Anda di halaman 1dari 46

KEPERAWATAN KOMUNITAS II

Kasus Lansia Dengan Stroke

Dosen pengampu: Ns. Diah Ratnawati, S Kep, M.Kep, Sp. Kep. Kom
Disusun oleh:
Ismi Zakiah 1610711056 Farah Nabilah 1610711068
Purwandari Nurfaizah 1610711059 An’nisaa Eka Rahmawati 1610711072
Amastia Ikayuwandari 1610711060 Leni Marlia 1610711073
Adinda Zein Nur 1610711062 Anggryta putry Lestari 1610711082

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAKARTA
TAHUN 2019

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul Kasus Lansia Dengan Stroke yang ditulis guna
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas II.
Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penulis menyampaikan rasa hormat dan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas memberikan bantuan dan
dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan masalah ini dengan sebaik-baiknya.

2|Page
Depok, 03 Maret 2019

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI
iii

BAB I PENDAHULUAN
4
1.1 Latar Belakang
4
1.2 Rumusan Masalah
5
1.3 Tujuan Penulisan
5

BAB II TINJAUAN TEORI


6

3
2.1 Program kesehatan terkait kasus
6
2.2 Program kota sehat terkait kasus
12
2.3 Prevalensi populasi (Dunia, Indonesia, dan Jawa Barat)
13
2.4 Karakteristik & tumbang lansia
16
2.5 Pengertian, etiologi dan tanda gejala stroke
25
2.6 Komplikasi, cara pencegahan dan penatalaksanaan stroke
29
2.7 Pengkajian, Analisa data dan diagnosa keperawatan
32
2.8 Tujuan umum khusus & intervensi
41

BAB III PENUTUP


43
3.1 Kesimpulan
43
3.2 Saran
43

BAB IV DAFTAR PUSTAKA


44

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Di dunia penyakit


stroke meningkat seiring dengan modernisasi. Di Amerika Serikat, stroke menjadi
penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Diperkirakan ada
700.000 kasus stroke di Amerika Serikat setiap tahunnya, dan 200.000 diantaranya
dengan serangan berulang. Menurut WHO, ada 15 juta populasi terserang stroke setiap
tahun di seluruh dunia dan terbanyak adalah usia tua dengan kematian rata-rata setiap 10
tahun antara 55 dan 85 tahun. (Goldstein,dkk 2006; Kollen,dkk 2006; Lyoyd-Jones
dkk,2009).

Jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke tahun.
Stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker.
Disamping itu, stroke juga merupakan penyebab kecatatan. Sehingga keadaan tersebut
menempatkan stroke sebagai masalah kesehatan yang serius.

Rendahnya kesadaran akan faktor risiko stroke, kurang dikenalinya gejala stroke,
belum optimalnya pelayanan stroke dan ketaatan terhadap program terapi untuk
pencegahan stroke ulang yang rendah merupakan permasalahan yang muncul pada
pelayanan stroke di Indonesia. Keempat hal tersebut berkontribusi terhadap peningkatan
kejadian stroke baru, tingginya angka kematian akibat stroke, dan tingginya kejadian
stroke ulang di Indonesia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

Penderita Stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan
pada hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf. Karena, selain
menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya, stroke juga menjadi beban
bagi pemerintah dan perusahaan asuransi kesehatan.

Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, stroke masih merupakan
masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi
masalah krusial ini diperlukan strategi penangulangan stroke yang mencakup aspek
preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif.

Keberadaan unit Stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah
menjadi keharusan, terlebih bila melihatangka penderita stroke yang terus meningkat dari
tahun ke tahun di Indonesia. Karena penanganan stroke yang cepat, tepat dan akurat akan
meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah penulis menyusun makalah
mengenai stroke yang menunjukan masih menjadi salah satu pemicu kematian tertinggi
di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja yang menjadi Program kesehatan terkait kasus stroke ?


2. Apa saja yang menjadi Program kota sehat terkait kasus stroke ?
3. Bagaimana prevalensi populasi (Dunia, Indonesia, dan Jawa Barat)?
4. Bagaimana karakteristik & tumbang lansia?
5. Apa pengertian, etiologi dan tanda gejala stroke?
6. Apa komplikasi, cara pencegahan dan penatalaksanaan stroke?
7. Bagaimana pengkajian, analisa data dan diagnosa keperawatan?
8. Bagaimana tujuan umum khusus & intervensi?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui apa saja yang menjadi Program kesehatan terkait kasus stroke
2. Mengetahui apa saja yang menjadi Program kota sehat terkait kasus stroke
3. Mengetahui bagaimana prevalensi populasi (Dunia, Indonesia, dan Jawa Barat)
4. Bagaimana karakteristik & tumbang lansia
5. Mengetahui apa pengertian, etiologi dan tanda gejala stroke
6. Mengetahui apa komplikasi, cara pencegahan dan penatalaksanaan stroke
7. Mengetahui bagaimana pengkajian, analisa data dan diagnosa keperawatan
8. Mengetahui bagaimana tujuan umum khusus & intervensi
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Program Kesehatan Terkait Kasus


A. Germas (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) Cegah Stroke
Peringatan Hari Stroke Sedunia tahun 2017 mengangkat tema “What is your
reason for preventing Stroke?”.
Tema ini diangkat untuk menggugah kesadaran masyarakat agar lebih peduli dan
waspada terhadap stroke dengan melibatkan semua pihak dalam upaya pencegahan dan
pengendalian faktor risiko dengan perilaku hidup sehat, mampu mendeteksi gejala awal
stroke, mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang baik, tepat dan terjangkau saat
terjadi serangan.
Kementerian Kesehatan mengajak seluruh masyarakat untuk dapat menjadi
agen perubahan dalam perilaku hidup sehat, khususnya dalam pencegahan dan
pengendalian faktor risiko stroke, sehingga masyarakat Indonesia yang sehat dan
berkualitas dapat diwujudkan.
1. Stroke
Stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi saraf yang diakibatkan oleh penyakit
pembuluh darah otak, bukan oleh sebab yang lain (WHO). Gangguan fungsi syaraf
pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.
Gangguan syaraf tersebut menimbulkan gejala antara lain: kelumpuhan wajah
atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo), perubahan
kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain. Stroke merupakan penyebab
disabilitas nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia setelah penyakit
jantung iskemik baik di negara maju maupun berkembang.
Stroke dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan yang akan menurunkan
status kesehatan dan kualitas hidup penderita stroke, di samping itu akan menambah
beban biaya kesehatan yang ditanggung keluarga dan negara.

