Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STRUMA NODUSA NON


TOKSIK (SNNT) DI LANTAI 9 RUMAH SAKIT RSUD PASAR MINGGU

DISUSUN OLEH :
IDHAM TOPIK YOGA
1610711090

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN “VETERAN” JAKARTA

2019
A. Definisi
Struma nodusa adalah pembesaran pada tiroid yang disebabkan akibat adanya
nodul (Tonacchera, Pirichhera dan Vitty, 2009), biasanya di anggap membesar bila
kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal stuma nodusa non toksik merupakan struma
nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme (Hermes dan Huysmans, 2009).
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien
eutiroid, tidak berhubungan dengan neoplastik atau proses implasi (bambang sumantri
Skep Ns 2011). Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasana terjadi
karena foikel-flikel terisi koloid secara berlebihan, setelah bertahun-tahun folikel tumbuh
semakin membesar, dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler
(Smeltzer & Suzanne,2012) Struma nodusa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid
yang secara klinik teraba nodul satu/ lebih tanpa disertai tanda-tanda
hypertiroidisme(Hartini,2010)

B. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tiroid merupakan
faktor penyebab pembedaran tiroid antara lain:
Defisiensi iodium :
a. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang
kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah
pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat hormon tiroid
c. Penghambatan sintesis hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol,
lobal. dan kacang kedelai)
d. Penghambatan sintesis hormon oleh obat-obatan (thiocarbamide,
sulfonylyurea) (Brunicardi et al, 2010)

C. Klasifikasi
Struma nodusa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu :
Berdasarkan jumlah nodul :
1) Bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodusa soliter (uninodusa), dan bila lebih
dari satu disebut struma multi nodusa.
2) Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radio aktif dikenal 3 bentuk nodul tyroid
yaitu :
3) Nodul dingin, nodul hangat, dan nodul panas.
4) Berdasarkan konsistensinya :
Nodul lunak, kistik, keras dan sangat keras.
(Brunicardi et al, 2010)

Struma dapat diklasifikasikan menjadi struma difusa non- toksik, struma


difusa toksik, struma nodusa toksik dan struma nodusa non-toksik. Dimana istlah
toksik dan nontoksik ini merujuk pada adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis
kelenjar tiroid seperti hipertiroid (kelenjar tiroid aktif menghasilkan hormone tiroid
secara berlebihan) dan hipotiroid (produksi hormone tiroid kurang dari kebutuhan
tubuh). Sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih berfokus kepada bentuk
pembesaran kelenjar tiroid.
a. Struma diffusa ditandai dengan adanya pembesaran atau benjolan diseluruh
kelenjar tiroid (seakan terjadi pembesaran leher). Ada struma diffusa toksik
(disertai gejala hipertiroidisme) dan struma diffusa non toksik (tanpa tanda dan
gejala hipertiroidisme).
b. Struma nodusa ditandai dengan membesarnya sebagian dari kelenjar tiroid, yang
dimana benjolannya terlokalisir. Pembesaran tersebut ditandai dengan benjolan di
leher yang bergerak pada saat menelan. Nodul mungkin tunggal, tetapi
kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi
jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya yang
sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan
di leher. Sebagian penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan
strumanya tanpa gangguan.
1) Struma nodusa toksik : kelenjar tiroid aktif menghasilkan hormon tiroid
sehingga produksinya berlebihan.
2) Struma nodusa non-toksik : kelenjar tiroid tidak aktif menghasilkan hormon
tiroid. sering tidak menampakkan gejala/keluhan karena pasien tidak
mengalami hipotiroidisme ataupun hipertiroidisme.
D. Manifesasi klinis
1) Gagguan menelan
2) Peningkatan metabolisme karena kien hiperaktif dengan meningkatnya denyut
nadi
3) Peningkatan simpat (jantung berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan
cuaca dingin, diare, gemetar dan kelelahan)
Pada pemeriksaan status lokalis struma nodusa, dibedakan dalam hal :
1) Jumlah nodul ; satu (soliter), atau lebih dari satu (multipel)
2) Konsistensi : lunak, kistik, keras dan sangat keras
3) Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada.
4) Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.
5) Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tyroid ; ada atau tidak ada.
(Brunicardi et al, 2010)

E. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tiroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus,
masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid.
Dalam kelenjar tiroid, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler
oleh TSH kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase
sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diidotironiin membentuk T4
dan T3. T4 menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi TSH dan
bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang T3 merupakan hormon
metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis,
pelepasan dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat sintesis T4 dan melalui
rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar
hipofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.
F. Pathway
Kelainan metab.
Defisiensi iodium Penghambat sintesa hormon
kongenital
oleh zat kimia oleh obat

