentuk fisik maupun aktifitas biologis. Banyak faktor yang

menyebabkan perubahan sifat alamiah protein misalnya: panas, asam, basa,

pelarut organik, pH, garam, logam berat maupun sinar radiasi radioaktif.

29
Perubahan sifat fisik yang mudah diamati adalah terjadinya penjendelan (menjadi

tidak larut) atau pemadatan (Sudarmadji, 1997).

Penentuan panjang gelombang serapan maksimum bovin serum albumin

dilakukan pada rentang panjang gelombang 400–800 nm. Hasil yang diperoleh

menunjukan bahwa panjang gelombang serapan maksimum terdapat pada panjang

gelombang 533 nm dengan nilai absorbansi 0,268 dikarenakan bovin serum

albumin membentuk warna ungu yang menyerap pada panjang gelombang

tersebut (Lampiran 7, Gambar 15). Oleh karena itu, panjang gelombang 533 nm

ditetapkan sebagai gelombang maksimum yang digunakan sebagai patokan untuk

pengukuran selanjutnya.

Preparasi sampel dilakukan dengan menyiapkan menimbang mikrokapsul

sebanyak 50 mg, kemudian dilarutkan dengan diklorometan, adkan dengan

aquadest 5 ml. Larutan tersebut dipipet sebanyak 0,1 ml di tambah 0,8 pereaksi

Biuret adkan dengan aquadest hingga 3 ml. Didiamkan selama 10 menit kemudian

diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang

gelombang maksimum 533 yang di dapat. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali.

Hasil analisa protein dengan spektrofotometri UV-Visible metoda biuret

pada mikrokapsul didapat hasil konsentrasi masing-masing mikrokapsul yaitu

7,31 %b/v (F1), 10,45 %b/v (F2), 6,67 % b/v (F3) (Lampiran 9, Tabel 11).

Dengan data tersebut, F2 dengan rasio zat aktif : polimer (1:2) memiliki kadar

protein yang paling tinggi dibandingkan F1 dan F3. F2 dinyatakan sebagai

formula yang paling baik dengan kadar protein 10,45 %b/v. Pada F3 kadar protein

yang paling rendah dibandingkan F1 dan F2, hal ini disebabkan mungkin saja

karena tingginya jumlah polimer yang digunakan menyebabkan cairan polimer

30
sangat kental sehingga saat pembentukan mikrokapsul tidak sempurna dan papain

sulit untuk terdispersi kedalam larutan polimer.

Analisa data dengan uji statistik ANOVA satu arah (p < 0,05) karena pada

percobaan ini terdiri dari 2 variabel yaitu 1 variabel bebas dan variabel terikat,

variabel bebas yaitu formula sedangkan variabel terikatnya yaitu kadar protein

sampel, dilanjut analisa dengan uji Duncan (SPSS 23,0), didapatkan hasil uji

bahwa F3 berbeda nyata dengan F1 dan F2, pada F1 berbeda nyata dengan F3 dan

F2, begitu juga dengan F2 berbeda nyata dengan F3 dan F1. Hasil uji statistik dari

penetapan kadar protein menunjukan F2 memiliki kadar protein yang paling besar

dibandingkan formula yang lain (Lampiran 10).

31
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan, dapat diambil kesimpulan :

1. Papain dapat di formulasi menjadi mikrokapsul menggunakan polimer

Eudragit RL 100 dengan metoda emulsifikasi ganda penguapan pelarut.

2. Hasil evaluasi dan karakterisasi dari formula mikrokapsul didapatkan

formula yang memiliki bentuk dan morfologi serta distribusi ukuran

partikel yang baik adalah F2 dan kadar protein yang paling tinggi juga

dimiliki oleh F2 yaitu 10,4 %b/v.

5.2. Saran

Dari penelitian ini disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk

menguji aktivitas papain dan mengembangkan sediaan mikrokapsul ini

menjadi bantuk sediaan lainnya.

