Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Allhamdullilah segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan mata kuliah OBAT
TRADISIONAL.

Penulis menyadari bahwa sebagai manusia biasa yang tidak pernah luput dari kesalahan
dan kekhilafan. Demikian pula dalam menyusun laporan ini dimana masih banyak terdapat
kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan laporan ini.Dengan selesainya laporan ini, penulis berharap agar dapat
bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi mahasiswa-mahasiswi politeknik bina huasada
kendari.

Kendari, 15 Juni 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................

A. LATAR BELAKANG .........................................................................


B. TUJUAN PRAKTIKUM .....................................................................

BAB II LANDASAN TEORI .........................................................................

BAB III STANDARISAI

A. IDENTIFIKASI SPESIFIK .................................................................


B. IDENTIFIKASI NON SPESIFIK ........................................................
C. IDENTIFIKASI DENGAN METODE KLT .......................................
D. IDENTIFIKASI DENGAN METODE SPEKTRO .............................

BAB III PENUTUP .........................................................................................

A. KESIMPULAN ....................................................................................
B. SARAN ................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tumbuhan lidah ular ( Hedyotis Corymbosa ) ini termasuk rumput liar yang
ampuh dalam mengobati penyakit ganas semacam kanker sekalipun. Rumput Lidah Ular
atau rumput mutiara orang lazim menyebutnya, termasuk rumput liar yang tergolong
dalam klasifikasi Kingdom Plantae (kerajaan tumbuh-tumbuhan) yang hidupnya banyak
di alam terbuka dan menyukai tempat yang lembab seperti ladang atau di pinggir-pinggir
jalan yang cukup paparan sinar matahari.
Di berbagai daerah, nama panggilan tumbuhan ini sangat beragam. Ada yang
menyebut Katepan, Daun Mutiara, Rumput Siku dan Rumput Daun Ular. Bahkan, di
daerah tertentu rumput liar ini bisa tumbuh di halaman rumah dan selokan.
Cirinya mudah, pada keseluruhan batangnya berbentuk segi empat berwarna hijau
kecokelatan menempel ke tanah, nampak tegak condong, dan bercabang dari pangkal
batangnya. Sedangkan daunnya berbentuk kecil dan bertulang, meruncing pada bagian
pangkal, berwarna hijau pucat dan bersisik kecil pada bagian tepi daun. Ciri lain, rumput
ini berakar tunggang serta memiliki cabang akar seperti benang.
Lalu bagaimana si Lidah Ular ini dapat menyembuhkan belasan penyakit?
Dilansir dari berbagai situs kesehatan, ternyata Rumput Lidah Ular banyak sekali
mengandung zat yang sangat baik untuk kesehatan manusia. Beberapa zat tersebut
diantaranya berupa; Asam stearat, Asam oleanolat, Asam trans p-kumarat, Asam ursolat,
Saponin, Flavonoid, Polifenol, Triterpen, Polisakarida, Glikosida antrakuinon, dan
Sitosterol.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pengambilan bahan aktif dari suatu tumbuhan, dapat dilakukan dengan cara ekstraksi.
Pengertian ekstraksi adalah kegiataan penarikankandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut .
pengetahuan mengenai golongan senyawa ktif yang dikandung dalam simplisia akan
mempermudah proses pemilihan pelarutan dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes, 2000)

Standarisasi merupakan proses penjaminan produk akhir memiliki nilai parameter


tertentu yang konstan dan ditetapkan terlebih dahulu. Parameter mutu tersebut meliputi
parameter spesifik dan non spesifik. Parameter spesifik memuat analisis kimia yang memberikan
informasi komposisi kandungan dan kadar zat kimia ekstrak. Sedangkan parameter non spesifik
memuat standar umum ekstrak. Parameter mutu tersebut ditetapkan guna melindungi konsumen
dengan menjamin keseragaman mutu, keamanan dan khasiat produk(Ayuanji,2017).

Parameter Spesifik (Depkes, 2000) Identitas ekstrak meliputi deskripsi tata nama, nama
ekstrak (generik, dagang dan paten), nama lain tumbuhan (sistematika botani), bagian tumbuhan
yang digunakan (rimpang, daun dan sebagainya) dan nama Indonesia tumbuhan. Penetapan
organoleptik ekstrak meliputi penggunaan panca indera mendeskripsikan bentuk, warna, bau dan
rasa guna pengenalan awal yang sederhana se-objektif mungkin. Penentuan kadar senyawa
terlarut dalam pelarut tertentu (air dan etanol) dengan cara melarutkan ekstrak dengan pelarut
(alkohol/air) untuk ditentukan jumlah larutan yang identik dengan jumlah senyawa kandungan
secara gravimetrik. Identifikasi kandungan kimia ekstrak meliputi penapisan golongan kimia
ekstrak alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, kuinon, steroid dan triterpenoid. Pola kromatog
ekstrak dengan menggunakan kromatrografi lapis tipis serta penentuan kadar total flavonoid
(Chandra, 2013). Penentuan kadar total flavonoid dilakukan dengan cara pembuatan larutan uji,
Pengukuran Spektrofotometer UV dan Pembuatan kurva kalibrasi yang dilakukan dengan
pembanding kuersetin. Parameter non spesifik meliputi kadar air, kadar abu, kadar abu yang
tidak larut asam, bobot jenis, susut pengeringan, cemaran mikroba, cemaran kapang/khamir dan
cemaran logam (As, Pb & Cd)(Marissa,2015)
BAB III

PEMBAHASAN

I. Standarisasi Spesifik
a. Identifikasi bahan baku
1. Nama latin : Hedyotis Corymbosa
2. Sinonim : Lidah ular, rumput mutiara, rumput siku-siku, katepann
3. Bagian sampel : Herba
4. Morfologi : Terna, semusim, merayap atau sedikit tegak, tinggi 10- 20 cm.
Batang bulat, beruas-ruas, dari ruas yang menempel tanah tumbuh akar, licin, kuning
kehijauan atau hijau kemerahan. Daun tunggal, bersilang berhadapan, bentuk garis,
panjang 2-4 cm, lebar 2-3 mm, ujung dan pangkal runcing, tepi beringgir, tidak
bertangkai, permukaan halus, hijau. Bunga tunggal, terletak di ketiak daun, kelopak
hijau, 4 helai, berlepasan, panjang 1-2 mm, ujung mahkota berlepasan, dasar
membentuk tabung, terdiri dari 4 helai,panjang 2-3 mm, warna putih gading. Buah
tunggal, bentuk bulat dengan ujung runcing bekas kelopak, diameter 2-3 mm, hijau
kemerahan dengan biji di dalam buah berbentuk lanset, kecil, berwarna coklat. Akar
serabut, berwarna putih kekuningan.
b. Deskripsi organoleptic
1. Bentuk :
2. Warna : Hijau
3. Rasa : Agak pekat
4. Bau :

c. Uji kadar senyawa larut air

Nama latin : Hedyotis Corymbosa

Sinonim : Lidah ular, rumput mutiara, rumput siku-siku, katepann


Bagian sampel : Herba
Morfologi : Terna, semusim, merayap atau sedikit tegak, tinggi 10- 20 cm.
Batang bulat, beruas-ruas, dari ruas yang menempel tanah tumbuh akar, licin, kuning
kehijauan atau hijau kemerahan. Daun tunggal, bersilang berhadapan, bentuk garis,
panjang 2-4 cm, lebar 2-3 mm, ujung dan pangkal runcing, tepi beringgir, tidak
bertangkai, permukaan halus, hijau. Bunga tunggal, terletak di ketiak daun, kelopak hijau,
4 helai, berlepasan, panjang 1-2 mm, ujung mahkota berlepasan, dasar membentuk
tabung, terdiri dari 4 helai,panjang 2-3 mm, warna putih gading. Buah tunggal, bentuk
bulat dengan ujung runcing bekas kelopak, diameter 2-3 mm, hijau kemerahan dengan
biji di dalam buah berbentuk lanset, kecil, berwarna coklat. Akar serabut, berwarna putih
kekuningan.

Sejumlah 1 g ekstrak dengan 25 mL kloroform selama 24 jam menggunakan labu


bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama. Kemudian didiamkan
selama 18 jam dan disaring . di uapkan filtrate hingga kering dalam cawan penguap yang
telah tare dan tersisa residunya, kemudian pnaskan residu pada suhu 105̊C hingga bobot
tetap.
d. Uji kadar senyawa larut etanol
Nama latin : Hedyotis Corymbosa
Sinonim : Lidah ular, rumput mutiara, rumput siku-siku, katepann
Bagian sampel : Herba
Morfologi : Terna, semusim, merayap atau sedikit tegak, tinggi 10- 20 cm.
Batang bulat, beruas-ruas, dari ruas yang menempel tanah tumbuh akar, licin, kuning
kehijauan atau hijau kemerahan. Daun tunggal, bersilang berhadapan, bentuk garis,
panjang 2-4 cm, lebar 2-3 mm, ujung dan pangkal runcing, tepi beringgir, tidak
bertangkai, permukaan halus, hijau. Bunga tunggal, terletak di ketiak daun, kelopak hijau,
4 helai, berlepasan, panjang 1-2 mm, ujung mahkota berlepasan, dasar membentuk
tabung, terdiri dari 4 helai,panjang 2-3 mm, warna putih gading. Buah tunggal, bentuk
bulat dengan ujung runcing bekas kelopak, diameter 2-3 mm, hijau kemerahan dengan
biji di dalam buah berbentuk lanset, kecil, berwarna coklat. Akar serabut, berwarna putih
kekuningan.

Sejumlah 1 g ekstrak dilarutkan dengan 25 mL etanol 96% selama 24 jam


menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama.
Kemudian didiamkan selama 18 jam dan disaring cepat untuk ,enghindari penguapan
etanol. Kemudian diuapkan hingga kering dalam cawan penguap yang telah di tara.
Kemudian panaskan residu pada suhu 105℃
e. Identifikasi senyawa kimia
Nama latin : Hedyotis Corymbosa
Sinonim : Lidah ular, rumput mutiara, rumput siku-siku, katepann
Bagian sampe l : Herba
Morfologi : Terna, semusim, merayap atau sedikit tegak, tinggi 10- 20 cm.
Batang bulat, beruas-ruas, dari ruas yang menempel tanah tumbuh akar, licin, kuning
kehijauan atau hijau kemerahan. Daun tunggal, bersilang berhadapan, bentuk garis,
panjang 2-4 cm, lebar 2-3 mm, ujung dan pangkal runcing, tepi beringgir, tidak
bertangkai, permukaan halus, hijau. Bunga tunggal, terletak di ketiak daun, kelopak hijau,
4 helai, berlepasan, panjang 1-2 mm, ujung mahkota berlepasan, dasar membentuk
tabung, terdiri dari 4 helai,panjang 2-3 mm, warna putih gading. Buah tunggal, bentuk
bulat dengan ujung runcing bekas kelopak, diameter 2-3 mm, hijau kemerahan dengan
biji di dalam buah berbentuk lanset, kecil, berwarna coklat. Akar serabut, berwarna putih
kekuningan.
:
1. Skrining fitokimia
Pembuatan larutan uji untuk skrining fitokimia dilakukan dengan melarutkan 500
mg ekstrak dalam 50 mL pelarut yang sesuai.
a. Uji Alkaloid
Larutan uji sebanyak 2 ml diuapkan diatas cawan porselin hingga
diperoleh residu. Residu kemudian dilarutkan dengan 5 mL HCl 2N. Setelah
dingin, larutan disaring. Larutan yang didapat dibagi ke dalam 3 tabung reaksi.
Tabung pertama berfungsi sebagai kontrol. Tabung ke 2 ditambahkan 3 tetes
pereaksi dragendroff dan tabung ketiga ditambahkan 3 tetes pereaksi mayer
(melalui dinding tabung). Terbentuknya endapan jingga pada tabung kedua dan
endapan kuning pada tabung ketiga menunjukan adanya alkaloid (Farnsworth,
1966 dalam Putri dkk., 2015).
b. Uji Flavonoid
Sebanyak 1 ml larutan uji masing-masing dimasukkan ke dalam 3 tabung
reaksi. Tabung 1 sebagai kontrol, tabung 2 ditambah dengan 1 mL larutan Pb
Asetat (timbal asetat) 10%, positif flavonoid jika terdapat endapan kuning
(Raphae l, 2012). Tabung 3 ditambah dengan beberapa tetes NaOH 20%
terbentuk warna kuning jika mengandung flavonoid (Ugochukwu dkk., 2013).
c. Tanin
Sebanyak 2 mL larutan uji dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi, tabung 1
sebagai kontrol dan tabung 2 ditambahkan beberapa tetes larutan FeCl3 5% atau
FeCl3 10%, tanda positif Tanin jika terbentuk warna hijau gelap/biru (Robinson,
1911 dalam Putri dkk., 2015).
d. Triterpenoid/Steroid Larutan uji sebanyak 2 mL diuapkan dalam cawan penguap.
Residu dilarutkan dengan 0,5 mL kloroform, dipindahkan ke tabung reaksi,
ditambahkan 0,5 mL asam asetat anhidrat dan 2 mL asam sulfat pekat melalui
dinding tabung. Terbentuknya cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan
larutan menunjukkan adanya triterpenoid, sedangkan bila muncul cincin biru
kehijauan menunjukkan adanya steroid (Ciulei, 1984 dalam Putri dkk., 2015).
e. Antrakuinon Sebanyak 50 mg ekstrak ditambah 10 mL air kemudian dipanaskan
selama 5 menit dan disaring. Sebanyak 3 mL larutan dimasukkan ke dalam 2
tabung reaksi, tabung 1 ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 1 N bila
positif maka terbentuk larutan berwarna merah dan tabung 2 sebagai kontrol
(Putri dkk., 2015).
f. Saponin 4 mL larutan uji ditambahkan dengan 5 mL aquadest, kocok, lihat
adanya busa yang stabil. Sedikit ekstrak ditambahkan 5 mL air, kocok dalam
tabung reaksi, terbentuk busa stabil (busa setinggi 1 cm dan stabil selama 30
menit). 4 mL larutan uji dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebagai kontrol
(Depkes RI, 1995 dalam Putri dkk., 2015).
2. Kromatografi Lapis Tipis
Penyiapan fase diam Silica gel G60 F254/plat KLT dengan panjang 8 cm dan
lebar 2 cm, kemudian dicuci dengan metanol, lalu diaktivasi dengan oven pada suhu
100oC selama 10 menit Sebanyak 10 mg ekstrak dilarutkan dalam 1 ml etanol
kemudian ditotolkan pada fase diam.

a. Identifikasi Senyawa Flavonoid


Fase gerak asam asetat glacial : butanol : air (1:4:5), dengan penampak
noda uap ammonia. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya noda
berwarna kuning cokelat setelah diuapi ammonia pada pengamatan dengan
sinar tampak dan berwarna biru pada UV 366 nm menegaskan adanya
kandungan flavonoid (Marliana, 2005).
b. Identifikasi Senyawa Steroid
Fase gerak yang digunakan adalah Kloroform - metanol (9:1), dengan
penampak noda pereaksi Liberman-Buchard disertai dengan pemanasan pada
suhu 105oC selama 5 menit. Reaksi positif steroid ditunjukkan dengan adanya
noda berwarna hijau biru (Kristanti dkk., 2008).
c. Identifikasi Senyawa Tanin
Fase gerak metanol-air (6:4), dengan penampak noda Pereaksi FeCl3 5 %.
Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya noda berwarna hitam (Banu
dan Nagarajan, 2014). d. Identifikasi Senyawa Antrakuinon Fase gerak yang
digunakan adalah n-heksanetilasetat (3:7), dengan penampak noda larutan
KOH 10% dalam metanol. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya
warna noda kuning,kuning cokelat, merah, ungu, hijau dan lembayung
(Kristanti dkk., 2008).
II. Standarisasi Non Spesifik
a. Kadar susut kering
Nama latin : Hedyotis Corymbosa
Sinonim : Lidah ular, rumput mutiara, rumput siku-siku, katepann
Bagian sampel : Herba
Morfologi : Terna, semusim, merayap atau sedikit tegak, tinggi 10- 20 cm.
Batang bulat, beruas-ruas, dari ruas yang menempel tanah tumbuh akar, licin, kuning
kehijauan atau hijau kemerahan. Daun tunggal, bersilang berhadapan, bentuk garis,
panjang 2-4 cm, lebar 2-3 mm, ujung dan pangkal runcing, tepi beringgir, tidak
bertangkai, permukaan halus, hijau. Bunga tunggal, terletak di ketiak daun, kelopak hijau,
4 helai, berlepasan, panjang 1-2 mm, ujung mahkota berlepasan, dasar membentuk
tabung, terdiri dari 4 helai,panjang 2-3 mm, warna putih gading. Buah tunggal, bentuk
bulat dengan ujung runcing bekas kelopak, diameter 2-3 mm, hijau kemerahan dengan
biji di dalam buah berbentuk lanset, kecil, berwarna coklat. Akar serabut, berwarna putih
kekuningan.

Parameter susut pengeringan adalah pengukuran sisa ekstrak setelah dilkukan


pengeringan pada suhu 105oC selama 30 menit atau sampai berat konstan yang
dinyatakan sebagai nila prosen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak
menguap/atsiri dan sisa pelarut organik menguap) identik dengan kadar air. Nilai atau
rentang kadar air yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan kontaminasi (Emilan,
dkk , 2011).
b. Kadar abu
Nama latin : Hedyotis Corymbosa
Sinonim : Lidah ular, rumput mutiara, rumput siku-siku, katepann
Bagian sampel : Herba
Morfologi : Terna, semusim, merayap atau sedikit tegak, tinggi 10- 20 cm.
Batang bulat, beruas-ruas, dari ruas yang menempel tanah tumbuh akar, licin, kuning
kehijauan atau hijau kemerahan. Daun tunggal, bersilang berhadapan, bentuk garis,
panjang 2-4 cm, lebar 2-3 mm, ujung dan pangkal runcing, tepi beringgir, tidak
bertangkai, permukaan halus, hijau. Bunga tunggal, terletak di ketiak daun, kelopak hijau,
4 helai, berlepasan, panjang 1-2 mm, ujung mahkota berlepasan, dasar membentuk
tabung, terdiri dari 4 helai,panjang 2-3 mm, warna putih gading. Buah tunggal, bentuk
bulat dengan ujung runcing bekas kelopak, diameter 2-3 mm, hijau kemerahan dengan
biji di dalam buah berbentuk lanset, kecil, berwarna coklat. Akar serabut, berwarna putih
kekuningan.

Penentuan kadar abu bertujuan untuk menentukan karakteristik sisa kadar abu non
organik setelah pengabuan. Ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik dan turunannya
terdestruksi dan menguap sampai tinggal senyawa anorganik saja. Kadar abu ekstrak
hidrotropi daun sambiloto dalam penelitian ini adalah 37,5 %. Hal ini menunjukkan
bahwa sisa bahan anorganik dalam ekstrak sambiloto adalah 37,5 %. Kadar abu
hendaknya mempunyai nilai kecil karena parameter ini menunjukkan adanya cemaran
logam berat yang tahan pada suhu tinggi (Isnawati dan Arifin, 2006). Berdasarkan
Kepmenkes RI Nomor 261/MENKES/SK/IV/2009 bahwa kadar abu ekstrak tidak boleh
lebih dari 10,2 % (Depkes RI., 2009).
c. Kadar air
Nama latin : Hedyotis Corymbosa
Sinonim : Lidah ular, rumput mutiara, rumput siku-siku, katepann
Bagian sampel : Herba
Morfologi : Terna, semusim, merayap atau sedikit tegak, tinggi 10- 20 cm.
Batang bulat, beruas-ruas, dari ruas yang menempel tanah tumbuh akar, licin, kuning
kehijauan atau hijau kemerahan. Daun tunggal, bersilang berhadapan, bentuk garis,
panjang 2-4 cm, lebar 2-3 mm, ujung dan pangkal runcing, tepi beringgir, tidak
bertangkai, permukaan halus, hijau. Bunga tunggal, terletak di ketiak daun, kelopak hijau,
4 helai, berlepasan, panjang 1-2 mm, ujung mahkota berlepasan, dasar membentuk
tabung, terdiri dari 4 helai,panjang 2-3 mm, warna putih gading. Buah tunggal, bentuk
bulat dengan ujung runcing bekas kelopak, diameter 2-3 mm, hijau kemerahan dengan
biji di dalam buah berbentuk lanset, kecil, berwarna coklat. Akar serabut, berwarna putih
kekuningan.
Penetapan kdar air dilakukan dengan cara destilasi teluan. Teluan yang digunakan
dijenuhkan dengan air terlebih dahulu. Kemudian ditimbang seksama ekstrak sebanyak 2
g Dan di masukan kedalam labu alas bulat dn ditambahkan toluene yang telah di
jenuhkan. Lbu dipanaskan hati-hati selam 15 menit, setelah toluene mulai mendidih
penyulingan di atur 2 tts/detik, lalu 4 tts/detik. Setelah semua air tersuling dilanjutkan
pemanasan selama 5 menit. Biarkan tabung penerima dingin hingga suhu kamar. Volume
air dibaca sesudah toluene dan air memisah sempurn. Lakukan replikasi sebanyak tiga
kali kemudian dihitung presentasenya.
d. Cemaran logam
Nama latin : Hedyotis Corymbosa
Sinonim : Lidah ular, rumput mutiara, rumput siku-siku, katepann
Bagian sampel : Herba
Morfologi : Terna, semusim, merayap atau sedikit tegak, tinggi 10- 20 cm.
Batang bulat, beruas-ruas, dari ruas yang menempel tanah tumbuh akar, licin, kuning
kehijauan atau hijau kemerahan. Daun tunggal, bersilang berhadapan, bentuk garis,
panjang 2-4 cm, lebar 2-3 mm, ujung dan pangkal runcing, tepi beringgir, tidak
bertangkai, permukaan halus, hijau. Bunga tunggal, terletak di ketiak daun, kelopak hijau,
4 helai, berlepasan, panjang 1-2 mm, ujung mahkota berlepasan, dasar membentuk
tabung, terdiri dari 4 helai,panjang 2-3 mm, warna putih gading. Buah tunggal, bentuk
bulat dengan ujung runcing bekas kelopak, diameter 2-3 mm, hijau kemerahan dengan
biji di dalam buah berbentuk lanset, kecil, berwarna coklat. Akar serabut, berwarna putih
kekuningan.
:
Penetapan kadar As, Pb dan Cd dengan metode Atomic Absorption : 53-61 57
Spectroscopy (AAS). Penetapan kadar ketiga logam berat dengan cara destruksi basah.
Sebanyak 1 g ekstrak ditimbang dan ditambahkan 10 mL HNO3 pekat, setelah itu
dipanaskan dengan hot plate hingga volume setengahnya. Ekstrak yang kental dan dingin
ditambahkan HClO4 5 mL kemudian dipanaskan hingga asap putih hilang dan dibiarkan
dingin kemudian dibilas dengan akuades dan disaring ke labu ukur 50 mL. Selanjutnya
ditambahkan akuades hingga 50 mL. Sampel diukur dengan alat AAS. Berdasarkan buku
monografi ekstrak tumbuhan obat, nilai logam Pb tidak lebih dari 10 mg/kg, logam Cd
tidak lebih dari 0,3 mg/kg, sedangkan logam As tidak lebih dari 5 µg/kg (Saifudin, dkk.,
2011).
e. Uji cemaran mikroba
Nama latin : Hedyotis Corymbosa
Sinonim : Lidah ular, rumput mutiara, rumput siku-siku, katepann
Bagian sampel : Herba
Morfologi : Terna, semusim, merayap atau sedikit tegak, tinggi 10- 20 cm.
Batang bulat, beruas-ruas, dari ruas yang menempel tanah tumbuh akar, licin, kuning
kehijauan atau hijau kemerahan. Daun tunggal, bersilang berhadapan, bentuk garis,
panjang 2-4 cm, lebar 2-3 mm, ujung dan pangkal runcing, tepi beringgir, tidak
bertangkai, permukaan halus, hijau. Bunga tunggal, terletak di ketiak daun, kelopak hijau,
4 helai, berlepasan, panjang 1-2 mm, ujung mahkota berlepasan, dasar membentuk
tabung, terdiri dari 4 helai,panjang 2-3 mm, warna putih gading. Buah tunggal, bentuk
bulat dengan ujung runcing bekas kelopak, diameter 2-3 mm, hijau kemerahan dengan
biji di dalam buah berbentuk lanset, kecil, berwarna coklat. Akar serabut, berwarna putih
kekuningan.

Larutan ekstrak dibuat dengan pengenceran 1:10 dengan cara melarutkan 1 g


ekstrak ke dalam labu ukur 10 mL. Dilanjutkan dengan pengenceran 1:100 dan 1:1000.
Untuk penentuan angka lempeng total (ALT) yaitu dengan cara dipipet 1 mL dari tiap
pengenceran ke dalam cawan petri yang steril (duplo) dengan menggunakan pipet yang
berbeda dan steril untuk tiap pengenceran. Media Nutrient Agar yang telah dicairkan
bersuhu 45°C dituangkan sebanyak 15 mL ke dalam tiap cawan petri. Cawan petri
digoyangkan dengan hati-hati (diputar dan digoyangkan ke depan 13ncuba belakang serta
ke kanan 13ncuba kiri) hingga sampel bercampur rata dengan larutan ekstrak. Kemudian
dibiarkan hingga campuran dalam cawan petri membeku. Cawan petri dimasukkan ke
dalam lemari 13ncubator suhu 35°C selama 24 jam. Pertumbuhan koloni dicatat pada
masing-masing cawan setelah 24 jam dan ditentukan Angka Lempeng Totalnya.
BAB III
METODE KERJA

A. Uji kadar senyawa larut air


1. Sejumlah 1 g ekstrak dengan 25 mL kloroform selama 24 jam menggunakan labu
bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama.
2. Kemudian didiamkan selama 18 jam dan disaring .
3. di uapkan filtrate hingga kering dalam cawan penguap yang telah tare dan tersisa
residunya,
4. kemudian pnaskan residu pada suhu 105̊C hingga bobot tetap.
B. Uji Kadar Senyawa Larut etanol
1. Sejumlah 1 g ekstrak dilarutkan dengan 25 mL etanol 96% selama 24 jam
menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama
2. Kemudian didiamkan selama 18 jam dan disaring cepat untuk ,enghindari
penguapan etanol.
3. Kemudian diuapkan hingga kering dalam cawan penguap yang telah di tara
4. . Kemudian panaskan residu pada suhu 105℃
C. Identifikasi senyawa kimia
1. Skrining fitokimia
Pembuatan larutan uji untuk skrining fitokimia dilakukan dengan melarutkan
500 mg ekstrak dalam 50 mL pelarut yang sesuai.
1. Uji Alkaloid
a. Larutan uji sebanyak 2 ml diuapkan diatas cawan porselin hingga
diperoleh residu.
b. Residu kemudian dilarutkan dengan 5 mL HCl 2N. Setelah dingin, larutan
disaring.
c. Larutan yang didapat dibagi ke dalam 3 tabung reaksi.
- Tabung pertama berfungsi sebagai kontrol.
- Tabung ke 2 ditambahkan 3 tetes pereaksi dragendroff dan
- tabung ketiga ditambahkan 3 tetes pereaksi mayer (melalui dinding
tabung). Terbentuknya endapan jingga pada tabung kedua dan
endapan kuning pada tabung ketiga menunjukan adanya alkaloid
(Farnsworth, 1966 dalam Putri dkk., 2015).

2. Uji Flavonoid
a. Sebanyak 1 ml larutan uji masing-masing dimasukkan ke dalam 3
tabung reaksi.
b. Tabung 1 sebagai kontrol,
c. Tabung 2 ditambah dengan 1 mL larutan Pb Asetat (timbal asetat)
10%, positif flavonoid jika terdapat endapan kuning (Raphael, 2012).
d. Tabung 3 ditambah dengan beberapa tetes NaOH 20% terbentuk
warna kuning jika mengandung flavonoid (Ugochukwu dkk., 2013).
3. Tanin
a. Sebanyak 2 mL larutan uji dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi,
b. Tabung 1 sebagai kontrol dan tabung 2 ditambahkan beberapa tetes
larutan FeCl3 5% atau FeCl3 10%,
c. Tanda positif Tanin jika terbentuk warna hijau gelap/biru (Robinson,
1911 dalam Putri dkk., 2015).
4. Triterpenoid/Steroid
a. Larutan uji sebanyak 2 mL diuapkan dalam cawan penguap.
b. Residu dilarutkan dengan 0,5 mL kloroform, dipindahkan ke tabung
reaksi,
c. ditambahkan 0,5 mL asam asetat anhidrat dan 2 mL asam sulfat pekat
melalui dinding tabung.
d. Terbentuknya cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan
menunjukkan adanya triterpenoid, sedangkan bila muncul cincin biru
kehijauan menunjukkan adanya steroid (Ciulei, 1984 dalam Putri dkk.,
2015).
e. Antrakuinon Sebanyak 50 mg ekstrak ditambah 10 mL air kemudian
dipanaskan selama 5 menit dan disaring. Sebanyak 3 mL larutan
dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi, tabung 1 ditambahkan beberapa
tetes larutan NaOH 1 N bila positif maka terbentuk larutan berwarna
merah dan tabung 2 sebagai kontrol (Putri dkk., 2015).
5. Saponin
a. 4 mL larutan uji ditambahkan dengan 5 mL aquadest, kocok, lihat adanya
busa yang stabil.
b. Sedikit ekstrak ditambahkan 5 mL air, kocok dalam tabung reaksi,
terbentuk busa stabil (busa setinggi 1 cm dan stabil selama 30 menit).
c. 4 mL larutan uji dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebagai kontrol
(Depkes RI, 1995 dalam Putri dkk., 2015).
2. Kromatografi Lapis Tipis
a. Penyiapan fase diam Silica gel G60 F254/plat KLT dengan panjang 8 cm dan
lebar 2 cm,
b. kemudian dicuci dengan metanol, lalu diaktivasi dengan oven pada suhu
100oC selama 10 menit
c. Sebanyak 10 mg ekstrak dilarutkan dalam 1 ml etanol kemudian ditotolkan
pada fase diam.

I. Identifikasi Senyawa Flavonoid


a. Fase gerak asam asetat glacial : butanol : air (1:4:5), dengan penampak
noda uap ammonia.
b. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya noda berwarna kuning
cokelat setelah diuapi ammonia pada pengamatan dengan sinar tampak
dan berwarna biru pada UV 366 nm menegaskan adanya kandungan
flavonoid (Marliana, 2005).
II. Identifikasi Senyawa Steroid
a. Fase gerak yang digunakan adalah Kloroform - metanol (9:1), dengan
penampak noda pereaksi Liberman-Buchard disertai dengan pemanasan
pada suhu 105oC selama 5 menit.
b. Reaksi positif steroid ditunjukkan dengan adanya noda berwarna hijau
biru (Kristanti dkk., 2008).
III. Identifikasi Senyawa Tanin
a. Fase gerak metanol-air (6:4), dengan penampak noda Pereaksi FeCl3 5
%.
b. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya noda berwarna hitam
(Banu dan Nagarajan, 2014).
c. d. Identifikasi Senyawa Antrakuinon Fase gerak yang digunakan adalah
n-heksanetilasetat (3:7), dengan penampak noda larutan KOH 10% dalam
metanol. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna noda
kuning,kuning cokelat, merah, ungu, hijau dan lembayung (Kristanti
dkk., 2008).
3. Identifikasi Senyawa X Secara Spektrometri UV-Tampak

Senyawa hasil KLTP kemudian dikeruk dan diuji lagi dengan menggunakan
KLT untuk memastikan kemurnian senyawa yang telah diisolasi tadi. Isolat kemudian
diidentifikasi dengan spektrofotometer UV-Tampak menggunakan pelarut akohol
untuk melihat senyawa x termasuk dalam golongan senyawa flavonoid yang mana.
Pengamatan dilakukan pada panjang gelombang 200 nm sampai 600 nm kemudian
diamati kurva serapan dan panjang gelombang maksimumnya.

4. Identifikasi Senyawa X Secara Spektrometri Infrared (IR)


Spektra IR adalah gambar antara persen transmitansi (%T) vs bilangan
gelombang (cm-1). Dilakukan identifikasi dengan spektrofotometer IR untuk melihat
gugus fungsi yang dimiliki senyawa x. Langkah-langkah dalam menganalisis spectra
IR suatu senyawa organik:
1. Apakah ada gugus karbonil? Gugus C=O terdapat pada daerah 1820-1600 cm-1
dan puncak ini biasanya terkuat dengan penampilan lebar tajam dan sangat
karakteristik.
2. Bila gugus C=O ada maka diuji langkah-langkah berikut. Namun bila tidak ada
dilanjutkan pada langkah 3.
a. Asam karboksilat akan memunculkan serapan OH pada bilangan
gelombang 3500-3300 cm-1.
b. Amida akan muncul serapan N-H medium dan tajam pada sekitar 3500
cm-1.
c. Ester akan memunculkan serapan C-O tajam dan kuat pada 1300-1000
cm-1.
d. Anhidrida akan memunculkan serapan C=O kembar 1810 cm-1 dan 1760
cm-1 dan akan lebih spesifik bila menggunakan FTIR.
e. Aldehida akan memunculkan C-H aldehida intensitas lemah tapi tajam
pada 2850-2750 cm-1 baik yang simetri maupun asimetri.
f. Keton bila semua yang di atas tidak muncul.
3. Bila serapan karbonil tidak ada maka.
a. Ujilah alkohol (-OH)
Serapan melebar pada sekitar 3500-3300 cm-1 (dikonformasi dengan
asam karboksilat) dan diperkuat dengan serapan C-O pada sekitar 1300-1000
cm-1.
b. Ujilah amina (N-H)
Serapan medium pada sekitar 3500 cm-1 (dikonformasi dengan
amida).
c. Ujilah eter (C-O)
Ujilah serapan pada sekitar 1300-1100 cm-1 (dikonformasi dengan
alkohol dan ester).
4. Ikatan C=C alkena dan aromatis
Untuk alkena serapan pada 1650 cm-1, sedangkan untuk aromatis sekitar
1650-1450 cm-1 (lebih lemah karena adanya delokalisasi elektron) atau yang
dikenal dengan resonansi. Serapan (C-H)alifatik (sp2-s)alkena akan muncul di
bawah 3000 cm-1, sedangkan (C-H)vinilik (sp2-s) benzena akan muncul di atas
3000 cm-1.
5. Ikatan C=C alkuna dan C=N nitril
Gugus C=N akan muncul pada sekitar 2250 cm-1 medium dan tajam,
sedangkan serapan C=C lemah tapi tajam akan muncul pada sekitar 2150 cm-1.
Untuk alkuna juga diuji C-Hasetinilik (sp-s) atau terminal pada sekitar 3300 cm-1
.
6. Gugus nitro NO2

Serapan kuat pada sekitar 1600-1500 cm-1 dari (N=O)asimteri dan juga pada
1390-1300 cm-1 untuk (N=O)simetri.

7. Hidrokarbon jenuh
Hidrokarbon jenuh baik alkana maupun sikloalkana sebenarnya tidak
mempunyai gugus fungsional yang spesifik. Namun bila informasi 1 sampai 6
tidak ada maka patut diduga bahwa spektra IR tersebut adalah hidrokarbon jenuh
(Sitorus, 2009).
B. IDENTIFIKASI STANDARISASI NON SPESIFIK
1. Susut pengeringan
Ekstrak yang diperoleh ditimbang sebanyak 1-2 g, dimasukkan dalam krus
dandikeringkan pada oven suhu 1050C selama 30 menit, setelah 30 menit didinginkan
dalam desikator dan ditimbang. Hal ini dilakukan hingga didapat bobot yang konstan
dandinyatakan dalam persen. Perhitungan ini dilakukan jika ekstrak tidak
mengandungminyak menguap dan sisa pelarut organik menguap identik dengan kadar air.
2. Kadar abu
Ekstrak ditimbang 1-2 g dalam krus dan dipijarkan. Suhu dinaikkan hingga 600 ±
25ºC hingga bebaskarbon. Krus kemudian didinginkan dalam desikator, serta ditimbang
berat abu. Kadar abu dihitung dalam persen terhadap berat sampel awal (Arifin dkk.,
2006).
3. Kadar abu tidak larut asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, dididihkan dengan penambahan
25 ml asam klorida encer selama 5 menit. Bagian abu yangtidak larut asam dikumpulkan,
disaring, dicuci dengan air panas, dipijarkan dan ditimbang hingga didapat bobot yang
konstan. Dihitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah
dikeringkan (Arifin dkk., 2006).
4. Kadar air
Sejumlah 1 gram ekstrak ditimbang dalam krus porselin bertutup yang sebelumnya telah
dipanaskan pada suhu 105oc selama 90 menit dan telah ditera. Ratakan dengna
menggoyangkan hingga merupakan lapisan setebal 10 – 15 mm dan dikeringkan pada
suhu penetapan hingga bobot tetap, buka tutupnya, biarkan krus dalam keadaan tertutup
dan mendingin dalam desikator hingga suhu kamar, kemudian dicatat bobot tetap yang
diperoleh untun menghitung persentase susut pengeringanya. Dilakukan replikasi
sebanyak 3 kali.
5. Uji cemaran logam
a. Prosedur kerjanya adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan erlenmeyer volume 250 ml.
2. Menimbang sampel yang sudah dihomogenkan sebanyak ± 3,00 g, dimasukkan
kedalam erlenmeyer.
3. Menambahkan 25 ml air suling, aduk dengan menggunakan batang
pengaduk.Menambahkan 5 ml sampai 10 ml asam nitrat, HNO3 pekat, lalu diaduk
hingga bercampur rata.
4. Menambahkan 3 butir sampai dengan 5 butir batu didih, lalu ditutup dengan kaca
arloji.
5. Meletakkan erlenmeyer tersebut diatas penangas listrik, atur suhunya pada105oC
sampai dengan 120oC.
6. Memanaskan hingga volume sampel tersisa sebanyak ±10 ml.
Diangkat dan dinginkan.
7. Menambahkan 5 ml asam nitrat, HNO3 pekat dan 1 ml sampai dengan 3 ml asam
perklorat (HClO4) pekat tetes demi tetes melalui dinding kaca erlenmeyer.
8. Memanaskan kembali pada penangas listrik sampai timbul asap putih, dan larutan
sampel menjadi jernih.
9. Setelah timbul asap putih, pemanasan dilanjutkan hingga ± 30 menit.
10. Jika larutan sampel belum jernih ulangi butir 9 sampai dengan 11.
11. Mendinginkan larutan sampel. Sampel disaring menggunakan kertas saring
kuantitatif denganukuran pori 8,0 µm. Tempatkan filtrat larutan sampel pada labu
ukur 100 ml dan ditambah air suling sampai tanda tera. Filtrat larutan sampel siap
diukur ke dalam spektroskopi serapan atom.
b. Penentuan batas logam timbal (Pb)
Penentuan batas logam Pb didalam ekstrak dilakukan secara dekstruksi basah
ekstrak dengan asam nitrogen dan hidrogen peroksida, kadar Pb ditentukan dengan
spektropotometri serapan atom.
6. Uji cemaran mikroba
a. Uji Angka Lempeng Total
Disiapkan 5 buah tabung atau lebih yang masing-masing telah diisi dengan 9
ml NaCl 0,9%. Ekstrak ditimbang sebanyak 1 g dan dilarutkan dengan 9ml NaCl
0,9%, kemudian dihomogenkan (pengenceran 10-1). Dipipet pengenceran 10-1
sebanyak 1 ml ke dalam tabung yang berisi larutan NaCl 0,9% hingga diperoleh
pengenceran 10-2 dan dikocok hingga homogen. Dibuat pengenceranselanjutnya
hingga 10-6 atau sesuai yang diperlukan. Dari setiap pengenceran dipipet 1 ml ke
dalam cawan petri dan dibuat duplo. Kedalam tiap cawan petri dituangkan 15-20 ml
media PCA(45±1oC). Segera cawan petri digoyangkan dan diputar sedemikian rupa
sehingga suspensi tersebar merata. Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer
dibuat uji kontrol (blangko).Setelah media memadat, cawan petri diinkubasi pada
suhu 35-37oC selama 24-48 jam dengan posisi terbalik. Jumlah koloni yang tumbuh
diamati dan dihitung (DepKes RI, 2000).
b. Uji Angka Kapang dan Khamir
Disiapkan 3 buah tabung yang masing-masing telah diisi 9 ml larutan NaCl
0,9%. Ekstrakditimbang sebanyak 1 g dan dilarutkan dengan 9 ml NaCl 0,9%,
kemudian dihomogenkan (pengenceran 10-1). Dipipet 1 ml pengenceran 10-1 ke
dalam tabung pertama hingga diperoleh pengenceran 10-2 dan dikocok sampai
homogen. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-4 Dari masing-
masingpengenceran dipipet 0,5 ml, dituangkan pada permukaan media PDA, segera
digoyang sambil diputar agar suspensi tersebar merata dan dibuat duplo. Seluruh
cawan petri diinkubasi pada suhu 20- 25oC selama 5- 7 hari. Sesudah 5 hari inkubasi,
dicatat jumlah koloni jamur yang tumbuh, pengamatan terakhir pada inkubasi 7 hari
(Arifin dkk., 2006).

c. Bakteri
0,1 gram ekstrak disuspensikan dalam 10 ml NaCl physologis 0,95% steril,
kemudian dilakukan pengenceran 10-1 dan 10-2 diambil 1 ml dari setiap pengenceran
kemudian dihomogenkan dengan media tumbuhnya (NA) sebanyak 15 ml.
setelahbeku, inkubasi dalam oven inkubator 37oc. Semua tahapan pekerjaan
dilakukan secara aseptic. Pengamatan dilakukan setelah inkubasi 24 jam dan 48 jam.
d. Uji nilai duga terdekat (MPN) coliform.
1 gram samperl dilarutkan dalam 10 ml aquadest steril, dilakukan
pengenceran bertingkat 10-1; 10-2; 10-3. Kedalam 3 tabung pertama diinokulasi 1 ml
sampel 10-1; 3tabung kedua diinokulasi 1 ml sampel 10-2 dan 3 tabung terakhir
diinokulasi 1 ml sampel 10-3.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tumbuhan lidah ular ( Hedyotis Corymbosa ) ini termasuk rumput liar yang
ampuh dalam mengobati penyakit ganas semacam kanker sekalipun. Rumput Lidah Ular
atau rumput mutiara orang lazim menyebutnya, termasuk rumput liar yang tergolong
dalam klasifikasi Kingdom Plantae (kerajaan tumbuh-tumbuhan) yang hidupnya banyak
di alam terbuka dan menyukai tempat yang lembab seperti ladang atau di pinggir-pinggir
jalan yang cukup paparan sinar matahari. Di berbagai daerah, nama panggilan tumbuhan
ini sangat beragam. Ada yang menyebut Katepan, Daun Mutiara, Rumput Siku dan
Rumput Daun Ular. Bahkan, di daerah tertentu rumput liar ini bisa tumbuh di halaman
rumah dan selokan.
B. Saran
Agar kedepannya mahasiswa(i), serta dosen agar memberikan kritikan dan saran
yang membagun untuk makalah dari kelompok kami agar kedepannya kami dapat
membuat makalaah yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Ayuanji,Nila. Dkk.2017. Standarisasi Ekstrak Daun Nona makan Sirih( Clerodendrum x


speciosum dombrain).

Angelina,Marissa.2015. Characterization of Ethanol Extract from Katumpangan Air Herbs


(Peperomia
pellucida L. Kunth). UIN Syarif Hidayatulla; Jakarta

Era, Putu. 2017. Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Tanaman
Patikan kebo(Euphorbia hirta L.)

Irsyad, Muh. 2013. Standarisasi ekstrak etanol Tanaman Katupang air(Peperomia pellucida L.
Kunt) UIN Syarif Hidayatulla; Jakarta

Anda mungkin juga menyukai