Shufia El Tsaura A.
NIM D24100064
ABSTRAK
SHUFIA EL TSAURA. Produktivitas Puyuh Petelur Coturnix coturnix
japonica yang diberi Tepung Daun Jati (Tectona grandis linn. f.) dalam
Ransum. Dibimbing oleh WIDYA HERMANA dan YULI RETNANI.
ABSTRACT
SHUFIA EL TSAURA. Productivity of Laying Quail Fed Tecton Leaf Meal
(Tectona grandiss Linn. f) In Diet. Supervised by WIDYA HERMANA dan
YULI RETNANI.
This experiment was held at Slamet Quail Farm in Sukabumi, and Poultry
Nutrition Laboratory, Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University,
Bogor, from June to September, 2013. This research aimed to evaluated the effects
of tecton leaf as addition in diet of quail. Laying quails aged 6 weeks and 180
heads had body weight average about 165.11±10.53 g were allowed in completely
randomized design, that divided into four treatments with three replications. The
treatments were classified into : basal diet (P0), basal diet + 3% tecton leaf meal
(P1), basal diet + 6% tecton leaf meal (P2), basal diet + 9% tecton leaf meal (P3).
Variables were feed intake, egg production, egg weight, egg mass, feed conversion
ration and mortatilty. The result of this research showed that tecton leaf meal did
not significantly affect on egg production, egg weight, egg mass, and feed
conversion, but significantly decreased on feed intake (P<0.05). There was no
mortality during this experiment. The addition of tecton leaf meal in ration
decreased value of income overfeed cost. Tecton leaf meal supplementation was
increased feed cost.
Keyword : egg production, income overfeed cost, quail, tecton leaf meal
PRODUKTIVITAS PUYUH PETELUR Coturnix coturnix
japonica YANG DIBERI TEPUNG DAUN JATI (Tectona
grandis Linn. f.) DALAM RANSUM
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Shufia El Tsaura
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
METODE PENELITIAN 2
Materi 2
Ternak dan Kandang 2
Pakan 3
Peralatan 3
Lokasi dan Waktu Penelitian 3
Metode 4
Pembuatan Tepung Daun Jati 4
Pemeliharaan 4
Peubah yang Diamati 4
Rancangan Percobaan 5
Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Kondisi Umum Lingkungan Kandang 5
Performa Puyuh 6
Konsumsi Pakan 6
Produksi Telur 6
Produksi Massa Telur 8
Bobot Telur 8
Konversi Pakan 9
Mortalitas 9
Income Over Feed Cost (IOFC) 9
SIMPULAN DAN SARAN 11
DAFTAR PUSTAKA 11
LAMPIRAN 13
RIWAYAT HIDUP 18
UCAPAN TERIMAKASIH 18
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE PENELITIAN
Materi
Pakan
Pakan yang digunakan merupakan pakan komersial burung puyuh petelur
periode layer ditambahkan dengan tepung daun jati sesuai perlakuan. Daun jati
berasal dari kebun jati daerah Jampang, Sukabumi. Daun jati dijemur sampai kering
kemudian digiling menjadi tepung.
Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah tempat pakan yang terbuat dari bambu dan
kayu, label, thermometer, timbangan digital untuk menimbang pakan dan telur yang
dihasilkan, plastik untuk menampung pakan setiap ulangan.
Metode
Perlakuan
Penelitian ini menggunakan 4 ransum perlakuan dengan 3 ulangan yang
dibedakan berdasarkan level pemberian daun jati, yakni:
Pemeliharaan
Penelitian dilakukan selama 7 minggu. Kegiatan selama pemeliharaan yaitu
setiap hari dilakukan pembersihan kandang, tempat pakan, tempat air minum, serta
lingkungan sekitar kandang pemeliharaan. Pakan diberikan sesuai kebutuhan puyuh
yaitu 25 g ekor-1hari-1, diberikan dua kali pada jam 06.00 dan 15.00. Bentuk fisik
pakan yang diberikan yaitu mash sesuai dengan perlakuan masing-masing serta air
minum diberikan ad libitum. Pemberian air minum pada puyuh yang baru dimasukan
dalam kandang ditambah dengan Vitachick® selama 1 minggu. Vitachick® diberikan
lagi saat proses penggantian dari ransum komersil ke ransum perlakuan selama 1
minggu. Pemberian Vitachick® dalam air minum hanya diberikan pada pakan
kontrol.
Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan pola searah. Model linier yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Y ij = µ + τ i + ε ij
Keterangan,
Yij : Pengamatan produksi telur puyuh ke-i dan ulangan ke-j
µ : Rataan produksi telur puyuh
τi : Pengaruh perlakuan ke-i
εij : Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
Analisis Data
Data produksi telur puyuh (konsumsi pakan, produksi telur, produksi massa
telur, bobot telur, mortalitas dan konversi pakan) yang diperoleh dianalisis
menggunakan Analisa Ragam (analysis of variance, ANOVA) (Steel dan Torrie
1993), kemudian jika berbeda antar perlakuan dilakukan uji lanjut kontras ortogonal.
Analisis data menggunakan program statistik dengan komputer yaitu program SPSS
12.0.
Suhu dan kelembaban kandang diukur selama penelitian 7 minggu. Rataan dan
simpangan baku suhu dan kelembaban yang disajikan pada Tabel 3.
Rataan suhu kandang saat penelitian tinggi pada siang hari yaitu mencapai
30.12 oC, hal ini disebabkan pada bulan Juni-Agustus adalah musim kemarau
sehingga suhu kandang tinggi dan sirkulasi udara yang kurang baik. Indonesia yang
termasuk beriklim tropis memiliki suhu rata-rata harian berkisar 27.5°C (Oldeman
dan Frere 1982). Sirkulasi udara yang kurang baik dapat mempengaruhi tingkat
mortalitas pada unggas. Suhu kandang 30oC akan mempengaruhi pertumbuhan,
konsumsi pakan, produksi telur dan ukuran telur. Suhu kandang puyuh diatur dalam
keadaan suhu ruang atau suhu normal. Rataan suhu kandang yang diatur bagi puyuh
untuk berproduksi sekitar 28-30 oC (Wuryadi 2011).
6
Performa Puyuh
Tabel 4 Konsumsi pakan, produksi telur, produksi massa telur, bobot telur dan
konversi pakan puyuh selama penelitian
Perlakuan
P0 P1 P2 P3
Konsumsi pakan (g ekor-1 hari-1) 22.28±0.59a 20.63±0.83b 21.26±0.38b 21.06±0.17b
Keterangan : P0 = pakan kontrol, P1 = pakan dengan tepung daun jati 3%, P2 = pakan dengan tepung
daun jati 6%, P3 = pakan dengan tepung daun jati 9%. Huruf yang berbeda pada baris
yang sama menunjukkan beda nyata tiap perlakuan dengan (P<0.05)
Konsumsi Pakan
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian tepung daun jati 3%
dalam pakan (P1), tepung daun jati 6% dalam pakan (P2), tepung daun jati 9% dalam
pakan (P3) mempengaruhi (P<0.05) konsumsi pakan. Pakan yang diberi penambahan
tepung daun jati menurunkan konsumsi pakan selama 7 minggu pemeliharaan
dibandingkan kontrol. Rendahnya konsumsi pakan perlakuan dapat disebabkan oleh
faktor warna ransum perlakuan yang lebih gelap dibandingkan ransum kontrol.
Rasyaf (1990) menyatakan bahwa ransum yang berwarna terang atau cerah lebih
disukai unggas daripada yang berwarna gelap. Rataan konsumsi pakan puyuh pada
P0 selama 7 minggu pengamatan yakni 22.28 g ekor-1 hari-1 merupakan rataan
konsumsi tertinggi dibandingkan pakan perlakuan P1, P2 dan P3. Daulay et al.
(2007) menyatakan bahwa puyuh akan mengurangi konsumsinya apabila kebutuhan
energinya sudah terpenuhi. Kebutuhan protein pakan puyuh petelur sebesar 17%,
lemak kasar 7%, serat kasar 7%, Ca 2.5%-3.5%, P 0.6%-1%, methionine 0.40% dan
EM 2700 kkal kg-1 (Badan Standarisasi Nasional 2006).