2. Fakta Stroke
a. Global
Data World Health Organization (WHO) tahun 2012 menunjukkan sekitar
31% dari 56,5 juta orang atau 17,7 juta orang di seluruh dunia meninggal akibat
penyakit jantung dan pembuluh darah. Dari seluruh kematian akibat penyakit
kardiovaskuler, sebesar 7,4 juta disebabkan oleh Penyakit Jantung Koroner, dan
6,7 juta disebabkan oleh stroke.
b. Nasional
Prevalensi stroke nasional berdasarkan Riskesdas 2013 sebesar 12,1‰,
tertinggi di provinsi Sulawesi Selatan (17,9‰) dan terendah provinsi Papua
Barat, Lampung, dan Jambi (5,3‰). Adapun prevalensi stroke adalah sebagai
berikut:
Berdasarkan kelompok umur : >75 tahun sebesar 67,0‰; 65-74 tahun
sebesar 46,1‰; 55-64 tahun sebesar 33,0‰; 45-54 tahun sebesar 16,7‰; 35-44
tahun sebesar 6,4‰; 25-34 tahun sebesar 3,9‰; dan 15-24 tahun sebesar 2,6‰.
Berdasarkan status ekonomi : tingkat bawah sebesar 13,1‰; menengah
bawah sebesar 12,6‰; menengah sebesar 12,0‰; menengah atas sebesar
11,8‰; dan teratas sebesar 11,2‰.
Berdasarkan tempat tinggal : perdesaan sebesar 11,4‰, dan perkotaan
sebesar 12,7‰
Berdasarkan tingkat pendidikan : tidak sekolah sebesar 32,8‰; tidak tamat
SD sebesar 21,0‰; tamat SD sebesar 13,2‰; tamat SMP sebesar 7,2‰; tamat
SMA sebesar 6,9‰; dan tamat D1,D3, dan Perguruan Tinggi sebesar 9,8‰.
Berdasarkan jenis kelamin : Laki-laki sebesar 12,0‰, dan perempuan
sebesar 12,1‰.
Sample Registration System (SRS) Indonesia tahun 2014 menunjukkan
stroke merupakan penyebab kematian utama, yaitu sebesar 21,1% dari seluruh
penyebab kematian untuk semua kelompok umur.
c. 1,27 T pembiayaan JKN untuk stroke tahun 2016
Data Badan Penyelenggara Kesehatan (BPJS) tahun 2015 menyatakan
bahwa stroke menghabiskan biaya pelayanan kesehatan sebesar Rp1,15 triliun
dan meningkat menjadi Rp 1,27 triliun pada tahun 2016. Hal ini berarti terjadi
peningkatan pembiayaan sebesar 10,4% untuk stroke dalam kurun waktu 1
tahun.

3. Cegah Stroke dengan perilaku CERDIK (Cek Kesehatan Secara Berkala)


Stroke dapat dicegah dengan pengendalian perilaku yang berisiko seperti
penggunaan tembakau, diet yang tidak sehat dan obesitas, kurang aktivitas fisik serta
penggunaan alkhohol.

Menurut data Riskesdas, faktor risiko perilaku utama yang menjadi tantangan
dalam upaya pengendalian Penyakit Tidak Menular di Indonesia adalah :

 Sekitar 93,5% penduduk berusia >10 tahun kurang konsumsi buah dan sayur.

 Sekitar 36,3% penduduk berusia >15 tahun merokok, perempuan berusia > 10 tahun
yang merokok sekitar 1,9%.

 Sekitar 26,1% penduduk kurang melakukan aktivitas fisik.

 Sekitar 4,6% penduduk berusia >10 tahun minum minuman beralkhohol.

Faktor perilaku tersebut di atas, merupakan penyebab terjadinya faktor risiko


fisiologis atau faktor risiko seperti hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia , obesitas,
dan lain-lain yang dapat menyebabkan terjadinya stroke.

Untuk mencegah terkena penyakit tidak menular seperti stroke maka dianjurkan
untuk setiap individu meningkatkan gaya hidup sehat dengan perilaku “CERDIK”, yaitu
, Enyahkan asap rokok, Rajin aktifitas fisik, Diet sehat dan seimbang, Istirahat cukup,
dan Kelola stres.
CERDIK adalah upaya kesehatan berbasis masyarakat yang dikembangkan oleh
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dalam wadah
Posbindu PTM yang dibina oleh 4.820 puskesmas di seluruh Indonesia untuk
menggerakkan masyarakat melakukan deteksi dini dan memonitoring faktor risiko
PTM.

4. “SEGERA KE RS”

Oleh : P2PTM Kemenkes RI

Konsep utama dalam penanganan stroke adalah memberikan pengobatan yang


spesifik dalam waktu sesegera mungkin sejak serangan terjadi. Masalah yang
muncul adalah tidak dikenalinya gejala awal serangan stroke oleh masyarakat.

Alat penilaian sederhana untuk stroke adalah “SEGERA KE RS”, yaitu

 Senyum tidak simetris ,

 Gerak separuh anggota tubuh melemah tiba-tiba,

 BicaRa pelo atau tiba-tiba tidak dapat bicara atau tidak mengerti kata-kata/bicara,
 Kebas atau baal,

 Rabun,

Sakit kepala hebat yang muncul tiba-tiba dan gangguan fungsi keseimbangan.
Jangan menganggap remeh bila merasakan gejala atau tanda tanda terserang stroke
seperti diatas, jangan tunggu sampai menjadi parah segera berobat ke Rumah Sakit.
Anjuran ini juga untuk keluarga atau teman yang kebetulan menjumpai
saudaranya/temannya menunjukan gejala dan tanda tersebut segera dibawa ke Rumah
Sakit untuk mendapatkan penanganan secepat mungkin, karena ada periode emas
penanganan stroke agar penderita tertolong dan mengurangi risiko kematian atau
kecacatan menetap/permanen.

PERIODE EMAS PENANGANAN STROKE

Periode emas adalah waktu yang sangat bergharga untuk penanganan Stroke, yaitu
kurang dari 4,5 jam sejak pertama kali muncul gejala dan tanda sampai dilakukan
penanganan stroke di Rumah Sakit. Sehingga penderita harus sudah tiba di Rumah
Sakit kurang dari 2 jam. Proses pemeriksaan sampai pengobatan membutuhkan waktu
maksimal 2,5 jam.

Bila terlambat penanganannya atau sudah lebih dari 4,5 jam maka stroke akan
menjadi parah bahan berisiko kematian atau kecacatan permanen
GERMAS untuk cegah Stroke

Dalam pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular termasuk stroke,


pemerintah fokus pada upaya promotif dan preventif dengan tidak meninggalkan upaya
kuratif dan rehabilitatif. Di antaranya dengan:

Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) sesuai dengan Instruksi Presiden


Nomor 1 Tahun 2017, yang tahun ini difokuskan pada kegiatan deteksi dini,
peningkatan aktivitas fisik serta konsumsi buah dan sayur.

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, sejalan dengan agenda ke-
5 Nawacita yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang dimulai dari
keluarga, di antaranya penderita hipertensi berobat teratur dan tidak ada anggota
keluarga yang merokok.
Kerja Bersama Atasi Stroke

Gerakan pencegahan stroke tidak hanya di gaungkan oleh Kementerian Kesehatan


RI. Perhimpunan Dokter Spesialis Indonesia (PERDOSSI) bekerja sama dengan
Boehringer Ingelheim juga telah meluncurkan ANGELS Initiative pada April 2017.
ANGELS Initiative merupakan inisiatif dan komitmen Boehringer Ingelheim dalam
meningkatkan pelayanan rumah sakit khususnya dalam penanganan stroke secara terpadu
untuk mengurangi angka kejadian stroke. Adapun upaya penanganan stroke dilakukan
dengan meningkatkan tindakan preventif, diagnosis dan terapi untuk stroke akut.

