Tarawih adalah bentuk jamak dari tarwihah, secara bahasa artinya istirahat sekali.
Dinamakan demikian karena biasanya dahulu para sahabat ketika shalat tarawih mereka
memanjangkan berdiri, rukuk dan sujudnya. Maka ketika sudah mengerjakan empat rakaat,
mereka istirahat, kemudian mengerjakan empat rakaat lagi, kemudian istirahat, kemudian
mengerjakan tiga rakaat (lihat Lisanul Arab, 2/462, Mishbahul Munir, 1/244, Syarhul
Mumthi, 4/10).
Secara istilah tarawih artinya qiyam Ramadhan, atau shalat di malam hari Ramadhan
(lihat Al Mughni, 1/455, Syarah Shahih Muslim lin Nawawi, 6/39).
1. Shalat tarawih merupakan sebab mendapatkan ampunan dosa-dosa yang telah lalu
2. Orang yang tarawih berjamaah bersama imam sampai selesai, dicatat baginya shalat
semalam suntuk
Aku pernah berkata: wahai Rasulullah, andaikan engkau menambah shalat sunnah
bersama kami malam ini! Maka Nabi bersabda: “sesungguhnya seseorang yang shalat
bersama imam sampai selesai, ditulis baginya pahala shalat semalam suntuk” (HR.
Tirmidzi no. 806, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).
3. Orang yang rutin mengerjakan shalat tarawih, jika wafat maka dicatat sebagai
shiddiqin dan syuhada
ْ ُ إنِي شهدت:جا َء رج ٌل من قُضاعةَ إلى النبي ِ صلَّى هللاُ عليه وسلَّم فقال
ُ وصليت،ِ وأنَّكَ رسو ُل هللا،ُأن ال إلهَ َّإال هللا
َمن ماتَ على هذا: فقال رسو ُل هللاِ صلَّى هللاُ عليه وسلَّم،َ وآتيتُ الزكاة، وصُمتُ َرمضا َن وقُمتُه،الخمس َ ت
ِ الصلوا
ِ الصدِيقي َن والش
ُّهداء ِ كا َن من
Datang seseorang dari gurun kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, ia berkata: aku
bersyahadat bahwa tiada sesembahan yang haq kecuali Allah dan bahwasanya engkau
adalah utusan Allah. Aku shalat 5 waktu, aku puasa Ramadhan dan mengerjakan qiyam
Ramadhan, dan aku membayar zakat. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda: “orang yang mati di atas ini semua, maka ia termasuk shiddiqin dan
syuhada” (HR. Ibnu Khuzaimah no. 2212, Ath Thabrani dalam Musnad Asy
Syamiyyin no.2939, dishahihkan Al Albani dalam Qiyamu Ramadhan, 18).
Hukum Shalat Tarawih
الناس
ُ فكث ُ َر،صلَّى من القابل ِة ٌ فصلَّى بصالتِه،أ َّن رسو َل هللاِ صلَّى هللاُ عليه وسلَّم صلَّى في المسج ِد ذاتَ ليل ٍة
َ ثم،ناس
ُ قد رأيت: فل َّما أصب َح قال، فلم يخ ُر ْج إليهم رسو ُل هللاِ صلَّى هللاُ عليه وسلَّم، أو الرابع ِة،ثم اجت َ َمعوا من الليل ِة الثالث ِة
وذ ِلك في رمضا َن:ض عليكم قالَ فر ْ ُ فل ْم يمن ْعني من الخروجِ إليكم َّإال أنِي َخشيت،الذي صنعتُم
َ ُ أن ت
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam shalat di masjid suatu malam, maka orang-orang
pun ikut shalat di belakang beliau. Kemudian beliau shalat lagi di malam berikutnya.
Maka orang-orang yang ikut pun semakin banyak. Kemudian mereka berkumpul di masjid
di malam yang ketiga atau keempat. Namun ternyata Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam tidak keluar. Ketiga pagi hari beliau bersabda: aku melihat apa yang kalian
lakukan semalam. Tidak ada yang menghalangiku untuk keluar kecuali aku khawatir
shalat tersebut diwajibkan atas kalian”. Perawi mengatakan: “itu di bulan Ramadhan”
(HR. Bukhari no. 1129, Muslim no. 761).
“Shalat tarawih hukumnya sunnah dengan ijma ulama” (Al Majmu, 4/37).
“Qiyam Ramadhan hukumnya sunnah tanpa ada khilaf” (Subulus Salam, 2/11).
Shalat tarawih lebih utama dikerjakan secara berjamaah dari pada sendirian. Dalilnya:
Sisi pendalilan:
Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam shalat tarawih secara
berjama’ah di masjid. Namun yang menahan beliau untuk merutinkannya adalah beliau
khawatir shalat tarawih diwajibkan kepada umat beliau. Maka ini menunjukkan bahwa
melaksanakannya di masjid lebih utama.