Puyuh akan mengkonsumsi pakan untuk memperoleh energi yang
dibutuhkan, sehingga bahan pakan yang diberikan harus sesuai dan dapat memenuhi
dengan kebutuhan nutrisi puyuh. Hasil penelitian Afiyah (2013) menyatakan bahwa
daun jati mengandung senyawa metabolit tannin dan saponin. Zat antinutrisi tersebut
diduga mempengaruhi tingkat konsumsi pakan puyuh penelitian. Santoso et al.
(2001) menjelaskan bahwa tanin merupakan faktor pembatas pada unggas.
produksi telur. Rataan produksi telur puyuh yang dihasilkan selama penelitian ini
adalah 66.35%-67.89% Persentase produksi telur harian yang diberi perlakuan dalam
pakan tidak berbeda dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Tinggi rendahnya telur
yang diproduksi dipengaruhi oleh pakan (Anggorodi 1984). Kandungan serat kasar
semakin meningkat dengan bertambahnya pemberian tepung daun jati pada
perlakuan P2 (6%) dan P3 (9%) yakni sebesar 5.42% dan 5.94%. Penelitian
Mawaddah (2011) menunjukan bahwa konsumsi pakan yang rendah dan serat kasar
yang tinggi menyebabkan terganggunya laju produksi telur.
100
Produksi telur per minggu
90
80
70
60
50
(%)
40
30
20
10
0
8 9 10 11 12 13 14
Minggu (umur)
Gambar 2 Produksi telur puyuh umur minggu 8 sampai minggu 14. ▬♦▬
kontrol ▬■▬ pemberian 3% tepung daun jati ▬▲▬ pemberian
6% tepung daun jati ▬X▬ pemberian 9% tepung daun jati
Produksi telur salah satunya ditentukan oleh umur pertama bertelur. Burung
puyuh penelitian mulai bertelur pada umur 42 hari. Pada permulaan masa bertelur,
produksi telurnya sedikit dan akan cepat meningkat sesuai bertambahnya umur.
Perubahan produksi telur tertinggi terjadi pada perlakuan P1 penambahan 3% tepung
daun jati dalam pakan sebaliknya perubahan produksi telur relatif lambat terjadi pada
P0 kontrol. Pola perubahan produksi telur setiap minggunya mengalami kenaikan
dan penurunan yang berbeda-beda. Hal ini disebakan oleh tingkat konsumsi pakan.
Menurut Wahju (1997) sebagian besar zat makanan yang dikonsumsi puyuh
digunakan untuk mendukung produksi telur. Berdasarkan perhitungan konsumsi
energi selama penelitian semakin menurun seiring bertambahnya pemberian tepung
daun jati dalam pakan. Penurunan produksi telur terendah terjadi pada P3 yakni
pemberian 9% tepung daun jati dalam pakan dengan konsumsi energi sebesar 77.17
kal g-1 ekor-1hari-1. Brand et al. (2003) menjelaskan bahwa kandungan energi dan
protein pakan berperan dalam produksi telur. Konsumsi energi dan protein tertinggi
- - -
selama penelitian ialah pada P0 secara berturut-turut 83.30 dan
- -
4.77 , sedangkan rataan konsumsi energi dan protein P1, P2 dan P3
hampir sama pada tiap perlakuannya. Tinggi rendahnya konsumsi protein dan energi
secara fisiologis berpengaruh terhadap jumlah telur yang dihasilkan. Kebutuhan
protein paling tinggi dibutuhkan pada awal produksi untuk memenuhi kebutuhan
pertumbuhan, dewasa kelamin dan produksi telur yang dihasilkan (Lesson dan
Summers 2001).
Produksi telur selama 7 minggu pengamatan memiliki persentase produksi
telur yang dihasilkan tiap perlakuan hampir sama, artinya tiap perlakuan memiliki
8
kandungan nutrien yang hampir sama. Awal produksi telur terjadi pada umur 8
minggu cenderung meningkat sampai umur 14 minggu, akan tetapi belum terlihat
puncak produksi setelah 7 minggu pemeliharaan. Rataan produksi pada 7 minggu
pertama bertelur mencapai sekitar 87%. Penelitian Tubagus (2008) menunjukkan
bahwa puyuh mencapai puncak produksi lebih dari 80% pada minggu ke 13 sampai
minggu 20, setelah berumur 26 minggu produksi telur akan menurun drastis.