Struma nodusa non


toksik

Pembedahan Luka insisi (diskontinuitas Tumbuh di jaringan


jaringan tyroid
disfagia
Terapat General Pintu masuk
Mediator kimia
luka jahitan anastesi kuman
bradikulin, histamine Sulit menelan
Kuman
Depresi Perangsangan ujung Intake nutrisi
estetika mudh masuk
sistem syaraf perifer berkurang
pernafasan
gg.konsep Resiko infeksi Subtansia gelatinosa gg.nutrisi kurang
diri Penekanan dari kebutuhan tubuh
medula oblogata Thalamus korte
serebri

Penurunan reflek
Nyeri di
batuk
persepsiakan

Akumulasi
gg.raya nyaman
sputum
nyeri)

Resiko bersihan
jalan nafas tidak
efektif
G. Pemeriksaan penunjang
Pada palpasi teraba batas yang jelas, bemodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal.
1) Human trylogobulin (untuk keganasan tyroid)
2) Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troskin) dan T3
(tridotironim) dalam batas normal. Nilai normal T3 = 0,6-2,0, T4 = 4,6-11
3) Pada pemeriksaan USG dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul.
4) Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsy aspirasi jarum halus yang
hanya dapat dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman.
Pemeriksaan sidik tiroid.
Hasil dapat dibedakan 3 bentuk yaitu :
a) Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya.
Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
b) Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan
ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
c) Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi
nodul sama dengan bagian tiroid yang lain

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid,
kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3
sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa
antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk
mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal TSH meningkat 6 mU/L.
Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal.
2) Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi
terhadap macam - macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita
dengan penyakit tiroid autoimun :
a) antibodi tiroglobulin
b) antibodi microsomal
c) antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
d) antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
e) hyroid stimulating hormone antibody (TSA)
b. Sidik (scanning) tiroid
Memakai uptake I131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan
fungsi tiroid. Normalnya uptake 15-40 % dalam 24 jam. Bila
uptake > normal disebut hot area, sedangkan jika uptake < normal disebut
cold area (pada neoplasma).
c. Ultrasonography (USG) : untuk menentukan isi nodul berupa cairan atau
padat. Selain itu digunakan untuk membedakan antara nodul solid dan kistik.
Bila hasil USG memberikan gambaran solid (padat) maka selanjutnya dapat
dilakukan pemeriksaan scanning tiroid.
d. Radiologi
1) Thorax : mengetahui adanya deviasi trakea, retrosternal struma, coin lesion
(papiler), cloudy (folikuler).
2) Leher AP lateral : untuk evaluasi jalan nafas untuk intubasi pembiusan.
e. Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan biopsi jaringan dilakukan jika masih belum dapat
ditentukan diagnosis, jenis kelainan jinak atau ganas. Pemeriksaan patologi
anatomi merupakan standar baku untuk sel tiroid dan memiliki nilai akurasi
paling tinggi. Pengerjaan dengan teknik Biopsi Aspirasi dengan Jarum Halus
atau Fine Needle Aspiration Biopsi (BAJAH/FNAB) harus dilakukan oleh
operator yang sudah berpengalaman. Di tangan operator yang terampil,
BAJAH dapat menjadi metode yang efektif untuk membedakan jinak atau
ganas pada nodul soliter atau nodul dominan dalam struma multinodular.
BAJAH mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan spesifitas 92%. Bila BAJAH
dikerjakan dengan baik maka akan menghasilkan angka negatif palsu kurang
dari 5% dan angka positif palsu hampir mendekati 1%.
f. Terapi Supresi Tiroksin\
Salah satu cara meminimalisasi hasil negatif palsu pada BAJAH ialah
dengan terapi supresi TSH dengan tiroksin.
I. Penatalaksanan
1) Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di
daerah endemik sedang dan berat.
2) Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
3) Penyuntikan lipidol.
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik
diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan
anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc –
0,8 cc.
4) Tindakan operasi (strumektomi).
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi
bila pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada
organ sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan
dicurigai.
5) L-tiroksin selama 4-5 bulan
ini diberikan apabila terdapat nodul hangat, lalu dilakukan pemeriksaan sidik
tiroid ulng. Apabila nodul mengecil, terapi dianjutkan apabila tidak mengecil
bahkan membesar dilakukan biopsy atau operasi.
6) Biopsy aspirasi jarum halus.
Dilakukan pada kista tiroid hingga nodul kurang dari 10mm

