Volatile Anesthetics
Intravenous Anesthetics
Anestesi IV dapat menurunkan tonus bronkomotor bila digunakan untuk
induksi atau penggunaan anestesi IV di ruang operasi. Ketamin, propofol, dan
midazolam (lihat Tabel 25-3) memiliki efek relaksasi pada otot polos saluran
napas. Etomidate dan thiobarbiturates tidak mempengaruhi tonus bronkomotor
pada tingkat yang sama. Pemilihan anestesi IV untuk induksi dan perawatan
anestesi cukup penting untuk pasien dengan penyakit saluran napas reaktif.
Mekanisme penurunan tonus bronkomotor untuk anestesi IV sebagian besar
belum diketahui. Ketamin diperkirakan memiliki efek relaksasi langsung pada
otot polos. Propofol diperkirakan dapat mengurangi tonus vagal dan memiliki
efek langsung pada reseptor muskarinik dengan mengganggu pemberian sinyal
seluler dan menghambat mobilisasi kalsium. Preservative metabisulfite pada
propofol mencegah penghambatan dari vagalmediated bronchoconstriction.
Memilih obat seperti propofol atau ketamine dapat bermanfaat pada pasien
dengan bronkospasme atau penyakit jalan napas obstruktif. Penggunaan obat IV
untuk induksi atau pemeliharaan penggunaan obat anestesi lain dapat berguna
untuk meminimalkan efek intraoperatif bronkospasme. Meskipun masing-masing
anestesi IV membawa profil efek samping yang unik, efek utamanya tidak terkait
dengan jalan nafas. Penggunaan ketamin dikaitkan dengan peningkatan air liur
sedangkan pemberian coadministration dosis kecil antikolinergik dapat
mengurangi produksi sekresi. Propofol dikaitkan dengan hipotensi yang biasanya
mudah dikoreksi dengan vasopressor.
Local Anesthetics
Halothane Ketamine
Sevoflurane Midazolam
Antihistamin: Pelepasan histamin dari sel mast dan basofil bertanggung jawab
atas peradangan saluran napas dan bronkokonstriksi pada asma. Antihistamin
bukanlah terapi standar untuk asma, namun penggunaan antihistamin dan
Leukotriene modifiers untuk bronkokonstriksi akibat alergen telah menunjukkan
penurunan respon dini dan respon onsen lambat terhadap alergen. Pasien yang
menderita asma akibat alergi atau pasien yang mengalami reaksi alergi di ruang
operasi akan mendapat manfaat dari pemberian antihistamin untuk mengurangi
peran histamin dalam bronkokonstriksi.
Obat-obatan Anestesi
Mengevaluasi dampak dari obat-obatan anestesi terhadap pembuluh darah
paru adalah hal yang sulit. Dalam praktik klinis dan penelitian, obat-obatan ini
jarang diberikan dalam isolasi. Pemberiannya bisa menyebabkan perubahan-
perubahan yang bersamaan dalam parameter-parameter hemodinamik nonparu
seperti caridiac output (CO) yang pada akhirnya mempengaruhi tekanan arteri
paru (PAP). Suatu kenaikan PAP mungkin adalah hasil dari meningkatnya
resistansi vaskular paru (PVR), kenaikan CO, atau kenaikan tekanan atrium kiri
(LAP) (PAP = [PVR X CO] + LAP). Selain itu, anestesia umum melibatkan
manipulasi variabel-variabel yang mempengaruhi PVR, seperti fraksi oksigen
terinspirasi (FiO2), karbon dioksida (CO2), dan ventilasi tekanan positif (PPV).
Ketamin
Secara historis, ketamin menduduki posisi kontroversial dalam anestesia
pasien dengan PHTN. Terlepas dari penggunaannya yang saat ini sudah menyebar
luas pada pasien PHTN, ketamin diduga menyebabkan vasokonstriksi paru dan
harus digunakan dengan sangat hati-hati oleh kelompok pasien ini. Mekanisme
dari aksi ketamin masih belum sepenuhnya dijelaskan. Ketamin merupakan
antagonis reseptor N-methyl-d-aspartic acid (NMDA) dan juga berikatan dengan
reseptor-reseptor opioid dan reseptor-reseptor muskarnik.85 Ketamin tampak
menstimulasi pelepasan serta menghambat penyerapan katekolamine neuronal
yang mungkin menjelaskan efek-efek kardiostimulatori dan bronkodilatori yang
dimilikinya. Beberapa penelitian hewan telah menunjukkan respon vasodilatasi
endotel independen terhadap ketamin pada dasar paru.
