Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Media massa belakangan ini memiliki peran yang begitu penting bagi

kehidupan manusia. Bukan hanya sebagai objek untuk menyampaikan

informasi kepada khalayak tapi berkembang sebagai pemenuhan kebutuhan

manusia, seperti informasi terkini seputar hal-hal yang terjadi, sampai hiburan

yang diberikan oleh media itu sendiri. Manusia dewasa ini hampir tidak bisa

lepas dari peran media dalam kehidupan sehari-hari, selain berfungsi

memenuhi kebutuhan manusia akan informasi melalui berita-berita yang

disiarkan dan hiburan-hiburan yang ditayangkan, media juga telah menjadi

bagian gaya hidup masyarakat.

Dari atas dasar pemenuhan gaya hidup maka banyak sekali media massa

yang bermunculan ke permukaan. Dari tahun ke tahun stasiun tv swasta makin

marak muncul, bahkan tidak sedikit diantaranya dimiliki oleh politisi-politisi

yang cukup berpengalaman di Indonesia. Media cetak baik lokal maupun yang

cakupannya nasional beredar dimana-mana. Media online sudah tidak

terhitung sekarang jumlahnya. Lantas bagaimana dengan radio? Di tengah

mendominasinya media massa lain ternyata tidak membuat pamor radio turun,

radio masih menjadi media pilihan masyarakat untuk mendapatkan informasi

dari berita-berita yang disiarkan sampai dengan hiburan melalui musik dan

talk show yang mengudara.


Atas dasar pemikiran di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti

tentang bagaimana sebenarnya peran radio dalam memenuhi kepuasan

pendengarnya? Dalam penelitian ini peneliti menggunakan radio Suara

Bersatu sebagai media massa yang akan diukur efektifitasnya menyampaikan

berita, apakah sudah memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai fungsinya

sebagai radio itu sendiri atau belum. Alasannya adalah karena eksistensi radio

Suara Bersatu yang sudah tidak diragukan lagi yang masih menjadi Radio

pilihan utama masyarakat, khususnya anak muda.

Radio adalah buah perkembangan teknologi yang memungkinkan suara

ditransmisikan secara serempak melalui gelombang radio di udara. Tahun

1896, Guglielmo Marconi menciptakan wireless telegraph yang menggunakan

gelombang radio untuk membawa pesan dalam bentuk kode morse. Marconi

lantas mendirikan perusahaan pengirim pesan kedatangan dan keberangkatan

kapal, mendirikan stasiun pemancar dan penerima, terutama di kawasan yang

tidak terjangkau kabel telegraf, dan bahkan mendirikan pabrik perakit dan

penyedia perlengkapan radio.

Amerika Serikat memainkan peranan penting dalam sejarah media

massa-termasuk radio. Bukan saja karena di negara ini teknologi baru

diciptakan dan disebarluaskan, melainkan karena AS juga melahirkan model

pertama pemanfaatan radio bagi kepentingan komersial, seperti yang kita

kenal sekarang ini. Awalnya, pendengar radio diwajibkan membayar pajak

untuk membiayai stasiun radio memproduksi program. Radio di AS berhenti

memajaki pendengarnya pada tahun 1922, setelah ditemukan sistem


pembiayaan baru yaitu iklan. Dari sinilah muncul sistem jual beli air time bagi

pengiklan. Dari sini pula muncul tendensi baru dalam operasionalisasi radio

yaitu masuknya radio AS dalam era komersialiasi. Dan, lahirlah broadcasting.

Di Indonesia sendiri radio baru muncul setelah Perang Dunia I yaitu

sekitar tahun 1920, tepatnya ketika jaman penjajahan belanda. Perkembangan

radio di Indonesia bisa dibagi menjadi empat fase yaitu jaman penjajahan

Belanda, jaman pendudukan Jepang, Radio Republik Indonesia (RRI), dan

fase Radio Swasta. Pada jaman penjajahan Belanda status radio siaran di

Indonesia adalah radio swasta. Radio swasta yang pertama kali didirikan

adalah BRV (Batavia Radio Verenging) yang didirikan pada 16 juni 1925 di

Jakarta (atau Batavia waktu itu), lima tahun setelah Amerika Serikat, dan tiga

tahun setelah Inggris dan Uni Soviet.

Setelah BRV, muncul NIROM (Nederlands Indische Radio Omroop) di

Jakarta, SRV (Solosche Radio Vereniging) di Solo pada 1933, VORO

(Vereniging Oosterche Radio Oomroop) di Jakarta pada 1934, VORL

(Vereniging Oosterche Radio Luistaars) di Bandung, CIRVO (Chinesse en

Intreemse Radio Luistraars Vereniging Oost Java) di Surabaya, EMRO

(Eerste Madioense Radio Omroop) di Madiun, dan MAVRO (Mataramse

Vereniging Voor Radio Omroop) di Yogyakarta. Namun, yang tercatat cukup

besar operasionalnya adalah NIROM karena mendapat bantuan pemerintah

Hindia Belanda berupa kewenangan mengutip pajak (iuran) radio

(luisterbijdrage) dari pemilik pesawat penerima siaran radio sebesar 1,50

Gulden sebulan.
Pada jaman pendudukan Jepang siaran radio di Indonesia dikelola dan

diawasi oleh badan siaran di bawah naungan tentara pendudukan Jepang

bernama Nippon Hoso Kanri Kyoku atau Radio Militer Jepang, berpusat di

Jalan Merdeka Barat no. 4-5 Jakarta Pusat (lokasi gedung RRI sekarang). Di

lokasi inilah (Alm) M. Yusuf Ronodipuro dengan menantang maut berhasil

menyiarkan Naskah Proklamasi Kemerdekaan RI ke seluruh dunia pada

malam tanggal 17 Agustus 1945, hanya 9 jam setelah Bung Karno

memproklamasikannya di Pengangsaan Timur 56 pagi harinya, pada pukul

10.00 WIB.

Radio Republik Indonesia (RRI) secara resmi didirikan pada tanggal 11

September 1945 (yang sekarang diperingati sebagai hari radio), oleh para

tokoh yang sebelumnya aktif mengoperasikan beberapa stasiun radio Jepang

(Hoso Kanri Kyoku) di 6 Kota. Rapat utusan 6 radio di rumah Adang

Kadarusman, Jalan Menteng Dalam, Jakarta, menghasilkan keputusan

mendirikan Radio Republik Indonesia dengan memilih Dokter Abdulrahman

Saleh sebagai pemimpin umum RRI yang pertama.

Fase yang terakhir dari perkembangan sejarah radio di Indonesia adalah

berkembangnya siaran-siaran radio milik swasta. PRSSNI (Persatuan Radio

Siaran Swasta Nasional Indonesia) adalah wadah organisasi radio swasta di

Indoonesia yang keberadaannya juga memiliki hubungan erat dengan sejarah

perjuangan bangsa, baik di masa penjajahan, masa perjuangan proklamasi

kemerdekaan, maupun di dalam dinamika perjalanan bangsa memperjuangkan

kehidupan masyarakat yang demokratis, adil, dan berkemakmuran.


Secara de facto, Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia tumbuh sebagai

perkembangan profesionalisme “radio amatir” yang dimotori kaum muda dan

para mahasiswa di awal Orde Baru pada tahun 1966. Secara yuridis,

keberadaan radio swasta diakui dengan prasyarat penyelenggaraannya harus

berbadan hukum dan dapat menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan

Pemerintah RI no. 55 tahun 1970 tentang Radio Siaran Non Pemerintah yang

mengatur fungsi, hak, kewajiban, dan tanggung jawab radio siaran, syarat-

syarat penyelenggaraan, perizinan, serta pengawasannya.

Radio Suara Bersatu resmi terbentuk sesuai frekuensinya yaitu tanggal 21

Februari 2014 Dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Sinjai dengan membeli

frekuensi 95,5 FM. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan kepada para

pendengar, maka Suara Bersatu membentuk image dan segmentasi sesuai

yang diinginkan para pendengarnya. Yaitu sebagai radio Berita, Informasi dan

Hiburan dengan segmen usia meluas hingga anak-anak dan dewasa.

Berdasarkan pemikiran dan pemaparan masalah di atas, maka penulis tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul :

“Analisis Tingkat Kepuasan Pendengar Terhadap Program Siaran

“Berita Terkini” di Radio Suara Bersatu 95,5 FM”.

B. Batasan Masalah

Agar penelitian ini lebih singkat, terarah dan tidak melebar ke dalam

hal-hal yang tidak perlu, maka peneliti merasa perlu untuk membatasi masalah
terkait subjek penelitian. Subjek atau sampel yang diambil untuk penelitian ini

adalah pendengar radio suara bersatu 95,5 FM.

C. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan menjadi objek penelitian ini adalah :

1. Bagaimana siaran program “Berita Terkini” di Radio Suara Bersatu 95,5

FM memenuhi kepuasan responden pada motif informasi, motif pribadi,

motif integritas dan interaksi sosial, dan motif hiburan?

2. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara isi berita dengan

kepuasan responden?

D. Tujuan Penelitian

Berangkat dari permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan

dari dilakukannya penelitian ini adalah menganalisis kepuasan yang

didapatkan masyarakat dari mendengarkan siaran berita di radio Suara Bersatu

95,5 FM. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara mendengarkan

siaran berita di radio Suara Bersatu terhadap kepuasan memperoleh informasi

atas fungsi berita pada mahasiswa terkait keinginan mereka mengkonsumsi

berita. Tujuan lainnya adalah diharapkan dapat memberi informasi kepada

masyarakat yang merujuk kepada pembahasan mengenai gambaran eksistensi

siaran berita di radio di tengah terjangan media elektronik TV, media cetak

dan media online.


E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

a. Memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan jurnalistik

khususnya terhadap bidang jurnalisme radio.

b. Dapat dijadikan pengetahuan bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi dan

Penyiaran Islam khusunya, terkait perkembangan jurnalisme radio di

era modern seperti ini yang mana siaran-siaran berita didominasi oleh

TV, media cetak, dan media online.

2. Manfaat Praktis

a. Menambah wawasan bagi para teoritis dan praktisi di bidang

Jurnalistik dan atau komunikasi.

b. Menambah ilmu dan referensi bagi para mahasiswa konsentrasi

Jurnalistik, serta mahasiswa lain yang mempunyai minat dalam bidang

jurnalistik.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Berita

Berita adalah suatu informasi baru (new) yang mengandung makna

penting (significant), memiliki pengaruh terhadap siapapun yang

mendengar atau membacanya, dan menarik bagi si pendengar (radio),

pemirsa (televisi), dan pembaca (media cetak).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Drs. Suharso dan

Dra. Ana Retnoningsih disebutkan bahwa berita itu sama artinya dengan

kabar, warta: memberi tahu, pemberitahuan.

Jadi, unsur baru (new) harus dipenuhi karena merupakan prasyarat

pokok. Bagi radio, televisi, dan surat kabar, berita adalah sesuatu yang

terjadi sekarang dan yang akan segera terjadi. Signifikan adalah aspek

berita yang paling utama. Berita adalah sesuatu yang memiliki arti penting

(significant) bagi audiens: penting, peristiwa besar, melibatkan atau

memiliki dampak bagi banyak orang.

Berita haruslah sesuatu yang terjadi sekarang, belum pernah didengar

atau dibaca orang, dan sesuatu yang akan (segera) terjadi. Berita dapat

berupa suatu peristiwa (event), bisa juga berupa gagasan (idea) atau

pendapat (opinion) yang sudah diucapkan. Kadang dikatakan bahwa niat

(intention) yang akan dilakukan seseorang tidak bisa jadi berita, karena
niat adalah sesuatu yang belum terucap atau tertulis. Kendati demikian,

niat bisa menjadi berita besar, manakala sudah diucapkan, dan karena itu

layak diberitakan.

Kalangan pakar jurnalistik mengakui bahwa membuat definisi berita

itu sangatlah sulit. Belum ada batasan yang begitu memuaskan yang dapat

mencakup seluruh segi, sifat, karakteristik, ciri, dan jenis-jenisnya.

Segala hal yang baru merupakan bahan informasi bagi semua orang

yang memerlukannya. Dengan kata lain, semua hal yang baru merupakan

bahan informasi yang dapat disampaikan kepada orang lain dalam bentuk

berita (news).

“Menurut Hornby “news” adalah laporan tentang apa yang terjadi

paling mutakhir (sangat baru), baik peristiwanya maupun faktanya”.

Secara ilmiah Curtis D. Macdougall menyatakan bahwa berita yang

selalu dicari oleh para reporter adalah laporan tentang fakta yang terlibat

dalam suatu peristiwa, namun bukan hakiki dari peristiwa itu sendiri.

Sebagai segala sesuatu yang hangat dan menarik perhatian sejumlah

pembaca, dan berita yang terbaik ialah berita yang paling menarik

perhatian bagi jumlah pembaca yang paling besar.

Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan berita (news) itu

tiada lain adalah laporan atau pemberitahuan tentang segala peristiwa

aktual yang menarik perhatian orang banyak. Peristiwa yang melibatkan

fakta dan data yang ada di alam semesta ini, yang terjadinya pun aktual

dalam arti “baru saja” atau hangat dibicarakan orang banyak. Adapun cara
melaporkan atau memberitakan sesuatu, supaya menarik perhatian orang

banyak, orang lazim melakukannya dengan gaya “to the point” atau

“diplomatis”

Dengan definisi tersebut, dapatlah diketahui bahwa syarat berita

harus:

1. Merupakan fakta, bukan karangan (fiksi) atau dibuat-buat,

2. Informasi itu harus ditulis dengan cara yang sudah ditentukan,

3. Disebar melalui media massa secepatnya.

Sifat lain yang harus diingat, berita harus menarik perhatian

masyarakat atau lebih tepatnya, konsumen. Tentu saja yang dimaksud

dengan perhatian “konsumen” merupakan pembaca bagi media cetak,

pendengar bagi radio, atau pemirsa televisi. bukan tidak mungkin, dari sisi

informasi, berita kurang menarik, tetapi ada daya tarik tertentu yang

membuat konsumen merasa tertarik. Mungkin karena berita artis terkenal

atau karena informasinya membuat konsumen penasaran. Tegasnya, bila

informasi tidak menarik, jangan diberitakan, tidak ada yang ingin

informasi itu. Berita juga punya syarat harus disebarkan melalui media

massa sesuai periodisasinya.

Dalam praktik jurnalistik, berita menduduki posisi utama. Hampir

seluruh isi surat kabar adalah berita. Bahkan ada yang menganggap iklan

itu juga berita tentang produk dan jasa. Namun, inilah yang disebut dengan

berita dalam arti yang luas.


Berbeda dengan media massa lainnya, berita menduduki posisi nomor

dua di radio dan televisi. Namun, dalam jurnalisme radio, televisi, dan

internet, berita merupakan program inti. Walaupun iklan menduduki posisi

teratas berdasarkan analisis sumber profit. Sesungguhnya nasib sebuah

usaha (terutama persuratkabaran) sangat bergantung pada beritanya. Tidak

ada biro yang mau memasang iklan di surat kabar yang isi atau beritanya

tidak memiliki nilai jual.

Demikian derasnya arus peredaran uang dalam industri

persuratkabaran di dunia modern membuat sebagian orang menyebutkan

bahwa sesungguhnya kehidupan jurnalisme adalah dunia jual beli berita.

Hal itu jelas terlihat dari banyaknya kantor berita, perusahaan surat

kabar, stasiun radio penyiaran, dan stasiun TV yang mengkhususkan diri

pada penyiaran berita. Beberapa contoh stasiun TV yang berorientasi pada

penyiaran berita diantaranya CNN, Star TV News, TFI, dan Metro TV

(Indonesia). Stasiun radio yang mengkhususkan programmnya untuk

siaran berita diantaranya BBC London (Inggris), VOA (AS), ABC

(Australia), serta RRI dan Elshinta (Indonesia). Kini di masa reformasi

setelah kekuasaan orde baru jatuh, umumnya radio swasta juga berlomba

menjadi pemburu berita.

Dengan demikian, jika diamati dari semua definisi tersebut pada

dasarnya berita mengandung beberapa unsur antara lain:

1. Suatu peristiwa, kejadian, gagasan, pikiran, fakta yang aktual;


2. Menarik perhatian karena ada faktor yang luar biasa (extraordinary)

di dalamnya;

3. Penting;

4. Dilaporkan, diumumkan, atau dibuat untuk menjadi kesadaran umum

supaya menjadi pengetahuan bagi orang banyak (massa);

5. Laporan itu dimuat di media tertentu.

Dari kelima unsur di atas dapat disimpulkan bahwa suatu peristiwa,

kejadian, gagasan, atau yang disebut dengan “fakta” betapa pun aktual,

menarik, dan pentingnya, jika tidak dilaporkan atau diberitakan melalui

media massa dan tidak disampaikan kepada umum untuk diketahui, hal

tersebut bukanlah berita. Artinya, fakta menjadi berita bila dilaporkan.

