Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Frozen shoulder identik dengan capsulitis atau periarthritis sendi bahu


yang menimbulkan nyeri dan keterbatasan lingkup gerak (LGS) baik secara
aktif maupun pasif pada seluruh pola gerak sendi glenohumeral, Callient
(1997). Adanya rasa nyeri dapat mengganggu penderita dalam melakukan
aktifitas, biasanya nyeri ini akan timbul saat melakukan aktifitas, seperti :
mengangkat tangan ke atas waktu menyisir rambut, menggosok punggung
sewaktu mandi, menulis dipapan tulis, mengambil sesuatu dari saku belakang
celana, mengambil atau menaruh sesuatu di atas dan kesulitan saat memakai
atau melepas baju. Hal iniakan menyebabkan pasien enggan menggerakkan
sendibahunya yang akhirnya dapat memperberat kondisi yang ada sehingga
dapat menimbulkan gangguan dalam gerak dan aktifitas fungsional keseharian
(Wiratno,1988).

Secara epidemiologi frozen shoulder terjadi sekitar usia 40-65 tahun.


Dari 2-5 % populasi sekitar 60 % dari kasus frozen shoulder lebih banyak
mengenai perempuan dibanding laki-laki. Frozen shoulder juga terjadi pada
10-20 % dari penderita diabetus mellitus yang merupakan salah satu faktor
resiko frozen shoulder (Sandor, 2004). Kasus frozen shoulder memiliki
masalah yang komplek bila dibandingkan dengan tendinitis dan bursitis
karena terjadi keterbatasan gerak yang lebih berat dan prognosis kesembuhan
yang lebih buruk dibandingkan dengantendinitisdanbursitis(Calliet,1991).

Fisioterapi sebagai salah satu tenaga kesehatan berperan dan


memelihara, meningkatkan dan memperbaiki kemampuan gerak dan fungsi.
Berbagai modalitas dapat dipergunakan untuk menyelesaikan problematik
frozen shoulder, salah satu modalitas yang dipakai adalah terapi latihan.
Bentuk terapi latihan bermacam-macam dapat berupa latihan pasif, aktif,
resisted yang diwujudkan dalamlatihanpulley, shoulder wheel, shoulder
leader, latihan Codman dll.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Biomekanik Shoulder


Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket
joint) yang terdiri atas bonggol sendi dan mangkuk sendi. Cavitas sendi
bahu sangat dangkal, sehingga memungkinkan seseorang dapat
menggerakkan lengannya secara leluasa dan melaksanakan aktifitas sehari-
hari. Namun struktur yang demikian akan menimbulkan ketidakstabilan
sendi bahu dan ketidakstabilan ini sering menimbulkan gangguan pada
bahu.

Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia


dibentuk oleh tulang-tulang yaitu :scapula (shoulder blade),clavicula
(collar bone),humerus (upper arm bone), dan sternum.Daerah persendian
bahu mencakup empat sendi, yaitu sendi sternoclavicular, sendi
glenohumeral, sendi acromioclavicular, sendi scapulothoracal. Empat
sendi tersebut bekerjasama secara secara sinkron. Pada sendi
glenohumeralsangat luas lingkup geraknya karena caput humeri tidak
masuk ke dalam mangkok karena fossa glenoidalis dangkal (Sidharta,
1984).

Gambar : 2.1

2
Berbeda dngan cara berpikir murni anatomis tentang gelang bahu,
maka bila dipandang dari sudut klinis praktis gelang bahu ada 5 fungsi
persendian yang kompleks, yaitu:

1. Sendi Glenohumeralis

Sendi ini merupakan sendi synovial yang menghubungkan tulang


humerus (caput humerus) dengan scapula (cavitas glenoidalis). Caput
humerus berbentuk hampir setengah bola berdiameter 3 centimeter bernilai
sudut 153° dan cavitas glenoidalis bernilai sudut 75º, keadaan ini yang
membuat sendi tidak stabil. Adanya labrium glenoidalis, jaringan
fibrocartilaginous dan menghadapnya fossa glenoidalis agak ke atas
membuat sendi ini sedikit lebih stabil lagi. Ada 9 buah otot yang
menggerakkan sendi ini, yaitu : m.deltoideus, m.supraspinatus,
m.infraspinatus, m.subscapularis, m.teres minor, m.latasimus dorsi,
m.teres mayor, m.coracobracialis dan m.pectoralis mayor. m.deltoideus
dan otot-otot rotator cuff (m.supraspinatus, m.infraspinatus,
m.subscapularis, m.teres minor) tergolong prime mover (otot penting
dalam memindahkan barang) dan fungsinya sebagai abduktorlengan.

Gerakan abduksi sendi Glenohumeralis dipengaruhi oleh rotasi


humerus pada sumbu panjangnya. Dari posisi lengan menggantung ke
bawah dan telapak tangan menghadap tubuh, gerakan abduksi lengan
secara aktif hanya mungkin sampai 90° saja (bila dilakukan secara pasif
bisa sampai 120°) dan gerakan elevasi selanjutnya hanya mungkin apabila
disertai rotasi ke luar dari humerus pada sumbunya. Hal ini dilakukan agar
turbeculum mayus humeri berputar ke belakang acromion, sehingga
gerakan selanjutnya ke atas tidak terhalang lagi. Sebaliknya bila lengan
berada dalam rotasi ke dalam, maka gerakan abduksi h anya mungkin
sampai60°saja.

