Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN TUTORIAL 5 BLOK PENYAKIT/KELAINAN GIGI,

PERIODONTAL & JARINGAN LUNAK ORAL


Penyakit Jaringan Keras Gigi

Pembimbing:
drg. Yenny Yustisia, M.Biotech
Disusun oleh:
Dina Nur R 171610101041
Yola Widya 171610101042
Farda Madin 171610101043
Syadira Putri 171610101044
Fitricia Lely 171610101045
Mariza A 171610101049
K. Amsal 171610101050
Atika Ainun 171610101051

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2018
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr Wb.

Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa memberikan petunjuk serta melimpahkan berkah dan rahmat-Nya kepada
kami, sehingga laporan tutorial pertama blok “Penyakit/Kelainan Gigi, Periodontal dan
Jaringan Lunak Oral” ini dapat diselesaikan. Dalam penyelesaian laporan tutorial pertama
ini tentunya tidak dapat kami selesaikan sendiri, kami banyak memperoleh bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan syukur dan menyampaikan
ucapan terimakasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah dan rahmat-Nya sehingga laporan
tutorial pertama blok “Penyakit/Kelainan Gigi, Periodontal dan Jaringan
Lunak Oral” ini dapat selesai.

2. drg. Yenny Yustisia, M.Biotech selaku tutor, yang telah membimbing


jalannya diskusi tutorial kelompok 5 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Jember dan yang telah memberi masukan yang membantu bagi
pengembangan ilmu yang telah didapatkan.

3. Teman-teman yang setia menemani dan membantu dalam proses


penyelesaian laporan tutorial pertama blok “Penyakit/Kelainan Gigi,
Periodontal dan Jaringan Lunak Oral”.

Kami menyadari bahwa dalam menyusun laporan tutorial ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
membantu sempurnanya laporan tutorial pertama blok “Penyakit/Kelainan Gigi,
Periodontal dan Jaringan Lunak Oral” ini. Kami berharap semoga laporan tutorial ini
dapat bermanfaat bagi kita semua serta untuk menambah pengetahuan dan wawasan.
Wassalamualaikum Wr Wb.

Jember, 29 Agustus 2018

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Skenario
1.3 Rumusan Masalah
1.4 Mapping
1.5 Learning Objective
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etiologi Karies Gigi


2.2 Patogenesis Karies Gigi
2.3 Klasifikasi Karies Gigi
2.4 Gambaran Klinis, Radiografis dan Histopatologi Karies Gigi
2.5 Klasifikasi Penyakit Pulpa
2.6 Patogenesis Penyakit pulpa
2.7 Gambaran Klinis, Radiografis dan Histopatologi Penyakit Pulpa
BAB IV. KESIMPULAN
BAB V. DAFTAR PUSTAKA
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Skenario
Penyakit Jaringan Keras Gigi

Seorang wanita usia 25 tahun, datang ke RSGM karena sudah 2 hari gigi belakang kanan
bawahnya sakit cekot-cekot tanpa sebab. Dari hasil anamnesa diketahui bahwa gigi
tersebut berlubang sudah 6 bulan yang lalu tetapi hanya terasa linu bila minum dingin
saja, tapi lama kelamaan terasa sakit spontan yang hilang timbul. Pemeriksaan klinis
menunjukan gigi 12, 21 karies enamel klas III dibagian distal, gigi 25 karies dentin klas
II dibagian mesial, gigi 36 karies dentin klas V, dan gigi 46 karies klas I yang sudah
melibatkan pulpa (profunda perforasi) dengan saluran akar mesial masih vital, sedangkan
saluran akar distal sudah non vital. Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan
radiografi periapikal pada gigi 46. Hasil rontgen foto gigi 46 menunjukan adanya
gambaran radiolusen pada mahkota gigi hingga mencapai tanduk pulpa dan nampak
adanya pelebaran space ligamen periodontal pada apikal akar gigi (sebagaimana
gambaran klinis dan radiografis gigi 46 terlampir).

Kata Sulit:

1. Karies enamel klas III : Karies yang terjadi pada enamel, biasanya terjadi
dipermukaan insisif dan kaninus namun belum melibatkan sudut atau tepi insisif.
Karies enamel yang mengenai daerah aproksimal gigi-gigi anterior. Karies
superfisial yang terletak dibawah titik kontak, biasanya bentuk bulat.
2. Karies dentin klas II : Karies yang telah mengenai dentin mengenai daerah
aproksimal gigi posterior , titik kontak yang sulat dibersihkan, dibedakan menjadi
MO, DO, MOD. Karies yang mengenai belum dari setengah tebal dentin.
3. Profunda perforasi : Karies yang terjadi ketika sudah memasuki pulpa/ hampir
terkena pulpa, Sehingga atap pulpa terbuka dan terjadi radang. Termasuk karies
profunda stadium III: dimana pulpa sudah terbuka.
4. Karies dentin klas V : Karies yang ada pada sepertiga gigi anterior atau posterior,
lebih dominan pada bagian gigi yang menghadap labial dan bukal daripada lingual
5. Karies klas I : Terjadi pada semua pit dan fissure, dan permukaan halus pada 2/3
permukaan semua gigi. Biasanya terjadi pada bag. Oklusal dan foramen caecum
pada gigi anterior.
6. Radiografi periapikal : Teknik fotografi intraoral pada jaringan disekitar apeks,
menunjukan 2-4 gigi. Pemeriksaan penunjang diagnostik dimana terbagi 2 jenis
teknik yaitu teknik paraleling dan biscetting.
1.3 Rumusan Masalah

A. Faktor-Faktor Penyebab Karies Gigi


Terbagi menjadi beberapa hal:
- Gigi dan Saliva terdapat komponen kalsium fosfat dapat meminimalkan karies
gigi dini. Faktor gigi bisa dari morfologi nya. Enamel gigi sulung lebih mudah
terkena karies daripada gigi permanen.
- Agen berupa bakteri yang berperan seperti Streptococcus mutans atau
Lactobacillus a.
- Waktu yang dapat berlangsung waktu berbulan-bulan. Viskositas saliva yang
berjalan baik akan menghambat terjadinya karies
- Diet (substrat) tergantung sesuai jenis makanan, akan terjadi fermentasi. Salah
satu faktor karies yaitu penurunan pH pada rongga mulut secara terus-menerus.
Bakteri s.mutan mengubah karbohidrat menjadi asam
Faktor lain-lainnya:
- Defisiensi vitamin dan mineral.
- Pola hidup yang baik dan benar.
- Faktor pendukung: tingkat hidup, sosial ekonomi (lebih paham dari tanda-
tanda karies), penggunaan flouride (remineralisasi enamel), imun
(mencegah s.mutan).

B. Tanda-Tanda Awal Karies Gigi


- Pada pemeriksaan mikroskopis enamel masih utuh namun didalam enamel
berkurang karena terjadi demineralisasi. Berwarna coklat kehitaman (pigmen
Streptococcus mutan masuk porus gigi).
- Dengan melihat pit dan fissure dngan menggunakan sonde.
- White spot atau bercak putih pada gigi (reversibel tetapi sudah terjadi
demineralisasi)

C. Klasifikasi Karies Gigi


1. Berdasarkan kedalaman:
- Karies superfisial : karies yang mengenai permukaan enamel belum
mengenai dentin.
- Karies Media: karies yang sudah mengenai dentin atau ½ dentin.
- Karies profunda: karies yang mengenai lebih dari ½ dentin atau bisa
mengenai pulpa (terbagi menjadi: stadium I, stadium II, stadium III)

Setiap klasifikasi memilik kelebihan dan kekurangan, klasifikasi dr black terus


diberkembang tetapi tidak ada record non kavitasi. ICDAS: merupakan klasifikasi
yang mudah identifikasi pada gigi sulung.
2. Berdasarkan klasifikasi black:
a. Klasifikasi I
- Karies primer : karies yang mempunyai serangan pertama pada gigi.
- Karies sekunder : karies yang terjadi ditepi restorasi gigi.
b. Klasifikasi II
- Karies akut: karies terjadi secara cepat.
- Karies kronis : karies yang terjadi lebih lambat.
- Karies terhenti: karies terjadi penghambatan demineralisasi.
c. Klasifikasi III
- Pit dan fissure.
- Smooth surface cavity.
d. Klasifikasi IV
- Yaitu karies yang berada diatas gingiva.
e. Klasifikasi V
- Jaringan residual karies
f. Klasifikasi VI
- Simple caries : karies yang tedapat 1 titik pada daerah oklusal gigi.
- Compound caries : karies yang mempunyai 2 titik pada daerah oklusal
gigi.
- Complex caries : karies yang mempunyai lebih dari 2 titk pada daerah
oklusal gigi.

D. Patogenesis Karies Gigi


Sukrosa dapat dipecah bakteri sehingga membentuk asam sehingga terjadi
penurunan pH dan demineralisasi enamel. Jika terus menerus akan terjadi kavitasi
sampai ke pulpa. Menurut teori kimia parasit, glukosa akan menguraikan enzim
yg di keluarkan bakteri sehingga membuat pH mulut menurun mengakibatkan
bahan anorganik enamel rusak. Dipermukaan gigi terdapat plak yang terdapat
bakteri, karbohidrat difermentasi lalu pH mulut akan menurun atau sampai pH
kritis (>5,5). Terjadi demineralisasi, ion kalsium dan fosfat akan terlepas dan
terbentuk white spot lesion. Letak gigi yang mengalami demineralisasi yang dekat
duktus saliva akan diremineralisasi sedangkan yang jauh akan mengalami
penumpukan terus menerus. Ketika ph mulut turun, enamel larut akan terjadi
rapuh dan fraktur. Jika terus menerus akan terjadi kavitas.

