Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Ilmu dan manusia merupakan suatu yang sangat erat kaitannya. Oleh
karena itu Berpikir mencirikan hakikat manusia dan karena berpikirlah dia
menjadi manusia. Berpikir pada dasarnya merupakan sebuah proses yang
membuahkan pengetahuan atau pun ilmu. Ilmu dan pengetahuan mempunyai
hubungan yang sangat erat. Sementara pengetahuan merupakan logika
konseptual (conceptual logic),atau sekumpulan ilmu-ilmu yang belum
terhimpun dalam sebuah metode tertentu, sedang ilmu secara sederhana bisa
dimaknai sebagai semua pengetahuan yang terkonstruk melalui beberapa
metode-metode keilmuan. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan merupakan salah
satu dari pengetahuan manusia yang harus benar-benar dihargai. Untuk dapat
menghargai ilmu pengetahuan tersebut, seseorang dituntut untuk mengerti
hakikat ilmu pengetahuan. karena ilmulah yang akan menunjukkan sebuah
kebenaran hakiki. Dari latar belakang diatas maka dalam pembahasan makalah
ini akan menjelaskan tentang hakikat ilmu pengetahuan dalam perspektif
modern dan islam (al-Qur’an dan Hadits).

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Ilmu ?
2. Apa yang dimaksud Ilmu dan Falsafah ?
3. Bagaimana Dasar Ontologi Ilmu ?
4. Bagaimana Dasar Epistimologi Ilmu ?
5. Bagaimana Dasar Axiologi Ilmu ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Ilmu
2. Mengetahui tentang ilmu dan falsafah
3. Mengetahui dasar ontologi ilmu
4. Mengetahui dasar epistimilogi ilmu
5. Mengetahui dasar axiologi ilmu

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu
Moh. Nazir, Ph.D (1983:9) mengemukakan bahwa ilmu tidak lain dari
suatu pengetahuan, baik natura atau pun sosial, yang sudah terorganisir serta
tersusun secara sistematik menurut kaidah umum. Sedangkan Ahmad Tafsir
(1992:15) memberikan batasan ilmu sebagai pengetahuan logis dan
mempunyai bukti empiris. Sementara itu, Sikun Pribadi (1972:1-2)
merumuskan pengertian ilmu secara lebih rinci (ia menyebutnya ilmu
pengetahuan), bahwa:
“Obyek ilmu pengetahuan ialah dunia fenomenal, dan metode
pendekatannya berdasarkan pengalaman (experience) dengan menggunakan
berbagai cara seperti observasi, eksperimen, survey, studi kasus, dan
sebagainya. Pengalaman-pengalaman itu diolah oleh fikiran atas dasar hukum
logika yang tertib. Data yang dikumpulkan diolah dengan cara analitis,
induktif, kemudian ditentukan relasi antara data-data, diantaranya relasi
kausalitas. Konsepsi-konsepsi dan relasi-relasi disusun menurut suatu sistem
tertentu yang merupakan suatu keseluruhan yang terintegratif. Keseluruhan
integratif itu kita sebut ilmu pengetahuan.”
Di lain pihak, Lorens Bagus (1996:307-308) mengemukakan bahwa
ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke obyek (atau alam
obyek) yang sama dan saling keterkaitan secara logis.
Dari beberapa pengertian ilmu di atas dapat diperoleh gambaran
bahwa pada prinsipnya ilmu merupakan suatu usaha untuk mengorganisasikan
dan mensistematisasikan pengetahuan atau fakta yang berasal dari pengalaman
dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, dan dilanjutkan dengan
pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode
yang biasa dilakukan dalam penelitian ilmiah (observasi, eksperimen, survai,
studi kasus dan lain-lain).