Efek-efek ketamin terhadap pembuluh darah paru manusia tampak rumit
dan pustaka klinis mengungkapkan sebuah heterogenitas yang luas berkenaan
dengan hasil. Faktor-faktor yang diketahui mempengaruhi vasoreaktivitas seperti
FiO2, CO2, keberadaan PHTN, dan keberadaan premedicant (obat yang diberikan
sebelum pengobatan) tidak dilaporkan atau diakui dalam banyak penelitian. Efek-
efek hemodinamik dari bolus ketamin bisa dilemahkan (dikurangi) atau
dihilangkan dengan premedicant seperti droperidol, dexmedetomidin, atau
benzodiazepin.86 Penelitian awal mengenai profil hemodinamik obat pada pasien
dewasa menunjukkan kenaikan PAP dan PVR dengan rentang 40% hingga 50%.
Hal ini dikombinasikan dengan peningktan variabel-variabel yang berkontribusi
terhadap konsumsi oksigen miokardial, yang menimbulkan kekhawatiran
mengenai penggunaan ketamin pada psien yang menderita penyakit arteri koroner
(CAD) dan PHTN. Baru-baru ini dalam pustaka pediatrik, William dkk.87
menunjukkan tidak adanya perubahan PVR atau rata-rata tekanan arteri paru
(mPAP) setelah pemberian ketamin pada anak-anak yang bernapas spontan yang
menderita PHTN dan menjalani kateterisasi jantung. Dalam penelitian pediatrk
lainnya, ketamin mempertahankan aliran darah sistemik paru-paru dan tidak
mempengaruhi tekanan paru atau resistansi pada anak-anak dengan shunt
intrakardiak yang sedang menjalani keteterisasi jantung. Propofol, di sisi lain,
menurunkan resistansi vaskular sistemik (SVR) yang menyebabkan peningkatan
shunting kanan hingga kiri.88 Pada pasien dewasa yang sedang menjalani ventilasi
satu paru (OLV) untuk reseksi paru, ketamin tidak secara signifikan
meningkatkan PAP atau PVR bila dibandingkan dengan enfluran. Laporan kasus
lainnya menekankan nilai dari kardiostabilitas relatif obat pada pasien dengan
cadangan kardiorespiratori yang minimal.89,90 Ada banyak dari para dokter yang
menggabungkan obat ini ke dalam induksi rutin mereka untuk pasien dengan
PHTN parah (seperti endarterektomi paru atau transplantasi paru).
Keunggulannya, terutama dalam menjaga hemodinamika dan tekanan perfusi
koroner yang stabil, tampak lebih besar dari kerugian yang dimilikinya.
Propofol
Propofol biasa digunakan pada anestesia, termasuk untuk pasien PTN.
Propofol serinf digunakan untuk menjaga anestesia selama dan setelah
transplantasi paru. Efek dari propofol diduga sebagian besar dimediasi oleh
reseptor-reseptor asam γ-aminobutirat (GABA). Efek hemodinamik propofol yang
menjadi perhatian dalam konteks PHTN adalah sebuah penurunan SVR, yang
tidak hanya bisa memiliki dampak terhadap shunt intrakardiak, jika muncul, tetapi
juga bisa menyebabkan penurunan perfusi arteri koroner ventrikel kanan dan
disfungsi resultan ventrikel kanan. Berkenaan dengan dampak langsung terhadap
pembuluh darah paru, penelitian-penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa
selama kenaikan kondisi-kondisi tonus dalam pembuluh darah paru, propofol
mungkin bertindak sebagai vasokonstriktor paru.91 Propofol juga terbukti
mengganggu vasolidasi paru yang diinduksi asetilkolin pada anjing.92 Di lain
pihak, pada arteri-arteri paru yang diisolasi dari manusia dan dari ikus yang
mengalami hipoksia kronis, etomidat dan pada tingkat yang lebih rendah propofol
menunjukkan relaksasi pembuluh darah.93 Signifikansi klinis dari hasil-hasil yang
kontradiktif ini masih belum diketahui.