32
DAFTAR PUSTAKA

Agustin MD 2004. Mikroenkapsulasi Furosemid Menggunakan Polimer


Maltodekstrin DE 1-5 dari Pati Singkong dengan Metode Semprot
Kering. Skripsi. Sarjana Farmasi FMIPA : UI.

Bansode SS, Banarjee SK, Gaikwad DD, Jadhav SL, Thorat RM. 2010.
Microencapsulation : A Review. International Journal of
Pharmaceutical Sciences Review and Research. 1 (2) : 38-43.

Barenholz Y, Crommelin DJ. 1994. Liposomes as pharmaceutical dosage forms to


microencapsulation 3 (9). Marcel Dekker Inc. New York

Baumann L, Saghari S, Weisberg E. 2009. Cosmetic Dermatology, Princples, and


Practice. United States : The McGraw-Hill Companies, Inc.

Benita S. 1996. Microencapsulation Methods and Industrial Application. Marcel


Dekker. New York.

Bintang M. 2011. Biokimia Teknik Penelitian. Erlangga. Jakarta.

Buchan. 1990. Produk Papain Indonesia Masih Rendah. Edisi 7. Sinar Tani.
Surabaya.

Daryono M, Sabari SD. 1982. Pembuatan Papain. Gema Penyuluhan Pertanian.


Edisi 5. Jakarta.

Deasy P. 1984. Microencapsulation and Related Drug Processes. New York.


Marcell Dekker. Inc.

Dehgan S, Aboofazeli RM, Avadi M, Khaksar R. 2010. Formulation optimization


of nifedipine containing microspheres using factorial design. African
Journal of Pharmacy and Technology. 4 (6) : 346-354.

Dewi NY. 2013. Penetapan Kadar dan Analisis Profil Protein Asam Amino
Ekstrak Ampas Biji Jintan Hitam (Nigella sativa Linn.) dengan Metode
SDS-Page dan KCKT. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan.. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

33
Faradiba H, Nursiah Z. Formulasi Granul Effervescebt Ekstrak Etanol Daun
Jambu Biji (Psidium guajava LINN). Majalah Farmasi dan
Farmakologi. 12 (2).

Fitriani L, Rahmawati H, Suciati T. 2010. Formulasi Mikroenkapsulasi Protein


dalam Poli (D,L-Laktida) dengan Teknik Penguapan Pelarut. Jurnal
Sains dan Teknologi Farmasi. 15 (1) : 34-41.

Giri TK, Chhatrapal C, Ajazuddin, Amit A, Hemant B. and Dulal KT. 2012.
Prospects of pharmaceuticals and biopharmaceuticals loaded
microparticles prepared by double emulsion technique for controlled
delivery. Saudi Pharmaceutical Journal. 127

Hasyim N, Indayanti N, Hasan N. and Pattang Y. 2016. Pembuatan dan Evaluasi


Mikrokapsul Ekstrak Cacing Tanah Lumbricus rubellus dengan Metode
Emulsifikasi Ganda Penguapan Pelarut Menggunakan Polimer Eudragit.
Jurnal of Pharmaceutical and Medical Sciences. 1 (2) : 11-16.

Kissel T, Maretscheck S, Packhauser C. Schenieders, J. and Seidel, N. 2006.


Microencapsulation Techniques for Parental Depot System and Their
Application in the Pharmaceutical Industry. Departemen of
Pharmaceutics and Biopharmacy, Philpps-University of Marbug.
Germany.

Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1986. The Theory and Practice of
Industrial Pharmacy. 2nd ed. Lea and Febiger. Philadelphia.

Lachman L, Lieberman HA. dan Kanig, J. L.. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Edisi ketiga. (S. Suyatmi). Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Muhaimin. 2013. Study of Microparticle Preparation By The Solvent Evaporation


Method Using Focused Beam Reflectance Measurement (FBRM)
Disertation. University Berlin.

Muhidin D. 1999. Agroindustri Papain dan Pektin. Penebar Swadaya. Jakarta.