Demikian pula dalam hal membuat dan menyajikan berita secara

jurnalistis, kita mengenal jenis berita yang langsung (to the point)

mengemukakan fakta yang terlibat di dalamnya, dan disebut straight news,

serta yang tidak langsung dalam arti dibumbui kata-kata berbunga

(diplomatis) sehingga fakta yang tampaknya sepele menjadi menarik untuk

diminati dan dinikmati, dan jenis ini disebut feature news.

a. Berita Langsung (Straight News)

Straight news berarti berita ‘langsung’ (straight), maksudnya suatu

berita yang singkat (tidak detail) dengan hanya menyajikan informasi

terpenting saja yang mencakup 5W + 1H (who, what, where, when,

why, dan how) terhadap suatu peristiwa yang diberitakan. Berita jenis
ini sangat terikat waktu (deadline) karena informasinya sangat cepat

basi jika terlambat disampaikan kepada audien.

Tidak semua orang memiliki waktu luang untuk membaca,

mendengar, atau menonton suatu pemberitahuan. Apakah itu melalui

surat kabar, radio, atau televisi. Demikian pula dalam hal mengetahui

peristiwa-peristiwa yang terjadi sehari-hari di sekitarnya. Karena

kesibukan rutinitasnya, mereka hanya ingin mengetahui fakta

utamanya saja dari setiap peristiwa itu. Mereka tidak perlu

mengetahuinya secara rinci sampai pada hal-hal yang tidak penting.

Begitu pula terhadap apa yang disajikan surat kabar, majalah, radio,

atau televisi.

Aktualitas merupakan unsur penting dari berita langsung. Namun,

aktualitas bukan hanya menyangkut waktu, makin baru (aktual) berita

itu disiarkan, maka berita-berita tersebut makin baik. Aktualitas juga

menyangkut sesuatu yang baru diketahui atau diketemukan. Misalnya,

cara baru, ide baru, penemuan baru, dan lain-lain.

b. Feature

Feature adalah segala informasi yang penting dan menarik yang

disampaikan secara mendalam (indepth) namun tidak bersifat harus

segera ditayangkan. Berita yang masuk kategori ini ditayangkan pada

satu program tersendiri di luar program berita.

Feature juga dapat menimbulkan kekhawatiran, bahkan ketakutan,

atau mungkin juga menimbulkan simpati. Dengan kata lain, feature


langsung menyentuh emosi pembaca, misalnya keterharuan,

kegembiraan, kasihan, kegeraman, kelucuan, kemarahan, dan lain-lain.

Umumnya orang mengartikan feature sebagai karangan khas.

Rasanya pengertian itu belum menjelaskan apa-apa. Deskripsi feature

yang agak jelas barangkali yang ini, “cerita feature adalah artikel yang

kreatif, kadang-kadang subjektif, yang terutama dimaksudkan untuk

membuat senang dan memberi informasi kepada pembaca tentang

suatu kejadian, keadaan, atau aspek kehidupan.”.

Feature dapat pula diartikan sebagai artikel atau berita yang khusus

dan istimewa atau ditonjolkan untuk bisa menarik perhatian dan

dinikmati pembaca (suratkabar, majalah), pendengar (radio), atau

penonton (televisi), sehingga mereka mau menikmatinya dengan

membaca, mendengarkan, atau menonton siaran berita (berita atau

artikel) yang disajikannya itu.

Kerap orang mencampurkan feature dengan opini dan news, karena

memang diantara kedua ragam itulah tempatnya. Akan tetapi,

sebenarnya feature punya ciri khas sendiri. Lebih dari dua dekade

terakhir, ragam ini sangat penting perannya, terutama karena feature

sanggup bersaing dengan media elektronik. Dari sisi kecepatan, media

cetak tidak akan sanggup mengalahkan media elektronik. Namun, sisi

keterbatasan media elektronik juga ada. Karena terbatas oleh durasi,

media elektronik menyiarkan berita hanya sekilas, tidak dalam.


Nah, disitulah letak kelebihan media cetak. Media cetak bisa

mengulas suatu peristiwa atau objek secara dalam, (in depth).

Bahasannya begitu dalam dan memesona, memenuhi rasa ingin tahu

pembaca, apalagi jika ditulis secara baik hingga mencekam.

2. Uses and Gratification

Riset Uses and Gratification pertama kali diperkenalkan oleh Elihu

Katz pada tahun 1959. Metode Uses and Gratification menonjolkan

keunikan dalam teknik dan metodenya yang “revolusioner” daripada

metode-metode dan teknik-teknik “tradisional” dalam metode riset

komunikasi kuantitatif. Studi riset komunikasi kuantitatif selain metode

Uses and Gratification, cenderung lebih menitikberatkan pada riset studi

efektivitas komunikasi, khususnya efek komunikasi massa. Alasan-alasan

yang menyatakan metode Uses and Gratification mendobrak tradisi studi

riset terhadap efek komunikasi terhadap khalayak:

1. Metode Uses and Gratification lebih menitikberatkan pada fokus

utama pada khalayak.

2. Titik berat Metode Uses and Gratification adalah “what do people do

with the media and not what do people do”.

3. Bukan motif yang akan menimbulkan kepuasan, akan tetapi kepuasan

yang akhirnya akan menimbulkan motif.

4. Media itu bukan dan tidak menjadi satu-satunya faktor yang dapat

memengaruhi khalayak, ada faktor lain yang dapat memengaruhi

khalayak.
5. Kekuatan persuasi media massa bukanlah merupakan variabel utama

untuk perubahan perilaku khalayak.

Situasi dan kondisi pada saat itu, 1959 di AS, memang menunjukkan

bahwa studi efek media, yang pada awalnya menganggap bahwa media itu

punya kemampuan powerfull dalam memengaruhi khalayak (teori

hypodermis, teori jarum suntik) mulai tidak terbukti sepenuhnya dan telah

terjadi perubahan dari teori powerfull effect media cenderung menjadi teori

limited effect media.

Riset berdasarkan Metode Uses and Gratification adalah suatu

penelitian tentang kegunaan atau pemanfaatan media massa oleh publik

atau masyarakat pemakainya berdasarkan upaya-upaya media memberikan

pelayanan informasi kepada publiknya, berdasarkan saling kepentingan

kedua belah pihak tersebut. Saling transaksi kepentingan ini menimbulkan

daya seleksi masing-masing untuk saling memanfaatkan daya efektivitas

dan pengaruhnya kedua belah pihak. Semuanya sangat berkaitan dengan

pasar iklan, pengaruh media, dan daya tarik publik terhadap media.

Pada periode tertentu, tentu saja sikap dan perilaku publik terhadap

media dapat saja berubah, sesuai dengan pasang surut dan dinamika

keadaan. Sudut pandang Metode Uses and Gratification menyatakan

bahwa agenda publik lah yang menentukan agenda media. Seberapa besar

dan seberapa jauh media massa memberikan pelayanan serta pemuatan

informasi yang terjadi pada diri dan di dalam masyarakat, sebesar dan

sejauh itu pula keterlibatan masyarakat publik menghubungi media massa.


Publik atau pasar adalah variabel independen, bukan variabel dependen.

Titik berat riset Uses and Gratification ini pada khalayak sebagai selector

yang aktif terhadap pesan-pesan yang disampaikan oleh media massa.

Riset Metode Uses and Gratification berusaha menjelaskan tentang

bagaimana khalayak menggunakan media massa untuk memenuhi

kebutuhannya, berdasarkan seleksi kepentingannya, bukan atas dasar

media massa. Dominick A. Infante, telah menganggap khalayak lebih

layak dijadikan titik berat atau pusat perhatian daripada sebaliknya,

sebagaimana anggapan kuat yang berlaku sebelum itu. Levy dan Windahl,

juga meyakini hal yang semirip dengan pandangan-pandangan di atas,

bahwa khalayak itu aktif dan selektif memilih media yang mereka

inginkan baik sebelum, ketika dan maupun sesudah mereka menggunakan

media massa tersebut.

Inti teori Uses and Gratification adalah khalayak pada dasarnya

menggunakan media massa berdasarkan motif-motif tertentu. Media

dianggap berusaha memenuhi motif khalayak. Jika motif ini terpenuhi

maka kebutuhan khalayak akan terpenuhi. Pada akhirnya, media yang

mampu memenuhi kebutuhan khalayak disebut media yang efektif.

Kebangkitan pertama atas ketertarikan dalam pendekatan uses and

gratification dapat dilacak ke dalam tiga tahap perkembangan – satu

metodologis dan dua teoritis.


