Disusun oleh :
Mengetahui,
Kepala Ruangan
COVER
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………. i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
BAB 2 RESUME KASUS
BAB 3 PEMBAHASAN
BAB 4 PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan Umum : Mahasiswa mampu memahami konsep gangguan
eliminasi dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan eliminasi
Tujuan Khusus :
1. Mampu memahami tentang konsep gangguan eliminasi urine dan fekal
2. Mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
eliminasi urine
3. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan eliminasi
fekal
BAB 2
RESUME KASUS
Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. A. D
Umur : 67 Thn
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Kawin
Pendidikan : Tamat SLTA
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Jojoran 3B/44 RT 13/RW 12, Kel Gubeng Kota Surabaya
Tanggal Masuk : 31 Januari 2019
Tanggal Pengkajian : 11 Februari 2019 Pkl 14.30 WIB
No. Register : 12.70.69.xx
Diagnosa Medis : Ca Rectum 1/3 Distal T4H2M0 Post Milks Proscedure +
Susp BPH
b. Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
Saat MRS : BAB sedikit-sedikit dan keras seperti kotoran kambing sejak bulan
Oktober 2018. Terdapat benjolan kecil pada anus.
Saat ini : Nyeri luka operasi di perut, nyeri dirasakan terus menerus seperti
diiris-iris, skala nyeri 5, nyeri bertambah bila berubah posisi. Pusing,
mual, tidak bisa BAK sejak 4 jam lalu pkl 10.30 WIB
Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Pasien mengatasi keluhan dengan mengkonsumsi sayuran dan jus buah dan
akhirnya bisa BAB namun keluhan berulang, kemudian pasien memutuskan
untuk berobat ke Puskesmas dan didiagnosa wasir serta mendapatkan obat yang
dimasukan lewat rectum namun tidak ada perubahan akhirnya pasien di rujuk ke
RSUD Dr. Soetomo.
ANALISA DATA
DO : Ekspresi wajah
nampak meringis
kesakitan, skala nyeri
5, tampak memegang
daerah operasi
dengan tangan
terutama saat
merubah posisi
Nadi 98x/mnt, TD
150/90 mmHg
DO : Tampak distensi
kandung kemih
DS : Pasien mengatakan Prosedur pembedahan Resiko Infeksi
habis operasi pagi dan tindakan invasif D.0142
tadi
DO : Tampak luka
operasi laparatomi
dan colostomy,
keadaan luka tertutup
kasa bersih dan
terpasang drain
dengan produksi 200
cc warna kemerahan.
terpasang selang
epidural dan infus
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN /MASALAH KOLABORATIF BERDASARKAN PRIORITAS
TANGGAL /
TANGGAL
NO JAM DIAGNOSA KEPERAWATAN Ttd
TERATASI
DITEMUKAN
1. 11/02/2019 Nyeri Akut b/d prosedur operasi 18/02/2019
(Pasien Pulang)
2. 11/02/2019 Retensi urine b/d BPH 18/02/2019
(Pasien Pulang)
3. 11/02/2019 Resiko Infeksi b/d Prosedur pembedahan 18/02/2019
dan tindakan invasive (Pasien Pulang)
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Rencana Perawatan
Hari/
No Dx Ttd
Tgl Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Senin, 1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 Manajemen Nyeri :
11/02/2019 jam diharapkan pasien dapat mengontrol nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
dengan kriteria : frekwensi, kualitas, intensitas dan skala nyeri
Keluhan nyeri berkurang 2. Identifikasi respon nyeri non verbal
Dapat beristirahat dengan nyaman tanpa 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan
keluhan nyeri mengurangi nyeri
Skala nyeri 0-1 4. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Ekspresi wajah nampak rileks 5. Atur posisi pasien yang nyaman dan rileks
6. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
Nadi 60-70 x/mnt
mengurangi rasa nyeri
7. Anjurkan penggunaan teknik non farmakologi
ketika nyeri
8. Lakukan pemberian analgesic sesuai advis
9. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan setelah
pemberian analgesik
10. Pertahankan penggunaan infus analgesik
kontinyu
11/02/2019 2. Setelah dilakukan tindakan kerawatan selama 30Kateterisasi Urine :
menit diharapkan retensio urine pasien teratasi 1. Identifikasi tanda dan gejala retensio urine
dengan kriteria : (keluhan tidak bisa BAK, distensi kandung
Pasien bisa BAK dengan bantuan kateter kemih)
Rencana Perawatan
Hari/
No Dx Ttd
Tgl Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tidak ada distensi kandung kemih 2. Identifikasi faktor penyebab retensio urine
3. Berikan rangsangan BAK dengan teknik non
farmakologi (kompres dingin, stimulasi suara air
mengalir)
4. Kolaborasi pemasangan kateter urine
5. Jelaskan tujuan dan procedure pemasangan
kateter urine
6. Monitor eliminasi urine (volume, aroma dan
warna, konsistensi)
7. Monitor tanda dan gejala obstruksi aliran urine
8. Monitor kebocoran kateter, selang dan kantong
urine
9. Pastikan selang kateter dan kantong urine
terbebas dari lipatan
10. Pastikan kantong urine di letakkan dibawah
ketinggian kandung kemih dan tidak di lantai
11. Lakukan perawatan perineal minimal 1x sehari
11/02/2019 3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selamaPencegahan infeksi :
1x24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi 1. Monitor tanda-tanda infeksi lokal (rubor, kalor,
dengan kriteria : dolor, tumor) dan sistemik (Suhu, nausea) serta
Tidak ada tanda-tanda infeksi pada luka karakteristik luka (drainase, warna, ukuran, bau)
(rubor, kalor, dolor, tumor), tidak demam dan kondisi stoma.
Suhu tubuh normal 36,5 C-37,5 C
0 0 2. Monitor tanda-tanda vital
Rencana Perawatan
Hari/
No Dx Ttd
Tgl Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Hasil pemeriksaan laboratorium WBC 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
dalam batas normal 3,37 – 10 103/uL pasien dan lingkungan pasien
4. Ajarkan pasien dan keluarga cara mencuci tangan
yang benar
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan
6. Lakukan perawatan kulit pada daerah insersi
selang
7. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic
8. Lakukan perawatan stoma secara teratur
9. Lakukan pemberian antibiotik sesuai advis
BAB 3
PEMBAHASAN
BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN
LAMPIRAN
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
GANGGUAN ELIMINASI
3. Etiologi
1). Gangguan Eliminasi Urin
a. Intake cairan
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi output urine atau defekasi. Seperti protein dan sodium
mempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi meningkatkan
pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan, akibatnya output
urine lebih banyak.
b. Aktivitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot.
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik
untuk tonus sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus otot
kandung kemih terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter
untuk periode waktu yang lama. Karena urine secara terus menerus
dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak pernah merenggang
dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih berat akan
mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini disebabkan
karena lebih besar metabolisme tubuh
c. Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur urethra
d. Infeksi
e. Kehamilan
f. Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat
g. Trauma sumsum tulang belakang
h. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih,
urethra.
i. Umur
j. Penggunaan obat-obatan
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan USG
2. Pemeriksaan foto rontgen
3. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1). Riwayat keperawatan eliminasi
Riwayat keperawatan eliminasi fekal dan urin membantu perawat
menentukan pola defekasi normal klien. Perawat mendapatkan suatu
gambaran feses normal dan beberapa perubahan yang terjadi dan
mengumpulkan informasi tentang beberapa masalah yang pernah terjadi
berhubungan dengan eliminasi, adanya ostomy dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pola eliminasi.
Pengkajiannya meliputi:
a. Pola eliminasi
b. Gambaran feses dan perubahan yang terjadi
c. Masalah eliminasi
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat bantu,
diet, cairan, aktivitas dan latihan, medikasi dan stress.
2). Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi
inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluran
intestinal. Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapat
merubah peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus meliputi inspeksi dan
palpasi. Inspeksi feses, meliputi observasi feses klien terhadap warna,
konsistensi, bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya unsur-unsur
abdomen. Perhatikan tabel berikut :
KARAKTERISTIK FESES NORMAL DAN ABNORMAL
Karakteristik Normal Abnormal Kemungkinan
penyebab
Warna Dewasa : Pekat / putih Adanya pigmen empedu
kecoklatan (obstruksi empedu);
Bayi : kekuningan pemeriksaan diagnostik
menggunakan barium
Hitam / spt ter. Obat (spt. Fe); PSPA
(lambung, usus halus);
diet tinggi buah merah
dan sayur hijau tua (spt.
Bayam)
Merah PSPB (spt. Rektum),
beberapa makanan spt
bit.
Pucat Malabsorbsi lemak; diet
tinggi susu dan produk
susu dan rendah daging.
Orange atau Infeksi usus
hijau
Konsistensi Berbentuk, lunak,Keras, kering Dehidrasi, penurunan
agak cair / motilitas usus akibat
lembek, basah. kurangnya serat, kurang
latihan, gangguan emosi
dan laksantif abuse.
Diare Peningkatan motilitas
usus (mis. akibat iritasi
kolon oleh bakteri).
