Anda di halaman 1dari 20

Hubungan antara Renaisans, Aufklarung, dan Reformasi Gereja

1. Renaisans (Renaissance)
1.1 Arti Renaissance
Renaissance dari bidang ilmu Etimologi, istilah Renaisans atau Renaissance berasal dari bahasa
Latin “renaitre” yang berarti “hidup kembali” atau “lahir kembali”.
Renaissance adalah menyangkut kelahiran atau hidupnya kembali kebudayaan klasik Yunani dan
Romawi dalam kehidupan masyarakat Barat.
Renaissance juga dapat diartikan sebagai suatu periode sejarah dimana perkembangan
kebudayaan Barat memasuki babak baru dalam semua aspek kehidupan yang mencakup ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, sistem kepercayaan, sistem politik, dan lain sebagainya.
Kata Renaissance pertama kali digunakan oleh Jules Michelet pada karyanya yang berjudul
“History of France”. Jules Michelet membedakan antara masyarakat Renaissance dengan
masyarakat abad pertengahan adalah pada penafsiran pelaksanaan agama dalam kehidupan
bermasyarakat. Di dalam buku “History of France” terdapat kata Renaissance yang digunakan
untuk menyebutkan zaman setelah abad pertengahan. Menurut Jules Michelet, abad pertengahan,
ditandai oleh faktor dogmatis, sedangkan manusia Renaissance ditandai oleh faktor humanis.
1.2 Latar Belakang Renaisans/Renaissance
Sebelum lahirnya zaman Renaissance, keadaan di zaman Eropa mengalami masa-masa suram
atau gelap yang dikenal sebagai Middle Age atau Dark Age (Zaman Kegelapan).
Perkembangan Dark Age atau zaman kegelapan di Eropa berpengaruh terhadap
lahirnya Renaissance. Dark Age merupakan sebuah zaman dimana terdapat dominasi yang
sangat kuat oleh Gereja. Pada masa ini, tujuan hidup manusia selalu dikaitkan dengan tujuan
akhir atau ekstologi yaitu kehidupan yang sudah ditentukan oleh Tuhan sehingga tujuan hidup
manusia adalah mencari keselamatan.
Pada periode Dark Age berkembang pandangan bahwa ilmu pengetahuan harus dilandasi oleh
agama. Oleh sebab itu, muncul pembatasan-pembatasan dalam mengembangkan pemikiran
maupun ilmu pengetahuan. Hal ini merupakan salah satu latar belakang munculnya
zaman Renaissance.Renaissance di Eropa muncul akibat doktrin Gereja yang sangat kuat pada
abad pertengahan. Gereja mengatur aktivitas masyarakat dalam berbagai segi, baik
pemerintahan, ekonomi, pendidikan maupun social budaya. Gereja mempengaruhi berbagai
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sehingga raja tidak mempunyai kekuasaan dalam
kegiatan pemerintahan.
Berbagai hal diberlakukan demi kepentingan Gereja. Namun, jika ada hal yang dianggap
merugikan Gereja, maka akan mendapat balasan. Misalnya, pemberian hukuman bagi
Copernicus yang menyatakan tentang teori tata surya. Dalam teorinya, Copernicus menyebutkan
bahwa matahari pusat dari tata surya, tetapi hal ini bertolak belakang dari ajaran Gereja sehingga
Copernicus dihukum mati.
Akibat dari doktrin gereja yang dianggap merugikan, maka
muncullah Renaissance.Renaissance merupakan proses kelahiran kembali orang Eropa untuk
mempelajari ilmu pengetahuan dan terlepas dari kekuasaan Gereja. Renaissance berawal di
Florence, Italia, kemudian menyebar ke Prancis, Spanyol, dan seluruh Eropa.
Orientasi pemikiran pada zaman Renaisans bersifat antroposentrisme, yaitu manusia menjadi
pusat dalam kehidupan (faber mundi). Manusia harus berperan aktif dalam kehidupan, bukan
bersifat pasif dengan berpasrah dengan keadaan. Oleh karena itu, lahir gerakan Humanisme,
yaitu gerakan yang ingin mengungkapkan kembali nilai-nilai kemanusiaan. Seorang humanis
merupakan orang yang mengabdikan dirinya untuk kepentingan sesama umat manusia. Inilah
cara pandang antroposentrisme yang dilahirkan oleh Renaisans (dari kata bahasa Yunan
“anthropos”, yang berarti “manusia” dan “kentron” yang berarti “pusat”.
Belenggu ajaran gereja diganti dengan pola pikir rasional, sehingga manusia bisa berkembang
dalam ilmu pengetahuan maupun kondisi sosialnya. Dari sinilah bermunculan ahli-ahli di
berbagai bidang seperti ahli sastra, ahli seni, ahli arsitektur, dan ahli ilmu pengetahuan.
Beberapa dampak adanya Renaissance, dapat dikategorikan sebagai berikut.
1) Runtuhnya dominasi Gereja
2) Perubahan di bidang Sumber Daya Manusia (SDM), yaitu perubahan pola pikir (rasio) menjadi
lebih rasional.
3) Mendorong pencarian daerah baru sehingga terbentuklah penjelajahan samudra.
4) Perubahan kebudayaan dan IPTEK ditekankan pada pembentukan manusia yang humanis.

1.3 Tokoh-Tokoh Renaisans dan Pemikirannya


a) Bidang Seni dan Budaya
1. Albrecht Duhrer (1471-1528)
Albrecht Duhrer adalah seorang ahli di bidang seni budaya, dan teoritikus Renaisans
Jerman.Albrecht lahir di Nuremberg. Duhrer mulai meningkatkan reputasinya dan pengaruhnya
di seluruh Eropa, ketika Albrechrt masih berusia dua puluhan karena cetakan kayu berkualitas
tinggi. Pada masanya, Albrecht Duhrer berkomunikasi dengan seniman besar Italia, termasuk
Raphael, Giovanni Bellini dan Leonardo da Vinci. Karya-karya Duhrer adalah Melencolia I,
Durer’s Rhinoceros, Adam and Eve, Saint Jerome in His Study, dan lain-lain.
2. Ghirlandaio (1449-1494)
Domenico adalah seorang pelukis Firenze zaman Renaissance yang terkenal, sezaman
denganBotticelli dan Filippino Lippi. Salah satu di antara murid-muridnya yang banyak
adalahMichelangelo. Karya-karya Ghirlandaio, yaitu Potrait of Giovanna Tornabuoni, Vacation
of the Apostles, dan lain-lain.
3. Leonardo da Vinci (1452-1519)
Leonardo da Vinci adalah arsitek, musisi, penulis, pematung, dan pelukis Renaisans Italia. Ia
digambarkan sebagai arketipe "manusia renaisans" dan sebagai genius universal. Leonardo
terkenal karena lukisannya yang piawai, seperti Jamuan Terakhir dan Mona Lisa. Ia juga dikenal
karena mendesain banyak ciptaan yang mengantisipasi teknologi modern tetapi jarang dibuat
semasa hidupnya, sebagai contoh ide-idenya tentang tank dan mobil yang dituangkannya lewat
gambar-gambar dwiwarna. Selain itu, ia juga turut memajukan ilmu anatomi, astronomi,
danteknik sipil bahkan kuliner.
b) Bidang Penjelajahan Samudera
1. Christopher Columbus (1451-1506)
Christopher Columbus adalah seorang penjelajah dan pedagang asal Genoa, Italia, yang
menyeberangi Samudera Atlantik dan sampai ke benua Amerika pada tanggal 12 Oktober 1492.
Perjalanan tersebut didanai oleh Ratu Isabella dari Kastilia Spanyol setelah ratu tersebut berhasil
menaklukkan Andalusia. Ia percaya bahwa bumi berbentuk bola kecil, dan beranggap sebuah
kapal dapat sampai ke timur Jauh melalui jalur barat.
2. Ferdinand Magellan (1480-1521)
Ferdinand Magellan adalah seorang petualang Portugis. Dia lahir di Sabrosa, di Portugal Utara,
dan melayani Raja Charles I dari Spanyol dalam rute pencarian ke arah barat menuju "Kepulauan
Rempah-rempah" (Kepulauan Maluku). Magellan adalah orang pertama yang berlayar
dari Eropa ke barat menuju Asia, orang Eropa pertama yang melayari Samudra Pasifik, dan
orang pertama yang memimpin ekspedisi yang bertujuan mengelilingi bola dunia. Meskipun
Magellan sendiri tewas terbunuh oleh Datuk Lapu-Lapu di Filipina dalam persinggahannya
diHindia Timur sebelum menuju Eropa, delapan belas anggota kru dan armadanya berhasil
kembali ke Spanyol pada tahun 1522, setelah mengelilingi bumi.
c) Bidang Ilmu Pengetahuan
1. Johann Gutenberg (1400-1468)
Johann Gutenberg merupakan ilmuwan kebangsaan Jerman yang berhasil menemukan mesin
cetak. Mesin ini berhasil ia ciptakan pada tahun 1440. Temuannya memiliki pengaruh yang
sangat luar biasa terhadap kemajuan peradaban Eropa khususnya dan dunia pada umumnya.
Berkat temuannya, Eropa dapat melampaui peradaban Cina yang ketika itu dikatakan memiliki
tingkat peradaban yang sama dengan Eropa.
2. Galileo Galilei (1564-1642)
Galileo Galilei merupakan ilmuwan terbesar di zamannya. Ia seorang pendukung teori
heliosentris dan menemukan pentingnya akselerasi dalam dinamika. Akselerasi adalah perubahan
kecepatan, baik dalam besarnya maupun dalam arah geraknya. Ia jugalah yang mula-mula
menetapkan hukum mekanika. Bagi Galileo, teori yang pernah dikemukakan oleh Aristoteles
bahwa benda yang lebih berat jatuh lebih cepat ketimbang benda yang lebih ringan adalah salah,
Galileo berpendapat bahwa benda berat maupun ringan jatuh pada kecepatan yang sama, kecuali
sampai batas mereka berkurang kecepatannya akibat pergeseran udara.
Hal ini pun terjadi sebelum ia mendukung teori Copernicus. Ia membuat sebuah teleskop yang
digunakan untuk menjelajahi jagat raya dan berkesimpulan bahwa Copernicus berada di pihak
benar.
3. Nicolaus Copernicus (1413-1543)
Nicolaus Copernicus merupakan tokoh Gereja ortodoks. Ia menemukan bahwa matahari
merupakan pusat jagat raya (heliosentris). Selain itu, ia mengemukakan bahwa buki mempunyai
dua macam gerak, yaitu gerak perputaran sehari-hari pada porosnya dan gerak perputaran
tahunan mengitari matahari. Hal ini bertentangan dengan pendapat gereja yang menjadikan bumi
sebagai pusat tata surya (geosentris) sehingga ia takut akan dikucilkan dari gereja apabila
temuannya ini dipublikasikan. Baru pada tahun 1543, bertepatan dengan tahun kematiannya,
penemuannya tersebut diterbitkan oleh temannya. Buku itu dipersembahkan kepada Sri Paus.
