Anda di halaman 1dari 35

Departemen Keperawatan Keluarga

LAPORAN PENDAHULUAN DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE)


DI DUSUN BORONG UNTI DESA TANGKE BAJENG
KECAMATAN BAJENG KABUPATEN GOWA

Oleh:

NURUL ZAKIAH BURHAN, S.Kep.


NIM: 70900118037

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(...........................................) (...........................................)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS XIV


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2019
BAB I

KONSEP MEDIS

DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE)

A. Definisi

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut disertai

oleh manifestasi perdarahan, yang cenderung mengakibatkan kontak yang

dapat menyebabkan kematian. Demam berdarah dengue (DBD) adalah infeksi

akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan

melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

oleh infeksi virus dengue dengan tipe I - IV dengan infestasi klinis 5-7 hari

pendarahan dan jika timbul gejala tengatan angka kematian yang tinggi.

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang

berlangsung menyerang orang dewasa dan anak - anak korban tetapi lebih

pada anak - anak di bawah 15 tahun disertai dengan pendarahan dan dapat

menyebabkan shock akibat dengue virus dan menyebar melalui gigitan

nyamuk Aedes.

Demam berdarah adalah penyakit yang menyerang anak dan orang

dewasa yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi berupa

demam akut, perdarahan dan nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu

infeksi arbovirus yang akut yang ditularkan oleh nyamuk Aedes agegypti.

Demam berdarah dengue/dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah

demam dengue yang disertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan.

Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien

2
jatuh dalam syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut

dengue shock syndrome (DSS).

B. Etiologi

1. Virus

Virus Dengue penyebab penyakit ini berasal dari arbovirus

(Arthropodborn virus) grup B, tapi dari empat jenis tipe virus dengue 1,2,3

dan 4 empat jenis virus dengue ditemukan di Indonesia dan dapat

dibedakan dari setiap virus serologis berdarah lain yang termasuk dalam

genus Flavivirus diameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan

baik dalam berbagai kultur jaringan baik berasal dari sel - sel mamalia

seperti sel-sel BHK (Babby Homster Ginjal) dan sel - sel arthropoda

seperti Aedes albopictus sel

2. Vector

Virus Dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 ditularkan melalui vektor nyamuk

Aedes aegypti, Aedes nyamuk albopictus, Aedes polynesiensis dan

beberapa spesies lainnya adalah vektor yang kurang berperan.infeksi

dengan satu serotipe akan menyebabkan seumur hidup antibodi terhadap

serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap jenis

serotipe lain.

Aedes aegypti dan Aedes albopictus adalah vektor penularan virus dengue

dari orang yang terinfeksi ke orang lain melalui gigitan nyamuk Aedes

Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan

di daerah pedesaan (pedesaan), baik peranan nyamuk dalam penularan .

nyamuk Aedes berkembang biak di genangan air bersih yang terdapat

kapal - kapal yang terkandung dalam rumah (Aedes aegypti) dan yang

3
terkandung di luar rumah di lubang - lubang di sepotong pohon bambu,

daun dilipatan dan kolam air alam lainnya (Aedes albopictus). Nyamuk

betina menghisap darah korbannya lebih suka siang hari terutama di pagi

dan sore hari. Adapun juga gejala lain:

1) Badan demam panas tinggi lebih dari 2 hari

2) Nyeri pada ulu hati

3) Terdapat bercak bintik merah di kulit yang tidak hilang walau ditekan,

ditarik, diregangkan dan lain sebagainya.

4) Bisa mengeluarkan darah dari hidung (mimisan), muntah darah, dan

melalui buang air besar.

5) Penderita bisa pucat, gelisah, ujung kaki dan ujung tangan dingin.

Orang yang terindikasi terserang demam berdarah harus secepatnya

diberi pertolongan medis dengan dibawa ke puskesmas, dokter atau rumah

sakit untuk diobati. Terlambat memberi pertolongan pada penderita DBD

dapat menyebabkan penderita meninggal dunia.

C. Patofisiologi

Virus Dengue telah memasuki pasien akan menyebabkan ketubuh

virtemia. Hal ini menyebabkan aktivasi komplemen mengakibatkan kompleks

antibodi imun - itu akan membuat aktivasi virus dan melepaskan zat (3a, C5a,

bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di

hipotalamus, menyebabkan peraturan termo instabil hipertermia yang

meningkatkan reabsorpsi Na + dan air mengakibatkan hipovolemia.

Hipovolemia juga bisa disebabkan oleh peningkatan permeabilitas

dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya

komplek imun antibodi - virus juga menyebabkan agregasi trombosit

4
mengakibatkan disfungsi trombosit, trombositopenia, coagulopati. Tiga hal

yang menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika terus ada di shock dan

jika shock tidak teratasi terjadi jaringan Hipoxia dan akhirnya asidosis

metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan oleh kebocoran plasma yang

akhirnya terjadi melemahnya sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan

menurun jika tidak diselesaikan ada jaringan hipoxia.

Periode inkubasi virus DBD 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya

dapat hidup dalam sel hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia,

terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan sangat tergantung pada respon

kekebalan tubuh terhadap infeksi terjadi manusia.sebagai (1) aktivasi sistem

komplemen yang mengeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan

peningkatan permiabilitas kapiler yang mengakibatkan kebocoran plasma dari

ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2) penurunan agregasi trombosit, jika

kelainan ini terus menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya

akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang dan (3)

kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktifkan

faktor-faktor pembekuan.

Ketiga faktor akan menyebabkan (1) meningkat permiabilitas kapiler,

(2) gangguan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia,

dan kuagulopati.

D. Manifestasi Klinik

1. Demam tinggi 5-7 hari.

2. Perdarahan, terutama perdarahan bawah kulit ; ptekie, ekhimosis,

hematoma.

3. Epistaksis, hematemesis, melena, hematuria.

5
4. Mual, muntah, tidak ada napsu makan, diare, konstipasi.

5. Nyeri otot, tulang dan sendi, abdomen dan ulu hati.

6. Sakit kepala.

7. Pembengkakan sekitar mata.

8. Pembesaran hati, limpa dan kelenjar getah bening.

9. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah

menurun, gelisah, capillary reffil time lebih dari dua detik, nadi cepat dan

lemah).

Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokkan menjadi 4 tingkatan :

a. Derajat I : demam diikuti gejala tidak spesifik. satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.

b. Derajat II : gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan

spontan. perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.

c. Derajat III : kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan

lemah, hipotensi, suhu tubuh yang rendah, kulit lembab dan penderita

gelisah.

d. Derajat IV : syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah

tidak dapat diperiksa. fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa

demam.

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Darah lengkap : hemakonsentrasi, trombositopenia

2. Rongsen toraks : efusi pleura

3. Darah : pada demam dengue terdapat leukopenia pada hari kedua atau

ketiga

4. Urine : mungkin meningkat albuminuria ringan

6
F. Komplikasi

Komplikasi DHF menurut smeltzer dan bare (2002) adalah perdarahan,

kegagalan sirkulasi, hepatomegaly, dan efusi pleura.

1. Perdarahan

Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan

jumlah trombosit < 100.000/mm3 dan koagulopati, trombositopenia,

dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum

tulang dan pendeknya masa hidup trombosit.

2. Hepatomegaly

Hati umumnya membesar dengan perlemahan yang berhubungan dengan

nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobules hati dan sel-sel

kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan limpfosit yang lebih besar dan

lebih banyak dikarenakan adanya reasi atau kompleks virus antibody.

3. Efusi pleura

Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan

ekstravasasi aliran intravaskuler sel efusi pleura akan terjadi dispnea,

sesak napas.

G. Penatalaksanaan

1. Pemberian cairan intravena, sebatas cukup untuk mempertahankan

sirkulasi yang efektif selama periode plasma leakage.

2. Pengamatan yang ketat, teliti dan cermat secara periodic.

3. Cairan yang dipakai dapat berupa kristaloid seperti D5 Normal Saline,

Ringer Laktat, D5 Ringer Laktat, D5 Ringer Asetat dan koloid yang

mempunyai berat molekul yang tinggi seperti Plasma.

7
BAB II

KONSEP PERAWATAN KELUARGA

A. Latar Belakang

1. Karakteristik Keluarga

a. Pegertian Keluarga

Banyak ahli menguraikan pengertian tentang keluarga. Terdapat

pengertian yang berbeda dalam hal mendefinisikan tentang keluarga. UU.

No. 10 tahun 1992 mendefinisikan keluarga adalah unit terkecil dari

masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, atau

ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Keluarga adalah suatu ikatan/

persekutuan hidup atas dasar perkawinan antar orang dewasa yang

berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau perempuan

yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau
adopsi yang tinggal dalam sebuah rumah tangga.

Dep.Kes. RI (1988) mendefinisikan keluarga adalah unit terkecil

dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga beserta beberapa orang

anggotanya yang terkumpul dan tinggal dalam satu tempat karena pertalian

darah, ikatan perkawinan, atau adopsi yang satu sama lainnya saling

tergantung dan beriteraksi. Friedman (1998) mendefinisikan keluarga

adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan

keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-

masing yang merupakan bagian dari keluarga.

Dari beberapa pengertian tentang keluarga tersebut di atas maka

dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah :

1) Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,

8
perkawinan atau adopsi.

2) Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka

tetap memperhatikan satu sama lain.

3) Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing

mempunyai peran sosial

1) Tujuan dasar keluarga

Bergabungnya dua orang atau lebih yang membentuk keluarga,

mempunyai suatu tujuan. Menurut Friedman (1998) tujuan utama

keluarga adalah sebagai perantara yaitu menanggung semua harapan

dan kewajiban-kewajiban masyarakat serta membentuk dan mengubah

sampai taraf tertentu hingga dapat memenuhi kebutuhan dan

kepentingan setiap individu dalam keluarga.

2) Struktur keluarga

Terdiri dari bermacam-macam, diantaranya: patrilineal,

matrilineal, matrilokal, patrilokal dan keluarga kawinan.

Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak

saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu

disusun melalui jalur garis ayah, sedangkan matrilineal adalah sama

dengan patrilineal hanya hubungan disusun berdasarkan garis ibu.

Matrilokal merupakan sepasang suami-istri yang tinggal dengan

keluarga sedarah istri berbeda dengan patrilokal merupakan kebalikan

dari matrilokal yang tinggal dengan keluarga sedarah suami.

Sedangkan keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai

dasar bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang

menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau

istri.

9
3) Ciri – ciri struktur keluarga

Struktur keluarga mempunyai ciri-ciri khusus, ciri-ciri struktur

keluarga adalah: terorganisasi dimana antar anggota keluarga saling

ketergantungan antara anggota keluarga. Kedua, ada keterbatasan yaitu

setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai

keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing.

Kektiga. Ada perbedaan dan kekhususan yaitu setiap anggota keluarga

mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing.

4) Type-type keluarga :

Tipe atau bentuk keluarga berbeda menurut pandangan dan

keilmuan serta orang yang mengelompokkannya. Tipe keluarga dibagi

menjadi 2 kelompok yaitu : 1. kelompok tradisional, 2. Kelompok non

tradisional.

Kelompok tradisional dibagi menjadi 2 yaitu : Keluarga inti

(Nuclear Family) yaitu keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan

anak yang diperoleh dari keturunannya atau diadopsi atau keduanya.

dan keluarga besar (Extendeed Family) yaitu keluarga inti ditambah

anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-

nenek, paman-bibi).

Sedangkan kelompok kedua (Non Traditional) yaitu kelompok

tradisional dengan perkembangannya ditambah dengan kelompok lain

yaitu: keluarga bentukan kembali (Dyadic Family) yaitu keluarga baru

yang terbentuk dari pasangan yang telah bercerai atau kehilangan

pasangannya, orang tua tunggal (Single Parent Family) yaitu keluarga

yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anaknya akibat

perceraian atau ditinggal pasangannya, ibu dengan anak tanpa

10
perkawinan yang sah (The unmarried teenage mother), orang dewasa

laki-laki atau perempuan yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah

(The single adult living alone), keluarga dengan anak tanpa pernikahan

sebelumnya (The non marital heterosecual cohabiting family) dan

keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama

(gay and lesbian family).

