Anda di halaman 1dari 86

PERSEPSI PENYIAR RADIO TERHADAP PODCAST SEBAGAI NEW

MEDIA
(Studi Pada Penyiar Radio RRI Pro 2 Banjarmasin)

(Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Pembuatan Proposal Skripsi)

Disusun Oleh:
ANUGRAH TIRTAYASA
1710414210004

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2022
A
BAB I PENDAHULUAN 3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Hadirnya internet pada era modern sekarang sangat berpengaruh

terhadap perkembangan teknologi di dunia. Melalui internet, semua yang

menggunakannya dapat dengan mudah untuk mencari informasi, hiburan dan

juga berkomunikasi dengan orang lain. Ditambah dengan beragamnya fitur

yang ada pada smartphone, membuat para penggunanya dapat berekspresi

secara bebas, seperti menyebarkan foto, rekaman vidio, atau pun berupa

rekaman suara.

Semakin canggihnya perangkat-perangkat digital pada era modern

seperti saat ini seakan semakin memanjakan para penggunanya. Sebagaimana

seperti yang dibahas oleh Hunter (2002) dalam Nasrullah (2006) dengan

world without secret bahwa kehadiran media baru menjadikan sesuatu mudah

dicari dan terbuka. Media baru membuat para audiens juga memiliki peran

dalam pemaknaan pesan yang disampaikan oleh pembuat konten. Tidak

seperti media konvensional yang pesannya hanya bersifat satu arah, dengan

adanya media baru para audiens dapat menerima pesan dan berinteraksi secara

aktif dan memungkinkan mereka terhubung dengan jaringan yang lebih luas.

Media-media baru yang muncul berkat adanya internet membuat peran

dari media konvensional mulai tergeser dengan banyaknya media baru yang

bermunculan. Seperti halnya mencari informasi, masyarakat dulu hanya bisa


mencari informasi melalui koran, berita di televisi, ataupun melalui radio.

Namun setelah adanya internet, para penggunanya dapat mencari informasi

melalui Google, mencari hiburan di Youtube atau mendengarkan musik

melalui aplikasi Spotify.

Media baru sendiri menurut Flew (2005: 2) adalah sebuah terminologi

untuk menjelaskan konvergensi antara teknologi komunikasi digital yang

terkomputerisasi serta terhubung kedalam jaringan. Sebuah media sejatinya

pasti akan terus mengikuti perkembangan zaman. Karena kebutuhan

informasi yang semakin banyak dimasyarakat, maka untuk memenuhi

kebutuhan informasi tersebut media akan mencoba hal-hal baru yang

membuat arus informasi semakin lancar dan mengumpulkan informasi secepat

dan sebanyak mungkin.

Dengan adanya internet secara langsung memberikan dampak bagi

keberlangsungan sebuah radio siaran. Dampak awal dari sebuah adanya

internet memberikan kesan akan mematikan potensi radio. Namun dengan

berjalannya waktu, internet memberikan peluang baru bagi radio siaran untuk

membangkitkan konten audio yang sempat tergeser.

Konten audio yang sempat menghilang para pendengarnya, mulai

kembali naik semenjak ada konten podcast. Podcast adalah sebuah berkas

audio yang harus diunduh terlebih dahulu untuk dapat mendengarkannya.

Perbedaan antara podcast dengan radio terletak pada cara mendengarkannya.

Dimana podcast merupakan audio non-streaming, yang artinya setelah

mengunduh berkas audio dari podcast hasil rekaman audio dapat diputar
secara berulang. Ini lah yang menjadi salah satu kelebihan tersendiri dari

podcast.

Podcast Sendiri awalnya berasal dari kata “iPoD + Broadcasting”

yang merupakan singkatan dari Playable on Demand (Dapat dimainkan sesuai

permintaan). Podcast awalnya dirancang untuk dapat digunakan hanya pada

gadget iMac dan iPod karena podcast sendiri adalah sebuah rancangan yang di

ciptakan oleh perusahaan Apple. Namun sekarang podcast sudah dapat di

akses melalui beragam sistem operasi seperti Android ataupun Windows. Dan

pada tahun 2007 Podcast menjadi populer, penyebarannya sudah meluas ke

banyak negara. Sedangkan di indonesia podcast sendiri mulai populer pada

tahun 2012 dan bertahan sampai sekarang.

Dikutip dari www.cnnindonesia.com, Hal yang membuat terbentuk

nya konten podcast adalah saat Adam Curry, seorang mantan VJ MTV

sekaligus penyiar radio pada era 1980-an yang resah dan jenuh dengan dunia

penyiaran radio. Hingga Adam berpikir untuk membuat sebuah konten audio

yang dapat di pilih dan didengarkan kapan saja. Sampai akhirnya dia bertemu

dengan Dave Winer, seorang pengembang perangkat lunak. Pertemuan

tersebut menghasilkan gagasan untuk membuat sebuah Blog audio yang

bernama Daily Source Code, yang dianggap sebagai podcast populer pertama

di dunia.

Penyiar Radio (menurut Yulia, 2010:17) adalah seorang yang mampu

mengkomunikasikan gagasan, konsep, dan ide, serta bertugas membawakan

atau menyiarkan suatu program acara di sebuah radio. Selain itu menurut
(Burhan, 2015:99) Penyiar juga harus mampu membawakan program siaran

dengan format yang sudah di tentukan oleh pihak radio. Penyiar juga harus

membuat format sendiri program siaran yang dibawakannya agar lebih

menarik dan mampu menarik pendengar lebih banyak. Salah satu metode

yang dapat dilakukan oleh radio untuk menjangkau lebih banyak pendengar

pada era digital adalah dengan membuat sebuah podcast.

Seiring bertambahnya tahun, pendengar podcast pun memiliki

peningkatan yang cukup pesat. Dikutip dari laman katadata.co.id, startup

Market Reseach dan penyedia data populix membuat survei yang melibatkan

lebih dari 2500 responden untuk mengetahui kepopuleran podcast di

indonesia. Hasilnya, sebanyak 67% responden mengaku sudah familiar

dengan podcast. Hal ini membuat podcast memiliki potensi yang besar

sebagai konten audio digital untuk dapat terus berkembang dan semakin

diminati di masyarakat.

Di Kalimantan Selatan, sudah mulai banyak pula pendengar dan juga

kreator podcast. Sebagai contohnya adalah Suculen Podcast yang dibuat oleh

komunitas Bilik Bersenyawa yang membahas tentang issue, culture, dan

entertainment yang ada dimasyarakat. Ada juga Podcast TIGA PAGI, yang

dibuat oleh Anugrah Tirtayasa yang membahas tentang keresahan yang

dialaminya. Dan Podcast Ghibah Laki-Laki yang dibuat oleh Edho Rama, Ari

Fajrian, dan Cecen Aditya yang membahas tentang hal-hal terkini yang

sedang terjadi di masyarakat.


Radio Republik Indonesia (RRI) merupakan satu-satunya stasiun radio

yang dimiliki oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Radio ini

memili slogan “Sekali mengudara, tetap mengudara”. RRI merupakan radio

yang memiliki kedudukan yang cukup strategis, karena dalam realitanya RRI

masih merupakan satu-satunya jaringan nasional dan mampu menjangkau

hampir seluruh wilayah Indonesia. Eksistensi RRI berawal pada saat awal

kemerdekan, pada saat itu RRI berfungsi sebagai penghubung pemerintah

dengan rakyat dalam menghadapi perjuangan bangsa Indonesia, serta bekerja

sebagai organisasi yang condong berfungsi untuk kepentingan pemerintah.

Peran RRI sampai saat ini sangat jelas selain membantu menyampaikan

program-program pemerintah kepada masyarakat, RRI tentunya sangat

berperan membantu masyarakat Indonesia dengan memberikan informasi

yang kredibel dan informatif kepada para pendengarnya

RRI Banjarmasin sendiri memiliki beberapa Programma (Pro) siaran

diantaranya ada Pro 1 di saluran 97.6 FM yang siarannya berisi kisah-kisah

pembelajaran dan orang-orang inspiratif, Pro 2 di saluran 95.2 FM yang

siarannya berisi hal-hal kreatif dan ditujukan untuk kalangan anak muda, Pro

3 di saluran 88.8 FM yang siarannya berisi tentang hukum dan isu-isu politik

yang ada di Indonesia, dan yang terakhir ada Pro 4 di saluran 87.7 FM dan

99.6 FM yang siarannya berisi hal-hal yang menyangkut agama Islam dan

juga kebudayaan Banjar.

Penulis dalam penelitian ini akan berfokus kepada persepsi tentang

podcast dari para penyiar radio di RRI Pro 2 Banjarmasin. Hal tersebut
dikarenakan program siaran yang ada di Pro 2 merupakan Siaran Pusat

Kreativitas Anak muda, dan rentang umur penyiarnya juga masih tergolong

muda yaitu antara 20-25 tahun. Yang di asumsikan penulis akan lebih relevan

dengan pembahasan mengenai penelitian terhadap podcast yang merupakan

sebuah media baru yang dekat dengan anak muda.

Berdasarkan pemaparan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dan menjadikan topik diatas sebagai bahan penelitian dengan

mengambil judul “PERSEPSI PENYIAR RADIO TERHADAP

PODCAST SEBAGAI NEW MEDIA” (Studi Pada Penyiar Radio RRI

Pro2 Banjarmasin)”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi bahwa

rumusan masalah pada penelitian adalah :

Bagaimana persepsi penyiar radio terhadap podcast sebagai new media?

1.3 Tujuan Penelitian


Mengetahui persepsi penyiar radio terhadap Podcast sebagai new media

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoris


Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan

informasi ataupun sumbangan pengetahuan dalam bidang ilmu komunikasi

tentang persepsi penyiar radio terhadap podcast sebagai new media.


1.4.2 Manfaat Praktis
- Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai

pesan tentang persepsi penyiar radio terhadap podcast sebagai media baru.

- Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran dan

pemahaman tentang bagaimana persepsi dari penyiar radio dalam membuat

podcast sebagai new media.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PENELITIAN SEJENIS
a) Jurnal yang ditulis oleh Efi Fadilah dan kawan-kawan; mahasiswa Jurnalistik

Universitas Padjajaran. Dengan judul jurnal penelitian “Podcast sebagai Alternatif

Distribusi Konten Audio”. Jurnal ini berfokus pada meneliti Podcast sebagai media

baru di era digital

b) Tugas Akhir yang ditulis oleh Nadia Faradina; Mahasiswi Universitas

Pertamina. Dengan judul Tugas Akhir “ Peran Podcast Dalam Membanguun

Knowledge Society (Studi Kasus Pada Perilaku Penggunaan Podcast Melalui

Aplikasi Spotify). Tugas Akhir ini berfokus pada peran sebuah Podcast terhadap

pembangunan pengetahuan umum pendengarnya

c) Jurnal yang ditulis oleh Dewi Mayangsari dan Dinda Rizki Tiara; Mahasiswi

Universitas Trunojoyo Madura. Dengan judul jurnal penelitian “Podcast Sebagai

Media Pembelajaran di Era Milenial”. Jurnal ini meneliti tentang pengaruh

podcast sebagai media peningkatan hasil belajar dan juga minat belajar para

mahasiswa PG-PAUD di Universitas Trunojoyo Madura.


Judul Penelitian Nama, tahun Metode Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian

Peran Podcast Nadia Faradinna, Kualitatif Menggunakan teori Objek Penelitian Mendengarkan podcast

Dalam Membangun 2020 yang sama yaitu berbeda. menimbulkan dampak yang

Knowledge Society teori Determenisme signifikan terhadap audiens baik


(Universitas
Teknologi dan dari aspek kognitif, perilaku,
Pertamina)
menggunakan hingga budaya ditengah

metode Studi masyarakat.

Kasus

Podcast Sebagai Efi Fadilah, Pandan Kualitatif Sama-sama Penelitian Podcast dapat digunakan sebagai

Alternatif Distribusi Yudhapranesti, meneliti mengenai tersebut lebih media alternatif distribusi konten

Konten Audio Nindi Aristi, 2017 peran Podcast berfokus audio. Namun, di indonesia

dalam keseharian podcast sebagai podcast masih belum terlalu


Universitas pendengar alternatif populer.

Padjajaran distribusi konten

audio.

Podcast Sebagai Dewi Mayangsari, Kuantitatif Meneliti Peran Objek penelitian Media podcast dianggap efektif

Media Pembelajaran Dinda Rizki Tiara, podcast terhadap Mahasiswa PG- untuk meningkatkan hasil belajar,

Di Era Milenial. 2019 pendengar podcast. PAUD namun belum signifikan untuk

Universitas meningkatkan minat belajar.


Universitas
Trunojoyo
Trunojoyo Madura.
Madura.
2.2 TINJAUAN KONSEPTUAL

2.2.1. Definisi Komunikasi


Beberapa definisi Komunikasi menurut ahli dalam Nurudin (2016: 18),

menurut John r. Wenburg dan William W. Wilmot adalah suatu usaha untuk

memperoleh makna. Sedangkan menurut Jurgen Ruesch dalam buku yang sama,

Komunikasi adalah suatu proses yang menghubungkan satu bagian dengan bagian

lainnya dalam kehidupan. Pengertian komunikasi lainnya menurut Everett M. Rogers

adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau

lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Nurudin, 2016: 118)

Menurut Handoko (2009: 272) dalam Ngalimun dan Harles, Komunikasi

adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan atau informasi dari

seseorang ke orang lain, yang melibatkan lebih dari sekedar kata-kata, tetapi juga

ekspresi wajah, intonasi, titik putus lokal dan sebagainya. Di dalam buku yang sama

juga, Ngalimun dan Harles juga mengutip paradigma yang dipakai oleh Harold D.