2
B. Ilmu dan Falsafah
Berpikir mencirikan hakikat manusia dan karena berpikirlah dia
menjadi manusia. Berpikir pada dasarnya merupakan sebuah proses yang
membuahkan pengetahuan atau pun ilmu. Pengetahuan adalah produk
kegiatan berpikir. Banyak yang mengatakan ilmu dan pengetahuan itu sama,
namun pemahaman tersebut jelas tidak benar. Ilmu adalah bagian dari
pengetahuan yang memilki cirri-ciri tertentu, yaitu bersifat rasional dan
empiris.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ilmu adalah pengetahuan
tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu,
yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang
(pengetahuan) itu. Ilmu merupakan buah pemikiran manusia dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang
terdapat dalam kehidupan manusia. Manusia tentu tidak hanya membutuhkan
ilmu, akan tetapi hal lain yang terkait dalam kehidupan yaitu falsafah, seni,
dan agamanya. Sejalan dengan yang dikemukakan Enstein “ilmu tanpa agama
adalah buta” sedangkan “agama tanpa ilmu adalah lumpuh”.
Falsafah diartikan sebagai suatu cara berpikir yang radikal dan
menyeluruh, suatu cara berpikir yang mengupas sesuatau sedalam-dalamnya
(Suriasumantri, 1999:4). Filsafat Ilmu merupakan bagian dari Epistemologi
(filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu
(pengetahuan ilmiah). Filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin
menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi
ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Falsafah menanyakan segala
sesuatu dari kegiatan berpikir kita dari awal sampai akhir seperti dinyatakan
oleh Socrates, bahwa tugas falsafah yang sebenarnya bukanlah menjawab
pertanyaan kita namun mempersoalkan jawaban yang diberikan. Pada
hakikatnya upaya manusia dalam memperoleh pengetahuan didasarkan pada
tiga masalah pokok, apakah yang ingin kita ketahui? (ontologi), bagaimana
cara kita memperoleh pengetahuan? (epistimologi), dan apakah nilai
pengetahuan tersebut bagi kita? (aksiologi). Ontologi membahas tentang apa

3
yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan perkataan
lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Epistemologi yaitu teori
pengetahuan, bagaimana cara kita mendapatkan pengetahuan mengenai obyek
tersebut. Selanjutnya axiologi yakni teori tentang nilai. Dan analisis
kefalsafahan ditinjau dari tiga landasan tersebut.

C. Dasar Ontologi Ilmu


Ontologi ilmu berdasar pada pertanyaan apa yang menjadi bidang
telaah ilmu? atau apa yang ingin diketahui oleh ilmu? Ilmu berorientasi pada
dunia empiris, sehingga ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian empiris
saja. Objek penelaahan ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan manusia
yang dapat ditinjau oleh panca indera manusia.
Ilmu mempunyai tiga asumsi mengenai obyek empiris.
Asumsi pertama menganggap obyek-obyek tertentu mempunyai keserupaan
satu sama lain, seperti halnya bentuk, struktur, sifat, dan sebagainya.
Pendekatan keilmuan yang pertama terhadap obyek-obyek yang ditelaahnya
dan taxonomi merupakan cabang keilmuan yang pertama kali berkembang.
Konsep ilmu yang lebih dalam seperti konsep perbandingan (komparatif) dan
kuantitatif hanya dimungkinkan dengan adanya taxonomi yang baik.
Asumsi kedua adalah anggapan bahwa suatu benda tidak mengalami
perubahan dalam jangka waktu tertentu. Kegiatan keilmuan ini mempelajari
tingkah laku suatu obyek dlam suatu keadaan tertentu. Ilmu dalam hal ini
hanya menuntut adanya kelestarian yang relatif – sifat-sifat pokok dari suatu
benda tidak berubah dalam jangka waktu tertentu. Dalam asumsi ini dapat
disimpulkan bahwa benda-benda dalam jangka panjang akan mengalami
perubahan dalam jangka waktu yang berbeda-beda untuk tiap benda.
Asumsi yang ketiga adalah determinisme. Dalam hal ini tiap gejala
bukan merupakan suatu kejadia yang bersifat kebetulan. Ilmu tidak meuntut
adanya hubungan sebab-akibat yang mutlak sehingga suatu kejadian tertentu
harus selalu diikuti oleh suatu kejadian yang lain. Ilmu tidak mengemukakan
bahwa X selalu mengakibatkan Y, melainkan mengatakan bahwa X

