Anda di halaman 1dari 12

Nama Peserta: Dr.

Mira Mustika
Nama Wahana: Puskesmas Kecamatan Kalideres
Topik: Herpes Zoster + SIDA dalam pengobatan
Tanggal (Kasus): 19 Februari 2019
Nama Pasien: Tn. RPT No RM: 0005396
Tanggal Presentasi: 28 Mei 2019 Nama Pendamping: Dr. Rina Handayani
Tempat Presentasi: Puskesmas Kecamatan Kalideres
Obyektif Presentasi:
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi □ Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil
Seorang pasien laki-laki, berusia 37 tahun datang ke Poliklinik Sehati Puskesmas Kecamatan
Kalideres mengeluhkan adanya gelembung-gelembung berisi cairan jernih yang berkelompok
di atas bercak merah yang terasa nyeri pada dada atas sebelah kanan sejak 4 hari yang lalu.

 Tujuan: Menentukan diagnosis herpes zoster dan tata laksananya


Bahan Bahasan:  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit
Cara Membahas:  Diskusi  Presentasi dan Diskusi  Email  Pos
Data Pasien Nama: Tn. RPT No Registrasi: 0005396
Nama Klinik: Poliklinik Sehati
Telpon: Terdaftar Sejak: 2017
Puskesmas Kecamatan Kalideres
Data Utama dan Bahan Diskusi
1. Diagnosis / Gambaran Klinis

Herpes Zoster Thorakal setinggi T1-T3 Dextra


SIDA dalam pengobatan

2. Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah mengobati gelembung-gelembung berisi cairan yang nyeri tersebut.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat diabetes mellitus disangkal
 Riwayat asma disangkal
 Riwayat alergi disangkal
 Riwayat penyakit jantung disangkal
 Riwayat penyakit ginjal disangkal
 Riwayat operasi disangkal
 Riwayat trauma disangkal
 Pasien belum pernah mengalami penyakit berupa gelembung-gelembung kecil seperti
ini sebelumnya
4. Riwayat Atopi/Alergi
 Tidak ada riwayat bersin-bersin pada pagi hari
 Tidak ada riwayat asma
 Tidak ada riwayat alergi obat

1
 Tidak ada riwayat alergi makanan
 Tidak ada riwayat alergi terhadap serbuk sari

5. Lain-Lain: -

Daftar Pustaka
1. Habif, T.P. Viral Infection. In : Skin Disease Diagnosis and Treatment. 3rd ed.
Philadelphia : Elseiver Saunders. 2011 .p. 235 -239.
2. Daili SF, B Indriatmi W. Infeksi Virus Herpes. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2002.
3. Schmader KE, Oxman MN. Varicella and herpes zoster. In: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS. Leffell DJ, Wolff K, Schmader KE, editors. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine7th ed. United States: McGraw-Hill; 2008.p.1885-194.
4. Janniger CK. Herpes zoster. https://emedicine.medscape.com/1132465- Diakses Mei
2019.
5. Chen LK, Arai H, Chen LY, Chou MY, Djauzi S, Dong B, et al. Looking back to move
forward: a twenty year audit of herpes zoster in Asia-Pacific. BMC Infectious Diseases.
2017;17:213.
6. Robert WJ, Robert HD. Treatment of herpes zoster and postherpetic neuralgia. BMJ.
2003;326(7392):748-50.
7. Schalock C.P, Hsu T.S, Arndt, K.A. Viral Infection of the Skin. In : Lippincott’s Primary
Care Dermatology. Philadelphia : Walter Kluwer Health. 2011 .p. 148 -151.
8. Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi W. Editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
Ketujuh. Jakarta : Badang Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2016.
9. Habif P.Thomas. Warts, Herpes Simplex, and Other Viral Infection. In : Clinical
Dermatology. 5 thed. United States of America : Elseiver Saunders. 2010.p. 479 – 490.
10. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Buku panduan herpes zoster
di Indonesia 2014. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2014.
11. Jansen K, Haastert B, Michalik C, Guignard A, Esser S, Dupke S, et al. Incidence and
risk factors of herpes zoster among hiv-positive patients in the german competence
network for HIV/AIDS: a cohort study analysis. BMC Infectious Diseases. 2013;13:372.