Berbeda dengan keluarga berantai (Serial family) yaitu

keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu

kali dan merupakan satu keluarga inti. Keluarga duda/janda (single

family) yaitu keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian,

jika suami meninggal maka yang ada adalah keluarga janda dan bila

istri meninggal maka yang terbentuk adalah keluarga duda, bila bentuk

keluarga yang terjadi kerena perceraian maka akan terbentuk dua

keluarga yaitu keluarga duda dan keluarga janda. Keluarga

berkomposisi (Composite) yaitu keluarga yang perkawinannya

berpoligami dan hidup secara bersama, poligami yaitu satu orang pria

dengan lebih dari satu istri dan masih hidup bersama. Keluarga kabitas

(Cahabitation) yaitu dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi

membentuk suatu keluarga.

5) Tahap dan tugas perkembangan keluarga

Setiap keluarga mempunyai tahap perkembangan dan tugas

perkembangan sendiri dan mempuyai ciri yang berbeda dengan yang

lain. Terdapat beberapa teori tentang tahap dan tugas perkembangan

keluarga, yaitu: tahap perkembangan terdiri dari : keluarga antara masa

bebas (pacaran) dewasa muda, terbentuknya keluarga baru melalui

suatu perkawinan, keluarga yang memiliki anak usia muda (anak usia

11
bayi sampai sekolah), keluarga yang memiliki anak dewasa, keluarga

yang mulai melepaskan anaknya untuk keluar rumah, keluarga lansia.

Tahap perkembangan keluarga dibagi dalam 8 tahap

perkembangan yaitu: keluarga baru menikah, keluarga dengan anak

baru lahir (usia anak tertua sampai 30 tahun), keluarga dengan anak

prasekolah (usia anak tertua 2 ½ tahun -5 tahun), keluarga dengan anak

usia sekolah (usia anak tertua 6-12 tahun), keluarga mulai melepaskan

anak sebagia dewasa (anak-anaknya mulai meninggalkan rumah),

keluarga yang hanya terdiri dari orang tua saja/ keluarga usia

pertengahan (semua anak meninggalkan rumah), keluarga lansia.

Tahap perkembangan keluarga baru menikah, tahap ini dimulai

dari pernikahan yang dilanjutkan dalam membentuk rumah tangga.

Dalam tahap ini keluarga mempunyai tugas perkembangan yaitu

membina hubungan intim yang memuaskan pasangannya, membina

hubungan dengan keluarga lain, teman dan keluarga sosial.

Tahap perkembangan yang kedua, keluarga keluarga dengan

anak baru lahir. Yaitu ditandai dengan kelahiran anak pertama sampai

dengan 30 bulan. Tugas perkembangan keluarga ini adalah

mempersiapkan menjadi orang tua, adaptasi dengan perubahan adanya

anggota keluarga, interaksi keluarga, hubungan seksual dan kegiatan,

mempertahankan hubungan dalam rangka memuaskan pasangannya.

Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga dengan anak

usia pra sekolah. Pada tahap ini mempunyai tugas perkembangan

memenuhi kebutuhan anggota keluarga, misal kebutuhan tempat

tinggal, privasi dan rasa aman, membantu anak untuk bersosialisasi,

beradaptasi dengan anak yang beru lahir, sementara kebutuhan anak

12
yang lain yang lebih tua juga harus terpenuhi, mempertahankan

hubungan yang sehat baik didalam maupun diluar keluarga, pembagian

waktu untuk individu, pasangan dan anak, pembagian tanggung jawab

anggota keluarga, merencanakan kegiatan dan waktu untuk

menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Tahap perkembangan yang keempat adalah keluarga dengan

anak usia sekolah. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah

membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, sekolah

dan lingkungan lebih luas ( yang tidak diperoleh dari sekolah atau

masyarakat ), tugas yang lain adalah mempunyai keintiman pasangan,

memenuhi kebutuhan yang meningkat termasuk biaya kehidupan dan

kesehatan anggota keluarga.

Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga dengan anak

remaja. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah memberikan

kebebasan yang seimbang dan bertanggung jawab mengingat anak

remaja adalah sorang dewasa muda dan mulai memiliki otonomi,

mempertahankan hubungan intim dalam keluarga, mempertahankan

komunikasi terbuka antara anak dan orang tua, mempersiapkan

perubahan sistem peran dan peraturan (anggota) keluarga untuk


memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota keluarga.

Tahap perkembangan yang keenam adalah keluarga mulai

melepaskan anak sebagai dewasa. Tugas dalam tahap ini adalah

memperluas jaringan keluarga dari keluarga inti menjelaskan keluarga

besar, mempertahankan keintiman pasangan, membantu anak untuk

mandiri sebagai keluarga baru di masyarakat, penataan kembali peran

orang tua dan kegiatan dirumah.

13
Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga dengan usia

pertengahan. Pada tahap ini mempunyai tugas perkembangan

mempertahankan kesehatan individu dan pasangan usia pertengahan,

mempertahankan hubungan yang serasi dan memuaskan dengan anak-

anaknya dan sebaya, meningkatkan keakraban pasangan.

Tahap perkembangan yang terakhir atau yang kedelapan adalah

keluarga usia tua. Tugas pada perkembangan ini adalah

mempertahankan suasana kehidupan rumah tangga yang saling

menyenangkan pasangan, adaptasi dengan perubahan yang akan

terjadi, kehilangan pasangan, kekuatan fisik dan penghasilan keluarga,

mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat dan melak

life review masa lalu.

6) Pemegang kekuasaan dalam keluarga

Pemegang kekuasaan dalam tiap keluarga berbeda dalam

mengatur kehidupan dalam keluarga. Pemegang kekuasaan dalam

rumah tangga atau keluarga dengan tiga jenis yaitu keluarga patriakal,

yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah pihak

ayah. Sementara pada keluarga matriakal pihak ibu lebih dominan dan

sebagai pemegang kekuasaan. Dan yang ketiga adalah equalitarian

yaitu keluarga yang dalam keluarga ayah dan ibu sama-sama

memegang kekuasaan.