Bentuk Silinder (bentukMengecil, bentuk Kondisi obstruksi
rektum) dgn Æ 2,5pensil atau rektum
cm u/ orangseperti benang
dewasa
Jumlah Tergantung diet
(100 – 400 gr/hari)
Bau Aromatik :Tajam, pedas Infeksi, perdarahan
dipenga-ruhi oleh
makanan yang
dimakan dan flora
bakteri.
Unsur pokok Sejumlah kecilPus Infeksi bakteri
bagian kasarMukus Konsidi peradangan
makanan yg tdkParasit Perdarahan
dicerna, potonganDarah gastrointestinal
bak-teri yang mati,Lemak dalam Malabsorbsi
sel epitel, lemak,jumlah besar Salah makan
protein, unsur-Benda asing
unsur kering
cairan pencernaan
(pigmen empedu
dll)
2. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik saluran gastrointestinal meliputi tehnik visualisasi
langsung / tidak langsung dan pemeriksaan laboratorium terhadap unsur-
unsur yang tidak normal.
3. Diagnosa Keperawatan
1. Retensi urin b.d BPH
2. Konstipasi b.d kelemahan otot abdomen
4. Intervensi Keperawatan
Tujuan dan
No. Diagnosa Intervensi
Kriteria Hasil
1. Retensi urin 1. Identifikasi tanda dan gejala
retensi atau inkontinensia urin
b.d BPH
2. Identifikasi faktor yang
menyebabkan retensi atau
inkontinensia urin
3. Monitor eliminasi urin
4. Catat waktu dan haluaran urin
5. Batasi asupan cairan, jika perlu
6. Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot-otot panggul
7. Ajarkan minum yang cukup, jika
tidak ada kontraindikasi
8. Kolaborasi pemberian obat
supositoria uretra, bila perlu.
2. Konstipasi Setelah 1. Periksa tanda dan gejala
b.d melakukan konstipasi
kelemahan tindakan 2. Periksa pergerakan usus,
otot keperawatan karakteristik feses
abdomen diharapkan 3. Identifikasi faktor resiko
pasien dapat konstipasi
BAB dengan 4. Monitor tanda dan gejala ruptur
kriteria hasil: usus dan/ peritonitis
Pasien BAB 5. Anjurkan diet tinggi serat
1x/hari 6. Ajarkan cara mengatasi
dengan konstipasi/impaksi
kosisitensi 7. Konsultasi dengan tim medis
padat tentang penurunan/ peningkatan
lembek. frekuensi suara usus
Bising usus 8. Kolaborasi penggunaan obat
normal 5-30 pencahar jika perlu.
x/menit.
LAPORAN PENDAHULUAN
CA RECTUM
Kanker rekti biasa terjadi pada mereka yang berusia lebih tua.
Lebih dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini
didiagnosis setelah usia 50 tahun ke atas.
Karsinogenesis dan onkogenesis merupakan nama lain dari perkembangan
kanker. Proses perubahan sel normal menjadi sel kanker disebut transformasi
maligna (Ignatavicius & Workman, 2006). Karsinogen adalah substansi yang
mengakibatkan perubahan pada struktur dan fungsi sel menjadi sel yang bersifat
otonom dan maligna.Trasformasi maligna diduga mempunyai sedikitnya tiga
tahapan proses selular yaitu inisiasi, promosi, dan progresi (Smeltzer, Burke,
Hinkle, & Cheever, 2010), yaitu:
a. Inisiasi (Carcinogen)
Pada tahap ini terjadi perubahan dalam bahan genetik sel yang memicu sel menjadi
ganas. Perubahan ini disebabkan oleh status karsinogen berupa bahan kimia,
virus, radiasi atau sinar matahari yang berperan sebagai inisiator dan bereaksi
dengan DNA yang menyebabkan DNA pecah dan mengalami hambatan
perbaikan DNA. Perubahan ini mungkin dipulihkan melalui mekanisme
perbaikan DNA atau dapat mengakibatkan mutasi selular permanen. Mutasi ini
biasanya tidak signifikan bagi sel-sel sampai terjadi karsinogenesis tahap
kedua.
b. Promosi (Co-carcinogen)
Pemajanan berulang terhadap agen menyebabkan ekspresi informasi abnormal.
Pada tahap ini suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi
ganas. Tahap promosi merupakan hasil interaksi antara faktor kedua dengan sel
yang terinisiasi pada tahap sebelumnya. Faktor kedua sebagai agen
penyebabnya disebut complete carcinogen karena melengkapi tahap inisiasi
dengan tahap promosi. Agen promosi bekerja dengan mengubah informasi
genetik dalam sel, meningkatkan sintesis DNA, meningkatkan salinan
pasangan gen dan merubah pola komunikasi antarsel. Pada masa antara inisiasi
dan promosi merupakan kunci konsep dalam pencegahan kanker, karena bila
pada tahap ini dilakukan pencegahan pemaparan karsinogen ulang seperti
makanan berlemak, obesitas, rokok, dan alkohol akan dapat menurunkan risiko
terbentuknya formasi neoplastik.
c. Progresi (Complete Carcinogen )
Pada tahapan ini merupakan tahap akhir dari terbentuknya sel kanker atau
karsinogenesis. Sel-sel yang mengalami perubahan bentuk selama inisiasi dan
promosi kini melakukan perilaku maligna. Sel-sel ini sekarang menampakkan
suatu kecenderungan untuk menginvasi jaringan yang berdekatan
(bermetastasis).
Penyebab kanker pada saluran cerna bagian bawah tidak diketahui secara
pasti. Polip dan ulserasi colitis kronis dapat berubah menjadi ganas tetapi
dianggap bukan sebagai penyebab langsung. Hipotesa penyebab yang lain
adalah meningkatnya penggunaan lemak yang bisa menyebabkan kanker
kolorektal. Diet rendah serat dan kaya karbohidrat refined mengakibatkan
perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau
hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat
karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang
berpotensi karsinogenik dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu
masa transisi feses meningkat, akibat kontak zat yang berpotensi karsinogenik
dengan mukosa usus bertambah lama.
Kelebihan lemak diyakini mengubah flora bakteri dan mengubah steroid
menjadi senyawa yang mempunyai sifat karsinogen. Bakteri dapat mengubah
asam empedu, yang dikeluarkan oleh tubuh untuk membantu pencernaan
lemak, menjadi suatu senyawa-senyawa yang dapat memicu kanker. Senyawa-
senyawa tersebut disebut sebagai asam empedu sekunder. Asam empedu secara
normal dikeluarkan oleh tubuh untuk mencerna lemak. Semakin banyak lemak
yang dikonsumsi, maka asam empedu yang dikeluarkan oleh tubuh akan
semakin banyak pula. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika beberapa
bahan makanan yang banyak mengandung lemak seperti daging merah, serta
daging dan makanan olahan lain yang berkadar lemak tinggi seperti keju, dapat
meningkatkan risiko kanker usus. Konsumsi alkohol juga dapat meningkatkan
risiko terjadinya kanker usus seperti halnya makanan yang kaya akan gula.
Patologi kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang
tidak ganas atau disebut adenoma, yang dalam stadium awal membentuk polip
(sel yang tumbuh sangat cepat). Pada stadium awal, polip dapat diangkat
dengan mudah. Tetapi, seringkali pada stadium awal adenoma tidak
menampakkan gejala apapun sehingga tidak terdeteksi dalam waktu yang
relatif lama dan pada kondisi tertentu berpotensi menjadi kanker yang dapat
terjadi pada semua bagian dari usus besar.
Polip jinak dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan
normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas
dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain (paling sering ke
hati). Kanker kolorektal dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu secara
infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung
kemih; melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon;
melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke
sistem portal; penyebaran secara transperitoneal; penyebaran ke luka jahitan,
insisi abdomen atau lokasi drain. Pertumbuhan kanker menghasilkan efek
sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus dengan obstruksi dan ulserasi
pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat menyebabkan
perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain.
Polip adenoma
Polip maligna
Menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas kedalam struktur
sekitarnya
Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh
yang lain
3. Metastase
Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70%
kasus pada saat direseksi. Invasi ke pembuluh darah vena
ditemukan pada lebih 60% kasus. Metastase sering ke hepar, cavum
peritoneum, paru-paru, diikuti kelenjar adrenal, ovarium dan tulang.
Metastase ke otak sangat jarang, dikarenakan jalur limfatik dan
vena dari rektum menuju vena cava inferior, maka metastase kanker
rektum lebih sering muncul pertama kali di paru-paru. Berbeda
dengan kolon dimana jalur limfatik dan vena menuju vena porta,
maka metastase kanker kolon pertama kali paling sering di hepar.
