Sari Pustaka
HEPATITIS AUTOIMUN
PENDAHULUAN
Hepatitis autoimun (Auto Immune Hepatitis = AIH) adalah suatu penyakit hati kronis dengan
etiologi yang belum diketahui, ditandai dengan peradangan dan nekrosis hepatoseluler, biasanya
disertai dengan fibrosis yang cenderung progresif kearah sirosis dan gagal hati. Hepatitis
autoimun secara histologis ditandai dengan gambaran infiltrasi sel mononuklear pada saluran
portal, dan secara serologis ditandai dengan meningkatnya kadar transaminase dan
imunoglobulin G (IgG), serta adanya autoantibodi terhadap antigen hati yang spesifik dan yang
tidak spesifik.1-2
Hepatitis autoimun pertama kali dilaporkan pada tahun 1950 oleh Waldenstrom sebagai bentuk
hepatitis kronis pada wanita muda, dengan gambaran inflamasi kronis pada hati yang ditandai
dengan ikterik, peningkatan gamma globulin dan amenorrhea, dan cepat berkembang menjadi
sirosis. Kunkel pada tahun 1950 dan Bearn tahun 1956, menggambarkan penyakit ini dengan
striae, obesitas, arthritis dan amenorrhea. Tahun 1955, Joske pertama kali melaporkan hubungan
antara fenomena sel lupus eritematus pada kronik aktif hepatitis virus. Hal ini membuat
Mackayet al pada tahun 1956 memperkenalkan istilah lupoid hepatitis karena ditemukannya Anti
1
Nuclear Antibody (ANA) dan sel Lupus Erythematosus (LE). Semenjak itu telah dikenal
berbagai istilah, antara lain: hepatitis kronis aktif, hepatitis aktif kronis atau hepatitis aktif kronis
autoimun, AIH, hepatitis agresif kronis, dan hepatitis sel plasma. Penelitian terakhir diketahui
bahwa sebenarnya tidak ada hubungan antara Sistemik Lupus Eritematus (SLE) dengan Hepatitis
autoimun. Jadi, lupoid hepatitis tidak ada hubungannya dengan SLE. Pada tahun 1994, the
International Autoimmune Hepatitis Group menyatakan istilah Hepatitis autoimun (Auto Immune
Pada sari kepustakaan ini akan dibicarakan mengenai epidemiologi, etiologi, patogenesis,
EPIDEMIOLOGI
Hepatitis autoimun termasuk penyakit yang jarang ditemukan, walaupun demikian hepatitis
autoimun dapat menyerang segala jenis suku bangsa dan pada semua usia dengan puncak insiden
dari seluruh kasus transplantasi di negara itu, dan 2,6% transplantasi hati di Eropa.6,7
Menurut WHO di seluruh dunia insiden hepatitis autoimun sekitar 2 kasus per 100.000 orang
Angka kejadian hepatitis autoimun pada ras kulit putih di Eropa utara adalah 1,9 kasus per
100.000 orang per tahun, dengan prevalensi 16,9 kasus per 100.000 orang per tahun.
Di Amerika hepatitis autoimun terjadi pada 100.000 sampai 200.000 orang, dan merupakan 5,9%
Di Eropa Barat prevalensinya diperkirakan 0,1-1,2 kasus per 100.00 individu, dengan insiden
0,69 kasus per 100.000 orang per tahun. Di Jepang prevalensinya 0,08-0,015 kasus per 100.000
orang. Di Brunei Darussalam prevalensinya lebih tinggi, yaitu 5,61 kasus per 100.000 orang.
2
Perempuan lebih sering terkena daripada laki-laki (70-80% penderita adalah perempuan.
Perbandingan antara perempuan dengan laki-laki di Iran adalah 2,1:1, sedangkan di Brunei
PATOGENESIS
Mekanisme yang menjelaskan terjadinya proses autoimun pada sel hepatosit belum diketahui
secara pasti, namun berdasarkan beberapa penelitian dapat diperkirakan bahwa hipotesis
hepatitis autoimun merupakan kumpulan dari beberapa faktor (multifaktorial), yaitu faktor
pencetus, predisposisi genetik, regulasi autoantigen, aktivasi sel imun, serta ekspansi sel-sel
efektor.7 Dengan kata lain, ada faktor lingkungan yang memacu kaskade T-sel mediated yang
bereaksi dengan antigen hepar pada seseorang yang sudah memiliki perdisposisi genetik hepatitis
Latar belakang genetik yang komplek mungkin berperan dalam menghadapi autoantigen hati dan
untuk meningkatkan respon imun terhadap lingkungan dan antigen diri sendiri. Sistem imun
terlibat secara menyeluruh dan semua langkah pengembangan respon imun terkait secara nyata,
3
Gambar 1. Model Hipotesis Patogenesis AIH(1).2
Keterangan: Hep=hepatocytes; APC=Antigen presenting cell; Th=T helper lymphocyte; T
CD8=T cytotoxic lymphocyte; B=B lymphocyte; NK=Natural Killer lymphocyte;
aT CD8=activated cytotoxic lymphocyte.