Untuk menekan prevalensi stroke, ANGELS Initiative bekerja sama dengan para
ahli pembimbing stroke spesialis seluruh dunia dalam mengadakan dan atau
meningkatkan kualitas Stroke Center melalui program pelatihan penanganan stroke,
penyediaan perlengkapan pelatihan, penunjangan proses optimasi di rumah sakit, dan
penyediaan sarana sebagai wadah komunikasi dan akses bimbingan dari stroke spesialis.

2.2 Program Kota Sehat Terkait Kasus


Pemerintah Luncurkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat di 10 Kabupaten/Kota

Jakarta - Kesehatan menjadi hal yang sangat penting untuk kemajuan bangsa. Oleh
itu, pemerintah meluncurkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat secara serentak di 10
kabupaten/kota di sejumlah wilayah Indoesia dengan harapan polahidup sehat dapat
membudaya di tengah tren masyarakat Indonesia saat ini.

Mewujudkan masyarakat yang sehat dan produktif melalui penyelenggaraan program


Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) selama hampir tiga tahun
silam merupakan bentuk nyata pemerintah menyukseskan gerakan tersebut. Hal ini, sejalan
dengan implementasi program promotif preventif yang senantiasa digalakkan BPJS
Kesehatan untuk menekan jumlah penderita penyakit katastropik di Indonesia.

Menko PMK Puan Maharani dan Menkes Nila F. Moeloek didampingi Direktur
Pelayanan BPJS Kesehatan Maya A.Rusadi saat melakukan peluncuran GERMAS.
“Sesuai dengan salah satu program Nawa Cita, pencanangan gerakan ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, khususnya derajat kesehatan
masyarakat Indonesia," jelasMaya.

BPJS Kesehatan mencatat selama tahun 2015 sebanyak Rp 16,9 triliun beban
jaminan kesehatan terserap untuk membiayai penyakit katastropik seperti penyakit jantung,
gagal ginjal, stroke,dan sebagainya. Padahal penyakit tersebut dapat dicegah.

"Berbagai penyakit katastropik tersebut sangat bisa dicegah melalui penerapan pola
hidup sehat.Untuk itu, kami siap mendukung dan menyukseskan Gerakan Masyarakat Hidup
Sehat yang sangat baik ini,” kata Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Maya.

Adapun ke-10 kabupaten/kota tersebut meliputi Kab. Bantul (Yogyakarta),Kab.


Bogor (Jawa Barat), Kab.Pandeglang (Banten), Kota Batam (Kep. Riau), Kota Jambi
(Jambi), Kota Surabaya(Jawa Timur), Kota Pare-Pare (Sulawesi Selatan), Kab. Purbalingga
(JawaTengah), Kab. Padang Pariman (Sumatera Barat), dan Kota Madiun (Jawa Timur).

2.3 Prevalensi Populasi (Dunia, Indonesia, dan Jawa Barat)


Menurut American Heart Assosiation (AHA, 2015) angka kejadian stroke pada laki-laki
usia 20-39 tahun sebanyak 0,2% dan perempuan sebanyak 0,7%. Usia 40-59 tahun angka
terjadinya stroke pada perempuan sebanyak 2,2% dan laki-laki 1,9%. Seseorang pada usia 60-
79 tahun yang menderita stroke pada perempuan 5,2% dan laki-laki sekitar 6,1%. Prevalensi
stroke pada usia lanjut semakin meningkat dan bertambah setiap tahunnya dapat dilihat dari
usia seseorang 80 tahun keatas dengan angka kejadian stroke pada laki-laki sebanyak 15,8%
dan pada perempuan sebanyak 14%. Prevalensi angka kematian yang terjadi di Amerika
disebabkan oleh stroke dengan populasi 100.000 pada perempuan sebanyak 27,9% dan pada
laki-laki sebanyak 25,8% sedangkan di Negara Asia angka kematian yang diakibatkan oleh
stroke pada perempuan sebanyak 30% dan pada laki-laki 33,5% per 100.000 populasi (AHA,
2015).
Menurut Riset Kesehatan Dasar Republik Indonesia (Rikesdas, 2013) angka kejadian
stroke di Indonesia sangat mendesak dikarenakan jumlah penderita stroke semakin hari
semakin bertambah dan menduduki urutan pertama di Asia. Di Indonesia pada usia diatas 75
tahun stroke menduduki urutan pertama sedangkan, angka kejadian pada usia 15-24 tahun
penderita stroke sebanyak 2,6% dari penduduk Indonesia. Berdasarkan data riset diagnosis
tenaga kesehatan di Indonesia angka kejadian stroke di Indonesia yang paling tertinggi ada di
provinsi Sulawesi sebanyak 10,8% dan di Yogyakarta 10,3%. Hal ini, disebabkan gejala yang
meningkat seiring dengan bertambahnya usia seseorang terutama tertinggi kejadian stroke
pada usia lebih dari 75 tahun sebanyak 43,1% (Rikesdas, 2013).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes, 2014) stroke berdasarkan jenis kelamin
terdapat angka kejadian pada laki-laki sebanyak 18,4% dan perempuan sebanyak 15,5%.
Pembagian berdasarkan tingkat pendidikan stroke menurut diagnosa dokter dan tenaga
kesehatan didapatkan data yaitu tidak sekolah 44%, tidak tamatan SD 21,2%, tamatan SD
sebanyak 21,4%, tamatan SMP sebanyak 9,4%, tamatan SMA 8,7% dan tamatan perguruan
tinggi sebanyak 24,3%.
2.4 Karakteristik & Tumbang Lansia
A. Pengertian dari Lansia
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan dengan masalah perubahan dalam ukuran
fisik seseorang. Sedangkan perkembangan (development) berkaitan dengan pematangan
dan penambahan kemampuan (skill) fungsi organ atau individu. Kedua proses ini terjadi
secara sinkron pada setiap individu.Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk
yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia
akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak
dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides,
1994). Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan
struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup
dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4).
Menurut J.W. Santrock (J.W.Santrock, 2002, h.190), ada dua pandangan tentang
definisi orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut pandangan orang barat dan orang
Indonesia. Pandangan orang barat yang tergolong orang lanjut usia atau lansia adalah
orang yang sudah berumur 65 tahun keatas, dimana usia ini akan membedakan seseorang
masih dewasa atau sudah lanjut. Sedangkan pandangan orang Indonesia, lansia adalah
orang yang berumur lebih dari 60 tahun. Lebih dari 60 tahun karena pada umunya di
Indonesia dipakai sebagai usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuaan.
Menurut Hurlock (2002), tahap terakhir dalam perkembangan ini dibagi menjadi
usia lanjut dini yang berkisar antara usia enampuluh sampai tujuh puluh tahun dan usia
lanjut yang dimulai pada usia tujuh puluh tahun hingga akhir kehidupan seseorang.
Orangtua muda atau usia tua (usia 65 hingga 74 tahun) dan orangtua yang tua atau usia
tua akhir (75 tahun atau lebih) (Baltes, Smith&Staudinger, Charness&Bosmann) dan
orang tua lanjut (85 tahun atau lebih) dari orang-orang dewasa lanjut yang lebih muda
(Johnson&Perlin).
B. Klasifikasi Lansia

1. Menurut WHO

a. Usia pertengahan (Midle Age) kelompok usia 45-59 tahun.

b. Usia lanjut (Ederly) antara 60-74 tahun.

c. Usia lanjut tua (Old) antara 75-90 tahun.

d. Usia sangat tua (Very Old) diatas 90 tahun.