Sebelum zaman Galileo, buku ini dibiarkan beredar karena orang-orang tidak menaruh curiga.
4. Johannes Kepler (1571-1630)
Johannes Kepler merupakan orang yang menerima dan meneruskan teori bahwa matahari
merupakan pusat jagat raya. Ia menemukan bahwa planet-planet bergerak dengan membuat
lingkaran bulat panjang, dengan matahari sebagai salah satu titik fokus.
Di samping perkembangan di bidang ilmu pengetahuan, pada zaman Renaisans juga terdapat
perkembangan di bidang ilmu negara, seperti Niccolo Machiaveli (1467-1525). Pemikirannya
yang terkenal adalah gagasan tentang suatu bentuk negara yang otokratis. Selain Machiaveli, ada
Thomas More (1478-1535). Ia menuangkan pemikirannya tentang negara Utopia, yaitu suatu
masyarakat agraris berdasarkan keluarga sebagai kesatuan dasar yang tidak mengenal hak milik
pribadi atau ekonomi uang.
1.4 Faktor-faktor yang Melahirkan Gerakan Renaisans
a. Munculnya banyak kelas menengah baru
Kemajuan ekonomi dan tumbuhnya banyak kelas menengah baru di kota-kota seperti Florence,
Genoa, Venesia pada zaman itu sangat mempengaruhi minat orang untuk mempelajari kembali
nilai-nilai yang terdapat pada kebudayaan antik, yaitu Yunani Kuno dan Romawi.
Selama Abad Pertengahan, yaitu abad ke 5 sampai abad ke 15, orang-orang Venesia dan Genoa
dari Italia mengendalikan bagian terbesar dari perdagangan di Mediterania, yang terhubung ke
pusat-pusat perdagangan utama seperti Konstatinopel, Antiokia, dan Alexandria. Ada juga tokoh
petualang dari Italia, yaitu Marco Polo (1271-1292) yang berhasil melakukan ekspedisi ke Asia,
termasuk ke Cina. Ekspedisi ini dimungkinkan karena semakin terbukanya hubungan antara
Barat dan Cina berkat adanya Jalan Sutra (Silk Road).
Di Mediterania, pedagang-pedagang ini memperdagangkan komoditas dari Timur (sebutan untuk
Asia dan Afrika pada waktu itu) ke Eropa. Sebaliknya, melalui mereka juga, komoditas dari
Eropa seperti pakaian jadi, sepatu, dan arloji, mengalir deras ke Timur melalui kota perdagangan
terkenalnya, yaitu Konstatinopel. Florence, Venesia, dan Genoa di Italia menjadi kota
perdagangan yang ramai. Apabila kota-kota Abad Pertengahan berpusat pada katedral-katedral,
kota-kota Renaisans berpusat pada alun-alun, pasar, dan bank.
Masa Perang Salib sejak abad ke 11 sampai abad ke 15 membuat semakin intensnya perjumpaan
antara Barat dan Dunia Timur. Banyak orang, termasuk orang-orang Barat, memanfaatkan
Perang Salib dan ramainya penziarah ke Tanah Suci untuk berdagang. Sebagai imbasnya,
produk-produk dari Timur semakin dikenal di Barat. Kota-kota berkembang semakin hidup dan
dinamis. Dapat dikatakan bahwa Italia adalah negeri paling maju di Eropa saat itu. Kemajuan
dalam perdagangan internasional ini jelas memiliki dampak positif ditandai dengan ekonomi
yang berkembang pesat dan muncul banyak orang kaya baru. Mereka bukan dari golongan
bangsawan atau tuan-tuan tanah feodal, melainkan individu-individu yang memang memiliki
jiwa petualang dan bisnis.
Munculnya banyak kelas menengah baru serta kota-kota dagang yang makmur akibat
perdagangan berhasil mengubah cara pandang orang terhadap kehidupan di dunia. Perlahan-
lahan mereka meyakini bahwa tujuan hidup manusia di dunia adalah mencapai kesejahteraan dan
kebahagiaan di dunia. Muncul pandangan yang positif dan optimistis terhadap kehidupan di
dunia. Dalam perkembangannya, kaum Protestan aliran Calvinisme meradikalkan keyakinan ini
dengan mengatakan bahwa kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia bahkan menjadi tanda
apakah nanti seseorang akan masuk surga atau tidak. Dengan demikian, cara pandang lama yang
dianut Abad Pertengahan perlahan-lahan memudar. Gereja semakin kehilangan wibawanya dan
kekuasaannya dalam kehidupan religius.
b. Adanya dukungan penguasa dan bangsawan yang progresif
Orang-orang kaya baru ini juga memiliki idealisme dan cita rasa seni yang tinggi. Berhasil dalam
bisnis, mereka mencari petualangan lain. Mereka mempelopori pengembangan pendidikan yang
berbasis humaniora serta membiayai proyek-proyek besar dalam bidang seni dan budaya.
Sekolah-sekolah menengah dan universitas-universitas mengembangkan kajian terhadap
kebudayaan-kebudayaan klasik, mempromosikan sastra, dan sebagainya. Para genius seni,
seperti seni lukis dan seni rupa, diberi ruang untuk berekspresi. Hal yang sama berlaku juga
dalam bidang arsitektur. Pada masa ini, lahirlah seniman-seniman genius, seperti Dantello (1386-
1466), Leonardo da Vinci (1452-1519), Micheleangelo (1475-1564), dan Raphael (1483-1520).
Di Florence, Italia, orang-orang kaya pendukung gerakan Renaisans itu tampak pada keluarga
Medici. Keluarga ini mulai tenar di Seantero, Italia pada abad ke 14 sejak Averardo de’ Medici
berhasil dalam usaha kain sutra, linen, dan akhirnya menjadi banker. Di bawah putranya,
Giovanni di Bicci, usaha ini meluas ke luar Italia. Keluarga Medici mulai masuk ke dunia politik
di Florence ketika Giovanni terpilih menjadi hakim agung di kota itu pada tahun 1421. Putra
Giovani Cosimo de’ Medici membawa keluarga Medici ke puncak kejayaan, tidak saja dalam
bidang ekonomi, tetapi juga politik dan sosial-budaya. Ia juga tokoh utama yang menjadi pelopor
dan pelindung bidang budaya, kesenian, dan ilmu pengetahuan. Cosimo adalah pewaris etos
kerja orang Florence per non dormire, yang secara harfiah berarti “janganlah tidur”. Ungkapan
ini ingin menyatakan bahwa tidur terlalu banyak menjauhkan seseorang dari kemajuan dan
kesejahteraan. Melalui slogan tersebut, Cosimo de’ Medici menggerakkan kemajuan Florence
dalam bidang politik, ekonomi, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan.
Pada tahun 1460, Cosimo de’ Medici mendirikan Akademia Seni Rupa (Accademia delle Arti del
Disegno) yang dipimpin oleh Michelangelo. Para seniman terkenal yang dihasilkan akademi ini
diantaranya, Michelangelo Buonarroti, Francesco da Sangallo, Agnolo Bronzino, Benvenuto
Cellini, Giorgio Vasari, Bartolomeo Ammannati, dan Giambologna. Idealisme keluarga Medici
dilanjutkan oleh para penerusnya, seperti Lorenzo de’ Medici, yang terkenal sebagai diplomat
ulung dan seniman. Keluarga Medici dikenal sebagai patron (pendukung dan pelindung) para
pelukis dan pemahat, seperti Michelangelo, Leonardo da Vinci, dan Bertoldo.
Di atas semua itu, sumbangan besar keluarga Medici terhadap era Renaisans adalah dalam
bidang pendidikan dan seni. Cosimo de’ Medici yang memprakarsai pendirian Accademia
Plato di Florence pada tahun 1642. Akademi ini adalah sebuah kelompok diskusi akademis
informal yang melibatkan para cendekiawan atau kaum terpelajar terkemuka di Florence pada
zaman itu. Anggota-anggotanya yang terkenal itu diantaranya adalah Poliziano, Cristoforo
Landino, Pico della Mirandola, dan Gentile de’ Becchi. Mereka mendiskusikan serta
menyebarluaskan gagasan-gagasan politik Plato.
Di negara-negara Eropa lain, yang penguasanya menjadi pendukung penuh cita-cita dan gerakan
Renaisans, antara lain di Inggris (Hendry VIII), Prancis (Francis I), Spanyol (Charles V), dan
Denmark (Christian II). Para Paus juga, seperti Nicholas V dan Leo X, tidak ketinggalan
berkontribusi terhadap gerakan Renaisans. Padahal, nantinya gerakan ini menjadi fondasi
tersingkirnya Gereja dari panggung politik, bahkan dari ruang publik Eropa.
Secara khusus di Inggris, di bawah kekuasaan Raja Hendry VIII, revolusi budaya era Renaisans
benar-benar membawa dampak politik dan social yang benar, yaitu terputusnya hubungan antara
Gereja Inggris dan Gereja Katolik Roma.
c. Kenyataan pahit Abad Pertengahan
Secara khusus di Inggris, kondisi kemiskinan dan kenyataan-kenyataann pahit yang dialami
rakyat pada abad pertengahan turut memicu lahirnya Renaisans. Berbagai pengalaman pahit
membuat orang kemudian mempertanyakan ulang hakikat, tujuan hidup, serta institusi-institusi
yang sebelumnya menuntun arah hidup mereka.
Mereka mulai menemukan kesadaran bahwa mereka sendiri harus mampu menemukan jalan
keluar terhadap masalah hidup sehari-hari tanpa harus menyerahkan segala sesuatunya kepada
otoritas lain, seperti gereja, dan para pemimpinnya. Mereka sendirilah yang harus
mengusahakannya. Lembaga Gereja juga disadari bukanlah jalan keluar untuk membuat hidup
mereka di dunia semakin sejahtera. Oleh karena itu, sebuah institusi yang bernama negara harus
dibentuk dan diperkuat untuk mengurus kesejahteraan bersama. Selain itu, setiap manusia
diciptakan dengan harkat dan martabat yang sama; oleh karena itu, tidak boleh ada pihak lain,
yang dapat memperlakukan orang lain sebagai alat untuk mendukung kepentingan-
kepentingannya.