7) Peran Keluarga

Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku

interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam

posisi dan situasi tertentu. Peranan keluarga dalam tiga peranan yaitu

peranan ayah, peranan ibu dan juga peranan anak. Peranan ayah adalah

14
sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anak, berperan sebagai

pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai

kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta

sebagai anggota masyarakat dari lingkungan.

Peranan ibu adalah sebagai istri dari suami dan ibu dari anak-

anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga,

sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai

salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota

masyarakat dari lingkungannya, di samping itu juga ibu dapat berperan

sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga, Apabila dalam

keluarga sudah mempunyai anak, maka selain ada peranan ayan,

peranan ibu, juga ada peranan anak.

Sedangkan Peranan anak adalah melaksanakan peranan psiko-

sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental,

sosial dan spriritual.

8) Fungsi keluarga

Terbentuknya keluarga mempunyai berbagai fungsi dalam

menunjang kehidupan dalam Keluarganya. Beberapa ahli mempunyai

perbedaan dalam menyebutkan fungsi dalam keluarga.

mengidentifikasikan lima fungsi dasar keluarga, yaitu: Fungsi

afektif. Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal

keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif

berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan

melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan

kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga

saling mempertahankan iklim yang positif. Komponen yang perlu

15
dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif adalah;

saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menrima, saling

mendukung, saling menghargai, dan ikatan antar anggota keluarga

dikembangkan melalui proses identifikasi dan penyesuaian pada

berbagai aspek kehidupan anggota keluarga.

Dari aspek fungsi afektif dapat disimpulkan bahwa fungsi afek

merupakan sumber energi yang menentukan kebahagiaan keluarga.

Keretakan keluarga, kenakalan anak atau masalah keluarga timbul

karena fungsi afektif yang tidak terpenuhi.

Fungsi sosialisasi. Sosialisasi adalah proses perkembangan dan

perubahan yang dilalui individu, yang menghasilkan interaksi social

dan belajar berperan dalam lingkungan social. Keberhasilan

perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui interaksi atau

hubungan antar anggota keluarga yang diwujudkan dalam sosialisasi.

Fungsi Reproduksi. Keluarga berfungsi untuk meneruskan

kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.

Dengan adanya program keluarga berencana maka fugsi ini sedikit

terkontrol.

Fungsi Ekonomi. Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga

untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga, seperti

kebutuhan akan makan, pakaian, dan tempat untuk berlindung

(rumah).

Fungsi Perawatan Kesehatan. Keluarga juga berfungsi untuk

melaksanakan praktek asuhan kesehatan yaitu untuk mencegah

terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga

yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan

16
mempengaruhai status kesehatan keluarga. Keluarga yang dapat

melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah

kesehatan keluarga.

Berdasarkan fungsi perawatan keluarga inilah yang kemudian

dikembangkan menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan. Adapun

tugas kesehatan keluarga adalah; mengenal masalah kesehatan,

membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat, memberi

perawatan pada anggota keluarga yang sakit, mempertahankan atau

menciptakan suasana rumah yang sehat dan mempertahankan

hubungan dengan (menggunakan ) fasilitas kesehatan masyarakat.

Fungsi psikologis yang dapat dijalankan keluarga adalah

memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian di

antara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota

keluarga serta memberikan identitas keluarga. Adapun fungsi

sosialisasi keluarga yaitu membina sosial pada anak, membentuk

norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak

dan yang krusial adalah menaruh nilai-nilai budaya keluarga.

Keluarga juga mempunyai fungsi ekonomi yaitu mencari

sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan

pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi

kebutuhan keluarga. Kebutuhan keluarga tidak hanya sesaat, tetapi

terus berlanjut sehingga keluarga perlu dapat mengatur ekonomi

keluarga sehingga dapat menunjang kehidupan baik sekarang maupun

yang akan datang. Untuk mempersiapkan kebutuhan yang akan datang,

keluarga dapat menabung yang berguna untuk memenuhi kebutuhan-

17
kebutuhan keluarga di masa yang akan datang, misalnya pendidikan

anak-anak, jaminan hari tua dan sebagainya.

Memasuki taraf anak sekolah dan dewasa, keluarga mempunyai

fungsi pendidikan. Dalam hal ini fungsi keluarga adalah

menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan

membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki

dan berguna untuk mempersiapkan anak dalam memenuhi peranannya

sebagai orang dewasa. Keluarga juga melaksanaan fungsi pendidikan

baik di rumah maupun diluar rumah dengan cara mendidik anak sesuai

dengan tingkat-tingkat perkembangannya.

Dari berbagai fungsi di atas, menyebutkan tiga fungsi pokok

keluarga terhadap anggotanya yaitu asih, asuh dan asah. Asih adalah

memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan kepada

anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan

berkembang sesuai usia dan kebutuhannya.

Asuh adalah memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan perawatan

anak agar kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan

menjadikan mereka anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan

spiritual. Sedangkan asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan

anak, sehingga siap menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam

mempersiapkan masa depannya, misalnya dengan menyekolahkan

anak-anak.

Indonesia dalam fungsi keluarga membagi menjadi delapan

(UU No. 10. tahun 1992 jo PP No.21 tahun 1994:14) yaitu: fungsi

keagamaan. Keluarga berfungsi dalam membina, menerjemahkan,

memberi contoh konkret dalam kehidupan sehari-hari, melengkapi dan

18
menambah proses kegiatan belajar keagamaan dan membina rasa,

sikap dan praktik kehidupan keluarga beragama. Hal ini dalam

keluarga sebagai fondasi menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

Keluarga sebagai fungsi budaya yaitu membina dalam

meneruskan norma dan budaya masyarakat dan bangs, membina dalam

menyaring budaya asing yang tidak sesuai, membina dalam

pemecahan masalah dari pengaruh negatif globalisasi, membina agar

berperilaku positif dan membina budaya yang sesuai dengan

kebutuhan Indonesia yang selaras, sesuai dan seimbang.