3
2. Sendi Acromioclavicular
Sendi ini merupakan persendian antara acromion dan extermitas
acromialis clavicula. Kedua bagian tulang ini di dalam ruang sendinya
dihubungkan melalui suatu cakram yang terdiri dari jaringan
fibrocartilaginous dan sendi ini diperkuat oleh ligamentum
acromioclavicularis superior dan inferior. Pada waktu scapula rotasi ke
atas (saat lengan elevasi) maka terjadi rotasi clavicula mengitari sumbu
panjangnya. Rotasi ini akan menyebabkan elevasi clavicula. Elevasi pada
sudut 30° pertama terjadi pada sendi sternoclavicularis kemudian 30°
berikutnya terjadi akibatrotasiclavicula ini.

3. Sendi Sternoclavicularis

Sendi ini merupakan persendian antara sternum dan extermitas


sternalis clavicula. Kedua bagian tulang ini di dalam ruang sendinya juga
dihubungkan melalui suatu cakram. Sendi ini diperkuat oleh ligamentum
clavicularis dan costo clavicularis. Adanya ligamen ini maka sendi
costosternalis dan costovertebralis (costa 1) secara tidak langsung
mempengaruhi gerakan sendi glenohumeralis secara keseluruhan.

4. Sendi Suprahumeral

Sendi ini bukan merupakan sendi sebenarnya, tetapi hanya


merupakan articulatio (persendian) protektif antara caput humeri dengan
suatu arcus yang dibentuk oleh ligamentum coracoacromialis yang
melebar. Ligamen ini fungsinya untuk melindungi sendi glenohumeralis
terhadap trauma dari atas dan sebaliknya mencegah dislokasi ke atas dari
caput humeri. Ligamen ini juga menjadi hambatan pada waktu abduksi
lengan. Di dalam sendi yang sempit ini terdapat struktur-struktur yang
sensitif yaitu: cursae subacromialis dan subcoracoideus, tendon
m.supraspinatus, bagian atas kapsul sendi glenohumeralis, tendon m.
bicepssertajaringanikat.

4
Dalam melakukan gerakan osteokinematika, shoulder digerakkan oleh
otot-otot prime mover sesuai dengan gerakan, seperti tercantum dalam tabel
berikut ini :

Gambar : 2.2

Nama Sudut
Gerak Otot Prime Mover Titik fulcrum
sendi Normal

Flexi 00-1800 M. Deltoideus anterior Tuberositas


mayor
M. Choracobrachialis

Extensi 00-600 M. Latisimus dorsi

M. Teres mayor
Shoulder Joint

Abduksi 00-1800 M. Deltoideus middle Processus


acromion
M. Supraspinatus

Adduksi 00-450 M. Pectoralis mayor

M. Latisimus dorsi

Endorotasi 00-350 M. Subscapularis Olecranon

5
M. Pectoralis mayor

M. Latisimus dorsi

M. Teres mayor

Exorotasi 00-400 M. Infraspinatus

M. Teres minor

Sendi bahu memiliki kapsul sendi yang terdiri atas dua lapisan
kapsul antara lain :

1. Kapsul sinovial (lapisan bagian dalam) dengan karakteristik


mempunyai jaringan fibrokolagen agak lunak dan tidak memiliki saraf
reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya menghasilkan cairan sinovial
sendi dan sebagai transformator makanan ke tulang rawan sendi. Bila ada
gangguan pada sendi yang ringan saja, maka yang pertama kali mengalami
gangguan fungsi adalah kapsul sinovial, tetapi karena kapsul tersebut tidak
memiliki reseptor nyeri, maka kita tidak merasa nyeri apabila ada
gangguan, misalnya pada artrosis sendi.
2. Kapsul fibrosa dengan karakteristik berupa jaringan fibrous keras dan
memiliki saraf reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya memelihara posisi
dan stabilitas sendi dan memelihara regenerasi kapsul sendi. Kita dapat
merasakan posisi sendi dan merasakan nyeri bila rangsangan tersebut
sudah sampai di kapsul fibrosa.
Bentuk sendi dalam tubuh manusia terdiri atas 2 jenis yaitu concave
(cekung) dan convex (cembung). Permukaan concave dan convex dipakai
sebagai patokan arah terapi manipulasi. Tipe gerakan pada shoulder :
1. Swing  gerak pada tulang lever: fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi,
rotasi  besarnya sudut bisa diukur dengan goniometer.
2. Joint play  gerakan pada permukaan tulang dalam sendi 
merupakan gerak kombinasi rolling, sliding, dan spinning.