Untuk pertama kalinya selama berabad-abad mereka merefleksikan kenyataan termasuk dirinya
serta berupaya membongkar praktik-praktik yang dianggap membelenggu potensi
kemanusiaannya. Itulah juga yang kemudian melahirkan ide keadilan, hak, martabat manusia,
otonomi individu, dan kebebasan.
d. Jatuhnya Konstatinopel pada tahun 1453
Jatuhnya Konstatinopel pada tahun 1453 ke tangan Dinasti Ottoman memberikan dorongan tidak
langsung bagi lahirnya Renaisans. Banyak cendekiawan yang ahli dalam kebudayaan Yunani dan
Romawi yang bekerja di perpustakaan-perpustakaan di Konstatinopel menyingkir ke wilayah-
wilayah di Eropa sambil membawa banyak buku sastra, hokum, dan seni yang tidak ternilai
harganya. Di tempat yang dituju, mereka mengajar bahasa Yunani dan Latin, karya-karya sastra,
serta hukumnya.
Hasilnya, minat untuk mempelajari kebudayaan Yunani dan Romawi di Eropa meningkat.
Literatur-literatur Yunani Kuno dan Romawi dipelajari secara luas oleh bangsa-bangsa Eropa.
Ilmu humaniora berkembang. Mereka mengumpulkan, mempelajari, menyunting tulisan-tulisan
klasik, dan kemudian menerbitkannya kembali. Salah seorang cendekiawan itu adalah Desiderius
Erasmus (1466-1536) dari Belanda, seorang humanis dan pemikir besar Renaisans. Peradaban
Barat sejak era Renaisans dibentuk sebagai hasil dari kajian dan penghayatan terhadap nilai-nilai
kedua kebudayaan antik tersebut.
e. Penemuan mesin cetak
Penemuan mesin cetak pada tahun 1454 oleh Gutenberg dari Mainz (Jerman) sangat membantu
mempercepat serta memperluas penyampaian gagasan-gagasan. Keadaan ini kemudian
melahirkan revolusi berpikir Renaisans dan humanism.
1.5 Pengaruh Renaissance bagi Indonesia dan Dunia
Renaissance merupakan salah satu peristiwa besar yang berdampak bagi kehidupan masyarakat,
tidak hanya masyarakat Eropa melainkan juga masyarakat di berbagai benua.
TerbentuknyaRenaissance membawa dampak positif dan negatif bagi perkembangan
masyarakat.
Dampak dari Renaissance terlihat dalam berbagai bidang
a. Sosial-Budaya
Semangat Renaisans dan humanism, terutama sikap positif terhadap dunia serta penekanannya
pada otonomi dan kebebasan individu, melahirkan perubahan yang radikal dalam berbagai
bidang. Hal ini menjadi fondasi bagi lahirnya sekularisme di Eropa. Sekularisme adalah ideologi
atau gerakan yang mendorong dihapusnya agama dari ruang publik. Sekularisme, misalnya,
menggarisbawahi agar urusan politik dilepaskan sama sekali dari pengaruh dan campur tangan
agama. Urusan agama dianggap sebagai urusan pribadi setiap individu. Ringkasnya, agama tidak
boleh mencampuri urusan-urusan di ruang publik.
Sudah sejak era Renaisans, perlawanan terhadap campur tangan agama dalam ruang publik
dilancarkan. Beberapa raja kuat, misalnya, melakukan perlawanan terbuka terhadap gereja,
seperti yang terjadi pada tahun 1296 , ketika Raja Philip IV dari Prancis menangkap dan
memenjarakan Paus yang berkuasa saat itu.
Gerakan menyingkirkan agama dari ruang publik mencapai puncaknya pada Zaman Pencerahan
(Aufklarung) di abad ke-18. Pada masa ini, agama bahkan dianggap sebagai penghambat
kemajuan dan kebahagiaan manusia di dunia. Semboyan “religion was not highest expression of
human values” (“ agama bukan ekspresi tertinggi nilai-nilai kemanusiaan”) bergema dimana-
mana. Untuk menegaskan betapa besarnya potensi manusia melalui rasionya, tokoh Renaisans
Leon Battista Alberti (1404-1472) bahkan berpendapat, “Man can do all things if they
will” (“manusia dapat melakukan apa pun yang dikehendakinya”).
b. Ekonomi-politik
Memang tidak mungkin dihindari bahwa, gerakan Renaisans dan humanisme perlahan-lahan
menyingkirkan wibawa dan peran agama dalam kehidupan publik. Sebagai ganti agama,
masyarakat era Renaisans membangun serta memperkuat fungsi dan peran negara. Institusi ini
diyakini menjadi sarana yang tepat untuk menciptakan kemajuan dan kesejahteraan.
Sebelumnya, negara berada di bawah pengaruh dan kekuasaan Gereja. Selama lama berada
dikekuasaan Gereja, raja sebagai pemimpin negara kemudian berpikir keras mencari cara-cara
menyejahterakan rakyatnya.
Raja-raja itu beruntung karena pada saat yang sama para usahawan dan pedagang independen
sedang tumbuh dan berkembang dengan pesat, demikian juga perdagangan lintas negara yang
mereka rintis. Melalui kerja sama dengan para usahawan swasta dan pedagang ini, raja
mengembangkan perekonomian negara. Raja melindungi para pedagang dalam seluruh aktivitas
ekonominya, dan para pedagang menyumbang kemajuan negara melalui pajak.
Dalam perkembangannya, tumbuh kesadaran bahwa kesejahteraan suatu negara ditentukan oleh
banyaknya aset atau modal yang dimiliki serta besarnya volume perdagangan global suatu
negara. Pandangan ini nantinya akan disebut Merkantilisme. Paham Merkantilisme juga yang
melahirkan kolonialisme dan imperialisme.
Dapat disimpulkan pengaruh Renaisans diantaranya muncul pembaharuan dan penemuan baru
yang terkenal sampai ke berbagai penjuru dunia. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya ilmuwan
yang berpengaruh hingga saat ini. Renaisans juga berpengaruh dalam kegiatan invasi besar-
besaran “Bangsa Barat” ke Dunia Timur termasuk Nusantara. Kegiatan invasi ini dipengaruhi
oleh beberapa penemuan pada masa Renaisans diantaranya penemuan mesin cetak oleh Johann
Gutenberg, senjata api, dan penemuan kompas yang digunakan untuk menentukan mata angin
dalam pelayaran.
2. Aufklarung
2.1 Arti Aufklarung
Zaman Aufklarung ini dikenal dengan “zaman pencerahan” atau “zaman fajar budi”. Aufklarung
merupakan kelanjutan dari Renaissance. Abad Pencerahan (Age of Enlighttenment/1685-1815)
adalah suatu periode dalam sejarah manusia yang ditandai dengan optimisme yang tinggi pada
kemampuan rasio manusia untuk menciptakan kemajuan. Nama pencerahan diberikan untuk
zaman ini karena manusia mulai mencari cahaya baru melalui rasionya sendiri. Dengan kata lain,
abad pencerahan merupakan era dimana manusia mencari cahaya baru melalui rasionya.
Keyakinan pada kemampuan rasio untuk mencapai kemajuan sedemikian tinggi sehingga pada
masa ini tumbuh keyakinan bahwa peran Tuhan dianggap berhenti setelah proses penciptaan
alam semesta dan segala isinya selesai. Selain itu, Tuhan tidak terlibat atau campur tangan lagi
dalam urusan dunia. Urusan di dunia diserahkan sepenuhnya kepada manusia yang telah Tuhan
anugerahi dengan rasio. Dengan rasionya, manusia dituntut untuk memahami hukum-hukum
yang berlaku objektif dan ketat demi kemajuan dan perkembangan hidupnya. Gagasan
pencerahan semacam ini disebut dengan Deisme. Dalam pandangan ini, Tuhan ibarat seorang
pembuat jam (watchmaker). Setelah jam dibuat, pembuat jam membiarkan jam itu bekerja
sendiri tanpa campur tangannya lagi.
Dengan kata lain, menurut pandangan deisme, dunia alamiah ini bekerja secara mekanis menurut
hukum-hukum yang berlaku objektif dan ketat yang disebut hukum alam. Jadi, sekiranya Allah
itu dapat diyakini keberadaannya, paling-paling Dia hanya menciptakan dunia mekanis itu dan
selanjutnya berjalan sendiri.
Abad pencerahan berlangsung pada abad 17-18 Masehi (1685-1815). Sumber lain mengatakan,
periode ini membentang antara apa yang disebut “The Glorious Revolution” 1688 di Inggris dan
Revolusi Prancis tahun 1789. Negara-negara pelopornya adalah Inggris dan Prancis. Di kedua
negara ini lahir banyak ilmuwan, dan pemikir atau filsuf, yang gagasan-gagasannya sangat
berperan memicu lahirnya abad pencerahan.
Gagasan Pencerahan mencapai puncaknya dalam Revolusi Prancis (1789-1799). Melalui revolusi
ini tatanan sosial-politik hierarkis tradisional, seperti monarki Prancis, privilese-privilese bagi
kaum bangsawan,serta kekuasaan politik dan otoritas Gereja, dihancurkan secara kejam,
kemudian digantikan oleh tatanan sosial-politik yang diilhami ide-ide pencerahan, yaitu
kebebasan (liberte), kesetaraan (egalite), dan persaudaraan (fraternite). Meski demikian, dampak
kemanusiaan yang ditimbulkan revolusi ini serentak juga menunjukkan bahwa gagasan
pencerahan, terutama rasio manusia, memiliki keterbatasan.
2.2 Latar Belakang Aufklarung
Sejak era Renaisans, keyakinan akan kemampuan rasio manusia untuk menciptakan kemajuan
dan kebahagiaan di dunia sudah disadari. Dan juga keinginan untuk membebaskan diri
(emansipasi) dari kungkungan berpikir abad pertengahan. Sebagai akibatnya, lahirlah banyak
mahakarya seni dari para maestro sangat berbakat ketika itu.
Meskipun demikian, secara umum, umat manusia hanya berhasil melahirkan perkembangan
dalam bidang humaniora, seperti filsafat, politik, seni, sastra, hukum, dan semacamnya. Belum
ada perubahan yang signifikan dalam hal kesejahteraan secara ekonomi. Padahal, manusia
memiliki potensi untuk meningkatkan ksejahteraan itu, dalam bentuk rasio yang telah
dianugerahkan Tuhan.
Itu berarti, masalahnya bukanlah apakah manusia mampu atau tidak menciptakan perubahan
demi kesejahteraan di dunia dengan rasionya, melainkan mengapa manusia belum menggunakan
rasionya semaksimal mungkin. Oleh Filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724-1804), jawaban atas
pertanyaan tersebut dirumuskan dengan padat, ”Karena manusia belum berani menggunakan
rasionya.” Menurutnya manusia belum berani menggunakan rasionya karena masih dikuasai oleh
otoritas-otoritas lain, seperti tradisi, Kitab Suci, Gereja, dan negara. Kant bahkan mengatakan,
ketergantungan pada otoritas-otoritas lain itu merupakan tanda bahwa manusia belum dewasa.