Etomidat
Etomidat adalah suatu imidazol yang memediasi aksi klinisnya terutama
pada reseptor-reseptor GABA A. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,
etomidat tampak memiliki sifat-sifat vasorelaksan pada arteri paru yang diisolasi.
Sifat utamanya sebagai senyawa penginduksi adalah profil hemodinamik
stabilnya. Pada pasien dengan penyakit jantung, satu dosis induksi etomidat akan
meningkatkan rata-rata tekanan arteri (MAP, menurunkan SVR, dan menurunkan
PAP.94 Pada pasien pediatrik tanpa PHTN yang datang untuk kateterisasi jantung,
tidak terdapat perubahan yang signifikan dalam parameter-parameter
hemodinamik apapun setelah induksi dengan etomidat.95
Opioid
Opoid tampak memiliki sedikit hingga tidak memiliki efek buruk terhadap
sistem vaskular paru. Pada kucing yang dianestesi, pemberian morfin, fentanil,
remifentanil, dan sufentanil menyebabkan suatu respon vasodilatasi dalam kondisi
kenaikan tonus di arteri lobus terisolasi.96 Mekanismenya tampak melibatkan
jalur-jalur resptor yang dimediasi histamin dan opioid. Pengalaman klinis akan
menguatkan kardiostabilitas dari pemberian narkotika yang tepat pada pasien-
pasien yang secara hemodinamis rapuh.
Anestesi Volatil
Pada konsentrasi yang relevan secara klinis, anestesi volatil modern
cenderung memiliki sedikit hingga tidak memiliki efek vasodilatasi terhadap
pembuluh darah paru. Pada babi, pemberian sevoflurane menekan fungsi ventrikel
kanan tanpa perubahan PVR.97 Hal ini mencerminkan bahwa penurunan PAP
menyebabkan penurunan CO yang terlihat dengan penggunaan senyawa ini.
Nitrogen oksida biasanya dihindari pada pasien PHTN karena diyakini
menyebabkan vasokonstriksi, barangkali melalui pelepasan katekolamin dari
saraf-saraf simpatetik yang mensuplai pembuluh darah paru. Pada pasien dengan
stenosis mitral dan PHTN yang datang untuk operasi jantung, pemberian nitrogen
oksida setelah anestesia fentanil (7,5 hingga 10 mg/kg) akan menaikkan PVR,
PAP, dan indeks jantung (CI).98 Meskipun demikian, sebuah penelitian lanjutan
menunjukkan bahwa dengan adanya fentanil dosis tinggi (50 hingga 75 mg/kg),
70% nitrogen oksida sebenarnya dikaitkan dengan penurunan PAP dan CO pada
pasien dengan PHTN sekunder, tanpa perubahan-perubahan ekokardiografi dalam
fungsi ventrikel kanan.99
Pemblok Neuromuskular
Pankuronium meningkatkan PAP pada anjing yang mengalami cedera
paru.100 Pankuronium dikatakan melakukan hal tersebut secara tidak langsung
dengan meningkatkan CO dan secara langsung dengan meningkatkan PVR,
mungkin melalui aksi antagonisnya pada reseptor-reseptor muskarinik di
pembuluh darah paru. Rokuronium, cisatracurium, dan vekuronium memiliki
sedikit hingga tidak memiliki dampak terhadap sebagian besar indeks jantung
pada pasien yang menjalani pencangkokan bypass arteri koroner (CAG).101
Magnesium
Magnesium adalah suatu vasodilator pada sirkulasi sistemik dan paru.
Mekanisme dari aksi dampak magnesium terhadap vasodilatasi kemungkinan
adalah melalui dampaknya terhadap saluran-saluran membran yang terlibat dalam
fluks kalsium dan melalui aksinya dalam sintesis cAMP. Magnesium tampaknya
merupakan kofaktor yang penting bagi vasodilatasi paru dependen. Magnesium
secara sukses digunakan untuk penghentian NO pada PHTN.102 Meningkatkan
dosis magnesium pada anak babi yang mengalami PHTN embolik akut akan
menurunkan mPAP, meningkatkan CO, dan menurunkan PVR.103 Magnesium
telah digunakan untuk mengobati PHTN pesisten pada bayi, namun
penggunaannya masih menjadi kontroversi.