Hasil Pembelajaran
1. Penegakan diagnosis Herpes Zoster
2. Penatalaksanaan Herpes Zoster
3. Edukasi pasien tentang Herpes Zoster

2
1. Subyektif
Telah diperiksa seorang pasien laki-laki berusia 37 tahun di Poliklinik Sehati
Puskesmas Kecamatan Kalideres dengan keluhan:

 Awalnya sejak 4 hari yang lalu muncul kemerahan pada dada kanan pasien yang terasa
nyeri, kemudian kulit kemerahan tersebut berubah menjadi gelembung-gelembung
kecil berkelompok berisi cairan
 Badan terasa lemah sejak 1 minggu yang lalu
 Demam dirasakan sejak 1 minggu yang lalu
 Sakit kepala, mual, dan muntah sejak 1 minggu yang lalu
 Riwayat menderita cacar air sebelumnya tidak ada
 Pasien telah didiagnosa menderita SIDA sejak 4 bulan yang lalu dan mendapat terapi
ARV sejak 4 bulan yang lalu.
2. Objektif
Tanda-Tanda Vital

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran umum : Komposmentis kooperatif.

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80x/menit

Nafas : 16x/menit

Suhu : 37oC
Status Gizi

Berat badan : 60 kg

Tinggi badan : 170 cm

IMT : 20,2 kg/m2

Status Gizi : Normoweight
Status Generalis
Kepala : dalam batas normal, deformitas (-), hematom (-)
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat, isokor (3
mm/3 mm), refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak
langsung +/+
THT : dalam batas normal
Mulut : mukosa oral basah
Leher : dalam batas normal
Thorax :
Paru : I : gerakan napas terlihat simetris

3
P : gerakan napas teraba simetris
P : sonor di kedua lapang paru
A : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : jejas (-), supel, nyeri tekan (-), timpani, bising usus (+) normal
Kulit : turgor baik
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, ptekie (-)

Status Dermatologikus

Lokasi : Dada kanan dan ketiak kanan

Distribusi : Unilateral terlokalisir.

Bentuk : Bulat-tidak khas.

Susunan : Herpetiformis

Batas : Tidak tegas

Ukuran : Miliar sampai Lentikular

Efloresensi : Vesikel-vesikel berkelompok dan bula diatas plak eritem

3. Tinjauan Pustaka
Definisi
Herpes zoster adalah infeksi viral kutaneus pada umumnya melibatkan kulit dengan
dermatom tunggal atau yang berdekatan.1 Herpes zoster merupakan hasil dari reaktivasi virus
varisela zoster yang memasuki saraf kutaneus selama episode awal chicken pox.1 Virus ini
tidak hilang tuntas dari tubuh setelah infeksi primernya dalam bentuk varisela melainkan
4
dorman pada sel ganglion dorsalis sistem saraf sensoris yang kemudian pada saat tertentu
mengalami reaktivasi dan bermanifestasi sebagai herpes zoster.2

Epidemiologi dan Faktor Predisposisi


Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa prevalensi musiman.
Terjadinya herpes zoster tidak tergantung pada prevalensi varisela, dan tidak ada bukti yang
meyakinkan bahwa herpes zoster dapat diperoleh oleh kontak dengan orang lain dengan
varisela atau herpes. Sebaliknya, kejadian herpes zoster ditentukan oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi hubungan host-virus.3

Faktor resiko utama adalah disfungsi imun selular. Pasien imunosupresif memiliki
resiko 20 sampai 100 kali lebih besar dari herpes zoster daripada individu imunokompeten
pada usia yang sama. Immunosupresif kondisi yang berhubungan dengan risiko tinggi dari
herpes zoster termasuk “human immunodeficiency virus” (HIV), transplantasi sumsum tulang,
leukimia dan limfoma, penggunaan kemoterapi pada kanker, dan penggunaan kortikosteroid.
Herpes zoster adalah infeksi oportunistik terkemuka dan awal pada orang yang terinfeksi
dengan HIV, dimana awalnya sering ditandai dengan defisiensi imun.3