1. Metode survei dan teknik analisis data yang baru memungkinkan

perkembangan strategi baru yang lebih penting untuk mempelajari

serta menafsirkan penggunaan dan kepuasan khalayak. Para peneliti

menemukan kuesioner inovatif yang memungkinkan alasan seseorang

dalam menggunakan media dapat diukur secara lebih sistematis dan

objektif. Di saat yang sama, teknik analisis data yang

barumenyediakan prosedur yang lebih objektif untuk mengembangkan

kategori dan memberikan alasan terhadap kategorisasi tersebut.

2. Selama tahun 1970-an beberapa peneliti media mengembangkan

kesadaran yang semakin meningkat bahwa orang-orang yang secara

aktif menggunakan media mungkin menjadi faktor antara yang penting

yang membuat efek kurang lebih terjadi. Mereka berdebat bahwa

seorang anggota khalayak aktif dapat memutuskan apakah efek media

tertentu memang mereka inginkan dan berupaya meraih efek tersebut.

3. Beberapa peneliti mulai menyampaikan kekhawatiran yang semakin

besar bahwa penelitian efek terlalu berfokus pada efek negatif media

yang tidak sengaja sementara kegunaannya yang positif diabaikan.

Pada tahun 1975, kita mengetahui banyak hal mengenai pengaruh

kekerasan di televisi terhadap sebagian kecil khalayak (terutama anak

laki-laki pra remaja), tetapi hanya sedikit yang diketahui mengenai

bagaimana orang-orang berusaha membuat media melakukan hal yang

mereka inginkan.
Kebangkitan kedua dan yang terbaru dari bangkitnya ketertarikan

atas pendekatan uses and gratification, adalah produk dari aplikasi baru

internet yang selalu berkembang dan tersebar, lebih spesifik karena

keterhubungan yang didorong oleh aplikasi tersebut. Berpendapat bahwa

“uses and gratification selalu menyediakan pendekatan teoretis terbaru

pada tingkat awal dari tiap medium komunikasi massa”.

Sebetulnya para peneliti yang mempelajari teknologi baru telah

menemukan bahwa penelitian uses and gratification ini membantu dalam

mempelajari berbagai jenis media baru, terutama pesan elektronik. Bonka

Boneva, Robert Kraut, dan David Frohlich melaporkan bahwa pesan

elektronik lebih berguna bagi wanita daripada pria dalam memelihara

hubungan sosial. John Dimmick dan koleganya di Ohio State University

melakukan studi berkelanjutan yang melacak penggunaan dan kepuasan

telepon, pesan elektronik, dan internet. Teori uses and gratification

terbukti penting dalam mengukur mengapa dan bagaimana beragam

layanan komunikasi nirkabel atau berbasis komputer digunakan untuk

menambah atau mengganti media yang lebih lama.

Baik mereka yang terlibat dalam penggunaan media baru atau

tradisional, pertanyaannya tetap sama: seberapa aktifkah khalayak media?

Dan dalam bentuk apa aktivitas mereka terjadi? Kritik terhadap

pendekatan uses and gratification telah lama menyatakan bahwa teori ini

melebih-lebihkan jumlah penggunaan aktif. Mereka berpendapat bahwa

sebagian besar penggunaannya media adalah pasif dan menjadi kebiasaan


sehingga tidak masuk akal untuk menanyakan orang-orang mengenai hal

tersebut.

Jay G. Blumler menyatakan bahwa satu masalah dalam

perkembangan yang kuat tradisi uses and gratification adalah “jangkauan

makna yang luar biasa besar” terhadap konsep aktivitas. Ia

mengidentifikasi beberapa pengertian untuk istilah tersebut, termasuk

beberapa di bawah ini :

1. Kegunaan: media memiliki kegunaan untuk orang-orang, dan mereka

dapat menggunakan media untuk kegunaan-kegunaan tersebut;

2. Ketersengajaan: konsumsi konten media dapat ditujukan langsung

dengan motivasi yang sebelumnya sudah dimiliki seseorang.

3. Selektivitas: penggunaan media oleh seseorang menecerminkan

ketertarikan dan kesukaan mereka.

4. Kebal terhadap pengaruh: khalayak sering kali keras kepala, mereka

tidak ingin dikontrol oleh siapa pun atau apa pun, bahkan media

massa. Khalayak secara aktif menghindari berbagai jenis pengaruh

media.

Penyampaian klasik dari kerangka ini adalah yang diberikan oleh

Elihu Katz, Jay G. Blumler, dan Michael Gurevitch. Mereka

mendeskripsikan lima elemen, atau asumsi dasar, dari model uses and

gratification.
1. Khalayak adalah pihak yang aktif dan penggunaan media yang mereka

lakukan berorientasi tujuan.

2. Inisiatif dalam menghubunngkan kebutuhan akan kepuasan terhadap

pilihan media tertentu bergantung pada anggota khalayak.

3. Media berkompetisi dengan sumber kebutuhan kepuasan yang lain.

4. Orang-orang sadar betul dengan penggunaan media, minat, dan motif

sehingga memungkinkan peneliti menyediakan gambaran lebih akurat

terhadap penggunaan tersebut.

5. Keputusan pada nilai mengenai bagaimana khalayak menghubungkan

kebutuhannya dengan media atau isi tertentu seharusnya ditunda.

Sinopsis dari perspektif asumsi dasar uses and gratification

menimbulkan beberapa pertanyaan. Faktor apa yang memengaruhi tingkat

perilaku aktif seorang anggota khalayak atau kesadaran mereka atas

penggunaan media? Hal lain apa di dalam lingkungan yang memengaruhi

pembuatan atau pemeliharaan dari kebutuhan anggota dan penilaian

mereka atas penggunaan media mana yang memenuhi kebutuhan mereka

tersebut? Katz, Blumler, dan Gurevitch berpendapat bahwa “situasi sosial”

ketika orang-orang menemukan diri mereka sendiri dapat mengalami

“keterlibatan dalam generasi dengan kebutuhan terkait media” dalam salah

satu dari cara-cara berikut ini.

1. Situasi sosial dapat memproduksi ketegangan dan konflik,

menyebabkan tekanan terhadap sebuah hak guna terbatas yang mereka

miliki atas konsumsi media.


2. Situasi sosial dapat membuat kesadaran akan masalah yang menyita

perhatian, informasi mengenai apa yang dapat dicari di media.

3. Situasi sosial dapat melemahkan kesempatan nyata untuk memuaskan

kebutuhan tertentu, dan media dapat bertindak sebagai pengganti atau

tambahan.

4. Situasi sosial sering kali merangsang nilai-nilai tertentu, dan

peneguhan serta dorongan tersebut dapat difasilitasi oleh konsumsi

terkait media.

5. Situasi sosial dapat memberikan wilayah pengharapan terhadap

kedekatan dengan media yang harus dipenuhi untuk memelihara

keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu.

Stanley J. Baran dan Dennis K. Devis dalam bukunya Teori

Komunikasi Massa: Dasar, Pergolakan dan Masa Depan mengungkapkan

beberapa kelebihan dan kelemahan dalam teori uses and gratification,

yaitu:

1. Kelebihan

a. Memusatkan perhatian pada individu dalam proses komunikasi

massa

b. Menghargai kepandaian dan kemampuan konsumen media

c. Menyediakan pemahaman analisis terhadap bagaimana orang

memiliki pengalaman dengan konten media

d. Membedakan penggunaan aktif media dengan penggunaan pasif


e. Mempelajari penggunaan media sebagai bagian dari interaksi sosial

sehari-hari

f. Memberikan pemahaman berguna dalam penggunaan media baru

2. Kelemahan

a. Bergantung pada analisis fungsional yang dapat menciptakan bias

terhadap status quo

b. Tidak dapat dengan mudah menunjukkan keberadaan atau

ketiadaan efek

c. Banyak konsep kuncinya yang dikritik karena dinilai tidak dapat

diukur

d. Terlalu berorientasi kepada level mikro

3. Radio

a. Sejarah Radio

Radio adalah buah perkembangan teknologi yang memungkinkan

suara ditransmisikan secara serempak melalui gelombang radio di

udara. Tahun 1896, Guglielmo Marconi menciptakan wireless

telegraph yang menggunakan gelombang radio untuk membawa pesan

dalam bentuk kode morse. Pada tahun 1913, Marconi telah

mendominasi bisnis radio di Eropa dan Amerika Serikat. Bisnis radio

yang dimaksud disini bukan bisnis stasiun radio. Tetapi, lebih pada

pemanfaatan radio untuk keperluan-keperluan perdagangan dan

transportasi.
AS memainkan peranan penting dalam sejarah media massa –

termasuk radio. Bukan saja karena di negara ini teknologi baru

diciptakan dan disebarluaskan, melainkan karena AS juga melahirkan

model pertama pemanfaatan radio bagi kepentingan komersial, seperti

yang kita kenal sekarang ini. Dalam sejarah radio, kita juga perlu

berkaca pada Eropa, khususnya Inggris. Tradisi radio Inggris berbeda

dengan radio AS, dan karenanya perlu diketahui untuk menambah

wawasan tentang model alternatif mengenai operasionalisasi radio

berbasis publik. Sepanjang Perang Dunia I, gelombang radio berada di

bawah penguasaan dan kontrol militer AS. Pada tahun 1920, setelah

keadaan aman dan dunia damai kembali untuk sementara, militer AS

mengembalikan kontrol radio ke tangan sipil. Seorang teknisi

Westinghouse, Frank Conrad, mengawali siaran radio pertama di dunia

dengan jadwal siaran tetap. Siaran ini menarik minat publik dan

mendapat liputan luas di surat kabar. Satu langkah awal membuka

langkah-langkah berikutnya. Sebuah department store di Pittsburg

lantas memutuskan untuk menjual radio secara massal agar orang bisa

menangkap siaran Conrad. Westinghouse yang menyadari potensi ini

lalu mendirikan stasiun radio pertama di dunia, KDKA. Perkiraan

tersebut tidak meleset. 100.000 radio terjual pada tahun 1922,

melonjak menjadi 500.000 unit pada tahun 1923.