. DIAGNOSIS DAN STAGING
1. Diagnosis
Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker
rektal, diantaranya ialah : 1,2,5,7,8,9,12
1) Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionik
Antigen) dan Uji faecal occult blood test (FOBT) untuk melihat perdarahan
di jaringan
2) Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan
skrining awal. Kurang lebih 75 % karsinoma rektum dapat dipalpasi pada
pemeriksaan rektal, pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak
sekitar 10 cm dari rektum, tumor akan teraba keras dan menggaung. Ada 2
gambaran khas dari pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi dan adanya suatu
penonjolan tepi, dapat berupa :
a. suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti cakram
yaitu suatu plateau kecil dengan permukaan yang licin dan berbatas
tegas.
b. suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak, tetapi
umumnya mempunyai beberapa daerah indurasi dan ulserasi
c. suatu bentuk khas dari ulkus maligna dengan tepi noduler yang
menonjol dengan suatu kubah yang dalam (bentuk ini paling sering)
d. suatu bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai pertumbuhan
bentuk cincin
Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:
a. Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian
terendah terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar
prostat atau ujung os coccygis. Pada penderita perempuan sebaiknya
juga dilakukan palpasi melalui vagina untuk mengetahui apakah
mukosa vagina di atas tumor tersebut licin dan dapat digerakkan atau
apakah ada perlekatan dan ulserasi, juga untuk menilai batas atas dari
lesi anular. Penilaian batas atas ini tidak dapat dilakukan dengan
pemeriksaan colok dubur.
b. Mobilitas tumor: hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek
terapi pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat
digerakkan pada lapisan otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah
mengalami ulserasi lebih dalam umumnya terjadi perlekatan dan
fiksasi karena penetrasi atau perlekatan ke struktur ekstrarektal seperti
kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior vagina atau dinding
anterior uterus.
c. Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan
karakteristik pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari mobilitas atau
fiksasi lesi.
3) Dapat pula dengan Barium Enema,. yaitu Cairan yang mengandung barium
dimasukkan melalui rektum kemudian dilakukan seri foto x-rays pada
traktus gastrointestinal bawah.
4) Sigmoidoscopy, yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum
dan sigmoid apakah terdapat polip kakner atau kelainan lainnya. Alat
sigmoidoscope dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip
atau sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.
5) Colonoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan
sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat
colonoscope dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau
sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.
6) Biopsi. Jika ditemuka tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus
dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang
paling sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis
lainnya ialah karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous
carcinomas, dan undifferentiated tumors.
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan atau keletihan.
Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja.
Tanda : Perubahan pada TD.
Integritas Ego
Gejala : Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak
mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi.
Tanda : Menyangkal, menarik diri, marah.
Eliminasi
Gejala : Perubahan pada pola defekasi, darah pada feses, nyeri pada
defekasi. Perubahan eliminasi urinarius, nyeri saat berkemih, hematuria,
sering berkemih.
Tanda : Perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
Makanan/Cairan
Gejala : Kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak). Anoreksia,
mual/muntah. Intoleransi makanan. Perubahan pada berat badan,
berkurangnya massa otot.
Tanda : Perubahan pada kelembaban/turgor kulit, edema.
Neurosensori
Gejala : Pusing.
Pernapasan
Gejala : Merokok (hidup dengan seseorang yang merokok). Pemajanan
abses.
Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri bervariasi.
Keamanan
Gejala : Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen. Pemajanan matahari
yang lama.
Tanda : Demam, ruam kulit, ulserasi.
Seksualitas
Gejala : Masalah seksual, dampak pada hubungan, perubahan tingkat
kepuasan.
Interaksi Sosial
Gejala : Ketidakadekuatan/kelemahan sistim pendukung.
Riwayat perkawinan, masalah tentang fungsi/tanggung jawab peran.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat kanker pada keluarga.
Riwayat pengobatan: pengobatan sebelumnya dan pengobatan yang diberikan.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Fecal occult blood test, pemeriksaan darah samar feses di bawah mikroskop
2. Colok dubur (rectal toucher) ditemukan darah dan lendir, tonus sfingter ani
keras/lembek, mukosa kasar, kaku biasanya dapat digeser, ampula rectum
kolaps/kembung terisi feses atau tumor yang dapat teraba atau tidak.
3. Barium enema, pemeriksaan serial sinar x pada saluran cerna bagian bawah,
sebelumnya pasien diberikan cairan barium ke dalam rektum
4. Endoskopi (protoskopi, sigmoidoscopy atau colonoscopy), dengan
menggunakan teropong, melihat gambaran rektum dan sigmoid adanya polip
atau daerah abnormal lainnya dalam layar monitor. Protoskopi untuk
mendeteksi kelainan 8-10 cm dari anus (polip rekti, hemoroid, karsinoma
rektum). Sigmoidoskopi atau kolonoskopi adalah test diagnostik utama
digunakan untuk mendeteksi dan melihat tumor dan biopsy jaringan.
Sigmoidoskopi fleksibel dapat mendeteksi 50 % sampai 65 % (20-25 cm dari
anus) dari kanker kolorektal. Pemeriksaan enndoskopi dari kolonoskopi
direkomendasikan untuk mengetahui lokasi dan biopsy lesi pada klien dengan
perdarahan rektum. Bila kolonoskopi dilakukan dan visualisasi sekum, barium
enema mungkin tidak dibutuhkan. Tumor dapat tampak membesar, merah,
ulseratif sentral, seperti penyakit divertikula, ulseratif kolitis
5. Biopsi, tindakan pengambilan sel atau jaringan abnormal dan dilakukan
pemeriksaan di bawah mikroskop untuk mengidentifikasi matastase dan
menilai reseklabilitas.
6. Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik, ditandai
dengan sel-sel darah merah yang kecil, tanpa terlihat penyebab adalah indikasi
umum untuk test diagnostik selanjutnya untuk menemukan kepastian kanker
kolorektal.
7. Test Guaiac pada feces untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feces,
karena semua kanker kolorektal mengalami perdarahan intermitten.
8. CEA (carcinoembryogenic antigen) adalah ditemukannya glikoprotein di
membran sel pada banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal. Antigen ini
dapat dideteksi oleh radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya
dan sekresi. Test ini tidak spesifik bagi kanker kolorektal dan positif pada
lebih dari separuh klien dengan lokalisasi penyakit, ini tidak termasuk dalam
skreening atau test diagnostik dalam pengobatan penyakit. CEA digunakan
sebagai prediktor pada prognsis postoperative dan untuk deteksi kekambuhan
mengikuti pemotongan pembedahan.
9. Digital rectal examination (DRE)
Dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrining awal .Kurang lebih 75%
karsinoma rektum dapat dipalpasi pada pemeriksaan rectal. Pemeriksaan
digital akan mengenali tumor yang terletak sekitar 10 cm dari rektum, tumor
akan teraba keras dan menggaung.
10. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat
meninggi, indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi
serum protein, kalsium, dan kreatinin.
11. Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya
dan lokasi tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam
usus bagian bawah, kanker tampak sebagai massa mengisi lumen usus,
konstriksi, atau gangguan pengisian. Dinding usus terfiksir oleh tumor, dan
pola mukosa normal hilang. Meskipun pemeriksaan ini berguna untuk tumor
kolon, sinar-X tidak nyata dalam mendeteksi rektum
12. X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru
13. CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau
pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah
mengenai organ lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor.
14. Whole-body PET Scan Imaging. Sementara ini adalah pemeriksaan
diagnostik yang paling akurat untuk mendeteksi kanker kolorektal rekuren
(yang timbul kembali).
15. Pemeriksaan DNA Tinja.
B. Masalah keperawatan dan diagnosa yang mungkin muncul
1. Nyeri kronis
2. Defisit nutrisi
3. Diare
4. Konstipasi
5. Kerusakan integritas kulit
6. Risiko tinggi infeksi
C. Intervesni keperawatan
Intervensi keperawatan menurut SIKI 2018 :
1. Diagnosa Nyeri kronis
Intervensi utama : manajemen nyeri, perawatan kenyamanan, terapi relaksasi.
Intervensi pendukung : aromaterapi, dukungan hipnotis diri, dukungan
pengungkapan kebutuhan, dukungan koping keluarga, dukungan meditasi,
edukasi aktivitas/istirahat, edukasi kemoterapi, edukasi kesehatan, edukasi
manajemen stres, edukasu manajemen nyeri, edukasi perawatan stoma,
edukasi teknik napas, kompres dingin, kompres panas, latihan pernapasan,
manajemen stres, pemberian analgesik, teknik imajinasi terbimbing, yoga.
2. Diagnosa defisit nutrisi
Intervensi utama : manajemen nutrisi, promosi berat badan
Intervensi pendukung : dukungan kepatuhan program pengobatan, edukasi
diet, konseling nutrisi, konsultasi, pemantauan cairan, pemantauan nutrisi.
3. Diagnosa diare
Intervensi utama : manajemen diare, pemantauan cairan
Intervensi pendukung : dukungan perawatan diri BAB/BAK, dukungan
kepatuhan program pengobatan, konsultasi, irigasi kolostomi, insersi
intravena, manajeman cairan, manajemen elektrolit, manajemen eliminasi
fekal, manajemen nutrisi, manajemen nutrisi parenteral, pemberian obat,
pemberian obat intravena, pengontrolan infeksi, perawatan stoma, reduksi
ansietas, terapi intravena.