Lasswell dalam karyanya, The Structur and Function of Communication in Society.

Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah

dengan menjawab pertanyaaan: Who Says What In Which Channel To Whom With

What Effect?

Mengutio Devito dalam Effendy (2015: 4-5), definisi komunikasi adalah:


“ The act, by one or more persons, of sending and receivin messages

distorted by noise, within a context, with some effect and some opportunity for

feedback. The communication act, then, would include the following components:

Context, source (s), receiver (s), messages, channerls, noise, sending or encoding

processes receiving, decoding processes, feedback and effect”

Maka dapat kitasimpulkan bahwa komunikasi adalah proses pengiriman pesan

secara keseluruhan, dari seseorang untuk orang lain dengan berbagai tujuan yang

hendak dicapai oleh pengirim pesan. Selain untuk menyampaikan pesan, pengirim

pesan atau bisa juga disebut “Komunikator” mungkin saja memiliki tujuan lain ketika

mengirim pesan kepada penerima atau yang disebut “Komunikan”. Salah satunya

adalah dengan tujuan untuk melihat atau memprediksi perilaku seseorang. Pesan yang

disampaikan haruslah mendapat umpan balik atau feedback agar bisa disahkan

sebagai sebuah proses komunikasi.

2.2.2 Komunikasi Massa


Komunikasi massa merupakan produksi dan distribusi berbasis teknologi dan

kelembagaan dari aliran pesan berkelanjutan yang paling luas dibagikan dalam

masyarakat (Gebner, 1967). Dari definisi Gebner tergambar bahwa komunikasi

massa itu menghasilkan suatu produk berupa pesan-pesan komunikasi. Produk

tersebut disebarkan, didistribusikan kepada khalayak secara luas terus menerus

dalam waktu yang tetap, misalnya harian, mingguan , dwimingguan, atau

bulanan. Proses memproduksi pesan tidak dapat dilakukan perorangan,


melainkan harus oleh lembaga, dan membutuhkan suatu teknologi tertentu,

sehingga komunikasi massa banyak di lakukan oleh masyarakat industri

(Romli. Komunikasi Massa : 2).

2.2.2.1 Fungsi Komunikasi Masa


Fungsi Komunikasi massa menurut Alaxxix S. Tan dalam Nurudin

(2014:65) ada dua, yaitu:

Tujuan Komunikator:

1. Memberi Informasi

2. Mendidik

3. Mempersuasi

4. Menyenangkan, memuaskan kebutuhan komunikan

Tujuan Komunikan:

1. Mempelajari ancaman dan peluang, memahami lingkungan,

menguji kenyataan, meraih keputusan.

2. Memperoleh pengetahuan keterampilan yang berguna

memfungsikan dirinya secara efektif dalam masyarakatnya,

mempelajari nilai dan tingkah laku yang cocok agar diterima

didalam masyarakatnya.

3. Memberi keputusan, mengadopsi nilai, tingkah laku, dan aturan

yang cocok agar diterima di masyarakatnya.


4. Menggembirakan, mengendorkan urat saraf, menghibur, dan

mengalihkan perhatian dari masalah yang dihadapi.

2.2.2.2 Efek Komunikasi Massa


Menurut Karlinah dan kawan-kawan dalam (Amalia, 2015:32) efek

dari pesan media masa terbagi menjadi tiga, yaitu:

1. Efek Kognitif

Efek Kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan

yang sifatnya informatif bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini

akan dibahas tentang bagaimana media massa dapat membantu

khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan

mengembangkan keterampilan kognitifnya. Efek kognitif terjadi

apabila ada perubahan pada apa yang diketahui, difahami, atau

diapresiasi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi

pengetahuan, keterampilan, kepercayaan atau informasi

2. Efek Afektif

Efek Afektif kadarnya lebih tinggi daripada efek kognitif. Tujuan

dari komunikasi massa bukan sekedar memberitahu khalayak

agar menjadi tahu tentang suatu hal, tetapi lebih dari itu. Setelah

mengetahui informasi yang diterimanya, khalayak diharapkan

dapat turut merasakan perasaan iba, terharu, sedih, gembira,

marah dan sebagainya.


3. Efek Behavioral

Efek Behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri

khalayak dalam bentuk perilaku, Tindakan atau kegiatan.

Merujuk pada perilaku nyata yang diamati yang meliputi pola-

pola Tindakan atau kebiasaan berperilaku.

2.2.3 Media
Media adalah segala sesuatu yan dapat diindera yang berfungsi sebagai

perantara/sarana/alat untuk proses komunikasi (Rohani, 1997: 3). Jadi

pesan yang disampaikan melalui sebuah media harus dapat di rasakan

oleh panca indera manusia agar pesan dapat tersalurkan dengan baik.

Panca indera yang paling dominan biasanya adalah mata dan telinga.

Media komunikasi sendiri terbagi kedalam tiga jenis, yaitu :

a. Media cetak

Menurut Eric Barnow media cetak merupakan berbagai bentuk

barang cetakan seperti majalah, suratkabar, atau lainnya yang

dibuat dengan tujuan menyebarkan informasi atau pesan

komunikasi kepada masyarakat luas. Fungsi utama dari media

cetak sendiri adalah untuk memberikan informasi dan menghibur

pembacanya.
b. Media Elektronik

Media elektronik adalah media yang menggunakan elektronik atau

energi elektromekanis bagi perngguna akhir untuk mengakses

kontennya. Istilah ini merupakan kontras dari media statis , yang

meskipun sering dihasilkan secara elektronis tetapii tidak

membutuhkan elektronik untuk diakses oleh pengguna akhir.

Sumber media elektronik yang familier bagi pengguna umum

antara lain adalah rekaman video, rekaman audio, presentasi

multimedia, dan konten daring. Media elektronik dapat berbentuk

analog maupun digital, walaupun media baru pada umumnya

berbentuk digital.

c. Media Online

Media online adalah segala jenis atau format media yang hanya

bisa diakses melalui internet berisikan teks, foto, video, dan suara.

Dalam pengertian umum ini, media online juga bisa dimaknai

sebagai sarana komunikasi secara online.

2.2.4 Media Baru


Menurut Flew (2005: 2), Media baru merupakan sebuah terminologi untuk

menjelaskan konvergensi antara teknologi komunikasi digital yang

terkomputerisasi serta terhubung ke dalam jaringan. Seperti yang sudah


dijelaskan diatas dalam pengertian media, keberadaan media ini sendiri sangat

penting untuk berlangsungnya komunikasi. Jika tidak ada media, maka proses

komunikasi tidak akan bisa berjalan.

Seiring berjalannya waktu, manusia memerlukan media komunikasi yang lebih

praktis dan efektif. Apalagi jika berkaitan dengan komunikasi massa. Komunikator

dalam komunikasi massa wajib mencari media yang efektif untuk menyampaikan

pesan kepada komunikan. Media yang dipilih dalam menyampaikan pesan kepada

massa ini sering disebut media massa. Masyarakat pun lebih sering menggunakan

media digital seperti internet.

Menurut Denis McQuail dalam bukunya Teori Komunikasi Massa (2001: 43),

ciri utama dari media baru adalah adanya saling keterhubungan, aksesnya terhadap

khalayak individu sebagai penerima maupun pengirim pesan, interaktivitasnya,

kegunaan yang beragam sebagai karakter yang terbuka, dan sifatnya yang berada

dimana-mana atau tidak bergantung pada lokasi.

Pengertian media baru diungkapkan secara lebih luas oleh Croteau (!997:12)

bahwa media baru yang muncul akibat inovasi teknologi dalam bidang media

meliputi televisi kabel, satelit, teknologi optic fiber dan komputer. Dengan teknologi

seperti ini, pengguna bisa secara interaktif membuat pilihan serta menyediakan aksi

timbal balik melalui media secara beragam.

Pengelompokan media baru dilakukan oleh McQuail (2000:127) membuat

pengelompokan media baru menjadi empat kategori. Pertama, media komunikasi

interpersonal yang terdiri dari telpon, handphone, dan e-mail. Kedua, media bermain
interaktif seperti komputer, videogame, dan permainan dalam internet. Ketiga, media

pencarian informasi yang berupa portal/search engine. Keempat, media partisipasi

kolektif seperti penggunaan internet untuk berbagi dan pertukaran informasi,

pendapat, pengalaman dan menjalin melalui komputer dimana penggunanya tidak

semata-mata untuk alat namun juga dapat menimbulkan afeksi dan emosional.

Dengan segala bentuk dan fungsi dari sebuah media baru tidak begitu saja

langsung menggeser peran media lama atau tradisional yang ada selama ini. Media

tradisional masih tetap dibutuhkan oleh masyarakat untuk menjadi sumber informasi

sesuai dengan karakteristiknya masing-masing.

Dalam hal ini, internet mungkin menjadi media baru yang paling

memungkinkan untuk diakses khalayak ramai sebagai pengirim maupun penerima

pesan. Internet memberi kemudahan akses bagi penggunanya. Semua orang yang

memiliki akses jaringan dapat mengakses internet dimanapun dan kapanpun

diinginkan. Dewasa ini, internet bahkan dijadikan pusat untuk menyebarkan

informasi dari komunikator kepada komunikan. Salah satu media untuk menyebarkan

informasi tersebut adalah podcast.

2.2.5 Sejarah dan Perkembangan Podcast


Kemunculan Podcast diawali pada tahun 2004 saat Ben Hammersley menyebut

kata “Podcasting” didalam artikelnya di www.theguardian.com yang membahas

audioblogs dan radio online (Bonini,2015). Akan tetapi, semenjak saat itulah istilah

“Podcasting” seolah tenggelam selama hampir 7 bulan hingga akhirnya Dannie


Gregoire mendaftarkannya sebagai nama domain, yakni Podcaster.net (Geoghegan &

Klass,2007). Setelah itu, Podcast kembali berkembang pada tahun 2005 seiring

dengan kelahiran iPod buatan Apple yang diperkenalkan oleh Steve Jobs. Mulai saat

itu, Apple menambahkan materi Podcast pada iTunes dengan tema-tema terbatas

(Fadilah, dkk: 2017). Setelah semakin berkembangnya media Podcast, bermunculan

kemasan-kemasan baru dalalam sebuah Podcast seperti talkshow, monolog dan juga

story telling. Bahasan atau topik yang disampaikan dalam sebuah Podcast juga

semakin luas, mulai dari hal-hal ringan yang biasa ditemukan pada keseharian yang

sifatnya komedi, sampai bahasan-bahasan seperti politik, sejarah, ataupun ilmu

pengetahuan.

Saat itu keberadaan Podcast baru populer di Amerika Serikat, Daratan Eropa

dan Australia. Pada tahun 2008, PEW Research Center Menyebutkan Jumlah

pendengar Podcast di Amerika mencapai 18% dan bertambah menjadi 36% di tahun

2016. Meskipun angka ini tidak terlalu besar, namun program dan respon audiens

Podcast menunjukan tren positif di tahun 2015. Awalnya masyarakat Amerika

mengakses materi materi Podcast melalui komputer meja, namun saat ini telah

beralih pada smartphone dan tablet (Faradinna : 2020). Dengan didukungnya

perkembangan teknologi masyarakat menjadi semakin mudah untuk mengakses

media Podcast melalui berbagai macam gadget. Dan dengan semakin banyaknya

topik yang ada, masyarakat juga dapat mememilih untuk mendengarkan topik yang

sedang ingin mereka dengarkan.


Pada awalnya, istilah Podcast yang terdapat dalam kamus Oxford didefinisikan

sebagai materi berformat audio atau secara lebih lengkap, yaitu: “a digital audio file

made available on thr Internetfor downloading to a computer or portable media

player, typically available as series, new instalments of which can be received by

subcribers automatically” . Akan tetapi, perkembangan Podcast pada sepanjang

tahun 2020 mulai membawanya pada materi dalam bentuk audio visual. Para kreator

Podcast mulai memproduksi Podcast ke dalam medium video. Seperti halnya seorang

stand up comedy-an Uus yang mulai memproduksi Podcast dalam bentuk video, yang

kemudian dipublikasikan melalui akunYoutube pribadinya.

Dikutip dari www.cnnindonesia.com, Hal yang membuat terbentuk nya konten

podcast adalah saat Adam Curry, seorang mantan VJ MTV sekaligus penyiar radio

pada era 1980-an yang resah dan jenuh dengan dunia penyiaran radio. Hingga Adam

berpikir untuk membuat sebuah konten audio yang dapat di pilih dan didengarkan

kapan saja. Sampai akhirnya dia bertemu dengan Dave Winer, seorang pengembang

perangkat lunak. Pertemuan tersebut menghasilkan gagasan untuk membuat sebuah

Blog audio yang bernama Daily Source Code, yang dianggap sebagai podcast populer

pertama di dunia.

Podcast di Indonesia sendiri mulai populer pada tahun 2015 yang dipercaya

dipelopori oleh komika stand up comedy bernama Adriano Qalbi dengan Podcastnya

yang berjudul “Podcast Awal Minggu”. Podcast ini berisi seputar keresahan Adri
tentang hal-hal yang biasa ditemui di kegiatan sehari-hari, yang dituangkannya

menggunakan pembawaan yang bersifat komedi. Berkat kontinuitas produksi konten,

akun tersebut kini telah memiliki lebih dari 12 ribu pengikut dan lebih dari 250 track

dengan durasi rata-rata 45menit sampai satu jam. Selainitu kanal Podcast yang tidak

kalah populer adalah “Podcast Subjective” milik Iqbal Hariadi. Pada akunnya ini

iqbal membagikan pendapat pribadinya mengenai berbagai isu dan persoalan yang

dibahas secara ringan. Kanal Podcast ini telah memiliki lebih dari 5000pengikut

dengan lebihdari 90 tracks konten.