6
3. Rolling, adapun karakteristik dari Rolling :
a. Menghasilkan gerak angulasi pada tulang pengungkit
b. Selalu searah dengan gerak angulasi
c. Bila bekerja sendiri akan menyebabkan kompresi pada sisi tulang
yang membentuk sudut dan bisa mengakibatkan cidera
d. Pada sendi yang normal gerak rolling yang sebenarnya tidak terjadi
sendiri tetapi kombinasi dengan sliding dan spinning
4. Sliding, adapun karakteristik Sliding yaitu :
Arah sliding tergantung permukaan tulang yang bergeser. “Bila
permukaan sendi yang bergeser concave maka arah sliding searah dengan
gerak angulasi, dan bila permukaan sendi yang bergeser convex maka arah
slidingnya berlawanan arah dengan gerak angulasi”. Gerak mekanik ini
dikenal sebagai “Hukum convex-concave”.
5. Spinning adapun karakteristik Spining yaitu :

a. Rotasi menetap pada sumbu mekanik


b. Titik yang sama pada permukaan yang bergerak membuat
lengkungan pada lingkaran tulang yang berputar
c. Merupakan gerak kombinasi dengan rolling dan sliding
d. Contoh: pada shoulder spin terjadi saat gerak fleksi dan ekstensi.

Beberapa karakteristik umum pada sendi bahu, yaitu:

a. Perbandingan antara permukaan mangkok sendinya dengan kepala


sendinya tidak sebanding.
b. Kapsul sendinya relatif lemah.
c. Otot-otot pembungkus sendinya relatif lemah, seperti otot
supraspinatus, infrapinatus, teres minor dan subscapularis.
d. Gerakannya paling luas.
e. Stabilitas sendinya relatif kurang stabil.

Dengan melihat keadaan sendi tersebut, maka sendi bahu lebih mudah
mengalami gangguan fungsi dibandingkan dengan sendi lainnya. Bila salah

7
satu otot atau sendi itu terganggu lebih dari seminggu, maka luas gerak sendi
bahu juga terganggu. Jika lebih lama, gerakan ke segala arah akan terganggu
pula, hal itulah yang disebut frozen shoulder.

B. Patologi Frozen Shoulder


1. Definisi
Frozen shoulder adalah kekakuan, nyeri, dan terbatasnya gerakan
pada gerakan sendi bahu. Frozen shoulder atau adhesive capsulitis dapat
terjadi jika ada cedera, gerakan yang berlebihan atau
penyakit diabetes atau stroke. Gangguan ini mengakibatkan jaringan di
sekitar sendi menjadi kaku dan membentuk jaringan parut. Kondisi ini
biasanya datang perlahan-lahan, kemudian akan hilang dengan perlahan-
lahan hingga juga lebih dari satu tahun.

Orang berusia 40 tahun atau lebih tua, terutama wanita, lebih


rentan terhadap frozen shoulder. Penyakit ini dapat terjadi pada orang-
orang yang dalam masa pemulihan setelah operasi, seperti stroke atau
mastektomi.

2. Etiologi
Frozen shoulder dapat berkembang ketika Anda berhenti
menggunakan sendi karena sakit, cedera, atau kondisi kesehatan kronis.
Setiap masalah bahu dapat menyebabkan frozen shoulder jika Anda tidak
melatih lingkup gerak persendian.
Menebalnya jaringan yang membentuk kapsul saat seseorang
mengalami frozen shoulder menyebabkan terganggunya pergerakan
bahu. Jaringan yang menebal tersebut diperkirakan jaringan yang
menyerupai jaringan parut.
Frozen shoulder dapat tiba-tiba muncul tanpa pemicu yang jelas.
Pada sebagian kasus dapat dipicu oleh penyakit rematik. Pada beberapa
kasus lain, frozen shoulder dialami oleh penderita diabetes. Namun
penyebab pasti terjadinya penebalan dan peradangan belum diketahui.

8
Meski demikian, ada beberapa hal yang diduga dapat menjadi
pemicu, yaitu:

a. Trauma, misalnya karena pembedahan pada bahu, robekan tendon,


atau patah tulang lengan atas
b. Imobilisasi, misalnya akibat bekas operasi lama seperti bedah toraks
dan kardiovaskular, atau bedah saraf
c. Penyakit metabolik/endokrin, misalnya karena diabetes,
penyakit autoimun, dan penyakit tiroid
d. Masalah saraf, misalnya karena stroke atau parkinson
e. Masalah jantung, seperti hipertensi atau iskemia jantung
f. Obat-obatan, misalnya konsumsi protease inhibitor, anti-retrovirus,
imunisasi, atau florokuinolon
g. Hiperlipidemia (kolesterol tinggi), atau keganasan sel

3. Proses Patologi Gangguan Gerak dan Fungsi

Patologinya dikarakteristikan dengan adanya kekakuan kapsul


sendi oleh jaringan fibrous yang padat dan selular. Berdasarkan
susunan intra articular adhesion, penebalan sinovialakan berlanjut ke
keterbatasan articular cartilago. Berkurangnya cairan sinovial pada sendi
sehingga terjadi perubahan kekentalan cairan tersebut yang menyebabkan
penyusutan pada kapsul sendi, sehingga sifat ekstensibilitas pada kapsul
sendi berkurang dan akhirnya terjadi perlekatan. Tendinitis bicipitalis,
calcificperitendinitis, inflamasi rotator cuff, frkatur atau kelainan ekstra
articular seperti angina pectoris, cervical sponylosis, diabetes mellitus
yang tidak mendapatkan penanganan secara tepat maka kelama-lamaan
akan menimbulkan perlekatan atau dapat menyebabkan adhesive
capsulitis. Adhesive capsulitis dapat menyebabkan patologi jaringan
yang menyebabkan nyeri dan menimbulkan spasme, degenerasi juga
dapat menyebabkan nyeri dan dapat menimbulkan spasme.