J. Penatalaksanaan Medis
1) pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering
dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien
hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat
diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan
untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil
atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar
hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang
terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat
diketahui keadaan fungsi tiroid.
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum
pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3
hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin
tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan
laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan
pembedahan.
2) Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar
tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka
pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium
radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran
terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker,
leukimia, atau kelainan genetik35 Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul
atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat
minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.
3) Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini
bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk
menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan
untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar
tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil
(PTU) dan metimasol/karbimasol

K. Komplikasi
1) Gangguan menelan atau bernafas.
2) Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung
kongestif ( jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh).
3) Osteoporosis, terjadi peningkatan proses penyerapan tulang sehingga tulang
menjadi rapuh, keropos dan mudah patah.

L. Konsep keperawaan
1. Pengkajian.
a. Pengumpulan Data
1) Identifikasi klien.
2) Keluhan utama klien.
Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada leher. Kesulitan
menelan dan bernapas. Pada post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada
umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
3) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin
membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan
trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
4) Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit
gondok, sebelumnya pernah menderita penyakit gondok.
5) Riwayat kesehatan keluarga.
Ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.
6) Riwayat psikososial.
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik
sehingga ada kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis
dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.
b. Kepala dan leher
Pada klien dengan pre operasi terdapat pembesaran kelenjar tiroid. Pada post
operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi yang sudah ditutup
dengan kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain. Drain perlu
diobservasi dalam dua sampai tiga hari.
c. Sistem pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari
anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
d. Sistem Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan
ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.
e. Sistem gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung
akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang
hilang.
f. Aktivitas/istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
g. Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
h. Integritas ego
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
i. Makanan/cairan
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan
banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.
j. Rasa nyeri/kenyamanan
Nyeri orbital, fotofobia.
k. Keamanan
Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap
iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C,
diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus,
eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering
terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
l. Seksualitas
Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.

M. Diagnosa

1. Diagosa yang mungkin muncul dalam asuhan keperawatan pada


pasien dengan penyakit SNNT antara lain :
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing
dalam jalan nafas
3. Penurunan curah jantung berhubunga dengan perubahan irama
jantung
4. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur
operasi)
6. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuscular.
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
8. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
9. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan
N. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas
a. 1. Respiratory status : a. 1. Airway suction
tidak efektif
b. Ventilation a. Auskultasi suara nafas pasien
berhubungan dengan
c. 2. Respiratory status : b. Monitor status oksigen pasien
benda asing dalam Airway patency c. Berikan oksigen apabila pasien
jalan nafas d. 3. Aspiration Control menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan jalan 2. Airway Management
nafas yang paten a. Buka jalan nafas, gunakan teknik
(klien tidak merasa chin lift atau jaw thrust bila perlu
tercekik, irama nafas, b. Auskultasi suara nafas, catat
frekuensi pernafasan adanya suara tambahan
dalam rentang c. Monitor respirasi dan status O2
normal, tidak ada d. Posisikan pasien untuk
suara nafas memaksimalkan ventilasi
abnormal. e. Identifikasi pasien perlunya
b. Mampu pemasangan alat jalan nafas
mengidentifikasikan buatan
dan mencegah factor f. Atur intake untuk cairan
yang dapat mengoptimalkan keseimbangan.
menghambat jalan
nafas

2 Nausea berhubungan Nausea and vomiting Nausea Management


dengan efek agen control 1. Kaji rasa mual secara
farmakologis Nausea and vomiting komperehensif mulai dari
severity frekuensi, durasi, tingkat
mual dan faktor yang
Setelah dilakukan menyebabkan pasien mual.
tindakan asuhan 2. Evaluasi efek mual terhadap
keperawatan selama 3 x nafsu makan pasien, aktivitas
24 jam diharapkan rasa sehari – hari dan pola tidur
mual klien hilang atau pasien
berkurang. 3. Berikan istirahat dan tidur
Kriteria hasil : yang adekuat
1. Pasien mengatakan 4. Berikan KIE makan sedikit –
rasa mual berkurang sedikit tetapi sering dan
atau tidak mual lagi dalam keadaan hangat
2. Pasien mengatakan 5. Kolaborasi pemberian
tidak muntah antiemetic
3. Tidak ada
peningkatan kelenjar
saliva
4. Pasien dapat
menghindari faktor
penyebab nausea
dengan baik
3 Risiko penurunan Cardiac Pump Cardiac care
curah jantung Effectiveness Vital Sign Monitoring
berhubungan dengan Circulation status 1. Monitor TTV dan keadaan umum