Jadi, inilah kata-kata dari Kant yang kemudian menjadi slogan utama Abad Pencerahan,
”Beranilah berpikir sendiri! (Sapere aude!)”. Dengan berani berpikir sendiri, niscaya manusia
akan sejahtera dan bahagia. Itulah yang disebut Optimisme Pencerahan.
Pada periode Aufklarung telah banyak membawa perubahan pola pikir manusia. Manusia mulai
menggunakan akalnya untuk meneliti secara kritis segala sesuatu dalam kehidupannya termasuk
dalam kehidupan bernegara. Masa inilah yang kemudian membuat para tokoh yang kemudian
terkenal sebagai pelopor sebuah aliran untuk mulai menyuarakan pendapatnya. Pendapat ini
dapat berupa celaan dan kritikan tajam terhadap kinerja pemerintah yang otoriter dan dictator
terhadap rakyatnya.
2.3 Tokoh-tokoh Aufklarung dan Pemikirannya
Masa Aufklarung melahirkan berbagai pemikiran yang terbagi dalam aliran-aliran berikut.
a. Rasionalisme
Secara umum, rasionalisme merupakan pendekatan filosofis yang menekankan akal budi (rasio)
sebagai sumber utama pengetahuan.
Hampir semua ahli yang muncul pada zaman ini merupakan ahli matematika, seperti Descartes,
Spinoza, dan Leibniz. Mereka mencoba menyusun suatu sistem filsafat berdasarkan
rasionalisme.
b. Empirisme
Doktrin empirisme adalah lawan dari rasionalisme yang menganggap bahwa sumber
pengetahuan harus dicari dalam pengalaman. Tokoh empirisme pada umumnya memberikan
tekanan lebih besar pada pengalaman dibandingkan dengan filsuf-filsuf lain. Pengalaman
indrawi menurut mereka adalah satu-satunya sumber pengetahuan, bukan akal (rasio).
Aliran empirisme diawali dari Francis Bacon (1561-1626), yang memberi tekanan kepada
pengalaman sebagai sumber pengenalan. Aliran ini diterima dan dikembangkan oleh tokoh-tokoh
terkemuka empirisme, seperti Thomas Hebbes (1588-1679), John Locke (1632-1704), dan D.
Hume (1711-1776).
c. Kantianisme
Tokoh yang terkenal dalam aliran ini adalah Immanuel Kant. Ia adalah salah seorang kritikus dan
pemikir besar di Barat. Dia dengan gigih berupaya mendamaikan pertentangan yang terjadi
antara rasionalisme dan empirisme. Kant mencoba merumuskan kebenaran ilmu pengetahuan
melalui dua paham yang bertentangan, yakni rasionalisme dan empirisme. Ia berpendapat bahwa
pengetahuan adalah hasil kerjasama dua unsur, yakni pengalaman dan kearifan akal budi.
Pengalaman indrawi adalah unsur a posteriori (yang datang kemudian), sedangkan akal budi
merupakan unsur a priori (yang datang lebih dulu).
Kedua aliran bersebrangan ini hanya mengakui salah satu unsur saja sebagai sumber
pengetahuan, sehingga menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini diselesaikan Kant
dengan membedakan kebenaran menjadi tiga macam, yaitu kebenaran akal budi, kebenaran
rasio, dan kebenaran indrawi.
d. Idealisme
Idealisme secara umum berhubungan dengan rasionalisme. Ini adalah madzahab epistimologi
yang mengajarkan bahwa pengetahuan deduktif dapat diperoleh manusia dengan akalnya. Lawan
rasionalisme dalam epistimologi ialah empirisme yang mengatakan bahwa pengetahuan bukan
dari akal, melainkan melalui pengalam empiris.
Aliran idealisme ini diwakili oleh beberapa tokoh diantaranya J. G. Fitche (1762-1914), F.W.S.
Schelling (1775-1854), dan F.Hegel (1770-1831).
e. Positivisme
Pada dasarnya positivism bukanlah suatu aliran yang berdiri sendiri. Ia hanya menyempurnakan
empirisme dan rasionalisme yang bekerja sama. Artinya ia menyempurnakan metode ilmiah
dengan memasukkan eksperimen dan ukuran-ukurannya. Jadi pada dasarnya positivisme itu
sama dengan empirisme dan rasionalisme. Hanya bedanya, empirisme menerima pengalaman
batiniah sedangkan positivism membatasi pada pengalaman objektif saja.
Pelopor utama positivisme adalah Auguste Comte (1798-1857), seorang filsuf Prancis yang besar
pengaruhnya terhadap perkembangan sains dan teknologi modern.
f. Pragmatisme
Pragmatisme adalah aliran pemikiran yang memandang bahwa benar tidaknya suatu ucapan,
dalil, atau teori, semata-mata bergantung kepada manfaatnya dalam kehidupan. Salah satu tokoh
yang terkenal dalam aliran ini adalah William Janes (1842-1910). Ia mengatakan di dalam
bukunya The Meaning of Truth, bahwa tidak ada kebenaran yang mutlak, berlaku umum dan
berdiri lepas dari akal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar
dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam praktik, apa yang kita
anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.
g. Fenomenologi
Fenomenologi adalah sebuah studi dalam bidang filsafat yang mempelajari manusia sebagai
sebuah fenomena. Ilmu fenomenologi dalam filsafat biasa dihubungkan dengan ilmu
hermeneutik, yaitu ilmu yang mempelajari arti daripada fenomena ini. Ahli fenomenologi yang
pertama adalah Edmund Husserl (1859-1938) yang memulai karir filsafatnya dengan suatu buku
tentang dasar-dasar ilmu hitung. Tulisan Hasserl yang paling menarik perhatian adalah Logical
Investigation (1900-1901), Idea for a Pure Phenomenology (1913) dan Corestian
Meditations (1929).
h. Eksistensialisme
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala dengan berdasar
pada eksistensinya. Artinya bagaimana manusia berada (bereksistensi) dalam dunia. Pusat
perhatiannya adalah situasi manusia. Istilah eksistensialisme dikemukakan oleh ahli filsafat
Jerman Martin Heidegger (1889-1976).
2.4 Pengaruh Aufklarung bagi Dunia dan Indonesia
Immanuel Kant lahir pada masa dimana dunia telah melahirkan banyak ilmuwan dan pemikir
berbakat. Hasil karya para ilmuwan melahirkan revolusi (perubahan-perubahan besar dan drastis)
dalam kehidupan. Dengan kata lain, optimisme itu muncul karena keberanian menggunakan
rasio itu telah terbukti melahirkan perubahan-perubahan besar. Hal itu tampak sangat nyata
melalui hasil penemuan para ilmuwan serta pemikiran-pemikiran para filsuf. Penemuan para
ilmuwan pada masa-masa menjelang munculnya optimisme pencerahan memicu lahirnya banyak
kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara itu, pemikiran-pemikiran para filsuf
tentang negara, masyarakat, Gereja, ekonomi, dan sebagainya, telah nyata-nyata melahirkan
perubahan besar dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial-budaya. Di sini dapat disebutkan
beberapa diantara mereka, yaitu Francis Bacon (1561-1626), Thomas Hobbes (1588-1679), John
Locke (1632-1704), Isaac Newton (1643-1727), dan Jean-Jacques Rousseau (1712-1778).
Mereka adalah contoh manusia-manusia yang tercerahkan (enlightened) karena berani
menggunakan rasionya.
Sementara itu, dalam bidang sosial-politik, di Inggris dihasilkan naskah penting yang menjamin
kebebasan warga, misalnya Habeas Corpus (1679). Ia menetapkan bahwa orang yang ditahan
harus dihadapkan dalam waktu tiga hari kepada seorang hakim dan diberi tahu atas tuduhan apa
ia ditahan. Ini menjadi dasar prinsip hukum bahwa orang hanya boleh ditahan atas perintah
hakim. Selain itu, Undang-Undang Pers (1693) menjamin kebebasan berpendapat bagi segenap
warga. Ini berarti setiap orang boleh saja mengkritik otoritas Gereja atau negara tanpa perlu
merasa takut terhadap kedua institusi itu. Selain itu, John Locke mendesak agar dalam
pemerintahan perlu ada pembagian kekuasaan dan jaminan atas hak kelompok minoritas
mengadakan oposisi.
Hingga saat ini, pemikiran para ahli dan filsafat tersebut masih diadopsi dalam berbagai ilmu
pengetahuan.
3. Reformasi Gereja
3.1 Arti Reformasi Gereja
Reformasi berasal dari bahasa Latin, yaitu Re (kembali) dan Formare (membentuk) yang
dimaksud reformasi adalah membentuk struktur ulang pola kehidupan masyarakat. Secara
khusus, Reformasi Gereja merupakan sejarah bangsa Barat dalam melakukan pembaharuan dan
semangat baru bagi kehidupan keimanan umat Katolik. Reformasi Gereja merupakan sebuah
upaya perbaikan dalam tatanan kehidupan yang didominasi oleh otokrasi Gereja.
3.2 Latar Belakang Reformasi Gereja
Di Eropa, sebelum terjadinya Reformasi pada tahun 1517 sudah terdapat beberapa kondisi sosial-
keagamaan, yaitu sebagai berikut.
1. Terjadinya krisis moral yang besar dalam tubuh Gereja. Krisis itu berupa penyelewengan
kekuasaan oleh para pejabat Gereja, termasuk Paus, korupsi, ketidaksucian diri (melupakan
selibat), jual beli indulgensi atau sakramen pengampunan dosa, gaya hidup hedonis, melupakan
kehidupan rohani, pemungutan pajak terhadap rakyat kecil, nepotisme dalam pemilihan dan
pengangkatan para klerus baik imam, uskup, maupun cardinal, dan semacamnya. Jadi, pada
waktu ROMA diplesetkan dengan akronim (R)adix (O)mnium (M)alorum (A)varita, yang berarti
cinta akan uang adalah akar dari segala kejahatan.
2. Pada masa sebelum Reformasi, nasionalisme semakin berkembang. Negara-negara nasional juga
sedang berupaya memperkuat diri serta mempertahankan keadaannya. Nasionalisme dalam hal
ini adalah tumbuhnya kesadaran sebagai kesatuan dari sejumlah bangsa di Eropa.
3. Lahirnya ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Gereja dari kalangan internal Gereja itu sendiri.
Orang-orang seperti Wycliffe dan Hus adalah contoh pemikir popular dari kalangan internal
Gereja yang sangat kecewa terhadap kepemimpinan Roma dan sangat ingin memperbaharuinya.