Bobot Telur
12.00
10.00
Bobot telur (g)
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
8 9 10 11 12 13 14
Minggu ke-
Gambar 3 Rataan bobot telur puyuh umur 8-14 minggu. ▬■▬ kontrol ▬■▬ pemberian
3% tepung daun jati ▬■▬ pemberian 6% tepung daun jati ▬■▬ pemberian 9%
tepung daun jati
yakni pada P2 dengan pemberian 6% tepung daun jati dalam pakan. Pola alami
produksi telur terjadi ketika puyuh baru mulai bertelur, telur berukuran kecil secara
berangsur-angsur bobot telur meningkat seiring pertambahan umur puyuh dan
mencapai bobot maksimum ketika mendekati akhir masa bertelur. Hal ini serupa
dengan pendapat Nugroho dan Mayun (1986) yang menyatakan bahwa telur puyuh
saat permulaan bertelur berukuran kecil, ukuran telur membesar sesuai pertambahan
umur dan akan mencapai besar yang stabil. Song et al. (2000) menyatakan bahwa
rata-rata bobot telur puyuh normal adalah 10.34 g butir-1. Pengaruh pemberian pakan
kontrol dan pemberian tepung daun jati 3%, 6% dan 9% memberikan rataan yang
sama untuk bobot telur. Nilai tersebut masih dikatakan normal pada telur puyuh,
artinya nutrisi yang didapat puyuh untuk menghasilkan bobot telur yang normal
dapat terpenuhi dengan baik pada semua ransum yang digunakan selama penelitian.
Konversi Pakan
Nilai konversi pakan didapat dari pembagian rataan konsumsi per ekor dengan
massa telur. Data pada Tabel 4 menunjukkan hasil penelitian tidak mempengaruhi
(P>0.05) nilai konversi pakan pada pakan kontrol maupun pakan perlakuan. Rataan
nilai konversi pakan selama penelitian berkisar 3.30-3.62. Pakan perlakuan P1, P2
dan P3 memiliki nilai konversi pakan yang lebih baik dibanding pakan kontrol.
Pakan yang diberi penambahan tepung daun jati cenderung menurunkan nilai
konversi pakan (P=0.19). Nilai konversi pakan menunjukan bahwa pemberian tepung
daun jati dalam ransum memberikan pengaruh yang positif dalam jumlah pakan
yang habis dikonsumsi untuk memproduksi satu butir telur. Konversi ransum yang
baik untuk puyuh adalah 3.34 (Makund 2006). Nilai konversi pakan pada pakan
kontrol relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pakan perlakuan. Hal ini disebabkan
oleh kurang baiknya penyerapan nutrien dalam tubuh puyuh. Hal ini menunjukkan
bahwa angka konversi pakan semakin baik, karena penggunaan pakan perlakuan
semakin efisien.
Mortalitas
Pakan dapat dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila ternak dapat
berproduksi dengan normal dan tidak memberikan efek negatif pada ternak.
Walaupun pemberian tepung daun jati tidak mempengaruhi produksi telur, ternyata
pemberian pakan perlakuan tepung daun jati mempengaruhi rendahnya tingkat
mortalitas yang terjadi pada saat pemeliharaan. Tidak ada mortalitas puyuh selama 7
minggu pemeliharaan baik pemberian pakan kontrol maupun pakan perlakuan. Hal
ini membuktikan bahwa ransum perlakuan yang diberikan tidak memberikan efek
negatif pada ternak. Penggunaan tepung daun jati memiliki potensi yang
menguntungkan digunakan sebagai salah satu alternatif sumber bahan pakan baru
dilihat ketersediannya yang tinggi. Disamping itu terdapat kelemahan pada tanaman
daun jati yakni kandungan serat kasar yang cukup tinggi. Upaya yang dapat
dilakukan untuk mengatasi kelemahan tersebut adalah dengan dilakukan pengolahan
pakan secara kimia atau biologi seperti pemanasan, perebusan, atau silase.
