Anda di halaman 1dari 7

Kompetensi Dasar :

1.1 Menganalisis karakteristik kehidupan masyarakat, pemerintahan dan kebudayaan


pada masa kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia dan menunjukkan contoh bukti-
bukti yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia pada masa kini
Materi Ajar

1. Contoh bentuk akulturasi dalam bentuk : Seni Bangunan yang berupa Masjid dan
Menara serta Makam, lalu Seni Ukir, Aksara dan Seni Sastra, Kesenian dan Kalender.
Lampiran 1 : MATERI

Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam

Sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak kebudayaan yang
dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha seperti yang pernah Anda pelajari pada modul
sebelumnya.

Dengan masuknya Islam, Indonesia kembali mengalami proses akulturasi (proses


bercampurnya dua (lebih) kebudayaan karena percampuran bangsa-bangsa dan saling
mempengaruhi), yang melahirkan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam Indonesia.
Masuknya Islam tersebut tidak berarti kebudayaan Hindu dan Budha hilang. Bentuk budaya
sebagai hasil dari proses akulturasi tersebut, tidak hanya bersifat kebendaan/material tetapi
juga menyangkut perilaku masyarakat Indonesia. Untuk lebih memahami wujud budaya yang
sudah mengalami proses akulturasi dapat Anda simak dalam uraian materi berikut ini.
Pengertian Akulturasi, akulturasi merupakan proses sosial yang timbul apabila suatu
kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur
kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan itu lambat laun
diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya, tanpa menghilangkan sifat khas kepribadian
kebudayaan asli (Koentjaraningrat).
Kebudayaan menurut etimologis, kebudayaan berasal dari kata sansekerta
“buddhayah”, yang merupakan bentuk jamak dari kata “buddhi” yang berarti budi atau akal.
Culture dalam bahasa Inggris yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata latin
“colere” yang berarti mengolah atau mengerjakan. Kebudayaan menurut terminologis,
merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan- kemampuan lain yang
didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Dalam mengkaji proses akulturasi ini, perlu diperhatikan beberapa hal yang terkait dengan
proses tersebut. Menurut koentjaraningrat (1981) ada lima hal :
1. Keadaan masyarakat penerima, sebelum proses akulturasi mulai berjalan.
2. Individu-individu ysng membawa unsur kebudayaan asing itu.
3. Saluran-saluran yang dipakai oleh unsur kebudayaan asing untuk masuk ke dalam
kebudayaan penerima
4. Bagian-bagian masyarakat penerima terkena pengaruh unsur kebudayaan asing tadi.
5. Reaksi dari individu yang terkena kebudayaan asing.
Beberapa contoh yang sering digunakan untuk menjelaskan proses akulturasi antara lain:
a. Menara kudus, akulturasi antara Islam (fungsinya sebagai masjid) dengan Hindu (ciri fisik
menyerupai bangunan pura pada agama Hindu)
b. Wayang, akulturasi kebudayaan Jawa (tokoh wayang: Semar, Gareng, Petruk, Bagong)
dengan India (ceritanya diambil dari kitab Ramayana dan Mahabharata)
c. Seni kaligrafi, akulturasi kebudayaan Islam (tulisan Arab) dengan kebudayaan Indonesia
(bentuk-bentuknya bervariasi)
1. Contoh Akultuasi dalam bentuk Seni Bangunan
a. Masjid dan Menara
Dilihat dari segi arsitektuknya, masjid-masjid kuno di Indonesia menampakan gaya arsitektur
asli Indonesia dengan ciri-ciri sebagai berikut.
 Atapnya bertingkat/tumpang dan ada puncaknya (mustaka).

 Pondasinya kuat dan agak tinggi.

 Ada serambi di depan atau di samping.

 Ada kolam/parit di bagian depan atau samping.


Gaya arsitektur bangunan yang mendapat pengaruh Islam ialah sebagai berikut:
 hiasan kaligrafi;

 kubah;

 bentuk masjid.
Adapun bangunan masjid kuno yang beratap tumpang, antara lain sebagai berikut
1. Masjid beratap tumpang, antara lain sebagai berikut.
 Masjid Agung Cirebon dibangun pada abad ke-16.

 Masjid Angke, Tambora dan Marunda di Jakarta dibangun pada abad ke-18.

 Masjid Katangka di Sulawesi Selatan dibangun pada abad ke-17.


2. Masjid beratap tumpang tiga, antara lain sebagai berikut.
 Masjid Agung Demak dibangun pada abad ke-16.

 Masjid Baiturahman di Aceh, dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar


Muda, yakni pada abad ke-17.