4
mempunyai kemungkinan (peluang) yang besar untuk mengakibatkan
terjadinya Y.
Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan
kejadian yang sama. Semua teori keilmuan memiliki asumsi ini, baik yang
dinyatakan dengan tersurat maupun yang tercakup secara tersirat. Asumsi-
asumsi tersebut melandasi penarikan kesimpulan

D. Dasar Epistimologi Ilmu


Epistemologi dipandang sebagi teori mengenai pengetahuan (the theory
of kenowledge) atau bagian dari kajian filsafat yang spesialisasi membidani
kajian mengenai segala hal yang terkait dengan ilmu pengetahuan, seperti
tabiat, landasan, sifat, jenisnya, asal mula, objek, struktur, cara, proses, ukuran
atau validitas pengetahuan (Kamus Filsafat)
Epistimologi atau teori pengetahuan, membahas secara mendalam
segenap proses yang terlihat dalam usaha manusia untuk memperoleh
pengetahuan. ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkan
metode keilmuan. Ilmu merupakan sebagian dari pengetahuan, yakni
pengetahuan yang memiliki sifat-sifat tertentu, maka ilmu dapat juga disebut
pengetahuan keilmuan.
Ditinjau dari pengetahuan ini, ilmu lebih bersifat kegiatan daripada
sekedar produk yang siap dikonsumsikan. Kegiatan ilmu juga dinamis dan
tidak statis. Kegiatan dalam mencari pengetahuan tentang apa pun, selama hal
itu terbatas pada obyek empiris dan pengetahuan tersebut diperoleh dengan
mempergunakan metode keilmuan.
1. Metode Keilmuan
Ditinjau dari cara berpikir manusia, terdapat dua pola dalam
memperoleh pengetahuan, yang pertama adalah berpikir secara rasional, di
mana berdasarkan paham rasionalisme ini ide tentang kebenaran sudah
ada. Ide tentang kebenaran yang menjadi dasar bagi pengetahuan diperoleh
lewat berpikri secara rasional, terlepas dari pengalaman manusia. Kedua
adalah pola pikir empirisme. Menurut mereka pengetahuan harus

5
diperoleh dari pengalaman. Lalu berkembanglah apa yang dinamakan pola
berfikir empiris.
Metode keilmuan adalah gabungan antara pendekatan rasional dan
empiris. Rasionalisme memberikan kerangka pemikiran yang koheren dan
logis sedangkan empirisme kerangka pengujian dalam memastikan suatu
kebenaran. Jadi dapat disimpulkan dari penjelasan ini bahwa salah satu
aspek dari kegiatan keilmuan adalah menyusun konsep penjelasan atau
berpikir secara teoritis. Pemikiran teoritis ini bersifat deduktif dan pada
dasarnya merupakan suatu proses berpikir yang logis dan sistematis.
2. Kelebihan dan Kekurangan Berpikir secara Keilmuan
Kelebihan ilmu terletak pada pengetahuan yang tersusun secara
logis dan sistematis serta telah teruji kebenarannya. Proses penilaian yang
terus-menerus ini mengembangkan suatu mekanisme yang bersifat
memperbaiki diri. Mekanisme ini dimungkinkan dengan adanya
karakteristik ilmu yang lain, yakni bersifat terbuka dan tersurat (eksplisit).
Kegiatan keilmuan dilakukan dengan cara terbuka sehingga semua pihak
mengetahui keseluruhn proses yang dilakukan. Pengungkapan ini
dilakukan secara tersurat dengan mempergunakan berbagai media yang
tersedia dalam komunikasi keilmuan. Ilmu bersifat kumulatif (ilmu
berkembang dengan sangat pesat dan waktu relatif singkat).
Kekurangan bersumber pada asumsi landasan epistimologi ilmu,
yaitu memeroleh pengetahuan bertumpu pada persepsi, ingatan,
dan penalaran. Ketiga hal tersebut memiliki kelemahan. Pancaindra yang
diandalkan oleh persepsi amatlah tidak sempurna, begitupun ingatan yang
kurang bisa dipercaya, serta cara penalarana dalam suatu kesimpulan jelas
sekali memiliki kelemahan. Kekurangan lain terlihat pada penjelajahan
ilmu secara ontologis yang membatasi diri pada gejala-gejala empiris.
Aspek kehidupan manusia amatlah kompleks dan tidak semata bersifat
empiris. Intinya masih banyk hal-hal yang tidak bisa terjangkau oleh
kegiatan keilmuan.