D. Treatment/Pengobatan dan terapi/medikasi
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan
terutama untuk stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien
suspek dalam stadium III juga dilakukan pembedahan. Meskipun
begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode penentuan stadium
kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre-surgical
treatment dengan radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi
sebelum pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy,
dan pada kanker rektal, neoadjuvant chemotherapy digunakan
terutama pada stadium II dan III. Pada pasien lainnya yang hanya
dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar jaringan kanker
sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan
kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk membunuh sel
kanker yang tertinggal (Anderson, 2006). Tipe pembedahan
tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan
pilihan adalah sebagai berikut (Smeltzer, Burke, Hinkle, & Cheever,
2010):
a) Reseksi segmental dengan anastomosis (pengangkatan tumor dan porsi
usus pada sisi pertumbuhan pembuluh darah, dan nodus limfatik)
b) Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanen
(pengangkatan tumor dan prosi sigmoid dan semua rectum serta sfingkter
anal)
c) Kolostomi sementara diikuti reanastomosis reseksi segmental dan
anastomisis serta reanastomosis lanjut dari kolostomi (memungkinkan
dekompresi usus awal dan persiapan usus sebelum reseksi)
d) Kolostomi permanen atau ileostomi (untuk menyembuhkan lesi obstruksi
yang tidak dapat direseksi)
Sebelum pembedahan, dilakukan radioterapi untuk mencegah sel maligna
bermetastasis dan mengurangi ukuran tumor serta membuatnya lebih mudah
direseksi. Intervensi lokal terhadap tumor setelah pembedahan adalah
implantasi isotop (radium, cesium, dan kobalt) ke dalam area tumor dan
elektrokoagulasi.
2. Kemoterapi
Kemoterapi bertujuan untuk menurunkan metastasis dan mengontrol
manifestasi. Adjuvant chemotherapy (menangani pasien yang tidak terbukti
memiliki penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan),
dipertimbangkan pada pasien dengan tumor yang menembus sangat dalam
atau tumor lokal yang bergerombol (stadium II lanjut dan stadium III).Terapi
standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan
leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan. 5-FU
merupakan anti metabolit dan leucovorin memperbaiki respon. Agen lainnya,
levamisole untuk meningkatkan sistem imun dan dapat menjadi substitusi
bagi leucovorin.
- 5 hari Fu (Flouro-Uracil 13,5mg/kg BB/hari)
- 5 Fu dan Ca Folinat
3. Radioterapi
Pada Ca stadium II dan III lanjut, radiasi dapat mengecilkan ukuran tumor
sebelum dilakukan pembedahan. Radioterapi dapat menjadi terapi tambahan
untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah diangkat melaui
pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu. Terutama
ketika digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang
digunakan setelah pembedahan menunjukkan telah menurunkan risiko
kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46% dan angka kematian sebesar 29%.
Pada penanganan metastasis jauh, radiasi telah berguna mengurangi efek
lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak. Radioterapi umumnya
digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang memiliki tumor lokal
yang unresectable.
FORMAT LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
BERDASARKAN FORMAT HENDERSON
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. A. D
Umur : 67 Thn
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Kawin
Pendidikan : Tamat SLTA
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Jojoran 3B/44 RT 13/RW 12, Kel Gubeng Kota Surabaya
Tanggal Masuk : 31 Januari 2019
Tanggal Pengkajian : 11 Februari 2019 Pkl 14.30 WIB
No. Register : 12.70.69.xx
Diagnosa Medis : Ca Rectum 1/3 Distal T4H2M0 Post Milks Proscedure
+ Susp BPH
Saat sakit :
Pasien mengeluh mual, tidak muntah, pasien masih puasa hanya boleh
minum air sedikit-sedikit.
c. Pola Eliminasi
Sebelum sakit :
BAK 3-4 kali sehari warna kuning kecoklatan, tidak ada keluhan BAK
BAB 1-2 kali sehari warna kuning konsistensi lembek. Sejak Oktober
2018 mulai susah BAB dan feces seperti kotoran kambing.
Saat sakit :
BAK : pasien belum BAK sejak pkl 10.30, distensi kandung kemih,
pasien mengeluh terasa penuh pada kandung kemih
BAB : pasien dengan colostomy, terpasang kantong stoma, produksi feces
+, konsistensi cair, warna coklat kehitaman.
d. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit :
Pasien seorang pensiunan dan menghabiskan waktu dengan mengelola
kantin bersama istrinya.
Saat sakit :
Akivitas pasien terbatas ditempat tidur saja karena masih merasa sakit
pada daerah operasi, pusing dan terpasang infus, syringe pump via selang
epidural serta terpasang drain.
e. Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit :
Tidur 6-7 jam sehari, tidak ada gangguan tidur
Saat sakit :
Pasien dapat beristirahat dan tidur namun kadang terbangun karena nyeri.
Tidur siang 1-2 jam, tidur malam 6-7 jam
f. Pola Berpakaian
Sebelum sakit :
Pasien dapat berpakaian secara mandiri, sehari 1-2 kali mengganti pakaian
Saat sakit :
Pasien berpakaian dengan bantuan istri dan perawat
g. Pola rasa nyaman
Sebelum sakit :
Tidak ada gangguan rasa nyaman
Saat sakit :
Pasien merasa kurang nyaman karena rasa sakit pada luka operasi dan
terpasang banyak alat yang membatasi aktivitas pasien. Pasien dapat
menerima kondisinya dengan adanya stoma karena pasien sudah
mendapatkan informasi dan dukungan dari sesama penderita yang
terpasang stoma.
h. Pola Aman
Sebelum sakit :
Pasien merasa aman karena berada dilingkungan keluarga dan tetangga
yang hidup rukun
Saat sakit :
Pasien merasa aman karena mendapatkan dukungan dari keluarga dan
kerabat serta petugas kesehatan
i. Pola Kebersihan Diri
Sebelum sakit :
Mandi 2x/hari menggunakan sabun dan air bersih, sikat gigi 2x sehari,
keramas 2 hari sekali, kuku selalu pendek.
Saat sakit :
Pasien hanya di seka 1x sehari di tempat tidur menggunakan sabun dan air,
berkumur dengan listerin 2x sehari.
j. Pola Komunikasi
Sebelum sakit :
Tidak ada gangguan komunikasi
Saat sakit :
Pasien dapat berkomunikasi dengan lancar, menggunakan bahasa
Indonesia, orientasi orang dan tempat baik, pasien kooperatif selama
perawatan
k. Pola Beribadah
Sebelum sakit :
Pasien menjalankan ibadah Sholat 5 waktu dan Sholat Jumat di Mesjid
dekat rumah
Saat sakit :
Pasien menjalankan Sholat di tempat tidur saja
l. Pola Produktifitas
Sebelum sakit :
Pasien bekerja dengan berjualan makanan di kantin bersama istrinya
Saat sakit :
Pasien tidak dapat bekerja dan istrinya juga tidak dapat bekerja karena
harus menjaga pasien di RS
m. Pola Rekreasi
Sebelum sakit :
Pasien menghabiskan waktu libur kerja dengan beristirahat dirumah saja,
jarang ada aktivitas rekreasi bersama keluarga
Saat sakit :
Pasien bercerita dengan keluarga yang datang menjenguk dan juga
bersama pasien dan keluarga pasien yang lain
n. Pola Kebutuhan Belajar
Sebelum sakit :
Tidak ada kebutuhan belajar
Saat sakit :
Pasien mendapatkan informasi dan dukungan dari sesama pasien yang
menderita penyakit yang sama tentang bagaimana hidup dengan stoma
serta menjalani perawatan lanjutan pasca operasi. Pasien membutuhkan
infomasi tentang cara perawatan stoma.
4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum :
Tingkat kesadaran : komposmetis
GCS : verbal : 5 Psikomotor : 6 Mata : 4
b. Tanda-tanda Vital : Nadi : 98 x/mnt regular, kuat, Suhu : 36,6 ºC, TD
150/90 mmHg, RR : 20x/mnt regular.
c. Keadaan fisik
1) Kepala dan leher :
Bentuk kepala simetris, tidak ada kaku kuduk dan pembesaran KGB,
ekspresi wajah nampak meringis kesakitan.
2) Dada :
Paru
Pengembangan dada simetris, fremitus raba normal, perkusi sonor,
auskultasi vesikuler normal, Spo2 98%, tidak ada retraksi dan
penggunaan otot bantu pernapasan.
Jantung
Mukosa bibir dan konjungtiva merah muda, tidak ada peningkatan
tekanan vena jugolaris, BJ I-II normal, tidak ada bunyi jantung
tambahan.
3) Payudara dan ketiak :
Tidak ada benjolan dan pembesaran KGB
4) Abdomen :
Terdapat luka operasi Laparatomi terbalut kassa nampak bersih, terpasang
drain produksi 200 cc warna kemerahan, terdapat stoma yang tertutup
kantong stoma, produksi feces dengan konsistensi cair warna coklat
kehitaman. Bising usus 10x/mnt, blass teraba penuh. Tampak memegang
daerah operasi dengan tangan terutama saat merubah posisi
5) Genetalia :
Tidak ada luka ataupun oedema pada daerah genitalia
6) Integumen :
Luka operasi laparatomi dan colostomy
7) Ekstremitas :
Atas
ROM aktif, kekuatan otot 5
Bawah
ROM aktif, kekuatan otot 5, tidak ada oedema
8) Neurologis :
Status mental dan emosi : pasien tenang, dapat menerima kondisinya
serta menjalani perawatan dan pengobatan dengan sabar
Pengkajian saraf kranial :
N1-N12 tidak ada masalah
Pemeriksaan refleks :
Refleks patela +, Refleks babynski +,
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Data laboratorium yang berhubungan
Tanggal 01 Februari 2019
2) Pemeriksaan radiologi
Thorax foto : corpulmonal normal
3) Hasil konsultasi
SCI kelas 1
4) Pemeriksaan penunjang diagnostic lain
............................................................................................................................