9
Selama peradangan berkurang jaringan berkontraksi kapsul
menempel pada kaput humeri dan guset sinovial intra artikuler dapat
hilang dengan perlengketan. Frozen merupakan kelanjutan lesi rotator
cuff, karena degenerasi yang progresif. Jika berkangsung lama
otot rotator akan tertarik serta memperlengketan serta memperlihatkan
tnada-tanda penipisan dan fibrotisasi. Keadaan lebih lanjut, proses
degenerasi diikuti erosi tuberculum humeriyang akan menekan tendon
bicep dan bursa subacromialis sehingga terjadi penebalan dinding bursa.

Frozen shoulder dapat pula terjadi karena ada penimbunan kristal


kalsium fosfat dan karbonat pada rotator cuff. Garam ini tertimbun dalam
tendon, ligamen, kapsul serta dinding pembuluh darah. Penimbunan
pertama kali ditemukan pada tendon lalu kepermukaan dan menyebar
keruang bawah bursa subdeltoid sehingga terjadi rardang bursa, terjadi
berulang-ulang karena tekiri terus-menerus menyebabkan penebalan
dinding bursa, pengentalan cairan bursa, perlengketan dinding dasar
dengan bursa sehingga timbul pericapsulitis adhesive akhirnya terjadi
frozen shoulder.

Faktor immobilisasi juga merupakan salah satu faktor terpenting


yang juga dapat menyebabkan perlekatan intra, ekstra selular pada kapsul
dan ligamen, kemudian kelenturan jaringan menjadi menurun dan
menimbulkan kekakuan. Semua organ yang disekeliling jaringan lunak,
terutama tendon supraspinatus terlibat dalam perubahan
patologi. Fibrotic ligamen coracohumeral cenderung normal dari tendon
bicep caput longum juga rusak (robek). Keterlibatan tendon bicep
berpengaruh secara signifikan dalam penyebaran nyeri ke anterior sendi
glenohumeral yang berhubungan dengan adhesive capsulitis.

4. Gambaran Klinis

Sendi bahu memiliki kapsul atau pembungkus yang mengalami


peradangan dan lama-lama menjadi kaku. Peradangan ini menyebabkan

10
adhesi jaringan (perlengketan) pada permukaan sendi. Cairan sendi
mungkin berkurang. Hal ini menyebabkan nyeri dan kurang leluasanya
gerak sendi bahu, sehingga menyulitkan aktivitas kehidupan sehari-hari
seperti pasien tidak dapat mengangkat lengannya, tidak dapat menyisir
rambut, menyikat gigi atau mengambil dompet di kantong belakang.

Gejala pada kasus frozen shoulder antara lain :

a. Adanya nyeri sekitar bahu.


b. Keterbatasan sendi gerak bahu.
c. Otot-otot daerah bahu tampak mengecil.

C. Pendekatan Intervensi Fisioterapi


1. Ultrasound
Terapi dengan menggunakan gelombang suara tinggi dengan
frekuwensi 1 atau 3 MHz (>20.000 Hz). Terapi ultrasonik atau produk
ultrasonik diatermi yang digunakan dalam peralatan terapi fisik
menghasilkan gelombang suara frekuensi tinggi yang merambat jauh ke
jaringan dan menciptakan panas terapeutik yang lembut. Ultrasonik
diatermi dimaksudkan untuk menghasilkan panas dalam di dalam
jaringan tubuh untuk perawatan kondisi medis tertentu seperti nyeri,
kejang otot,dankontraktursendi,tetapitidakuntukpengobatankeganasan.
Gelombang suara ditransmisikan melalui tongkat berkepala
bulat yang terapis berlaku untuk kulit dengan gerakan melingkar yang
lembut. Gel antialergi membantu dalam transmisi energi ultrasonik dan
mencegah panas berlebih pada permukaan aplikator. Perawatan
biasanya berlangsung antara lima dan 10 menit. mampu memanaskan
jaringan dalam ke kisaran suhu terapeutik 40-45 ° C. Terapi ultrasonik
tidak sakit (mungkin ada sedikit sensasi kesemutan dan / atau sensasi
kehangatan) jika terapis menjaga tongkat terus bergerak. Namun, jika
tongkat dipegang di tempatnya selama lebih dari beberapa detik, itu
bisa menjadi tidak nyaman pada energy yang lebih tinggi.