4. Semakin berkembangnya tradisi intelektual dan iklim kebebasan di Eropa. Hal ini tidak terlepas
dari gerakan Renaisans yang menekankan kemampuan rasio, otonomi individu, serta tanggung
jawab manusia untuk menciptakan kebahagiaan di dunia. Marthin Luther, raja-raja Eropa yang
berani melawan otoritas kepausan, serta para pendukungnya merupakan orang-orang gerakan
Renaisans dan humanisme. Dengan demikian, Reformasi Protestan tidak terlepas dari pengaruh
Renaisans.
Selain keempat faktor itu, masih dapat ditambahkan satu faktor lainnya, yaitu terjadi
ketidakpuasan dan kekacauan dalam bidang ekonomi. Saat Reformasi, penghuni Eropa
berjumlah sekitar 65-80 juta jiwa. Kelas borjuis (para pedagang dan usahawan kaya)
berkembang. Sejak menjelang berakhirnya Abad Pertengahan dan selama era Renaisans, mereka
menguasai ekonomi di kota-kota. Teknologi di bidang pertambangan, perkapalan, dan
percetakan menyegarkan ekonomi. Namun, tatanan ekonomi secara umum menimbulkan
ketidakpuasan dan kesenjangan. Kalangan bangsawan semakin tidak mendapat tempat dalam
masyarakat yang mengalami erosi feodalisme. Sementara itu, kaum petani hanya menjadi alat
kaum borjuis untuk kemakmuran mereka. Kedua kelompok ini sangat rentan terhadap tendensi
revolusioner. Kondisi sosial-ekonomi sebagaimana dijelaskan sebelumnya memicu munculnya
seorang biarawan Augustian bernama Marthin Luther pada tahun 1517. Sebagai seorang yang
bertekad mereformasi Gereja, ia seperti penyulur yang lama ditunggu.
Singkatnya, Reformasi Gereja dimulai di Eropa, khususnya di negara Jerman dan sekitarnya.
Reformasi Gereja terjadi akibat adanya penyimpangan yang dilakukan Gereja. Gerakan
Reformasi Gereja muncul pertama kali di Jerman. Reformasi Gereja di Jerman disebabkan oleh
kekecewaan rakyat terhadap dominasi Gereja dan adanya fase transisi ekonomi di Jerman
dimana pada waktu itu terjadi proses perubahan dari masyarakat feodal menuju masyarakat
kapitalis. Pada saat itu muncul suatu tokoh yang bernama Marthin Luther yang melahirkan
pemikiran baru untuk melaksanakan Reformasi Gereja yang nantinya tidak hanya berkembang di
Jerman melainkan meluas ke wilayah-wilayah Eropa lainnya.
Reformasi Gereja di Eropa mengakibatkan munculnya usaha-usaha demokratisasi politik serta
adanya kesadaran individual untuk memperjuangkan hak-hak politik serta kebebasan. Hal ini
menjadi dasar timbulnya tindakan demokratisasi rakyat yang antikekuasaan totaliter serta adanya
keberanian rakyat untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan pemerintah.
3.3 Tokoh-tokoh Reformasi Gereja dan Pemikirannya
Perkembangan Reformasi Gereja didasari pada pemikiran tokoh penting. Tokoh-tokoh
Reformasi Gereja diantaranya :
1. Marthin Luther (1483-1546)
Marthin Luther adalah pemimpin terkemuka gerakan keagamaan yang disebut Reformasi
Protestan. Gerakan Reformasi Prostestan merupakan cikal-bakal terbentuknya beberapa sekte
Protestan.
Marthin Luther sebelumnya adalah pemeluk Katolik yang taat. Namun, ia menentang kebiasaan
Gereja yang menyimpang pada masa itu. Marthin Luther berkeyakinan bahwa Tuhan maha
pengasih dan kasih sayang-Nya tidak dapat dibeli dengan uang atau apapun. Marthin Luther
menulis suatu maklumat yang dinamai Sembilan Puluh Lima Tesis. Pada tanggal 31 Oktober
1517 maklumat tersebut berisi Sembilan puluh lima alinea yang mengecam Gereja.
Luther menulis banyak karangan yang menjelaskan pandangan-pandangan teologianya. Tiga
karangannya yang terpenting adalah "An den Christlichen Adel Deutscher Nation:Von des
Christlichen Standes Bessening" (Kepada kaum Bangsawan Kristen Jennan tentang perbaikan
Masyarakat Kristen), "De Captivitate Babylonica Ecclesiae" (Pembuangan Babel untuk Gereja),
dan "Von der Freiheit eines Christenmenschen" (Kebebasan seorang Kristen).
Tanggal 15 Juni 1520, bulla (surat resmi) komunikasi dari Paus keluar. Bulla itu bernama
"Exurge Domine". Paus menyatakan bahwa dalam pandangan-pandangan Luther terdapat 41
pokok yang sesat. Ia meminta kepada Luther menarik kembali dalam tempo 60 hari dan jika
tidak ia akan dijatuhi hukuman gereja. Namun, Luther membalas bulla itu dengan suatu karangan
yang berjudul "Widder die Bullen des Endchrists" (Melawan bulla yang terkutuk dari si Anti-
Krist). Pada 10 Desember 1520 Luther membakar bulla Paus tersebut bersama-sama dengan
Kitab Hukum Kanonik Gereja Katolik Roma di depan gerbang kota Wittenberg dengan
disaksikan oleh sejumlah besar mahasiswa dan mahaguru Universitas Wittenberg. Tindakan ini
merupakan tanda pemutusan hubungannya dengan Gereja Katolik Roma. Kemudian keluarlah
bulla kutuk Paus pada tanggal 3 Januari 1521. Luther kini berada di bawah kutuk gereja.
Penolakan Luther untuk mencabut dalil-dalil dan ajarannya pada tanggal 18 April 1521 secara
simbolis memulai Reformasi Prostestan.
Pada tahun 1521 Marthin Luther dikucilkan dari Gereja. Kemudian Marthin Luther dan
pengikut-pengikutnya mendirikan sekte Protestan yang dikenal sebagai Lutheranisme. Setelah
Luther menempelkan 95 tesisnya pada pintu sebuah Gereja di Wittenberg. Luther juga
menerjemahkan injil ke dalam bahasa Jerman agar para pengikutnya dapat membacanya dalam
bahasa mereka sendiri.
2. Erasmus Desiderius Roterodamus
Erasmus adalah seorang humanis yang terkemuka dan merupakan perintis Reformasi Gereja.
Karyanya edisi Perjanjian Baru diterbitkan pada tahun 1516 dalam bahasa Yunani sehingga
mendorong Reformasi yang dilakukan oleh Luther. Erasmus dilahirkan 27 Oktober 1466. Ia
tinggal dalam biara Augustinus selama 5 tahun (1486-1491). Selama tinggal di biara, ia menulis
sejumlah puisi dan karangan prosa. Dalam tulisannya sudah tampak kritiknya pada kekuasaan
Gereja.
3. Zwingli
Huldrych (atau Ulrich) Zwingli lahir di Swiss, 1 Januari 1484 adalah pemimpin reformasi Swiss
dan pendiri Gereja Reformasi Swiss. Reformasi Zwingli didukung oleh pemerintah dan
penduduk Zurich, dan menyebabkan perubahan-perubahan penting dalam kehidupan masyarakat,
dan urusan-urusan negara Zurich.
4. John Calvin (1509-1564)
Seorang teolog dari Prancis yang ajarannya kemudian disebut Calvinisme. Calvin berhasil
mengadakan pembaharuan di kota Jenewa, bahkan pada tahun 1536 Calvin berhasil menerbitkan
buku Institutio (Institutes of Christian Religion). Pengikutnya tersebar di Skotlandia, Belanda,
dan bagian-bagian tertentu di Jerman, Prancis, dan Hongaria (khususnya di Transylvania dan
Polandia). Reformasi Gereja berakhir dengan pembagian dan pendirian institusi-institusi baru,
diantaranya Gereja Lutheran dan Gereja Calvinisme. Gerakan ini juga menimbulkan Reformasi
Katolik di dalam Gereja Katolik Roma.
5. John Knox
John Knox lahir pada tahun 1513 di Haddington. Ia belajar di Universitas St. Andrews lalu
ditahbiskan menjadi imam Katolik tahun 1536 dan menjadi seorang notaris kepausan tahun
1540. Ia adalah seorang tokoh yang mempengaruhi gerakan reformasi di Skotlandia. Ia
merupakan salah satu murid Calvin si Jenewa, sehingga pengaruh teknologi Calvinis sangat
berpengaruh kental dalam dirinya.
6. John Wycliff
John Wycliff lahir pada tahun 1324 adalah seorang pengajar di Universitas Oxford, Inggris, yang
dikenal sebagai filsuf, teolog, pengkhotbah, penerjemah, dan tokoh reformasi Kristen di Inggris.
Ia dikenal melalui karyanya menerjemahkan Alkitab dari bahasa Latin ke dalam bahasa Inggris
pada tahun 1382, yang dikenal sebagai Alkitab Wycliffe. Karya inilah yang mempengaruhi
terjemahan-terjemahan Alkitab kemudian.
3.4 Dampak Reformasi Gereja
A. Lahirnya Protestanisme
Reformasi yang dimulai di Jerman mengakibatkan terjadinya perpecahan atau skisma baru dalam
Gereja setelah perpecahan antara Gereja Timur dan Gereja Barat pada tahun 1054. Melihat data
sejarah, perpecahan seperti ini sebetulnya bukan tujuan Luther. Ia hanya menuntut reformasi
(dan karena itu disebut reformator) bukan mendirikan Gereja. sendiri dan memisahkan diri dari
Gereja Katolik Roma. Resistensi atau perlawanan Gereja Katolik Roma (yang menanggap dalil-
dalil dan ajaran Hitler sesat) menganggapi tuntutan perubahan, kemudian mendorong para
pengikut Hitler mendirikan Gereja sendiri terlepas dari Gereja Katolik Roma. Itulah
Protestanisme.
B. Menguatnya negara dan pemerintahan sekuler
Salah satu gagasan pokok Reformasi Martin Luther adalah menggugat kedudukan Paus sebagai
peguasa sekuler. Melalui kekaisaran romawi suci, Paus membawakan kaisar-kaisar dan raja raja
vassal-nya di Eropa. Menurut Luther Paus harus mengakui kekuasaan para pangeran atau
penguasa sekuler menurut prinsip prinsip kenegaraan yang berdasarkan nasionalisme.