Etiopatogenesis
Infeksi Virus Varisela Zoster (VVZ) merupakan penyebab terjadinya varicella (cacar
air) dan herpes zoster (shingles). Varicella adalah hasil dari infeksi primer VVZ dan umumnya
terjadi saat masa anak-anak. Setelah infeksi primer dari VVZ tersebut, virus ini akan menetap
laten pada ganglia radiks dorsalis yang dapat mengalami reaktivasi menjadi herpes zoster.4
Faktor utama yang berperan dalam reaktivasi VVZ adalah usia lanjut. Diperkirakan
lebih dari satu juta kasus baru herpes zoster terjadi tiap tahunnya dan lebih dari satu
setengahnya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.3 Faktor lain yang menyebabkan terjadinya
HZ adalah disfungsi sistem imun, seperti infeksi HIV, transplantasi organ, keganasan, trauma,
tindakan pembedahan, penggunaan steroid jangka panjang dan kemoterapi. Pasien yang
mengalami penekanan sistem imun berisiko 20 sampai 100 kali mengalami herpes zoster.5,6
Varisela sangat menular dan biasanya menyebar melalui droplet respiratori. VVZ
bereplikasi dan menyebar ke seluruh tubuh selama kurang lebih 2 minggu sebelum
perkembangan kulit yang erupsi. Pasien infeksius sampai semua lesi dari kulit menjadi krusta.
Selama terjadi kulit yang erupsi, VVZ menyebar dan menyerang saraf secara retrograde untuk
melibatkan ganglion akar dorsalis di mana ia menjadi laten.2

5
Penyebab reaktivasi tidak diketahui pasti tetapi biasanya muncul pada keadaan
imunosupresi. Insidensi herpes zoster berhubungan dengan menurunnya imunitas terhadap
VZV spesifik. Pada masa reaktivasi virus bereplikasi kemudian merusak dan terjadi
peradangan ganglion sensoris. Virus menyebar ke sumsum tulang belakang dan batang otak,
dari saraf sensoris menuju kulit dan menimbulkan erupsi kulit vesikuler yang khas. Pada
daerah dengan lesi terbanyak mengalami keadaan laten dan merupakan daerah terbesar
kemungkinannya mengalami herpes zoster.2

Selama proses varisela berlangsung, VZV lewat dari lesi pada kulit dan permukaan
mukosa ke ujung saraf sensorik menular dan dikirim secara sentripetal, naik ke serabut
sensoris ke ganglia sensoris. Di ganglion, virus membentuk infeksi laten yang menetap selama
kehidupan. Herpes zoster terjadi paling sering pada dermatom dimana ruam dari varisela
mencapai densitas tertinggi yang diinervasi oleh bagian (oftalmik) pertama dari saraf
trigeminal ganglion sensoris dan tulang belakang dari T1 sampai L2.3

6
Gambaran perkembangan rash pada herpes zoster diawali dengan:

1. Munculnya lenting-lenting kecil yang berkelompok.


2. Lenting-lenting tersebut berubah menjadi bula-bula.
3. Bula-bula terisi dengan cairan limfe, bisa pecah.
4. Terbentuknya krusta (akibat bula-bula yang pecah).
5. Lesi menghilang.

(sekelompok vesikel – vesikel dalam bentuk bervariasi)

7
(vesikel berumbilikasi dan membentuk krusta)

(sekelompok vesikel – vesikel berkonfluens pada kasus inflamasi berat)

(vesikel pecah menjadi krusta dan mungkin dapat menjadi scar jika inflamasi berat)

Gejala Klinis
Varisela biasanya dimulai dengan demam prodromal virus, nyeri otot, dan kelelahan
selama 1 sampai 2 hari sebelum erupsi kulit. Inisial lesi kutaneus sangat gatal, makula dan
papula eritematosa pruritus yang dimulai pada wajah dan menyebar ke bawah. Papula ini
kemudian berkembang cepat menjadi vesikel kecil yang dikelilingi oleh halo eritematosa,
yang dikenal sebagai “tetesan embun pada kelopak mawar” (dew drop on rose petal). Setelah
vesikel matang, pecah membentuk krusta. Lesi pada beberapa tahapan evolusi merupakan
karakteristik dari varisela.7

Manifestasi dari herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit yang sangat dan

8
pruritus selama beberapa hari sebelum mengembangkan karakteristik erupsi kulit dari vesikel
berkelompok pada dasar yang eritematosa.7