“Para ulama ijma bahwa tidak boleh orang-orang meninggalkan masjid-masjid untuk
mengerjakan qiyam Ramadhan. Dan qiyam Ramadhan ini fardhu kifayah, barangsiapa
mengerjakannya berjamaah maka itu lebih utama dari pada sendirian” (Mukhtashar Ikhtilaf
Ulama, 1/315).
قتدي الناس َّ
َ َ ِخفتُ أن ي،فصالها في بيته ْ ، (الجماعةُ في التراويح أفض ُل:َوقال اب ُن قُدامة
،وإن كان رج ٌل يُقتدَى به
…صلي في الجماعة َ وقد جاء عن ع،)) ((اقتدوا بال ُخلفاء: وقد جاء عن النبي ِ صلَّى هللاُ عليه وسلَّم،به
ِ ُُمر أنه كان ي
صحابة على ذلك َّ إجماعُ ال:ولنا
“Berjamaah dalam mengerjakan shalat tarawih itu lebih utama. Andai ada seorang yang
meniru Rasulullah dengan shalat di rumah, aku khawatir orang-orang lain akan
mengikutinya. Padahal Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘ikutilah para khulafa
(ar rasyidin)’. Dan terdapat riwayat bahwa Umar bin Khathab mengerjakan shalat tarawih
secara berjamaah. Dan kami menegaskan bahwa para sahabat ijma akan hal ini” (Al
Mughni, 2/124).
“Aku keluar bersama Umar radhiallahu’anhu pada suatu malam bulan Ramadan ke
masjid. Ketika itu orang-orang di masjid shalat berkelompok-kelompok terpisah-pisah.
Ada yang shalat sendiri-sendiri, ada juga yang membuat jamaah bersama beberapa orang.
Umar berkata: ‘Menurutku jika aku satukan mereka ini untuk shalat bermakmum di
belakang satu orang qari’ itu akan lebih baik’. Maka Umar pun bertekad untuk
mewujudkannya, dan ia pun menyatukan orang-orang untuk shalat tarawih berjamaah
bermakmum kepada Ubay bin Ka’ab” (HR. Bukhari no. 2010).
Waktu Pelaksanaan Shalat Tarawih
Shalat tarawih dilaksanakan setelah shalat isya, dan yang utama adalah setelah waktu isya
yang terakhir. Ibnu Taimiyah mengatakan:
ُ وعلى ذلك أئ َّمة، وعه ِد خلفائه الراشدين،فما كان األئ َّمة يُصلُّونها َّإال بعد ال ِعشاء على عهد النبي ِ صلَّى هللاُ عليه وسلَّم
فإ َّن هذه تُس َّمى قيام رمضان، ال يُعرف عن أح ٍد أنه تع َّمد صالتَها قبل ال ِعشاء،المسلمين
“Para imam tidak melaksanakan shalat tarawih kecuali setelah shalat Isya sebagaimana di
masa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, dan di masa para Khulafa Ar Rasyidin, dan juga
di masa para imam kaum Muslimin. Tidak diketahui ada yang bersengaja
melaksanakannya sebelum shalat Isya. Dan oleh karena itukah shalat ini disebut qiyam
Ramadhan” (Majmu Al Fatawa, 23/120).
”Yang sunnah dalam melaksanakan melaksanakan shalat tarawih adalah setelah waktu isya
yang terakhir. Sebagaimana ini telah disepakati oleh para salaf dan imam kaum Muslimin”
(Majmu Al Fatawa, 23/119).
Shalat tarawih dan shalat malam secara umum tidak memiliki batasan tertentu. Dalil akan
hal ini adalah sebagai berikut:
صالةُ اللي ِل َمثْنَى: فقال رسو ُل هللا صلَّى هللاُ عليه وسلَّم،رجال سأ َل رسو َل هللاِ صلَّى هللاُ عليه وسلَّم عن صال ِة اللَّيل
ً أ َّن
تُوتِر له ما ق ْد صلَّى،ًش َي أحدُكم الصب َح صلَّى ركعةً واحدةِ فإذا خ،مثنَى
،ت فال تسأ ْل عن ُحسنه َّن وطوله َّن ِ ُغيره على إ ْحدى عَشرةَ ركعةً ؛ ي
ٍ صلي أرب َع َركَعا ِ وال في، َما كان يَزي ُد في رمضان
صلي ثالثًا
ِ ُ ثم ي، وطولهن
ِ فال تسأ ْل عن ُحسنه َّن،صلي أربعًا
ِ ُثم ي
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak pernah shalat lebih dari 11 rakaat baik di
bulan Ramadhan atau di bulan lainnya. Beliau shalat 4 rakaat, jangan tanya mengenai
bagusnya dan panjangnya, kemudian beliau shalat 4 rakaat, jangan tanya mengenai
bagusnya dan panjangnya, kemudian beliau shalat 3 rakaat” (HR. Bukhari no. 2013,
Muslim no. 837).