2.2.6 Podcast Sebagai Media Baru


Internet merupakan salah satu bagian terpenting yang tidak dapat dipisahkan

dari new media. Munculnya new media merupakan efek dari semakin banyaknya

penggunaan internet dan didukung dengan kemajuan di bidang teknologi informasi.

Internet merupakan teknologi pendukung dalam industri media digital sekaligus

sebagai alat untuk menyampaikan pesan secara cepat dan luas. Dengan adanya

internet, maka kebutuhan akan informasi dapat dengan mudah terpenuhi. Ditambah

lagi, new media kini menjadikan media konvensional tidak lagi menjadi pilihan

utama. Masyarakat cenderung menikmati layanan streaming yang dinilai lebih mudah

diakses sesuai dengan waktu yang diinginkan,

Perkembangan new media dapat dirasakan dengan hadirnya Podcast yang saat

ini sedang banyak dinikmati oleh masyarakat. Podcast menjadi suatu media baru di
dunia siaran Indonesia, khususnya pada konten audio. Pada era digital, Podcast

menjadi sebuah sarana dalam menyediakan konten menarik yang berbasiskan audio

dan memiliki durasi yang cukup lama dibandingkan radio. Peran Podcast sebagai

new media bukanlah sebagai pengganti posisi rado, melainkan memberikan alternatif

pilihan untuk menghidupkan konten audio yang sempat berkurang penikmatnya.

Meski hanya menghadirkan format audio dalam penggunaannya, ternyata Podcast

tetap mendapatkan tempat bagi sebagian kalangan yang lebih suka mendengarkan

saja tanpa ada unsur visual didalamnya.

Berdasarkan karakter new media yang telah jelaskan oleh McQuail di atas, Podcast

dapat dikatakan sebagai salah satu dari produk new media. Karena sifatnya yang on-

demand dimana audiens dapat menentukan sendiri waktu dan topik yang diinginkan

menjadikan Podcast sebagai medium yang sangat fleksibel. Munculnya berbagai

platform yang menyediakan fitur kolom komentar juga membuat Podcast menjadi

media yang interaktif dan memungkinkan terjadinya interaksi secara luas. Selain itu,

adanya layanan “mengunggah” juga semakin memudahkan audiens dalam mengakses

karena tidak perlu lagi mengandalkan streaming yang membutuhkan kuota internet

yang cukup besar.

2.2.7 Radio
Radio memiliki beberapa pengertian menurut para ahli. diantaranya adalah

menurut Fiske (2005) Radio merupakan media auditif (hanya bisa didengar), tetapi

murah, merakyat dan bisa dibawa dan didengar dimana-mana. Radio berfungsi
sebagai media Ekspresi, komunikasi, informasi, Pendidikan dan hiburan. Radio

memiliki kekuatan terbesar sebagai media imajinasi, sebab sebagai media yang buta.

Radio menstimulasi begitu banyak suara, dan berupaya memvisualisasikan suara

penyiarnhya. Pendapat ini di tegaskan oleh Asep (dalam Romli 2008) yang

menjelaskan bahwa radio menciptakan imajinasi (theatre of mind) dan mudah akrab

dengan audiens. Karakteristik radio siaran, antara lain: auditori (untuk didengar), isi

siaran sepintas dan tidak bisa diulang, identic dengan music, mengandung gangguan

timbul-tenggelam (fading) dan teknis, akrab dan hangat, suara penyiar hadir di rumah

atau di dekat pendengar. Selanjutnya Asep menyebutkan beberapa sifat radio

diantaranya: Heterogen, pribadi, aktif, berpikir, interpretasi, menilai dan selektif

dalam memilih gelombang siaran sesuai selera.

Didalam bukunya yang berjudul Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, Mufid

(2010) menjelaskan bahwa rabio merupakan alat untuk pengiriman sinyal dengan

cara modulasi dan radiasi elektromagnetik. Gelombang ini melintas dan merambat

lewat udara dan juga bisa merambat lewat ruang angkasa yang hampa udara, karena

gelombang ini tidak memerlukan medium pengangkut (seperti molekul udara).

Gelombang radio adalah suatu bentuk dari radiasi elektomagnetik, dan terbentuk

terbentuk Ketika objek bermuatan listrik dimodulasi (dinaikan frekuensinya) pada

frekuensi yang terdapat dalam frekuensi gelombang radio dalam suatu spektrum

elektromagnetik.
Melalui penjelasan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa radio

merupakan sebua perangkat yang mengandalkan gelombang elektromagnetik untuk

dapat mengirimkan pesan dalam bentuk audio. Hal ini membuat Radio dan podcast

memiliki kesamaan dalam output yang dikeluarkannya, yaitu hanya suara.

2.2.8 Penyiar Radio


Penyiar (announcer) merupakan seorang yang bertugas menyampaikan atau

memandu acara di sebuah stasiun radio. Untuk menjadi seorang penyiar radio

professional seseorang harus bisa memiliki kecakapan atau kepandaian dalam hal

berbicara.

Pada dasarnya penyiar adalah juru bicara stasiun radio siaran. Penyiar juga

dianggap sebagai ujung tombak dari sebuah stasiun radio, seorang penyiar dapat

menjadi penentu suksesnya sebuah acara di stasiun radio. Said (2012)

mengungkapkan bahwa penyiar adalah penampil yang melakukan pekerjaan siaran,

menyajikan produk komersial, menyiarkan berita atau informasi, acting sebagai

pembawa acara atau pelawak, menangani olahraga, pewawancara, diskusi, kuis dan

narasi. Jadi dapat di katakan bahwa seorang penyiar radio harus cakap dan serba bisa

dalam membawakan berbagai macam jenis acara yang ada di dalam sebuah radio.

Menurut Prayuda (2005) komunikator dalam penyiaran radio lebih sering

dilakukan secara kelompok. Disebut kelompok karena output dari siaran yang

dilakukan melibatkan banyak orang seperti penyiar, produser, penulis naskah, penata

musik, dan lain-lain. Namun saat tampil siaran diwakili oleh satu ujung tombak yaitu
penyiar atau presenter. Didalam jurnah yang di tulis oleh Purdiningtyas (2018)

disebutkan bahwa terdapat tiga keahlian utama yang wajib dimiliki oleh seorang

penyiar, Yaitu:

a. Berbicara

Pekerjaan penyiar adalah berbicara, mengeluarkan suara atau

melakukan komunikasi secara lisan. Karena seorang penyiar itu harus bisa

bicara dengan kualitas vocal yang baik seperti pengaturan suara, pengendalian

irama, artikulasi, tempo dan sebagainya. Kelancaran berbicara dengan kualitas

vocal yang baik dapat di bentuk dengan:

1. Latihan pernafasan untuk bisa mengeluarkan suara diafragma,

yaitu suara terbentuk dari rongga perut.

2. Latihan intonasi untuk berbicar secara berirama cepat dan lambat,

tidak datar atau monoton.

3. Latihan aksentuasi untuk berbicara dengan penekanan kata-kata

tertentu.

4. Latihan kecepatan berbicara.

5. Latihan artikulasi atau kejelasan pengucapan kata-kata

b. Membaca.

Dalam hal ini kemampuan spoken reading, yakni membaca naskah siaran

namun terdengar seperti bertutur atau tidak membaca naskah.

c. Menulis
Yang dimaksud menulis adalah menulis naskah siaran. Karena sering kali

penyiar harus menyiapkan naskah siaran sendiri. Karena seorang penyiar

harus memiliki kemampuan menulis naskah.

Efendi (2002) menambahkan bahwa peran seorang penyiar pada dasarnya

adalah sebagai komunikator yaitu menyampaikan segala bentuk informasi kepada

audiens. Fungsi sebagai komunikator ialah penyampaian pendapat dan perasaannya

dalam bentuk pesan untuk membuat komunikan menjadi paham atau berubah sikap,

pendapat atau perilakunya.

Dapat disimpulkan bahwa seorang penyiar radio merupakan ujung tombak

dari sebuah acara di stasiun radio.Seorang penyiar radio harus cakap dalam berbicara

dan juga dapat mengetahui apa saja yang diperlukan sebelum melakukan siaran radio.

Keberhasilan di setiap acara yang ada di sebuah stasiun radio di tentukan melalui

seberapa cakap seorang penyiar dalam membawakan acara. Hal ini juga terjadi di

podcast, menarik atau tidaknya sebuah podcast juga tergantung dari pembawaan si

penyiar di podcast tersebut.

2.2.9 Persepsi
Persepsi memiliki makna yang berbeda-beda dari para ahli yang

mengemukakan pendapatnya secara definitif. Menurut Ridwan (2016) persepsi adalah

proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang

lingkungannya, baik melalui pengelihatan, pendengaran, penghayatan, dan

penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa
persepsi merupakan penafsiran yang unik terhadap situasi, bukan pencatatan yang

benar terhadap situasi.

Dalam Zamroni (2013) berpendapat bahwa persepsi adalah proses individu

dapat mengenali objek atau fakta objektif dengan menggunakan alat individu.

Persepsi seseorang terhadap suatu objek tidak berdiri sendiri akan tetapi dipengaruhi

oleh beberapa faktor baik dari dalam maupun dari luar dirinya. Pendapat lain

diungkapkan oleh Philip Kotler (2012) yang mengungkapkan bahwa persepsi

merupakan proses yang digunakan oleh individu untuk memilih, mengorganisasikan,

dan menginterpretasi masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia memiliki

arti.

Jalaludin Rahmat (2012) menambahkan bahwa persepsi adalah pengalaman

tentang objek, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan

informasi dan pesan singkat. Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli

indrawi (sensory Stimuly).

Dari pendapat para ahli diatas dapat didefinisikan bahwa persepsi merupakan

proses penggabungan informasi yang diterima oleh individu melalui panca indra yang

selanjutnya akan di proses menjadi sebuah interpretasi mengenai objek, pengalaman,

dan lingkungan sekitar yang didapatkan oleh individu tersebut.


2.2.9.1 Komponen dalam persepsi

Walgito dalam (Marbun, 2019) menyatakan bahwa persepsi mengandung tiga

komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu:

a. Komponen Kognitif

Komponen kognitif merupakan komponen yang berkaitan dengan

pengetahuan, pandangan, keyakinan, dan hal-hal yang berhubungan dengan

bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap.

b. Komponen Afektif

Komponen Afektif adalah komponen yang berhungan dengan perasaan

senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Perasaan senang

merupakan perasaan yang positif, sedangkan perasaan tidak senang

merupakan perasaan negatif

c. Komponen Konatif

Komponen Konatif yaitu komponen yang berhubungan dengan

kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini

menunjukan intensitas sikap terhadap kecenderungan bertindak ataupun

berperilaku seseorang terhadap objek sikap


2.2.9.2 Jenis-jenis persepsi

Irwanto (dalam Marbun, 2019) mengungkapkan bahwa setelah individu

melakukan interaksi dengan objek-objek yang dipersepsikan maka hasil persepsi

dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Persepsi positif

Persepsi positif merupakan persepsi yang menggambarkan segala

pengetahuan dan tanggapan yang diteruskan dengan gaya pemanfaatannya.

Hal ini akan diteruskan dengan keaktifan atau menerima dan mendukung

terhadap objek yang dipersepsikan

2. Persepsi Negatif

Persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan dan tanggapan

yang tidak selaras dengan objek yang dipersepsi. Hal itu akan diteruskan

dengan kepasifan atau menolak dan menentang terhadap objek yang

dipersepsikan.

2.2.9.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi


Menurut Mulyana (2007) mengatakan bahwa persepsi individu terhadap objek

atau peristiwa dan reaksi mereka dapat didasari oleh oleh factor-faktor seperti:

1. Pengalaman

Pengalaman (dan pembelajaran) masa lalu individu berkaitan dengan

orang, objek, atau kejadian serupa


2. Motivasi/kepentingan/kebutuhan

Proses saat individu mengenal kebutuhannya dan mengambil

Tindakan untuk memuaskan kebutuhan tersebut.

3. Nilai individu

Individu memaknai sebuah pesan, objek, atau lingkungan bergantung

pada system nilai yang dianut. Nilai adalah komponen evaluative dari

kepercayaan kita; Terdiri dari kegunaan, kebaikan, estetika, dan kepuasan.

Nilai bersifat normative mengenai apa yang baik dan buruk atau benar dan

salah.

4. Harapan

Persepsi dipengaruhi oleh pengharapannya. Bila individu telah belajar

mengharapkan sesuatu untuk terjadi, mereka akan mempersepsi informasi

yang menunjukan kepada mereka bahwa apa yang mereka harapkan telah

terjadi. Mereka tidak akan memperhatikan informasi yang menunjukan

kepada mereka bahwa apa yang mereka harapkan akan terjadi.

2.2.9.4 Sifat-sifat persepsi

Ridwan (dalam Reza, 2021) menyatakan bahwa terdapat tiga sifat dari sebuah

persepsi, yaitu:

1. Persepsi Bersifat Dugaan

Proses persepsi yang bersifat dugaan memungkinkan kita menafsirkan suatu

objek dengan makna lebih lengkap dari sudut manapun. Karena informasi
yang lengkap tidak pernah tersedia, dugaan diperlukan untuk membuat

kesimpulan berdasarkan informasi yang tidak lengkap melalui penginderaan

2. Persepsi Bersifat Evaluatif

Persepsi merupakan proses kognitif psikologis dalam diri manusia yang

mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai, dan pengharapan yang digunakan

oleh orang untuk memaknai objek persepsi. Dengan demikian, persepsi

bersifat pribadi dan subjektif. Andrea L Rich menyatakan persepsi pada

dasarnya mewakili keadaan fisik dan psikologi individu alih-alih menunjukan

karakteristik dan kualitas mutlak objek yang di persepsi.