E. Penyakit Jaringan Keras Gigi yang merupakan Kelanjutan Karies Gigi


- Hipersensitivitas dentin : rasa nyeri yang tajam, tidak selalu diikuti karies
- Hiperemia pulpa : terjadi karena trauma, kimiawi, bakteri. Dibagi menjadi 2 tipe
aktif dan pasif.
- Pulpitis : radang pada pulpa gigi karena pengeluaran toksin bakteri. Dibagi 2 yaitu
pulpitis akut dan pulpitis kronis (kadang timbul/tidak). Pulpitis reversibel (dapat
dihilangkan) dan irreversibel (tidak dapat/sulit dihilangkan).
1.4 Mapping

ETIOLOGI
KARIES

PATOGENESIS
KARIES

GAMBARAN
KLASIFIKASI KARIES GIGI KLINIS, DAN
RADIOGRAFIS

PENYAKIT
PULPA

GAMBARAN
KLASIFIKASI KLINIS, DAN
RADIOGRAFIS
1.5 Learning Objective

Mahasiswa mampu memahami, mengetahui dan menjelaskan:

1. Etiologi karies gigi


2. Patogenesis karies gigi
3. Klasifikasi karies gigi
4. Gambaran klinis, radiografis serta histopatologi karies gigi
5. Klasifikasi penyakit pulpa
6. Patogenesis penyakit pulpa
7. Gambaran klinis, radiografis serta histopatologi karies gigi
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Etiologi Karies Gigi

Karies gigi merupakan penyakit periodontal yang dapat menyerang seluruh lapisan
masyarakat. Etiologi karies bersifat multifaktorial, sehingga memerlukan faktor-faktor
penting seperti host, agent, mikroorganisme, substrat dan waktu

1. Host
Untuk dapat terjadinya proses karies pada gigi diperlukan adanya faktor host yaitu
gigi dan saliva. Struktur dari anatomi gigi terdiri dari lapisan enamel yang terdapat
pada bagian luar gigi dan lapisan dentin yang terletak dibawah lapisan enamel.
Enamel merupakan struktur gigi yang paling keras namun bersifat rapuh dan
memiliki struktur sangat tipis. Selain itu merupakan jaringan gigi yang padat serta
dapat mengalami kalsifikasi tinggi. Jika enamel pecah atau berlubang tidak dapat
melakukan regenerasi karena tidak memiliki sel.
Kandungan bahan organik dan anorganik enamel dapat mempengaruhi kerentanan
permukaan gigi terhadap terjadinya karies. Apatit dan karbohidrat mengisi kurang
lebih 97% bahan anorganik, apatit berperan terhadap penambahanresistensi
enamel terhadap serangan asam, sedangkan karbohidrat dapat mengurangi
resistensi terhadap serangan asam. 1% lainnya terdiri dari bahan organik yang
tidak dapat larut air yaitu keratin, dan dapat larut air yaitu mukopolisakarida.
Struktur lapisan enamel pada gigi berperan dalam proses terjadinya karies. Plak
yang mengandung bakteri merupakan awal bagi terbentuknya suatu karies. Oleh
karena itu kawasan gigi yang memudahkan pelekatan plak sangat mungkin
diserang karies. Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies tersebut adalah
saliva juga berperan penting dalam terbentuknya karies. Saliva tersusun atas
komponen organik dan anorganik. Komponen utama anorganik saliva adalah
elektrolit dalam bentuk ion seperti natrium, kalium, kalsium, magnesium, klorida,
dan fosfat. Sedangkan komponen organik seperti musin, lipid, asam lemak dan
ureum yang dapat pula berasal dari sisa makanan dan pertukaran zat bakterial.
Komponen Ion kalsium fosfat dan fluor yang terkandung dalam saliva mampu
memineralisasi karies yang masih dini. Selain mempengaruhi komposisi
mikroorganisme didalam plak saliva juga mempengaruhi pH. Karena itu, aliran
saliva yang berkurang dapat menyebabkan karies gigi yang tidak terkendali.
Komponen-komponen tersebut dipengaruhi oleh derajat hidrasi, posisi tubuh,
paparan cahaya, irama siang-malam, obat, usia, efek psikis, hormonal dan jenis
kelamin.

2. Mikroorganisme
Faktor agent dipengaruhi oleh jumlah bakteri dan plak dalam rongga mulut. Plak
gigi berperan penting dalam proses terjadinya karies. Plak merupakan lapisan
lunak yang melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan, terdiri dari
kumpulan mikroorganisme beserta produk-produknya. Proses pembentukan plak
diawali dengan absorbsi glikoprotein dari saliva pada permukaan gigi yang
disebut pelikel, perlekatan bakteri pada pelikel dan peningkatan plak pada
permukaan gigi dipengaruhi oleh jumlah bakteri. Streptococcus mutans dan
lactobacillus merupakan kuman kariogenik karena dapat dengan cepat membuat
asam dari karbohidrat yang diragikan. Kuman-kuman tersebut tumbuh subur
dalam suasana asam dan dapat menempel pada permukaan gigi. Penebalan plak
yang semakin menumpuk dapat menghambat fungsi saliva dalam menetralkan
pH. Penumpukan plak akan mendorong jumlah perlekaan bakteri yang semakin
banyak. Bakteri-bakteri ini banyak memproduksi asam dengan tersedianya
karbohidrat yang mudah meragi seperti sukrosa dan glukosa, menyebabkan pH
plak akan menurun sampai dibawah 5 dalam waktu 1-3 menit. Penurunan pH yang
berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi
permukaan gigi dan dimulai proses karies
3. Substrat
Faktor substrat dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu
perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme pada permukaan enamel.
Karbohidrat memiliki peran penting dalam pembuatan asam bagi bakteri dan
sintesa polisakarida ekstra sel. Sintesa polisakharida ekstra sel dari sukrosa lebih
cepat daripada glukosa, fruktosa, dan laktosa. Oleh karena itu, sukrosa merupakan
gula yang paling kariogenik. Karena sukrosa merupakan gula yang paling banyak
dikosumsi. Makanan dan minuman yang mengandung gula dapat menurunkan pH
plak dengan cepat sampai pada level yang dapat mengakibatkan demineralisasi
pada email. Konsumsi gula yang sering dan berulang-ulang akan tetap menahan
pH plak di bawah normal dan menyebabkan demineralisasi email terus terjadi.
4. Waktu
Karies merupakan suatu penyakit kronis progresif yang membutuhkan waktu
beberapa bulan bahkan tahun untuk dapat berkembang.

Selain fakor etiologi karies terdapat juga faktor risiko karies. Faktor risiko karies adalah
faktor modifikasi yang tidak langsung mempengaruhi biofilm dan dapat mempermudah
terjadinya karies.
1. Pengalaman Karies Gigi
Penelitian epidemiologis telah memberikan bukti adanya hubungan antara
pengalaman karies dengan perkembangan karies di masa mendatang. Prevalensi
karies pada gigi desidui dapat memprediksi karies pada gigi permanen
2. Kurangnya Penggunaan Fluor
Ada berbagai macam konsep mengenai mekanisme kerja fluor berkaitan dengan
pengaruhnya pada gigi, salah satunya adalah pemberian fluor secara teratur dapat
mengurangi terjadinya karies karena dapat meningkatkan remineralisasi. Tetapi,
jumlah kandungan fluor dalam air minum dan makanan harus diperhitungkan
pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan fluor karena pemasukan fluor
yang berlebihan dapat menyebabkan fluorosis
3. Oral Hygiene yang Buruk
Kebersihan mulut yang buruk akan mengakibatkan persentase karies lebih tinggi.
Anak usia sekolah biasanya kurangnya kesadaran untuk memperhatikan perilaku
oral hygiene sehingga kesehatan gigi anak berkurang. Salah satu komponen
pembentukan karies adalah plak.Insidenskariesdapat dikurangi dengan
melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari permukaan gigi, namun banyak
pasien tidak melakukannya secara efektif. Peningkatan oral higiene dapat
dilakukan dengan menggunakan sikat gigi yang dikombinasi dengan pemeriksaan
gigi secara teratur.Pemeriksaan gigi rutin ini dapat membantu mendeteksi dan
memonitor masalah gigi yang berpotensi menjadi karies.
4. Kondisi gigi geligi pada lengkung rahang
Gigi-geligi yang bertumpuk (crowded), tidak sejajar (misaligned), rotasi (rotated)
dan keberadaan gigi iregular tidak dapat dibersihkan secara natural selama proses
mastikasi dikarenakan tidak terjangkaunya permukaan gigi oleh saliva. Kondisi
gigi-geligi tersebut mendukung terjadinya akumulasi makanan dan debris
sehingga rentan terjadi karies gigi.
5. Jumlah Bakteri
Segera setelah lahir, terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas berbagai jenis
bakteri. Bayi yang telah memiliki S.mutans dalam jumlah yang banyak saat
berumur 2 dan 3 tahun akan mempunyai risiko karies yang lebih tinggi untuk
mengalami karies pada gigi desidui
6. Saliva
Selain memiliki efek buffer, saliva juga berguna untuk membersihkan sisa-sisa
makanan di dalam mulut. Aliran rata-rata saliva meningkat pada anak-anak
sampai berumur 10 tahun. Namun setelah dewasa hanya terjadi sedikit
peningkatan. Pada individu yang berkurang fungsi salivanya, maka aktivitas
karies akan meningkat secara signifikan
7. Pola Makan dan Jenis Makanan
Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal daripada
sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi makanan. Anak dan
makanan jajanan merupakan dua hal yang sulit untuk dipisahkan. Anak memiliki
kegemaran mengkonsumsi jenis jajanan secara berlebihan, setiap kali seseorang
mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat (tinggi
sukrosa) maka beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut akan memulai
memproduksi asam sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-
30 menit setelah makan
8. Faktor umur:
- Anak dengan gigi campuran: gigi molar 1 paling sering terkena karies
- Remaja usia 14-20 tahun: perubahan hormonal mempengaruhi jaringan
periodontal terutama penyebab pembengkakan gusi sehingga kebersihan mulut
kurang terjaga. Hal tersebut meningkatkan factor resiko karies
- Dewasa 40-50 tahun: Pada usia ini sering terjadi retraksi atau menurunnya gusi
dan papil sehingga sisa makanan lebih sukar dibersihkan
9. Suku Bangsa
Beberapa penelitian menunjukkan ada perbedaan pendapat tentang hubungan
suku bangsa dengan prevalensi karies; semua tidak membantah bahwa perbedaan
ini karena keadaan sosial ekonomi, pendidikan, makanan, cara pencegahan karies
dan jangkauan pelayanan kesehatan gigi yang berbeda di setiap suku tersebut.
Perbedaan karies anak juga terlihat di berbagai suku dan kebangsaan anak. Anak-
anak cina memiliki lebih banyak karies daripada anak melayu dan India.
Demikian juga anak-anak kulit putih dan kulit hitam perbedaan ini disebabkan
perbedaan sosial ekonomi, nutrisi, dan status perkembangan anak.
10. Letak geografis
Perbedaan prevalensi karies juga ditemukan pada penduduk yang letak geografis
kediammannya berbeda. Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan ini belum
jelas, kemungkinan karena perbedaan lamanya matahari bersinar, suhu, cuaca, air,
keadaan tanah, dan jarak dari laut. Dinegara maju dan berkembang telah banyak
dijumpai laporan tentang hubungan karies gigi tetap dan gigi sulung dengan
kandungan fluor didalam air minum, misalnya Tamilmadu, India Selatan, terbukti
ada hubungan antara kandungan fluor dalam air tanah dengan karies gigi tetap
menyatakan bahwa anak-anak dengan sosial ekonomi tinggi tinggal di daerah
dengan atau tanpa fluoridasi air minum, prevalensi kariesnya rendah.
11. Merokok
Nicotine yang dihasilkan oleh tembakau dalam rokok dapat menekan aliran saliva,
yang menyebabkan aktivitas karies meningkat. Dalam hal ini karies ditemukan
lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok.
12. Xerostomia
Hiposalivasi dan gangguan fungsi saliva sangat mempengaruhi proses terjadinya
demineralisasi gigi. Produksi dan aliran saliva yang rendah akan meningkatkan
retensi bakteri penyebab karies, karena dalam saliva sendiri terdapat komponen
antibacterial yang menghambat pembentukan bakteri kariogenik.
13. Sindrom Sjorgen
Merupakan penyakit kronis yang menyerang kelenjar eksokrin.Tanda tandanya
adalah mata kering, mulut kering dan penyakit jaringan ikat dan kolagen. Disini
akan dijumpai karies yang cepat menjalar dan infeksi Candida.
14. Tingkat Social Ekonomi
Weinstein (1998) menjelaskan pada dasarnya masyarakan yang memiliki tingkat
kesejahteraan sosial dan ekonomi yang rendah cenderung mempunyai kesadaran
akan kebersihan gigi dan mulut yang rendah pula. Hal tersebut juga didukung
karena terbatasnya pengetahuan yang didapat serta terbatasnya keadaan ekonomi
yang memungkinkan untuk tidak mengunjungi dokter gigi di waktu yang telah
dianjurkan. Maka dari itu, peluang terserang karies akan lebih besar dibandingkan
masyarakat yang mempunyai tingkat sosial dan ekonomi yang tinggi.
15. Diabetes Melitus
Penyakit diabetes mellitus merupakan salah satu faktor predisposisi akibat tidak
terkontrolnya kadar gula darah yang menyebabkan kadar glukosa glukosa dalam
saliva tinggi. Saliva dengan kadar glukosa tinggi menyebabkan peningkatan
produksi asam melalui proses fermentasi oleh bakteri dalam mulut sehingga
menyebabkan demineralilasi gigi.
16. Kesadaran, sikap, dan perilaku individu terhadap kesehatan gigi
Fase perkembangan anak usia lima tahun kebawah masih sangat bergantung pada
pemeliharaan dan bantuan orang dewasa; dan pengaruh paling kuat dalam masa
tersebut datang dari ibunya. Peranan ibu sangat menentukan dalam pertumbuhan
dan perkembangan anak. Ibu harus benar-banr sadar dan mampu memberikan
perhatian penuh dalam bidang kesehatan. Biasannya ibu yang pertama kali
merawat dan menumpai keadaan kesehatan anaknya. Demikian juga keadaan
kesehatan gigi dan mulut anak usia prasekolah masih sangat ditentukan oleh
kesadaran, sikap, dan perilaku serta pendidikan ibunya. Orang tua di desa belum
mempunyai motivasi untuk merawat gigi, artinya belum mengetahui kegunaaan
perawatan gigi sehingga banyak orang tua di desa yang belum mau secara sukarela
melakuakan perawatan gigi.Anak yang dipisahkan dari ibunya dan dititipkan di
institusi (panti asuhan) akan mengalami kehampaan psikis. Biasanya anak kurang
mendapatkan perawatan sehingga pertumbuhan fisik dan mental anak agak
terlamabt terutama dalam intelegensia dan emosi. Anak yang tinggal disuatu
institusi akan mendapatkan perlakuan ketat dengan jadwal acara yang telah
disusun secara cermat. Bagaimana dan kapan harus maakan,
minum,membersihkan badan, dan lain-lain termasuk bilamana dan bagaimana
membersihkan gigi.
1.2 Patogenesis Karies Gigi