2. Menurut UU No: 13 Tahun 1998 Tentang kesejahteraan lanjut usia: “lanjut usia adalah
seorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.”

3. Menurut Depkes RI

a. Kelompok lansia dini (55-64 tahun)

b. Kelompok lansia pertengahan (65 tahun keatas)


c. Kelompok lansia dengan resiko tinggi (usia 70 tahun keatas)

4. Menurut Bernice Neu Garden (1975)

Lansia muda yaitu orang yang berumur diantara 55-75 tahun.Lansa tua yaitu orang
yang berumur lebih dari 75 tahun.

5. Menurut Levison (1978)

a. Lansia peralihan awal,antara 50-55 tahun.

b. Lansia peralihan menengah antara 55-60 tahun.

c. Lansia peralihan akhir antara 60-65 tahun.

C. Ciri-Ciri Lansia

1. Sikap sosial terhadap usia lanjut. Kebanyakan masyarakat menganggap orang berusia
lanjut tidak begit dibutuhkan katena energinya sudah melemah. Tetapi, ada juga
masyarakat yang masih menghormati orang yang berusia lanjut terutama yang
dianggap berjasa bagi masyarakat sekitar

2. Mempunyai status kelompok minoritas. Adanya sikap sosial yang negatif tentang
usia lanjut.

3. Adanya perubahan peran. Karena tidak dapat bersaing lagi dengan kelompok yang
lebih muda.

4. Penyesuaian diri yang buruk. Timbul karena adanya konsep diri yang negatif yang
disebabkan oleh sikap sosial yang negatif.

5. Ada keinginan untuk menjadi muda kembali. Mencari segala cara untuk
memperlambat penuaan.

D. Tugas dan Perkembangan Pada Lansia

Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan manusia di
dunia. Usia tahap ini dimulai dari 60 tahunan sampai akhir kehidupan. Usia lanjut
merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang akan mengalami proses
menjadi tua, dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada
masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit
sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Tahap usia lanjut adalah tahap
di mana terjadi penuaan dan penurunan, yang penururnanya lebih jelas dan lebih dapat
diperhatikan dari pada tahap usia baya. Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada
makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas
fungsional. Pada manusia , penuaan dihubungkan dengan perubahan degenerative pada
kulit, tulang jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainya. Dengan
kemampuan regeneratife yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit,
sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain. Untuk menjelaskan
penurunan pada tahap ini, teradapat berbagai perbedaan teori, namun para pada umumnya
sepakat bahwa proses ini lebih banyak ditemukan oleh faktor gen. Penelitian telah
menemukan bahwa tingkat sel, umur sel manusia ditentukan oleh DNA yang disebut
telomere, yang beralokasi pada ujung kromosom. Ketentuan dan kematian sel terpicu
ketika telomere berkurang ukuranya pada ujung kritis tertentu.

E. Perubahan Yang Terjadi

1. Fisik

Perkembangan fisik pada masa lansia terlihat pada perubahan perubahan


fisiologis yang bisa dikatakan mengalami kemunduran, perubahan perubahan biologis
yang dialami pada masa lansia yang terlihat adanya kemunduran tersebut sangat
berpengaruh terhadap kondisi kesehatan dan terhadap kondisi psikologis.

Menurut Hurlock (1980) terjadi perubahan fisik berupa penampilan pada usia dewasa
akhir, diantanya adalah :

a. Daerah kepala

1) Hidung menjulur lemas

2) Bentuk mulut akan berubah karena hilangnya gigi


3) Mata kelihatan pudar

4) Dagu berlipat dua atau tiga

5) Kulit berkerut/keriput dan kering

6) Rambut menipis dan menjadi putih

b. Daerah Tubuh

1) Bahu membungkuk dan tampak mengecil

2) Perut membesar dan tampak membuncit

3) Pinggul tampak mengendor dan tampak lebih besar

4) Garis pinggang melebar

5) Payudara pada wanita akan mengendor

c. Daerah persendian

1) Pangkal tangan menjadi kendor dan terasa berat

2) Kaki menjadi kendor dan pembuluh darah balik menonjol

3) Tangan menjadi kurus kering

4) Kaki membesar karena otot-otot mengendor

5) Kuku tangan dan kaki menebal, mengeras dan mengapur.

2. Kognitif

Kecerdasan dan Kemampuan Memproses Kecepatan memproses informasi


mengalami penurunan pada masa dewasa akhir. Ada beberapa bukti bahwa orang-
orang dewasa lanjut kurang mampu mengeluarkan kembali informasi yang telah
disimpan dalam ingatannya.Meskipun kecepatan tersebut perlahan-lahan menurun,
namun terdapat variasi individual di dalam kecakapan ini. Dan ketika penurunan itu
terjadi hal ini tidak secara jelas menunjukkan perngaruhnya terhadap kehidupan kita
dalam beberapa segi substansial.

3. Pekerjaan

Pada tahun 1980-an, persentase laki-laki berusia di atas 65 tahun yang tetap
bekerja purna waktu lebih kecil dibanding pada awal abad 20. Penurunan yang terjadi
dari tahun 1900 sampai tahun 1980-an sebesar 70% (Douvan, 1983).Satu perubahan
penting dari pola pekerjaan orang-orang dewasa lanjut adalah meningkatnya
perkejaan-pekerjaan paruh waktu. Mis: dari tiga juta lebih orang dewasa berusia di
atas 65 tahun yang pekerja pada tahun 1986, lebih dari separuhnya merupakan pekerja-
pekerja paruh waktu.

4. Pengaturan Tempat Tinggal

Satu stereotipe dari para lansia adalah bahwa mereka tinggal di dalam institusi-
institusi-rumah sakit, rumah sakit jiwa, panti jompo (nursing home), dan sebagainya.
Semakin tua seseorang, semakin besar hambatan mereka untuk tinggal sendirian.
Mayoritas orang dewasa lanjut yang tinggal sendirian adalah janda, tinggal sendirian
sebagai orang dewasa lanjut tidaklah berarti kesepian. Karena para lansia yang dapat
menopang dirinya sendiri ketika hidup sendiri seringkali memiliki kesehatan yang baik
dan sedikt ketidakmampuan, dan mereka selalu memiliki hubungan sosial dengan
sanak keluarga, teman-teman, dan para tetangga.

5. Perkembangan Psikis

a. Perkembangan Intelektual

Menurut david Wechsler dalam Desmita (2008) kemunduran kemampuan mental


merupakan bagian dari proses penuaan organisme sacara umum, hampir sebagian
besar penelitian menunjukan bahwa setelah mencapai puncak pada usia antara 45-
55 tahun, kebanyakan kemampuan seseorang secara terus menerus mengalami
penurunan, hal ini juga berlaku pada seorang lansia.
Kemerosotan intelektual lansia ini pada umumnya merupakan sesuatau yang tidak
dapat dihindarkan, disebabkan berbagai faktor, seperti penyakit, kecemasan atau
depresi. Tatapi kemampuan intelektual lansia tersebut pada dasarnya dapat
dipertahankan. Salah satu faktor untuk dapat mempertahankan kondisi tersebut
salah satunya adalah dengan menyediakan lingkungan yang dapat merangsang
ataupun melatih ketrampilan intelektual mereka, serta dapat mengantisipasi
terjadinya kepikunan.

b. Perkembangan Emosional

Memasuki masa tua, sebagian besar lanjut usia kurang siap menghadapi dan
menyikapi masa tua tersebut, sehingga menyebabkan para lanjut usia kurang dapat
menyesuaikan diri dan memecahkan masalah yang dihadapi (Widyastuti, 2000).
Munculnya rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima
kenyataan baru seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh, kematian pasangan,
merupakan sebagian kecil dari keseluruhan perasaan yang tidak enak yang harus
dihadapi lanjut usia.