3. Persepsi Bersifat Konsektual

Suatu rangsangan dari luar harus diorganisasikan. Dari semua

pengaruh yang ada dalam persepsi kita, konteks merupakan salah satu

pengaruh paling kuat. Konteks yang melingkungi kita Ketika melihat individu

lain, objek, atau peristiwa sangat mempengaruhi struktur kognitif,

pengharapan, dan persepsi kita.

Ridwan (dalam Reza, 2021) juga menambahkan bahwa persepsi yang digunakan

dalam mengorganisasikan suatu objek dengan meletakannya dalam konteks tertentu

dapat menggunakan prinsip seperti berikut:

a. Struktur objek atau peristiwa berdasarkan prinsip kemiripan atau

kedekatan dan kelengkapannya.


b. Mempersepsi rangsangan atau peristiwa yang terdiri atas objek

dan latar belakangnya.

2.3 Teori Komunikasi


Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori Determinasi Teknologi. Teori

Determinasi Teknologi pertamakali dicetuskan oleh Marshall McLuhan pada tahun

1962 melalui tulisannya yang berjudul The Guttenberg Galaxy: The Making of

Typograpgic Man. Dalam Febriana (2018) dijelaskan bahwa teori ini memandang

bahwa masyarakat dipengaruhi dan dibentuk oleh perkembangan teknologi.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh McLuhan bahwa pola kehidupan masyarakat

manusia, khususnya aspek interaksi sosial diantara mereka, ditentukan oleh

perkembangan dan jenis teknologi yang dikonsumsi oleh masyarakat itu sendiri

(McLuhan, 1994). Dengan kata lain, teori ini berusaha menjelaskan bagaimana

sebuah teknologi mempengaruhi cara berpikir, berperilaku dan membentuk suatu

budaya dalam masyarakat.

Pada dasarnya, teori ini berawal dari asumsi bahwa teknologi adalah kekuatan

kunci dalam mengatur masyarakat (Febriana, 2018). Akar pemikirannya adalah

perubahan cara manusia untuk berkomunikasi membentuk keberadaan kita dan

budaya terbentuk berdasarkan bagaimana kemampuan kita untuk berkomunikasi

(McLuhan, 19640). Untuk memahami pernyataan tersebut, teori ini menjelaskan ke

dalam kerangka urutan pemikiran, di antaranya:


1. Penemuan-penemuan hal baru dalam bidang teknologi komunikasi

menyebabkan perubahan budaya

2. Perubahan komunikasi manusia membentuk eksistensi kehidupan manusia

3. “We shape our tools amd they in turn shape us”, yaitu pernyataan yang

dikemukakan oleh McLuhan, yang berarti kita (manusia) pada awalnya

membentuk alat-alat yang dibutuhkan (teknologi), namun kini alat tersebut

yang kemudian membentuk diri kita (cara berpikir, perilaku dan budaya)

Untuk menjelaskan idenya, McLuhan meneliti sejarah perkembangan

manusia sebagai masyarakat dengan mengidentifikasi teknologi media yang

memiliki peran penting dan mendominasi kehidupan manusia pada waktu

tertentu dan membaginya ke dalam empat periode yang berbeda, yaitu;

1. Periode Triba. Periode ini ditandai dengan budaya ucap atau lisan yang

mendominasi perilaku komunikasi manusia pada periode tersebut. Ucapan

yang dilakukan dari mulut ke mulut menjadikan manusia yang

menggunakannya sebagai sebuah komunitas yang kohesif. Dalam hal ini,

indera pendengaran menjadi peranan penting dalam melakukan proses

komunikasi

2. Periode Literatur. Pada periode ini, manusia mulai menemukan alphabet

fonetis yang digunakan sebagai simbol untuk berkomunikasi secara

tertulis tanpa interaksi tatap muka. Melalui budaya baca dan tulisan

memudahkan manusia untuk mendapatkan informasi, serta penglihatan


merupakan indera penting dalam melakukan proses komunikasi. Pada

periode ini, sifat komunikasi masih bersifat linier atau satu arah.

3. Periode percetakan. Penulisan teks secara massal. Walaupun bersifat

linier tetapi tidak dapat dilakukan pada periode literatur. Pada periode ini,

Johann Guttenberg menemukan teknologi mesin etak sehingga manusia

mulai memanfaatkannya sebagai alat pendukung dalam berkomunikasi.

Melalui mesin cetak ini, tulisan dapat dicetak secara massal dan

membentuk homogenitas dalam masyarakat karena terjadi pengiriman

pesan yan sama ke banyak orang. Dalam periode ini, manusia mulai bisa

untuk berbagi pesan tanpa harus berdekatan secara fisik.

4. Periode Elektronik. Periode ini ditandai dengan ditemukannya teknologi

komunikasi telegraf yang mulai mengapus batasan jara untuk

berkomunikasi sehingga manusia dengan manusia lainnya menjadi terasa

sangat dekat. Periode ini berkembang dengan adanya televisi, yaitu

teknologi yang mampu menggabungkan gambar bergerak dan audio dalam

menyampaikan pesan. Tayangan yang adadi televisi menjadikan penonton

dapat menyaksikan secara langsung ralitas yang terjadi diluar sana.

Kecanggihan dalam proses komunikasi ini memerlukan pemanfaatan

indrawi secara maksimal sehingga budaya lisan, melihat,dan mendengar

dapat terintegrasikan dengan baik.


Perkembangan-perkembangan yang terjadi dapat dikatakan seiring dengan

ditemukannya inovasi teknologi tertentu, mulai dari lisan dan tulisan hingga

munculnya alat cetak serta telegraf. Penemuan inilah yang menentukan

bagaimana manusia berperilaku dan berpikir dalam kegiatan komunikasi

(Huster, 200) dalam Sefuddin (2005).

Teori determinisme teknologi semakin berkembang seiring dengan

perkembangan teknologi komunikasi yang sangat berpengaruh terhadap

perkembangan media massa. Internet mengubah dunia sekaligus manusia.

Pesatnya perkembangan teknologi komunikasi melahirkan media baru sebagai

media interaktif yang menggunakan jaringan internet membuat hampir semua

wilayah di dunia ini dapat terhubung dengan mudah. Media baru yang muncul

akibat inovasi teknologi, seperti televisi kabel, satelit, dan komputer. Dengan

teknologi seperti ini, pengguna bisa secara interaktif membuat pilihan serta

menyediakan respon produk media secara beragam (Croteau dan Hoynes,

2014).

2.4 Kerangka Pemikirian


Kerangka berpikir dibuat oleh peneliti untuk memudahkan pemahaman

terhadap penelitian dengan menghubungkan topik serta konsep dan teori terkait.

Penelitian ini berawal dari munculnya Podcast sebagai alternatif audio. Kemunculan

Podcast ternyata mulai diminati khalayak dan tanpa terkecuali para penyiar radio.

Sebagai seorang penyiar radio, sebuah podcast merupakan dunia yang hampir sama
dengan dunia penyiaran radio, karena dasar dari output-nya adalah sama-sama audio.

Maka dari itu, didalam penelitian ini akan diteliti bagaimana persepsi seorang penyiar

radio terhadap podcast sebagai newmedia yang merupakan sebuah media massa yang

outputnya sama-sama audio. Penelitian ini juga akan menggunakan Teori

Determinasi Teknologi yang masih berkaitan dengan efek dari komunikasi massa dari

segi kognitif, afektif, dan behavioral. Untuk memudahkan proses berpikir, berikut

merupakan bagan dari kerangka berpikir


Persepsi Penyiar Radio
Terhadap Podcast Sebagai
New Media

Penyiar Radio RRI Pro 2


Banjarmasin

Efek Komunikasi Massa


Jenis-Jenis Persepsi (Menurut
(Menurut Karlinah dalam
Irwanto dalam Marbun
Amalia 2015:32)
2019:25)
1. Efek Kognitif
1. Persepsi Positif
2. Efek Afektif
2. Persepsi Negatif
3. Efek Behavioral

Teori Determinasi
Teknologi
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian


Di dalam Penelitian ini, peneliti menggunakan metodologi penelitian

kualitatif, yaitu penelitian yang menjelaskan sebuah fenomena secara

mendalam. Penelitian kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang

menggunakan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang dan pelaku yang dapat diamati. Kualitatif berarti sesuatu yang berkaitan

dengan aspek kualitas, nilai atau makna yang terdapat di balik fakta. Kualitas,

nilai atau makna hanya dapat diungkapkan dan menjelaskan melalui

linguistik, bahasa, atau kata-kata (Fitrah dan Luthfiyah, 2017: 44). Data-data

yang digunakan dalam metode kualitatif berupa kata-kata deskriptif atau lisan

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati untuk memberikan penafsiran,

dan bukan berupa bilangan, angka, nilai, ataupun skor.

Jenis penelitian ini memanfaatkan wawancara terbuka untuk

menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan,dan perilaku individu

atau suatu kelompok. Semua data yang dikumpulkan memiliki kemungkinan

menjadi kunci terhadap apa yang diteliti, dimana penelitian ini akan

mengembangkan pertanyaan-pertanyaan kepada subjek penelitian.


3.2 Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

Melalui tipe ini, data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan

angka-angka, semua yang dikumpulkan akan berkemungkinan menjadi kunci

terhadap apa yang sudah di teliti. Seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2018:

11) bahwa laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi

gambaran penyajian laporan tersebut.

Guna dapat memperoleh hasil kajian mengenai persepsi podcaster terhadap

podcast sebagai media baru, maka melalui deskriptif diharapkan fenomena yang

dihasilkan atau didapat dari hasil wawancara bersama informan dapat tergambarkan

melalui data yang disajikan secara tertulis/narasi (kata-kata)

3.3 Objek Penelitian


Objek penelitian ini adalah persepsi atau pandangan dari penyiar radio

RRI Pro 2 Banjarmasin terhadap podcast sebagai new media.

3.4 Informan Penelitian


Dalam sebuah penelitian, selain informan, penggunaan istilah ‘partisipan’ juga

sering ditemukan pada penelitian kualitatif. Digunakan istilah ‘partisipan’ karena

peran aktif peserta penelitian dalam memberikan informasinya (Raco, 2010: 8).

Partisipan penelitian dapat saja mengubah arah penelitian, kemungkinan ini bisa

terjadi akibat praduga atau asumsi peneliti yang ternyata tidak sesuai dengan apa
yang disampaikan oleh partisipan, berkaitan dengan itu pula dimana tujuan metode

kualitatif mencari makna pengalaman partisipan, maka arah penelitian harus

disesuaikan dengan masukan dari informan.

Informan yang diwawancara pada penelitian ini terdiri dari tiga (3) informan

yang dibagi menjadi 2 bagian, yakni informan kunci (key informan), dan informan

pendukung.

a) Informan Kunci (Key Informan)

Informan kunci ialah informan yang dianggap mengetahui banyak

mengenai informasi dan jawaban yang dibutuhkan atas pertanyaan-pertanyaan

atau masalah penelitian. Melalui informan kunci peneliti mendapat bantuan

paling besar terhadap penelitian. Informan kunci dalam penelitian ini adalah

penyiar radio di stasiun radio RRI dan podcaster pada podcast Ghibah Laki-

Laki, yaitu Ahmad Ridho Ramadhan

b) Informan Pendukung

Dalam penelitian, informan pendukung ialah mereka yang dianggap tahu

dan memberi bantuan selama penelitian, bantuan dalam hal ini ialah mereka

dapat memberikan informasi sekaligus mendukung pernyataan informan kunci,

mereka yang masih tergolong menekuni, terlibat dan aktif dalam proses

pembuatan podcast sampai penelitian dilakukan, mereka yang memiliki waktu

dalam pemberian informasi. Informan pendukung dalam penelitian ini ialah


podcaster pada podcast Ghibah Laki-Laki, Ari Fajrian, Penyiar Radio dan tamu

pada podcast Ghibah Laki-Laki, Arini Khusna.

Daftar Informan

Informan Penyiar Radio RRI dan Podcaster di Podcast Ghibah


1.
Kunci Laki-Laki (Ahmad Ridho Ramadhan)

Podcaster Ghibah Laki-Laki (Ari Fajrian)


Informan
2. Penyiar Radio dan Tamu Pada Podcast Ghibah Laki-
Pendukung
Laki (Arini Khusna)

Tabel 3.1

3.5 Jenis dan Sumber Data


Menurut Lofland dan Lofland (1998: 47) sumber data utama dalam penelitian

kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan

seperti dokumen dan lain-lain. Maka sumber data dalam penelitian ini dapat

dibedakan seperti berikut:

a. Data Primer
Data Primer adalah data utama yang diperoleh langsung dari

subjek penelitian dan berhubungan langsung dengan subjek penelitian.

Data primer dapat berupa opini objek secara individual maupun

kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda, kejadian atau

kegiatan, serta hasil pengujian. Dalam penelitian ini, data utama

tersebut diperoleh melalui proses wawancara secara mendalam dengan

subjek penelitian. Pencatatan sumber data utama melalui wawancara

atau pengamatan berperan serta merupakan hasil usaha gabungan dari

kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya.

Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan wawancara

secara mendalam untuk memahami bagaimana pesan dan tanda yang

ada di media dimaknai sedemikian rupa. Kemudian hasilnya ditulis

secara alamiah menggunakan berbagai metode ilmiah dengan cara

mendeskripsikannya melalui bentuk kata-kata. Wawancara mendalam

dilakukan untuk menggali informasi dari subjek penelitian mengenai

persepsi podcaster terhadap podcast sebagai media baru dalam Podcast

Ghibah Laki-Laki pada aplikasi Spotify. Dalam melakukan wawancara

mendalam, elemen penting yang harus dipertimbangankan adalah

menentukan subjek dan objek penelitian yang tepat,

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data penunjang yang didapat melalui sumber

penulis. Sumber tertulis ini bisa didapat melalui buku, jurnal ilmiah,
arsip, dokumen pribadi, dan lain-lain yang dengan topik yang relevan

dan berkaitan dengan penelitian. Data sekunder berfungsi untuk

mendukung dan memperkuat data hasil temuan di lapangan.

3.6 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan paling penting dalam

penelitian. Teknik pengumpulan data yang benar akan menghasilkan data

yang memiliki kredibilitas yang tinggi. Maka dari itu, tahap ini harus

dilakukan dengan cermat sesuai prosedur dan karakteristik penelitian

kualitatif. Apabila terjadi kesalahan dalam metode pengumpulan data, maka

akan berakibat fatal, seperti perolehan data yang tidak kredibel dan hasil

penelitian yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu,

pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan 3 metode, yaitu

wawancara, observasi, dan dokumentasi.

3.7 Teknik Analisis Data


Metode analisis data merupakan proses berkelanjutan yang

membutuhkan refleksi terus menerus terhadap data, mengajukan analitis, dan

menulis catatan singkat sepanjang penelitian. Analisis data ini adalah upaya

yang dilakukan untuk mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi satuan

yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dari penelitian tersebut.
Secara umum, analisis data dalam penelitian kualitatif bergerak secara

induktif, yakni dari data/fakta menuju ketingkat abstraksi yang lebih tinggi,

termasuk juga melakukan sintesis dan mengembangankan teori (bila

diperlukan, dan datanya menunjang) (Hardani, dkk, 2020: 36). Berdasarkan

pernyataan tersebut, dijelaskan lebih lanjut oleh Hardani bahwa analisis data

pada penelitian kualitatif ini lebih bersifat open ended dan harus disesuaikan

dengan data/informasi di lapangan sehingga prosedur analisisnya sukar untuk

dispesifikkan sejak awal. Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2018: 246)

mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan

secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai tuntas, sehingga

datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data ialah reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

1. Reduksi Data

Reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar

yang muncul dari catatan-catatan tertulis dari lapangan (Idrus, 2009: 150). Data

yang diperoleh dari lapangan jumlahya cukup banyak, untuk itu maka perlu

dicatat secara teliti dan rinci. Dapat diperjelas, bahwa mereduksi data berarti

kita merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang

penting, menyesuaikan tema dan konsep, seperti yang telah dikemukakan

sebelumnya. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan

gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan


pengumpulan data selanjutnya, mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2016:

247).

Dalam penelitian ini, data yang akan digunakan adalah informasi mengenai

sudut pandang podcaster terhadap podcast sebagai media baru yang didapatkan

melalui wawancara bersama narasumber kunci dan beberapa narasumber

pendukung.

2. Penyajian Data

Setelah pada tahap reduksi, langkah selanjutnya ialah menyajikan data.

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Mengenai

hal tersebut, maka Miles dan Huberman menyatakan, bahwa yang paling sering

digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan

teks yang bersifat naratif (Sugiyono, 2016: 249).

Pada proses analisa data kualitatif, data diklasifikasikan kedalam kategori-

kategori tertentu, setelah itu peneliti akan melakukan pemaknaan data.

3. Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan pada awal atau asumsi dapat saja bersifat sementara, dan

akan berubah bila tidak ditemukannya bukti-bukti pendukung pada tahap

pengumpulan data berikutnya. Apabila kesimpulan yang dikemukakan pada

tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti

kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang


dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel (Sugiyono, 2016: 252).

Dalam penelitian ini, penarikan kesimpulan jika jawaban dari hasil penelitian

sudah dianggap valid dan telah melalui keterangan secara mendalam dari

informan-informan penelitian. Didalam peneitian ini, peneliti menggunakan

logika Pattern Matching atau penjodohan pola. Logika ini membandingkan

pola yang didasarkan atas empiris dengan pola yang di prediksikan. Jika

kedua pola ini terdapat persamaan, hasilnya dapat menguatkan validitas

internal studi kasus yang bersangkutan (Yin, 2011). Analisis Pattern

Matching dalam penelitian ini adalah membandingkan prediksi awal atau

asumsi yang akan terjadi dengan fakta sebenarnya di lapangan.

3.8 Triangulasi Data


Dalam penelitian kualitatif bukan generalisasi numerik dan populasi

yang diutamakan, melainkan kualitas data seperti yang telah dikemukakan

dalam sub bab sebelumnya. Triangulasi data dalam penelitian kualitatif

bertujuan untuk memvalidasi data. Validitas data berarti data yang telah

terkumpul dapat menggambarkan realitas yang ingin diungkapkan peneliti

(Afrizal, 2016: 167). Menurut Sugiyono (2018:83) triangulasi data dapat

diartikan sebagai sebuah teknik pengumpulan data yang bersifat menggabung

dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber yang telah ada diantaranya

yaitu melakukan observasi, melakukan wawancara, dan melakukan

dokumentasi.
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan

atau sebagai pembanding terhadap data (Moleong, 2014: 330). Dwidjowinoto

dalam Kriyantono (2009: 70) mengemukakan beberapa macam triangulasi,

diantaranya: 1) Triangulasi Sumber, 2) Triangulasi Waktu, dan 3) Triangulasi

Metode.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi terhadap sumber.

Triangulasi sumber berfungsi untuk menguji kredibilitas data dengan cara

mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber (Suprapto, 2013:

274). Dengan maksud data dari berbagai sumber akan dideskripsikan,

dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, mana yang berbeda dan mana

yang spesifik dari sumber data tersebut. Sehingga data yang telah dianalisis

oleh peneliti akan menghasilkan suatu kesimpulan yang akan dimintakan

kesepakatan dengan sumber yang terkait.

3.9 Waktu dan Lokasi Penelitian


3.9.1 Waktu Penelitian

Tabel 3.2
Waktu Penelitian
No Kegiatan Waktu Pelaksanaan
Desember Januari
September 2021 Mei 2022
2021 2022

1. Observasi Awal

2. Pengajuan Judul
dan Outline

3. Bimbingan Bab 1-3

4. Seminar Proposal
Skripsi

Waktu Penelitian

2022
No Kegiatan
Juli s/d September
Juni November Desember
September s/d Oktober

6. Perijinan Penelitian

7. Observasi dan
Wawancara

8. Revisi dan
Bimbingan Bab 4-5

9. Penyusunan Final
Laporan

10. Sidang Skripsi

11. Revisi Skripsi

Dalam pelaksanaan penelitian akan memakan waktu selama 7 bulan

lebih penelitian, dengan mengumpulkan data-data sesuai dengan konsep

penelitian, baik berupa data primer maupun data sekunder kepada informan

kunci dan informan pendukung. Diharapkan dengan estimasi waktu


pelaksanaan penelitian yang telah ditentukan ini akan mendapatkan data yang

kredibilitas dan mampu mendapatkan kesimpulan sebagai hasil dari penelitian.

3.9.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik

Indonesia (LPP RRI) Banjarmasin.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum

4.1.1 Profil Informan

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan informan yang

memenuhi kriteria, yaitu seorang penyiar radio aktif di stasiun radio RRI Banjarmasin

dalam Progam siaran RRI Pro 2 Banjarmasin . Penelitian ini melibatkan tiga orang

informan dengan melakukan wawancara mendalam. Pengumpulan data dilakukan di

Stasiun Radio RRI Banjarmasin yang merupakan tempat bekerja para narasumber

yang merupakan seorang pendengar aktif dari sebuah podcast.

1) Informan 1

Nama : Ahmad Ridho Ramadhan

Usia : 24 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Peran : Penyiar Radio RRI Pro 2 Banjarmasin

2) Informan 2

Nama : Muhammad Raffi Fauzi


Usia : 24

Jenis Kelamin : Laki-laki

Peran : Penyiar Radio RRI Pro 2 Banjarmasin

3) Informan 3

Nama : Arini Khusna Khuluqiki

Usia : 25

Jenis Kelamin : Perempuan

Peran : Penyiar Radio RRI Pro 2 Banjarmasin

4.1.2 Profil Podcast Ghibah Laki-laki

Podcast Ghibah Laki-Laki hadir pertama kali pada bulan februari tahun 2020.

Semenjak kemunculannya pertama kali, podcast ini menjadi salah satu podcast yang

masih konsisten untuk terus membuat konten audio Podcast di Kota Banjarmasin

hingga saat penelitian ini di tulis. Nama “Podcast Ghibah Laki-Laki” diambil karena

para podcasternya yang semuanya laki-laki dan gemar membicarakan atau dengan

kata lainnya “Menggibah” sesuatu yang sedang ramai dimasyarakat.

Podcast ini berisikan tiga orang pria diantaranya ada Muhammad Ridho

Ramadhan (Edho), Cecen Aditya (Adit), dan Arie Fajrian (Ari). Mereka merupakan

podcaster yang dimana masing-masing memiliki latar belakang sebagai penyiar di

radio. Para caster pun tidak selalu bertiga dalam membuat podcastnya, terkadang
Podcast Ghibah Laki-Laki juga mengundang tamu atau narasumber untuk hadir di

dalam podcast tersebut.

Sebagai sebuah podcast, Podcast Ghibah Laki-Laki masih terfokus terhadap

konten audio saja. Hal tersebut menjadi prinsip tersendiri di tengah banyaknya

podcast yang sekarang sudah banyak menjadi konten audio visual. Karena Menurut

Edho dan kawan-kawan, sebuah podcast memang sejatinya adalah sebuah konten

audio dan tidak memakai visual.

Karakter dari Podcast Ghibah Laki-Laki sendiri merupakan sebuah podcast

yang ingin menyajikan bahasan ringan namun tetap bisa informatif untuk para

pendengarnya. Para podcasternya pun sering mengeluarkan candaan-candaan khas

mereka agar membuat pendengarnya terhibur. Dalam pembuatannya, Podcast Ghibah

Laki-Laki membuat konten Podcast nya menggunakan aplikasi Anchor untuk

mengedit dan juga sekaligus jalur distribusi sebelum akhirnya bisa di dengarkan

melalui aplikasi Spotify.

4.2 Hasil Penelitian

Setelah melakukan observasi dan wawancara secara mendalam, peneliti melakukan

analisis data menggunakan metode pattern matching. Pattern matching menurut Yin

(2011) merupakan sebuah metode yang mempertemukan pola potensial dengan pola

empiris. Jika kedua pola ini ada persamaan, maka hasilnya akan menguatkan validitas
internal studi kasus yang bersangkutan. Pada hasil temuan ini, peneliti menganalisis

data-data yang telah dikategorikan dan ditentukan sebagai isu utama.

4.2.1 Podcast Sebagai New Media

Pada sub bab ini, peneliti berusaha menggambarkan bagaimana narasumber

memandang podcast sebagai sebuah new media. Dalam hal ini, asumsinya adalah

podcast menjadi sebuah media audio yang dapat menjadi alternatif untuk mencari

informasi atau hiburan. Disebut alternatif dikarenakan sudah ada media audio lain

yaitu radio yang telah hadir lebih dahulu dari pada podcast. Terlepas dari sifatnya

yang hanya menjadi alternatif, podcast tetap dapat memenuhi fungsinya sebagai

sebuah media massa yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan informasi dan

hiburan dari para pendengarnya. Hal tersebut dikarenakan podcast memiliki

kelebihan untuk dapat memberikan kebebasan kepada para podcaster dalam memilih

tema percakapan apa yang ingin disajikan kepada para pendengar. Kebebasan

tersebut tidak hanya untuk si podcaster, namun juga kepada pendengarnya dalam

menerima informasi dan hiburan yang disajikan. Berbanding terbalik dengan radio,

dimana para penyiarnya hanya dapat memberikan informasi yang memang sudah

disiapkan dan juga adanya peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan oleh pihak

radio.
Asumsi tersebut kemudian didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan

kepada 3 (tiga) orang informan yang aktif dalam membuat konten podcast dan juga

menjadi seorang penyiar radio. Secara umum, mereka mengartikan podcast sebagai

sebuah media audio terbarukan yang dapat lebih bebas dalam memberikan dan

menerima informasi dan hiburan dari seorang penyiar kepada pendengarnya. Seperti

yang diucapkan oleh Edho dan Arini:

“Podcast itu menjadi sebuah pembaharuan konten audio untuk orang-

orang yang mungkin tanpa disadari dapat menemani mereka tanpa

melibatkan visual, karena ada beberapa temen-temen yang ingin melalui

kegiatannya dengan hanya ingin berlalu lalang tapi masih ingin

mendapatkan informasi. Yaa itu menjadi salah satu kelebihan podcast yaa

jadi mereka masih bisa mendapatkan informasi tanpa harus terpaku untuk

melihat layar.” (Edho)

“Kalo aku siih sebagai penyiar radio seneng banget yaah, karena

akhirnya ada platform lain yang tidak kaku. Karena di beberapa radio

ada beberapa peraturan yang kita gak bisa bebas membahas suatu hal.