Setelah makan makanan dan minum minuman yang memiliki perasa, akan menyebabkan
terjadinya penurunan derajat keasaman (pH) dalam rongga mulut. Kondisi rongga mulut
yang asam memerlukan waktu sekitar 30-60 menit untuk mengembalikan kondisi rongga
mulut menjadi normal (pH 7). Maka saat seseorang dalam kurun waktu kurang dari 30-
60 menit terus menerus mengunyah makanan, dapat menyebabkan terjadinya penurunan
pH rongga mulut yang terjadi terus menerus dibawah pH kritis 5.5 sehingga
demineralisasi yang terus terjadi tidak dapat diimbangi dengan remineralisasi,
kemungkinan terjadinya karies akan semakin meningkat.
Enzim Bakteri yang Mendukung Karies
Streptococcus mutans ini yang mempunyai suatu enzim yang disebut glucosyl transferase
diatas permukaannya yang dapat menyebabkan polimerisasi glukosa pada sukrosa dengan
pelepasan dari fruktosa, sehingga dapat mensintesa molekul glukosa yang memiliki berat
molekul yang tinggi yang terdiri dari ikatan glukosa alfa (1-6) alfa (1-3). Pembentukan
alfa (1-3) ini sangat lengket, sehingga tidak larut dalam air. Hal ini dimanfaatkan oleh
bakteri streptococcus mutans untuk berkembang dan membentuk plak gigi. Enzim yang
sama melanjutkan untuk menambahkan banyak molekul glukosa ke satu sama lain untuk
membentuk dextran yang memiliki struktur sangat mirip dengan amylase dalam tajin.
Dextran bersama dengan bakteri melekat dengan erat pada enamel gigi dan menuju ke
pembentukan plak pada gigi. Hal ini merupakan tahap dari pembentukan rongga atau
lubang pada gigi yang disebut dengan karies gigi (Willett dkk.,1991; Kidd dkk 1992 ;
Kawai dan Urano, 2001; Samaranayake, 2002 ; Ari, 2008).

Streptococcus mutans melekat pada permukaan gigi dengan perantara glukan, dimana
produksi glukan yang tidak dapat larut dalam air merupakan faktor virulensi yang
penting, glukan merupakan suatu polimer dari glukosa sebagai hasil reaksi katalis
glucosyltransferase. Glukosa yang dipecah dari sukrosa dengan adanya
glucosyltransferase dapat berubah menjadi glukan. Streptococcus mutans menghasilkan
dua enzim, yaitu glucosyltransferase dan fruktosyl transferase. Enzim-enzim ini bersifat
spesifik untuk substrat sukrosa yang digunakan untuk sintesa glukan dan fruktan atau
levan (Jawetz dkk., 1996; Kawai dan Urano, 2001; Regina, 2007). Koloni Streptococcus
mutans yang ditutupi oleh glukan dapat menurunkan proteksi dan daya antibakteri saliva
terhadap plak gigi (Regina, 2007). Plak dapat menghambat difusi asam keluar dalam
saliva sehingga konsentrasi asam pada permukaan enamel meningkat. Asam akan
melepaskan ion hidrogen yang bereaksi dengan kristal apatit dan merusak enamel,
berpenetrasi lebih dalam ke dalam gigi sehingga kristal apatit menjadi tidak stabil dan
larut (Carvalho dan Cury, 1999; Regina, 2007). Selanjutnya infiltrasi bakteri aciduric dan
acidogenik pada dentin menyebabkan dekalsifikasi dentin yang dapat merusak gigi. Hal
ini menyebabkan produksi asam meningkat, reaksi pada kavitas oral juga menjadi asam
dan kondisi ini akan menyebabkan proses demineralisasi gigi terus berlanjut (Regina,
2007). Perlekatan bakteri karena adanya reseptor dextran pada permukaan dinding sel,
sehingga mempermudah interaksi intersel selama formasi plak. Dextran berhubungan
dengan kariogenik alami bakteri (Regina, 2007). Streptococcus mutans merupakan
bakteri yang berkembang dalam suatu plak, yang virulensinya tergantung koloni dan
produk-produk yang dihasilkan bakteri (Steinberg dan Eyal, 2001).

Mekanisme terjadinya karies tidak selalu terjadi proses demineralisasi, namun juga
diimbangi dengan proses remineralisai yang dapat terjadi bila:

- pH kembali normal
- cukup Ca2+ dan PO4 pada rongga mulut
- kehadiran fluoride

Terdapat terapi yang bisa membuat terjadinya proses reminarilasi, yaitu Casein
Phosphopeptides Amorphous Calcium Phosphate (CPP-ACP). Namun terapi ini hanya
bisa diaplikasikan pada gigi yang baru terdapat white spot dan gigi yang terindikasi
mudah terkena karies. Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies adalah:
1. pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar; pit bukal molar dan pit
palatal insisif
2. permukaan halus di daerah aproksimal sedikit di bawah titik kontak
3. email pada tepian di daerah leher gigi sedikit di atas tepi gingiva
4. permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat melekatnya plak
pada pasien dengan resesi gingiva karena penyakit periodonsium
5. tepi tumpatan terutama yang kurang atau mengemper
6. permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan.
1.3 Klasifikasi Karies Gigi

Klasifikasi berdasarkan jaringan yang terlibat:


A. Karies Enamel

Ada 4 fase dalam histopatologi karies email, yaitu:


Zona Translusen
Ciri-ciri:
- Zona translusen merupakan fase awal terjadinya karies pada karies email.
- Pada zona ini telah terjadi demineralisasi pada struktur email, khususnya
prisma email, yang mengakibatkan hidroksi apatit dalam prisma email mulai
hilang.
- Belum terdeteksi adanya karies.
- Lebih porus dari email normal. Volume porus pada zona ini 1% sedangkan
email normal 0,1%.
Zona Gelap
Ciri-ciri:
- Pada zona gelap demineralisasi terus terjadi. Meskipun demikian, pada zona
ini terjadi remineralisasi untuk mengisi bagian prisma email yang sudah
kehilangan kristal hidroksi apatitnya sehingga akan mengimbangi
demineralisasi yang terjadi.
- Lebih porus dari zona translusen, berkisar 2-4%. Ukuran pori bervariasi,
sebagai dampak demineralisasi (pori besar) dan remineralisasi (pori kecil).
- Pada pori kecil ini terperangkapnya udara, sehingga tampak lebih gelap.
Zona Badan Lesi
Ciri-ciri:
- Zona ini terletak diatas zona gelap.
- Porus yang terbentuk semakin besar, berkisar 5% di permukaan tepi dan 25%
di bagian tengah.
- Demineralisasi > Remineralisasi.
- Mulai ada invasi bakteri.
- Garis retzius terlihat jelas.
Zona Permukaan
Ciri-ciri:
- Terbentuknya white spot (bercak putih) pada permukaan email.
- Dinding permukaan seolah utuh, padahal sebenarnya di bagian dalam sudah
terbentuk rongga kosong. Hal ini disebabkan oleh tingkat remineralisasi pada
permukaannya sangat tinggi karena terpapar langsung oleh saliva sehingga
gigi tampak masih utuh.
- Meskipun dinding permukaan tampak utuh, namun sebenarnya dinding ini
merupakan struktur organik dari gigi yang mengalami remineralisasi sehingga
sewaktu-waktu dapat hancur dan terbentuklah karies.
B. Karies Dentin
Ada 5 zona yang terbentuk selama terjadinya karies dentin, yaitu:

Zona Dentin Reaktif


Zona dentin reaktif mrpkn suatu zona yang tbtk diantara dentin dan pulpa,
berfungsi sbg suatu reaksi pertahanan thdp rangsangan yang terjadi di daerah
perifer. Pada zona ini, sudah mulai tbtk sistem pertahanan nonspesifik dari pulpa
yang teraktivasi u/ menghambat kerusakan sehingga tidak berlanjut ke pulpa.
Zona Sklerotik
Zona sklerosis merupakan suatu pelindung yang terbentuk apabila
rangsangan sudah mencapai dentin untuk melindungi pulpa. Pada zona ini terjadi
suatu proses peletakan mineral ke dalam lumen tubulus dentin dan biasa dianggap
sebagai mekanisme normal dari pembentukan dentin peritubuler. Peletakan
mineral ini membuat berkurangnya daya permeabilitas jaringan, sehingga dapat
mencegah penetrasi asam dan toksin-toksin bakteri.
Zona ini disebut juga zona translusen. Namun maksud translusen disini
adalah terjadinya peningkatan kandungan mineral pada tubulus dentin, tidak sama
seperti yang terjadi pada email dimana zona translusen disebabkan oleh adanya
penurunan kadar mineral dalam email.
Zona Demineralisasi
Sesuai dengan namanya, pada zona ini terjadi demineralisasi sehingga
mineral yang ada pada dentin semakin berkurang. Namun, pada zona ini belum
dimasuki oleh bakteri.
Zona Invasi Bakteri
Sudah semakin banyak mineral pada dentin yang hilang, sehingga materi
organiknya pun sudah terlarut. Bakteri sudah masuk ke dalam tubuli dentin.
Zona Destruksi
Zona destruksi atau zona nekrosis merupakan suatu zona dimana dentin
sudah dihancurkan oleh bakteri. Materi organik sudah semakin banyak yang
hilang dan mulai terlihat adanya kavitas pada dentin.

Apabila demineralisasi telah berlanjut hingga dentin dan bakteri berada dalam
kavitas secara permanen, lesi dapat dengan mudah berkembang dengan sendirinya
di dalam denyin. Demineralisasi masih dikontrol oleh diet substrat tetapi bakteri
juga dapat memproduksi asam untuk melarutkan hidroksiapatit pada dentin yang
lebih dalam. Oleh karena itu terdapat daerah demineralisasi yang tidak
mengandung bakteri di dalamnya
Tekstur dan warna dentin akan berubah seiring dengan perkembangan lesi.
Tekstur dentin akan lebih lunak, sementara warna dentin akan lebih gelap karena
noda dari produk bakteri ataupun makanan yang dikonsumsi.
Karies dentin yang terus berlanjut dan semakin mendekati pertautan dentin-pulpa,
akan mengakibatkan terjadinya suatu proses reaksi yang berusaha untuk menjaga
pulpa dari invasi bakteri. Proses tersebut disebut dengan kompleks dentin-pulpa.
Reaksi pertahanan kompleks dentin-pulpa terdiri dari 3 proses :

1. Sklerosis tubuler didalam dentin


Proses ini merupakan mineralisasi pada lumen tubulus dentin sehingga
menurunkan permeabilitas dari tubuli dentin untuk mencegah berpenetrasinya
bakteri maupun hasil toksinnya masuk ke dalam pulpa.
2. Pembentukan dentin reaksioner
Merupakan dentin reparatif yang terbentuk antara dentin dan pulpa karena
suatu rangsang yang ringan (termasuk toksin yang dihasilkan bakteri karies).
Pembentukan dentin reparatif ini bertujuan untuk menambah jarak antara
dentin dan pulpa sehingga perjalanan karies menuju pulpa akan semakin lama.
3. Peradangan pulpa
Jika bakteri dapat menembus pertahanan kompleks dentin-pulpa (sklerosis
tubuler dan dentin reparatif) dan masuk kedalam pulpa, maka akan terjadi
suatu proses keradangan.

Proses keradangan yang terjadi dapat berupa keradangan akut maupun kronik
tergantung beberapa faktor misalnya saja adalah lama dan intensitas rangsang itu
sendiri. Rangsang yang ringan akan menyebabkan peradangan kronik sedangkan
rangsang yang berat dan tiba – tiba besar akan menimbulkan pulpitis akut. Pada
skenario sendiri pasien mengalami gejala keradangan kronis yang disertai dengan
keradangan akut. Hal ini dapat dilihat dari ciri – ciri dan gejala yang dirasakan
pasien yakni sakit cekot – cekot, gigi menjadi sensitif apabila dirangsang dengan
makanan manis, panas atau dingin serta gusi yang engalami pembengkakan.
Terdapat lima tanda yang terdapat pada proses keradangan ini yakni kalor (panas),
tumor (pembengkakan), rubor, dolor (rasa nyeri) dan functio laes (hilangnya
fungsi). Proses radang akut akan ini menimbulkan perubahan vaskuler yaitu
vasokonstriksi pembuluh darah yang diikuti dengan dilatasi pembuluh darah yang
menyebabkan peningkatan aliran darah dan eksudat. Eksudat yang terbentuk ini
pada akhirnya akan mengakibatkan aliran darah terhenti. Sementara di lain pihak
terjadi tekanan jaringan yang meningkat yang disebabkan oleh emigrasi sel – sel
neutrofil yang aktif.
Proses tersebut pada akhirnya akan menimbulkan kematian pulpa karena jaringan
ikat yang peka terkurung dalam ruang berdinding keras yang menerima aliran
darah hanya dari pembuluh darah yang terbatas jumlahnya dan masuk ke dalam
pulpa hanya melalui foramen yang sempit. Eksudat radang kadang – kadang
membuat gigi sedikit terangkat dari soketnya sehingga mengakibatkan gigi
goyang. Gigi yang demikian akan peka sekali terhadap gigitan dan sentuhan
karena eksudat tersebut berperan sebagai penghantar rangsang tekanan dalam
soket langsung ke jaringan periapeks yang meradang. Peradangan periapeks akut
mungkin berubah menjadi kronik dan sebaliknya.
C. Karies Pulpa

Pada gambaran secara histologi dari karies yang mencapa pulpa. Ditandani dengan
banyaknya vasodilatasi dari pembuluh darah pulpa sebagai suatu bentuk respon
radang adanya produk atau bakteri itu sendiri yang mencapai kamar pulpa. Biasanya
juga diikuti dengan emigration faktor pertahanan tubuh, seperti merembes keluar
berupa eksudat. leukosit beserta cairan pembuluh darah.
Menurut kedalamannya, karies pada email dibagi menjadi dua, yaitu ;
1. Karies Insipien
Merupakan suatu tahapan karies yang baru saja dimulai , (dini) . Belum terjadi
kavitasi, namun terlihat bercak putih ataupun coklat. Lesi email yang
terdemineralisasi ini belum meluas ke DEJ, dan permukaan email masih keras dan
masih halus ketika disentuh.
2. Karies Superficial
Merupakan karies yang terjadi pada permukaan email agak dalam namun belum
mengenai dentin. Pasien belum merasakan adanya nyeri, karena lapisan dentin
yang masih tertutup oleh email.

Klasifikasi karies (Edwina dan Sally Josyston, 1992)


1. Menurut kedalamannya, dapat dibagi :
a. Karies superfisial yaitu karies yang hanya mengenai email. Biasanya pasien
belum merasa sakit.
b. Karies media yaitu karies yang mengenai email dan telah mencapai setengah
dentin. Menyebabkan reaksi hiperemi pulpa, gigi biasanya ngilu, nyeri bila
terkena rangsangan panas atau dingin dan akan berkurang bila rangsangannya
dihilangkan.
c. Karies profunda yaitu karies yang mengenai lebih dari setengah dentin dan
bahkan menembus pulpa. Menimbulkan rasa sakit yang spontan.
2. Menurut sistem Black :
a. Klas I : karies ini terjadi pada ceruk dan fisura dari semua gigi, meskipun
lebih ditujukan pada gigi posterior atau pada 2/3 oklusal, baik pada permukaan
labial/palatal/lingual/ dari gigi-geligi.
b. Klas II : kavitas yang terdapat pada permukaan aproksimal gigi posterior,
karies klas II dapat mengenai permukaan mesial dan distal atau hanya salah
satunya sehingga dapat digolongkan menjadi kavitas MO (mesio-oklusal) atau
MOD (mesio-oklusal-distal). Karena akses untuk perbaikan biasanya dibuat
dari permukaan oklusal, permukaan oklusal dan aproksimal dari gigi
direstorasi sekaligus. Tetapi dilihat dari definisinya kavitas ini adalah lesi
proksimal dan tidak selalu mencakup permukaan oklusal.
c. Klas III: karies ini terdapat pada permukaan proksimal dari gigi-geligi depan
dan belum mengenai incisal edge.
d. Klas IV: kavitas ini adalah kelanjutan dari kavitas klas III. Lesi ini pada
permukaan proksimal gigi anterior yang telah meluas sampai ke sudut insisal.
Jika karies iniluas atau abrasi hebat dapat melemahkan sudut insisal dan
menyebabkan terjadinya fraktur.
e. Klas V : karies yang terdapat pada 1/3 cervical dari permukaan buccal /
labial atau lingual palatinal dari seluruh gigi-geligi.

3. Berdasarkan lokasi :
a. Karies pada permukaan licin / rata
Merupakan jenis karies yang terjadi pada permukaan yang licin dan
paling bisa dicegah dengan menggosok gigi, proses terjadinya paling lambat.
Karies dimulai sebagai bintik putih buram (white spot) yang terjadi karena
telah terjadi pelarutan email oleh asam sebagai hasil metabolisme bakteri.
b. Karies pada pit dan fissure
Terbentuk pada gigi belakang, yaitu pada permukaan gigi untuk
mengunyah dan pada bagian gigi yang berhadapan dengan pipi. Daerah ini
sulit dibersihkan karena lekukannya lebih sempit dan tidak terjangkau oleh
sikat gigi.
c. Karies pada akar gigi
Berawal sebagai jaringan yang menyerupai tulang, yang membungkus
permukaan akar (sementum). Pembusukan ini sering terjadi karena penderita
mengalami kesulitan dalam membersihkan daerah akar gigi. Pembusukan akar
merupakan jenis pembusukan yang paling sulit dicegah.
Setelah menembus ke dalam lapisan kedua (dentin, lebih lunak),
pembusukan akan menyebar lebih cepat dan masuk ke dalam pulpa (lapisan
gigi paling dalam yang mengandung saraf dan pembuluh darah).

4. Berdasarkan waktu terjadinya :


a. Karies primer, yaitu karies yang terjadi pada lokasi yang belum pernah terkena
riwayat karies sebelumnya.
b. Karies sekunder, yaitu karies yang rekuren artinya karies yang timbul pada
lokasi yang telah memiliki riwayat karies sebelumnya, biasanya karies ini
ditemukan pada tepi tambalan.