11
2. Passive ROM Exercise
Suatu latihan yang digunakan dengan gerakan. Yang dihasilkan
oleh tenaga atau kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot atau
aktifitas otot. Semua gerakan dilakukan sampai batas nyeri atau
toleransi pasien. Efek pada latihan ini adalah memperlancar sirkulasi
darah, relaksasi otot, memelihara dan meningkatkan luas gerak sendi,
memperbaiki pemendekan otot, mengurangi perlengketan jaringan. Tiap
gerakan dilakukan sampai batas nyeri pasien.
a. Gerakan passive movement ini dibagi menjadi 2 yaitu: Relaxed
passive movement. Ini adalah gerakan yang terjadi oleh kekuatan
dari luar tanpa diikutikerja otot dari bagian tubuh itu sendiri.Dosis
lalihan 2 x 8 hitungan tiap gerakan.
b. Forced passive movement, adalah gerakan yang terjadi oleh karena
kekuatan dari luar tanpa diikuti kerja otot tubuh itu sendiri tetapi
pada akhir gerakan diberikan penekanan.
3. Aktive ROM Exercise
Gerakan aktif dimana pasien yang bisa untuk melakukan latihan
atau menggerakan anggota tubuh dengan kekuatannya sendiri tanpa
dibantu oleh terapis atau orang lain. Dengan tujuan: Mencegah
terjadinya kelumpuhan pada otot – otot, memperlancar peredaran darah,
mencegah terjadinya atrofi., untuk mendorong dan membantu agar
pasien dapat menggunakan lagi anggota gerak yang lumpuh.
Gerakan aktif pada lingkup gerak sendi mempunyai efek antara
lain untuk memelihara elastisitas dan kontraksi otot, memberikan efek
sensasi balik dari kontraksi otot, memberikan stimulus pada tulang dan
sendi meningkatkan sirkulasi darah, dan melepaskan perlengketan
intraseluler kapsulo ligamenter sendi glenohumeral.
4. Streching
Otot yang kaku akan mengganggu metabolisme karena adanya
peningkatan tekanan intramuskular yang akan menurunkan sirkulasi
cairan di otot sehingga streching dapat memperbaiki metabolisme.

12
Pemendekan otot akan membatasi ROM dan menyebabkan pola
gerakan yang kurang efisien, menghasilkan stress yang tidak perlu
sehingga seringkali menyebabkan inflamasi dan nyeri. Keterbatasan
mobilitas dalam waktu yang lama dapat menyebabkan jaringan konektif
elastis secara bertahap menjadi jaringan fibrosus untuk memperbaiki
fleksibilitas. Adanya penurunan mobilitas sendi atau adanya tahanan
yang disebabkan oleh jaringan lunak disekitar sendi dapat menyebabkan
kekakuan dan menghasilkan keterbatasan mobilitas sendi secara aktif
dan pasif. Jika terjadi ketegangan otot atau spasme, maka terjadi
tekanan intramuskular yang tinggi sehingga sirkulasi darah di otot akan
menurun.

13
BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. Identitas Umum Pasien

Nama : Tn. M.J


Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Paccerakkang
Diagnosa Medis : Frozen shoulder et.causa DM tipe 2

B. Anamnesis Khusus

Keluhan Utama : Nyeri pada shoulder


Lokasi Nyeri : Shoulder sinistra
Gambaran Nyeri : Terlokalisir
Riwayat Perjalanan Penyakit : Pasien masuk ke Rumah Sakit Wahidin
Sudirohusodo Makassar dengan keluhan bahu kiri terasa sakit ketika
digerakkan ke segala arah. Hal ini dialami sejak 1 bulan yang lalu. Pasien
tidak memiliki riwayat kecelakaan. Namun pasien memilik riwayat
Hipertensi dan Diabetes Mellitus tipe 2. Setelah dilakukan pemeriksaan
pasien diduga menderita kista pada hepar.
Riwayat penyakit : Diabetes Mellitus tipe 2

Pemeriksaan Vital Sign


Tekanan Darah : 134/45 mmHg
Denyut Nadi : 84 x / menit
Pernapasan : 20x / menit
Suhu : 36 ̊C

C. Inspeksi
1. Statis

14
a. Bahu dalam keadaan asimetris (bahu kanan lebih rendah daripada
bahu kiri)
b. Pasien terlihat lemas dan tidak bersemangat
2. Dinamis
a. Pasien terlihat kesakitan saat mengangkat lengan kiri dan ada
keterbatasan gerak
b. Saat berjalan pasien terlihat lemas

D. Pemeriksaan Fungsi Dasar


1. Pemeriksaan Gerak Aktif
Gerak aktif merupakan gerakan yang dilakukan secara mandiri
oleh pasien melalui instruksi dari terapis. Terapis memperhatikan LGS
(Luas Gerak Sendi) dan kesulitan gerakan ketika melakukan gerakan.
Adapun gerakan yang diberikan yaitu :
Regio Shoulder : Fleksi, Ekstensi, Abduksi, Adduksi, internal rotasi,
eksternal rotasi
Regio Elbow : Fleksi, Ekstensi, Pronasi, Supinasi
Regio Wrist : Fleksi, Ekstensi, Radial deviasi, Ulnar deviasi
Hasil : Terdapat nyeri, dan tidak full ROM

b. Pemeriksaan Gerak Pasif


Gerak pasif merupakan gerak yang dibantu oleh terapis, dimana
pasien dalam keadaan diam lalu terapis yang menggerakkan tubuh
pasien sepenuhnya. Adapun gerakan yang diberikan yaitu :
Regio Shoulder : Fleksi, Ekstensi, Abduksi, Adduksi, internal rotasi,
eksternal rotasi
Regio Elbow : Fleksi, Ekstensi, Pronasi, Supinasi
Regio Wrist : Fleksi, Ekstensi, Radial deviasi, Ulnar deviasi
Hasil : Terdapat nyeri, dan tidak full ROM
c. Gerak aktif melawan tahanan
Gerak isometric melawan tahanan merupakan gerak aktif akan
tetapi mendapatkan tahanan dari terapis. Adapun gerakannya yaitu :