5. ANALISA DATA
DO : Ekspresi wajah
nampak meringis
kesakitan, skala nyeri
5, tampak memegang
daerah operasi
dengan tangan
terutama saat
merubah posisi
Nadi 98x/mnt, TD
150/90 mmHg
DO : Tampak distensi
kandung kemih
DS : Pasien mengatakan Prosedur pembedahan Resiko Infeksi
habis operasi pagi dan tindakan invasif D.0142
tadi
DO : Tampak luka
operasi laparatomi
dan colostomy,
keadaan luka tertutup
kasa bersih dan
terpasang drain
dengan produksi 200
cc warna kemerahan.
terpasang selang
epidural dan infus
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN /MASALAH KOLABORATIF BERDASARKAN PRIORITAS
TANGGAL /
TANGGAL
NO JAM DIAGNOSA KEPERAWATAN Ttd
TERATASI
DITEMUKAN
1. 11/02/2019 Nyeri Akut b/d prosedur operasi 18/02/2019
(Pasien Pulang)
2. 11/02/2019 Retensi urine b/d BPH 18/02/2019
(Pasien Pulang)
3. 11/02/2019 Resiko Infeksi b/d Prosedur pembedahan 18/02/2019
dan tindakan invasive (Pasien Pulang)
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Rencana Perawatan
Hari/
No Dx Ttd
Tgl Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Senin, 1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 Manajemen Nyeri :
11/02/2019 jam diharapkan pasien dapat mengontrol nyeri 11. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
dengan kriteria : frekwensi, kualitas, intensitas dan skala nyeri
Keluhan nyeri berkurang 12. Identifikasi respon nyeri non verbal
Dapat beristirahat dengan nyaman tanpa 13. Identifikasi faktor yang memperberat dan
keluhan nyeri mengurangi nyeri
Skala nyeri 0-1 14. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Ekspresi wajah nampak rileks 15. Atur posisi pasien yang nyaman dan rileks
16. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
Nadi 60-70 x/mnt
mengurangi rasa nyeri
17. Anjurkan penggunaan teknik non farmakologi
ketika nyeri
18. Lakukan pemberian antrain 500 mg/8jam
19. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan setelah
pemberian analgesik
20. Pertahankan penggunaan infus syring pump
noropin 0,18 mg dengan kecepatan 4cc/jam/
epidural
11/02/2019 2. Setelah dilakukan tindakan kerawatan selama 30Kateterisasi Urine :
menit diharapkan retensio urine pasien teratasi 12. Identifikasi tanda dan gejala retensio urine
dengan kriteria : (keluhan tidak bisa BAK, distensi kandung
Rencana Perawatan
Hari/
No Dx Ttd
Tgl Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Pasien bisa BAK dengan bantuan kateter kemih)
Tidak ada distensi kandung kemih 13. Identifikasi faktor penyebab retensio urine
14. Berikan rangsangan BAK dengan teknik non
farmakologi (kompres dingin, stimulasi suara air
mengalir)
15. Kolaborasi pemasangan kateter urine
16. Jelaskan tujuan dan procedure pemasangan
kateter urine
17. Monitor eliminasi urine (volume, aroma dan
warna, konsistensi)
18. Monitor tanda dan gejala obstruksi aliran urine
19. Monitor kebocoran kateter, selang dan kantong
urine
20. Pastikan selang kateter dan kantong urine
terbebas dari lipatan
21. Pastikan kantong urine di letakkan dibawah
ketinggian kandung kemih dan tidak di lantai
22. Lakukan perawatan perineal minimal 1x sehari
11/02/2019 3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selamaPencegahan infeksi :
1x24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi 10. Monitor tanda-tanda infeksi lokal (rubor, kalor,
dengan kriteria : dolor, tumor) dan sistemik (Suhu, nausea) serta
Tidak ada tanda-tanda infeksi pada luka karakteristik luka (drainase, warna, ukuran, bau)
(rubor, kalor, dolor, tumor), tidak demam dan kondisi stoma.
Rencana Perawatan
Hari/
No Dx Ttd
Tgl Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Suhu tubuh normal 36,50C-37,50C 11. Monitor tanda-tanda vital
Hasil pemeriksaan laboratorium WBC 12. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
dalam batas normal 3,37 – 10 103/uL pasien dan lingkungan pasien
13. Ajarkan pasien dan keluarga cara mencuci tangan
yang benar
14. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan
15. Lakukan perawatan kulit pada daerah insersi
selang
16. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic
17. Lakukan perawatan stoma secara teratur
18. Kolaborasi pemberian metronidazole infus 500
mg/8 jam dan levofloxacin infus 750 mg/24 jam
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari/ Ttd
No Dx Tindakan Keperawatan
Tgl/Jam
11/02/2019 1.
15.00 Mengatur lingkungan yang tenang dan tidak
berisik, mengatur suhu ruangan dengan
menyalakan kipas angin.
15.05 Mengatur posisi pasien yang nyaman dan
rileks dengan posisi head up 300
15.25 Mengajarkan teknik relaksasi dengan
menarik napas dalam dan teknik distraksi
dengan mengalihkan perhatian pasien dari
nyeri ke aktivitas yang menyenangkan
seperti membaca koran atau mendengarkan
musik
15.30 Menganjurkan pasien untuk melakukan
teknik relaksasi atau distraksi ketika nyeri
17.00 Memberikan injeksi Antrain 500 mg iv,
tidak ada reaksi alergi ataupun efek samping
17.15 obat.
Mengobservasi skala nyeri setelah
pemberian analgetik : pasien mengatakan
nyeri berkurang, skala nyeri 3, ekspresi
wajah lebih tenang
17.20
Memonitor pemberian analgesik Noropin
0,18 mg menggunakan syringe pump dengan
kecepatan 4 cc/jam via selang epidural
Mengkaji nyeri : pasien mengatakan nyeri
20.45
sedikit berkurang, namun nyeri bertambah
bila berubah posisi, dan kadang terbangun
karena nyeri, skala nyeri 3, expresi wajah
meringis, nadi 92x/mnt regular, kuat.
11/02/2019 2.
14.45 Melakukan kompres dingin pada daerah
simpisis dengan menggunakan air dingin
dan memberikan rangsangan suara air
mengalir dengan menuangkan air dari botol
minum ke dalam ember namun pasien tetap
tidak bisa BAK
15.10 Melakukan kolaborasi pemasangan kateter
urine : dokter setuju di lakukan pemasangan
kateter urine sementara
Menjelaskan tujuan dan procedure
15.20 pemasangan kateter urine : pasien dan
keluarga setuju
Pemasangan kateter urine sementara
17.30 dilakukan oleh dokter, produksi urine ±
1500 cc warna kuning kecoklatan, tidak ada
darah, tidak ada distensi kandung kemih
Mengkaji keadaan pasien : pasien sudah
20.45 tidak terpasang kateter dan BAK keluar
spontan sedikit-sedikit, tidak ada distensi
kandung kemih
11/02/2019 3.
14.25 Mencuci tangan 6 langkah menggunakan
handsrub sesuai 5 moment mencuci tangan
15.55 Mengajarkan pasien dan keluarga cara
mencuci tangan yang benar yaitu dengan 6
langkah cuci tangan menggunakan handsrub
apabila tangan tampak bersih dan
menggunakan handwash apabila tangan
nampak kotor atau sudah terkena cairan
tubuh pasien.
16.00 Mengganti cairan infus Tutofusin OPS 21
tetes/menit.
16.20 Memonitor Suhu 36,50C, Nadi 92x/mnt
regular, kuat
17.00 Memasang Metronidazole infus 500 mg 67
tetes/menit.
12/02/2019 1.
08.00 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekwensi, kualitas, intensitas dan
skala nyeri
Hasil : nyeri dirasakan pada luka operasi di
perut yang dirasakan hilang timbul seperti
diiris-iris, nyeri bertambah bila berubah
posisi, pasien kadang terbangun dari tidur
karena nyeri. Skala nyeri 3.
08.05 Mengidentifikasi respon nyeri non verbal :
ekspresi wajah pasien nampak lebih tenang
dan masih memegang daerah perut ketika
merubah posisi
08.07 Mengidentifikasi faktor yang memperberat
nyeri apabila berubah posisi dan nyeri
berkurang dengan menekan lembut daerah
perut.
08.30 Mengatur posisi pasien yang nyaman dan
rileks dengan posisi head up 300
08.35 Menganjurkan pasien untuk melakukan
teknik relaksasi atau distraksi ketika nyeri
09.00 Memberikan injeksi Antrain 500 mg iv,
tidak ada reaksi alergi ataupun efek samping
09.03 obat.