perubahan irama Vital sign status pasien

jantung Setelah diberikan asuhan 2. Observasi tanda – tanda adanya


keperawtan selama 3 edema
x24jam diharapkan curah 3. Observasi status pernafasan
jantung dalam batas 4. Observasi adanya nyeri dada
normal, dengan kriteria (intensitas, durasi, skala, lokasi nyeri)
hasil : 5. Monitor balance cairan
e. TTV dalam batas normal 6. Anjurkan istirahat yang cukup
f. Kelelahan tidak ada Anjurkan menurunkan stress
g. Edema paru (-)
h. Asites (-)
i. Penurunan kesadaran (-)
4 Ansietas a. Anxiety self control a. Anxiety Reduction
b. Anxiety level
berhubungan dengan c. Coping (Pengurangan kecemasan)

kurang terpapar Setelah dilakukan


1. Gunakan pendekatan yang
informasi tindakan asuhan menenangkan dan menyakinkan.
keperawatan selama 3 x 2. Dorong pasien mengungkapkan
24 jam diharapkan kecemasan yang dialaminya.
3. Dengarkan pasien dengan penuh
kecemasan klien hilang
perhatian.
atau berkurang.
4. Kaji tanda kecemasan yang
Kriteria hasil :
diungkapkan secara verbal maupun

1. Mampu nonverbal.

mengindentifikasi dan 5. Beri pujian atau kuatkan perilaku

mengungkapan (tanda yang baik secara tepat.

dan gejala) kecemasan. 6. Ajak melakukan teknik relaksasi

2. Mengatakan kecemasan nafas dalam

sudah berkurang yang b. Peningkatan Koping

dinyatakan verbal 1. Berikan informasi mengenai

maupun nonverbal. penyakit, yang dideritanya

3. Tampak adanya 2. Dukung keterlibatan keluarga untuk

dukungan keluarga mendampingi pasien

5 Nyeri akut
j. 1. Pain level 1. Pain management
berhubungan denga
k. 2. Pain control 2. Analgesic administration
agen pencedera fisik
l. 3. Comfort level
(prosedur operasi) Setelah dilakukan a. Observasi TTV
tindakan asuhan b. Kaji karakteristik nyeri secara
keperawatan selama 3 x komprehensif (penyebab,
24 jam diharapkan nyeri kualitas, intensitas, skala nyeri)
berkurang klien hilang yang diungkapkan secara verbal
atau berkurang. dan nonverbal
c. Berikan posisi yang nyaman
Kriteria hasil : d. Ajarkan teknik relaksasi baik
1. Pasien mengatakan nafas dalam ataupun distraksi
nyeri berkurang yang e. Kolaborasi pemberian obat
diekspresikan melalui analgesik
verbal dan non verbal
2.Mampu mengontrol
nyeri dengan
manajemen nyeri

6 Gangguan m. 1. Anxiety self control 1. Communication enhancement :


komunikasi verbal
n. 2. Coping Speech deficit
berhubungan dengan
o. 3. Sensory fundion : 2. Anxiety reduction
gangguan hearing & vision a. Kaji kemampuan berbicara
neuromuscular p. 4. Fear self control pasien
b. Kaji kemampuan lain yang
Setelah dilakukan dimiliki pasien
tindakan asuhan c. Dengarkan dengan penuh
keperawatan selama 3 x perhatian
24 jam diharapkan d. Berikan pujian atas kemampuan
gangguan komunikasi yang dimiliku
verbal pasien berkurang. e. Berikan fasilitas yang dapat
digunakan untuk berkomunikasi
Kriteria hasil : (buku, pulpen, pensil, dan
1. Mampu perlatan lainnya yang dapat
berkomunikasi digunakan komunikasi dua arah
dengan menunjukkan secara optimal)
ekspresi verbal dan f. Ajarkan menyampaikan
atau non verbal yang informasi dengan bahasa isyarat
bermakna g. Dorong partisipasi keluarga
2. Mampu dalam proses penyembuhan
mengkoordinasikan h. Kolaborasi pemberian terapi
gerakan dalam wicara
menggunakan bahasa
isyarat
3. Mampu mengontrol
respon ketakutan dan
kecemasan terhadap
ketidakmampuan
berbicara
4. Mampu
memanajemen
kemampuan fisik
yang dimiliki
5. Mampu menerima ,
memahami dan
menyampaikan
pesan