5. Berdasarkan tingkat progresifitasnya


a. Karies akut, yaitu karies yang berkembang dan memburuk dengan cepat.
Misalnya : rampant karies, pasien xerostomia
b. Karies kronis, yaitu proses karies yang berjalan dengan lambat. Karies ini
menunjukkan warna kecoklatan sampai hitam.
c. Karies terhenti, yaitu karies yang lesinya tidak berkembang lagi, karies ini bisa
disebabkan oleh perubahan lingkungan.

6. Berdasarkan tingkat keparahannya


a. Karies ringan, yaitu jika serangan karies hanya pada gigi yang paling rentan,
seperti pit dan fisure, sedangkan kedalamannya hanya mengenai lapisan email
(iritasi pulpa).
b. Karies sedang, yaitu jika serangan karies meliputi permukaan oklusal dan
aproksimal gigi posterior. Kedalaman karies sudah mengenai lapisan dentin
(hiperemi pulpa).
c. Karies berat/parah, yaitu jika serangan karies juga meliputi gigi anterior yang
biasanya bebas karies. Kedalamannya sudah mengenai pulpa, baik pulpa yang
tertutup maupun pulpa yang terbuka (pulpitis dan gangren pulpa). Karies pada
gigi anterior dan posterior sudah meluas ke bagian pulpa.

7. Berdasarkan etiologi
Berdasarkan etiologi maka ada 2 yang paling umum digunakan oleh para
dokter gigi, yaitu :
a. Karies botol bayi adalah karies yang ditemukan pada gigi susu anak kecil.
Karies botol bayi disebabkan glukosa / gula yang terdapat pada botol susu
yang terus menempel ketika bayi tertidur. Kebiasaan ini banyak dilakukan
oleh orang tua karena tidak ingin repot dengan tangisan si anak. Padahal
kebiasaan ini akan mengakibatkan gula yang terdapat dalam susu akan
berinteraksi dengan cepat untuk membentuk lubang gigi karena terpapar
dalam waktu yang lama dengan mulut anak.
b. Karies rampan adalah karies yang berkembang secara drastis dan terjadi pada
banyak gigi secara cepat pada orang dewasa. Karies rampan banyak terjadi
pada pasien dengan xerostomia (air ludah kurang), kebersihan mulut yang
buruk, penggunaan methampetamin, radiasi berlebihan, dan konsumsi gula
berlebihan.
1.4 Gambaran Klinis, Radiografis serta Histopatologi Karies Gigi
Gambaran klinis :
Lesi Awal Enamel (White Spot)
Terjadinya pembentukan lesi enamel ketika terja di penurunan pH pada permukaan gigi
hingga berada dibawah imbangan remineralisasi. Ion-ion tersebut masuk ke dalam
selubung prisma yang menyebabkan demineralisasi subpermukaan. Permukaan gigi tetap
terjaga karena di bagian tersebut segera terjadi remineralisasi setelah penuruan pH akibat
adanya peningkatan ion kalsium dan fosfat, fluoride dan buffer dari produk-produk saliva.
Ciri-ciri klinis dari lesi ini meliputi :
• Hilangnya translusensi enamel dengan adanya bercak putih seperti kapur, khususnya
pada saat kering.
• Lapisan permukaan yang rapuh dan rentan terhadap kerusakan pada saat pemeriksaan
(probing ), khusunya pada pit dan fisura
• Meningkatnya daya serap (porositas), khususnya pada subpermukaan, yang dibarengi
meningkatnya potensial untuk terjadinya bercak.
• Berkurangnya kepadatan subpermukaan, yang dapat dideteksi secara radiografis atau
dengan translumination.
• Potensial remineralisasi, dengan meningkatnya resistensi untuk serangan asam lebih
lanjut dengan penggunaan perawatan peningkatan remineralisasi.
Bila demineralisasi dan remineralisasi terus berlanjut, permukaan lesi akan kolaps
akibat terurainya apatit atau fraktur pada kristal yang sudah melemah hinga pada akhirnya
mengakibatkan kavitasi permukaan. Plak kemudian dapat tertahan pada kedalaman
kavitas, dan fase remineralisasi kemudian akan menjaid lebih sulit dan kurang efektif.
Ketika sudah membentuk kavitas, maka dentin atau pulpa akan menjadi lebih
aktif. Yang harus diingat adalah pulpa akan memperoduksi suatu respon terhadap asam
yang menginvasi pada bagian luar tubula dentin. Sekali bakteri telah masuk melalui email
ke dalam dentin, dan menjadi penghuni permanen kavitas, mereka dapat berkembang di
dalam dentin. Selain didukung oleh substrat karbohidrat, bakteri juga memproduksi asam,
untuk menguraikan hidroksiapatit di dentin yang lebih dalam. Tekstur dentin akan
berubah, demikian pula dengan warna dentin akan berubah menjadi gelap akibat produk-
produk bakteri atau stain dari makanan dan minuman
Radiografi
Radiografi mikro dari karies email akan memperlihatkan demineralisasi sebagai daerah
yang radiolusen yang hampir pasti merupakan badan lesi dimana garis retzius terlihat
jelas, sedangkan lapisan enamel yang terminerlisasi dengan baik akan terlihat radiopak.
1.5 Klasifikasi Penyakit Pulpa

Etiologi Penyakit Pulpa


Menurut Grossman, penyakit pulpa disebabkan oleh bakteri, trauma, panas, dan
kimia.Bakteri merupakan penyebab paling umum dari penyakit pulpa. Bakteri atau
produknya dapat memasuki pulpa melaluli celah di dentin, dikarenakan karies atau
terekspos dari developmental groove, sekitar restorasi, perluasan infeksi, gingiva, atau
dari darah.Trauma dapat terjadi pada mahkota atau akar gigi. Trauma pada pulpa dapat
disebabkan oleh gaya yang berat dan besar pada gigi terjadi saat olahraga, berkelahi,
kecelakaan lalu lintas, atau kecelakaan di rumah. Panas merupakan etiologi yang tidak
umum pada injuri pulpa. Adapun panas yang dapat menyebabkan injuri pulpa yaitu panas
dari preparasi kavitas, konduksi panas oleh filling, dan panas gesekan saat pemolesan.
Penyebab kimia pada injuri pulpa merupakan kasus yang jarang terjadi. Contoh penyebab
kimia yang dapat menyebabkan kematian pulpa adalah keberadaan arsenik dalam bubuk
semen silikat dan penggunaan pasta desensitisasi yang mengandung paraformaldehyde.
Menurut Walton dan Torabinejad (2008) terdapat beberapa klasifikasi dari penyakit pulpa
diantaranya adalah pulpitis reversibel, pulpitis ireversibel, pulpitis hiperplastik dan
nekrosis pulpa.

a. Pulpitis Reversibel
Pulpitis reversibel adalah radang pulpa yang tidak parah, penyebab radang
dihilangkan maka pulpa akan kembali normal. Faktor-faktor yang menyebabkan
pulpitis reversibel adalah erosi servikal, stimulus ringan atau sebentar contohnya
karies insipien, atrisi oklusal, kesalahan dalam prosedur operatif, kuretase
perodontium yang dalam, dan fraktur email yang menyebabkan tubulus dentin
terbuka (Walton & Torabinejad, 2008).
Gejala-gejala pulpitis reversibel diantaranya rasa sakit hilang saat stimulus
dihilangkan, rasa sakit sulit terlokalisir, radiografik periradikuler terlihat normal,
dan gigi masih normal saat diperkusi kecuali jika terdapat trauma pada bagian
oklusal (Heasman, 2006).
b. Pulpitis Ireversibel
Pulpitis ireversibel adalah radang pada pulpa yang disebabkan oleh jejas sehingga
sistem pertahanan jaringan pulpa tidak dapat memperbaiki dan pulpa tidak dapat
pulih kembali (Rukmo, 2011). Gejala dari pulpitis ireversibel diantaranya adalah
nyeri spontan yang terus menerus tanpa adanya penyebab dari luar, nyeri tidak
dapat terlokalisir, dan nyeri yang berkepanjangan jika terdapat stimulus eksternal
seperti rangsangan panas atau dingin (Walton & Torabinejad, 2008).
c. Pulpitis Hiperplastik
Pulpitis hiperplastik adalah bentuk dari pulpitis ireversibel dan sering dikenal
dengan pulpa polip. Hal ini terjadi karena hasil dari proliferasi jaringan pulpa
muda yang telah terinfalamasi akut (Heasman, 2006). Penyebab terjadinya
pulpitis hiperplastik adalah vaskularisasi yang cukup pada pulpa yang masih
muda, proliferasi jaringan, dan daerah yang cukup besar untuk kepentingan
drainase (Walton & Torabinejad, 2008).
d. Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa adalah keadaan dimana pulpa sudah mati, aliran pembuluh darah
sudah tidak ada, dan syaraf pulpa sudah tidak berfungsi kembali. Pulpa yang
sudah sepenuhnya nekrosis, maka gigi tersebut asimtomatik hingga gejala-gejala
timbul sebagai hasil dari perkembangan proses penyakit ke dalam jaringan
periradikuler (Cohen, 2011).
Secara radiografis, jika pulpa yang nekrosis belum sepenuhnya terinfeksi,
jaringan periapikalnya akan terlihat normal. Secara klinis, pada gigi yang berakar
tunggal biasanya tidak merespon pada tes sensitivitas, namun pada gigi yang
berakar jamak pada tes sensitivitas terkadang dapat mendapatkan hasil yang
positif maupun negatif tergantung syaraf yang berdekatan pada permukaan gigi
mana yang diuji (Harty, 2010).
PENYAKIT PULPA
1. PULPITIS REVERSIBEL
a. Definisi
Pulpitis reversibel adalah suatu kondisi inflamasi pulpa ringan sampai sedang
yang disebabkan oleh stimuli noksius, tetapi pulpa mampu kembali pada
keadaan tidak terinflamasi setelah stimuli ditiadakan. Rasa sakit yang
berlangsung sebentar dapat dihasilkan oleh stimuli termal pada pulpa yang
mengalami inflamasi reversibel, tetapi rasa sakit hilang segera setelah stimuli
dihilangkan.
b. Gejala-gejala
Pulpitis reversibel simptomatik ditandai ditandai oleh rasa sakit tajam yang
hanya sebentar. Lebih sering diakibatkan oleh makanan dan minuman dingin
daripada panas dan oleh udara dingin . tidak timbul dengan secara spontan dan
tidak berlanjut tidak berlanjut bila penyebabnya ditiadakan. Perbedaan klinis
antara pulitis reversible dan irreversible adalah kuantitatif; rasa sakit pulpitis
irreversible lebih parah dan berlangsung lebih lama. Pada pulpitis reversible,
penyebab rasa sakit umumnya peka terhadap suatu stimulus, seperti air dingin
atau aliran udara, sedangkan pada pulpitis irreversible, rasa sakit dapat datang
tanpa stimulus yang nayata. Pulpitis reversible asimptomatik dapat disebabkan
karena karies yang baru mulai dan menjadi normal kembali setelah karies
dihilangkan dan menjadi normal kembali setelah karies dihilangkan dan gigi
direstorasi dengan baik.