Dalam fungsi cinta kasih didalam keluarga, dengan

menumbuhkembangkan potensi kasih sayang, membina tingkahlaku,

membina praktik kecintaan terhadap kehidupan ukhrowi dan mampu

memberi dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup yang ideal.

Fungsi perlindungan, dengan memberi rasa aman keluarga baik

fisik maupun psikis dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga.

Fungsi reproduksi, membina sebagai wahana reproduksi sehat dengan

memberikan contoh kaidah – kaidah pembentukan keluarga baik yang

berkaitan dengan melahirkan, jarak anak, jumlah ideal anak dalam

keluarga sebagai modal kondusif keluarga. Fungsi sosialisasi,

membina proses sosialisasi dalam meningkatkan kematangan dan

kedewasaan anak sehingga dapat bermanfaat positif.

Keluarga berfungsi ekonomi, melakukan kegiatan ekonomi,

mengelola, mengatur hasil kegiatan ekonomi sebagai modal dalam

mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Fungsi pelestarian

lingkungan, dengan membina kesadaran, sikap, praktik perilaku

pelestarian lingkungan.

19
Dari berbagai literatur diatas dapat disimpulkan bahwa

keluarga mempunyai bermacam fungsi yang bertujuan dalam

mewujudkan keluarga yang penuh dengan sifat asah, asih dan asuh

sehingga dapat terpenuhi tujuan dalam pembentukan keluarga yang

sejahtera.

9) Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan

Keluarga dalam masalah kesehatan mempunyai tugas

pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling memelihara. Ada

5 tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga yaitu mengenal

gangguan atau masalah perkembangan kesehatan setiap anggota

keluarga, setelah mengenal keluarga diharapkan mampu mengambil

keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat. keluarga juga

bertugas memberi keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit

dan yang tidak dapat membantu dirinya karena cacat atau usia yang

terlalu muda.

Dalam hal lingkungan untuk menjamin kesehatan, keluarga

diharapkan dapat memodifikasi lingkungan sehingga tidak terjadi

dampak dari lingkungan yang tidak sehat baik didalam maupun diluar

rumah.

b. Proses Keperawatan Keluarga

Dalam proses keperawatan keluarga terdapat berbagai bentuk

proses keperawatan kesehatan dimana perawatan kesehatan keluarga

adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan atau

dipusatkan pada keluarga sebagai unit terkecil d\atau satu kesatuan yang

dirawat, dengan sehat sebagi tujuannya dan melalui perawatan kesehatan

sebagai sarananya. Proses keperawatan adalah metode ilmiah yang

20
digunakan secara sistematis untuk mengkaji dan menentukan masalah

kesehatan dan keperawatan keluarga, merencanakan asuhan keperawatan

dan melaksanakan intervensi terhadap keluarga sesuai dengan rencana

yang telah disusun dan mengevaluasi mutu hasil asuhan keperawatan yang

dilaksanakan terhadap keluarga.

Proses keperawatan merupakan pusat bagi semua tindakan

keperawatan, yang dapat diaplikasikan dalam situasi apa saja, dalam

kerangka referensi tertentu, konsep tertentu, teori atau falsafah.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan

kesehatan keluarga dipusatkan pada keluarga dengan tujuan untuk

meningkatkan kemampuan keluarga dalam status kesehatan keluarga.

Proses keperawatan keluarga terdapat beberapa langkah yang

disusun secara sistematis untuk menggambarkan perkembangan dari tahap

ke tahap. Proses keperawatan terbagi kedalam lima tahap yang terdiri dari

pengkajian terhadap keluarga, identifikasi masalah keluarga dan individu

atau diagnosa keperawatan, rencana perawatan, implemntasi rencana

pengerahan sumber-sumber dan evaluasi perawatan.

Melakukan asuhan keperawatan kesehatan keluarga dengan

melalui membina hubungan kerjasama yang baik dengan keluarga yaitu

dengan mengadakan kontrak dengan keluarga, menyampaikan maksud dan

tujuan, serta minat untuk membantu keluarga dalam mengatasi masalah

kesehatan keluarga, menyatakan kesediaan untuk membantu memenuhi

kebutuhan – kebutuhan kesehatan yang dirasakan keluarga dan membina

komunikasi dua arah dengan keluarga.

21
2. Data Yang Perlu Dikaji Lebih Lanjut

Kegiatan yang dilakukan dalam pengkajian meliputi pengumpulan

informasi dengan cara sistematis dengan menggunakan suatu alat pengkajian

keluarga, diklasifikasikan dan dianalisa.

a. Pengumpulan data

1) Identitas keluarga yang dikaji adalah umur, pekerjaan, tempat tinggal,

dan tipe keluarga.

Pada umumnya penderita hipertensi merupakan penyakit yang

dipengaruhi oleh pola hidup terutama pola hidup yang salah, pola

hidup yang berhubungan dengan emosi yang negative seperti emosi

yang tidak terkendali atau temperamental, ambisius, pekerja

kerasyang tidak tenang, takut dan kecemasan yang berlebihan.

2) Latar belakang budaya /kebiasaan keluarga

a) Kebiasaan makan

Kebiasaan makan ini meliputi jenis makanan yang dikosumsi oleh

Keluarga. Pada keluarga dengan hipertensi sering dijumpai pola

makan yang tidak benar seperti mengkosumsi makanan yang

banyak mengandung zat pengawet ,makanan yang asin serta

emosi yang negatif

b) Pemanfaatan fasilitas kesehatan

Perilaku keluarga didalam memanfaatkan fasilitas kesehatan

merupakan faktor yang penting dalam penggelolaan penyakit

hipertensi. Adanya sumber pelayanan kesehatan digunakan untuk

upaya pencegahan dan pengobatan dini karena dapat mencegah

timbulnya komplikasi.

22
c) Pengobatan tradisional

Keluarga dapat mengobati hipertensi dengan pengobatan

tradisional, yaitu minum sari bawang putih yang ditumbuk halus

dan diberi air secukupnya di minum pagi dan sore. Hipertensi

akan menjadi parah dan menimbulkan komplikasi bila pasien

tidak memilih pengobatan tradisional hipertensi yang benar dan

tepat justru akan memperparah dan bahkan akan menimbulkan

gangguan pada organ lain seperti hati, ginjal dan lambung.