وأنَّها نافلة؛ ف َمن شاء أطال فيها القيام وقلَّت،أن ال ح َّد وال شي َء ُمقد ًَّرا في صالة الليل
ْ وقد أج َمع العلما ُء على
و َمن شاء أكثر الركوع والسجود،ركعاته
“Para ulama sepakat bahwa tidak ada batasan rakaat tertentu dalam shalat malam. Dan
bahwasanya hukumnya adalah sunnah. Barangsiapa yang ingin memanjangkan berdirinya
dan menyedikitkan rakaatnya, silakan. Barangsiapa yang ingin memperbanyak rukuk dan
sujud, silakan” (Al Istidzkar, 2/102).
واحت َّج العلماء على أ َّن صالة الليل، وقد ُروي ثالث عشرة ركعة،ًأكث ُر اآلثار على أ َّن صالته كانت إحدى عشرةَ ركعة
ف َمن شاء استق َّل و َمن شاء استكثر، والصالة خي ُر موضوع،ليس فيها ح ٌّد محدود
“Kebanyakan shalat malam Nabi itu 11 rakaat. Namun terdapat riwayat bahwasanya beliau
pernah shalat 13 rakaat. Oleh karena itu para ulama berdalil dari sini bahwa shalat malam
itu tidak ada batasan rakaatnya. Dan shalat adalah perkara yang paling baik. Siapa yang
ingin mempersedikitnya silakan, yang ingin memperbanyaknya juga silakan” (Al Istidzkar,
2/98).
التي كلَّما ِزيد، وأ َّن صالة الليل من الفضائل والرغائب،خالف أنه ليس فى ذلك ح ٌّد ال يُزاد عليه وال يُنقص منهَ وال
الخالف في فِعل النبي ِ صلَّى هللاُ عليه وسلَّم وما اختاره لن ْفسه
ُ وإنما،فيها ِزيد فى األجر والفضل
“Tidak ada khilaf bahwa shalat malam itu tidak ada batasannya yang paten sehingga tidak
boleh dikurangi atau ditambahi. Shalat malam adalah keutamaan dan hal yang sangat
dianjurkan, yang semakin banyak dikerjakan maka semakin banyak pahalanya. Yang
diperselisihkan adalah mana jumlah rakaat yang sering dilakukan Nabi dan yang menjadi
pilihan (kesukaan) Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam untuk dirinya” (Ikmalul Mu’lim,
3/82).
Al ‘Iraqi mengatakan:
“Ulama sepakat bahwa shalat malam itu tidak ada batasan rakaatnya” (Tharhu At Tatsrib,
3/43).
Shalat tarawih dilaksanakan dua rakaat – dua rakaat. Ini merupakan pendapat jumhur
ulama, dari Syafi’iyyah, Malikiyyah dan Hanabilah, juga pendapat Abu Yusuf dari
Hanafiyah. Dalilnya:
“Shalat malam yang paling utama adalah salam di tiap dua rakaat, dan satu rakaat witir.
Sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar: shalat malam itu dua rakaat-dua rakaat, jika salah
seorang di antara kalian khawatir masuk waktu subuh maka shalatlah satu rakaat”
(Majmu Fatawa Ibnu Baz, 11/324).
“Shalat malam mencakup semua shalat sunnah di malam hari, caranya dengan dua rakaat-
dua rakaat, jika khawatir masuk waktu subuh maka shalatlah satu rakaat untuk membuat
rakaatnya ganjil” (Majmu Fatawa war Rasail, 20/412).
Tidak ada batasan tertentu mengenai bacaan Qur’an dalam shalat tarawih. Namun
disunnahkan untuk membaca Al Qur’an 30 juz. Al Kasani mengatakan:
وهو أن، فهو من باب الفضيلة، وما أمر به عم ُر، وذلك فيما قاله أبو حنيفة،سنة أن يخت َم القرآن مرةً في التراويح ُّ ال
ً
وأ َّما في زماننا فاألفضل أن يقرأ اإلما ُم على حسب حال القوم من، وهذا في زمانهم،مرتين أو ثالثا َّ يخت َم القرآن
تنفير القوم عن الجماعة؛ أل َّن تكثير الجماعة أفض ُل من تطويل القراءة
َ فيقرأ قد َْر ما ال يوجب،الرغبة والكسل
Ad Dardir mengatakan:
“سمعَهم جميعه ِ في التراويح في الشهر: أي،”و” نُدِب لإلمام “ال َختْم” لجميع القرآن “فيها
ِ ُكله لي
Disunnahkan men-jahr-kan bacaan Qur’an dalam shalat tarawih. Ulama ijma akan hal ini.
An Nawawi mengatakan:
والوتر،أجمع المسلمون على استحباب ال َجهر بال ِقراءة في… صالة التراويح
“Ulama Islam sepakat disunnahkannya men-jahr-kan bacaan Qur’an dalam shalat tarawih
dan witir” (At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, 1/130).
Demikian fikih ringkas shalat tarawih, semoga bermanfaat. Wabillahi at taufiq was
sadaad.