Muhidin D. 2001. Papain dan Peptine. Edisi 3. Penebar Swadaya. Jakarta.

Permatasari, Dahlia. 2007. Mikroenkapsulasi Papain untuk Sediaan Oral


Menggunakan Teknik Pautan Silang Alginat dengan Kalsium Klorida
sebagai “Cross Linker”. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi Farmasi
ITB. Bandung.

Pinto CAS, Lopes PS, Sarruf FD, Polakiewicz B, Kaneko TM, Baby AR, Velasco
MVR. 2011. Comparative Study of The Stability of Free and Modified
Papain Incorporated in Topical Formulation. Brazil : Brazillian Journal
of Pharmaceutical Science. 47 : 751-760.

34
Rizki PMH, Alviyulita M, Hanum F. 2014. Pengaruh Penambahan Natrium
Klorida dan Waktu Perendaman Buffer Fosfat Terhadap Perolehan Crude
Papain dari Daun Pepaya (Carica papaya, Linn). Jurnal Teknik Kimia
USU. 3 (3) : 39-44.

Rowe RC, Paul JS, Marian EQ. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipien. 6th
edition. Pharmaceutical Press. Chicago London.

Rowe RC, Shesky PL, Owen SC. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients,
5th edition. Pharmaceutical Press and The American Pharmacist
Association. London.

Sugindro, Mardliyati E, Djajadisastra J. 2008. Pembuatan dan Mikroenkasulasi


Ekstrak Etanol Biji Jintan Hitam Pahit (Nigella sativa Linn.). Majalah
Ilmu Kefarmasian. 5 (2) : 57-66.

Sharma M, Sharma V, Panda AK, Majumdar DK. 2011. Enteric Microsphere


Formulations Of Papain For Oral Delivery. The Pharmaceutical Society
Of Japan. 131 (5) : 697-709.

Sudarmadji S, dkk. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian.
Liberty. Yogyakarta.

Sumantri AR. 2007, Analisis Makanan. Yogyakarta, Gajah Mada University


Press.

Sutriyo, Djajadisastra J, Novitasari A. 2004. Mikroenkapsulasi propanolol


hidroklorida dengan penyalut etil selulosa menggunakan metoda
penguapan pelarut. Majalah Ilmu Kefarmasian. I (2) : 93-101.

Swarbrick J, Boylan J. 1994. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology. Vol. 9.


Marcel Dekker, Inc. New York.

Tewes F, Boury F, Benoit JP. 2006. Biodegradable Microspheres : Advances in


Production Technology.

Tranggono, Sutardi, Haryadi, Suparmo, Murdiati A, Sudarmadji S, Rahayu K,


Naruki S, Astuti M. 1990. Bahan Tambahan Pangan (Food Additives).
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta

Voigt R. 1995. Buku Pelajaran Tekonologi Farmasi. Edisi V. (Noerono). Gadjah


Mada Press. Yogyakarta.

35
Lampiran 1. Skema Kerja Pembuatan Mikrokapsul Papain

Eudragit RL 100
1 g Serbuk papain
F1 = 1 g
F2 = 2 g
F3 = 3 g
Dilarutkan dalam diklorometan

+ PVA 1%

Larutan emulsi

Homogenkan dengan homogenizer


(2000 rpm) selama 5 menit

Mikrokapsul papain
basah

 Cuci dengan aquadest 3x


 Keringkan

Mikrokapsul papain
kering

Evaluasi dan Karakterisasi :


1. Perolehan kembali
2. Organoleptis
3. Bentuk dan morfologi
4. Distribusi dan ukuran partikel
5. Kadar air
6. Kadar protein dari mikrokapsul
36
Lampiran 2. Sertifikat Bahan Baku

37
Gambar 4. Sertifikat Bahan Baku Papain

Lampiran 2. (lanjutan)