Langkah pertama yang mencetuskan reaksi imun adalah aktivasi limfosit T oleh Antigen
Presenting Cells (APC) pada permukaan sel, yang merupakan suatu peptida bersifat sebagai
antigenik dalam mengikat molekul Human Leukocytes Antigens (HLA) kelas II.
Meskipun banyak gen yang mungkin terlibat, gen HLA memiliki peran yang dominan dalam
Hepatitis autoimun klasik (tipe 1) berhubungan dengan serotipe HLA-DR3 dan HLADR4.
Faktor pencetus
Beberapa faktor pencetus yang diduga dapat menyebabkan hepatitis autoimun adalah infeksi,
obat-obatan dan toksin. Paparan faktor pencetus tersebut dapat berlangsung dalam rentang waktu
yang lama dengan awitan penyakit, dan tidak harus ada terus menerus dalam jangka lama sampai
timbulnya penyakit.7Beberapa infeksi virus yang menjadi pencetus yaitu virus campak,
4
PROSES AUTOIMUN
Ada 2 mekanisme yang mungkin menyebabkan terjadinya kerusakan sel hepar pada
hepatitis otoimun. (1) Sel mediator sitotoksik mengalami diferensiasi untuk mengaktifkan sel Th
CD4 menjadi limfosit T sitotoksik. Efektor ini kemudian menyebabkan terjadinya kerusakan sel
hepar melalui pelepasan limfokin. Sitokin tipe 1 yang terutama terdiri dari IL-2, IL-12, dan
TNFα mengatur respon ini. Percobaan dengan antigen yang disensitisasi, limfosit T sitotoksik
spesifik dalam jaringan hepar pasien mendukung mekanisme ini. (2) Peran sel mediator
oleh sel plasma yang menghasilkan kompleks antigen-antibodi pada membran permukaan
hepatosit. Kompleks ini kemudian menjadi target reseptor Fc dari sel natural killer (sel NK)
yang dapat menyebabkan sitolisis. Respon sitokin tipe 2 akan mengatur jalur ini, IL-4 dan IL-10
merupakan mediator utama. Hipotesis ini didukung oleh percobaan terhadap aggregat antigen-
antibodi pada permukaan hepatosit dan ekspresi IL 10 yang berlebihan pada beberapa pasien.7
KLASIFIKASI
Terdapat tiga jenis autoantibodi standar hepatitis autoimun, yaitu anti nuclear antibody (ANA),
anti-smooth muscle antibody (anti SMA), dan liver/kidney microsomal antibody tipe 1 (LKM1).7
Anti nuclear antibody (ANA) merupakan antigen yang paling sering ditemukan pada pasien
hepatitis autoimun (70%-80%). ANA terdapat pada orang dewasa dan anak-anak pada hepatitis
autoimun tipe 1 dan jarang pada tipe 2. ANA merupakan satu-satunya antibody yang muncul
atau kadang-kadang bersamaan dengan anti-SMA. Anti-smooth muscle antibody (anti SMA),
merupakan antibody kedua yang sering didapatkan pada hepatitis autoimun tipe 1. Walaupun
ANA lebih jarang didapat dibanding ANA, tetapi anti-SMA lebih spesifik. Liver/kidney
5
microsomal antibody tipe 1(LKM1 ) merupakan penanda serologi untuk hepatitis autoimun tipe
2. Antibodi ini hanya terdapat pada 3-4% penderita hepatitis autoimun. Target antigen dari
autoantibodi ini adalah sitokrom P450-IID6 (CYP2D6), yaitu suatu protein nikrosomal dengan
Hepatitits Autoimun
Ciri-ciri Tipe 1 Tipe 2
Karakteristik ANA, SMA Anti-LKM1
autoantibodi
Berdasarkan penanda immunoserologi, dapat diidentifikasi dua jenis utama dari hepatitis
autoimun, yaitu hepatitis autoimun tipe 1 (klasik) dan hepatitis autoimun tipe 2. Hepatitis autoimun
tipe 1 ditandai dengan adanya anti nuclear antibodies (ANA) dan/atau smooth muscle antibodies
(SMA).6,7 Tipe ini merupakan tipe yang terbanyak dari penyakit ini terutama pada orang kulit
putih Eropa bagian utara dan Amerika utara. Pasien dengan hepatitis otoimun tipe 1 ditemukan
70% adalah perempuan usia < 40 tahun dan lebih dari 30%-nya terjadi bersamaan dengan
penyakit imun lain seperti tiroiditis otoimun, sinovitis, atau colitis ulseratif.6 Hepatitis otoimun
tipe 2 ditandai dengan adanya antibodi terhadap mikrosom hepar-ginjal tipe 1 (Liver-kidney
6
microsome tipe 1/anti-LKM 1). Antibodi ini bereaksi pada tubulus proksimal ginjal murine dan
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis pada anak agak berbeda dibandingkan dewasa. Gejala klinis sangat bervariasi dan
tidak spesifik seperti ikterik, urine yang pekat, feses yang pucat, malaise, serta anorexia yang
dikaitkan dengan mual/muntah dan nyeri perut. Hepatomegali, splenomegali, dan tanda-tanda