Sejalan dengan bertambahnya usia, terjadinya gangguan fungsional, keadaan


depresi dan ketakutan akan mengakibatkan lanjut usia semakin sulit melakukan
penyelesaian suatu masalah. Sehingga lanjut usia yang masa lalunya sulit dalam
menyesuaikan diri cenderung menjadi semakin sulit penyesuaian diri pada masa-
masa selanjutnya.

Yang dimaksud dengan penyesuaian diri pada lanjut usia adalah kemampuan
orang yang berusia lanjut untuk menghadapi tekanan akibat perubahan perubahan
fisik, maupun sosial psikologis yang dialaminya dan kemampuan untuk mencapai
keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari lingkungan, yang
disertai dengan kemampuan mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat
sehingga dapat memenuhi kebutuhan– kebutuhan dirinya tanpa menimbulkan
masalah baru.

c. Perkembangan Spiritual
Sebuah penelitian menyatakan bahwa lansia yang lebih dekat dengan agama
menunjukkan tingkatan yang tinggi dalam hal kepuasan hidup, harga diri dan
optimisme. Kebutuhan spiritual (keagamaan) sangat berperan memberikan
ketenangan batiniah, khususnya bagi para Lansia. Rasulullah bersabda “semua
penyakit ada obatnya kecuali penyakit tua”. Sehingga religiusitas atau penghayatan
keagamaan besar pengaruhnya terhadap taraf kesehatan fisik maupun kesehatan
mental, hal ini ditunjukan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hawari (1997),
bahwa :

1) Lanjut usia yang nonreligius angka kematiannya dua kali lebih besar daripada
orang yang religius.

2) Lanjut usia yang religius penyembuhan penyakitnya lebih cepat dibandingkan


yang non religius.

3) Lanjut usia yang religius lebih kebal dan tenang menghadapi operasi atau
masalah hidup lainnya.

4) Lanjut usia yang religius lebih kuat dan tabah menghadapi stres daripada yang
nonreligius, sehingga gangguan mental emosional jauh lebih kecil.

5) Lanjut usia yang religius tabah dan tenang menghadapi saat-saat terakhir
(kematian) daripada yang nonreligius.

F. Bahaya Fisik dan Psikis Lansia

Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah


fisik baik secara fisik-biologik, mental maupun sosial ekonomis. Dengan semakin lanjut
usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran terutama di bidang kemampuan
fisik, yang dapat mengakibatkan penurunan pada peranan-peranan sosialnya. Hal ini
mengkibatkan pula timbulnya gangguan di dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya
sehingga dapat meningkatkan ketergantunga yang memerlukan bantuan orang lain.

Lanjut usia tidak saja di tandai dengan kenunduran fisik, tetapi dapat pula
berpengaruh terhadap kondisi mental. Semakin lanjut seseorang, kesibukan sosialnya
akan semakin berkurang hal mana akan dapat mengakibatkan berkurangnya integrasi
dengan lingkungannya. Hal ini dapat memberikan dampak pada kebahagiaan seseorang
(Stanley, 2007).

Beberapa Tanda Bahaya Yang Sebaiknya Diantisipasi

1. Bahaya fisik yang umum terjadi pada usia lanjut

a. Penyakit degeneratif/penyakit kronis.

b. Adanya hambatan fisik (penglihatan, pendengaran, otot, tulang dll.).

c. Gangguan pada gigi/gusinya.

d. Berkurangnya pemasukan gizi, karena minat makan yang berkurang, dalam hal ini
dirinya

e. ada rasa takut dan juga murung, ingin makan bersama orang lain.

f. Menurunnya kemampuan dan gairah seksual.

g. Mereka tergolong rentan/rawan terhadap kecelakaan.

2. Bahaya Psikis Pada Lansia

a. Ketidaksiapan untuk mengadakan perubahan pola kehidupannya, contoh:


misalnya mereka harus memutuskan mendiami rumah yang tidak terlalu besar
lagi, karena anakanak sudah menikah semua dan mempunyai keluarga sendiri.

b. Dapat pula muncul pemikiran pada orang usia lanjut bahwa proses mental mereka
sudah mulai dan sedang menurun. Misalnya mereka mengeluh sangat pelupa,
kesulitan dalam menerima hal baru. Dan mereka juga merasa tidak tahan dengan
tekanan, perasaan seperti ini membentuk mental mereka seolah tertidur, dengan
keyakinan bahwa dirinya sudah terlalu tua untuk mengerjakan hal tertentu, mereka
menarik diri dari semua bentuk kegiatan.

c. Masalah psikologis lain yang dapat menjadi gangguan adalah perasaan bersalah
karena menganggur. Sering kali hal ini akan tergantung dari sistem nilai yang ada
dalam dirinya, seberapa jauh orang usia lanjut ini sangat mementingkan materi,
dan seberapa jauh dia menilai pentingnya bekerja. Mereka merasa sangat
membutuhkan pekerjaan agar sangat dihargai oleh orang lain, ingin memperoleh
perhatian. Berkaitan dengan hal ini, mereka juga menyadari bahwa pendapatan
mereka menurun.

d. Gangguan psikologis yang dipandang paling berbahaya adalah sikap mereka yang
ingin tidak terlibat secara sosial. Sikap ini akan membuat mereka mudah curiga
terhadap orang lain, atau menuntut perhatian berlebihan, atau mengasingkan diri
dengan munculnya rasa tidak berguna dan rasa murung, rendah diri, bahkan juga
mungkin akan menjadi sangat apatis.

2.5 Pengertian, Etiologi dan Tanda Gejala Stroke


A. Pengertian
1. Pengertian Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupanmanusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun
1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).
Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia)
apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan
tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan
tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai
oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres
fisiologis.
Kegagalanini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta pe
ningkatan kepekan secara individual (Efendi, 2009).
Penetapan usia 65 tahun ke atas sebagai awal masa lanjut usia (lansia) dimulai
pada abad ke-19 di negara Jerman. Usia 65 tahun merupakan batas minimal untuk
kategori lansia. Namun, banyak lansia yang masih menganggap
dirinya berada pada masa usia pertengahan.
Usia kronologis biasanya tidak memiliki banyak keterkaitan dengan kenyataan
penuaan lansia. Setiap orang menua dengan cara yang berbeda-beda, berdasarkan
waktu dan riwayat hidupnya. Setiap lansia adalah unik, oleh karena itu perawat harus
memberikan pendekatan yang berbeda antara satu lansia dengan lansia lainnya (Potter
& Perry, 2009).

2. Pengertian Stroke
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani
secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi
pada siapa saja dan kapan saja (Mutaqin, 2008)
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskuler.
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak
(Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebro vaskuler adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak ini adalah kulminasi
penyakit serebro vaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002).
B. Etiologi Stroke
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008)

1. Thrombosis Cerebral

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti
disekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis
memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.

Beberapa keadaan dibawah yang menyebabkan thrombosis:

a. Aterosklerosis

Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan


pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan
arteriiliaka (Ruhyanudin, 2007). Arterisklerosis adalah mengerasnya
pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding
pembuluh darah.

Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi


melalui mekanisme berikut:

 Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.

 Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.

 Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan


kepingan thrombus (embolus).

 Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.

b. Hyperkoagulasi pada polysitemia

c. Darah bertambah kental, peningkatan viskositas: hematokrit meningkat


dapat melambatkan aliran darah serebral.

d. Arteritis ( radang pada arteri )

e. Emboli

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh


bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-
30 detik. Beberapa keadaan dibawah dapat menimbulkan emboli:

 Katup-katup jantung yang rusak akibat rheumatik heart desease (RHD)

 Myokard infark.

 Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan


ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
 Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium

2. Haemorhagi

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang


subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan
mungkin herniasi otak.

3. Hipoksia umum

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:

 Hipertensi yang parah

 Cardiac pulmonary arrest

 Cardiac output turun akibat aritmia

4. Hipoksia Setempat

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:

 Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid

 Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migraine

C. Tanda dan Gejala Stroke


Stroke menyebabkan deficit neuroogik, bergantung padalokasi lesi (pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran
darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan
membaik sepenuhnya.

1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)

2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis) yang
timbul mendadak

3. Tonus otot lemah atau kaku

4. Menurun atau hilangnya rasa

5. Gangguan lapang pandang "Homonimus Hemianopsia”

6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)

7. Disartria (bicara pelo atau cadel)

8. Gangguan persepsi)

9. Gangguan status mental

10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

2.6 Komplikasi, Cara Pencegahan dan Penatalaksanaan Stroke


A. Komplikasi Stroke
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer
& Bare (2002)
adalah sebagai berikut

1. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi


darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan
oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen
dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat
dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan
oksigenasi jaringan.

2. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan


darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral.
Hidrasi adekuat ( cairan intravena ) harus menjamin penurunan
viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral.
Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah
perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area
cedera.

3. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard dan


fibrilasi atrium dan dapat berasal dari katup jantung prostetik.
Embolisme dapat menurunkan aliran darah ke otak dan
selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia
dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan
penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat
menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.

B. Cara Pencegahan Stroke

Diantara sekian banyak faktor resiko stroke, hipertensi dianggap


yang paling berperan. Intervensi terhadap hipertensi dibuktikan
mampu memengaruhi penurunan stroke dalam komuniti. Namun
demikian, upaya pencegahan stroke tidak semata ditujukan kepada
hipertensi stroke. Ada pendekatan yang menggabungkan ketiga bentuk
upaya pencegahan dengan empat faktor utama yang memengaruhi
penyakit ( gaya hidup, lingkungan, biologis, dan pelayanan kesehatan )
( Bustan, 2007 ).

1. Pencegahan primer
a. Gaya hidup

1) Menghindari : rokok, stres mental, alkohol, kegemukan,


konsumsi garam berlebih, obat-obatan golongan amfetamin,
kokain, dan sejenisnya

2) Mengurangi : kolesterol dan lemak dalam makanan

3) Mengendalikan : hipertensi, diabetes melitus, penyakit


jantung ( mis, fibrilasi atrium, infark miokard akut, penyakit
jantung reumatik ), penyakit vaskular aterosklerosis lainnya.

4) Menganjurkan konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur

b. Lingkungan : kesadaran atas stres kerja

c. Biologi : perhatian terhadap faktor resiko biologi (jenis kelamin,


riwayat keluarga), efek aspirin.Pelayanan kesehatan : health
education, strategi kampanye nasional yang terintegritas dengan
program pencegahan penyakit vaskular lainnya dan pemeriksaan
tekanan darah

2. Pencegahan sekunder

a. Gaya hidup

1) Hipertensi : diet, obat antihipertensi yang sesuai

2) Diabetes melitus : diet, obat hipoglikemik oral/insulin

3) Penyakit jantung aritmia nonvalvular ( antikoagulan oral )

4) Dislipidemia : diet rendah lemak dan obat antidislipidemia

5) Hiperurisemia : diet, antihiperurisemia

6) Berhenti merokok

7) Hindari alkohol, kegemukan, dan kurang gerak


8) Manajemen stres

b. Lingkungan : penggantian kerja jika diperlukan, famili counseling

c. Biologi : pengobatan yang patuh dan cegah efek samping

d. Pelayanan kesehatan : pendidikan pasien dan evaluasi penyebab


sekunder

3. Pencegahan tersier

a. Gaya hidup : reduksi stres, olahraga ringan, stop merokok

b. Lingkungan : jaga keamanan dan keselamatan ( rumah lantai


pertama, pakai wheelchair ) dan family support

c. Biologi : kepatuhan berobat, terapi fisik dan terapi bicara

d. Pelayanan kesehatan : emergency medical technic, asuransi

C. Penatalaksanaan Stroke

Stroke dapat diobati dengan konsep terapi stroke mutakhir.


Penderita stroke akan dapat diselamatkan dari kematian dan cacat
apabila dilakukan pengobatan yang cepat, tepat dan akurat pada
waktu terjadi serangan, khususnya stroke yang bukan pendarahan.

Ada beberapa tahapan terapi stroke, khususnya stroke akut.


Tahapan tersebut meliputi pengenalan gejala dan tanda-tanda stroke
oleh penderita, keluarga atau orang di sekitar penderita, sistem
komunikasi yang baik antara masyarakat dan rumah sakit dan fasilitas
pengiriman penderita ke rumah sakit. Berdasarkan hasil penelitian
dinyatakan bahwa pelayanan ambulans darurat merupakan komponen
paling signifikan yang berhubungan dengan kecepatan penderita
stroke tiba di rumah sakit.
Yang tidak kalah pentingnya adalah bagian triage dari instalasi
gawat darurat, yang harus segera melakukan evaluasi penderita,
termasuk pemeriksaan CT Scan kepala, penentuan diagnosis dan
rencana penanganan, dan pengobatan umum termasuk tindakan
bedah bila diperlukan (Fadilah, 2004).