3) Status Sosial Ekonomi

a) Pendidikan

Tingkat pendidikan keluarga mempengaruhi keluarga dalam

mengenal hipertensi beserta pengelolaannya. berpengaruh pula

terhadap pola pikir dan kemampuan untuk mengambil keputusan

dalam mengatasi masalah dangan tepat dan benar.

b) Pekerjaan dan Penghasilan

Penghasilan yang tidak seimbang juga berpengaruh terhadap

keluarga dalam melakukan pengobatan dan perawatan pada

angota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena

hipertensi. Ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota

keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena tidak

seimbangnya sumber-sumber yang ada pada keluarga.

4) Tingkat perkembangandan riwayat keluarga

Riwayat keluarga mulai lahir hingga saat ini. termasuk

riwayat perkembangan dan kejadian serta pengalaman kesehatan yang

unik atau berkaitan dengan kesehatan yang terjadi dalam kehidupan

23
keluarga yang belum terpenuhi berpengaruh terhadap psikologis

seseorang yang dapat mengakibatkan cemas stres.

5) Aktiftas

aktifitas fisik yang keras dapat menambah terjadinya

peningkatan tekanan darah. Serangan hipertensi dapat timbul sesudah

atau waktu melakukan kegiatan fisik, seperti olah raga.

6) Data Lingkungan

a) Karakteristik rumah

Cara memodifikasikan lingkungan fisik yang baik seperti lantai

rumah, penerangan dan fentilasi yang baik dapat mengurangai

factor penyebab terjadinya hipertansi dan juga ketenangan dalam

rumah tangga dapat memperkecil serangan hipertensi.

b) Karakteristik Lingkungan

Derajat kesehatan dipengaruhi oleh lingkungan. Ketenangan

lingkungan sangat mempengaruhi derajat kesehatan tidak

terkecuali pada hipertensi

c) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

Masalah dalam keluarga dapat menjadi salah satunya faktor

pencetus terjadinya hipertensi dimana akan menyebabkan cemas

merupakan factor resiko hipertensi

7) Struktur Keluarga

a) Pola komunikasi

Semua interaksi perawat dengan pasien adalah

berdasarkan komunikasi. Istilah komunikasi teurapetik

merupakan suatu tekhnik diman usaha mengajak pasien dan

keluarga untuk bertukar pikiran dan perasaan. Tekhnik tersebut

24
mencakup ketrampilan secara verbal maupun non verbal, empati

dan rasa kepedulian yang tinggi.

b) Struktur Kekuasaan

Kekuasaan dalam keluarga mempengaruhi dalam kondisi

kesehatan, kekuasaan yang otoriter dapat menyebabkan stress

psikologik yang mempengaruhi dalam hipertensi.

c) Struktur peran

Bila anggota keluarga menerima dan konsisten terhadap

peran yang dilakukan, maka ini akan membuat anggota keluarga

puas atau tidak ada konflik dalam peran, dan sebaliknya bila

peran tidak dapat diterima dan tidak sesuai dengan harapan maka

akan mengakibatkan ketegangan dalam keluarga.

8) Fungsi Keluarga

a) Fungsi afektif

Keluarga yang tidak menghargai anggota keluarganya

yang menderita hipertensi, maka akan menimbulkan stressor

tersendiri bagi penderita. Hal ini akan menimbulkan suatu

keadaan yang dapat menambah seringnya terjadi serangan

hipertensi karena kurangnya partisipasi keluarga dalam merawat

anggota keluarga yang sakit.

b) Fungsi sosialisasi .

Keluarga memberikan kebebasan bagi anggota keluarga

yang menderita hipertensi dalam bersosialisasi dengan lingkungan

sekitar. Bila keluarga tidak memberikan kebebasan pada

anggotanya, maka akan mengakibatkan anggota keluarga menjadi

25
sepi. Keadaan ini mengancam status emosi menjadi labil dan

mudah stress.

c) Fungsi kesehatan

Pengetahuan keluarga tentang penyakit dan penanganannya

(1) Mengenal masalah kesehatan

Ketidaksanggupan keluarga mengenal masalah

kesehatan pada keluarganya, salah satunya adalah disebabkan

karena kurang pengetahuan (Effendy, 1998:50). Bila keluarga

tidak mampu mengenali masalah hipertensi yang disertai

anggota keluarganya, maka hipertensi akan berakibat

terjadinya komplikasi.

(2) Mengambil keputusan.

Ketidaksanggupan keluarga mengambil keputusan

dalam melakukan tindakan yang tepat, disebabkan karena

tidak memahami mengenai sifat, berat dan luasnya masalah

tidak begitu menonjol.

(3) Merawat anggota keluarga yang sakit

Ketidakmampuan merawat anggota keluarga yang sakit

disebabkan karena tidak mengetahui keadaan penyakit,

misalnya komplikasi, progrfosis, cara perawatan dan sumber-

sumber yang ada dalam keluarga.

(4) Memelihara lingkungan rumah yang sehat

Keluarga diharapkan mengetahui keuntungan atau

manfaat pemeliharaan lingkungan yang sehat, dan

menyadarinya sebagai salah satu media perawatan bagi


anggota keluarga yang sakit.

26
Lingkungan rumah yang berdebu dan asap rokok bisa

menjadi pemicu serangan hipertensi (Sundaru, 2001). Dengan

melihat hal tersebut, keluarga harus mampu memodifikasi

lingkungan yang sehat dan nyaman bagi penderita hipertensi.