6
3. Beberapa Konsep Dalam Ilmu
Proses untuk mendapatkan pengetahuan keilmuam dalam semua
bidang ilmu adalah sama. Metode yang dipergunakan adalah metode
keilmuan yang sama. Dalam objek yang ditelaah dalam ilmu-ilmu alam
dan ilmu-ilmu sosial tidak terdapat perbedaan yang mendasar yang dalam
hal ini menyebabkan pemgembangan teknik-teknik yang berbeda sesuai
bidang yang dihadapinya. Namun, teknik-teknik tersebut dikembangkan
dalam rangka melaksanakan metode keilmuan yang sama.
Konsep kegiatan keilmuan terbagi dalam dua sudut pandang, yaitu,
induksi dan deduksi. Induksi adalah suatu cara pengambilan keputusan di
mana kita menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus
individual. Dalam membantu kita menarik kesimpulan umum adalah
dengan statistika. Statistika merupakan alat atau metode yang terlibat
dalam proses induktif dari kegiatan keilmuan. Ilmu induktif merupakan
penyelesaian masalah didasarkan atas pengalaman indrawi atau empiris,
contoh ilmu alam.
Konsep dalam kegiatan keilmuan deduksi adalah sebuah proses
menarik kesimpulan yang bersifat individual dari pernyataan yang bersifat
umum. Deduksi merupakan suatu proses penarikan kesimpulan dari
pernyataan-pernyataan yang kebenarannya telah diketahui. Dalam menarik
kesimpulan secara deduksi maka logikalah yang memegang peranan
penting. Ilmu deduktif merupakan penyelesaian masalah yang dihadapi
dengan cara penjabaran bukan atas pengalaman indrawi, contohnya adalah
Matematika.
4. Kegiatan Keilmuan sebagai Sebuah Proses
Kegiatan keilmuan sebagai sebuah proses merupakan suatu
aktivitas penenlitian yang rasional, kognitif dan bertujuan (Pandia: 38).
Pada dasarnya kegiatan keilmuan berangkat dari suatu masalah yang
kemudian dicari pemecahannya. Dalam kegiatan keilmuan dikenal dengan
dua bentuk masalah yaitu masalah yang belum pernah diselidiki
sebelumnya sehingga jawaban permasalahan tersebut merupakan

7
pengetahuan baru. Bentuk kedua adalah suatu masalah yang berupa
konsekwensi praktis dari pengetahuan yang telah diketahui sebelumnya.
Penelitian dalam bentuk pertama disebut ilmu murni sedangkan pada
bentuk kedua disebut ilmu terapan. Kegiatan keilmuan dapat dibagi
menjadi empat langkah, yaitu perumusan masalah, penyusunan hipotesis,
deduksi dari hipotesis, dan pengujian. Keempat langkah ini harus dilalui
agar penelaahan dapat menghasilkan pengetahuan keilmuan.
Masalah adalah sebuah pertanyaan dan setiap pertanyaan
mengundang sebuah jawaban. Untuk memeroleh jawaban yang tepat maka
dibutuhkan perumusan masalah yang baik karena perumusan masalah
merupakan titik tolak dari seluruh kegiatan keilmuan yang akan dilakukan.
Tujuan penelaahan keilmuan adalah mencari pengetahuan yang merupakan
milik umum. Jawaban yang diberikan atas suatu masalah merupakan milik
publik yang kemudian akan dipergunakan dalam kehidupan mereka. Oleh
sebab itu, persyaratan pertama adalah penafsiran yang sama terhadap
masalah yang sedang dihadapi.
Setelah merumuskan masalah kegiatan keilmuan yang kedua
adalah penyusunan hipotesis. Hipotesis merupakan dugaan mengenai
hubungan antara faktor-faktor yang terlibat dalam suatu masalah. Dugaan
ini memungkinkan kita untuk menjelaskan hakikat suatu gejala.
Selanjutnya fakta-fakta diturunkan secara deduktif, deduksi yang
menghasilkan konsekuensi logis dari pernyataan yang diajukan.
Mengumpulkan fakta-fakta untuk mensyahkan kesimpulan sangat penting
untuk mengetahui faktor-faktor lain dalam suatu permasalahan.
Kegiatan keilmuan selanjutnya ialah penyusunan dan pengujian
teori. Teori disusun sebagai kerangka pemikiran yang menjelaskan
struktur hubungan antara faktor-faktor yang terlibat dalam suatu masalah.
Teori yang diajukan sama halnya dengan sebuah hipotesis yang kemudian
harus diuji secara empiris agar dapat disyahkan kebenarannya secara
keilmuan. Pengujian ini dilakukan dengan mendeduksikan konsekuensi