Memonitor pemberian analgesik Noropin
0,18 mg menggunakan syringe pump dengan
kecepatan 4 cc/jam via selang epidural
sementara diklem pro pelepasan infus
09.15 epidural.
Mengobservasi skala nyeri setelah
pemberian analgetik : pasien mengatakan
nyeri berkurang, skala nyeri 2, ekspresi
10.00 wajah lebih tenang
Mengatur lingkungan yang tenang dan tidak
berisik, mengatur suhu ruangan dengan
menyalakan kipas angin.
Memberikan injeksi Antrain 500 mg iv,
17.00
tidak ada reaksi alergi ataupun efek samping
17.15
obat.
Mengobservasi skala nyeri setelah
pemberian analgetik : pasien mengatakan
nyeri berkurang, skala nyeri 2, ekspresi
wajah nampak tenang dan rileks.
20.45 Mengkaji nyeri : Pasien mengatakan nyeri
luka operasi berkurang, sudah dapat
beristirahat lebih lama, skala nyeri 2,
ekspresi wajah nampak rileks, Nadi 88x/mnt
12/02/2019 2.
08.05 Mengidentifikasi tanda dan gejala retensio
urine : pasien mengatakan bisa BAK
spontan tapi sedikit – sedikit, tidak nyeri
saat BAK, palpasi tidak ada distensi
kandung kemih
18.00 Keluarga melaporkan pasien tidak bisa BAK
lagi.
18.03 Mengontrol pasien : pasien mengatakan
tidak bisa BAK lagi sejak tadi siang, ada
rasa dorongan untuk BAK tapi urine tidak
bisa keluar, kandung kemih teraba penuh,
pasien nampak gelisah.
18.10 Melakukan kolaborasi pemasangan kateter
urine : ACC pasang foley kateter dan
konsul urologi
18.30 Menjelaskan tujuan dan procedure
pemasangan kateter urine : pasien dan
keluarga setuju
18.45 Pemasangan foley kateter (kateter menetap)
dilakukan oleh dokter, produksi urine 1500
cc berwarna kuning mudah tidak ada darah
19.00 Menggantung urine bag di samping tempat
tidur pasien, posisi selang berada lebih
rendah dari kandung kemih dan posisi
selang tidak terlipat.
19.10 Membuang urine 1500 cc berwarna jernih
kuning mudah, bau amoniak.
12/02/2019 3.
07.45 Memonitor tanda-tanda infeksi local : luka
operasi di daerah perut terbalut kasa nampak
bersih terpasang drain produksi cairan 300
cc warna kemerahan. Infeksi sistemik :
pasien tidak demam, suhu 36 0C. Kondisi
stoma : stoma nampak bagus tidak ada luka
lecet sekitar stoma terpasang kantong stoma
terdapat feses konsistensi encer berwarna
coklat.
08.00 Menggantikan infus tutofusin OPS dengan
infus Tutofusin OPS 21 tetes/menit
Membuang cairan drain 300 cc berwarna
kemerahan dilakukan oleh dokter.
Menganjurkan pasien dan keluarga agar
selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien
Menganjurkan pasien agar mengkonsumsi
makanan TKTP untuk mempercepat proses
penyembuhan luka.
Memasang Metronidazole infus 500 mg 67
09.00
tetes/menit.
Memasang Levofloxacin infus 750 mg 67
09.30
tetes/menit
Menggantikan Levofloxacin infus dengan
10.00
infus Tutofusin OPS 21 tetes/menit
Memonitor EWS 0
12.00 Menggantikan infus Tutofusin OPS dengan
16.00 infus Tutofusin OPS 21 tetes/menit
Memonitr EWS 0
16.10 Memasang Metronidazole infus 500 mg 67
17.00 tetes/menit.
Menggantikan Metronidazol infus dengan
17.30 infus Tutofusin OPS 21 tetes/menit
13/02/2019 1.
08.00 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekwensi, kualitas, intensitas dan
skala nyeri
Hasil : nyeri dirasakan pada luka operasi di
perut yang dirasakan hilang timbul seperti
diiris-iris, nyeri bertambah bila berubah
posisi, pasien kadang terbangun dari tidur
karena nyeri. Skala nyeri 3.
08.05 Mengidentifikasi respon nyeri non verbal :
ekspresi wajah pasien nampak lebih tenang
dan masih memegang daerah perut ketika
merubah posisi
08.10 Mengatur posisi pasien yang nyaman dan
rileks dengan posisi head up 300
08.20 Menganjurkan pasien untuk melakukan
teknik relaksasi atau distraksi ketika nyeri
09.00 Melayani injeksi Antrain 500 mg iv, tidak
ada reaksi alergi ataupun efek samping obat.
09.15 Mengobservasi skala nyeri setelah
pemberian analgetik : pasien mengatakan
nyeri berkurang, skala nyeri 2, ekspresi
wajah lebih tenang
Mengatur lingkungan yang tenang dan tidak
10.00
berisik, mengatur suhu ruangan dengan
menyalakan kipas angin.
Memberikan injeksi Antrain 500 mg iv,
17.00
tidak ada reaksi alergi ataupun efek samping
obat.
17.15
Mengobservasi skala nyeri setelah
pemberian analgetik : pasien mengatakan
nyeri berkurang, skala nyeri 2, ekspresi
wajah nampak tenang dan rileks.
21.00
Mengatur posisi pasien yang nyaman dan
rileks dengan posisi head up 300
22.00 Memberikan injeksi Antrain 500 mg iv,
tidak ada reaksi alergi ataupun efek samping
22.15 obat.
Mengobservasi skala nyeri setelah
pemberian analgetik : pasien mengatakan
nyeri berkurang, skala nyeri 2, ekspresi
wajah nampak tenang dan rileks.
13/02/2019 2.
08.05 Mengotrol produksi urine : 800 cc warna
kuning jernih dibuang
08.10 Memonitor tanda dan gejala obstruksi aliran
urine : selang kateter dan selang urine bag
tidak terlipat dan aliran urine lancar, posisi
urine bag tergantung disamping tempat tidur
dengan posisi lebih rendah dari kandung
kemih.
08.15 Memonitor kebocoran kateter, selang dan
kantong urine : tidak ada urine yang
merembes melalui kateter ataupun meatus
uretra
08.30 Melakukan perawatan kateter
14.00 Memberikan obat Harnal Ocas 0,4 mg P.O
Mengotrol produksi urine : 400 cc warna
14.30
kuning jernih dibuang
Memonitor tanda dan gejala obstruksi aliran
14.35
urine : selang kateter dan selang urine bag
tidak terlipat dan aliran urine lancar, posisi
urine bag tergantung disamping tempat tidur
dengan posisi lebih rendah dari kandung
kemih.
Memonitor kebocoran kateter, selang dan
kantong urine : tidak ada urine yang
14.37
merembes melalui kateter ataupun meatus
uretra
Mengotrol produksi urine : 300 cc warna
kuning jernih dibuang
21.45 Memonitor tanda dan gejala obstruksi aliran
urine : selang kateter dan selang urine bag
21.50 tidak terlipat dan aliran urine lancar, posisi
urine bag tergantung disamping tempat tidur
dengan posisi lebih rendah dari kandung
kemih.
Memonitor kebocoran kateter, selang dan
kantong urine : tidak ada urine yang
21.52 merembes melalui kateter ataupun meatus
uretra
Memberikan obat Harnal Ocas 0,4 mg P.O
06.00
14/02/2019 1.
08.00 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekwensi, kualitas, intensitas dan
skala nyeri
Hasil : nyeri dirasakan pada luka operasi di
perut yang dirasakan hilang timbul seperti
diiris-iris, namun pasien sudah dapat
beristirahat lebih lama. Skala nyeri 2.
08.05 Mengidentifikasi respon nyeri non verbal :
ekspresi wajah pasien nampak lebih tenang
dan masih memegang daerah perut ketika
merubah posisi
08.10 Mengatur posisi pasien yang nyaman dan
rileks dengan posisi head up 300
08.20 Menganjurkan pasien untuk melakukan
teknik relaksasi atau distraksi ketika nyeri
09.00 Memberikan injeksi Antrain 500 mg iv,
tidak ada reaksi alergi ataupun efek samping
09.15 obat.
Mengobservasi skala nyeri setelah
pemberian analgetik : pasien mengatakan
nyeri berkurang, skala nyeri 1, ekspresi
wajah lebih tenang
Memberikan injeksi Antrain 500 mg iv,
17.00
tidak ada reaksi alergi ataupun efek samping
obat.
17.15
Mengobservasi skala nyeri setelah
pemberian analgetik : pasien mengatakan
nyeri berkurang, skala nyeri 2, ekspresi
wajah nampak tenang dan rileks.
21.00
Mengatur posisi pasien yang nyaman dan
rileks dengan posisi head up 300
22.00
Memberikan injeksi Antrain 500 mg iv,
22.15
tidak ada reaksi alergi ataupun efek samping
obat.
Mengobservasi skala nyeri setelah
pemberian analgetik : pasien mengatakan
nyeri berkurang, skala nyeri 1, ekspresi
wajah nampak tenang dan rileks.