38
Gambar 5. Sertifikat Bahan Baku Eudragit RL 100

39
Lampiran 3. Perolehan Kembali Mikrokapsul

1. Perhitungan perolehan kembali mikrokapsul F1 (1:1)


Bahan pembentuk mikrokapsul
 Papain = 1,0034 gram
 Eudragit RL 100 = 1,0080 gram
 Mikrokapsul yang diperoleh = 1,7575 gram
1,7575 gram
PK = × 100
2,0114 gram

¿ 87,37

2. Perhitungan perolehan kembali mikrokapsul F2 (1:2)


 Papain = 1,0054 gram
 Eudragit RL 100 = 2,0074 gram
 Mikrokapsul yang diperoleh = 2,7103 gram
2,7103 gram
PK = × 100
3,0128 gram
¿ 89,95
3. Perhitungan perolehan kembali mikrokapsul F3 (1:3)
 Papain = 1,0037 gram
 Eudragit RL 100 = 3,0084 gram
 Mikrokapsul yang diperoleh = 3,8523 gram
3,8523 gram
PK = ×100
4,0121 gram

¿ 96,01

Lampiran 4. Pemeriksaan Organoleptis


Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Organoleptis Mikrokapsul

Formula Bentuk Warna Bau

F1 Serbuk kasar Putih Tak berbau

F2 Serbuk kasar Putih Tak berbau

Serbuk kasar tak


F3 Putih Tak berbau
beraturan

40
F1 F2

F3

Gambar 6. Mikrokapsul Papain

Lampiran 5. Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)

41
Gambar 7. Morfologi Papain

Gambar 8. Morfologi Mikrokapsul Papain F1

42
Gambar 9. Morfologi Mikrokapsul Papain F2

Gambar 10. Morfologi Mikrokapsul Papain F3

Lampiran 6. Distribusi dan ukuran partikel


Tabel 6. Hasil Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel Papain

43
rata-rata
Ukuran ukuran % frekuensi
N nd % frekuensi
partikel (μm) partikel kumulatif
(μm) (d)
0-10 5 267 1335 89% 89%
10,1-20 15.05 32 481,6 10,67% 99,67%
20,1-30 25,05 1 25,05 0,33% 100%
30,1-40 35,05 0 0 0% 0%
40,1-50 45,05 0 0 0% 0%
50,1-60 55,05 0 0 0% 0%
60,1-70 65,05 0 0 0% 0%
70,1-80 75,05 0 0 0% 0%
80,1-90 85,05 0 0 0% 0%
90,1-100 95,05 0 0 0% 0%
100,1-110 105,5 0 0 0% 0%
110,1-120 115,05 0 0 0% 0%
120,1-130 125,05 0 0 0% 0%
130,1-140 135,05 0 0 0% 0%
140,1-150 145,05 0 0 0% 0%
150,1-160 155,05 0 0 0% 0%
160,1-170 165,05 0 0 0% 0%
170,1-180 175,05 0 0 0% 0%
180,1-190 185,05 0 0 0% 0%
190,1-200 195,05 0 0 0% 0%
∑ 300 1841,65 100% 100%

Ʃ nd 1841,65
d si= = =6,138 µ m
Ʃn 300

Lampiran 6. (lanjutan)
Tabel 7. Hasil Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel Mikrokapsul Papain
Formula 1

44
rata-rata
Ukuran ukuran % frekuensi
N nd % frekuensi
partikel (μm) partikel kumulatif
(μm) (d)
0-10 5 22 110 7,33% 7,33%
10,1-20 15.05 99 1489,95 33% 40,33%
20,1-30 25,05 81 2029,05 27% 67,33%
30,1-40 35,05 38 1331,9 12,67% 80%
40,1-50 45,05 25 1126,25 8,33% 88,33%
50,1-60 55,05 9 495,45 3% 91,33%
60,1-70 65,05 12 780,6 4% 95,33%
70,1-80 75,05 8 600,4 2,67% 98%
80,1-90 85,05 4 340,2 1,33% 99,33%
90,1-100 95,05 2 190,1 0,67% 100%
100,1-110 105,5 0 0 0% 0%
110,1-120 115,05 0 0 0% 0%
120,1-130 125,05 0 0 0% 0%
130,1-140 135,05 0 0 0% 0%
140,1-150 145,05 0 0 0% 0%
150,1-160 155,05 0 0 0% 0%
160,1-170 165,05 0 0 0% 0%
170,1-180 175,05 0 0 0% 0%
180,1-190 185,05 0 0 0% 0%
190,1-200 195,05 0 0 0% 0%
∑ 300 8493,9 100% 100%