Awalnya, pendengar radio diwajibkan membayar pajak untuk

membiayai stasiun radio memproduksi program. Radio di AS berhenti


memajaki pendengarnya pada tahun 1922, setelah ditemukan sistem

pembiayaan baru: iklan. Dari sinilah muncul sistem jual beli air time

bagi pengiklan. Dari sini pula muncul tendensi baru dalam

operasionalisasi radio: masuknya radio AS dalam era komersialisasi.

Dan, lahirlah broadcasting.

Pada awalnya, radio dimaksudkan sebagai alat telekomunikasi

yang menjalankan fungsi sosial melayani masyarakat. Setelah didapati

bahwa iklan bisa menjadi salah satu pendapatan radio yang signifikan

(bahkan utama), maka berkembanglah industri radio. Radio sebagai

industri media baru dimulai pada saat KDKA didirikan di Pittsburgh

tahun 1920. Namun, bisnis radio baru ramai ketika raksasa-raksasa

telekomunikasi memasuki industri tersebut, seperti yang dilakukan

oleh AT&T dan RCA.

Perkembangan industri atau pasar radio tidak lepas dari perubahan

teknologi. Teknologi radio juga mengalami perkembangan pesat, dan

memunculkan gelombang revolusi tersendiri. Yang paling nyata adalah

peruubahan gelombang siaran dari AM (amplitudo modulation)

menjadi FM (frequency modulation).

Bagaimanapun, gelombang AM dan FM punya keterbatasan,

teruama jika sudah menyangkut ketersediaan kanal-kanal frekuensi.

Berapa banyak radio yang bisa bermain dalam rentang frekuensi 100

hingga 109 FM? Jika jarak frekuensinya terlalu dekat, tentu bisa

mengganggu penerimaan karena suara yang timpang tindih. Selain itu


daya pancar gelombang radio bagaimana pun sangat terbatas. Tetapi,

semua keterbatasan itu menghilang berkat sistem digital audio

broadcasting (DAB), atau sistem penyiaran audio berbasis digital.

Radio disebut-sebut sebagai media dengan daya penetrasi atau

daya tembus yang tinggi, karena difungsikan sebagai latar belakang.

Sambil mendengarkan radio, orang bisa melakukan pekerjaan lain.

Mulai dari memasak, mengemudikan kendaraan, berbincang-bincang,

menemani sebelum tidur, belajar, bahkan membaca buku. Radio

dikatakan lebih hangat ketika melibatkan imajinasi khalayak,

sebagaimana dalam drama radio. Bandingkan dengan menonton

sinetron di televisi, visualisasinya jelas sudah terlihat, siapa yang

cantik, baik, pemarah, dan sebagainya. Demikian pula untuk

menggambarkan suasana seperti bahagia, menangis, dan lain-lain,

semua bisa jelas terlihat. Berbeda dengan sandiwara radio, karakter

atau mood semacam itu hanya dapat dideskripsikan lewat suara dan

bebunyian. Pendengar radio hanya mendengarkan informasi, kemudia

mereka-rekanya sendiri dalam pikiran masing-masing. Itu sebabnya,

keterlibatan radio, dalam program seperti ini, sedikit lebih tinggi

dibandingkan televisi.

Radio memiliki sejumlah fungsi, seperti mentransmisikan pesan,

mendidik, membujuk, dan menghibur. Dalam menyampaikan

pesannya, radio bisa mengambil model komunikasi apa saja. Entah itu

model satu arah, maupun dua arah. Model satu arah mengasumsikan
radio sebagai komunikator tunggal yang menyampaikan pesan kepada

khalayak pasif. Sedangkan model dua arah memosisikan radio sebagai

komunikator yang melakukan interaksi timbal balik dengan khalayak

aktif. Kecenderungannya kini memang lebih banyak acara-acara

interaktif di radio, agak sulit jika radio bertahan dengan model

komunikasi klasik yang bersifat linear satu arah. Radio semacam itu

akan ditinggalkan oleh para pendengar yang merasa tidak terlibat

dalam program yang diudarakan.

b. Jurnalisme

Jurnalisme radio dicirikan oleh kerja jurnalisme pada umumnya,

ada proses pengumpulan berita, produksi atau pengolahan fakta

menjadi bentuk-bentuk berita. Yang membedakan hanyalah sifat

medianya, sehingga cara kerjanya pun menjadi spesifik dan khas.

Berita yang banyak diminati pendengar radio adalah berita yang

menyangkut kepentingan mereka atau yang berdampak langsung

kepada mereka. Oleh karena itu, seorang redaktur berita radio yang

akan menyiarkan kembali sebuah berita luar negeri kepada para

pendengar lokal, seyogyanya memberikan cita rasa lokal (local flavor)

terhadap berita tersebut agar lebih menarik untuk didengar.

Dengan kata lain, perlu selalu diupayakan bagaimana suatu

pernyataan (statement), peristiwa (event), atau kebijakan (policy)

memiliki dampak terhadap pendengar. Bila perlu, ada semacam

penjelasan tambahan agar berita tersebut memiliki daya tarik untuk


didengar. Jika berita itu penting, tentu saja khalayak pendengar akan

berminat untuk mendengarnya secara lebih lengkap, ketimbang hanya

sepenggal kalimat singkat.

J.B. Wahyudi membagi karya produk radio menjadi dua pokok

besar, yang masing-masing memiliki kekhasan tersendiri dalam

memperlakukan ide :

1. Karya artistik, diproduksi dengan pendekatan artistik, berlandaskan

fiksi atau fakta, yang dalam hal ini boleh diperlakukan sebagai

fiksi. Karya artistik mengandalkan dramatisasi. Contohnya

sandiwara radio, berita, dan iklan.

2. Karya jurnalistik, diproduksi dengan pendekatan jurnalistik, diikat

oleh kaidah, standar, hukum, dan kode etik jurnalistik, bertitiktolak

dari fakta, dramatisasi-demi objektifitas dan kesakralan fakta-

dijaga sebisa mungkin agar tidak membiaskan karyanya.

Contohnya berita, dokumenter, dan feature.

Pada dasarnya, karya jurnalistik apa pun yang dapat ditemukan

di media cetak, juga bisa diproduksi di radio dengan pendekatan yang

berbeda. Berita, feature, opini, reportase, dan lain-lain. Namun, dengan

karakteristiknya, radio punya kelebihan untuk menyampaikan segala

sesuatu menggunakan medium suara.

Tulang punggung jurnalisme radio adalah berita—news . Mulai

dari straight news, siaran tunda, sampai live reportage. Di samping

berita, radio dengan ciri jurnalisme radio yang kental biasanya


dilengkapi dengan siaran-siaran berbasis talk , alias talk show.

Bentuknya bisa wawancara dengan sosok-sosok tertentu. Atau

komentar, dimana satu-dua orang membincangkan peristiwa. Yang

lebih sering kita dengar belakangan ini adalah talk show berbentuk

forum diskusi atau siaran interaktif yang melibatkan berbagai pihak.

Apa ciri-ciri berita radio? Secara umum sama dengan berita

pada umumnya. Tetapi, karena radio bersifat lokal dan personal, maka

pendekatan dalam menetapkan nilai berita agak berbeda dibanding

media komunikasi massa lainnya. Andrew Boyd dalam buku

“Broadcast Journalism: Techniques of Radio and TV News” menyebut

beberapa poin:

1. Proximity

Kedekatan adalah faktor yang sangat penting. Pertanyaannya

adalah sejauh mana berita itu bermakna bagi (pendengar) kita?