(5) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

Pengetahuan keluarga tentang keberadaan dan

keuntungan yang didapat dari fasilitas-fasilitas kesehatan,

sangat berpengaruh terhadap penderita hipertensi. Fasilitas

kesehatan di masyarakat sangat berperan daiam hal ini, juga

saat penderita hipertensi memerlukan pengobatan.

d) Pola istirahat tidur

Istirahat tidur seseorang akan terganggu manakala sedang

mengalami masalah yang belum terselesaikan. Pada penderita

hipertensi, gangguan istirahat tidur sering diakibatkan oleh sesak

nafas dan batuk. Tidak terpenuhinya kebutuhan istirahat tidur

beresiko memperburuk keadaan hipertensi.

e) Pemeriksaan fisik anggota keluarga

Sebagaimana prosedur pengkajian yang komprehensif,

pemeriksaan fisik juga dilakukan menyeluruh dari ujung rambut

sampai kuku. Setelah ditemukan masalah kesehatan, pemeriksaan

fisik lebih difokuskan lagi pada pemeriksaan sistem pernafasan

terutama pada penderita hipertensi dikarenakan dengan adanya

hipertensi dapat terjadi peningkatan tekanan intra kranial yang

dapat menyebabkan kelainan pada syaraf yang mempersyarafi

pada pernafasan.

27
f) Koping keluarga

Bila ada stressor yang muncul dalam keluarga, sedangkan

koping keluarga tidak efektif, maka ini akan menjadi stress

anggota keluarga yang berkepanjangan. Salah satu pencegahan

agar serangan hipertensi tidak sering muncul adalah dengan

mencegah timbulnya stress.

3. Masalah Keperawatan

Dari data-data yang telah dikaji lebih lanjut didapatkan masalah

untuk ditegakkan sebagai diagnosa keperawatan dalam kasus DBD (Demam

Berdarah Dengue). penyakit DBD dapat menyerang semua usia, jenis

kelamin, pria dan wanita. Penderita DBD bisanya mengalami badan terasa

demam panas tinggi lebih dari 2 hari, nyeri pada ulu hati, terdapat bercak

bintik merah di kulit yang tidak hilang walau ditekan, ditarik, diregangkan

dan lain sebagainya, bisa mengeluarkan darah dari hidung (mimisan), muntah

darah, dan melalui buang air besar, penderita bisa pucat, gelisah, ujung kaki

dan ujung tangan dingin, sakit kepala.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dala penyusunan prioritas masalah

adalah tidak mungkin masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang

ditemukan dalam keluarga diselesaikan sekaligus, perlu mempertimbangkan

masalah-masalah yang dapat mengancam kesehatan seperti masalah penyakit.

Mempertimbangkan respon dan perhatian keluarga terhadap asuhan

keperawatan keluarga yang diberikan, keterlibatan anggota keluarga dalam

memecahkan masalah yang mereka hadapi, sumber daya keluarga yang dapat

menunjang pemecahan masalah kesehatan atau keperawatan keluarga serta

yang tidak kalah pentingya adalah pengetahuan dan kebudayaan keluarga.

28
penyusunann prioritas masalah kesehatan dan keperawatan keluarga,

didasarkan pada beberapa kriteria. Kriteria yang menjadi dasar prioritas

masalah adalah sifat masalah, kemungkinan masalah dapat diubah, potensial

masalah untuk dicegah dan menonjolnya masalah.

Sifat masalah dikelompokkan menjadi ancaman kesehatan, tidak

atau kurang sehat, dan krisis. Dalam menentukan sifat masalah, bobot yang

paling besar diberikan pada keadaan sakit atau yang mengancam kehidupan

keluarga, yaitu keadaan sakit kemudian baru diberikan kepada hal-hal yang

mengancam kesehatan keluarga dan selanjutnya pada situasi krisis dalam

keluarga di mana terjadi situasi yang menuntut penyesuaian dalam keluarga.

Sedangkan kemungkinan masalah BDB (Demam Berdarah Dengue)

dapat diubah, adalah kemungkinan keberhasilan mengurangi atau mencegah

masalah yang berhubungan dengan DBD jika dilakukan intervensi. Faktor-

faktor yang dapat mempengaruhi masalah DBD dapat diubah adalah faktor

pengetahuan dan tindakan untuk menangani masalah DBDi, sumber daya

keluarga, di antaranya adalah keuangan, tenaga, sarana dan prasarana. Selain

itu sumber daya perawatan, diantaranya adalah pengetahuan dan keterampilan

dalam penanganan masalah keperawatan serta waktu dan sumber daya

masyarakat, dapat dalam bentuk fasilitas, organisasi seperti posyandu,

polindes, dan sebagainya juga menjadi faktor yang mempengaruhi

kemungkinan masalah DBD untuk diubah.

Potensial masalah DBD untuk dicegah, adalah sifat dan beratnya

masalah berhubungan dengan hipertensi yang timbul dan dapat dikurangi atau

dicegah melalui tindakan keperawatan, misalnya dengan memberikan

informasi tentang DBD, cara mencegah terjadinya serta menganjurkan

29
penderita DBD untuk memeriksakan kesehatannya ke tempat palayanan

kesehatan (puskesmas, rumah sakit, dan dokter).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melihat potensi pencegahan

masalah BDB adalah kepelikan atau kesulitan masalah DBD hal ini berkaitan

dengan beratnya penyakit atau DBD hipertensi yang dialami oleh keluarga.

Kedua perhatikan tindakan yang sudah dan sedang dilaksanakan, yaitu

tindakan untuk mencegah dan mengobati masalah DBD dalam rangka

meningkatkan status kesehatan keluarga.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam melihat potensi pencegahan

masalah DBD berhubungan dengan jangka waktu terjadinya masalah DBD.

Keadaan ini erat hubungannya dengan beratnya masalah DBD pada keluarga

dan potensi masalah untuk dicegah. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah

adanya kelompok resiko tinggi dalam keluarga atau kelompok yang sangat

peka menambah potensi untuk mencegah masalah DBD.

Menonjolnya masalah DBD adalah cara keluarga melihat dan

menilai masalah yang berhubungan dengan masalah DBD dalam hal berat

dan mendesak masalah DBD untuk diatasi melalui intervensi keperawatan.

B. Rencana Keperawatan

1. Diagnosa Keperwatan

Menurut pendapat Friedman (1998) diagnosa keperawatan keluarga

merupakan perpanjangan dari diagnosa-diagnosa keperawatan terhadap

sistem keluarga dan merupakan hasil dari pengkajian. Diagnosa keperawatan

keluarga di dalamnya termasuk masalah-masalah kesehatan yang aktual dan

potensial.