1.1 Iritatio Pulpa


o Lesi pada email atau sementum, belum menimbulkan patologis pada
pulpa, belum menimbulkan perubahan histologis gigi
o Pengobatan : penambalan / konservasi sebagai usaha mempertahankan
gigi selama mungkin didalam rongga mulut
o Prognosa : baik
o Subjektif : ngilu waktu makan/minum asam/manis, sikat gigi
o Objektif :
Intra Oral :
- Inspeksi : karies (+), dapat diberbagai permukaan
- Sondasi : kedalaman superficial, linu (+)
- Perkusi : -
- Tekanan : -
- Palpasi : -
Ekstra Oral : t.a.k
1.2 Hiperemia pulpa
o Sebagai kelanjutan dari iritatio pulpa, sumber iritan berupa
toksik/metabolit dari MO menyebabkan kerusakan (lisis) struktur dentin,
lalu penetrasi ke dalam pulpa
o Sudah terjadi kondisi patologis pada tingkat awal, berupa vasodilatasi
pulpa
o Subjektif : sakit atau sangat ngilu ketika ada rangsangan dari makanan
dan segera hilang jika rangsang dihilangkan.Tidak ada riwayat sakit
spontan
o Objektif :
 IntraOral :
- Inspeksi : karies (+)
- Sondasi : kedalaman media, sangat ngilu dan sakit (+++) tapi
segera hilang
- Perkusi : -
- Tekanan : -
- Palpasi : -
 EO : t.a.k

o Pengobatan : penambalan / konservasi ditambah dengan pulp capping


menggunakan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) sebagai usaha
mempertahankan gigi selama mungkin didalam rongga mulut.

2. PULPITIS IREVERSIBEL
 Pulpitis Ireversibel akut
Pulpitis irreversible akut adalah suatu kondisi inflamasi pulpa yang persisten
yang disebabkan oleh suatu stimuli noksius. Rasa sakit biasanya disebabkan
oleh suatu stimulus panas atau dingin. Rasa sakit dapat bertahan untuk
beberapa menit sampai berjam- jam dan tetap ada setelah stimuli dihilangkan.
 Gejala
o Pada tingkat awal, suatu paroksisme (serangan hebat) rasa sakit dapat
disebabkan oleh:
o perubahan suhu yang drastic (terutama dingin)
o makanan manis atau asam
o tekanan makanan ke dalam kavitas atau pengisapan oleh lidah atau
pipi.Gambaran rasa sakitnya adalah menusuk, tajam menusuk atau
menyentak -nyentak.

Macam Pulpitis irreversible berdasarkan lokasi nyeri ada 2 macam, yaitu


pulpitis irreversible terlokalisasi dan tidak terlokalisasi. Pulpitis irreversible
terlokalisasi lebih mudah dan cepat didiagnosis.
Tanda dan gejala dari pulpitis irreversible terlokalisasi ant ara lain:

1. Nyeri yang terus menerus hingga beberapa sampai berjam- jam.


2. Nyeri berdenyut atau nyeri yang hebat hingga menganggu aktifitas pasien.
3. Nyeri spontan berlangsung sepanjang hari atau ketika malam.
4. Nyeri ketika makan makanan yang dingin maupun panas.
1.2 Pulpitis Ireversibel kronis
Pulpitis adalah kondisi inflamasi dari pulpa. Pulpitis irreversibel adalah
suatu kondisi inflamasi pulpa yang persisten, dapat simptomatik atau
asimptomatik yang disebabkan oleh stimulus noksius. Pada respon imun humoral
pulpitis ireversibel terlihat IgG dan IgM meningkat tinggi, namun IgA menurun
sekali yang menunjukkan bahwa ketahanan mukosalnya rendah. Tingginya IgG
dan IgM menunjukkan adanya ketahanan jaringan pulpa yang tinggi terhadap
mikroorganisme. Reaksi imunitas yang tinggi dari pulpitis ireversibel seharusnya
diikuti dengan terjadinya kesembuhan, namun kenyataan pulpitis ireversibel tidak
dapat sembuh kembali, bahkan dikatakan bahwa pulpitis ireversibel sering kali
mudah berkembang menjadi nekrosis. Hal ini terjadi karena jaringan pulpa yang
berada di dalam ruang pulpa yang sempit, dan menerima sirkulasi darah hanya
melalui pembuluh darah yang masuk ke dalam jaringan pulpa melalui foramen
apikal yang sempit pula, sehingga pulpitis irreversibel mudah berkembang
menjadi nekrosis pulpa.
Secara histologis pulpitis irreversibel dapat disebabkan oleh suatu
stimulus yang berbahaya yang berlangsung lama seperti misalnya karies. Bila
karies menembus dentin dapat menyebabkan respon inflamasi kronis. Bila karies
tidak diambil, perubahan inflamasi di dalam pulpa akan meningkat keparahannya
jika kerusakan mendekati pulpa.

1.2.1 Asimptomatik
Pulpitis irreversibel asimptomatik berkembang dari dengan tanpa gejala
atau disebabkan iritasi ringan pada pulpa. Pulpitis irreversible kronis
asimptomatik merupakan respon inflamasasi dari jaringan pulpa yang
teriritasi. Hal ini menyebabkan rasa sakit akibat berkurangnya tekanan intra
pulpal dibawah ambang batas reseptor nyeri. hal ini disebabkan produk zona
basah:
- drain dari lesi karies
- produk tersebut diabsorbsi oleh sirkulasi vena atau limfatik
- menyebar ke jaringan yang berdekatan
- kombinasi dari cara yang di atas yang tidak meningkatkan tekanan
pembuluh darah
- perubahan dari pulpitis irreversibel simptomatik (akut) yang bersifat
dorman.

Bentuk ulserasi dari penyakit ini yang paling menonjol yaitu pada
permukaan pulpa yang terkena. Ulserasi dapat terjadi pada usia berapa pun
dan mampu menolak suatu infeksi ringan, meskipun penyakit ini dapat
berkembang menjadi kronis atau lebih parah hingga nekrosis tanpa
menunjukkan gejala apapun.
Pada pulpitis irreversibel kronis asimptomatik biasanya pasien datang
tanpa keluhan pada giginya akan tetapi memiliki riwayat sakit berdenyut-
denyut dan sensitif apabila terkena rangsangan panas atau dingin.

Pemeriksaan objektif meliputi pemeriksaan ekstra-oral dan intra-oral.


Pemeriksaan ekstra-oral yakni, setiap kelainan ekstra-oral yang nampak yang
dicatat selama pencatatan riwayat dapat diperiksa lebih lanjut. Penampilan
umum- besar dan berat, cara berjalan, corak kulit, mata, bibir, simetri wajah,
dan kelenjar limfe.

Pemeriksaan objektif intra-oral meliputi jaringan lunak : mukosa pipi,


bibir, lidah, tonsil, palatum lunak, palatum keras dan gingival. Gigi :
kebersihan mulut, keadaan gigi -gigi, posisi gigi-gigi-crowding, spasing,
drifting, oklusi. Pemeriksaan biasanya menemukan suatu kavitas dalam yang
meluas ke pulpa atau karies di bawah tumpatan. Pulpa mungkin sudah
terbuka. Waktu mencapai jalan masuk ke lubang pembukaan akan terlihat
suatu lapisan keabu-abuan yang menyerupai buih meliputi pulpa terbuka dan
dentin sekitarnya. Probing ke dalam daerah ini tidak menyebakan rasa sakit
pada pasien hingga dicapai daerah pulpa yang lebih dalam. Pada tingkat ini
dapat terjadi sakit dan perdarahan. Bila pulpa tidak terbuka oleh proses karies,
dapat terlihat sedikit nanah jika dicapai jalan masuk ke kamar pulpa.

1.2.2 Pulpitis hiperplastik kronis (pulpa polip)


 Pengertian
Pulpitis hiperplastik kronis (pulpa polip) adalah suatu inflamasi
pulpa produktif yang disebabkan oleh suatu pembukaan karies yang luas
pada pulpa muda. Gangguan ini ditandai dengan adanya jaringan
granulasi, kadang-kadang ditutupi oleh epitelium yang disebabkan karena
iritasi tingkat rendah yang berlangsung lama.

 Patofisiologi
Pulpa polip merupakan hasil dari iritasi mekanik dan invasi bakteri
kedalam pulpa gigi yang disebabkan karena adanya destruksi yang meluas
akibat trauma ataupun karies. Iritasi mekanik dapat terjadi akibat adanya
fraktur gigi dengan terbukanya pulpa. Adanya jaringan pulpa yang
terekspos dan invasi bakteri menyebabkan timbulnya respon inflamasi
kronis berupa pembentukan jaringan granulasi. Reaksi jaringan
hiperplastik terjadi karena pulpa muda memiliki blood supply dan sel
respon imun terhadap infeksi bakteri yang banyak. Selanjutnya, akibat
adanya kavitas terbuka, transudasi dan eksudasi dari drain jaringan pulpa
yang mengalami inflamasi dapat mengalir dengan bebas.
 Penyebab
Penyebab pulpa polip, antara lain:
 Karies yang lambat dan progresif, sehingga menhyebabkan
terbukanya pulpa gigi
 Lepasnya restorasi gigi sehingga menyebabkan pulpa gigi ter
ekspos
 Fraktur gigi diikuti dengan terbukanya pulpa

Pulpa polip ini dapat berkembang karena adanya kavitas besar


yang terbuka, pulpa muda yang resisten, dan stimulus tingkat r endah yang
kronis. Iritasi mekanis yang disebabkan karena pengunyahan dan iritasi
bakterial sering menyebabkan timbulnya stimulus.
 Gejala-gejala
Pulpitis hiperplastik kronis tidak memiliki gejala, kecuali bila
tekanan bolus menyebabkan rasa yang tidak menyenanagkan selama
mastikasi.
 Diagnosis
Gangguan ini umumnya hanya terlihat pada gigi anak -anak dan
orang muda. Ciri-ciri pulpa polip, antara lain:
 Adanya nodul lunak pada kavitas atau permukaan fraktur pada gigi
 Warna permukaannya bervariasi mulai dari merah muda sampai
berwarna merah dan putih, serta bergranular
 Polip biasanya membesar dan mengisi area kavitas atau kamar pulpa
gigi
 Polip biasanya terjadi pada gigi molar sulung dan molar pertama
permanen karena secara anatomis memiliki kamar pulpa yang besar.
Polip jarang terjadi pada gigi insisivus sentral maksila.

Penampilan jaringan polipoid secara klinis sangat khas yaitu suatu


massa pulpa yang kemerahmerahan dan seperti daging mengisi sebagian
besar pulpa atau kavitas atau bahkan meluas melewati perbatasan gigi.
Kadang-kadang massa cukup besar untuk mengganggu penutupan gigi -
gigi, meskipun pada tingkat awal perkembangan ukurannya hanya
sebesar pin. Ukuran polip biasanya tidak lebih dari 0,7 cm.