Ʃ nd 8493,9
d si= = =28,313 µ m
Ʃn 300

Lampiran 6. (lanjutan)
Tabel 8. Hasil Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel Mikrokapsul Papain
Formula 2

45
rata-rata
Ukuran ukuran % frekuensi
N nd % frekuensi
partikel partikel kumulatif
(µm) (d)
0-10 5 3 15 1% 1%
10,1-20 15.05 12 180,6 4% 5%
20,1-30 25,05 40 1002 13,33% 18,33%
30,1-40 35,05 76 2663,8 25,33% 43,67%
40,1-50 45,05 35 1576,75 11,67% 55,33%
50,1-60 55,05 27 1486,35 9% 64,33%
60,1-70 65,05 21 1366,05 7% 71,33%
70,1-80 75,05 18 1350,9 6% 77,33%
80,1-90 85,05 17 1445,85 5,67% 83%
90,1-100 95,05 13 1235,65 4,33% 87,33%
100,1-110 105,5 11 1160,5 3,67% 91%
110,1-120 115,05 8 920,4 2,67% 93,67%
120,1-130 125,05 6 750,3 2% 95,67%
130,1-140 135,05 5 675,25 1,67% 97,33%
140,1-150 145,05 4 580,2 1,33% 98,67%
150,1-160 155,05 3 465,15 1% 99,67%
160,1-170 165,05 1 165,05 0,33% 100%
170,1-180 175,05 0 0 0% 0%
180,1-190 185,05 0 0 0% 0%
190,1-200 195,05 0 0 0% 0%
∑ 300 17039,8 100% 100%

Ʃ nd 17039,8
d si= = =56,79 µ m
Ʃn 300

Lampiran 6. (lanjutan)
Tabel 9. Hasil Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel Mikrokapsul Papain
Formula 3

46
Rata-rata
Ukuran ukuran % Frekuensi
N nd % Frekuensi
partikel partikel kumulatif
(µm) (d)
0-10 5 0 0 0% 0%
10,1-20 15,05 4 60,2 1,33% 1,33%
20,1-30 25,05 5 125,25 1,67% 3%
30,1-40 35,05 6 210,3 2% 5%
40,1-50 45,05 8 360,4 2,67% 7,67%
50,1-60 55,05 10 550,5 3,33% 11%
60,1-70 65,05 12 780,6 4% 15%
70,1-80 75,05 17 1275,85 5,67% 20,67%
80,1-90 85,05 19 1615,95 6,33% 27%
90,1-100 95,05 23 2186,15 7,67% 34,67%
100,1-110 105,5 89 9389,5 29,67% 64,33%
110,1-120 115,05 38 4371,9 12,67% 77%
120,1-130 125,05 31 3876,55 10,33% 87,33%
130,1-140 135,05 17 2295,85 5,67% 93%
140,1-150 145,05 8 1160,4 2,67% 95,67%
150,1-160 155,05 6 930,3 2% 97,67%
160,1-170 165,05 3 495,15 1% 98,67%
170,1-180 175,05 2 350,1 0,67% 99,33%
180,1-190 185,05 1 185,05 0,33% 99,67%
190,1-200 195,05 1 195,05 0,33% 100%
∑ 300 30415,05 100% 100%

Ʃ nd 30415,05
d si= = =101,383 µ m
Ʃn 300

47
100%
90%
80%
70%
60%
50%
% frekuensi

40%
30%
20%
10%
0%

ukuran partikel (µm)