7 Gangguan pola tidur


q. 1. Anxiety reduction 1. Sleep enhancement
berhubungan dengan
r. 2. Comfort level
adanya nyeri s. 3. Pain level a. Kaji kebutuhan tidur pasien
t. 4. Rest : Extent and b. Kaji kualitas dan kuantitas tidur
Pattern pasien
u. 5. Sleep : Extent and c. Identifikasi penyebab gangguan
Pattern pola tidur yang dialami pasien
d. Berikan lingkungan yang
Setelah dilakukan nyaman dan kurangi factor
tindakan asuhan penyebabkan gangguan pola
keperawatan selama 3 x tidur
24 jam diharapkan e. Beri KIE pentingnya pemenuhan
gangguan pola tidur waktu tidur terhadap kesehatan
berkurang. f. Ajarkan teknik relaksasi
g. Dorong keluarga pasien untuk
Kriteria Hasil : membantu peningkatan kuantitas
1. Pasien dapat tidur dan kualitas tidur pasien
dengan tenang h. Kolaborasi pemberian obat untuk
2. Jumlah tidur pasien mengurangi dampak dari factor
sesuai dengan penyebab yang menimbulkan
kebutuhan pasien (6- gangguan tidur
8 jam/hari) i. Kolaborasi pemberian makanan
seperti susu

10 Risiko infeksi 1. Immune status 1. Infection control


berhubungan dengan 2. Knowledge : (Kontrol Infeksi )
efek prosedur invasif Infection control
3. Risk control a. Monitor keadaan luka
b. Monitor tanda dan gejala infeksi
Setelah dilakukan c. Monitor kadar WBC, granulosit
tindakan asuhan d. Berikan perawatan luka secara
keperawatan selama 3 x berkala dengan teknik yang tepat
24 jam diharapkan risiko e. Berikan lingkungan yang bersih
infeksi klien hilang atau f. Berikan KIE pasien dan keluarga
berkurang. mengenai personal hygiene
(seperti cara mencuci tangan
Kriteria hasil : yang benar) untuk menghindari
1. Tidak tampak adanya adanya factor pemicu infeksi
tanda dan gejala g. Kolaborasi pemberian antibiotic
infeksi
2. Jumlah leukosit
dalam batas normal
3. Menunjukkan
perilaku hidup sehat
9 Risiko jatuh 1. Trauma risk for 1. Fall prevention
berhubungan dengan 2. Injury risk for a. Identifikasi defisit kognisi atau fisik
efek agen Setelah diberikan pasien

farmakologis asuhan keperawatan b. Identifikasi karakteristik lingkungan

selama 3 x 24jam yang berpotensi menyebabkan

diharapkan tidak ada kejadian jatuh

kejadian jatuh dengan c. Pasang belt pengaman pada tepi

kriteria hasil : tempat tidur dan kunci roda tempat


tidur setelah melakukan mobilisasi
1. Mampu d. Bantu memenuhi ADLs pasien
mempertahakan e. Ajarkan pasien dan keluarga pasien
keseimbangan tubuh menjaga lingkungan yang aman dan
2. Tidak terjadi kejadian terhindar dari kejadian jatuh

jatuh
3. Mempunyai
pemahaman dan
perilaku pencegahan
kejadian jatuh
4. Lingkungan aman

O. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi pengumpulan data
berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan,
serta menilai data yang baru.

P. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan yang ditarik dari
evaluasi menentukan menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri,
dilanjutkan, atau diubah untuk memperbaiki kekurangan dan memodifikasi rencana
asuhan sesuai kebutuhan (Kozier, 2010).
Daftar Pustaka

Manjoer, Arief.dkk,2009.Kapita Selecta Kedokteran , jilid I Media Aesculapius: Jakarta


Smeltzer (2012), Buku ajar keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC
Syarifuddin, drs. AMK. 2010. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan, edisi 3.
EGC : Jakarta.
Hidayat, Syamat, dkk, 2006. Edisi Revisi Buku Ilmu Penyakit Dalam,EGC : Jakarta.
Nurarif A, H, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta : Mediaction Jogja.
Potter and Perry. 2006. Fundamental Keperawatan . Volume 2. Jakarta:EGC
Price, Sylvia A. 2009. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Reeves, J.C.2007. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M. 2013. Buku Saku Keperawatan: Diagnosa NANDA, Intervensi NIC,
kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai