Anda di halaman 1dari 16

JOURNAL READING

ASETAMINOFEN DIBANDINGKAN
IBUPROFEN PADA ANAK-ANAK DENGAN
ASMA PERSISTEN RINGAN

Disusun Oleh :

Amirtha Mustikasari

1102013022

Pembimbing :

Letkol CKM (K) dr. Christine K. Nugrahani, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT TK II MOH. RIDWAN MEURAKSA


UNIVERSITAS YARSI
2019
ASETAMINOFEN DIBANDINGKAN DENGAN IBUPROFEN PADA
ANAK-ANAK DENGAN ASMA PERSISTEN RINGAN

ABSTRAK
Latar belakang:
Penelitian menunjukan hubungan antara seringnya penggunaan Asetaminofen yang
berhubungan dengan komplikasi asma di anak-anak, mengakibatkan beberapa
dokter menghindari penggunaan Asetaminofen pada anak-anak dengan asma.
Sampai saat ini penelitian yang di design khusus untuk mengevaluasi kasus ini
masih kurang.
Metode:
Multicenter, prospektif, randomized, double-blind, pararel group trial, kami
melibatkan 300 anak-anak (rentang usia 12-59 bulan) dengan asma persisten ringan
dan menggunakan antara Asetaminofen atau Ibuprofen ketika mereka terkena
demam atau nyeri dalam 48 minggu terakhir. Hasil adalah jumlah asma eskaserbasi
yang mengarah ke penatalaksanaan dengan obat Glukokortikoid Sistemik. Anak-
anak di kedua grup tatalaksana menerima terapi control asma yang terstandarisasi
dan digunakan secara bersamaan.
Hasil:
Partisipan yang menerima 5.5 dosis (interquartile range 1.0 -15.0) dari pengobatan
trial; ditemukan tidak ada perberbedaan berarti diantara kedua group berdasarkan
dosis yang diterima (P= 0.47). Jumlah eksaserbasi asma tidak berbeda secara
signifikan antara kedua grup, dengan rata-rata 0.81 per participant dengan
asetaminofen dan 0.87 per participant dengan ibuprofen yang diikuti selama 46
minggu folowup (retaltive rate pada asma eksaserbasi pada kelompok asetaminofen
dibandingkan dengan ibuprofen, 0.94; 95% confidence interval, 0.69 sampai 1.28;
P=0.67). Di grup asetaminofen, 49% dari participant paling tidak mengalami
eksaserbasi asma dan 21% paling tidak mengalami dua kali eksaserbasi, sebagai
bandingannya 47% dan 24% di grup ibuprofen. Tidak ada perbedaan yang
siginfikan yang didapatkam antara Asetaminofen dan Ibuprofen berdasarkan
persentasi treatment control asma (85.8% dan 86.8%, masing-masing, P=0.50),
penggunaan albuterol rescue inhaler (2.8 dan 3.0 inhalasi perminggu, masing-
masing, P=0.69), kontol kesehatan yang tidak terjadwal untuk asma (0.75 dan 0.76
episode per-partisipan, masing-masing, P=0.94), atau penyulit lainnya.
Kesimpulan:
Diantara anak-anak dengan asma persisten yang ringan, yang membutuhkan
asetaminofen tidak menunjukan hubungan dengan tingginya insidensi eksaserbasi
asma atau perburukan control asma disbanding dengan ibuprofen.

Latar Belakang
Banyak anak yang umurnya dibawah 12 tahun menerima Asetaminofen perminggu,
membuat ini menjadi obat yang paling sering digunakan anak-anak di United State.
Data observasional dari kedua pediatrik dan dewasa cohort, menunjukan adanya
asosiasi antara penggunaan Asetaminofen dan bersamaan gejala asma menurunkan
fungsi paru. Selanjutnya analisis post hoc dari percobaan randomisasi dari tingkat
keamanan dari penggunaan jangka pendek Asetaminofen dibandingkan Ibuprofen
untuk sakit demam di anak-anak menunjukkan kesamaan antara resiko relatif dari
visit yang tidak terjadwal untuk asma setelah penggunaan Asetaminofen lebih
tinggi dibandingkan risiko setelah penggunaan Ibuprofen. Penemuan ini
mengarahkan kebanyakan kontroversi bahkan sautan kegawatan; beberapa dokter
rekomendasikan ini sampai data yang mensupportnya ada terlebih dahulu,
Asetaminofen harus dihindari pada anak-anak dengan asma. Bagaimanapun studi
observasional dan post hoc analisis mengarah ke bias dan tergantung indikasi, dan
design yang bagus secara percobaan randomisasi yang memiliki pandangan untuk
mengevaluasi hubungan antara penggunaan Asetaminofen untuk anak-anak dan
gejala terjadinya asma yang disusun dengan cohort yang spesifik masih kurang.
Memberikan kedua Asetaminofen dan Ibuprofen menjadi sering digunakan dan
hanya mereka agen yang tersedia untuk demam dan nyeri di anak-anak, sehingga
kami menemukan vestigasi ini masih buta, pencobaan randomisasi tentang
penggunaan asetaminofen, ketika indikasi klinis ditemukan, ketika diasosiasikan
dengan tingkat kejadian asma yang tinggi dengan ibuprofen, dengan anak-anak usia
12-59 bulan yang memiliki asma persisten ringan.

Metode
Design penelitian dan tujuan
Asetaminofen dibandingkan dengan Ibuprofen pada anak-anak dengan asma
(AVICA) penelitian diteliti Multicenter, prospektif, randomized, double-blind,
pararel group trial yang dilaksanakan dari Maret 2013-April 2015. Penelitian ini
menginklusi dengan periode waktu 2-8 minggu, dengan durasi yang bervariasi
tergantung dari keparahan gejala asma pada persentasi dari asma tersebut dan
paparan sebelumnya pada pengobatan asma; selama penelitian ini diikukti oleh
randomisasi dari satu atau dua obat-obatan antipiretik, pengobatan analgesic,
Asetaminofen atau Ibuprofen. Secara terapi individual asma untuk bayi penelitian
bisa digunakan secara simultaneous, factorially linked, randomized, double-blind,
double-dummy, triple-crossover trial. Partisipan menerima obat control asma yang
terstandarisasi dimana termasuk penggunaan setiap hari dari Glukokortikoid
Inhalasi (Flucatisone Propionate, dua inhalasi pada tiap 44mg, dua kali satu hari),
penggunaan setiap hari dari oral Leukotrine reseptor antagonis (Montelukast, 4 mg,
saku kali sehari pada malam hari), dan jika perlu penggunaan inhalasi
Glukokortikoid dengan dosis yang lebih tinggi. Setelah penelitian ini selesai anak-
anak telah menjalani dua langkah randomisasi. Satu untuk menentukan urutan
antara terapi kontrol asma di bayi dan untuk menentukan antipiretik, pemberian
analgesic di percobaan AVICA. Antipiretik yang diberikan, obat-obatan analgesik
diberikan ke partisipan oleh pengasuh secara tidak diketahui dalam percobaan 48
minggu
Jaringan Asma (AsthmaNet) dari Institut Jantung, Paru-Paru, dan Darah Nasional
(NHLBI) mendanai penelitian ini dan mengumpulkan data independen dan dewan
pemantauan keselamatan, yang memantau uji coba dan meninjau analisis primer.
Protokol ini dikembangkan oleh Komite Pengarah Asma-Net dan disetujui oleh
komite peninjau protokol NHLBI dan dewan pemantauan data dan keselamatan,
serta dewan peninjau institusi di setiap lokasi yang berpartisipasi. Petugas program
NHLBI berpartisipasi dalam desain penelitian, pelaksanaan uji coba, dan
interpretasi data. Pembuat obat percobaan tidak memiliki input dalam desain
penelitian, akrual atau interpretasi data, atau persiapan naskah. Semua penulis
menjamin keakuratan dan kelengkapan data dan analisis dan untuk kesetiaan
laporan ini ke protokol percobaan. Orang tua atau wali memberikan izin tertulis
untuk semua peserta uji coba.
.
Tempat dan Participant
Penelitian ini dilakukan di 18 tempat di United State. Anak-anak usia 12 hingga 59
bulan memenuhi syarat jika mereka memenuhi kriteria untuk menerima terapi
pengendali asma langkah 2 jangka panjang, seperti dijabarkan di Exper Panel
Report 3 dari National Asthma Education and Prevention Program. Langkah kedua
dari terapi pengontrol asma (Glukokortikoid Inhalasi dosis rendah, Montelukastm
atau Kromolin) direkomendasikan untuk anak-anak yang masuk ke dalam kriteria
klinis sebagai asma persisten yang ringan (yaitu gejala lebih dari 2 hari perminggu,
tetapi tidak setiap hari). Anak-anak di keluarkan jika mereka memiliki riwayat dari
alergi tehadap salah satu obat pada percobaan tersebut atau jika ada bukti bahwa
mereka menunjukan kepatuhan yang rendah terhadap rejimen obat percobaan atau
prosedur penelitian. Rincian kriteria eksklusi dan inklusi dapat dilihat di protocol.
Penelitian Obat
Asetaminofen suspensi (160mg per 5 ml; Little Fevers by Little Remedies [rasa
anggur], produk Medtech) dan Ibuprofen suspensi (100 mg per 5 ml; Advil [rasa
anggur] anak-anak, Pfizer Consumer Healthcare) dapat dibeli dalam bentuk cair
yang memiliki rasa yang sama dan penampilan yang serupa sehingga dapat
dilakukan double blinding. Selanjutnya obat-obatan dikeluarkan dari kemasannya
dan ditempatkan kedalam bungkus baru yang mempunyai bentuk yang sama. Ini
dilakukan terhadap dua grup. Pusat koordinasi data di Penn State College of
Medicine membeli dan menyiapkan obat percobaan dan perangkat dosis. Perangkat
dosis standar diberikan kepada orang tua atau wali yang sah, yang diinstruksikan
tentang penggunaan yang tepat. Orang tua atau pengasuh harus dijelaskan secara
oral dan tertulis instuksinya untuk pemberian obat sebagaimana harusnya jika
diindikasikan untuk nyeri, demam, atau rasa tidak nyaman dengan tidak lebih satu
dosis setiap 6 jam.
Dosis strategi berdasarkan pedoman dari American Academy Of Pediatric.
Asetaminofen diberikan dalam dosis 15mg/kgBB setiap 6 jam jika dibutuhkan, dan
ibuprofen diberikan dalam dosis 9.4 mg/kgBB setiap 6 jam jika dibutuhkan.
Strategi ini memastikan bahwa volume dari dosis tunggal dikedua penelitian ini
sama (0.47 ml per kilogram per dosis) sehingga studi personil tetap tidak sadar
terhadap grup apa yang diberikan.
Jumlah yang tepat dalam obat percobaan tersebut harus diberitahu terhadap orang
tua dan pengasuh, yang tidak sadar dimana grup mereka ditempatkan, pada setiap
kunjungan di klinik nerdasarkan berat badan. Dan setiap pemeriksaan orang tua
atau pengasuh harus memberitahu obat-obatan yang digunakan langsung kepada
peneliti atau boleh lewat telephone. Selain memantau jumlah obat percobaan, buku
harian dan kuesioner digunakan untuk melacak waktu dan alasan penggunaan obat
uji coba (mis. Demam, nyeri, infeksi saluran pernapasan bagian atas, atau alasan
lain). Pada setiap kunjungan kembali ke klinik, orang tua atau wali sah
mengembalikan persediaan obat yang tidak digunakan dan menerima pasokan baru.
Karena Asetamininofen dan Ibuprofen tersedia secara luas di pasaran, pemberian
obat-obat ini dengan label terbuka juga dinilai setiap 4 minggu pada setiap titik
penilaian.

Pengukuran Keluaran
Luaran utama adalah jumlah eksaserbasi asma per peserta. Eksaserbasi asma
didefinisikan sebagai peningkatan signifikan secara klinis pada gejala asma yang
menyebabkan pengobatan dengan Glukokortikoid Sistemik (oral, intravena, atau
intramuskular). Daftar kriteria untuk perawatan dengan glukokortikoid sistemik
disediakan dalam Lampiran Tambahan, tersedia di NEJM.org.
Hasil sekunder yang ditentukan sebelumnya termasuk persentase hari kontrol asma,
rata-rata penggunaan penyelamatan albuterol, dan frekuensi pemanfaatan
perawatan kesehatan yang tidak terjadwal untuk asma. Hari-hari asma-kontrol
didefinisikan sebagai hari kalender penuh tanpa menggunakan obat-obatan
penyelamatan untuk asma, gejala-gejala asma siang hari, gejala-gejala asma
noktural, dan kunjungan perawatan kesehatan tak terduga untuk asma. Pengasuh
mencatat gejala dan penggunaan penyelamatan albuterol setiap hari dalam buku
harian elektronik. Pemanfaatan layanan kesehatan yang tidak terjadwal ditentukan
oleh laporan sendiri. Untuk menjelaskan antipiretik yang dijual bebas, mediasi
analgesik yang mungkin telah digunakan selama fase run-in sebelum pengacakan,
data hasil dari 2 minggu pertama setelah pengacakan tidak dimasukkan dalam
analisis.

Statistic Analisis
Dalam analisis luaran primer, kami membandingkan dua kelompok perlakuan
sehubungan dengan frekuensi eksaserbasi asma menggunakan model log-linear di
mana jumlah eksaserbasi diasumsikan mengikuti distribusi binomial negatif.
Karena jumlah eksaserbasi yang diamati akan diharapkan tergantung pada lamanya
waktu peserta tetap dalam penelitian, model termasuk offset untuk setiap peserta
yang mewakili jumlah waktu peserta benar-benar diikuti dalam penelitian.
Penggunaan offset menstandarisasi jumlah eksaserbasi ke periode umum sehingga
hasilnya dapat disajikan sebagai tingkat eksaserbasi dan perlakuan dapat
dibandingkan dengan perhitungan tingkat relatif. Data dari partisipan yang
dikeluarkan dalam dua minggu pertama tidak dapat digunakan, analisis utama
menginklusi semua partisipan yang mengikuti paling tidak 2 minggu dari followup.
Untuk menilai potensial efek dari tingkat yang dikeluarkan dari penelitian ini, kita
menggunakan analisis tradisional dari luaran utama yang hanya menginklusi data
dari partisipan yang menyelesaikan keseluruhan followup, analisa yang diinklusi
hanya dari data partisipan yang menyelesaikan keseluruhan followup dan mereka
yang menggunakan paling tidak satu dosis dari pengobatan pada penelitian ini, dan
analisis sensitivitas yang berdasarkan dari inputasi dari data yang hilang dibawah 3
skenario yang berbeda.
Diantara luaran sekunder yang telah ditentukan sebelumnya, frekuensi pemanfaatan
layanan kesehatan yang tidak terjadwal dianalisis dengan cara yang sama dengan
analisis hasil primer; kami menghitung asma kontrol harian dan penggunaan
albuterol dengan rata-rata data yang dicatat menggunakan buku harian elektronik
pada saat periode followup, dengan eksklusi dalam dua minggu pertama, lalu
menganalisa data secara variabel kontinyu menggunakan standar analisis dari
berbagai model. Semua analisis termasuk situs klinis dan urutan pengobatan dalam
percobaan INFANT sebagai kovariat. Dalam analisis sekunder yang ditentukan
sebelumnya, kami menilai dosis potensial dan hubungannya terhadap jumlah angka
yang dimasukkan kedalam dosis medikasi di model penelitian ini. Interaksi antara
antipiretik, analgesic yang digunakan di uji coba AVICA dan obat-obatan asma
yang digunakkan dipasien bayi di teliti sesuai dengan protocol.
Dengan asumsi keseluruhan jumlah eksaserbasi 0.97 pertahun dan dropout rate
25%, kami menunjukan jumlah sampel 294 partisipan yang memberikan kekuatan
90% untuk mendeteksi tingkat relatif dari eksaserbasi asma di asetaminofen grup
jika dibandingkan dengan ibuprofen grup 1.54, pada tingkat signifikan 0.05.
Seluruh analisis statistik dilakukan dengan menggunakan SAS software, versi 9.4
(SAS Institute).

Hasil
Karakteristik Partisipan
Dari 443 partisipan kami menemukan 300 pasien yang mengikuti randomisasi, 150
dimasukan ke acetaminophen grup dan 150 dimasukkan ke ibuprofen grup.
Sebanyak 226 partisipan (75.3%) menyelesaikan uji coba; tidak ada perbedaan
signifikan diantara pembagian kedua grup ini (gambar 1). Dua partisipan
mengundurkan diri dari ibuprofen dalam 2 minggu pertama tetapi mereka tidak
mengalami eksaserbasi dan tidak juga dimasukan kedalam analisis ini.
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok dalam demografi awal dan
karakteristik klinis dari peserta yang diamati (Tabel 1). Usia rata-rata (± SD) saat
pendaftaran adalah 39,9 ± 13,2 bulan. Peserta melaporkan rata-rata 5,9 ± 5,0
episode mengi pada tahun sebelum memasuki penelitian, bersama dengan 3,0 ± 2,4
perawatan darurat atau kunjungan gawat darurat dan 0,3 ± 0,5 rawat inap untuk
mengi. Sebanyak 74,7% dari pasien telah menerima setidaknya satu oral
glukokortikoid oral untuk mengi dalam 12 bulan sebelum memasuki penelitian;
dalam 6 bulan sebelumnya, peserta menerima rata-rata 1,1 ± 1,1 program
glukokortikoid oral.
Keluaran Primer
Anak-anak di asetaminofen grup memiliki rata-rata 0.81 asma eksaserbasi (95%
interval kepercayaan [CI], 0,65 hingga 1,02) dalam 46 minggu dari followup dan
anak-anak di ibuprofen memiliki rata-rata 0.87 eksaserbasi (95 % CI, 0,69-1,10)
(tingkat relatif dengan acetamino-phen vs ibuprofen, 0,94; 95% CI, 0,69-1,28; P =
0,67) (Tabel 2). Tingkat dari eksaserbasi juga tidak menunjukan perbedaan
signifikan antara grup yang ditentukan oleh 226 partisipan yang mengikuti uji coba
secara sepenuhnya dan menerima medikasi untuk nyeri dan demam paling tidak
satu kali (tingkat relatif, 0,95; 95% CI, 0,68-1,32; P = 0,76) (Tabel 2). Walaupun
tingkat dropout mirip antara kedua grup (27% pada kelompok ibuprofen dan 23%
pada kelompok asetaminofen), angka perbedaan drop rate memiliki efek terhadap
hasilnya, untuk menilai efek dari dropout atau asosiasi terhadap kehilangannya
informasi dan estimasi dari resiko relative dan asosiasinya dari 95% confidence
interval, kita melakukan analisis sensitifitas yang berdasarkan dari inputasi data
yang hilang dibawah 3 skenario yang berbeda berdasarkan eksaserbasi yang
mungkin terjadi jika mereka tidak di dropout (yaitu, kehilangan informasi
maksimum, kehilangan informasi minimum, dan kehilangan informasi secara
acak). Hasil dari analisis sensitivitas ini mendukung dari hasil analisis luaran
primer; estimasi dari relative rate dibawah 3 skenario antara 0.95-1.00, dengan
tingkat tumpang tindih yang tinggi pada interval kepercayaan (lihat Tabel S1 dalam
Lampiran Tambahan). Sebagai disisi lain tidak ada perbedaan signifikan antara
kelompok penanganan yang memliki waktu pada eksaserbasi utama (P = 0,70)
(Gambar 2). Akhirnya, tidak ada interaksi yang ditemukan antara asma control
terapi dan treatment grup (P = 0,91)