Karena gagasan ini jugalah,Luther memperoleh dukungan luas dari penguasa lokal dan
bangsawan. Bahkan, Luther menghendaki adanya pemisahan yang jelas antara agama dan
negara. Gagasan ini setelah reformasi nanti akan melahirkan federalisme, nasionalisme, dan
separatisme yang mengakibatkan Kekaisaran Romawi Suci yang dikepalai oleh Paus dan
dijalanjak oleh kaisar runtuh perlahan-lahan dari panggung Eropa. Eropa yan selama 7 abad
(sejak tahun 800) menjadi sebuah entintas politik dengan Katolik Roma sebagai pusatnya, mulai
mengalami disintegrasi politik yang terpecah pecah kedalam unit-unit negara yang otonom.
Sebagai akibat lanjutnya, Gereja di negara-negara yang telah merdeka dari otoritas kekuasaan itu
menjadi subordinasi dan bagian integral negara.
C. Lahirnya Gereja Anglikan (Anglikanllise)
Reformasi Inggris adalah serangkaian peristiwa di Inggris pada abad ke 16 ketika Gereja Inggris
memisahkan diri dari pemerintahan Paus dan Gereja Katolik Roma. Reformasi di Inggris pada
awalnya lebih berupa masalah politik ketimbang masalah teologi. Sampai saat ini, teologi Gereja
Anglikan, dan Gereja Katolik Roma mirip.
Berawal dari kekesalannya terhadap Gereja Katolik Roma karena tidak besedia membatalkan
pernikahannya Henri VIII kemudian memutuskan hubungan dengan Roma dan mendirikan
Gereja sendiri, Gereja Anglikan, dengan dirinya sendiri sebagai kepalanya.
Meskipun demikian, Reformasi di Inggris tidak terlepas dari keberhasilan Reformasi yang terjadi
di Jerman. Keberhasilan reformasi di Jerman ditandai dengan keberanian untuk melawan otoritas
kepausan serta terciptanya negara sekuler yang lepas dari intervensi kepausan. Hal ini
mempengaruhi Inggris juga. Hal itu tidak terlepas dari kemajuan mesin cetak yang membuat
gagasan-gagasan Reformasi Jerman dengan mudah sampai ke Inggris. Konon, buku-buku berisi
gagasan-gagasan Luther tersebar dengan cepat ke inggris oleh para pedagang (merchants) dan
petualang (travellers).
Alkisah, pada akhir 1520-an, Henry ingin pernikahannya dengan Catharina dibatalkan.
Pernikahannya dengan Catharina tidak menghasilkan keturunan lelaki, sedangkan Henry
menginginkan seorang putra sebagai ahli waris dinasti Tudor. Henry yang semakin tergoda oleh
kecantikan Anne Boleyn, seorang putri bangsawan, semakin bertekad untuk berpisah dengan
Catharina. Pada tahun 1529, penasihatnya, Kardinal Thomas Wolsey, menuduhnya telah
menghianati Gereja dengan mendahulukan kepentingan kerajaan daripada kepentingan kepausan.
Namun, keputusan Henry sudah bulat. Ia kemudian mengumpulkan dukungan untuk
memisahkan diri dari Roma. Setelah nekat menikahi Anna Boleyn pada tahun 1533, Henry
secara resmi menyatakan Gereja Inggris berdiri sendiri lepas dari Roma pada tahun 1534.
Selanjutnya, raja Inggris berperan sebagai pemimpin politik sekaligus pemimpin agama.
D. Reformasi dan Demokrasi
Gagasan inti lain dari Reformasi Protestan adalah kebebasan individu atau suara hati dan
kesetaraan. Coba anda ingat kembali alasan protes para pengikut Luther pada tahun 1529, konsep
Luther terhadap kebebasan setiap individu untuk menafsirkan Kitab Suci, serta penolakan Luther
atas otoritas Paus termasuk atas kekuasaan sekuler. Hal ini kemudian dipertegas lagi dalam
gagasan Lutheranisme yang menyatakan bahwa otoritas pemerintah bergantung pada persetujuan
dari orang-orang yang diperintah melalui proses yang dalam istilah Lutheran disebut Covenant.
Mengikuti Perjanjian Lama (Kitab Taurat), Luther mengatakan, ”Sebagaimana hubungan antara
Tuhan dan manusia terjadi melalui kehendak bebas manusia dalam suatu perjanjian (Covenant),
demikian juga hubungan antara pemerintah dan rakyatnya “.
Keduanya merupakan gagasan dasar dari demokrasi modern yang dirumuskan secara resmi
dalam Revolusi Amerika 250 tahun kemudian. Perjuangan untuk kesetaraan tampak jelas dari
kritik tajam Luther terhadap hierarki Gereja. Ia mengatakan setiap orang Kristen adalah manusia
yang bebas sejak dilahirkan. Kebebasan suara hati sangat ditekankan dalam Lutheranisme.
Kebebasan individu itu juga dipraktikkan dalam penafsiran terhadap Kitab Suci. Menurut Luther,
setiap individu memiliki hak untuk membaca dan menafsirkan Kitab Suci. Pada Abad
Pertengahan, kuasa untuk membaca dan menafsikan Kitab Suci ada di tangan para klerus. Tidak
bisa dipungkiri bahwa gagasan-gagasan ini juga merupakan produk Renaisans.
E. Reformasi, Perang 30 Tahun, dan kebebasan beragama
Reformasi juga membawa akibat yang tidak diharapkan : Kaum Katolik dan Protestan berperan
satu sama lain, dalam apa yang disebut Perang 30 Tahun (1618-1648). Perang tersebut terutama
terjadi di Jerman dan Inggris. Meskipun demikian, perang ini juga terjadi tidak hanya karena
alasan keagamaan, tetapi juga karena persaingan Dinasti Habsburg dan Dinasti Valois di Prancis,
mengakibatkan terjadinya perang Habsburg-Valois. Hal ini dapat terlihat dari fakta kaum Katolik
Prancis mendukung pihak Protestan di Jerman. Perang 30 tahun mengakibatkan musibah
kelaparan dan wabah penyakit yang mengerikan.
Perang ini diakhiri perjanjian perdamaian Westphalia pada tahun 1648. Isi penting perjanjian
adalah:
1. Adanya pengakuan atas kedaulatan tiap-tiap Negara atau kekuasaan nasional. Dengan kata lain,
perjanjian ini meletakkan dasar penentuan nasib sendiri suatu bangsa.
2. Adanya pengakuan atas kebebasan beragama di tiap-tiap negara. Umat Protestan dan Katolik
dinyatakan setara dihadapan hukum dan aliran Protestan yang bernama Calvinisme diberikan
pengakuan resmi.
3. Adanya pengakuan prinsip-prinsip cuius regio, eius religio, yang berarti tiap Negara yang
berdaulat itu memutuskan sendiri agama resmi mereka. Pilihannya adalah Katolisisme,
Lutheranisme, dan Calvinisme. Orang yang menganut keyakinan di luar ketiga dedominasi itu
juga diberi kebebasan untuk menjalankan keyakinannya.

Dampak Reformasi bagi Masyarakat Modern etika Protestan


Dampak Reformasi tidak hanya berkaitan dengan doktrin, dogma, otoritas Paus, ataupun konsep
kekuasaan semata. Reformasi juga ternyata membawa dampak yang sangat besar bagi
masyarakat modern sampai sekarang.
Dampak itu berupa etika protestan, yaitu daya penggerak dibelakang layar yang mendorong
perkembangan kapitalisme. Hubungan antara protestanisme dan kapitalisme sendiri bersifat tidak
langsung. Martin Luther sendiri atau pengikutnya John Calvin dan Ulrich Zwingli tidak pernah
secara eksplisif mendorong kapitalisme ataupun mengatakan sesuatu tentang dampak ajarannya
terhadap perkembangan kapitalisme. Hubungan itu merupakan hasil analisis seorang sosiolog
Jerman, Max Waber (1864-1920) dalam bukunya yang berjudul “Die Protestantische Ethic und
der ‘Geist des Kapitalismus” (etika protestan dan semangat kapitalisme), setelah menelaah
gagasan-gagasan protestanisme terutama aliran Calvinis. Menurut Waber, kapitalisme
berkembang ketika etika protestan terutama aliran Calvinis mempengaruhi sejumlah orang untuk
bekerja dalam dunia sekuler, mengembangkan perusahaan mereka sendiri, serta turut serta dalam
perdagangan dan pengumpulan kekayaan untuk investasi.
Dua landasan etika Protestanisme : konsep kerja sebagai panggilan dan predestinasi. Salah satu
kritik Luther terhadap Gereja Katolik Roma adalah konsep panggilan (Jerman: Beruf, Inggris:
Vocation/Call). Selama abad pertengahan setidaknya dalam praktiknya, konsep ini dilekatkan
secara khusus kepada kaum klerus. Kedudukan sebagai klerus adalah panggilan Tuhan.
Alasannya, dari semua pekerjaan di dunia pekerjaan kaum klerus dianggai sangat mulia karena
bertanggung jawab mengarahkan umat kepada tuhan dan kebahagiaan akhirat. Dengan demikian,
panggilan secara khusus mengacu pada tugas atau pekerjaan yang terarah keluar dunia yaitu
Surga. Disini, makna spiritualitas atau kerohanian salalu dikaitkan dengan hal-hal yang berkaitan
dengan kehidupan ibadah atau hal-hal yang bersifat rohani.
Melalui reformasi, Luther memperluas konsep panggilan. Menurutnya,”panggilan” dari Tuhan
tidak hanya terbatas pada kaum klerus saja, tetapi juga pada setiap pegerjaan, tugas, ataupun
kedudukan yang dilakukan oleh manusia demi kesejahteraannya di dunia, termasuk aktivitas
perdagangan. Pekerjaan demi mencapai kebahagiaan di dunia itu tidak kalah mulianya dengan
pekerjaan yang secara khusus diarahkan untuk mencapai kebahagiaan di Surga. Dengan kata
lain, setiap pekerjaan manusia mengandung makna rohani atau spiritual. Berdasarkan itu,
dikenallah istilah spiritualitas kerja.
Menurut Protestanisme, pekerjaan merupakan bentuk ibadah yang paling konkret kepada Tuhan.
Dengan demikian bekerja merupakan tanda keberimanan seseorang atau kepada Tuhan.
Seseorang disebut beriman apabila kehidupannya dimasa kini senantiasa ditandai oleh tanggung
jawab yang optimal terhadap seluruh pekerjaan yang dipercayakan tuhan kepadannya. Etos kerja
inilah yang menurut Weber mampu mengubah wajah dan beradaban Eropa. Ini bahkan dinilai
mampu mengubah seluruh dunia karena “bekerja” tidak lagi dianggap sebagi hal yang duniawi,
tetapi dihayati sama mulianya dan tidak lebih rendah derajatnya dari hidup bertarak (seperti
menahan hawa nafsu, berpantang berpuasa, bertapa, mengasingkan diri dari dunia, bersuluk, dan
hidup prihatin). Sebagai hasil dari konsep kerja yang baru ini, setiap orang beriman harus
melakukan pekerjaan dengan bersungguh sungguh, dalam arti bekerja keras tanpa pamrih, hemat,
luwes, sistematis, disiplin, serta efisien dalam bekerja. Nilai-nilai spiritual ini mendorong para
penganutnya untuk bekerja keras. Sebelumnya, pada Abad Pertengahan, ”kerja” dipahami
sebagai suatu keniscayaan alamiah demi mempertahankan hidup di dunia yang bersifat
sementara ini.