Boyd menyatakannya dengan baik: “Berkonsentrasilah pada berita

kecil, lokal, dan penting bagi pendengar”.

2. Relevance

Kedekatan dan relevan itu satu paket. Berita yang tidak relevan

dengan pendengar, tidak akan banyak berpengaruh dalam

kehidupan mereka, maka tidak penting bagi mereka. Kenaikan

harga telur di sebuah kota kecil, relevansinya lebih tinggi daripada

kenaikan harga saham Microsoft dalam bursa saham internasional.


Berita kenaikan telur itu mestinya lebih didahulukan daripada

kenaikan saham.

3. Immediacy

Tidak ada menyajikan berita basi, karena nyawa radio yang

menyebabkan dirinya lebih unggul dibanding media komunikasi

massa lainnya adalah faktor kesegeraan (immediacy). Untuk

menyiasati berita yang ‘dibuang sayang’ padahal ‘sudah basi’,

maka lazimnya isu yang sama ditampilkan kembali dengan sudut

pandang yang baru dan lebih fresh. Atau diolah menjadi soft news.

4. Interest

Berita tidak pernah menyatakan dirinya penting atau tidak,

newscaster atau wartawanlah yang menjadikannya penting. Tapi,

satu hal yang terjadi dimana pun , kapan pun, berita yang dianggap

penting dan menarik minat khalayak adalah berita tentang orang,

entah itu selebritis, penguasa dan keluarganya, maupun elit-elit

politik.

5. Drama

Berita yang mengandung unsur drama akan lebih disukai

pendengar ketimbang informasi yang datar-datar saja. Alasannya

sederhana: seru.

6. Entertainment

Unsur hiburan atau entertainment dalam dunia jurnalistik kerap

disisihkan, atau dibicarakan sembunyi-sembunyi karena dianggap


mencemari sakralisme jurnalisme. Satu hal yang perlu dicermati,

penggunaan unsur entertainment harus hati-hati, jangan sampai

berlebihan, karena bisa menurunkan nilai beritanya. Atau, yang

lebih gawat lagi, merusak image radionya.

Berikut ini adalah uraian beberapa bentuk penyajian berita yang

lazim diproduksi di radio:

1. Actualities

Juga disebut soundbite, menggunakan bebunyian dan suara

peristiwa yang sesungguhnya untuk membantu menyampaikan

berita. Komentar-komentar direkam, disunting menjadi pernyataan-

pernyataan pendek, kemudian dileburkan ke dalam naskah berita.

2. Voicer

Usai seorang penyiar/Anchor memberikan pembukaan, hanya

reporter lah yang terdengar bersuara untuk menyampaikan fakta-

fakta esensial mengenai sebuah berita. Voicer dapat membuat

reporter memenuhi tenggat waktu (deadline) dengan cepat.

3. Wrap

Laporan-laporan wraparound berformat ringkas disebut juga

sebagai donat. Acap diringkas sebagai wraps atau V/As karena

mengombinasikan ciri-ciri voicer dan actualities dalam sebuah

rekaman laporan yang disiapkan lebih dulu. Seorang anchor

memperkenalkan, atau memberi pembukaan pada paket-paket

laporan, dan reporter-reporter mulai menyampaikan kisahnya.


Segera, satu atau lebih actualities terdengar sebelum reporter

menutup wrap.

4. Straight News

Berita langsung, hard news, mementingkan aktualitas. Jangan lupa,

5W + 1H. Straight news bisa disampaikan dalam bentuk actualities,

voicer, maupun wrap. Yang penting diingat, straight news

mengutamakan kesegeraan, dan dalam susunan piramida,

merupakan potongan puncak piramida.

5. Breaking News

Jenis berita paling aktual, biasanya diudarakan sehubungan

terjadinya insiden/peristiwa yang tengah berlangsung. Breaking

news lazimnya menjadi pembuka berita berkelanjutan (sekuens).

Kapan sebuah berita hilang status breaking news-nya, bergantung

pada apakah berita tersebut masih bernilai breaking news atau tidak.

6. Sequence/Sequel News

Sebuah berita disusun dalam waktu-waktu yang berbeda, berurutan.

Itulah sequence news. Lazimnya, sequence news disampaikan untuk

menginformasikan perkembangan satu topik berita. Sequence news

merupakan salah satu cara menyiasati berita panjang yang mesti

disampaikan pada pendengar radio, dengan gaya sekilas dengar,

pendek-ringkas.
7. Chronicles

Kumpulan headline/lead berita, berisi pokok-pokok terpenting.

Disajikan dalam durasi singkat. Biasanya, chronicles atau’kronik’

menutup atau merangkum berita pada periode waktu tertentu. Satu

item kronik durasinya tak lebih dari 15 detik.

8. Soft News

Apabila berita hard news diikat oleh aktualitas, dan karenanya

memang harus disampaikan secepat mungkin, soft news dikemas

sedemikian rupa sehingga beritanya dapat disampaikan tanpa terikat

oleh aktualitas. Gaya bahasa soft news juga berbeda dengan straight

news yang lugas, tajam, dan kronologis.

9. Live Reportage

Live report merupakan salah satu ‘mahkota radio’. Kelebihan radio

dalam hal kecepatan menyampaikan berita, sambil membawa

suasana liputan ke ruang-ruang pendengar, terwujud dalam

reportase langsung atau live reportage. Lewat reportase langsung,

pendengar dihubungkan langsung dengan peristiwa yang tengah

terjadi.

Selain berita, ada bentuk informasi lain yang berusaha

menggabungkan pelaporan fakta dengan gaya bercerita atau bertutur yang

khas. Inilah yang kita kenal sebagai documenter, atau dalam beberapa

literatur disebut sebagai feature.


Dalam praktiknya, ada yang membedakan feature dengan

dokumenter. Dokumenter berbeda dengan feature, yang menggunakan

teknik-teknik atau pendekatan sastrawi untuk menggugah dan menyentuh

emosi pendengar. Dan faktor inilah yang membedakan dokumenter dengan

feature yang masih menoleransi imajinasi dan dramatisasi. Namun, alur

atau tahapan pembuatan kedua jenis program tersebut pada dasarnya

serupa. Hanya pendekatan dan pengemasannya saja yang kelak berbeda.

Jenis-jenis feature atau dokumenter yang banyak digarap oleh para

jurnalis radio, diantaranya :

1. News Features

Kisah yang bernilai berita, peristiwanya berkembang dari waktu ke

waktu. Secara sepotong-sepotong, beritanya diudarakan dalam bentuk

straight news.

2. Sidebar

Ini merupakan feature yang menyoroti satu detail atau sebuah

aspek dari berita besar, biasanya breaking news.

3. Special Event Features

Serupa dengan sidebar, tetapi yang diangkat bukanlah sebuah aspek

dari satu kisah berita. Melainkan berfokus pada satu momen dari

rangkaian peristiwa.

4. News Backgrounders

Jenis feature ini dimaksudkan untuk member gambaran mengenai latar

belakang dari sebuah berita. Yang ditampilkan adalah informasi latar


(why dan how-nya), di samping kronologi perkembangannya.

Tujuannya adalah membuat khalayak pendengar memahami awal

peristiwa hingga situasinya berkembang.

5. Historical Features

Feature jenis ini mengangkat peristiwa-peristiwa bersejarah.

Tujuannya memperlihatkan betapa pentingnya dan betapa

signifikannya peristiwa yang telah terjadi di masa lalu bagi generasi

sekarang.

6. Human Interest Stories

Peristiwa-peristiwa yang unik, ganjil, lucu, menyangkut orang lain atau

lingkungannya, yang menyegarkan hidup. Kira-kira demikian.

7. Personality Sketches/Profiles

Jenis feature semacam ini mengangkat profil sosok-sosok tertentu.

Feature berusaha merekonstruksi kepribadiannya dengan

menggambarkan aktivitas, opini orang lain di sekitarnya tentang tokoh

tersebut, motivasinya, dan sebagainya.

8. Descriptive Features

Kadang-kadang, feature ini disebut travelogue atau catatan perjalanan.

Isinya memang menceritakan kondisi lokal tertentu, laporannya

berpusat pada (deskripsi) tempat yang dikunjungi oleh reporter. Sesuai

dengan isinya, travelogue atau descriptive feature acap dikaitkan

dengan tujuan-tujuan pariwisata.


9. Seasonal Features

Feature jenis ini menyoroti rangkaian event tertentu. Inilah yang

membedakan seasonal features (makro, peristiwa utama) dengan

special event features (mikro, bagian dari main event).