Keluaran Sekunder
Tidak ada perbedaan signifikan antara grup jika dibandingkan asma control perhari
(85,8% pada kelompok asetaminofen dan 86,8% pada kelompok ibuprofen, P =
0,50) dalam penggunaan albuterol (2,8 dan 3,0 inhalasi per minggu, masing-masing
; P = 0,69) dan pemanfaatan perawatan kesehatan yang tidak terjadwal untuk asma
(0,75 dan 0,76 episode per peserta selama 46 minggu masa tindak lanjut, P = 0,94)
(Tabel 2).
Penelitian Penggunaan Obat-Obatan dan Kepatuhan
Anak-anak dalam kelompok asetaminofen menerima median 7,0 dosis (kisaran
interkuartil, 2,0 hingga 15,0) dari obat percobaan, dan anak-anak dalam kelompok
ibuprofen menerima median 4,5 dosis (kisaran interkuartil, 1,0 hingga 17,0) (P =
0,47 oleh tes peringkat-jumlah Wilcoxon). Secara total, peserta menerima median
5,5 dosis (rentang interkuartil, 1,0 hingga 15,0). Sebanyak 240 peserta (80,0%)
menggunakan obat percobaan setidaknya sekali selama penelitian (124 [82,6%]
pada kelompok acetaminophen dan 116 [77,3%] pada kelompok ibuprofen).
Gambar 3 menunjukkan variabilitas luas penggunaan mediasi percobaan dan
menunjukkan bahwa penggunaan antipiretik, obat analgesik secara signifikan
terkait dengan jumlah eksaserbasi asma yang menyebabkan pengobatan dengan
glukokortikoid sistemik (P <0,001 oleh Kruskal-Wallis uji). Namun, dalam setiap
strata jumlah eksaserbasi, tidak ada perbedaan signifikan yang diamati antara
kelompok asetaminofen dan kelompok ibuprofen.
Penggunaan asetaminofen dan ibuprofen label terbuka mewakili sebagian kecil
paparan terhadap obat analgesik antipiretik. Pada kelompok asetaminofen, total
2.261 dosis obat antipiretik, analgesik diberikan kepada para peserta, di mana 1933
(85,5%) adalah dosis asetaminofen yang diberikan dengan cara blinded, 137 (6,1%)
adalah dosis obat terbuka. label asetaminofen, dan 191 (8,4%) adalah dosis
ibuprofen label terbuka. Pada kelompok ibuprofen, total 1934 dosis obat antipiretik-
analgesik diberikan, di antaranya 1731 (89,5%) adalah dosis ibuprofen yang
diberikan secara buta, 110 (5,7%) adalah dosis acetaminophen label terbuka, dan
93 (4,8%) adalah dosis ibuprofen label terbuka.
Efek Samping
Tidak ada perbedaan signifikan yang di observasi terhadap efek samping atau efek
samping yang serius. 6 efek samping yang serius ditemukan di acetaminophen
grup dan 12 di ibuprofen grup namun tidak ada yang meninggal.