14/02/2019 2.
08.05 Mengotrol produksi urine : 650 cc warna
kuning jernih dibuang
08.10 Memonitor tanda dan gejala obstruksi aliran
urine : selang kateter dan selang urine bag
tidak terlipat dan aliran urine lancar, posisi
urine bag tergantung disamping tempat tidur
dengan posisi lebih rendah dari kandung
kemih.
08.15 Memonitor kebocoran kateter, selang dan
kantong urine : tidak ada urine yang
merembes melalui kateter ataupun meatus
uretra
14.00 Memberikan obat Harnal Ocas 0,4 mg P.O
14.30 Mengotrol produksi urine : 450 cc warna
kuning jernih dibuang
Memonitor tanda dan gejala obstruksi aliran
14.35
urine : selang kateter dan selang urine bag
tidak terlipat dan aliran urine lancar, posisi
urine bag tergantung disamping tempat tidur
dengan posisi lebih rendah dari kandung
kemih.
Memonitor kebocoran kateter, selang dan
14.37
kantong urine : tidak ada urine yang
merembes melalui kateter ataupun meatus
uretra
Mengotrol produksi urine : 400 cc warna
kuning jernih dibuang
21.45 Memonitor tanda dan gejala obstruksi aliran
urine : selang kateter dan selang urine bag
21.50 tidak terlipat dan aliran urine lancar, posisi
urine bag tergantung disamping tempat tidur
dengan posisi lebih rendah dari kandung
kemih.
Memonitor kebocoran kateter, selang dan
21.52 kantong urine : tidak ada urine yang
merembes melalui kateter ataupun meatus
uretra
Memberikan obat Harnal Ocas 0,4 mg P.O
06.00
15/02/2019 1.
14.30 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekwensi, kualitas, intensitas dan
skala nyeri
Hasil : nyeri dirasakan pada luka operasi di
perut yang dirasakan hilang timbul seperti
diiris-iris, namun pasien sudah dapat
beristirahat lebih lama. Skala nyeri 2.
14.35 Mengidentifikasi respon nyeri non verbal :
ekspresi wajah pasien nampak lebih tenang
dan masih memegang daerah perut ketika
merubah posisi
14.45 Mengatur posisi pasien yang nyaman dan
rileks dengan posisi head up 300
Menganjurkan pasien untuk melakukan
14.47
teknik relaksasi atau distraksi ketika nyeri
Memberikan injeksi Antrain 500 mg iv,
17.00
tidak ada reaksi alergi ataupun efek samping
obat.
17.15
Mengobservasi skala nyeri setelah
pemberian analgetik : pasien mengatakan
nyeri berkurang, skala nyeri 1, ekspresi
wajah lebih tenang dan rileks
23.00 Memberikan injeksi Antrain 500 mg iv,
tidak ada reaksi alergi ataupun efek samping
23.15 obat.
Mengobservasi skala nyeri setelah
pemberian analgetik : pasien mengatakan
nyeri berkurang, skala nyeri 1, ekspresi
wajah nampak tenang dan rileks.
15/02/2019 2.
14.50 Mengotrol produksi urine : 550 cc warna
kuning jernih dibuang
14.55 Memonitor tanda dan gejala obstruksi aliran
urine : selang kateter dan selang urine bag
tidak terlipat dan aliran urine lancar, posisi
urine bag tergantung disamping tempat tidur
dengan posisi lebih rendah dari kandung
kemih.
14.57 Memonitor kebocoran kateter, selang dan
kantong urine : tidak ada urine yang
merembes melalui kateter ataupun meatus
uretra
21.45 Mengotrol produksi urine : 400 cc warna
kuning jernih dibuang
21.50 Memonitor tanda dan gejala obstruksi aliran
urine : selang kateter dan selang urine bag
tidak terlipat dan aliran urine lancar, posisi
urine bag tergantung disamping tempat tidur
dengan posisi lebih rendah dari kandung
kemih.
Memonitor kebocoran kateter, selang dan
21.58
kantong urine : tidak ada urine yang
merembes melalui kateter ataupun meatus
uretra
15/02/2019 3.
15.10 Memonitor tanda-tanda infeksi lokal : luka
operasi di daerah perut terbalut kasa nampak
bersih terpasang drain produksi cairan 150
cc warna kemerahan. Infeksi sistemik :
pasien tidak demam, suhu 36,70C. Kondisi
stoma : stoma nampak bersih tidak ada luka
lecet sekitar stoma terpasang kantong stoma
produksi feses konsistensi encer berwarna
coklat.
16.00 Menggantikan infus Tutofusin OPS dengan
infus Tutofusin OPS 14 tetes/menit
16.10 Memonitor EWS 0
17.00 Memasang Metronidazole infus 500 mg 67
tetes/menit.
17.30 Menggantikan infus Metronidazole dengan
infus Tutofusin OPS 21 tetes/menit
Memasang Metronidazole infus 500 mg 67
23.00 tetes/menit.
Menggantikan Metronidazol infus dengan
23.30 infus Tutofusin OPS 14 tetes/menit
Menggantikan infus Tutofusin OPS dengan
04.00 infus Tutofusin OPS 14 tetes/menit
Memonitr EWS 0
05.00
16/02/2019 1.
08.00 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekwensi, kualitas, intensitas dan
skala nyeri
Hasil : nyeri dirasakan pada luka operasi di
perut yang dirasakan hilang timbul seperti
diiris-iris, namun pasien sudah dapat
beristirahat lebih lama. Skala nyeri 2.
08.05 Mengidentifikasi respon nyeri non verbal :
ekspresi wajah pasien nampak rileks
08.10 Mengatur posisi pasien yang nyaman dan
rileks dengan posisi semi fowler
Menganjurkan pasien untuk melakukan
teknik relaksasi atau distraksi ketika nyeri
Memberikan injeksi Antrain 500 mg iv,
09.00
tidak ada reaksi alergi ataupun efek samping
obat.
09.15
Mengobservasi skala nyeri setelah
pemberian analgetik : pasien mengatakan
nyeri berkurang, skala nyeri 1, ekspresi
wajah rileks
17.00 Memberikan injeksi Antrain 500 mg iv,
tidak ada reaksi alergi ataupun efek samping
17.15 obat.
Mengobservasi skala nyeri setelah
pemberian analgetik : pasien mengatakan
nyeri berkurang, skala nyeri 1, ekspresi
wajah nampak tenang dan rileks.
16/02/2019 2.
08.05 Mengotrol produksi urine : 550 cc warna
kuning jernih dibuang
08.10 Memonitor tanda dan gejala obstruksi aliran
urine : selang kateter dan selang urine bag
tidak terlipat dan aliran urine lancar, posisi
urine bag tergantung disamping tempat tidur
dengan posisi lebih rendah dari kandung
kemih.
08.15 Memonitor kebocoran kateter, selang dan
kantong urine : tidak ada urine yang
merembes melalui kateter ataupun meatus
uretra
14.30 Mengotrol produksi urine : 350 cc warna
kuning jernih dibuang
14.35 Memonitor tanda dan gejala obstruksi aliran
urine : selang kateter dan selang urine bag
tidak terlipat dan aliran urine lancar, posisi
urine bag tergantung disamping tempat tidur
dengan posisi lebih rendah dari kandung
kemih.
14.37 Memonitor kebocoran kateter, selang dan
kantong urine : tidak ada urine yang
merembes melalui kateter ataupun meatus
uretra
16/02/2019 3.
08.10 Memonitor tanda-tanda infeksi lokal : luka
operasi di daerah perut terbalut kasa nampak
bersih terpasang drain produksi cairan 200
cc warna kemerahan dibuang. Infeksi
sistemik : pasien tidak demam, suhu 36,80C.
Kondisi stoma : stoma nampak bersih tidak
ada luka lecet sekitar stoma terpasang
kantong stoma produksi feses konsistensi
encer berwarna kekuningan.
08.00 Menganjurkan pasien dan keluarga agar
selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien
08.15 Menganjurkan pasien agar mengkonsumsi
makanan TKTP sedikit tapi sering. Pasien
hanya menghabiskan ¾ dari porsi yang
disiapkan.
09.00 Memasang Metronidazole infus 500 mg 67
tetes/menit.
09.30 Memasang Levofloxacin infus 750 mg 67
tetes/menit
Menggantikan Levofloxacin infus dengan
10.00
infus Tutofusin OPS 7 tetes/menit
Memonitor EWS 0
12.00
Menggantikan infus Tutofusin OPS dengan
16.00
infus Tutofusin OPS 7 tetes/menit
Memonitr EWS 0
Memasang Metronidazole infus 500 mg 67
16.10 tetes/menit.
17.00 Menggantikan Metronidazol infus dengan
infus Tutofusin OPS 21 tetes/menit
17.30
18/02/2019 1.
08.00 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekwensi, kualitas, intensitas dan
skala nyeri
Hasil : nyeri dirasakan pada luka operasi di
perut yang dirasakan hilang timbul seperti
diiris-iris, namun pasien sudah dapat
beristirahat lebih lama. Skala nyeri 2.