Naah di podcast tuh kita bisa menyalurkan hal-hal yang gak bisa kita

bahas di radio. Jadi podcast tuh penyalurku disamping siaran dimana aku

bisa bahas topik-topik yang emang aku pengen bahas aja.” (Arini).
Walaupun podcast merupakan sebuah new media, bukan berarti podcast dapat

menggantikan peran dari media konvensional. Hal itu dikarenakan meskipun sama-

sama menjadi sebuah media massa yang sifatnya adalah audio, baik podcast maupun

radio memiliki kelebihannya masing-masing. Podcast memiliki kelebihan dalam

memberikan kebebasan kepada podcaster dan pendengarnya untuk menentukan

informasi yang ingin diberikan dan diterima. Sedangkan untuk radio, media massa ini

memiliki kelebihan dalam memberikan informasi yang sifatnya faktual dan juga

aktual. Kelebihan lain yang yang dimiliki radio yang tidak dimiliki oleh media massa

lainnya adalah element of surprise, dimana informasi yang didapat tidak dapat

ditebak oleh pendengarnya dan juga hanya dapat didengarkan satu kali saja. Hal

tersebut lah yang membuat sebuah new media sebenarnya tidak selalu menjadi

pesaing dari media konvensioal, melainkan bisa juga menjadi penunjang. Seperti

yang dikatakan oleh Arini:

“New media itu platform-platform baru yang menunjang media yang

terdahulu. Jadi gak selalu menjadi pesaing media lama, justru bisa jadi

penunjang juga.” (Arini).

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat dikatakan bahwa podcast

memiliki peran sebagai media massa yang sifatnya alternatif media audio sama

pentingnya dengan radio. Podcast dapat memenuhi kebutuhan informasi dan hiburan

kepada para pendengarnya dengan memanfaatkan kelebihannya berupa kebebasan

dalam menentukan dan memilih tema yang ingin disajikan oleh podcaster untuk dapat
diterima oleh pendengarnya. Podcast sebagai new media juga hadir bukan sebagai

pesaing atau untuk menggantikan media konvensional, namun dapat menjadi

penunjang media konvensional seperti radio dalam memberikan informasi dan

hiburan yang sifatnya adalah audio.

4.2.2 Podcast Dalam Benak Penyiar


Pada sub bab ini, peneliti berusaha menjelaskan pengalaman para penyiar radio yang

terbiasa dengan media konvensional dalam mendengarkan podcast yang merupakan

sebuah new media. Dalam hal ini, isu utama yang diidentifikasi adalah alasan tertarik

mendengarkan podcast, jenis konten yang disukai, dan perbedaan yang dirasakan saat

mendengarkan podcast dibandingkan dengan mendengarkan radio. Isu-isu ini

diasumsikan dapat menggambarkan jawaban bagaimana pengalaman seorang penyiar

radio dalam mendengarkan podcast.

4.2.2.1 Tertarik Mendengarkan Podcast


Berdasarkan hasil wawancara, para informan memiliki beberapa alasan

mengapa menjadi tertarik untuk mendengarkan podcast. Salah satunya adalah bisa

mendapatkan sudut pandang baru pada saat mendengarkannya walaupun sedang

beraktivitas. Hal tersebut diungkapkan oleh Edho yang menyebutkan:

“Karena yaa itu bisa mendapatkan sudut pandang baru walaupun masih

sedang berkegiatan yang lainnya” (Edho)

Hal tersebut disebabkan karena podcast yang sudah mulai banyak

pembuatnya. Karena meskipun tema yang disampaikan sama, namun karena


podcasternya berbeda membuat sudut pandang yang diberikan juga berbeda-beda

sesuai dengan opini yang disampaikan podcasternya. Pertnyataan ini didukung oleh

Arini yang mengungkapkan:

“Karena podcast tuh kan sudah banyak yaa, jadi kita bisa dapat informasi

dan sudut pandang baru dari para podcaster. Ditambah kita bisa memlilih topik

yang sesuai atau dekat sama aku”(Arini).

Selain itu menurut para informan, podcast mampu menyajikan konten yang

lebih beragam sesuai dengan kesukaan mereka. Jenis-jenis konten yang paling

diminati oleh para informan adalah konten yang isinya merupakan komedi ringan

dengan diselingi oleh konten inspiratif yang mengundang narasumber yang kredibel

di bidangnya untuk dapat mendapatkan insight baru dari podcast tersebut. Hal ini

diungkapkan oleh Edho, Arie, dan Arini:

“Aku biasanya siih Stand Up Comedy terus podcast yang inspiratif yang

mengundang narasumber yang kredibel di bidang-bidangnya jadi kita bisa

mendapatkan insight yang baru.” (Edho)

“Yang pasti yang ringan-ringan aja karena sudah hectic sama pekerjaan.

Jadi yaudah lah podcast yang komedi kayak podcastnya podkesmas atau trio kurnia

yang di noice. Pokoknya yang hiburan-hiburan ringan aja deh” (Arie)

“Aku random siih sebenernya, kayak komedi aku suka seperti podcast anak-

anak stand up namanya Podcast Agak Laen. Atau podcast yang isinya story telling
kayak Podcast Teman Tidur, itu seru menurut aku, aku suka pembawaannya. Terus

juga ada podcast yang isinya mantan penyiar radio semua, namanya Podcast Rapot.

Aku suka karena penyampaian topiknya tuh kayak siaran radio tapi dibikin versi

podcast, seru banget. Jadi intinya aku emang suka podcast yang isinya hiburan

ringan saat mau istirahat aja siih.” (Arini)

Dari hasil wawancara diatas bisa disimpulkan bahwa para informan

mendengarkan podcast dengan tujuan mencari hiburan dan diselingi untuk mencari

informasi yang bisa mendapatkan insight baru dari podcast yang mereka dengarkan.

Jenis konten yang dikonsumsi merupakan salahsatu faktor penting untuk diteliti.

Dengan mengetahui jenis konten yang disukai, maka dapat diteliti sejauh mana para

informan menyerap informasi yang diperoleh dari podcast.

Sesuai dengan pernyataan Edho sebelumnya, alasan lain yang membuat

podcast dikonsumsi karena memiliki kelebihan yang tidak dapat dimiliki oleh media

lain, yaitu dapat dikonsumsi sambil melakukan aktivitas, seperti berkendara, dalam

perjalanan, mengerjakan tugas, ataupun saat sedang kesulitan tidur.

Dari hasil penelitian tersebut, menandakan keberadaan podcast dapat digemari

karena fleksibilitas dan keberagaman konten yang ada didalamnya. Pada dasarnya,

seseorang mengkonsumsi media untuk memenuhi kebutuhan informasi dan juga

hiburan. Seiring perkembangan teknologi, kebutuhan manusia dalam mencari

informasi dan hiburan akan semakin kompleks. Oleh karena itu, para pengguna media

baru memilih media yang lebih praktis dan efisien untuk memenuhi kebuthan
informasi dan hiburan. Dalam hal ini, podcast telah berperan dalam memenuhi

kebutuhan informasi dan hiburan bagi pendengarnya.

4.2.3 Pengalaman Mendengarkan


Di sub bab ini peneliti menjelaskan bagaimana para informan yang

merupakan penyiar dan mantan penyiar radio yang merupakan media konvensional

memberikan pengalaman mereka mendengarkan podcast yang merupakan sebuah

new media sifatnya sama-sama berupa audio. Berdasarkan hasil wawancara,

pengalaman yang didapat informan dalam mendengarkan podcast ada dua hal, yaitu

fleksibilas dan dual fungsi.

Yang dimaksud dengan fleksibilitas merupakan kemudahan dalam memilih

tema yang ingin didengar, dan kebebasan mendengarkan dimana saja. Banyaknya

tema yang tersedia didalam podcast memberikan keleluasaan kepada pendengarnya

dalam menentukan tema yang ingin didengar. Kebanyakan pendengar podcast lebih

suka mendengarkan tema podcast yang memang cukup dekat dengan kehidupan atau

menarik untuk mereka. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Arini dan Arie:

“Yang aku rasain podcast itu tematik yaah. Jadi walaupun bebas bahasannya

tapi tetap ada tema di setiap episodenya. Itu siih enaknya jadi kita bisa milih topik-

topik yang kita mau dengerin.” (Arini)

“Kalo podcast kan pembahasannya bisa kita pilih sendiri, kayak pembahasan

yang seru-seruan atau mau pembahasan yang serius kayak konspirasi.” (Arie)
Dan yang dimaksud dengan dual fungsi adalah para pendengar podcast bisa

mendapatkan informasi sekaligus hiburan. Berbeda dengan Radio yang memberikan

informasi melalui berita yang di bawakan dan hiburan berupa lagu-lagu yang diputar.

Podcast dapat memberikan informasi dan hiburannya sekaligus hanya dengan melalui

percakapan yang disajikan tanpa ada segmen tertentu. Hal ini didukung oleh

pernyataan dari Arini:

“Mungkin iya, karena ada beberapa topik yang saat aku dengerin podcast

aku baru tau ada sesuatu hal yang kecil-kecil lewat podcast mereka. Biasanya siih

lewat podcast komedi ringan karena mereka kan biasanya membahas hal yang lagi

viral yang mungkin saat itu aku gak tau.” (Arini)

Berdasarkan analisis diatas, dapat dikatan bahwa podcast sudah mendapatkan

tempat tersendiri dalam benak informan sebagai sebuah new media yang bergerak

dalam bidang konten audio.

4.2.4 Motivasi Penyiar Radio Membuat Podcast

Sub bab ini peneliti akan menjabarkan bagaimana seorang penyiar radio dapat

menjadi termotivasi dalam membuat konten podcast. Tak di pungkiri semakin

berkembangnya teknologi terkhususnya media massa, membuat manusia selalu ingin

membuat dan mendapatkan hiburan secara lebih fleksibel dan praktis. Dari hasil

wawancara yang didapati beberapa faktor yang membuat seorang penyiar radio

menjadi termotivasi untuk membuat podcast, sebagai berikut


4.2.4.1 Kebebasan di Dalam Podcast
yang pertama adalah kebebasan yang ada di dalam podcast. Sebagai seorang

penyiar radio tentunya akan dihadapkan dengan peraturan-peraturan yang sudah

ditetapkan oleh pihak radio, hal tersebut bisa membuat gerak dari seorang penyiar

radio menjadi cukup terbatas untuk dapat memberikan informasi dan juga hiburan

kepada pendengarnya. Sebagai sebuah media baru yang sifatnya sama-sama berupa

audio seperti radio, podcast hadir dengan sifatnya yang sama dengan radio namun

memiliki kebebasan lebih untuk menyampaikan informasi dan hiburan dari

penyiarnya. Seperti yang di ungkapkan oleh Edho dan Arini:

“Karena sebagai penyiar radio kita butuh tempat pelarian juga untuk bisa

ngobrolin apa yang kita inginkan melalui sebuah konten audio. Karna kalau di radio

kan kita gak bisa terlalu bebas berbicara karena ada peraturan-peraturan yang udah

ditetapin sama pihak radionya. Jadi dari pada cuman sekedar ngobrol doang

mending kita sekalian jadiin konten audio aja.” (Edho)

“Motivasi terbesarnya siih karena aku butuh tempat seru untuk ngobrolin

sesuatu yang bisa di bagikan ke orang lain. Tempat ngobrol yang aku maksud juga

itu yang aku dan temen-temen aku bisa bebas ngomong apa aja. kalau di radio kan

masih ada yang harus di tahan-tahan.” (Arini)

Dalam hal ini, motivasi yang membuat seorang penyiar radio membuat podcast

adalah kebebasan dalam menentukan topik dan juga bahasan untuk disampaikan.

Podcast memberikan tempat untuk para podcaster menyampaikan opini-opini mereka


dengan bebas yang memungkinkan untuk dapat memberikan sudut pandang baru

kepada para pendengarnya.

4.2.4.2 Mendengarkan Podcast

Yang kedua adalah mendengarkan podcast. Dengan mendengarkan podcast seorang

penyiar radio menjadi tahu perbedaan bagaimana menyampaikan informasi di radio

dan di podcast. Hal ini sesuai yang telah diungkapkan oleh Arie:

“Iya itu pasti. Pas pertama kali dengerin podkesmas baru tau kalo ternyata

ada beberapa obrolan yang ternyata bisa di bikin konten. Terus akhirnya pengen

bikin deh podcast yaa buat diri sendiri aja dulu walaupun gak banyak yang dengerin,

tapi paling enggak ada karya yang bisa dibikin di media audio.” (Arie)

Dari hal yang diungkapkan oleh Arie tersebut membuktikan bahwa dengan

mendengarkan podcast dapat memotivasi seseorang untuk membuat karya konten

audio berupa podcast. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Arini melalui

ucapannya:

“…Karena aku juga kenapa jadi bikin podcast awalnya ngedengerin podcast

dulu sampai akhirnya ke pancing untuk bikin juga.” (Arini)

Tidak hanya memotivasi penyiar radio dalam keinginan membuat podcast,

dengan mendengarkan podcast diakui informan dapat memberikan dampak yang

beragam, baik kepada pendengarnya maupun kreator podcast tersebut. Dampak yang
terjadi adalah adanya perubahan dari segi pola pikir maupun perilaku. Pernyataan ini

diuangkapkan juga oleh Edho dan Arie:

“Entah untuk mendengarkan atau membuat podcast itu pasti dapat merubah

pola pikir kita. Karena apa yang kita bicarakan atau dengarkan di podcast banyak

masukan yang bisa kita cerna. Entah apakah informasi yang kita dapatkan ini adalah

hal yang sudah pernah kita alami atau ternyata bisa jadi pertimbangan kita dalam

melakukan apapun” (Edho)

“Jelas banget, dengan tadi makin banyaknya podcast yang bermunculan kita

bisa dapet sudut pandang baru yang nisa merubah pola pikir kita. Kalau untuk

perilaku mungkin kurang yaa, tapi lebih kesikap siih. Jadi karena kita mendengarkan

podcast lain kita bisa tau harus bersikap bagaimana kalo nemuin hal yang sama

yang pernah dialamin si podcasternya.” (Arie)

Dilihat dari hasil wawancara diatas, podcast memiliki implikasi dalam merubah pola

pikir dan juga perilaku. Para informan tidak menjadikan podcast hanya sebagai media

hiburan saja, tetapi juga meperoleh pengetahuan untuk aktualisasi diri. Namun,

implikasi podcast dalam ranah perubahan perilaku tidak begitu besar. Dengan kata

lain, kehadiran podcast saat ini belum sampai pada tahap perubahan perilaku dan

budaya.