informasi tentang biaya pakan yang digunakan dan pendapatan yang diperoleh
terhadap produksi telur yang dihasilkan. Perhitungan analisis usaha mengenai
pendapatan dapat dihitung dengan Income Cver Feed Cost (IOFC). Komponen lain
yang dihitung selain IOFC yakni Break Even Point (BEP). BEP dihitung untuk
mengetahui jumlah pendapatan terhadap jumlah keseluruhan biaya total yang
dikeluarkan sehingga didapatkan kondisi tidak ada keuntungan yang diperoleh
maupun kerugian yang terjadi. Rataan income over feed cost produksi telur puyuh
dapat dilihat pada Tabel 5.
Income Over Feed Cost dapat dihitung dengan mengetahui harga pakan
perlakuan dengan banyaknya konsumsi pakan dan harga jual telur terhadap produksi
telur yang dihasilkan. Berdasarkan hasil perhitungan pendapatan yang dihasilkan
terhadap biaya pakan yang digunakan menunjukkan bahwa penambahan tepung daun
jati dalam pakan berpengaruh terhadap Income Over Feed Cost. Perlakuan P0 (Rp
120) merupakan pendapatan yang paling tinggi. Pendapatan semakin menurun
seiring peningkatan level penambahan tepung daun jati dalam pakan hingga P3 (Rp
58) merupakan pendapatan paling rendah. Hal ini menunjukkan penggunaan tepung
daun jati dalam ransum kurang efisien karena meningkatkan biaya pakan. Produksi
telur, bobot telur dan konversi pakan mempengaruhi tinggi rendahnya nilai Income
Over Feed Cost yang dihasilkan.
Selain dilakukan perhitungan analisis pendapatan IOFC perlu diketahui
analisis titik impas hasil penjualan produksi telur puyuh. Berdasarkan perhitungan
titik impas hasil penjualan produksi telur yakni menghitung biaya tetap total yang
digunakan selama pemeliharaan dibagi terhadap harga jual telur per butir dan biaya
variabel per butir telur. Biaya tetap dan biaya variabel per butir telur yang
dikeluarkan selama penelitian masing-masing sebesar Rp 108 000 dan Rp Rp 82.23.
Hal ini menunjukkan bahwa produksi telur yang dihasilkan selama penelitian akan
mencapai titik impas apabila dapat menjual sebanyak 1988 butir telur dengan harga
jual per butir sebesar Rp 300. Total produksi telur yang dihasilkan selama penelitian
berjumlah 5930 butir dapat memberikan hasil penjualan relatif tinggi yang diperoleh
untuk periode tertentu sama besarnya dengan keseluruhan biaya yang telah
dikeluarkan sehingga usaha penjualan telur puyuh tidak memperoleh keuntungan
atau mengalami kerugian.
11
Produktivitas puyuh petelur umur 8-14 minggu yang diberi tepung daun jati
dalam ransum tidak berpengaruh terhadap produksi telur puyuh, bobot telur dan
konversi pakan. Pemberian tepung daun jati memberikan pengaruh terhadap tingkat
mortalitas yakni 0% kematian. Penggunaan tepung daun jati yang dicampurkan
dalam ransum puyuh petelur memberikan pengaruh yang optimal hingga taraf 6%.
Penambahan tepung daun jati dalam ransum kurang efisien diberikan karena
meningkatkan biaya pakan sehingga menurunkan nilai IOFC produksi telur akan
tetapi tidak menyebabkan kerugian terhadap hasil penjualan produksi telur yang
dihasilkan selama penelitian.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Afiyah DN. 2013 Sifat mikrobiologis sosis daging sapi dengan penambahan ekstrak
daun jati (Tectona grandis) selama penyimpanan dingin. [skripsi]. Fakultas
Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Anggorodi HR. 1984. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Utama.
Ati NH, Rahayu P, Notosoedarmo S, Limantara L. 2006. Komposisi dan kandungan
pigmen pewarna alami kain tenun ikat di Kabupaten Timor Tengah Selatan,
Provinsi Nusa Tenggara Timor. Indo J Chem. 6 (3): 325-331.