Pemeriksaan klinis pulpitis hiperplastik kronis tidak begitu sukar


untuk dilakukan. Jaringan pulpa hiperplastik di dalam kamar pulpa atau
kavitas gigi merupakan ciri khasnya. Gigi bereaksi lemah atau sama sekali
tidak bereaksi pada tes termal, kecuali jika digunakan pemeriksaan
dengan dingin yang ekstrem, seperti etil klorida. Jika akan dilakukan
tester pulpa listrik, maka diperlukan jumlah arus listrik yang
lebih banyak. Pemeriksaan dengan cara palpasi sering menyebabkan
perdarahan ringan tanpa diikuti rasa sakit. Pada pemeriksaan radiografi,
umumnya menunjukkan suatu kavitas besar yang terbuka dengan
pembukaan langsung ke kamar pulpa.

1.2.3 Resorbsi internal


Resorpsi internal adalah suatu proses idiopatik progresif resorptif
yang lambat atau cepat yang timbul pada dentin kamar pulpa atau saluran
akar gigi. Penyebab resorpsi internal masih belum diketahui secara pasti,
namun seringkali penderita mempunyai riwayat trauma. Ada yang
beranggapan bahwa resorpsi internal dapat terjadi sebagai akibat inflamasi
pulpa.
Resorpsi internal lebih sering terjadi pada gigi sulung
dibandingkan gigi permanen. Terjadinya resorpsi internal pada gigi sulung
sering dihubungkan dengan injuri traumatik, oklusi traumatic ( bruxism),
inflamasi dan infeksi pulpa serta dapat terjadi setelah perawatan pulpa
seperti direct pulp capping dan pulpotomi dengan kalsium hidroksida.
Karena tidak diketahui pasti etiologi awal dari proses resorpsi ini maka
resorpsi internal merupakan proses idiopatik.
Resorpsi internal pada akar gigi adalah asimtomatik. Pada mahkota
gigi, resorpsi internal dapat terlihat sebagai daerah yang kemerah-merahan
disebut ”bintik merah muda” (” pink spot ”). Daerah kemerah-merahan ini
menggambarkan jaringan granulasi yang terlihat melalui daerah mahkota
yang teresorpsi. Pada pemeriksaan histopatologi, tidak seperti karies,
resorpsi internal adalah hasil aktivitas osteoklastik. Ciri proses resorpsi
adalah lakuna yang mungkin terisi oleh jaringan osteoid. Jaringan osteoid
dapat dianggap sebagai usaha perbaikan. Adanya jaringan granulasi
menyebabkan perdarahan banyak bila pulpa d iambil. Dijumpai sel-sel
raksasa bernukleus banyak atau dentinoklas. Pulpa biasanya menderita
inflamasi kronis. Kadang -kadang terjadi metaplasia pulpa yaitu
transformasi ke jenis jaringan lain seperti tulang atau sementum.
Gambaran radiografis resorpsi internal berupa daerah radiolusensi
berbentuk cekungan pada dinding saluran akar sehingga menyerupai
gambaran lingkaran dengan tepi yang rata. Secara klinis ditemukan
jaringan pulpa yang nekrotik sampai batas lakuna resorpsi internal dan
lebih ke apikal, terdapat jaringan yang masih vital. Dapat juga ditemukan
jaringan pulpa yang sudah nekrotik seluruhnya.
2. DEGENERASI PULPA
Meskipun degenerasi pulpa secara klinis jarang dikenal, jenis degenerasi
pulpa harus diikutkan pada suatu deskripsi penyakit pulpa. Degenerasi umumnya
dijumpai pada gigi orang tua. Degenerasi dapat juga disebabkan oleh iritasi ringan
yang persisten pada gigi orang muda, seperti pada degenrasi kalsifik pulpa.
Degenerasi tidak perlu berhubungan dengan infeksi atau karies, meskipun suatu
kavitas atau tumpatan mungkin dijumpai pada gigi yang terpengaruh.
Tingkat awal degenerasi pulpa biasanya tidak menyebabkan gejala klinis
nyata. Gigi tidak berubah warna, dan pulpa bereaksi secara normal terhadap tes
listrik dan tes termal. Bila degenerasi pulpa berkembang, gigi mungkin berubah
warna, dan pulpa tidak bereaksi terhadap stimulasi. Berikut jenis khusus
degenerasi pulpa

Jenis-Jenis Khusus Degenerasi Pulpa :


1. Degenerasi Kalsifik
2. Degenerasi Atrofik
3. Degenerasi Fibrus
4. Artifak Pulpa
5. Metastasis Tumor

3. NEKROSIS PULPA
Nekrosis adalah matinya pulpa. Dapat sebagian atau seluruhnya,
tergantung pada apakah sebagian atau seluruh pulpa terlibat. Nekrosis, meskipun
suatu akibat inflamasi, dapat juga terjadi setelah injuri traumatic yang pulpanya
rusak sebelum terjadi reaksi inflamasi. Sebagai hasilnya, suatu infarkasi iskemik
dapat berkembang dan dapat menyebabkan suatu pulpa nekrotik dengan gangrene
kering. Nekrosis ada dua jenis umum : koagulasi dan likuefaksi/pengentalan dan
pencairan.

Jenis Nekrosis Pulpa


a. Nekrosis koagulasi, bagian jaringan yang dapat larut mengendap atau diubah
menjadi bahan solid. Pengejuan (caseation) adalah suatu bentuk nekrosis
koagulasi yang jaringannya berubah menjadi massa seperti keju terdiri
terutama atas protein yang mengental, lemak, dan air.
b. Nekrosis likuefaksi terjadi bila enzim proteolitik mengubah jaringan menjadi
massa yang melunak, suatu cairan, atau debris amorfus.

Hasil akhir dekomposisi pulpa adalah dekomposisi protein, yaitu hydrogen


sulfide, ammonia, substansi lemak, indikan, ptomaine, air, dan karbon dioksida.
Hasil lanjutan, seperti indol, skatol, putresin, dan kadaverin menambah bau tidak
enak yang sering keluar dari suatu saluran akar.
1.6 Patogenesis Penyakit Pulpa

Mekanisme patogenesis terjadinya pulpa diawali dengan bakteri yang menginfeksi


gigi. Ketika terdapat akses ke pulpa, metabolit bakteri dan komponen dinding sel
menyebabkan inflamasi. Pada lesi awal hingga lesi sedang, produk asam dari proses
karies berperan secara tidak langsung dengan mengurai matriks dentin, yang akan
menimbulkan pelepasan molekul bioaktif untuk dentinogenesis (pembentukan dentin
tersier). Pemberian protein matriks dentin pada dentin atau pulpa yang terbuka dapat
menstimulasi pembentukan dentin tersier. Selain itu, terdapat beberapa molekul lain yang
dapat menstimulasi dentinogenesis reparative, yaitu heparin-binding growth factor,
transforming growth factor (TGF)-β1, TGF-β3, insulin-like growth factors (IGF)-1 dan -
2, growth factor yang berasal dari platelet, dan angiogenic growth factor.

Meskipun begitu, pembentukan dentin tersier ini bukanlah reaksi pertama dan
bukan pertahanan yang paling efektif melawan bakteri patogen yang menginvasi.
Kombinasi dari peningkatan pengendapan dentin intratubuler dan pengendapan secara
langsung kristal mineral ke tubulus dentin untuk mengurangi permeabilitas dentin
merupakan perlawanan pertama terhadap karies, yang disebut dentin sklerosis. Penurunan
permeabilitas dentin ini terjadi dalam waktu yang singkat. Yang berperan penting dalam
peningkatan pengendapan dalam dentin intratubuler adalah TGF-β1.

Pembentukkan dentin tersier berlangsung dalam waktu yang lebih lama daripada
dentin sklerotik, dan tergantung dengan stimulus. Stimulus ringan mengaktivasi
odontoblas yang diam, kemudian mereka menguraikan matriks organik dentin. Dentin
tersier ini disebut juga dentin reaksioner dan dapat diamati ketika terjadi demineralisasi
dentin awal di bawah lesi enamel yang tidak berkavitas.

Pada lesi karies yang sedang berkembang, respon imun host meningkat dalam
intensitas yang sesuai dengan perkembangan infeksi. Telah dibuktikan bahwa titer sel T,
B - lineage cell, neutrofil, dan makrofag secara langsung sesuai dengan kedalaman lesi
pada gigi. Hancurnya dentin dalam jumlah besar tidak penting untuk mendatangkan
respon imun pulpa.

Respon inflamasi awal terhadap karies terlihat dengan akumulasi sel inflamasi
kronis pada suatu titik. Hal ini dimulai oleh odontoblas dan kemudian sel dendrit. Sebagai
sel yang paling tepi dalam pulpa, odontoblas ditempatkan sebagai yang pertama kali
bertempur dengan antigen asing dan memulai respon imun. Deteksi patogen dilakukan
dengan reseptor spesifik yang disebut pattern recognition receptors (PRRs). Reseptor ini
mengenali pola molekuler patogen (PAMPs) pada organisme yang menginvasi dan
memulai pertahanan host melalui aktivasi nuclear factor (NF)-kB. Salah satu molekul
pengenal PAMP adalah toll-like receptor family (TLRs). Odontoblas telah terbukti dapat
meningkatkan pengeluaran TLRs sebagai respon terhadap produk bakteri. Ketika TLR
odontoblas terstimulasi oleh patogen, cytokine, chemokine, dan peptida antimikrobial
diuraikan oleh odontoblas, menghasilkan stimulasi dari sel imun efektor sebagai
pembunuh bakteri secara langsung.

Odontoblas yang terstimulasi mengeluarkan chemokines tingkat tinggi seperti,


interleukin (IL)-8 yang berperan dengan pelepasan TGF-β1 dari karies dentin, hasil dari
peningkatan jumlah sel dendrit pada suatu titik, dengan tambahan pelepasan mediator
kemotaktik.

Dengan berkembangnya lesi karies, jumlah sel dendrite dalam daerah odontoblas
meningkat. Sel dendrit pulpa bertanggung jawab untuk pengenalan antigen dan stimulasi
limfosit T. pada pulpa yang belum terinflamasi, mereka tersebar di seluruh bagian pulpa.
Dengan perkembangan karies, mereka awalnya berkumpul dalam pulpa dan daerah
subodontoblas, kemudian meluas ke lapisan odontoblas, dan akhirnya bermigrasi ke
tubulus. Terdapat dua jenis sel dendrite yang berbeda dalam pulpa. CD11+ ditemukan
dalam pulpa atau dentin border dan ke pit dan fisur. F4/80+ terdapat pada ruang
perivascular dalam zona subodontoblas dan pulpa dalam.