4.2.4.3 Akses Digital


Hal lainnya yang membuat seorang penyiar radio menjadi termotivasi dalam

membuat podcast adalah aksesnya yang digital. Akses podcast yang sifatnya adalah
digital memberikan kemudahan dalam membuat konten audio. Tidak seperti radio

yang masih analog karena masih harus menggunakan pemancar untuk siaran, dalam

membuat podcast alat yang digunakan pun lebih praktis dan pendistribusiannya juga

lebih mudah dan murah karena hanya menggunakan internet saja. Cukup dengan

bermodalkan smart phone dan akses internet siapapun sudah dapat membuat podcast.

Seperti yang diungkapkan oleh Ari:

“Iyah, awalnya itu. Karena bikin podcast kan gampang yaah, bisa pake hape

terus di edit sedikit bisa tinggal upload” (Ari)

Melalui hasil wawancara diatas, dapat dinyatakan kebebasan dan kemudahan

yang diberikan oleh podcast dapat membuat seorang penyiar radio yang sama-sama

memberikan informasi dan juga hiburan yang sifatnya adalah konten audio menjadi

termotivasi dalam membuat podcast.

4..2.4.4 Feedback
Podcast juga memberikan feedback yang lebih interaktif baik untuk

pembuatnya ataupun pendengarnya. Pembuat podcast menjadi tahu konten yang

dibuatnya apakah banyak yang menyukai atau tidak karena dapat dilihat berdasarkan

like dan komentar yang diberikan oleh pendengar. Pernyataan ini sejalur dengan yang

diungkapkan oleh para informan:

“Bisa jadi, karena kalau radio kan kita yaa cuman bisa ngomong atau siaran

yaa di kantor aja, sedangkan podcast kita bisa bikin dimana aja dan kapan aja. Dan
juga kalau radio kan sifatnya satu arah, kita ngomong yaa yaudah cuman bisa di

dengerin, tapi kalau di podcast setelah kita keluarin episode baru bisa dapat

komentar dari yang dengerin” (Edho)

“Benar. Karena keseharian aku menjadi penyiar radio yang dimana kita tuh

kan Cuma bisa menyampaikan ke orang-orang yaa saat di radio aja, dan di tambah

cuman bisa di dengerin aja. Sedangkan di podcast kita bisa bikin kapan aja kita mau,

dan jadi tahu bahwa orang suka atau enggak dengan apa yang kita bahas melalui

komen atau like yang pendengar kirim” (Arini)

Hasil tersebut menyimpulkan bahwa adanya feedback yang diberikan oleh

para pendengar podcast memberikan dampak kepada para pembuat podcast menjadi

lebih termotivasi dalam membuat konten audio podcast karena adanya kedekatan

emosional antara pembuat dan juga pendengar podcast.


4.3 Pembahasan

Berdasarkan hasil temuan dari wawancara yang telah dipaparkan diatas, dapat
diketahui motivasi dari penyiar radio dalam membuat podcast. Dengan menggunakan
logika Pattern Matching maka pola yang dapat dilihat adalah pola konsumsi
penggunaan podcast. Pola konsumsi ini kemudian memunculkan bagaimana proses
penyiar radio mengenal podcast hingga dapat termotivasi untuk membuat podcast.
Pola konsumsi ini menghasilkan 3 tahap yang dapat digambarkan pada bagan
yang ada di bawah ini:

Pengenalan
Podcast

Pengalaman
Mendengarkan
Podcast

Motivasi Membuat
Podcast
4.3.1 Pengenalan Podcast
Hadirnya podcast sebagai salah satu media baru khususnya dalam konten

audio ini memang sudah berkembang pesat. Aksesnya yang digital membuat podcast

banyak digandrungi oleh para penikmat konten audio. Seperti jawaban yang di

berikan oleh Edho dari hasil wawancara secara mendalam, salah satu hal yang

membuat podcast digemari adalah penggunaannya yang fleksibel dalam mencari

informasi yang dibutuhkan, kontennya yang hanya berupa audio memungkinkan

untuk dinikmati berbarengan dengan melakukan kegiatan lain. Hal ini menunjukan

bahwa para pendengar podcast merupakan khalayak aktif dan mempunyai hak untuk

menentukan media apa yang ingin dikonsumsi dalam hal mencari infromasi.

Dalam tahap pengenalan ini, aspek pentingnya adalah bagaimana pandangan

pendengar podcast sehingga dapat tertarik untuk mendengarkan podcast. Pandangan

yang disampaikan oleh para informan cukup beragam. Salah satunya adalah

pandangan yang diberikan oleh para informan yaitu Edho, Arie, dan Arini yang

menyebutkan bahwa podcast dapat memberi sudut pandang baru kepada

pendengarnya. Pandangan ini mengarah pada sisi fungsi pada podcast.

Pandangan lain yang diberikan oleh Arini menyebutkan bahwa topik-topik

yang ingin didengar di podcast dapat disesuaikan dengan memilih topik yang dekat

dengan kehidupannya. Hal tersebut membuat pendengar podcast merasa kondisi yang

dialaminya juga dirasakan oleh si pembuat konten. Pandangan ini mengarah kepada

sisi emosional pendengar.


Selain itu, Arini juga menyampaikan bahwa informasi-informasi yang dia

terima dari podcast terkadang membantunya dalam menyampaikan informasi melalui

siaran radio. Hal ini sejalan dengan karakteristik media baru dalam (Vindiynasari,

2018), salah satunya jaringan (networking). Dalam hal ini jaringan terdapat dalam

media baru internet yang berfungsi untuk saling menguatkan serta mempermudah

orang untuk menemukan dan mencari informasi. Hal tersebut menandakan bahwa

informasi yang sama bisa di dapatkan pendengar tidak hanya melalui podcast saja

tetapi juga memungkinkan untuk diterima melalui media lain.

Arie juga menambahkan bahwa sebagai mantan penyiar radio, podcast

mengingatkannya akan dunia siaran di radio. Mendengarkan podcast bahkan

membuatnya jadi tertarik untuk terjun ke dunia podcast agar dapat kembali

merasakan dunia siaran yang memiliki nilai lebih pada aspek kebebasan.

Pandangan-pandangan tersebut dapat dijelaskan dengan Teori Determinisme

Teknologi, dimana teknologi dikatakan otonom dan independen sehingga tidak

dipengaruhi oleh hal lainnya (Tak, 2017). Dalam perkembangannya, teknologi

menghasilkan sifat khusus masyarakat dimana mereka terpengaruh dan beradaptasi

dengan teknologi. Teknologi akhirnya menciptakan golongan-golongan masyarakat

berdasarkan ketergantungan masyarakat terhadap teknologi itu sendiri (Nurudin,

2017:9)

Berdasarkan definisi tersebut, pandangan yang dihasilkan setelah

mendengarkan podcast dapat dijelaskan menggunakan Teori Determinisme Teknologi


karena sifatnya yang independen dan pendengar yang cenderung terpengaruh dengan

teknologi itu sendiri. Seperti contoh yang telah dijelaskan di atas bahwa pandangan

setelah mendegarkan podcast salah satunya adalah mengarah pada sisi emosional

pendengarnya.

4.3.2 Pengalaman Mendengarkan Podcast


Tahap selanjutnya setelah mengenal podcast dalam pola konsumsi

penggunaan podcast adalah pengalaman penyiar radio dalam mendengarkan podcast.

Pada tahap ini akan dijelaskan mengenai bagaimana pengalaman yang diterima

penyiar radio saat mengkonsumsi konten dan teknologi itu sendiri. Dengan informasi

yang diterima dari pengalaman penyiar radio mengkonsumsi podcast, maka dapat

mengarahkan penelitian ini untuk menjawab motivasi dari penyiar radio dalam

membuat podcast.

Salah satu faktor penting dalam dalam memproduksi kanal media adalah

konten yang menarik dan dekat dengan dunia pendengar. Menarik atau tidaknya

sebuah konten memang sifatnya subjektif, dan tergantung masing-masing

pendengarnya. Namun, dengan melihat fenomena podcast yang semakin banyak,

maka dapat dikategorikan konten apa saja yang digemari oleh pendengar.

Berbicara mengenai konten, kecenderungan pendengar dalam mengkonsumsi

podcast bukan lagi hanya untuk mendapatkan hiburan, tetapi juga mendengarkan

topik-topik yang berkualitas dan dekat dengan kehidupan sehari-hari si pendengar.

Hal ini dapat diketahui dari hasil wawancara yang disampaikan oleh masing-masing
informan mengenai jenis konten yang disukai. Jawaban dari informan memang cukup

beragam, namun ada persamaan dari jawaban yang diberikan oleh para informan.

Yaitu konten yang cukup diminati adalah jenis konten yang dapat memberikan insigh

atau masukan baru untuk diri dan cerita-cerita yang dekat dengan kehidupan sehari-

hari.

Seperti informan kunci Edho yang menyukai konten yang isinya mengundang

narasumber-narasumber yang kredibel di bidang-bidang tertentu. Hal tersebut

diyakini Edho dapat memberikan insigh baru dan juga sudut pandang baru karena

dirinya belajar dari pengalaman orang lain yang membuat pemikirannya tidak hanya

terpaku pada satu sudut pandang saja. Melihat hal tersebut bahwa pola konsumsi

podcast mengandalkan konten yang berkualitas. Pembawaan dari dari nama seorang

pembuat podcast atau narasumber yang diundang dapat mengundang semakin banyak

pendengar podcast tersebut dan juga menjadi faktor yang menentukan pola konsumsi

pendengarnya. Kini para pendengar cenderung menyukai topik bahasan yang

berkualitas, namun dikemas dengan obrolan yang santai sehingga audiens

mendapatkan ilmu baru tanpa merasa digurui oleh si pembuat konten. Hal ini

merupakan kelebihan yang dimiliki podcast

Sedangkan untuk Arie dan Arini lebih cenderung menyukai jenis konten yang

bersifat hiburan ringan. Jenis konten ini biasanya didengarkan setelah menjalankan

aktifitas seharian yang cocok didengar saat istirahat menjelang tidur. Isi kontennya

yang membahas hal-hal ringan yang menghibur dan juga dekat dengan kehidupan
sehari-hari si pendengar, membuat para pendengarnya merasa memiliki teman

bercerita.

Beralih dalam segi teknologinya, podcast memiliki beragam keunikan dan

keunggulan terlebih dari pada radio. Fleksibilitas dan dapat didengarkan melalui

berbagai kanal media menjadi yang utama. Perkembangan teknologi membuat

komplektisitas kebutuhan informasi juga semakin meningkat. Pendengar cenderung

menyukai hal-hal yang serba cepat dan instan karena semakin padatnya aktivitas yang

dijalani. Salah satu alasan podcast dijadikan sebagai media audio pilihan adalah

aksesnya yang fleksibel dan bersifat on-demand atau bisa didengarkan kapanpun,

berbeda dengan radio yang harus mencari frekuensinya terlebih dahulu dan juga

sifatnya yang on-air.

4.3.3 Motivasi Penyiar Radio Dalam Membuat Podcast

Setelah melakukan pengenalan dan mengetahui pengalaman yang dialami

oleh para narasumber dalam mendengarkan podcast, hal selanjutnya yang dapat

ditinjau adalah faktor apa saja yang dapat membuat seorang penyiar radio termotivasi

untuk membuat podcast. Berdasarkan pada konsep dan teori yang telah dijelaskan

pada bab sebelumnya, peran podcast pada tahap ini berfokus pada pengaruh

perkembangan teknologi serta terbentuknya motivasi penyiar radio dalam membuat

podcast berdasarkan pengalaman perbandingan saat menyiarkan radio dan

mendengarkan podcast.
Setelah melalui wawancara secara mendalam bersama para narasumber

menghasilkan faktor utama dari termotivasinya seorang penyiar radio dalam membuat

podcast adalah Perkembangan Teknologi dalam bidang media Audio. Tetapi di

samping itu terdapat faktor pendukung seperti perbandingan pengalaman penyiar

radio saat siaran radio dengan saat mendengarkan dan membuat podcast. Sebagai

seorang penyiar radio yang bekerja pada sebuah bidang yang output-nya berupa

audio, podcast hadir sebagai media alternatif yang lebih fleksibel. Saat siaran sebuah

radio seorang penyiar di tuntut harus dapat professional dengan mengikuti aturan-

aturan yang berlaku di tempat mereka bekerja. Kemunculan podcast akhirnya

membuat para penyiar radio dapat menyalurkan keresahan mereka yang tidak dapat di

ungkapkan saat sedang siaran radio.

Seperti Ari, dengan mendengarkan podcast akhirnya ia menjadi tahu bahwa

ada hal-hal lain yang mungkin tidak dapat disampaikan saat sedang siaran radio

akhirnya dapat tersalurkan melalui sebuah podcast. Karena hal tersebut membuat para

penyiar radio menjadikan podcast sebagai “tempat pelarian” agar dapat berbicara

lebih bebas kepada para pendengarnya. Hal ini sejalan dengan Teori Determinasi

Teknologi yang diuangkapkan McLuhan di dalam urutan kerangka berpikirnya yang

kedua bahwa “Perubahan komunikasi manusia membentuk eksistensi kehidupan

manusia”. Yang artinya saat seorang penyiar radio berbicara didalam podcast mereka

dapat lebih menjadi diri mereka sendiri. Hal tersebut yang akhirnya membuat para
pendengarnya lebih dapat mengetahui bagaimana karakter dari orang yang mereka

dengarkan.