Gejala prodormal biasanya nyeri, disestesia, parestesia, nyeri tekan intermiten atau
terus menerus, nyeri dapat dangkal atau dalam terlokalisir, beberapa dermatom atau difus. 7
Nyeri prodormal tidak lazim terjadi pada penderita imunokompeten kurang dari usia 30 tahun,
tetapi muncul pada penderita mayoritas diatas usia 60 tahun.5 Nyeri prodormal: lamanya kira-
kira 2 – 3 hari, namun dapat lebih lama.8

Gejala lain dapat berupa rasa terbakar dangkal, malaise, demam, nyeri kepala, dan
limfadenopati, gatal, tingling. Lebih dari 80% pasien biasanya diawali dengan prodormal,
gejala tersebut umumnya berlangsung beberapa hari sampai 3 minggu sebelum muncul lesi
kulit.2,9
Lesi kulit yang paling sering dijumpai adalah vesikel dengan eritema di sekitarnya
herpetiformis berkelompok dengan distribusi segmental unilateral. Erupsi diawali dengan plak
eritematosa terlokalisir atau difus kemudian makulopapuler muncul secara dermatomal.2
Terdapat beberapa variasi klinis dari herpes zoster :
1. Zoster sine herpete
Nyeri segmental yang tidak diikuti dengan erupsi kulit. Hanya ditemukan pada
beberapa kasus.
2. Herpes zoster abortivum
Herpes zoster ringan dengan waktu yang singkat dan berupa beberapa papula, vesikel
dan eritem.
3. Herpes zoster oftalmikus
Reaktivasi VVZ pada cabang pertama nervus trigeminus dapat menimbulkan kelainan
pada mata. Erupsi kulit hanya mengenai mata hingga verteks, tetapi tidak mengenai
garis tengah dahi. Tanda awal dari keterlibatan mata yaitu ditemukannya tanda
Hutchinson (ruam atau vesikel pada puncak hidung) dan harus diwaspadai
kemungkinan terjadinya komplikasi pada mata (keratitis, skleritis, uveitis, dan nekrosis
retina akut). Terdapat 30%-40% pasien mengalami herpes zoster oftalmikus. Selain itu
infeksi pada cabang kedua dan ketiganya menyebabkan kelainan kulit pada daerah
persarafannya.

4. Sindrom Ramsay Hunt


Gangguan pada nervus fasialis dan otikus (auditorius) akibat infeksi VVZ dapat

9
mengenai liang telinga luar atau membran timpani. Kelainan tersebut dapat
menyebabkan paralisis otot muka (paralisis Bell) yang nyeri, kelainan kulit yang
sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus,
nausea, gangguan pengecapan di 2/3 bagian depan lidah dan gangguan lakrimasi.
5. Herpes zoster generalisata
Kelainan kulit unilateral dan segmental disertai vesikel yang menyebar secara
generalisata. Vesikel tersebut berbentuk soliter dan ada umbilikasi. Sering terjadi pada
orang tua atau orang dengan disfungsi sistem imun, seperti penderita limfoma
maligna.
6. Herpes zoster aberans
Herpes zoster disertai minimal sepuluh vesikel yang melewati garis tengah.
7. Herpes zoster pada imunokompromais
Insiden herpes zoster pada populasi yang terinfeksi HIV/AIDS 4-11 kali lipat lebih
tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak terinfeksi. Manifestasinya cenderung
lebih berat, kronik persisten, lebih lama (lebih dari enam minggu), tidak spesifik dan
dapat menyebar ke alat dalam (paru,otak dan hati). Erupsi kulit muncul lebih berat
(bula hemoragik, hiperkeratotik, nekrotik), lebih luas
(aberans/multidermatom/diseminata), lebih nyeri dan komplikasi sering terjadi.3,10,11
Diagnosis
Dari anamnesis pasien akan merasakan nyeri radikular dan gatal sebelum muncul
erupsi kulit. Keluhan dapat disertai dengan gejala prodromal sistemik seperti demam, pusing,
malaise. Setelah itu muncul lesi kemerahan di kulit dan kemudian berubah dengan cepat
menjadi vesikel berkelompok dengan dasar eritema dan edema.3,10
Pada pemeriksaan fisik akan tampak vesikel yang tersebar hanya menyerang
dermatom spesifik sesuai dengan saraf yang dikenai dan unilateral. Erupsi juga terjadi pada
dermatom di dekatnya tetapi jarang ditemui lesi bilateral.10
Pemeriksaan laboratorium diperlukan jika terdapat klinis yang meragukan.
a. Tes Tzanck
Preparat diambil dari kerokan vesikel yang masih baru dan difiksasi dengan
hematoxylin-eosin, Giemsa, Papanicolaou atau toluidine blueseperti yang terlihat
pada gambar 2.3. Tampak adanya multinucleated giant cell dan sel epitel yang
terdiri dari acidophilic intranuclear inclusion bodies dari cairan vesikel.3
b. Metode Polymerase Chain Reaction (PCR)
Digunakan untuk mendeteksi DNA VVZ pada cairan dan jaringan. Teknik ini
memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. 5 Spesimen dapat berasal