Sel dendrit mungkin memainkan peran dalam diferensiasi odontoblas dan/atau


aktivitas dalam pertahanan imun serta dentinogenesis. Pulpal Schwann sel juga
menghasilkan molekul sebagai respon terhadap karies, yang menunjukkan kemampuan
mengenali antigen. Odontoblas juga mempunyai peran dalam respon imun humoral
terhadap karies. IgG, IgM, dan IgA ditempatkan dalam sitoplasma dan sel memproses
odontoblas dalam dentin yang mengalami karies, menunjukkan bahwa sel ini secara aktif
mengirim antibody ke tempat infeksi.

Mediator neurogenik terlibat dalam respon pulpa terhadap iritan dan mereka dapat
menengahi patologi seperti respon penyembuhan. Substansi P, calcitonin gene-related
peptide (CGRP), neurokinin A (NKA), NKY, dan vasoactive intestinal peptide
dilepaskan dan menyebabkan vasodilatasi serta meningkatkan permeabilitas vascular.
Stimulasi nervus simpatetik seperti norepinephrine, neuropeptide Y, dan adenosine
triphospate (ATP) dapat mengubah aliran darah pulpa.

Neuropeptida dapat berperan untuk mengatur respon imun pulpa. Substansi P


berperan sebagai kemotaktik dan agen stimulasi untuk makrofag dan limfosit T. Hasil
dari stimulasi ini adalah peningkatan produksi arachidonic acid metabolite, stimulasi
mitosis limfosit dan produksi sitokin. CGRP melakukan aktivitas imunosupresi, yang
ditunjukkan dengan pengurangan produksi H2O2 oleh makrofag dan proliferasi limfosit.
Substansi P dan CGRP dapat menginisiasi dan menyebarkan respon penyembuhan pulpa.
CGRP dapat menstimulasi produksi bone morphogenic protein oleh sel pulpa. Hasilnya,
hal ini menginduksi dentinogenesis tersier (pembentukan dentin tersier).

Mikroorganisme dapat menginvasi pulpa melalui enamel, sementum, sharpey’s


fiber di tulang alveolar dan lain sebagainya. Jika mikroorganisme menginvasi melalui
sementum makan akan terjadi dekalsifikasi sementum dan destruksi matriksnya.
Prosesnya mirip dengan karies yang melewati enamel. Setelah mengalami dekalsifikasi
sementum akan melunak dan mikroornanisme memasuki tubulus dentin dan berjalan ke
pulpa. Meski bakteri dapat memasuki pulpa melalui tubulus dentin, asam dan toksin akan
memasuki pulpa terlebih dahulu sehingga respon indlamasi terjadi terlebih dahulu dalam
pulpa sebelum bakteri masuk ke ruang pulpa. Tahap awal pulpitis atau radang pulpa
ditandai dengan perubahan jumlah, ukuran dan bentuk dari sinlindris menjadi kuboid atau
pipih pada odontoblast sebagai akibat respon inflamasi. Selanjutnya terjadi proliferasi
pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan vaskularisasi ke pulpa yang merupakan
ciri dari peradangan kronis. Peradangan akan direspon dengan bermigrasinya PMN dan
MN dari pempuluh darah ke pulpa. Saat PMN jumlahnya meningkat makan enxzim
lisosomal akan dilepas dimana berperan secara signifikan untuk fagositosis bakteri.
Enzim ini berkontribusi besar terhadap kerusakan jaringan pulpa karena tidak bisa
membedakan host dan bakteri. Ketika tekanan dari invasi PMN dan MN tidak dapat
dialirkan ke dalam kapiler maka akan terbentuk abses yang memicu terjadinya nekrosis
liquefaction yang dipenuhi PMN, debris, eksudat.

Seperti yang kita tahu, nekrosis pulpa berawal dari keradangan pada pulpa. Saat
terjadi keradangan pada pulpa, mengakibatkan lepasnya sel-sel inflamasi dalam
konsentrasi tinggi seperti histamin, bradikinin, metabolit asam arakhidonat, leukosit
PMN, inhibitor protease, dan neuropeptid. Sel-sel inflamasi dalam jumlah besar ini akan
mengakibatkan peningkatan permeabilitas vascular dan migrasi leukosit ke tempat iritasi
tersebut. Akibatnya, terjadi pergerakan cairan dari pembuluh ke jaringan sekitarnya. Jika
pergerakan cairan oleh venul dan limfatik tidak dapat mengimbangi filtrasi cairan dari
kapiler, eksudat pun terbentuk. eksudat ini akan menimbulkan tekanan pasif di area iritasi
pulpa. Selain itu, pelepasan sel-sel inflamasi menyebabkan nyeri dengan meningkatnya
vasodilatasi arteriol dan permeabilitas venul sehingga akan terjadi edema dan
peningkatan tekanan jaringan. Tekanan ini bereaksi langsung pada sistem saraf sensorik.
Meningkatnya tekanan jaringan dan tidak adanya sirkulasi kolateral iniyang dapat
mengakibatkan terjadinya nekrosis pulpa (Walton, 2008).
1.7 Gambaran Klinis, Radiografis serta Histopatologi Penyakit Pulpa

A. Pulpitis reversibel merupakan inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya
dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa akan kembali normal.
Patologi : pulpitis reversible dapat berkisar dari hiperemia ke perubahaninflamasi
ringan sampai sedang terbatas pada daerah dimana tubuli dentin terlibat,seperti
misalnya karies dentin. Secara mikroskopis, terlihat dentin reparatif,gangguan
lapisan odontoblas, pembesaran pembuluh darah, ekstravasasi cairanedema dan
adanya sel inflamasi kronis yang secara imunologis kompeten.Meskipun sel
inflamasi kronis menonjol, dapat dilihat juga sel inflamasi akut.

B. Pulpitis Irreversibel Akut: pemeriksaan klinis pada pulpitis irreversible akut yaitu
vitalitas positifyang menandakan bahwa pulpanya masih vital, perkusi negative
untuk melihatkerusakan pada periapeks, dan palpasi negative. Pemeriksaan
radiograf nyaterdapat karies yang mencapai pulpa, laminadura belum terputus,
dan periapeksnya masih bagus serta tidak terjadi peradangan. Pulpits irreversible
akutdidiagnosis banding dengan abses apikalis akut dan periodontitis apikalis
akut.
C. Pulpitis Irreversibel Kronik contohnya Chronic Hyperplastic pulpitis atau polip
pulpa adalah respon proliferatif dari tereksposnya pulpa gigi sulung atau gigi
permanen yang belum sempurna. Kelainan ini dicirikan dengan adanya
perkembangan jaringan granulasi, yang terkadang diselimuti oleh epitelium dan
menyebabkan iritasi rendah jangka panjang terutama saat mengunyah.Polip pulpa
biasanya ditemukan pada dewasa muda dan pada gigi geligi sulung dan permanen
(mixed dentition).

Gejala yang ditimbulkan tidak ada keluhan sakit , kecuali bila kenamakanan
(rangsangan), mudah berdarah jika disentuh. Dengan X-Ray foto
tampak perforasi pada atap pulpa dan tangkai pulpa berasal dari ruang pulpa.

D. Resorpsi Internal merupakan suatu proses idiopatik progresif resorptif


yanglambat atau cepat yang timbul pada dentin kamar pulpa atau saluran akar
gigi. Interpretasi radiograf:
- Radiolusen yang luas di saluran pulpa
- Distorsi outline saluran akar
- Perubahan pada tulang dilihat jika perforasi akar sampe
ligament periodontal
E. Degenerasi pulpa adalah pulpa yang mengalami kemunduran baik dalamhal
fungsi maupun ukuran. Pada gambaran radiologi terlihat bahwa telah terjadi
penyusutan bentuk dari pulpa sehingga yang seharusnya terlihat radiolusen yang
jelas pada gambaran iniradiolusen tersebut terlihat mengecil dan tidak jelas. Hal
ini merancu padadegenerasi pulpa.

F. Nekrosis pulpa adalah suatu diagnosis klinis yang ditandai dengankematian


pulpa. Nekrosis pulpa dapat terjadi karena beberapa hal , diantaranya :kimia,
mekanis, dan invasi mikroorganisme. Nekrosis pulpa memiliki suatukekhasan,
dimana telah terbentuk cairan eksudat (pus) yang disebabkan karenaterjadinya
kematian sel.

Interpretasi radiograf : kedua gambaran radiografis diatas merupakangambaran


radiograf dari nekrosis pulpa. Pada gambaran radiograf nekrosis pulpaterlihat
adanya radiolusensi di bagian periapikal. Radiolusen ini
memperlihatkan bahwa telah terbentuk cairan eksudat di daerah tersebut. Disam
ping itu, terjadi juga pelebaran pada bagian jaringan periodonsium akibat adanya
invasi bakteri.Biasanya, gigi yang mengalami nekrosis pulpa telah mengalami
karies yangmengakibatkan eksposur pulpa.
BAB V. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Ari, W. N. 2008. Streptococcus Mutans, Si Plak Dimana-mana, Available from :


http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/streptococcus-mutans 31.pdf

Carvalho, A. S., and Cury, J.A. 1999. Fluoride Release from Some Dental Materials in
Different Solutions, J Op Dent, 24, page 14-19.
Edwina A.M. Kidd dan Sally Joyston-Bechal. 1991. Dasar dasar karies. Alih Bahasa,
Narlan Sumawinata, Safrida Faruk. Jakarta : EGC
Grossman, Louis I, et al.1995. Edodontic Practice eleventh edition . Alih bahasa, Rafiah
Abiyono. Jakarta: EGC

Kawai, K., and Urano, M. 2001. Adherence of Plaque Component to Different Restorative
Materials, J Op Dent, 26, page 396-400.

Kidd, A. M., Joyston., Bechal, S. 1992. Dasar-Dasar Karies Penyakit dan


Penanggulangannya, Penerjemah : Narlan Sumawinata, EGC, Jakarta.

Regina, R. A. 2007. The Effect of Mouthwash Containing Cetylpyrydinium Chloride on


Salivary Level of Streptococcus mutans, J PDGI, 57(1), page 19-24.
Merry R. Sibrani. Majalah Kedokteran UKI 2014 Vol XXX No.1. Karies: Etiologi,
Karakteristik Klinis, dan Tatalaksana. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Indonesia.
Nindya Larasati,dkk. 2014. Distribusi Penyakit Pulpa berdasarkan Etiologi dan
Klasifikasi di RSKGM Fakultas Kedokteran Gigi, UI Tahun 2009-2013. UI, Jakarta

Ole Fejerskov and Edwina Kidd. 2008. Dental caries: the disease and its clinical 2nd.
USA.

Anil Govindrao Ghom, Shubhangi Mhaske.2013. Textbook of Oral Pathology 2nd


edition. New delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers
Edwina Kidd. 2005. Essentials of dental caries: The disease and its management 3rd
edition. New York: Oxford University Press

Anda mungkin juga menyukai