Perbedaan lainnya yang dirasakan oleh para penyiar radio saat sedang siaran

radio dengan berbicara di podcast adalah kebebasan dalam menentukan topik yang

ingin dibahas dan disampaikan kepada pendengarnya. Berbeda halnya dengan di

radio yang dimana topik atau berita yang akan disampaikan sifatnya lebih formal dan

informatif dan sudah di tentukan oleh pihak statsiun radio. Didalam podcast bahasan

yang disampaikan lebih bersifat hiburan dan lebih bebas memberikan opini dari para

si pembuat podcast tersebut. McLuhan telah mengungkapkan didalam urutan

kerangka berpikir Teori Determinasi Teknologi yang pertama bahwa “Penemuan-

penemuan hal baru dalam bidang teknologi komunikasi menyebabkan perubahan

budaya”. Perubahan budaya yang dimaksud disini adalah media audio yang awalnya

cenderung memberikan hal-hal yang sifatnya informatif dan factual akhirnya bergeser

menjadi sebuah obrolan yang sifatnya hiburan dan opini-opini pembuatnya yang

dapat memberikan sudut pandang baru kepada pendengarnya.

Namun, seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa faktor utama dari

termotivasinya seorang penyiar radio membuat podcast adalah perkembangan

teknologi dalam bidang media massa khususnya yang output-nya adalah audio. Salah

satu jenis perkembangan teknologinya adalah akses podcast yang mudah dijangkau

oleh siapa saja karena berbasis digital. Karena aksesnya digital, sebuah podcast lebih

praktis dalam proses pembuatannya. Cukup dengan bermodalkan smartphone dan


internet sebuah podcast sudah dapat dibuat oleh siapun. Berbeda halnya dengan radio

yang memerlukan perlengkapan yang lebih banyak seperti microphone, mixer,

Pemancar dan sebagainya. Dan karena menggunakan internet sebuah podcast juga

dapat didengarkan oleh pendegar yang cakupannya lebih luas dan bisa didengarkan

kapan saja karena sifatnya yang on demand. Sedangkan untuk radio sendiri, rata-rata

stasiun radio cakupannya hanya berdasarkan domisili wilayah stasiun radio itu berada

dan sifatnya yang siaran langsung sehingga tidak dapat diputar ulang. Kenyataan

tersebut akhirnya merefleksikan apa yang telah disampaikan oleh Marshal McLuhan

(1964) bahwa “we shape our tools, than our tools shape us.”. Teknologi modern yang

semakin banyak yang dibuat oleh manusia akhirnya membuat manusia lebih memilih

cara-cara yang lebih praktis dalam membentuk suatu budaya berkomunikasi.

Perkembangan teknologi lainnya yang menjadi faktor motivasi seorang

penyiar radio dalam membuat podcast adalah adanya feedback dari para

pendengarnya. Para pendengar yang mendengarkan podcast dapat memberikan

feedback seperti like dan komentar kepada para pembuat podcast sehingga membuat

sang pembuat podact mengetahui bahwa pembahasan yang mereka bawakan seberapa

banyak yang menyukainya dan terkadang dapat memberikan ide baru untuk dapat

membahas hal selanjutnya. Interaksi seperti ini tidak bisa didapatkan melalui siaran

radio. Karena siaran radio sifatnya lebih ke satu arah saja. Hal ini sesua dengan

pernyatan di dalam (Croteau dan Hoynes, 2014) yang mengungkapkan bahwa

Dengan teknologi seperti ini, pengguna bisa secara interaktif membuat pilihan serta
menyediakan respon produk media secara beragam. Interaksi yang lebih beragam ini

memunculkan kedekatan secara emosional dalam berkomunikasi antara komunikan

dengan audiens yang mendengarkan sehingga dapat lebih memotivasi sang pembuat

podcast untuk membuat konten

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Teknologi khususnya media yang semakin berkembang saat ini telah membuat

sebuah perubahan yang cukup mendasar dari cara masyarakat dalam memenuhi

kebutuhan hiburan dan informasinya. Perubahan itu pada akhirnya memberikan

sebuah tempat yang luas bagi kemunculan bentuk media baru lainnya, dan tidak

terkecuali media podcast. Media yang berdasar pada audio ini berhasil mendapat

tempat untuk berkembang sebagai salah satuu media baru yang cukup populer untuk
diakses dan mendapatkan berupa hiburan dan informasi di tengah semakin banyaknya

konsumsi media yang berbasis audio visual.

Hal tersebut cukup dapat menjelaskan pernyataan Dalam Febriana (2018) yang

menjelaskan bahwa Teori Determiniasi Teknologi ini memandang bahwa masyarakat

dipengaruhi dan dibentuk oleh perkembangan teknologi.Podcast dapat memberikan

pengalaman berbeda bagi para pendengarnya. Disamping itu, internet sebagai wadah

pertumbuhan Podcast memungkinkan terjadinya konfigurasi konten yang lebih

beragam. Keragaman yang terdapat dalam konten tersebutlah yang menjadi daya tarik

tersendiri bagi audiens dalam memenuhi kebutuhan informasi dan hiburannya sesuai

dengan preferensi masing-masing.

Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa kehadiran podcast

sebagai media baru memberikan terobosan baru pada media berbasis audio dengan

aksesbilitasnya yang sangat fleksibel dan juga keberagaman isi yang ada di

dalammnya. Podcast juga memiliki kesan tersendiri di kalangan para penyiar radio.

Melalui pengalaman dalam mendengarkan podcast memberikan ketertarikan seorang

penyiar radio dalam mencoba membuat konten podcast juga karena medianya

memiliki basis yang sama yaitu berupa audio. Dan kebebasan lebih yang ada di dalam

podcast yang tidak dimiliki oleh radio seperti memberikan wadah kepada para

seorang penyiar dalam menyampaikan opininya secara lebih leluasa tanpa harus

khawatir dengan adanya peraturan seperti di radio. Melalui pengalaman


mendengarkan dan kebebasan yang ada di podcast inilah akhirnya seorang penyiar

radio dapat termotivasi untuk membuat konten podcast juga.

5.2 Saran

Berdasarkan pada perkembangan Podcast yang mulai meningkat, tentu saja

memberikan tempat tersendiri bagi sebuah podcast untuk bisa berdampak lebih

banyak. Oleh karena itu, peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Banyak informasi bermanfaat yang terdapat didalam podcast. Aksesnya

yang mudah dan fleksibel dapat dimanfaatkan sebagai media

pembelajaran alternative dalam membangun sebuah pengetahuan

masyarakat di semua tingkatan mengenai topik dan bidang tertentu.

2. Penelitian sebuah podcast sebgai media baru masih belum banyak

dilakukan. Sehingga peneliti menyarankan kepada para akademisi untuk

dapat mengekspolari lebih jauh penelitian yang berhubungan dengan

podcast melalui berbagai metodologi dan juga sudut pandang yang

berbeda.

3. Sebagai sebuah media yang memiliki akses yang mudah dan juga

kebebasan yang lebih di banding media konvensional, tidak membuat

sebuah podcast memiliki dampak yang selalu positif. Peneliti


menyarankan bahwa masyarakat sebagai konsumen media dapat terus

menambah literasi media sejalan dengan perkembangan zaman sehingga

dapat menyaring informasi yang diterima sehingga menghindari dampak

negative yang dihasilkan dari mengkonsumsi media khususnya yang

berbasis digital.
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Afrizal. 2014. Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya mendukung Penggunaan

Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada

Burhan, F. (2015). Buku Pintar Menjadi MC, Pidato, Penyiar Radio dan Televisi.

Araska

Croteau, David, and William Hoynes. 1997. Media/Society: Industries, Images, and

Audiences. London: Pine Forge Press

Darmawaty, S., & Winduwati, S. Strategi Komunikasi Humas Universitas

Tarumanagara selama Pandemi Covid-19. Prologia, 6(1), 185-192.

Efendi, Onong. 2002. Dinamika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Said, Irwanti. 2012. Fungsi Sosial Siaran Radio. Makassar: Alauddin Universitas

Press.

Rakhmat, Jalaluddin. 2012. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

John Fiske. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Kotler Philip dkk. 2012. Manajemen Pemasaran Perspektif Asia, Buku Dua, Edisi

Pertama, Andy. Yogyakarta

Kriyantono, R. (2009). Teori Public Relations Perspektif Barat & Local: Aplikasi

Penelitian dan Praktik. Jakarta: Kencana

McQuail, Dennis. 2000. McQuail’s Communication Theory (4th edition). London:

Sage Publications.

Moleong, Lexy. J (2014). Metodode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosadakarya

Morissan. 2018. MANAJEMEN MEDIA PENYIARAN: Strategi Mengelola Radio

dan Televisi. Jakarta. KENCANA.

Mufid, Muhammad. 2010. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.

Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Nurudin. (2017). Perkembangan Teknologi Komunikasi. Jakarta: Rajagrafindo

Persada.

Nurudin. 2015. Pengantar Komunikassi Massa. Jakarta: Rajawali Pers.

Prayuda, Harley. 2005. Suatu Pengantar Untuk Wacana dan Praktik Penyiaran.

Malah: Bayumedia Publishing.


Raco, J, R. (2010). Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik Dan

Keunggulannya. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana

Ridwan Anang. 2016. Komunikasi Antar Budayya: Mengubah Persepsi dan Sikap

Dalam Meningkatkat Kreativitas Manusia. Bandung: CV Pustaka Setia.

Romli, Khomsahrial. 2016. Komunikasi Massa. Jakarta. PT. Grasindo.

Romli. 2008. Kamus Jurnalistik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media

Robbins, Stephen P & Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi, Edisi Kedua

Belas. Jakarta: Salemba Empat

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta

Suprapto. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Pendidikan dan Ilmu-Ilmu

Pengetahuan Sosial. Jakarta: PT Buku Seru

Suprapto. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Pendidikan dan Ilmu-Ilmu

Pengetahuan Sosial. Jakarta: PT Buku Seru

Yin, Robert K. 2011. Studi Kasus: Desain dan Metode. Jakarta: Rajagrafindo Persada

Hardani. Aulia, Hikmatul, N. Andriani, Helmina. Fardani, Roushandy, A. Ustiawaty,

Jumari. Utami, Evi, Fatmi. Sukmana, D. Juliana. Istiqomah, R. Rahmatul.

(2020). Metodologi Penelitian Kuantitaif & Kualitatif. Yogyakarta: CV.

Pustaka Ilmu Group Yogyakarta


Idrus, Muhammad. (2009). Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Erlangga

Zamroni. 2013. Pendidikan Demokrasi Pada Masyarakat Multikultur. Yogyakarta:

Penerbit Ombak

Jurnal :

Amalia, Rizqi. 2015. Efek Tayangan On The Spot Terhadap Pesan Media Massa

Bagi Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Mulawarwan.

Marbun, Lastrida S. 2019. Persepsi Mahasiswa Tentang Gaya komunikasi Politik

Presiden Jokowidodo Melalui Media Sosial youtube. Universitas Medan Area.

Mayangsari, Dewi dan Dinda Riski Tiara. 2019. Podcast Sebagai Media

Pembelajaran di Era Milenial

Faradinna, Nadia. 2020. Peran Podcast dalam Membangun Knowledge Society (Studi

Kasus pada Perilaku Penggunaan Podcast).

Fadilah, Efi., Dkk. 2017. Podcast sebagai Alternatif Distribusi konten Audio. Kajian

Jurnalisme, Vol. 1. Diakses:

http://jurnal.unpad.ac.id/kajianjurnalisme/article/view/10562

Fitrah, Muh. Dan Luthfiyah. 2017. Metodologi Penelitian; Penelitian

Kualitatif,Tindakan & Studi Kasus. Sukabumi: CV Jejak

Novi Kurnia. 2005. Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Media Baru:

Implikasi Terhadap Teori Komunikasi.


Reza, Muhammad J. 2021. Persepsi Mahasiswa Terhadap Penggunaan Sosial Media

Youtube Sebagai Media Content Video Creative. Universitas Muhammadiyah

Makassar

Vindiyanasari, P. (2018). TEMA DAN PESAN DALAM VIDEO BLOG" WIRDA

MANSYUR"(Analisis Isi pada Video Blog Wirda Mansur Periode 3 Oktober

2015-7 Agustus 2017) (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah

Malang)

Purdiningtyas, Woro. 2018. Strategi komunikasi Penyiar Dalam Penyampaian

Pesan-Pesan Dakwah di D!RADIO Lampung. Fakultas Dakwah dan Ilmu

Komunikasi UIN Raden Intan Lampung.

Febriana, Ajeng Iva Dwi. (2018). Determinisme Teknologi Komunikasi dan

Tutupnya Media Sosial Path

Internet :

Sejarah Podcast

https://www.dream.co.id/techno/apa-itu-podcast-inilah-sejarah-perkembangan-

podcast-2005274.html (Diakses pada tanggal 20 Oktober 2020 Pukul 06:20

WITA)
Kementrian Pemberdayaan PPA. 2018. Profil Generasi Milenial Indonesia. Dilansir

melalui: htpp://www.kemenppa.go.id/lib/upoads/list/9acde-buku-profil-

generasi-milenia.pdf

https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20200226151849-241-478352/sejarah-

podcast-dari-godfather-as-hingga-bkr-brothers (diakses pada tanggal 15 Juni

2022 Pukul 22.23 WITA)

Tak, D. Tren Pola Konsumsi Media Di Indonesia Tahun 2017. Diakses melalui

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/8e29272ca5ec1ded7

5ca43df89414a1c

(URUTKAN DARI A-Z)

Anda mungkin juga menyukai