Analgesia Rergional
Rasa sakit bisa meningkatkan PVR.104 Analgesia epidural toraks
perioperatif (TEA) biasanya digunakan pada operasi abdominal dan toraks. TEA
bisa menurunkan PAP melalui penurunan CO atau melalui atenuasi aliran keluar
simpatetik paru. Pada babi, TEA menekan fungsi ventrikel kanan pada PHTN
akut.105 Pemblokiran paravertebral toraks unilateral dengan lidokain telah terbukti
mengurangi kontraktilitas miokardial hingga 30% dan secara signifikan
menurunkan tekanan sistemik; sebuah dampak yang mungkin dikurangi dengan
penggunaan epinefrin. Secara umum, potensi manfaat anestesia regional pada
operasi thoracoabdominal biasanya lebih besar dari risiko hipotensi dan disfungsi
ventrikel kanan yang ada. Sebagaimana pada sebagian besar intervensi-intervensi
anestetik pasien PHTN, titrasi dan pemantauan yang hati-hati sangatlah penting.
Beberapa laporan menggambarkan keberhasilan penggunaan analgesia epidural
pada populasi pasien ini.106
Vasodilator Paru
Vasodilator paru biasanya digunakan untuk memperbaiki fungsi ventrikel
kanan pada pasien PHTN atau dalam upaya memperbesar aliran darah paru
regional dan memperbaiki shunt intrapulmonari. Meskipun demikian, pada
kondisi perawatan akut, efek-efek dari vasodilatasi paru inilah yang sedang
dieksploitasi. Secara umum, vasodilator parenteral dan oral dihambat oleh aksinya
yang cenderung tidak selektif pada dasar vaskular paru. Selain dari efek-efek
hemodinamik sistemik hipotensif, penggunaan keduanya bisa juga menyebabkan
perfusi alveoli yang diventilasi, shunt intrapulmonari yang memburuk dan, pada
akhirnya, memperburuk oksigenasi. Vasodilator paru yang ideal harus memiliki
sebuah onset aksi yang cepat, half-life yang pendek, dan menghasilkan
vasodilatasi paru regional. Hal ini akan mencegah hipotensi sistemik dan potensi
dampak merugikan terhadap pencocokkan perfusi ventilasi yang membatasi
penggunaan senyawa-senyawa sistemik pada pasien yang sakit kritis. Berkenaan
dengan hal ini, vasodilator inhalasi adalah hal yang emnarik karena secara khusus
melebarkan alveoli yang diventilasi dan memiliki efek sistemik yang lebih sedikit.
Oksida Nitrat
Oksida nitrat terinhalasi (iNO) akan dihantarkan ke unit paru-paru yang
diventilasi yang ditujukan untuk memperbaiki perfusi ke alveoli yang bisa
berpartisipasi dalam pertukaran gas. “Efek selektif” ini menyebabkan penurunan
shunt intrapulmonari. Tingkatan medis NO bisa diberikan secara noninvasif
(melalui masker wajah) atau melalui sebuah sirkuit ventilator. Jika pemberian
melalui sebuah sirkuit, suatu alat yang bisa mengatur konsentrasi CO dan
memantau kadar nitrogen oksida – suatu produk samping dari NO ketika
dikombinasikan dengan oksigen (Gambar 25-1). Pada saat ini, iNO hanya
Pada saat ini, iNO hanya diperbolehkan untuk bayi dengan sindrom gangguan
pernapasan. Persetujuan ini berasal dari penelitian-penelitian plasebo terkontrol
yang prospektif dan luas yang menunjukkan bahwa NO megurangi kebutuhan
akan oksigenasi membran ekstrakorporeal (ECMO) dan mengurangi kebutuhan
untuk terapi oksigen setelah keluar dari unit perawatan intensif (ICU).116
Meskipun terdapat kontroversi mengenai hubungan respon dosis untuk NO dan
vasodilatasi paru, dosis yang biasa digunakan berkisar dari 10 hingga 40 ppm.
Kadar metemoglobin perlu dipantau ketika NO diberikan lebih dari 24 jam.