Akhirnya, berita harus memiliki relevansi terhadap pendengar. Patut

dicatat, khalayak pendengar radio adalah masyarakat yang sangat

heterogen. Jadi berita harus mudah dicerna oleh seluruh lapisan

masyarakat yang sangat heterogen itu. Oleh karena itu, sebuah berita radio

harus memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

1. Ketepatan waktu (timeliness),

Berita radio harus mengandung sesuatu yang masih baru, masih

segar. Dia akan menjadi basi atau kurang menarik jika pendengar

sudah pernah mendengarnya atau membacanya. Di sebagian besar

negara berkembang, yang masyarakatnya masih memiliki

kecenderungan mendengar daripada membaca, jumlah surat kabar dan

media cetak lainnya lebih kecil ketimbang jumlah masyarakat

pendengar. Hal ini berkaitan erat dengan jumlah populasi yang melek

huruf, karena income per capita yang masih rendah untuk membiayai

pendidikan putra-putri mereka. Akibatnya, jumlah surat kabar di

sebagian besar negara berkembang agak lebih rendah dan peran radio

akan menjadi begitu dominan.


2. Kedekatan (nearness),

Orang akan lebih tertarik pada sesuatu yang terjadi di desa,

kawasan, negara mereka sendiri, ketimbang yang terjadi di tempat-

tempat yang jauh. Berita setempat (local news), berita tentang orang-

orang yang kita kenal, tentu akan lebih menarik untuk didengar

dibanding berita tentang orang-orang yang tidak kita kenal. Pendengar

akan lebih tertarik kepada berita yang berdampak pada biaya hidup,

pajak, harga pangan, dan kondisi lalu lintas.

3. Konflik (conflict),

Konflik atau pertentangan senantiasa memiliki nilai berita

(newsworthy). Konflik merupakan bagian dari kehidupan, dan berita

senantiasa berurusan dengan kehidupan. Sebelum gerakan reformasi

melanda Indonesia, berita-berita radio dalam negeri kerap disiarkan

tanpa bumbu konflik (pertentangan), karena tidak adanya oposisi.

Konflik biasanya merangsang minat pendengar. Dengan tidak

memberi kesempatan kepada pihak oposan mengemukakan

pendapatnya dalam suatu peristiwa, bisa merongrong kredibilitas

sebuah berita. Padahal, kredibilitas merupakan salah satu unsur

penting dalam meramu sebuah berita.

4. Langkah pemerintah (government action),

Hal ini bisa menyangkut pasal sebuah Undang-Undang, proyek-

proyek baru, ketentuan baru, sidang kabinet, dan sebagainya. Sebuah


berita akan lebih menarik manakala bertutur tentang pengaruh atau

dampak dari suatu kebijakan, tindakan, atau pengumuman.

5. Peristiwa menarik (human interest),

Berita tentang human interest ini lebih didominasi oleh

pendekatan emosional, rasa humor, romansa, tragedi, ketegangan,

simpati, ketakutan, rasa khawatir, nafsu, keramahan, cerita tentang

anak-anak, kaum lansia, alam, dunia hewan, dan sebagainya.

6. Masalah pembangunan (development issues),

Di masa orde baru, ketika RRI menjadi corong resmi (mouth

piece) pemerintah (Golkar), mereka menyiarkan warta berita tiap satu

jam. Hampir seluruh atau semuanya didominasi berita-berita

kebijakan Pemerintah Orde Baru yang dimotori Golkar. Hal ini

mengakibatkan Warta Berita RRI menjadi dangkal dan gersang akan

informasi aktual. Berita yang disiarkan harus sesuai dengan kebijakan

Pemerintah. Warta Berita RRI tak ubahnya laksana Lembaga Negara

(Government Gazette), atau catatan harian presiden, Menteri, bahkan

isteri Presiden, dan isteri Menteri. Lebih parah lagi, media massa

milik Pemerintah, (RRI dan TVRI) memberi penafsiran kerdil akan

makna sebuah berita pembangunan pada waktu itu. RRI dan TVRI

waktu itu menafsirkan “berita pembangunan” sebagai berita tentang

“keberhasilan” pembangunan semata, bukan sebaliknya.


7. Nama-nama (names),

Berita adalah sesuatu yang terjadi pada orang-orang penting

(prominent people), tempat-tempat, atau hal-hal penting. Nama

membuat berita, nama besar membuat berita besar, asalkan mereka

melakukan atau mengatakan sesuatu yang berkaitan dengan

kepentingan umum (public interest).

8. Cuaca (weather),

Radio mungkin dapat dikategorikan sebagai media yang paling

banyak digunakan masyarakat untuk memperoleh informasi tentang

cuaca. Radio mempunyai kemampuan untuk memutakhirkan data

cuaca sepanjang hari atau setiap saat, untuk segera disiarkan pada

pendengar. Di negara-negara empat musim, berita cuaca berperan

penting dalam mengatur kegiatan atau aktivitas kehidupan sehari-hari.

Sebaliknya di negara beriklim tropis seperti Indonesia berita cuaca

kurang diminati. Hanya di negara tropis yang sering mengalami

perubahan cuaca drastis akibat gejala alam saja (siklon, banjir, gempa,

dan sebagainya) berita cuaca masih diminati pendengar.

9. Olahraga (sports).

Peristiwa olahraga semakin lama semakin diminati masyarakat.

Jadi, jangan berbangga hati dulu sebelum mengetahui banyak tentang

olahraga. Hal ini merupakan bagian penting dari profesi anda selaku

wartawan radio.
B. Hasil Penelitian Relevan

Hasil penelitian terdahulu yang relevan atau berhubungan dengan

penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yaitu Penelitian oleh Achmad Fauzi

(2015), berjudul “Analisis Tingkat Kepuasan Pendengar Terhadap Program

Siaran “Berita Terkini” Di Radio 98,7 Gen Fm”

Persamaan penelitian terdahulu dengan yang saya teliti adalah terletak pada

model yang diterapkan sama-sama mengamati tentang analisis tingkat kepuasan

pendengar terhadap program siara radio. Perbedaannya yaitu penelitian yang

dilakukan sebelumnya tingkat kepuasan terhadap program siaran berita terkini,

sedangkan peneliti sendiri ingin meneliti tingkat kepuasan pendengar terhadap

program siaran Suara Bersatu 95,5 FM

C. Hipotesis

Berdasarkan pada kajian teori, maka hipotesis tindakan penelitian ini

yaitu Analisis Tingkat Kepuasan Pendengar terhadap Program Siaran Suara

Bersatu 95,5 FM.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe

penelitian deskriptif. Penelitian ini berupaya untuk membuat pecandraan

secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat

populasi atau daerah tertentu.

Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk menggambarkan sifat

atau suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian ini dilakukan

dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Peneliti menggunakan

penelitian deskriptif karena peneliti ingin mengetahui bagaimana fungsi

program radio suara bersatu dalam memenuhi kepuasan pendengar.

Pendekatan yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah

pendekatan kuantitatif. Secara umum data kuantitatif lebih bersifat konkret

karena dapat dikuantitaskan berupa angka-angka. Data ini bersifat objektif dan

bisa ditafsirkan oleh semua orang.

B. Definisi Operasional

Untuk dapat menghubungkan antara konsep-konsep dengan realitas

(empiris), konsep tersebut diukur dan diberikan angka-angka dengan

menggunakan aturan-aturan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Namun,

sebelumnya ditentukan terlebih dahulu dimensi-dimensi dari konsep dimana

dimensi tersebut diturunkan dalam indikator-indikator yang berbentuk


pernyataan-pernyataan dalam instrumen penelitian, selain itu ditentukan juga

ukuran yang terdiri dari nominal, ordinal, dan rasio.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Radio Suara Bersatu FM yang beralamat di

Persatuan Raya Kel. Balangnipa Kec. Sinjai Utara Kab. Sinjai. Sedangkan

waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Januari 2020

D. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah yang dianggap mengerti maksud dari

penelitian ini mengingat ilmu yang telah mereka dapatkan di kampus dirasa

peneliti cukup memadai terkait tema yang peneliti angkat.

Sedangkan objek penelitiannya adalah tingkat kepuasan pendengar

terhadap program siaran radio suara bersatu.