Konsep ini kemudian dihayati secara luas di kalangan Protestan, terutama Gereja-gereja
Lutheran, Reformed (Calvinis), dan Puritan. Dalam aliran Calvinis, konsep ini diradikalkan
melalui konsep predestinasi. Menurut konsep ini, sebelum lahir kedalam dunia, setiap manusia
sudah ditentukan oleh Tuhan apakah masuk ke kelompok yang diselamatkan ataukah dihukum di
akhirat nanti. Manusia tidak dapat mengubah keadaan atau “takdir” tersebut karena hal itu
merupakan keputusan Tuhan sendiri. Meskipun tidak dapat mengubah takdir tersebut, manusia
memiliki tanda apakah dia menjadi penghuni Surga ataukah penghuni Neraka kelak. Tanda itu
adalah kesuksesan dalam pekerjaannya di dunia. Keberhasilan dalam pekerjaan di dunia
menandakan bahwa kelak ia masuk Surga. Sebaliknya, kegagalan dalam pekerjaan di dunia
menjadi tanda bahwa ia akan masuk Neraka.
Tidak hanya sampai disitu, aliran Calivinis juga mendeskripsikan makna keberhasilan di dunia.
Orang yang berhasil adalah orang yang tidak saja berhasil dalam pekerjaannya, yaitu
mengumpulkan materi sebanyak banyaknya, tetapi berhasil dalam menggunakan materi itu.
Seseorang dikatakan berhasil apabila ia tidak menghambur-hamburkan materi yang diperolehnya
itu, tetepi digunakan untuk menabung dan berinvestasi. Dalam pandangan Calvinisme gaya
hidup hedonis dan menghambur hamburkan uang bertentangan dengan hakikat kerja dan
kehendak Tuhan. Semakin banyak orang berinvestasi, semakin tumbuh ekonomi seseorang dan
masyarakat. Semakin tumbuh ekonomi, semakin kuat tandannya bahwa ia masuk Surga.
Pandangan ini kemudian berkembang lagi lebih lanjut dalam aliran Puritan, yang mengatakan
bahwa manusia diciptakan untuk melakukan perbuatan perbuatan yang baik. Kepada tiap tiap
orang, Tuhan telah menetapkan perbuatan-perbuatan baik yang akan dikerjakannya di dunia.
Menurut Weber, hal ini mendorong lahirnya konsep spesialisasi, suatu konsep penting dalam
kapitalisme. Kaum Puritan, misalnya, menjadi contoh yang baik dalam proses pengambangan
bakat dan minat sampai mencapai kesempurnaan diwujudkan dalam kehidupan sehari hari.
Menurut mereka, hanya dengan spesialisasi, pekerjaan mereka akan jauh lebih efektif, lebih
efisien dan lebih baik. itulah perwujudan panggilan Tuhan yang sangat mulia.
Kepercayaan yang kemudian yang mendorong orang bekerja keras, berhemat, dan berinvestasi
inilah yang oleh Weber disebut sebagai etika Protestan. Menurut Weber, konsep ini merupakan
faktor utama munculnya kapitalisme di Eropa.
3.5 Restorasi Gereja
1. Maksud Restorasi Gereja
Restorasionisme merujuk kepada sejumlah gerakan keagamaan yang tidak terafiliasi yang
mengajarkan bahwa Gereja-gereja Katolik, Ortodoks dan Protestan memasukkan ajaran-ajaran
yang menyimpang ke dalam agama Kristen .Banyak denominasi restorasionis percaya bahwa
mereka telah memulihkan (merestorasikan) Kekristenan ke dalam bentuknya yang asli dan
otentik, meskipun sebagian lagi percaya bahwa mereka masih mencari-cari bentuk yang asli itu.
Sikap terhadap keberhasilan upaya restorasi ini dalam denominasi-denominasi ini tidak seragam.
Istilah ini digunakan khususnya untuk gerakan-gerakan yang mucul di bagian timur Amerika
Serikat danKanada pada awal dan pertengahan abad ke-19 pada permulaan Kebangunan Besar
Kedua.
2. Protes terhadap Protestan
Kaum Restorasionis merasa tidak puas hanya dengan kerja sama antar-denominasi. Para
pemimpin dari gerakan-gerakan ini tidak percaya bahwa Allah hanya berniat untuk
mengemukakan lembaga-lembaga lama, dan melestarikan perpecahan-perpecahan lama, dengan
kebangunan-kebangunan. Mereka menganggap kebangunan keagamaan yang baru sebagai fajar,
atau setidak-tidaknya pembawa, zaman yang baru. Kaum Restorasionis berusaha mendirikan
kembali atau memperbaharui seluruh Gereja Kristen berdasarkan pola yang mereka anggap
ditetapkan dalamPerjanjian Baru. Mereka tidak menganggap penting kredo-kredo yang
berkembang di sepanjang masa dalam Gereja Katolikisme dan Protestanisme, yang mereka
anggap telah mempertahankan Kekristenan tetap terpecah-belah. Sebagian lagi bahkan
mengklaim bahwa Alkitab telah dipalsukan pada zaman dulu, sehingga membutuhkan koreksi.
Reformasi Protestan yang terjadi melalui suatu dorongan restorasionis untuk memperbaiki Gereja
dan mengembalikannya kepada struktur, keyakinan, dan praktik alkitabiahnya yang semula.
Tetapi gerakan-gerakan Reformasi Protestan, termasuk Puritanisme, menerima bahwa sejarah
mempunyai semacam "yurisdiksi" dalam iman dan kehidupan orang Kristen, demikian
sejarahwan Richard T. Hughes. Demikian pula Mark Noll berkata tentang pandangan Protestan
bahwa, "Alkitab mungkin mutlak dalam hikmat dan wibawanya, tetapi kami memahami bahwa
harta kekayaannya diperantarai lewat sejarah." Orang Protestan percaya akan kontinuitas historis
dari iman, dan mengkritik tradisi-tradisi Katolik Roma dalam pengertian sejarah maupun Kitab
Suci. Kaum Restorasionis menyangkal "yurisdiksi" dari perkembangan historis pada masa
lampau, untuk membebaskan diri untuk merangkul apa yang mereka pahami sebagai pola
surgawi yang aslinya disingkapkan kepada para Rasul Kristus. Sementara kaum Protestan akan
menolak tradisi-tradisi tertentu gereja yang mereka anggap tidak mempunyai dasar alkitabiah,
seperti misalnya api penyucian dan penghormatan kepada orang-orang kudus, berbagai kelompok
Restorasionis akan menolak keyakinan-keyakinan dan praktik-praktik yang dianggap ortodoks
dan alkitabiah oleh pihak Protestan, seperti misalnya abat pada hari Minggu dan
konsep Tritunggal.
Organisasi-organisasi restorasionis mencakup Konvensi Kristen, Gereja-gereja Kristus,Murid-murid
Kristus, Gereja-gereja Kristen Independen/Gereja-gereja Kristus,Saksi-Saksi Yehuwa, Gereja Masehi Advent Hari
Ketujuh, Gerakan Orang-orang Suci dari Zaman Akhir (dari kelompok ini Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang
Suci Zaman Akhir adalah denominasi yang terbesar dan Komunitas Kristus yang kedua terbesar), dan
lain-lain. Kelompok-kelompok ini mengajarkan teologi-teologi yang sangat berbeda satu sama
lain, tetapi mereka semua muncul dari keyakinan bahwa pola sejati dari agama Kristen telah mati
lewat kemurtadan bertahun-tahun yang lalu dan akhirnya dipulihkan oleh Gereja-gereja mereka.
Sebagian orang percaya bahwa hanya merekalah yang merupakan pemulihan ini satu-satunya;
yang lainnya meyakini bahwa mereka mengikuti pola yang ditemukan kembali dari Kekristenan
perdana yang kini terdapat di banyak Gereja, termasuk Gereja mereka sendiri. (Ini adalah posisi
resmi dariGereja Kristen (Murid-murid Kristus), misalnya. Sebagian denominasi restorasionis
menyatakan bahwa Gereja-gereja Protestan, Katolik dan Ortodoks tidak benar-benar Kristen.
3.6 Pengaruh Reformasi Gereja bagi Dunia dan Indonesia
a. Pengaruh Reformasi Gereja bagi masyarakat Dunia
Reformasi Gereja mendapat tantangan di kalangan umat Katolik . Pihak yang menentang
Reformasi Gereja menamakan gerakan mereka dengan sebutan gerakan Kontrareformasi.
Gerakan ini juga menghendaki perubahan dalam Gereja.
Gerakan Kontrareformasi diawali oleh tindakan Paus Pius V yang mendorong pengajaran dan
penyebaran agama melalui sebuah ordo biarawan Italia. Ordo ini disebut Kapusin. Selanjutnya,
Paus Pius V menyetujui pembentukan Serikat Jesuit yang diusulkan Santo Ignatius dari Loyola.
Serikat Jesuit dibentuk untuk menyebarkan agama Katolik.
Paus Pius V menyelenggarakan konsili Trente pada tanggal 13 Desember 1545 untuk membahas
pembaharuan Gereja. Konsili Trente memutuskan untuk mendirikan berbagai lembaga
pendidikan Gereja, seperti seminari untuk mendidik para Biarawan, Biarawati, dan Imam.
Tindakan-tindakan tersebut dilakukan oleh pihak Gereja untuk membangkitkan kembali
keyakinan umat Katolik.
Gerakan Reformasi Gereja menyebabkan wilayah Eropa terbagi menjadi dua bagian. Eropa
terbagi wilayah utara dan selatan berdasarkan keyakinan agama. Kaum Protestan mendominasi
wilayah Eropa bagian utara, sementara itu Kaum Katolik menguasai wilayah Eropa bagian
selatan.
Agama Katolik dan Protestan masih berkembang hingga saat ini. Kedua agama tersebut masih
menjadi agama mayoritas masyarakat Eropa saat ini. Katolik Roma masih mendominasi negara-
negara Eropa bagian selatan. Sementara itu, Protestan mendominasi negara-negara Eropa bagian
utara.
Pembagian wilayah berdasarkan keyakinan menyebabkan terjadinya perang saudara. Selain itu,
perpecahan dalam keyakinan beragama memicu munculnya masalah politik. Sebagai contoh,
kaum Protestan Belanda memberontak melawan kekuasaan Spanyol. Pemberontakan di Belanda
mendapat dukungan dari Prancis. Pada akhirnya, Belanda dapat melepaskan diri dari kekuasaan
Spanyol.