1. Penatalaksanaan medis

a. Menurunkan kerusakan iskemik serebral

Tindakan awal difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak


mungkin area iskemik dengan memberi oksigen, glukosa, dan
aliran darah yang adekuat dengan mengontrol atau memperbaiki
disritmia serta tekanan darah.

b. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK

Dengan meninggikan kepala 15-30 derajat menghindari fleksi


dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason

c. Pengobatan

1) Antkoagulan : heparin untuk menurunkan kecenderungan


perdarahan pada fase akut

2) Obat antitrombotik : pemberian ini diharapkan mencegah


peristiwa trombolitik atau embolik

3) Diuretika : untuk menurunkan edema serebral

d. Pembedahan

Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran


darah otak

2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Posisi kepala dan badan 15-30 derajat. Posisi miring apabila
muntah dan boleh mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika
stabil

b. Bebaskan jalan napas dan pertahankan ventilasi yang adekuat

c. Usahakan menstabilkan tanda-tanda vital

d. Bedrest

e. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

f. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction


yang berlebih

( Muttaqin, 2008 )

2.7 Pengkajian, Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan Stroke

Kasus Lansia : Stroke

Pengkajian di desa binaan Kota X di Desa Bahagia pada 24% penduduk


lansia, 45 lansia wanita dan 30 lansia laki-laki. 95% lansia di desa Bahagia sudah
menikah, dari 75 lansia di desa Bahagia ada yang beragama islam, kristen, dan
hindu tetapi lansia di Desa Bahagia dominan beragama islam. Rumah warga di
Desa Bahagia hampir keselurahan berbahan dasar kayu, keadaan di lingkungan
Desa Bahagia terdapat banyak pepohonan hijau, kebun , sawah, sungai dan pantai.
Akses jalan di Desa Bahagia terlihat ramai dengan aktifitas para warga yang
bekerja sebagai petani, nelayan, berjualan dan lalu lalang becak yang menjadi alat
transportasi warga sedangkan pada malam hari Desa Bahagia terlihat sepi dan
gelap karena kurang askes penerangan. Setelah selesai bekerja banyak warga yang
menggunakan waktu sengang dengan : 48% berkebun / melakukan pekerjaan rumah, 26
% jalan-jalan. 5% senam, dan 23 % tidak memiliki kegiatan. Saat dilakukan
pemeriksaan tekanan darah oleh perawat Di Desa Bahagia banyak lansia yang
memiliki tekanan darah tinggi, kadar kolesterol yang tinggi, dan kadar gula yang
tinggi. Para lansia mengatakan tidak rutin memeriksa kesehatannya karena tidak terdapat
POSBINDU di Desa Bahagia, biasanya para lansia akan memeriksakan kesehatannya jika
sakit saja karena akses kesehatan hanya terdapat di pusat kota dengan jarak
tempuh 1 jam dari Desa Bahagia. Terdapat beberapa keluhan yang diperoleh
perawat di Desa Bahagia seperti 64 % lansia mempunytai keluhan adanya penyakit
stroke 8% , Hipertensi 30%, DM 13 % , penyakit jantung 1%, dll. 8% lansia yang
mengalami stroke memiliki kebiasaan menghabiskan sekitar 1 bungkus rokok /
hari, meminum kopi 2-3 kali/hari, sangat menyukai mengonsumsi teh atau kopi
dibandingkan air putih dan menjadikan ikan asin hasil tangkapan nelayan di Desa
Bahagia sebagai makanan utama pendamping nasi, akibatnya 8% lansia di Desa
Bahagia mengalami kesulitan bergerak, kesulitan bicara, bahkan lumpuh dan
hanya berbaring di tempat tidur . lansia di Desa Bahagia yang mengalami kelumpuhan
merasa sudah pasrah dengan nasibnya karena tidak ada yang dapat ia lakukan lagi dengan
kondisinya saat ini.

Note : Kalimat dengan cetak tebal merupakan data tambahan

A. Pengkajian
1. Demografi
Jumlah warga di Desa Bahagia 24% kategori lansia dengan 45 lansia wanita dan 30
lansia laki-laki usia di atas 55 tahun.
2. Statistic Vital
a. Angka Kesakitan
Terdapat beberapa keluhan yang diperoleh perawat di Desa Bahagia seperti 64 %
lansia mempunytai keluhan adanya penyakit stroke 8% , Hipertensi 30%, DM 13
% , penyakit jantung 1%, dll.
b. Status Perkawinan
95% lansia di desa Bahagia sudah menikah, dari 75 lansia di desa Bahagia ada yang
beragama islam, kristen, dan hindu tetapi lansia di Desa Bahagia dominan
beragama islam
c. Agama
Dari 75 lansia di Desa Bahagia ada yang beragama islam, kristen, dan hindu tetapi
lansia di Desa Bahagia dominan beragama islam
3. Karakteristik
a. Fisik
8% lansia di Desa Bahagia mengalami kesulitan bergerak, kesulitan bicara,
bahkan lumpuh dan hanya berbaring di tempat tidur .
b. Psikologis
lansia di Desa Bahagia yang mengalami kelumpuhan merasa sudah pasrah
dengan nasibnya karena tidak ada yang dapat ia lakukan lagi dengan kondisinya
saat ini.
c. Sosial
Tidak terdapat Sarana Kesehatan di Desa Bahagia seperti POSBINDU di Desa
Bahagia, pusat kesehatan hanya terdapat di pusat kota dengan jarak tempuh 1 jam
dari Desa Bahagia.
d. Perilaku
Lansia yang mengalami stroke memiliki kebiasaan menghabiskan sekitar 1
bungkus rokok / hari, meminum kopi setiap pagi dan sore hari, sangat menyukai
mengonsumsi teh atau kopi dibandingkan air putih dan menjadikan ikan asin hasil
tangkapan nelayan di Desa Bahagia sebagai makanan utama pendamping nasi.
Setelah selesai bekerja banyak warga yang menggunakan waktu sengang dengan :
48% berkebun / melakukan pekerjaan rumah, 26 % jalan-jalan. 5% senam, dan 23
% tidak memiliki kegiatan.
4. Subsystem
Ada 8 subsystem :
1. Lingkungan Fisik
Rumah warga di Desa Bahgia hampir keselurahan berbahan dasar kayu dan
ranting pohon, keadaan di lingkungan Desa Lombok terdapat banyak pepohonan
hijau, kebun , sawah, sungai dan pantai
2. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan Kesehatan terdapat di pusat kota dengan jarak 1km dari rumah
penduduk.
3. Ekonomi
Pekerjaan para lansia di Desa Bahgagia mayoritas sebagai nelayan ikan, petani,
tukang becak, dan petani padi.
4. Keamaan dan Transportasi
a) Keamanan
Kurangnya pusat penerangan di jalan-jalan Desa Bahagia pada malam hari.
b) Transportasi
Banyak warga di Desa Bahagia yang berjalan kaki, naik sepeda dan naik becak.
5. Kebijakan dan Pemerintahan
Kurangnya kebijakan pemerintah, dan aparat Desa Bahagia terhadap sarana
kesehatan lansia seperti posbindu.
6. Komunikasi
Komunikasi yang dilakukan oleh lansia di Desa Bahagia menggunakan Bahasa
daerah.
7. Pendidikan
Hampir seluruh lansi di Desa Bahagia hanya lulusan SD.
8. Rekreasi
Terdapat kebun teh ,sungai dan pantai di Desa Bahgia yang dapat dijadikan sarana
rekreasi warga desa.
B. Analisa Data

No. Data Indikator Problem


1. DS: Berdasarkan Resiko peningkatan
Lansia di Desa Bahagia mengatakan : indikator statistik: penyakit Stroke pada
1. Menghabiskan sekitar 1
- Perilaku kesehatan lansia di Desa
bungkus rokok / hari
yang baik untuk Bahagia.
2. Menghabiskan waktu malam
mengurangi
untuk mencari ikan di laut.
3. Mengonsumsi kopi 2-3 kali terjadinya Stroke
sehari. pada lansia di Desa
4. 64 % lansia mempunytai
Bahagia untuk:
keluhan adanya penyakit stroke
- Tingkat
8% , Hipertensi 30%, DM 13 %
pengetahuan yang
, penyakit jantung 1%, dll.
baik ≥ 21
DO:
- Sikap yang baik ≥
1. Hampir seluruh lansia laki-laki
49
bekerja sebagai nelayan ikan.
- Tindakan yang baik
2. Saat dilakukan pemeriksaan
≥ 65
tekanan darah oleh perawat Di
Desa Bahagia banyak lansia
yang memiliki tekanan darah
tinggi, kadar kolesterol yang
tinggi, dan kadar gula yang
tinggi