30
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan

dan mengatasi kebutuhan pasien serta respon terhadap masalah aktual dan

resiko tinggi.

Carpenito (1999) mendefinisikan diagnosa keperawatan sebagai

berikut :
“Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan
respon manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi potensial
dan aktual dari individu atau kelompok dimana perawat dapat secara
legal mengidentifikasi dan untuk itu pula perawat dapat menyusun
intervensi-intervensi definitif untuk mempertahankan status kesehatan
atau untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah”.

Dengan pengertian diatas yang telah disampaikan para ahli, keluarga

merupakan satu tipe kelompok dimana diagnosa keperawatan dapat

diberlakukan, meskipun demikian, diagnosa keperawatan masih

berorientasi pada individu. Diagnosa yang mungkin muncul dalam keluarga

dengan penyakit DBD (Demam Berdara Dengue) yaitu : hipertermi, defisit

nutrisi, hipovolemia, risiko syok, risiko perdarahan, ansietas dan defisit

pengetahuan.
2. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus

Rencana keperawatan keluarga mencakup tujuan umum dan tujuan

khusus yang didasarkan pada masalah yang dilengkapi dengan kriteria dan

standar yang mengacu pada penyebab. Tingkat pertama meliputi tujuan-

tujuan jangka pendek yang sifatnya dapat diukur, langsung dan spesiflk.

Sedangkan tingkat kedua adalah tujuan jangka panjang yang merupakan

tingkatan terakhir yang menyatakan maksud-maksud luas yang yang

diharapkan oleh perawat maupun keluarga agar dapat tercapai.

Dalam menyusun kriteria evaluasi dan standar evaluasi, disesuaikan

dengan sumber daya yang mendasar dalam keluarga pada umumnya yaitu

31
biaya, pengetahuan, dan sikap dari keiuarga, sehingga dapat diangkat tiga

respon yaitu respon verbal, kognitif, afektif atau perilaku, dan respon

psikomotor untuk mangatasi masalahnya. Tujuan asuhan keperawatan

keluarga dengan masalah DBD dapat dibedakan menjadi dua yaitu tujuan

jangka pendek dan tujuan jangka panjang.

Tujuan jangka pendek pada penderita DBD antara lain : setelah

diberikan informasi kepada keluarga mengenai DBD keluarga mampu

mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat untuk anggota

keluarga yang menderita DBDi dengan respon verbal keluarga mampu

menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, penyebab serta perawatan DBD.

Respon afektif, keluarga mampu menentukan cara penanganan atau

perawatan bagi anggotanya yang menderita DBD secara tepat. Sedangkan

respon psikomotor, keluarga mampu memberikan perawatan secara tepat dan

memodifikasi lingkungan yang sehat dan nyaman bagi penderita DBD.

Standar evaluasi yang digunakan adalah pengertian, tanda dan gejala,

penyebab, perawatan, komplikasi dan pengobatan hipertensi.

Selain itu juga perlu dikaji pemahaman klien tentang DBD kemudian

mendiskusikan dengan keluarga tentang DBDi (pengertian, penyebab, tanda

dan gejala, perawatan, pengobatan, serta komplikasi DBD dan intervensi

yang mampu diberikan). Kaji keefektifan strategi koping dengan

mengobservasi perilaku klien dan keluarga, misal kemampuan menyatakan

perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan.

Berikan informasi tentang sumber-sumber di masyarakat dan dukungan

anggota keluarga.

32
C. Rancangan Kegiatan

1. Metode

2. Media dan Alat

3. Waktu dan Tempat

4. Kriteria Evaluasi

Komponen kelima dari proses keperawatan ini adalah evaluasi.

Evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya tindakan keperawatan

yang dilakukan oleh keluarga, perawat, dan yang lainnya. Evaluasi

merupakan proses berkesinambungan yang terjadi setiap kali seorang perawat

memperbaharui rencana asuhan keperawatan.

Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil

implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat

keberhasilannya.

Evaluasi dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu evaluasi formatif

dan evaluasi sumatif yaitu dengan SOAP, dengan pengertian S adalah

ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara subjektif oleh keluarga

setelah diberikan implementasi keperawatan, O adalah keadaan obyektif yang

dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan penagamatan. A adalah

merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon keluarga secara

subjektif dan objektif, P adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat

melakukan tindakan.

33
Dalam mengevaluasi harus melihat tujuan yang sudah dibuat

sebelumnya. Bila tujuan tersebut belum tercapai, maka dibuat rencana tindak

lanjut yang masih searah dengan tujuan.

34
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. (1999) Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7, Alih Bahasa


Monica Ester. Jakarta: EGC
Carpenito, L. J. Handbook of Nursing Diagnosis. Edisi 8, Alih Bahasa Monica
Ester. (2001). Jakarta: EGC
Doengoes. M. E, Et. All. Nursing Care Plans Guidelines for Planning and
Documenting Patient Care, Edisi 3. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Et. All.
(2000). Jakarta: EGC.
FKUI. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
Smeltzer, Suzanne, and Bare. (2001). Buku Saku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, Edisi 8. Jakarta: EGC
Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakata: EGC.

Carpenito, L. J. Handbook of Nursing Diagnosis. Edisi 8, Alih Bahasa Monica


Ester. (2001). Jakarta: EGC
Carpenito, L. J. (1999) Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7, Alih Bahasa
Monica Ester. Jakarta: EGC
Friedman, M. M. (1998). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek, Edisi 3. alih
Bahasa: Debora R. L & Asy. Y, Jakarta: EGC
Effendy. N (2011). Dasar- dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Edisi 2.
Jakarta; EGC
Long. Barbara. C. Essential of Medical Surgical Nursing, Penerjemah. Karnaen R,
Et. All, Edisi ke 3. 1996. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Padjajaran.
Rahariyani, Dwi Lutfia. 2007. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Ganggauan
Sistem Integumen. Jakarta: ECG.
Zulkoni, Akhsin. 2010. Parasitologi. Yogyakarta: Nuha Medika.

35

Anda mungkin juga menyukai