 Masjid Jepara

 Masjid Ternate
3. Masjid beratap tumpang lima ialah Masjid Banten yang dibangun pada abad ke-17.
b. Makam
Makam khususnya untuk para raja bentuknya seperti istana disamakan dengan
orangnya yang dilengkapi dengan keluarga, pembesar, dan pengiring terdekat. Budaya asli
Indonesia terlihat pada gugusan cungkup yang dikelompokkan menurut hubungan keluarga.
Pengaruh budaya Islam terlihat pada huruf dan bahasa Arab, misalnya Makam Puteri Suwari
di Leran (Gresik) dan Makam Sendang Dhuwur di atas bukit (Tuban).
Ciri-ciri dari wujud akulturasi pada bangunan makam terlihat dari:
 Makam-makam kuno dibangun di atas bukit atau tempat-
tempat yang keramat.
 Makamnya terbuat dari bangunan batu yang disebut dengan
Jirat atau Kijing, nisannya juga terbuat dari batu.
 Di atas jirat biasanya didirikan rumah tersendiri yang
disebut dengan cungkup atau kubba.
 Dilengkapi dengan tembok atau gapura yang
menghubungkan antara makam dengan makam atau kelompok-kelompok makam.
Bentuk gapura tersebut ada yang berbentuk kori agung (beratap dan berpintu) dan ada
yang berbentuk candi bentar (tidak beratap dan tidak berpintu).
 Di dekat makam biasanya dibangun masjid, maka disebut
masjid makam dan biasanya makam tersebut adalah makam para wali atau raja.
Contohnya masjid makam Sendang Duwur.
1. Contoh Akultuasi dalam bentuk Seni Ukir
Tradisi Islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Seni ukir relief yang
menghias Masjid, makam Islam berupa suluran tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula
Sinkretisme (hasil perpaduan dua aliran seni logam), agar didapat keserasian, ditengah ragam
hias suluran terdapat bentuk kera yang distilir. Ukiran ataupun hiasan, selain ditemukan di
masjid juga ditemukan pada gapura-gapura atau pada pintu dan tiang. Untuk hiasan pada
gapura.
Akulturasi bidang seni rupa terlihat pada seni kaligrafi atau seni khot, yaitu seni yang
memadukan antara seni lukis dan seni ukir dengan menggunakan huruf Arab yang indah dan
penulisannya bersumber pada ayat-ayat suci Al Qur'an dan Hadit. Adapun fungsi seni
kaligrafi adalah untuk motif batik, hiasan pada masjid-masjid, keramik, keris, nisan, hiasan
pada mimbar dan sebagainya.
Ketika Islam baru datang ke Indonesia, terutama ke Jawa, ada kehati-hatian para penyiar
agama. Banyak candi-candi besar, termasuk candi Borobudur, yang semula ditimbun tanah
pada masa penjajahan Belanda dan kemudian digali kembali, supaya tidak mengganggu para
mualaf. Mempuat patung dari seni ukir pun dilarang, kalaupun timbul kembali, kesenian itu
harus disamarkan, sehingga seni ukir dan seni patung menjadi terbatas kepada seni ukir saja.
2. Contoh Akulturasi dalam bentuk Aksara dan Seni Sastra
Tersebarnya agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau
tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab
Melayu atau biasanya dikenal dengan istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang dipakai
untuk menuliskan bahasa Melayu tetapi tidak menggunakan tandatanda a, i, u seperti
lazimnya tulisan Arab. Di samping itu juga, huruf Arab berkembang menjadi seni kaligrafi
yang banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun ukiran
Sedangkan dalam seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni
sastra yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh Hindu – Budha dan sastra Islam yang
banyak mendapat pengaruh Persia. Dengan demikian wujud akulturasi dalam seni sastra
tersebut terlihat dari tulisan/ aksara yang dipergunakan yaitu menggunakan huruf Arab
Melayu (Arab Gundul) dan isi ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang
berkembang pada jaman Hindu.
Bentuk seni sastra yang berkembang adalah:
a. Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah.
Hikayat ditulis dalam bentuk peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk
gancaran (karangan bebas atau prosa). Contoh hikayat yang terkenal yaitu Hikayat 1001
Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima (Hindu), Hikayat Sri Rama (Hindu).
b. Babad adalah kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai peristiwa sejarah
contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon.
c. Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk Sukarsa,
Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan sebagainya.
d. Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena berbentuk kitab yang
berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari baik/buruk.
Bentuk seni sastra tersebut di atas, banyak berkembang di Melayu dan Pulau Jawa.
3. Contoh Akulturasi dalam bentuk Kesenian
Akulturasi pada seni musik terlihat pada musik qasidah dan gamelan pada saat upacara
Gerebeg Maulud. Di bidang seni tari terlihat pada tari Seudati yang diiringi sholawat nabi,
kesenian Debus yang diawali dengan membaca Al Qur'an yang berkembang di Banten, Aceh,
dan Minangkabau. Dalam hal kesenian, banyak dijumpai seni musik seperti kasidah, rebana,
marawis, barzanji dan shalawat. Kita juga melihat pengaruh di bidang seni arsitektur rumah
peribadatan atau masjid di Indonesia yang banayak dipengaruhi oleh arsitektur masjid yang
ada di wilayah Timur Tengah.
4. Contoh Akulturasi dalam bentuk Sistem Kalender
Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal
Kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78 M. Dalam kalender Saka ini
ditemukan nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon, wage dan kliwon. Setelah
berkembangnya Islam Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan
menggunakan perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah (Islam). Nama
bulan yang digunakan adalah 12, sama dengan penanggalan Hijriyah (versi Islam). Demikian
pula, nama-nama bulan mengacu pada bahasa bulan Arab yaitu Sura (Muharram), Sapar
(Safar), Mulud (Rabi’ul Awal), Bakda Mulud (Rabi’ul Akhir), Jumadilawal (Jumadil Awal),
Jumadilakir (Jumadil Akhir), Rejeb (Rajab), Ruwah (Sya’ban), Pasa (Ramadhan), Sawal
(Syawal), Sela (Dzulqaidah), dan Besar (Dzulhijjah). Namun, penanggalan hariannya tetap
mengikuti penanggalan Saka karena penanggalan harian Saka saat itu paling banyak
digunakan penduduk Kalender Sultan Agung tersebut dimulai tanggal 1 Syuro 1555 Jawa,
atau tepatnya 1 Muharram 1053 H yang bertepatan tanggal 8 Agustus 1633 M.

Lampiran 2

Gambar yang ditayangkan / diamati siswa


Gambar Masjid Banten

Gambar Hiasan Kaligrafi

Gambar Wayang

Gambar sistem kalender ciptaan Sultan Agung

Anda mungkin juga menyukai