8
dari hipotesis tersebut dan kemudian memeriksa apakah konsekuensi ini
memang terdapat atau tidak.

E. Dasar Axiologi Ilmu


Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan
dari pengetahuan yang diperoleh. Francis Bacon mengemukakan
pengetahuan adalah kekuasaan. Apakah kekuasaan itu akan merupakan berkat
atau malapetaka bagi umat manusia, semua itu terletak pada orang yang
menggunakan kekuasaan tersebut.
Ilmu bersifat netral, ilmu tidak mengenal sifat baik atau buruk, dan si
pemilik pengetahuan itulah yang harus mempunyai sikap. Jalan mana yang
akan ditempuh dalam memanfaatkan kekuasaan yang besar itu terletak pada
sistem nilai si pemilik pengetahuan tersebut. Namun netralitas ilmu hanya
terletak pada dasar epistemologisnya saja, sedangkan secara ontologis dan
axiologis, ilmuwan harus mampu menilai antara yang baik dan yang buruk,
yang pada hakikatnya mengharuskan dia menentukan sikap. Kekuasan ilmu
yang besar mengharuskan seorang ilmuawan mempunya landasan moral yang
kuat, jangan sampai seorang pendidik hanya memiliki kepintaran atau otak
yang besar namun tidak memiliki jiwa yang besar.

9
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

 Hakikat ilmu merupakan objek kajian filsafat ilmu yang didasari oleh tiga
pertanyaan yang ditinjau dari segi ontologi, epistimologi, dan axiologi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Pandia, Wisma. Makalah: Filsafat Ilmu. Sekolah Tinggi Theologi Injili


Philadelphia.

Suriasumantri, S. Jujun. 1999. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor


Indonesia.

_________________. 2010. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: PT


Peneba Swadaya.

http://menzour.blogspot.com/2018/05/makalah-hakikat-ilmu-pengetahuan-
dalam.html

https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/13/hakikat-ilmu/

11
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Hakekat Ilmu.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang hakekat ilmu ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Sinjai, November 2018

Penyusun

12
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................... 2
A. Pengertian Ilmu ................................................................... 2
B. Ilmu dan Falsafah ................................................................ 3
C. Dasar Ontologi Ilmu ............................................................ 4
D. Dasar Epistimologi Ilmu ..................................................... 5
E. Dasar Axiologi Ilmu ............................................................ 9
BAB III PENUTUP ................................................................................ 10
Kesimpulan ................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 11

13
ii
MAKALAH
FIQIH MUAMALAH

“HAKEKAT ILMU”

OLEH :
KELOMPOK 7 :

 ISMAIL
 KASMAWATI
 RISKAMUFIDA
 SULASTRI

DOSEN :

FAKULTAS EKONOMI DAN HUKUM ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH SINJAI
TA. 2018/2019

14
15

Anda mungkin juga menyukai