Gambar 11. Kurva Distribusi Ukuran Partikel Papain

35%

30%

25%

20%
% frekuensi

15%

10%

5%

0%
10 30 50 70 90 11
0
13
0
15
0
17
0
19
0
0- ,1- ,1- ,1- ,1- 1 - 1 - 1 - 1 - 1 -
2 0 4 0 6 0 80 0, 0, 0, 0, 0,
10 12 14 16 18

ukuran partikel (µm)

Gambar 12. Kurva Distribusi Ukuran Partikel Mikrokapsul Papain Formula


1

48
30%

25%

20%

15%
% frekuensi

10%

5%

0%

ukuran partikel (μm)

Gambar 13. Kurva Distribusi Ukuran Partikel Mikrokapsul Papain Formula


2

35%
30%
25%
20%
% frekuensi

15%
10%
5%
0%

ukuran partikel

Gambar 14. Kurva Distribusi Ukuran Partikel Mikrokapsul Papain Formula


3

49
Lampiran 7. Spektrum Panjang Gelombang Serapan Maksimum

Gambar 15. Spektrum Panjang Gelombang Serapan Maksimum

Lampiran 8. Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Standar Bovin Serum

Albumin
Tabel 10. Deret Standar

No. Konsentrasi (%) Absorban

1 2,2 0,250

50
2 4,4 0,271
3 6,6 0,276
4 8,8 0,295
5 11 0,307

0.35

0.3
f(x) = 0.01x + 0.24
R² = 0.98
0.25

0.2
Absorban

0.15

0.1

0.05

0
0 2 4 6 8 10 12
Konsentrasi (%)

Gambar 16. Kurva Kalibrasi Deret Larutan Standar Protein

Lampiran 9. Analisa kadar protein pada mikrokapsul papain


Tabel 11. Hasil penentuan kadar protein pada mikrokapsul papain

C
C
Formula No. Absorban Rata-rata
(g/100 ml)
(g/100 ml)
1 0,286 7,5250
1 2 0,284 7,2060 7,3123
3 0,284 7,2060
1 0,304 10,3940
2 2 0,304 10,3940 10,4473
3 0,305 10,5540
1 0,281 6,7280
3 2 0,281 6,7280 6,6747
3 0,280 6,5680

Contoh perhitungan konsentrasi protein (absorban 0,286) :


y=a+bx

51
0,286=0,238+0,006 x

0,286−0,238
x=
0,006

= 7,5250 %b/v

Lampiran 10. Analisa data ANOVA satu arah

Descriptives
konsentrasi

N Mean Std. Deviation


formula 1:1 3 7,312333
formula 1:2 3 10,447333
formula 1:3 3 6,674667
Total 9 8,144778

Test of Homogeneity of Variances


konsentrasi
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2,644 2 6 ,150

ANOVA
konsentrasi

52
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 24,468 2 12,234 719,826 ,000
Within Groups ,102 6 ,017
Total 24,570 8

Konsentrasi
a
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Formula N 1 2 3
formula 1:3 3 6,674667
formula 1:1 3 7,312333
formula 1:2 3 10,447333
Sig. 1,000 1,000 1,000

Lampiran 11. Alat-alat yang digunakan

Gambar 17. Homogenizer


Keterangan gambar : 1. Standar
2. Motor penggerak
3. Kecepatan (rpm)

53
4. Pengatur kecepatan
5. Batang pengaduk
6. Wadah sampel

4
Gambar 18. Mouisture balance
Keterangan gambar : 1. Lampu pemanas

2. Kadar air

3. Water pass
4. Power

Gambar 19. Optilab Microscope Camera


Keterangan gambar : 1. Kamera optilab
2. Lensa okuler

54
3. Meja preparat

4. Lengan mikroskop

5. Pengarah mikro

6. Pengarah makro

Gambar 20. Spektrofotometer UV-VIS 3

Keterangan gambar : 1. Monitor


2. Spektrofotometer UV-VIS
3. Kuvet

55

Anda mungkin juga menyukai