08.05 Mengidentifikasi respon nyeri non verbal :
ekspresi wajah pasien nampak rileks dan
masih memegang daerah perut ketika
merubah posisi
08.10 Menganjurkan pasien untuk melakukan
teknik relaksasi atau distraksi ketika nyeri
18/02/2019 2.
08.05 Mengotrol produksi urine : 700 cc warna
kuning jernih dibuang
08.10 Memonitor tanda dan gejala obstruksi aliran
urine : selang kateter dan selang urine bag
tidak terlipat dan aliran urine lancar, posisi
urine bag tergantung disamping tempat tidur
dengan posisi lebih rendah dari kandung
kemih.
08.15 Memonitor kebocoran kateter, selang dan
kantong urine : tidak ada urine yang
merembes melalui kateter ataupun meatus
uretra
Mengedukasi keluarga cara perawatan
kateter di rumah
18/02/2019 3.
08.10 Memonitor tanda-tanda infeksi lokal : luka
operasi di daerah perut terbalut kasa nampak
bersih terpasang drain produksi cairan 200
cc warna kemerahan. Infeksi sistemik :
pasien tidak demam, suhu 36,60C. Kondisi
stoma : stoma nampak bersih tidak ada luka
lecet sekitar stoma terpasang kantong stoma
produksi feses konsistensi encer berwarna
coklat.
08.00 Bersama dokter merawat luka dibersihkan
dengan NaCl 0.9% dan ditutup dengan
sufratule dan kassa steril. Keadaan luka
Nampak kering, tidak ada tanga-tanda
infeksi, tidak ada produksi pus. Drain di aff
dengan produksi 20 cc
08.20 Bersama dokter merawat stoma dan
mengganti kantong stoma, keadaan stoma
bersih, warna merah muda, tidak ada lecet
sekitar stoma. Produksi feces, cair warna
kekuningan
09.00 Melakukan Aff infus
Evaluasi Keperawatan
Hari/Tgl Evaluasi
No Dx TTd
jam
Senin 1. S: Pasien mengatakan nyeri sedikit
11-02-2019 berkurang, namun nyeri bertambah bila
jam 20.45 berubah posisi, dan kadang terbangun
karena nyeri, skala nyeri 3
O: Ku lemah, skala nyeri 3, expresi wajah
meringis, nadi 92 x/menit, regular, kuat.
A: Masalah Nyeri Akut belum teratasi
P: Intervensi no 1,2,3,4,5,7,8,9,10 dilanjutkan
2. S: Pasien mengatakan sudah bisa BAK
spontan tapi sedikit - sedikit
O: Tidak ada distensi kandung kemih
A: Masalah retensi urine teratasi sebagian
P: Intervensi no 1,2,4,5,6,7,8,9,10,11
dilanjutkan
3. S: Pasien mengatakan tidak demam
O: Luka operasi di perut terbalut kasa
nampak bersih kasa tidak merembes,
suhu 36,5 0C, Nadi 92x/mnt
A: Masalah resiko infeksi tidak terjadi
P: Intervensi no 1,2,3,5,6,7,8,9 dilanjutkan
Selasa/12- 1. S: Pasien mengatakan nyeri luka operasi
02-2019 berkurang, sudah dapat beristirahat lebih
Jam 20.45 lama
O: Ku sedang, skala nyeri 2, ekspresi wajah
nampak rileks, Nadi 88 x/ menit
A: Masalah nyeri akut teratasi sebagian
P: Intervensi no 1,2,4,5,7,8,9 dilanjutkan
2. S: Pasien mengatakan sudah bisa BAK
karena sudah dipasang kateter
O: Tidak ada distensi kandung kemih
A: Masalah retensi urin sebagian besar
teratasi
P: Intervensi no 6,7,8,9,10,11 dilanjutkan.
3 S: Pasien mengatakan tidak demam
O: Luka operasi diperut terbalut kasa
nampak bersih kasa tidak merembes,
suhu 36 0C
A: Masalah resiko infeksi tidak terjadi
P: Intervensi no 1,2,3,5,6,7,8,9 dilanjutkan
Rabu, 1. S: Pasien mengatakan nyeri luka operasi
13/02/2019 berkurang, sudah bisa istirahat dengan
Jam 20.45 nyaman
O: Ku sedang, skala nyeri 1, ekspresi wajah
nampak rileks dan tenang, Nadi 84 x/
menit
A: Masalah nyeri akut teratasi sebagian
P: Intervensi no 1,2,4,5,7,8,9 dilanjutkan
2. S: Pasien mengatakan sudah bisa BAK
karena sudah pasang kateter
O: Tidak ada distensi kandung kemih
A: Masalah retensi urin sebagian teratasi
P: Intervensi no 5,6,7,8,9,10 dilanjutkan
3 S: Pasien mengatakan tidak demam
O: Luka operasi diperut terbalut kasa
nampak bersih kasa tidak merembes, suhu
36 0C, Nadi 84x/mnt regular, kuat
A: Masalah resiko infeksi tidak terjadi
P: Intervensi no 1,2,3,5,6,7,8,9 dilanjutkan
Kamis, 1. S: Pasien mengatakan nyeri luka operasi
14/02/2019 berkurang, sudah bisa istirahat lebih lama
Jam 20.45 O: Ku sedang, skala nyeri 2, ekspresi wajah
nampak rileks dan tenang, Nadi 88 x/
menit
A: Masalah nyeri akut teratasi sebagian
P: Intervensi no 1,2,5,7,8,9 dilanjutkan
2. S: Pasien mengatakan sudah bisa BAK
karena sudah pasang kateter
O: Tidak ada distensi kandung kemih
A: Masalah retensi urin sebagian besar
teratasi
P: Intervensi no 6,7,8,9,10 dilanjutkan
3 S: Pasien mengatakan tidak demam
O: Luka operasi diperutampak kering, tidak
ada tanda-tanda infeksi, tidak ada pus,
stoma bersih warna merah muda, tidak
ada lecet sekitar stoma, produksi feces
cair warna kuning kecoklatan, suhu 36 0C
Masalah resiko infeksi tidak terjadi
A: Intervensi no 1,2,3,5,6,7,8,9 dilanjutkan
P:
Jumat, 1. S: Pasien mengatakan nyeri dirasakan pada
15/02/2019 luka operasi di perut yang dirasakan
Jam 20.45 hilang timbul seperti diiris-iris, namun
pasien sudah dapat beristirahat lebih
lama.
O: Ku sedang, skala nyeri 1, ekspresi wajah
nampak rileks dan tenang, Nadi 88 x/
menit regular kuat
A: Masalah nyeri akut teratasi sebagian
P: Intervensi no 1,2,5,7,8,9 dilanjutkan
2. S: Pasien mengatakan sudah bisa BAK
karena sudah pasang kateter
O: Tidak ada distensi kandung kemih
A: Masalah retensi urin teratasi sebagian
P: Intervensi no 6,7,8,9,10,11 dilanjutkan.
3 S: Pasien mengatakan tidak demam
O: Luka operasi diperut terbalut kasa
nampak bersih kasa tidak merembes, suhu
36,6 0C
A: Masalah resiko infeksi tidak terjadi
P: Intervensi no 1,2,3,5,6,7,8,9 dilanjutkan
Sabtu, 1. S: Pasien mengatakan nyeri luka operasi
16/02/2019 berkurang, sudah bisa istirahat dengan
Jam 20.45 nyaman
O: Ku sedang, skala nyeri 1, ekspresi wajah
nampak rileks dan tenang, Nadi 88 x/
menit
A: Masalah nyeri akut teratasi sebagian
P: Intervensi no 1,2,5,7,8,9 dilanjutkan
2. S: Pasien mengatakan sudah bisa BAK
karena sudah pasang kateter
O: Tidak ada distensi kandung kemih
A: Masalah retensi urin teratasi sebagian
P: Intervensi no 6,7,8,9,10 dilanjutkan.
3. S: Pasien mengatakan tidak demam
O: Luka operasi diperut terbalut kasa
nampak bersih kasa tidak merembes, suhu
36,6 0C
A: Masalah resiko infeksi tidak terjadi
P: Intervensi no 1,2,3,5,6,7,8,9 dilanjutkan
Senin, 1. S: Pasien mengatakan nyeri luka operasi
18/02/2019 berkurang, sudah bisa istirahat dengan
Jam 09.00 nyaman dan pasien sudah dapat
mengontrol nyeri dengan menarik napas
dalam
O: Ku sedang, skala nyeri 1, ekspresi wajah
nampak rileks dan tenang, Nadi 76 x/
menit
A: Masalah nyeri akut teratasi
P: Intervensi dihentikan, pasien pulang
2. S: Pasien mengatakan BAK dengan
menggunakan kateter dan ganti kateter
setiap 2 minggu
O: Tidak ada distensi kandung kemih
A: Masalah retensi urin teratasi sebagian
P: Intervensi dihentikan, pasien pulang
3. S: Pasien mengatakan tidak demam
O: Luka operasi diperut terbalut kasa
nampak bersih kasa tidak merembes, suhu
36,6 0C
A: Masalah resiko infeksi tidak terjadi
P: Intervensi dihentikan, pasien pulang
DAFTAR PUSTAKA