15
Regio Shoulder : Fleksi, Ekstensi, Abduksi, Adduksi, internal rotasi,
eksternal rotasi
Regio Elbow : Fleksi, Ekstensi, Pronasi, Supinasi
Regio Wrist : Fleksi, Ekstensi, Radial deviasi, Ulnar deviasi
Hasil : Pasien kurang mampu untuk menahan tahanan yang
diberikan oleh fisioterapis.
E. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi
1. Palpasi
Pada pemeriksaan selanjutnya palpasi diperlukan untuk mersakn
permukaan otot dengan sentuhan terapis. Pada saat palpasi yang perlu
diperhatikan adalah, ketegangan otot, suhu, pembengkakan, dan tekstur
permukaan pada kulitnya.
Hasil : Terdapat nyeri dan spasme otot pada bahu kiri.
2. Intensias Nyeri
Pengukuran intensitas nyeri menggunakan alat visual analog
scale (VAS).

Hasil : >5 ( Nyeri sangat berat )

3. Pengukuran ROM
Pengukuran ROM diperlukan untuk menilai biomekanik dan
anthrokinematik dari suatu persendian, termasuk fleksibilitas dan
karakteristik gerakan. Tes dan pengukuran ROM dilakukan dengan
menggunakan alat instrument yaitu goniometer. Adapun ROM yang
dikur adalah ROM dari setiap gerakan pada regio shoulder dan regio
elbow.
Hasil : Luas gerak sendi atau ROM adalah terbatas

16
4. Tes Kekuatan Otot ( MMT )

Ekstremitas Superior Nilai otot


Grup Otot
Regio Kanan Kiri

Shoulder Fleksi 5 1

Ekstensi 5 1

Abduksi 5 1

Adduksi 5 1

Endorotasi

eksorotasi

Elbow Fleksi 5 1

Ektensi 5 1

Pronasi 5 1

supinasi 5 1

Wrist Fleksi 5 3

Ekstensi 5 3

Radial 5 3

deviasi 5 3

Ulnar deviasi

5. Pemeriksaan Fungsional ( Index Barthel )


Item yang
No Skor Nilai
Dinilai
1. Makan 0 = tidak mampu mandiri 2
1 = perlu bantuan memotong

17
mengoles mentega, dan
sebagainya, atau pelu mengubah
diet
2 = Mandiri
2. Mandi 0 = tidak mampu mandiri 1
1 = mandiri
3. Merawat diri 0 = perlu bantuan untuk 1
perawatan diri
1 = mandiri untuk
wajah/rambut/gigi
4. Berpakaian 0 = tidak mampu mandiri 1
1 = perlu bantuan untuk bisa
melakukan sendiri atau setengah
dibantu.
2 = mandiri (termasuk
kencing,resleting,dsb)
5. Buang Air 0 = tidak mandiri 2
Besar (BAB) 1 = kadang-kadang mandiri
2 = mandiri
6. Buang Air 0 = tidak mandiri 2
Kecil (BAK) 1 = kadang-kadang mandiri
2 = mandiri
7. Menggunakan 0 = tidak mandiri 2
toilet 1 = kadang-kadang mandiri
2 = mandiri
8. Bergerak 0 = tidak mampu, tidak seimbang 3
1 = butuh bantuan satu atau dua
orang
2 = bantuan minimal
3 = mandiri

18
9. Mobilitas 0 = tidak bisa berjalan 3
1 = bergantung pada kursi roda
2 = berjalan dengan bantuan satu
orang
3 = mandiri
10. Naik Tangga 0 = tidak mampu mandiri 2
1 = butuh bantuan
2 = mandiri
Total 0-20 5

Intepretasi :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan
9-11 : Ketergantungan sedang
5-8 : Ketergantugan berat
0-4 : Ketergantungan total

Hasil : 19 ( ketergantungan ringan)

Pemeriksaan Spesifik untuk frozen shoulder yaitu :


1. Upper Limb Tension Test 1
Tujuan: Tes ini dirancang untuk meletakan stress pada struktur saraf
upper limb, meskupin sebenarnya stress diletakkan diatas semua
jaringan pada upper limb.
Prosedur: Posisi terlentang kedua tangan rileks disamping badan.
Praktikan meletakkan satu tangan pada sisi proksimal lengan bawah
pasien, dan tangan satunya di wrist. Praktikan selanjutnya secara pasif
mengabduksikan shoulder 90o pada lengan pasien, disertai depresi
scapula, supinasi lengan bawah, ekstensi wrist, dan terakhir ektensi
elbow. Pada fase ditambahkan stress hingga gejala terhasilkan
Positif tes: Nyeri terproduksi