gangguan fungsi hati sering terjadi, sirosis dan fibrosis berat sering ditemukan. Peningkatan
aktivitas amino-transferase serum bersifat menetap. Pada beberapa kasus, penderita dapat
Autoantibodi
ANA atau SMA 1:40 1
≥ 1:80 2
LKM ≥ 1:40 2
SLA Positif 2
IgG atau fraksi globulin > ULN (>3.5 g/dL) 1
≥ 1.1 kali ULN (≥ 3.85 g/dL) 2
Histologi hati Sesuai gambaran AIH* 1
Tipikal AIH 2
Tidak ada hepatitis virus Ya 2
lainnya
7
DIAGNOSIS
dan pemeriksaan laboratorium, seperti kadar globulin serum yang abnormal, dan ditemukannya
satu atau lebih autoantibodi. Kriteria diagnosis untuk hepatitis autoimun dan sistem skoring
diagnostik telah dibuat oleh Badan Internasional (International Autoimmune Hepatitis Group =
IAIHG) pada tahun 1992 dan direvisi pada tahun 1999 tampak pada Tabel 1.1 Kriteria klinis
diagnosis cukup untuk membuat atau mengeksklusi diagnosis definitif atau kemungkinan
hepatitis autoimun pada sebagian besar pasien. Sistem skoring yang telah direvisi dikembangkan
sebagai alat penelitian untuk memastikan kesamaannya dengan penelitian populasi pada
percobaan klinis, dan telah diaplikasikan secara diagnostik pada kasus-kasus yang tidak tercakup
8
TATALAKSANA
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi atau mengeliminasi inflamasi hepar, menginduksi
remisi, memperbaiki gejala, dan meningkatkan harapan hidup. Meskipun sirosis ditemukan
sekitar 44% sampai 80% pada anak atau remaja saat diagnosis, mortalitasnya pada anak atau
remaja rendah dan sebagian besar anak tetap stabil secara klinis dengan tatalaksana jangka
Transplantasi hati
Transplantasi hati merupakan terapi pilihan pada pasien hepatitis autoimun yang refrakter atau tidak
toleransi terhadap imunosupresan dan yang mengalami penyakit hati tahap akhir
Prognosis
Respon terhadap pengobatan sangat baik pada anak yang mendapatkan kortikosteroid dan
Azathioprine. Penderita hepatitis autoimun stadium berat yang tidak diobati, sebanyak 40% akan
meninggal dalam 6 bulan setelah diagnosis. Hepatitis autoimun yang tidak diobati sering
berkembang menjadi sirosis, 40% kasus akan bertahan hidup. Kebanyakan penderita yang
diobati memiliki prognosis yang baik. Penelitian menunjukkan bahwa hepatitis autoimun,
dengan atau tanpa sirosis, sebagian besar mempunyai respon terhadap pengobatan kortikosteroid.
Pada penderita yang diobati angka harapan hidup 20 tahun adalah lebih dari 80%.
9
Kepustakaan
1. Vergani GM, Vergani D, Baumann U, Czubkowski P, Debray D, Dezsofi A dkk. Diagnosis and
Management of Pediatric Autoimmune Liver Disease: ESPGHAN Hepatology Committee Position
Statement. JPGN. 2018;66:2.
2. Maggiore G, Sciveres M. Autoimmune Hepatitis: A Childhood Disease. Current Pediatric
Rev. 2005;1(1):73-90.
3. Vergani GM, Vergani D. Autoimmune Liver Disease. Dalam: Kelly D, penyunting. Diseases
of the Liver and Biliary System in Children. Edisi ke-3. Wiley Blackwell Publishing Ltd.;
2008: hlm. 191-205.
4. Malik TA, Saeed S. Autoimmune Hepatitis: A Rewiew. J Pak Med Assoc, 2010: 60;5: 381-7.
5. Manns MP, Strassburg CP. Autoimmune Hepatitis: Clinical Challenges. Gastroenterology,
2001;120(6):1502-17.
6. Manns MP. Autoimmune Hepatitis. Dalam: Haubrich WS, schaffner F, Berk JE, penyunting.
Gastroenterology. Edisi ke-5.WB Saunders Co; 1995: hlm. 2151-57.
7. Czaya AJ. Current Coceptin AutoimmuneHepatitis.Annals of Hepatology. 2005;4(1):6-24.
8. Medina J, Buey LG, Otero M. Immunopathogenetic and therapeutic Aspects of
AutoimmuneHepatitis. Aliment Pharmacol Ther. 2013;17:1-16.
9. Shneider BL, Suchy FJ. Autoimmune and Chronic Hepatitis. Dalam: Kliegman RM, Behrman
RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18.
Saunders Elsevier, Philadelphia 2007. hlm. 1698- 1701.
10. Vergani D, Vergani GM. Autoimmune Disease. Dalam: Walker WA, penyunting. Pediatric
Gastrointestinal Disease: Pathophysiology, Diagnosis, Management. Edisi ke-4. BC Decker
Inc., Canada; 2004. hlm. 1208-16.
11. Vergani GM, Vergani D. Autoimmune Liver Disease in Children. Annals Academy of
Medicine. 2003; 32:(2):239-43.
10