10
dari cairan vesikel, lesi kornea atau darah.4
c. Direct Immunofluorescene Assay.
Spesimen berasal dari cairan vesikel atau lesi kornea. Uji ini menjadi pilihan
karena dapat mengidentifikasi virus lebih cepat dan akurat daripada kultur virus.3

Penatalaksanaan
1. Sistemik
a. Obat antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir
dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase pada virus. Asiklovir
dapat diberikan peroral ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi
muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah 5×800 mg/hari selama 7 hari,
sedangkan melalui intravena biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise
atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat lain yang dapat digunakan sebagai terapi
herpes zoster adalah valasiklovir. Valasiklovir diberikan 3×1000 mg/hari selama 7 hari, karena
konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir juga
bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan 3×200 mg/hari selama 7
hari.8

b. Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh virus herpes
zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis asam mefenamat adalah
1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri
muncul.8

c. Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian
harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa diberikan ialah
prednison dengan dosis 3×20 mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap.
Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung
dengan obat antivirus.8

2. Topikal

a. Analgetik topikal
Kompres terbuka dengan solusio Burowi dan solusio Calamin dapat digunakan
pada lesi akut untuk mengurangi nyeri dan pruritus. Kompres dilakukan 4-6

11
kali/hari selama 30-60 menit. Kompres dingin atau cold pack juga sering
digunakan.8

b. Anestetik lokal

Pemberian anestetik lokal pada berbagai lokasi sepanjang jaras saraf yang terlibat
dalam herpes zoster telah banyak dilakukan untuk menghilangkan nyeri.8

4. Pembahasan
Seorang pasien laki-laki usia 37 tahun datang ke Poliklinik Sehati Puskesmas Kecamatan
Kalideres dengan keluhan mucul gelembung-gelembung berisi cairan jernih yang
berkelompok di atas bercak merah yang terasa nyeri pada dada atas sebelah kanan. Pasien
juga telah didiagnosis menderita SIDA sejak 4 bulan yang lalu dan mendapat terapi ARV sejak
4 bulan yang lalu.

Pada pemeriksaaan fisik didapatkan kondisi pasien tampak sakit sedang, kesadaran
komposmentis kooperatif dan tanda vital yang lain dalam batas normal. Pada pemeriksaan
status dermatologikus didapatkan lesi dengan lokasi di dada atas kanan, distribusi unilateral
terlokalisir, bentuk bulat-tidak khas, susunan herpetiformis, batas tidak tegas, ukuran miliar
sampai lentikular dengan efloresensi berupa vesikel-vesikel berkelompok diatas plak eritem.
Pada pasien ini diperoleh anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik yang mendukung diagnosis
akhir herpes zoster dengan SIDA dalam pengobatan. Pasien diberikan tata laksana sesuai
dengan tata laksana herpes zoster. Tata laksana yang diberikan meliputi :

A. Umum
 Menjelaskan kepada pasien untuk beristirahat selama lesi masih aktif sampai kering
atau menjadi krusta
 Luka dijaga agar tetap bersih dan kering jangan sampai pecah karena ditakutkan dapat
menyebar ke daerah lain
 Memakai pakaian yang longgar atau menghindari gesekan pada lesi
 Pasien tetap disarankan untuk menjaga kebersihan badan
 Konsumsi obat ARV teratur
B. Khusus
 Topikal: Bedak salisil 2% 2x sehari pada gelembung-gelembung berkelompok
 Sistemik :
Acyclovir 5 x 800 mg
Paracetamol 3 x 500 mg
Ranitidin 2 x 150 mg

12

Anda mungkin juga menyukai