19
Interpretasi: positif test mengindikasi adanya “sensitizing” pada struktur
saraf yang dipengaruhi.

Gambar 3.1

2. Yergason Test
Tujuan : Tes untuk mengidentifikasi patologi pada biceps
Prosedur Tes : Pasien duduk dengan posisi lengan rileks disamping
badan. Kemudia praktikan meletakkan satu tangan pada shoulder
pasien untuk mempalpasi bicipital groove dan tangan yang satunya
menyanggah sisi radial lengan bawah pasien untuk menyiapkan
resisten. Praktikan selanjutnya secara pasif menggerakkan lengan
pasien kea rah fleksi elbow 90o. Praktikan lalu meminta pasien untuk
melakukan supinasi lengan bawah melawan resisten tangan praktikan.
Positif Tes : Nyeri disertai sublukasi tendon biceps.
Interpretasi : Nyeri mengindikasi patologi bicipitalis dan sublukasi
tendon biceps dan mengindikasi rupture tendon biceps.

20
Gambar : 3.2
3. Drop Arm Test
Tujuan : test untuk mengidentifikasi tear pada rotator duff.
Prosedur Tes : Pasien dengan posisi lengan disamping badan.
Kemudian terapis secara pasif mengabuksian shoulder pasien sekitar
60o. Praktikan lalu meminta pasien menahan posisi tersebut. Praktikan
selanjutnya memberikan resisten diatas lengan bawah pasien pada sisi
dorsal.
Positif Tes : Pasien tidak mampu mengontrol lengannya ke bawah
da terjatuh.
Interpretasi : Positif tes mengindikasi tear pada rotator cuff

Gambar : 3.3

Gambar : 3.3

21
F. Algoritma Assessment Fisioterapi

Nama Pasien :Tn. M.J Umur : 50 Tahun Jenis Kelamin : Laki - Laki

History Taking
Pasien masuk ke Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar dengan
keluhan bahu kiri terasa sakit ketika digerakkan ke segala arah. Hal ini
dialami sejak 1 bulan yang lalu. Pasien tidak memiliki riwayat kecelakaan.
Namun pasien memilik riwayat Hipertensi dan Diabetes Mellitus tipe 2.
Setelah dilakukan pemeriksaan pasien diduga menderita kista pada hepar.

Inspeksi :
1. Statis
Bahu dalam keadaan asimetris (bahu kiri lebih rendah daripada bahu kanan)
Pasien terlihat lemas dan tidak bersemangat
2. Dinamis
Pasien terlihat kesakitan saat mengangkat lengan kiri dan ada keterbatasan gerak
Saat berjalan pasien terlihat lemas

Pemeriksaan Fisik

Palpasi tes
Pengukuran Index
Intensitas Hasil : MMT Pemeriksaan Spesifik :
nyeri ( VAS )
ROM
terdapat Barthel
Hasil : 1. Upper limb tension
Pemeriksaan ROM Hasil : nyeri dan Hasil : 19
5/1 2. yergason test
Hasil : Terbatas Terbatas spasme otot
Hasil : >5 3. drop arm test
5.3

Diagnosa :
Gangguan aktifitas fungsional ekstremitas superior sinistra et
causa frozen shoulder

22
G. Diagnosa Fisioterapi
“Gangguan aktifitas fungsional ekstremitas superior sinistra et causa
frozen shoulder”

H. Problematik Fisioterapi

PROBLEMATIK
FISIOTERAPI

Participation Retriction
Activity Limitation Aktivitas pasien terhambat
Anatomical / Functional karena adanya nyeri yang
Impairment dirasakan pada bahu dan
1. Adanya nyeri Adanya keterbatasan lengan kiri, sehingga
dalam hal yang pasien memiliki
2. ROM Terbatas melibatkan bahu dan keterbatasan dalam
3.Kelemahan Otot lengan lengan ( berpakaian, melakukan pekerjaannya
kiri menyisir rambut, dll ) dan belum mampu untuk
bersosialisasi dengan
lingkungan sekitar.

I. Tujuan Fisioterapi
1. Tujuan Jangka Pendek
a. Mengurangi nyeri
b. Meningkatkan kekuatan otot pada bahu dan lengan kiri
c. Meningkatkan ROM
2. Tujuan Jangka Panjang
Meningkatkan kapasitas fisik dan fungsional pasien agar
kedepannya bisa hidup secara mandiri dan tanpa adanya keterbatasan
untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.