Transplantasi jantung dan paru adalah dua area yang berbeda dimana vasodilatasi
paru akut memiliki manfaat teoritis yang kuat karena berhubungan dengan
perbaikan kegagalan ventrikel kanan akut dan pengurangan cedera reperfusi,
secara berturut-turut. Kegagalan ventrikel kanan akut yang memperumit
transplantasi jantung bisa dikurangi dengan penggunaan vasolidator paru.
Meskipun beberapa penelitian menunjukkan bahwa NO bisa berguna secara
preoperatif pada pasien yang berisiko yang dijadwalkan untuk transplantasi
jantung, hanya rangkaian kasus yang mendukung penggunaan NO inhalasi untuk
melawan disfungsi ventrikel kanan yang menyertai transplantasi jantung.
Meskipun demikian, berdasarkan pengalaman klinis, NO inhalasi telah menjadi
standar perawatan di banyak pusat transplantasi. Dampak menguntungkan
modulasi imun dari NO inhalasi selain dari sifat-sifat vasodilatasinya adalah
diduga bertanggung jawab mencegah disfungsi pencangkokan primer (PGD)
setelah transplantasi paru pada penelitian-penelitian pendahuluan mengenai NO
inhalasi.117 Meskipun sebuah uji acak klinis gagal menunjukkan manfaat NO
inhalasi dalam mencegah PGD, NO inhalasi umum digunakan untuk mengobati
hipoksemia dan PHTN.118 Karena beban biaya yang ada dari penggunaan NO
inhalasi, maka vasolidator paru lainnya telah dievaluasi.
Pada operasi toraks nontransplantasi, NO telah dipelajari sebagai sebuah
pengobatan yang berpotensi bagi abnormalitas pertukara gas yang berhubungan
dengan OLV. Dampak-dampaknya menjadi kontroversi namun NO inhalasi
menunjukkan manfaat yang maksimal pada pasien dengan kenaikan indeks
resistansi vaskular paru (PVRI) dan dengan pertukaran gas yang buruk sebelum
pemberian NO inhalasi.119 NO bisa secara cepat dihantarkan melalui sirkuit
ventilator perawatan intensif atau anestetik; meski demikian, penggunaan NO
sangat mahal dan tidak tersedia secara luas.
Prostaglandin
Prostanoid menginduksi relaksasi otot halus vaskular, menghambat pertumbuhan
sel-sel otot halus dan merupakan inhibitor agregasi trombosit yang kuat.120
Prostanoid inhalasi melibatkan suatu mekanisme penghantaran aerosol yang
disampaikan oleh nebulizer ke sirkuit ventilator (Gambar 25-2). Pengobatan
mungkin terbatasi oleh inefisiensi aerosolisasi. Karena half-life yang pendek dari
epoprostenol, maka obat ini juga harus dinebulasi secara berkelanjutan.121 Sebagai
akibatnya, perubahan-perubahan dari penghantaran dosis dengan perubahan
volum ventilator, FiO2, tekanan saluran udara, dan evaporasi pelarut mungkin
Substansi Eksogenus
Obat-obatan
Sistem enzim sitokrom P450 monooksigenase adalah jalur metabolik yang
paling banyak dipelajari untuk pengobatan. Paru-paru terbukti memiliki
konsentrasi isoenzim P450 yang substansial, terutama di dalam pneumosit tipe II,
sel-sel Clara, dan sel-sel endotel. Meskipun P450 dan enzim-enzim lainnya telah
lama diketahui ada pada paru-paru manusia, aktivitas yang sebenarnya dari enzim-
enzim paru-paru yang berkisar dari dapat diabaikan hingga 33% pada hati.141
Opioid
Fentanil terbukti memiliki variabel penyerapan tahap satu yang nyata
hingga sebesar 90% pada manusia. Peneliti yang sama menemukan bahwa jumlah
fentanil yang signifikan kemudian dikembalikan dari paru-paru ke dalam darah
dengan pola bifasik, ekuilibrasi setelah sekitar satu menit pada fase cepat dan
hampir sekitar 25 menit pada fase lambat. Penyerapan fentanil lebih tinggi
dibandingkan dengan yang diduga bahkan untuk obat-obatan dasar dan lopofilik