Prioritas Masalah Komunitas

No Diagnosa Pembobotan Jumlah


. Keperawatan A B C D E F G H I J K
1. Ketidakefektifan 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 31
pemeliharaan
Kesehatan di
Desa Bahagia
dengan masalah
stroke

Keterangan skor:

1. Sangat Rendah

2. Rendah

3. Cukup

4. Tinggi

5. Sangat Tinggi

Keterangan pembobotan :

A. Risiko terjadi G. Tempat

B. Risiko parah H. Waktu

C. Potensial penkes I. Dana

D. Minat masyarakat J. Sumber daya

E. Kemungkinan diatasi K. Fasilitas kesehatan

F. Sesuai program pemerintah


Penapisan Masalah

No. Diagnosa Tidak Perubahan Peningkatan Prioritas Jumlah


keperawatan pentingnya positif bagi kualitas Masalah
komunitas masalah masyarakat hidup jika dari 1
untuk jika diselesaikan sampai
diselesaikan masalah : 6:
: diselesaikan 0=tidak ada, 1=kuran
1=rendah, : 1=rendah, g
2=sedang, 0=tidak ada, 2=sedang, penting,
3=tinggi 1=rendah, 3=tinggi 6=sangat
2=sedang, penting
3=tinggi
1. Ketidakefektifan 3 3 3 3 12
pemeliharaan
Kesehatan di
Desa Bahagia
dengan masalah
stroke

Penapisan Masalah Menurut Stanhope dan Lancaster

Diagnosa : Resiko peningkatan penyakit Stroke pada lansia di Desa Bahagia

No. Kriteria Bobot Skor Rasional Total rating


Kriteria (1- (bobot x
(1-10) 10) skor)
1. Kesadaran masyarakat 5 4 Kebanyakan dari warga 20
terhadap masalah desa bahagia memiliki gaya
hidup yang kurang baik
tanpa memerhatikan
kesehatan nya
2. Motivasi 8 7 Mayoritas warga desa 56
komunitas(Masyarakat) bahagia kurang memiliki
untuk mengatasi masalah motivasi untuk
memeriksakan diri ke
pelayanan kesehatan
3. Kemampuan perawat 7 8 Kurangnya sarana dan 56
untuk mengatasi masalah prasarana kesehatan
sehingga perawat belum
mampu melaksakan
tugasnya secara optimal
4. Fasilitas yang tersedia 7 3 Akses bagi warga yang 21
untuk mengatasi masalah kurang memadai karena di
desa bahagia
5. Besarnya akibat jika 8 10 Apabila tidak dilakukan 80
masalah belum teratasi pencegahan secara dini,
dapat meningkatkan resiko
peningkatan kejadian stroke
pada lansia
6. Waktu untuk 5 4 Waktu yang diperlukan 20
menyelesaikan masalah untuk memberikan
pengarahan atau edukasi
cukup lama

Total skor : 253

C. Diagnosa Keperawatan Komunitas


1. Resiko peningkatan penyakit Stroke pada lansia di Desa Bahagia.
2.8 Tujuan Umum Khusus & Intervensi Stroke

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

Diagnosa Rencana kegiatan Evaluasi


N
keperawatan Tujuan
o Strategi Kegiatan Kriteria Standar Evaluator
komunitas
1. Risiko Tujuan Umum : Pendidikan 1. Penyuluhan Kognitif 1. Peningkatan 1. Supervisor
2. Mahasiswa
peningkatan Angka kejadian kesehatan mengenai faktor- pengetahuan
3. Fasilitas
penyakit stroke penyakit stroke faktor yang dapat mengenai faktor
Kesehatan
pada lansia di pada lansia di Pemberdayaan meningkatkan yang dapat
Setempat
Desa Bahagia Desa Bahagia risiko penyakit berisiko terkena
tidak meningkat stroke penyakit stroke
2. Penyuluhan 2. Peningkatan
setelah dilakukan Kognitif
mengenai perilaku pengetahuan
intervensi selama
yang dapat mengenai gaya
3 bulan.
meningkatkan hidup atau
Tujuan khusus :
risiko penyakit perilaku yang
1. Meningkatnya
stroke dapat
pengetahuan
3. Penyuluhan
meningkatkan
mengenai faktor-
mengenai gaya
dan menurunkan
faktor yang dapat
hidup atau perilaku
risiko terkena
meningkatkan
yang sehat untuk
penyakit stroke
resiko stroke Afektif
menurunkan risiko 3. Perbaikan sikap
2. Meningkatnya
penyakit stroke pada perempuan
pengetahuan 4. Penyebarluasan di desa A sebagai
mengenai leaflet dan poster upaya penurunan
perilaku yang tentang penerapan risiko terkena
dapat gaya hidup sehat penyakit stroke
4. Mampu
meningkatkan untuk menurunkan
melakukan gaya
resiko terkena risiko terkena Psikomoto
hidup yang sehat
stroke. penyakit stroke r
untuk
3. Meningkatnya
menurunkan
pengetahuan
risiko terkena
mengenai
penyakit stroke
perilaku atau gaya
hidup yang sehat
untuk
menurunkan
resiko terkena
stroke.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara
cepat dan tepat. Menurut Riset Kesehatan Dasar Republik Indonesia (Rikesdas, 2013) angka
kejadian stroke di Indonesia sangat mendesak dikarenakan jumlah penderita stroke semakin
hari semakin bertambah dan menduduki urutan pertama di Asia. Di Indonesia pada usia
diatas 75 tahun stroke menduduki urutan pertama sedangkan, angka kejadian pada usia 15-24
tahun penderita stroke sebanyak 2,6% dari penduduk Indonesia. Kementerian Kesehatan
mengajak seluruh masyarakat untuk dapat menjadi agen perubahan dalam perilaku hidup
sehat, khususnya dalam pencegahan dan pengendalian faktor risiko stroke, sehingga
masyarakat Indonesia yang sehat dan berkualitas dapat diwujudkan.

3.2 Saran
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Istilah ini sudah sangat lumrah di kalangan
kita. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya stroke, maka yang harus kita ubah mulai
sekarang adalah pola hidup dan pola makan yang sehat dan teratur. Jika kita membiasakan
hidup sehat, maka kita tidak akan mudah terserang penyakit.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

 Bustan, M. N., 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta :


Rineka Cipta
 Mutaqqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta. salemba medika
 http://www.p2ptm.kemkes.go.id/artikel-sehat/germas-cegah-stroke
 Profil Kesehatan Kota Depok 2016
 Hasil Utama Riskesdas 2018 Kementerian Kesehatan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan
 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011. Pedoman
Nasional Pengendalian Tuberkulosis
 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Strategi Nasional
Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014

Anda mungkin juga menyukai