E. Teknik Pengumpulan Data

Ada 2 teknik yang peneliti gunakan dalam penelitian ini untuk

mengumpulkan data, yaitu data primer dan data sekunder. Berdasarkan

sumbernya, data dibedakan atas data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama

atau tangan pertama di lapangan. Data ini bisa responden atau subjek riset,

dari hasil pengisisan kuesioner, wawancara, observasi. Data primer ini


termasuk data mentah (row data) yang harus diproses lagi sehingga

menjadi informasi yang bermakna.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau

sumber sekunder. Data ini juga dapat diperoleh dari data primer penelitian

terdahulu yang telah diolah lebih lanjut menjadi bentuk-bentuk seperti

tabel, grafik, diagram, gambar, dan sebagainya sehungga menjadi

informatif bagi pihak lain. Data sekunder diklasifikasi menjadi dua :

a. Internal data, yaitu tersedia tertulis pada sumber data sekunder.

b. Eksternal data, yaitu data yang diperoleh dari sumber luar.

Sumber data sekunder diharapkan dapat berperan membantu

mengungkapkan data yang diharapkan. Begitu pula pada keadaan semestinya

yaitu sumber data primer dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan,

sumber data sekunder dapat membantu member keterangan, atau data

pelengkap sebagai bahan pembanding.

F. Keabsahan Data

1. Validitas

Validitas atau kesahihan adalah menunjukkan sejauh mana suatu

alat ukur mampu mengukur apa yang ingin diukur. Masalah validitas tidak

sederhana, di dalamnya juga menyangkut penjabaran konsep dari tingkat

teoritis sampai empiris (indikator), namun bagaimana tidak suatu

instrumen penelitian harus valid agar hasilnya dapat dipercaya.


Mengingat pentingnya masalah validitas, maka tidak mengherankan

apabila para pakar telah banyak berupaya untuk mengkaji masalah

validitas serta membagi validitas ke dalam beberapa jenis, terdapat

perbedaan pengelompokkan jenis-jenis validitas, Elazar Pedhazur

menyatakan bahwa validitas yang umum dipakai tripartite classification

yakni content, criterion dan construct, sementara Kenneth Bailey

mengelompokkan tiga jenis utama validitas yaitu: face validity, criterion

validity, dan construct validity, dengan catatan face validity dianggap sama

dengan content validity.

2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah alat untuk mengetahui sejauh mana hasil

pengukuran tetap konsisten, apabila dilakukan pengukuran dua kali atau

lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukur yang

sama pula.

Ujian reliabilitas alat ukur dapat dilakukan secara eksternal maupun

internal. Secara eksternal, pengujian dapat dilakukan test-retest,

equivalent, dan gabungan keduanya. Secara internal, reliabilitas alat ukur

dapat diuji dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada

instrumen dengan teknik tertentu.

Untuk mengukur uji reliabilitas menggunakan rumus alpha

cronbach dengan SPSS versi 20.0. suatu penelitian dikatakan reliabel jika

nilai cronbach alpha mendekati 1 atau lebih dari 0,6, yang berarti
konsisten dan jika digunakan di lain kesempatan maka jawaban yang

didapat akan relatif sama.

Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas melalui SPSS versi 20.0

didapatkan nilai koefisien cronbach alpha 0,888. Dengan begitu alat ukur

ini dapat dikatakan reliabel untuk mengukur hubungan yang signifikan

antara fungsi berita dengan kepuasan pendengar.

G. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisa hasil penelitian, metode yang digunakan adalah

metode deskriptif yaitu menggambarkan dan menjelaskan objek penelitian

berupa tingkat kepuasan Pendengar terhadap siaran “Berita Terkini” di radio

98.7 Suara Bersatu 95,5 FM.

Moleong mendefinisikan analisis data sebagai proses mengorganisasikan

dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar

sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti

yang disarankan oleh data.

Penelitian deskriptif ini menggunakan pernyataan secara terstruktur atau

sistematis kepada banyak orang untuk kemudian seluruh jawaban yang

diperoleh penulis dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif

yaitu metode analisis yang dilakukan dengan cara mengumpulkan, mengolah,

menyajikan dan menganalisis data yang berwujud angka. Analisis ini meliputi

perhitungan skoring, perhitungan mean dan chi-square


Dalam melakukan perhitungan data hasil angket, digunakan pengujian

dengan perhitungan mean dan chi-square

1. Menghitung rata-rata atau mean


Mean adalah nilai rata-rata dari beberapa data. Mean diperoleh

dengan cara menjumlahkan seluruh nilai dari data yang ada kemudian

dibagi dengan banyaknya data.

Rumus :

X =∑

Keterangan:

X = rata-rata

Xi = pengamatan

X = jumlah pengamatan

2. Chi-Square

Analisis chi-square digunakan untuk mengetahui apakah distribusi

data seragam atau tidak. Uji ini juga disebut uji keselarasan (goodness of

fit test).

Pada penelitian kuantitatif, pengolahan data secara umum

dilaksanakan dengan melalui tahap memeriksa (editing), proses pemberian

identitas (coding) dan proses pembeberan (tabulating).

a. Editing
Editing adalah kegiatan yang dilaksanakan setelah peneliti selesai

menghimpun data di lapangan. Proses editing dimulai dengan memberi

identitas pada instrumen yang telah terjawab. Kemudian memeriksa


satu per satu lembaran instrumen pengumpulan data, kemudian

memeriksa poin-poin serta jawaban yang tersedia.

b. Pengkodean
Setelah tahap editing selesai dilakukan, kegiatan berikutnya

adalah mengklarifikasi data-data tersebut melalui tahap koding.

Maksudnya bahwa data yang telah diedit tersebut diberi identitas

sehingga memiliki arti tertentu pada saat dianalisis.

c. Tabulasi (Proses Pembeberan)

Tabulasi adalah bagian terakhir dari proses pengolahan data.

Maksud tabulasi adalah memasukkan data pada tabel-tabel tertentu dan

mengatur angka-angka serta menghitungnya. Ada dua jenis tabel yang

bisa dipakai dalam penelitian sosial, yaitu tabel data dan tabel kerja.

Tabel data adalah tabel yang dipakai untuk mendeskripsikan data

sehinngga memudahkan peneliti untuk memahami struktur dari sebuah

data. Sedangkan tabel kerja adalah tabel yang diapakai untuk

menganalisis data yang tertuang dalam tabel data.


DAFTAR PUSTAKA

Kriyantono, Rachmat, 2010, Teknik Praktis Riset Komunikasi”, Jakarta, Kencana


Prenada Media Group.

Syamsudin, Aan Munawar, 2013, “Metode Riset Kuantitatif Komunikas”,.

Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Indra, Astuti Santi, 2008, “Jurnalisme Radio Teori dan Praktik”, Bandung,
Simbiosa Rekatama Media.

Morissan, Corry Wardhani Andy, dan Hamid Farid, 2013, “Teori Komunikasi
Massa”, Bogor, Ghalia Indonesia.

Asy’ari, Oramahi Hasan, 2012, “Jurnalistik Radio Kiat Menulis Berita Radio”,
Penerbit Erlangga.

Suhandang, Kustadi, 2010, ” Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, produk


dan kode etik”, Penerbit Nuansa.

Mondry, 2008, “Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik”, Bogor, Penerbit


Ghalia Indonesia.

Willing, Barus Sedia, 2010, “Jurnalistik: Petunjuk Teknis Menulis Berita”, Bogor,
Penerbit Erlangga.

Morissan, 2008, “Jurnalistik Televisi Mutakhir”, Kencana Prenada Media Group.

Suryawati Indah, 2011, “Jurnalistik Suatu Pengantar Teori dan Praktik”, Bogor,
Penerbit Ghalia Indonesia.

Putra, Masri Sareb, 2006, “Teknik Menulis: Berita dan Feature”, Jakarta, PT
Indeks Kelompok Gramedia.

Stanley J. Baran, 2010, Teori Komunikasi Massa: Dasar, Pergolakan, dan Masa
Depan”, Jakarta, Penerbit Salemba Humanika.

Prof. Bungin, Burhan. S.Sos., M.Si, 2010, “Metodologi Penelitian Kuantitatif”,


Jakarta, Kencana Prenada Media Group.

Earl, Babbie, 1992, “The Practice of social research”, California, wardsworth


Publishing company.
Hikmat, M. Mahi, 2011, “Metodologi Penelitian Dalam Perspektif Ilmu
Komunikasi dan Sastra”, Yogyakarta, Graha Ilmu.

Singarimbun, Mari, 1995, “Metode Penelitian Survei”, Jakarta, LP3ES.

Ir. Siregar, Sofyan, 2013, “Metode Penelitian Kuantitatif”, Jakarta, Kencana


Prenada Media Group

Pasaribu, Amudi, 1998, “Pengantar Statistik”, Jakarta, Galia Indonesia.

Priyatno, Duwi, 2009, “5 Jam Olah Data dengan SPSS”, Yogyakarta, Andi
Offset.

Anda mungkin juga menyukai