Diskusi
Prospektive, randomized, double blind trial dinilai secara standard dan ketika
acetaminophen kapan dibutuhkan diasosiasikan dengan tingginya angka kejadian
asma eksaserbasi dan perburukan dari control asma yang sudah terstandarisasi dan
juga kebutuhan dari ibuprofen di anak kecil dengan asma persisten ringan. Hasilnya
menunjukan tidak ada perbedaan signifikan antara kedua kotrol ini. Asosiasi yang
berpotensi antara penggunaan acetaminophen dan asma-related complication masih
menjadi perdebatan yang serius. Walaupun beberapa studi observasional
menunjukan asosiasi antara ketidak cocokan asma control dan penggunaan
acetaminophen untuk mengurangi gejala di anak kecil dan orang dewasa, penelitian
lain menunjukan adanya hubungan yang mungkin berhubungan dengan indikasi;
anak-anak dengan asma memiliki gejala respiratory tract infection, ketika
acetaminophen diberikan untuk demam dan malaise. Seperti ditunjukan di gambar
3 yang ditemukan adalah tingginya angka penggunaan antipiretik dan analgesic
yang berhubungan dengan kejadian ISPA dan dilaporkan penyakit respiratori
berhubungan dengan eksaserbasai asma dan mengarah ke penggunaan obat
glukokortikoid sistemik. Walaupun kami menemukan tidak ada bukti bahwa
acetaminophen, ketika digunakan untuk penyakit respiratori berhubungan dengan
resiko yang tinggi terjadinya eksaserbasi asma atau penyebab lain dari komplikasi
asma yang disbanding dengan penggunaan ibuprofen. Kami menemukan adanya
perbedaan dalam post hoc analisis dan randomized control trial by Lesco et al. yang
menunjukan adanya resiko relative dari visitasi yang tidak terjadwal lebih tinggi di
minggu setelah penggunaan acetaminophen untuk demam dibanding dengan
ibuprofen. Berlainan dengan post hoc analisis penelitian kami secara spesifik di
design dan ditunjukan untuk secara prospektif melihat penggunaan efek dari
acetaminophen dibandingkan dengan ibuprofen untuk anak-anak dengan asma
persisten. Penelitian lain menunjukan tidak ada efek dari acetaminophen jika
dibandingkan dengan placebo untuk outcome asma. Tetapi penggunaan
acetaminophen masih inkonsisten di klinik harian. Penelitian kami menunjukan
penggunaan acetaminophen di dunia dan ibuprofen hanya digunakan jika nyeri dan
demam yang sering berhubungan dengan respiratory tract infection karena virus di
umur ini. Seperti ditunjukkam pada table S4 di supplementary appendix angka dari
acetaminophen di penelitian kami mirip dengan studi observasional yang di
evaluasi dari efek acetaminophen dan asma outcome. Sebagai contohnya 70 dari
150 partisipan di acetaminophen grup di penelitian ini menerima lebih dari 10 dosis
acetaminopeh per tahun sebagai bandingannya Sordillo et al. menunjuksn 42% dari
partisipan diberikan lebih dari 10 dosis acetaminophen di tahun pertama dari hidup.
Dan Wicknes et al. menunjukan 37% dari partisipan antara 5 sampai 6 tahun
umurnya menerima lebih dari 10 dosis acetaminophen per tahun. Batasan dari studi
ini harus dicatat. Pertama studi kami memasukkan anak-anak hanya yang memiliki
asma persisten ringan dan mereka yang menerima pengobatan asma dengan asma
control terapi; hasilnya tidak bisa di generalisasikan untuk grup usia lain atau untuk
pasien yang memiliki asma yang buruk yang membutuhkan pengobatan yang lebih
tinggi, kedua kami tidak menemukan interaksi efek antara asma control terapi
dengan analgesic dan antipiretik. Walaupun ini harus dicatat bahwa tingkat
kepatuhan dari pengobatan control asma dalam peserta di penelitian ini sangat di
monitor. Sehingga hasil dari penelitian kami tidak bisa digunakkan untuk anak-
anak yang tidak patuh terhadap obatnya. Ketiga penelitian kami tidak menjawab
tentang exposure di prenatal tentang acetaminophen dan exposure acetaminophen
dalam tahun pertama dari kehidupan. Pada akhirnya walaupun angka dari
eksaserbasi yang kami nilai dari dua grup penanganan yang berbeda jumlahnya
sama, hasil tidak menunjukan bahwa mereka sama. Jadi jelas tidak merefleksikan
adanya confidence interval dari relative rate, yang meningkat dari 0.69 sampai 1.28;
sehingga data kami tidak dapat di exclude adanya posibilitas adanya acetaminophen
dapat diasosiasikan dengan 28% lebih tinggi atau 31% lebih rendah dari
eksaswebasi asma. Kami meng-exclude grup placebo karena beberapa alasan,
pemberian placebo pada demam, nyeri, dan malaise tidak dapat diterima. Tanpa
placebo grup kami tidak dapat mengeksklusi adanya posibilitas dari acetaminophen
dan ibuprofen. Penggunaannya mungkin berhubungan secara pararel antara asma
maupun gejalanya. Bagaimanapun ibuprofen dan acetaminophen memiliki
mekanisme yang berbeda. Sehingga ini dapat diasosiasikan dengan peningkatan
dari komplikasi yang berhubungan dengan asma yang dapat di tentukan dari
mekanisme dari penyakit tersebut. Focus dari penelitian kami tidak untuk
menggabungkan obat-obatan ini dengan placebo namun kita focus dengan
menjawab pertanyaan dari dokter-dokter dan orang tua tentang obat apa yang harus
digunakan acetaminophen atau ibuprofen dengan anak-anak dengan asma yang
memiliki demam, nyeri, dan malaise yang membutuhkan antipiretik maupun
analgesic.
Kesimpulan
Dalam satu tahun penelitian ini kami tidak menemukan adanya eksaserbasi asma
atau adanya marker lain dari komplikasi dari asma yang muncul lebih sering di
anak-anak yang menerima Asetaminofen dan Ibuprofen.

Anda mungkin juga menyukai