Selain menyebabkan perpecahan, Reformasi Gereja turut mempengaruhi perkembangan kesenian
di Eropa. Pada masa ini berkembang seni Barok. Seni Barok mengalami perkembangan pesat di
Italia, Spanyol, Jerman, dan Polandia. Salah satu hasil karya seni Barok adalah
lukisan Monalisa karya Leonardo da Vinci.
b. Pengaruh Reformasi Gereja bagi masyarakat Indonesia
Pengaruh Reformasi Gereja masuk di Indonesia bersamaan dengan kedatangan bangsa-bangsa
Barat. Kedatangan bangsa Barat di Indonesia selain untuk berdagang juga menyebarkan agama
Nasrani.
1. Kegiatan Misi dan Zending
Misi adalah kegiatan untuk menyebarkan agama Katolik. Penyebaran agama Katolik di
Indonesia pertama kali dilakukan oleh bangsa Portugis. Bangsa Portugis menyebarkan agama
Katolik di wilayah Kepulauan Maluku. Bangsa Portugis menetap di Ambon hingga bangsa
Belanda datang.
Ketika bangsa Spanyol datang di Kepulauan Maluku, mereka juga ikut menyebarkan agama
Katolik. Kegiatan misi terbesar di wilayah Kepulauan Maluku dilakukan oleh seorang Spanyol
anggota ordo Serikat Jesuit bernama St. Fransiskus Xaverius (1506-1552).
Selain di Kepulauan Maluku, misi dilakukan di Nusa Tenggara Timur. Penyebaran agama
Katolik di NTT dipusatkan di Larantuka. Selanjutnya, para misionaris menyebarkan agama
Katolik di Minahasa, Bolaang, Mongundow, Pulau Siau, dan Sangihe Talaud. Mereka
menyebarkan agama Katolik dengan khotbah dan memberikan kisah teladan hidup. Selain
menyebarkan agama Katolik, para misionaris melakukan kegiatan sosial, misalnya pembangunan
Gereja, rumah sakit, dan lembaga pendidikan.
Penyebaran agama Katolik juga dilakukan di Pulau Jawa. Misi di Jawa pertama kali dilakukan
pada tahun 1559 di daerah Blambangan, Banyuwangi. Sejak saat itu, para misionaris dari Malaka
datang di Pulau Jawa.
Penyebaran agama Kristen Protestan dilakukan melalui kegiatan zending. Penyebaran agama
Kristen dilakukan oleh bangsa Belanda. Kegiatan penyebaran agama Kristen Protestan oleh
bangsa Belanda dilakukan selama tidak menganggu kegiatan perdagangan. Sikap ini masih
berlanjut ketika Indonesia dibawa pemerintahan kolonial Belanda. Pemerintah kolonial Belanda
hanya mengutamakan kebijakan yang menguntungkan perekonomian Belanda.
Menghadapi sikap pemerintah Belanda tersebut, pada akhirnya para pemuka agama Kristen
Protestan mengalihkan aktivitas penyebaran agamanya ke daerah pedalaman. Salah satu
pelaksanaan zending yang dianggap berhasil adalah seorang pendeta Jerman bernama Ludwig I.
Nommensen. Ia berhasil melakukan kristenisasi di Sumatera Utara. Tokoh lain adalah Sebastian
Danckaerts, Adriaan Hulsebos, dan Hernius.
Pada akhir abad XIX pemerintah kolonial Belanda mulai menunjukkan sikap lunak terhadap
perkembangan agama Kristen di negeri jajahan. Pemerintah kolonial Belanda mulai membangun
beberapa Gereja untuk penyebaran agama Kristen. Kegiatan penyebaran agama Kristen yang
dilakukan pemerintah kolonial Belanda berada di bawah otoritas Kementerian Jajahan.
Pemerintah kolonial Belanda menyebarkan agama Kristen dengan cara membangun sekolah dan
rumah sakit.
2. Sinkretisme
Sinkretisme berasal dari kata sinkretis yang berarti penyesuaian dua aliran berbeda. Sinkretisme
agama Kristen terjadi di beberapa tempat di Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Menurut buku
Indonesia dalam Arus Sejarah Jilid 4 : Kolonisasi dan Perlawanan (2012) halaman 209,
sinkretisme agama Kristen ini dikembangkan oleh para misionaris, seperti C. Coolen, Ibrahim
Tunggul Wulung, dan Radin Abas Sadrach Supranata. Para misionaris tersebut mengajarkan
pengikutnya agar tidak mengikuti gaya kebarat-baratan untuk menjadi seorang Kristen. Mereka
berusaha memasukkan pemikiran Kristen dalam alam pikiran orang Jawa. Selain di Jawa,
sinkretisme agama Kristen dan budaya lokal ditemukan di Sumatera Utara. Sinkretisme agama
Kristen di Sumatera Utara terlihat dari kegiatan peribadatan umat Kristen yang menggunakan
bahasa Batak dan adanya jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).
Kesimpulannya, Reformasi Gereja tidak hanya berpengaruh di negara Jerman saja, melainkan
menyebar ke berbagai Eropa dan dunia. Banyak ajaran yang berkembang setelah munculnya
Reformasi Gereja. Dampak dari gerakan Reformasi Gereja meliputi :
a) Dampak sosial dan politik terhadap Eropa dan negara-negara Barat pada umumnya
menimbulkanWestern Christendom sehingga munculnya negara-negara nasional kecil tanpa
memiliki pusat kekuasaan politik seperti lembaga Kepausan Roma. Menumbuhkan demokratisasi
politik, kesadaran tentang hak-hak politik dan kebebasan individu.
b) Reformasi Gereja mengakibatkan terbelahnya agama Kristen menjadi sekte-sekte kecil yang
meliputi Lutherisme, Calvinisme, Anglicanisme, Quakerisme, dan Katholikisme.
Pada abad ke 15 dan ke 16, penyebaran agama Kristen mulai berkembang di berbagai penjuru
dunia melalui rute penjelajahan samudera yang dilakukan dalam aktivitas perdagangan.
Penyebaran agama Kristen juga terjadi di Indonesia melalui bangsa Portugis, Spanyol, dan
Belanda. Pada awal abad ke 15 M, penyebaran Kristen mulai di Maluku. Perintisnya adalah
seorang saudagar Portugis yaitu Gonsalo Veloso, dan seorang rohaniwan Fransiskan, yaitu
Simon Vaz. Tokoh penyebar Kristen terkenal di Maluku adalah Fransiskus Xaverius.
Ajaran agama Kristen mulai menyebar di berbagai daerah di Indonesia melalui kegiatan
perdagangan dan pendirian sekolah-sekolah seperti Kweekschool (sekolah pendidikan guru) di
Tomohon dan pada tahun 1868 dibuka juga Hulpzendelingen (Sekolah Guru Injil).
Perkembangan agama Kristen di Indonesia terus meningkat di berbagai daerah dengan
pembangunan berbagai fasilitas dan Gereja.
4 . Hubungan antara Renaisans, Aufklarung, dan Reformasi Gereja
Renaisans adalah masa kebangkitan ilmu pengetahuan, seni dan budaya di Eropa yang terjadi
pada akhir abad ke 15 dan awal abad ke 16 M. Renaisans berawal dari republik kota di
Semenanjung Italia, terutama kota Florence (Firenze), dan kemudian menyebar ke penjuru benua
Eropa. Sementara Reformasi Gereja dimulai di Jerman setelah Marthin Luther memaparkan 95
Thesis pada tahu 1512 tentang Gereja Katolik dan menuntut adanya perubahan terhadap
kehidupan gereja dan ajaran Kristen. Dia kemudian diikuti oleh tokoh lain seperti Ulrich Zwingli
dan John Calvin.
Renaisans dan Reformasi Gereja berlangsung pada waktu yang beriringan dan Reformasi Gereja
sangat dipengaruhi oleh Renaisans, terutama dalam hal meningkatnya minat terhadap buku-buku
ilmu pengetahuan serta persebaran teknologi mesin cetak.
1. Persebaran pemikiran baru
Pada masa Renaisans, kalangan terpelajar Eropa mulai terbuka terhadap pemikiran dari Yunani
Kuno dan Timur tengah, dan juga dari aliran pemikiran baru seperti Humanisme.
Dengan banyaknya minat pada filsuf Yunani dan Timur Tengah, buku-buku tentang filosofi ini
menjadi sering diperbanyak dan mudah didapatkan. Demikian juga aliran pemikiran baru sperti
Humanisme menjadi mudah diterima pada masa Renaisans.
Akibatnya masyarakat Eropa dengan mudah dapat mempelajari pemikiran filsuf Yunani seperti
Socrates, Plato, Aristoteles dan Phytagoras. Mereka juga mudah membaca karya Ilmuwan Islam
seperti Ibnu Sina dan Ibnu Rushdi, serta pemikiran Humanis dari pemikir seperti Francesco
Petrarca dan Thomas More.
Hal ini membuat masuknya pemikiran dan cara pandang terhadap kehidupan baru yang berbeda
dengan yang selama ini diajarkan Gereja Katolik.
2. Penemuan Mesin Cetak
Teknologi cetak di Eropa ditemukan oleh Johannes Guttenberg pada tahun 1450. Penemuan
mesin cetak memudahkan penggandaan dan persebaran buku-buku baik ilmiah maupun
keagamaan, termasuk cetakan dari buku filosofi Yunani Kuno, Timur Tengah dan Humanisme.
Mesin cetak juga membuat banyak biarawan maupun khalayak awam di Eropa mudah mendapat
Alkitab maupun terjemahannya. Ini membuat mereka bisa mempelajari sendiri ajaran agama
tanpa tergantung pada penafsiran dari para pendeta Katolik.
Mesin cetak juga membuat pendapat dan pemikiran seperti kritik terhadap Gereja dalam 95
Thesis dari Martin Luther menyebar dengan cepat di Eropa. Sehingga, tuntutan perbaikan
kehidupan gereja oleh Martin Luther menemukan banyak pendukung, yang mengakibatkan
adanya gerakan menuntut perubahan.
Mudahnya penyebaran pemikiran para reformis dan akses ke filosofi selain yang diajarkan
Gereja Katolik membuat munculnya Reformasi Gereja yang berdampak sangat besar bagi benua
Eropa.
Sedangkan, Aufklarung merupakan kelanjutan dari Renaisans, jika Renaisans dipandang sebagai
peremajaan pikiran, maka Aufklarung menjadi masa pendewasaannya. Periode Aufklarung telah
banyak membawa perubahan pola pikir manusia.

Anda mungkin juga menyukai