J. Program Intervensi Fisioterapi


1. Ultrasound Diathermic
Tujuan : Mengurangi ketegangan otot, mengurangi rasa nyeri, dan
memacu proses penyembuhan collagen jaringan.
Dosis :
F : 1MHz (contineus)

23
I : Disesuaikan ambang rasa pasien
T : Lakukan tes panas-dingin. Oleskan gel pada tranduser, lalu
tempatkan tranduser kontak langsung dengan kulit pada bagian bahu
kanan. Tranduser digerakkan dengan sedikit penekanan pada area
sekitar bahu.
T : 10 menit
2. Passive ROM Exercise(Promex)
Tujuan : Membantu sirkulasi dan vaskularisasi (merileksasikan otot),
meningkatkan gerakan sinovial untuk nutrisi cartilago, meningkatkan
mobilisasi sendi, dan memanjangkanotot.
Dosis :
F : Dilakukan tiap jadwal terapi pasien Intensitas
I : Gerakan lambat, teratur, dan terkontrol
T : Untuk mengontrol gerakan, genggam extremitas di sekitar sendi.
Gerakkan dilakukan sampai batas rasa nyeri. Penekanan diberikan pada
akhir gerakan dengan tiba-tiba untuk menambah lingkup gerak sendi.
T : 10 x repetisi
3. Active ROM Exercise (Aromex)
Tujuan : Mengembangkan koordinasi dan motor skill untuk aktifitas
fungsional serta meningkatkan daya tahan otot.
Dosis :
F : Dilakukan tiap jadwal terapi pasien
I : Gerakanterkontrololehpasien
T : Active asisted movement, free active movement, active resisted
movement. Dilakukan sendiri oleh pasien tanpabantuan.
T : 10xrepetisi
4. Streching
Tujuan : Merelaksasikan otot, meningkatkan mobilitas sendi, dan
mengulur otot musculus pectoralis mayor yang memendek.
Dosis :
F : Dilakukan tiap jadwal terapi pasien

24
I : Mempertahankantahanankontraksi8detik
T :Fisioterapis membawa lengan ke arah atas (fleksi shoulder)
T : 8xrepetisi
5. Shoulder wheel
Tujuan : Melatih otot-otot shoulder
Posisi pasien : berdiri sambil memegang alat
Teknik : pasien menggerakkan shoulder wheel ke segala
arah dan memutar shoulder wheel searah jarum jam.
Dosis
F : 3 kali seminggu
I : Disesuaikan kemampuan pasien
T : Menarik alat shoulder wheel
T : 5-10 menit
6. Wall Bar
Tujuan : Melatih otot-otot shoulder
Posisi pasien : Berdiri sambil memegang alat Wall Bar
Teknik : Pasien memegang wall bar setinggi mungkin dan
disesuaikan dengan kemampuan pasien
Dosis
F : 3 kali seminggu
I : Disesuaikan kemampuan pasien
T : Memegang alat wall bar
T : 5-10 menit
K. Evaluasi
Setelah dilakukan beberapa kali intervensi fisioterapi pada pasien
didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut :
Indikator Sebelum Sesudah
Nilai 7 Nilai 5
Nyeri ( VAS )
Sangat terbatas Terbatas
ROM
Nilai 0 Nilai 1
MMT

Kemampuan ADL Nilai 11 Nilai 19


( Index Barthel )

25
BAB IV
PENUTUP
Kasus frozen shoulder memiliki masalah yang komplek bila
dibandingkan dengan tendinitis dan bursitis karena terjadi keterbatasan gerak
yang lebih berat dan prognosis kesembuhan yang lebih buruk dibandingkan
dengan tendinitis dan bursitis (Calliet, 1991).
Frozen shoulder atau baku beku merupakan istilah yang merupakan
wadah untuk semua gangguan pada sendi bahu yang menimbulkan nyeri dan
pembatasan lingkup gerak sendi baik aktif maupun pasif akibat capsulitis
adhesive yang disebabkan adanya perlengketan kapsul sendi, yang sebenarnya
lebih tepat untuk menggolongkannya dalam kelompok periarthritis (Sidharta,
1984). Dalam pendapat yang lain frozen shoulder adalah penyakit kronis
dengan gejala khas berupa nyeri bahu dan pembatasan lingkup gerak sendi
bahu yang dapat mengakibatkan gangguan aktivitaskerjasehari-
hari(AAOS,2000).
Fisioterapi sebagai salah satu tenaga kesehatan berperan dan
memelihara, meningkatkan dan memperbaiki kemampuan gerak dan fungsi.
Berbagai teknik dan modalitas dapat dipergunakan untuk menyelesaikan
problematik frozen shoulder, seperti pengunaan electrotherapy dikombinasikan
dengan terapi manual danterapilatihan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Djohan Aras, Hasnia Ahmad, Andy Ahmad.2016.The New Consep to Physical


Therapist Tes and Measurement.Makassar:Physio Care Publishing

Lumban tobing SM.2007. Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental.


Jakarta: Balai penerbitan FK UI.

Amien Suharti ,dkk. 2018. Jurnal Vokasi Indonesia: PenatalaksanaanFisioterapi


pada Frozen Shoulder Sinistra. Depok: Universitas Indonesia

Prof.Dr.Mahar Mardjono dan Prof.Dr. Priguna Shidarta.2008.Neurologi Klinis


Dasar. Penerbit Dian Rakyat.

Hendrik.2011.Sumber Fisis I sebagai modalitas fisioterapi.Makassar: Poltekkes


Kemenkes Jurusan Fisioterapi.

Terapi latihan pada fisioterapi https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-


dengan-terapi-latihan-pada-fisioterapi/ 12968/2,diaksespada7April2019,12.10wita

27

Anda mungkin juga menyukai