ini. Penyerapan fentanil aktif telah didemonstrasikan pada sel-sel endotel paru
manusia. Sufentanil mendemonstrasikan penyerapan yang sedikit lebih banyak
dari setengah yang ada pada fentanil. Morfin memiliki penyerapan yang jauh lebih
rendah sekitar 10%.142
Anestesi Lokal
Untuk lidokain, terdapat penyerapan tahap pertama sekitar 50% dengan
retensi yang signifikan pada 10 menit pertama.143 Penyerapan lidokain juga diuji
dalam beragam kondisi fisiologis. Dalam kondisi asidosis dan alkalosis metabolik
ekstrim, lidokain menunjukkan kenaikan penyerapan dengan pH darah yang lebih
tinggi. Telah dikatakan bahwa temuan ini merupakan konsekuensi dari kenaikan
lipofilisitas obat karena, dalam lingkungan yang kurang asam, lebih banyak obat
berada dalam bentuk tidak terionisasi. Bupivakain telah diinvestigasi secara
kurang ekstensif dibandingkan dengan lidokain dan dengan hasil yang juga
kurang konsisten. Pada sebagian besar spesies hewan, puncak ekstraksi telah
dilaporkan tinggi dengan variabel retensi tahap pertama. Meskipun demikian,
pada manusia, ekstraksi tahap pertama yang efektif tampak lebih rendah ketika
dipelajari dengan pemberian dosis epidural.144
Dua area minat dalam praktik anestesi klinis terkait erat dengan
penyerapan paru dari anestesi lokal. Yang pertama adalah keamanan relatif dari
levobupivakain dan ropivakain dibandingkan dengan bupivakain. Obat-obatan ini
pada kenyataannya telah menjadi subyek dari beberapa penelitian. Penelitian-
penelitian hewan awal menunjukkan penurunan toksisitas dari preparasi yang
lebih baru ini. Meskipun demikian, suatu tinjauan mengenai farmakodinamik dan
farmakokinetik dari anestesi lokal145 menggambarkan tantangan dalam
membandingkan toksisitas pada praktik klinis. Area minat kedua adalah
penanganan toksisitas anestesi lokal dengan emulsi lipid. Permasalahan dari
penyerapan paru dan penundaan pelepasan anestesi lokal harus dipertimbangkan
dalam penanganan toksisitas anestesi lokal yang dicurigai dengan menggunakan
lipid teremulsifikasi.146
Hipnotik
Tiopental telah ditemukan memiliki hampir 15% penyerapan tahap
pertama pada manusia147 dengan sedikit atau tanpa metabolisme. Penyerapan
ketamin paru diketahui sedikit lebih rendah dari 10% tanpa metabolisme
lanjutan.148 Untuk propofol, sebagian besarnya menunjukkan sekitar 30%
penyerapan tahap pertama dan metabolisme propofol yang bisa diabaikan oleh
paru-paru.149
Substansi Endogenus
Enzim Pengubah Angiotensin
Paru-paru memainkan peran penting dalam sistem renin-angiotensin
karena konsentrasi enzim pengubah angiotensin (ACE) yang tinggi pada endotel
paru. Ketika ginjal bereaksi terhadap perubahan dalam parameter-parameter
fisiologis seperti volum vaskular, tekanan darah, dan stimulasi adrenergik oleh
pemecahan prorenin, hasil renin mengkatalisasi pembentukkan angiotensin I dari
angiotensinogen. ACE kemudian mengubah angiotensin I menjadi vasokonstriktor
yang sangat penting, angiotensin II. Meskipun ACE bisa ditemukan pada endotel
vaskular di seluruh tubuh serta pada plasma, endotel paru memiliki banyak ACE
sebagai suatu permukaan atau ektoenzim pada membran vaskular150 (Gambar 25-
4). Angiotensin II yang baru saja terbentuk tidak diserap atau dimetabolisme lebih
lanjut oleh sel endotel, melainkan segera dikembalikan ke darah. Secara klinis
inhibitor-inhibitor ACE merupakan obat yang berguna dalam penanganan
hipertensi sistemik.151
Bradikinin adalah suatu peptida asam amino yang diproduksi dalam
beberapa lokasi di seluruh tubuh dari kininogen melalui aksi kallikrein plasma.