[BPS] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Pakan Puyuh Bertelur (Quail Layer) SNI
01-3907-2006. Jakarta (ID): Standar Nasional Indonesia.
Brand Z, Brand TS, Brown CR. 2003. The effect of dietary and protein levels on
production in breeding female ostrich. Brit Poult Sci. 44(4):589-606.
Daulay AH, Bahri I, Sahputra K. 2007. Pemanfaatan tepung buah mengkudu
(Morinda Colticfolia) dalam ransum terhadap performans burung puyuh
(Coturnix-coturnix japonica) umur 0-42 hari. J Agrib Pet. 3(1):23-28.
Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Populasi kelinci, puyuh
dan merpati tahun 2010 sampai 2013 per provinsi http://www.ditjennak.go.id/
[16 Febuari 2014].
Departemen Kehutanan. 2012. Manual kehutanan. Jakarta (ID) : Departemen
Kehutanan Republik Indonesia.
Gunawan, Sundari MM. 2003. Pengaruh penggunaan probiotik dalam ransum terhadap
produktivitas ayam. J Wartazoa. 13(3) : 132-133.
Lesson S, Summers JD. 2001. Nutrition of the Chicken. 4th Ed. Ithaca. M.L. New
York (US) : Scott and Associates.
Listiyowati E, Roospitasari K. 2000. Puyuh Tata Laksana Budi Daya Secara
Komersial. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
12
Makund KM. 2006. Response of laying japanese quail to dietary calcium levels at
two levels energy. J Poult. Sci. 43 : 351-356
Mawaddah S. 2011. Kandungan kolestrol lemak, vitamin A dan E dalam daging,
hati dan telur, serta performa puyuh dengan pemberian ekstrak dan tepung
daun katuk (Sauropus androgynous L. Merr) dalam ransum [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Mustofa I. 2008. Ilmu Kebidanan Veteriner Menunjang Kesejahteraan Masyarakat.
Universitas Airlangga. http://www.unair.ac.id/(diakses pada tanggal 23
Februari 2014).
[NRC] National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry 9th
Revised Ed.Washington D.C. (US) : National Academy of Science.
Nugroho, IGK Mayun. 1986. Beternak Burung Puyuh. Semarang (ID) : Penerbit Eka
Offset.
Purushotham KG, Arun P, Jayarani JJ, Vasnthakumari R, Sankar L, Peddy BR. 2010.
Synergistic in vitro antibacterial activity of Tectona grandis Linn. f. leaves
with tetracycline. J Phr Rsc. 2 (1) : 519-523
Oldeman L R, M. Frere. 1982. A Study of Agroclimatology of the Humid Tropics of
Southeas Asia. Rome (RO) : Food and Agriculture Organization of United
Nations.
Rasyaf M. 1990. Memelihara Burung Puyuh. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Redaksi Agromedia. 2002. Puyuh Si Kecil Penuh Potensi. Jakarta (ID) : Agromedia
Pustaka.
Santoso U, Handayani E, Suharyono. 2001. Effect of Sauropus androgynous
(katuk) leaf extract on growth, fat accumulation and fecal microorganism in
broiler chickens. JITV. 6(4):220-226.
Song KT, Choi SH, Oh HR. 2000. A comparison of egg quality of phesant, chukar,
quail and guinea fowl. Asian-Aus J Anim Sci. 13(7): 986-990.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu pendekatan
Biometrik. Penerjemah B. Sumantri. Jakarta (ID) : PT.Gramedia Pustaka
Utama.
Tubagus DP. 2008. Pemanfaatan tepung kulit buah terong belanda (Cyphomandra
betacea) fermentasi (Aspergillus niger) terhadap produksi telur burung puyuh
(Coturnix-coturnix japonica) [skripsi]. Medan (ID) :Universitas Sumatera
Utara
Wahju Y. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan Kedua. Yogyakarta (ID) : Gajah
Mada University Pr.
Wuryadi S. 2011. Beternak dan Bisnis Puyuh. Cetakan Pertama. Jakarta (ID) : PT.
Agromedia Pustaka.
13
Lampiran 1 Analisis ragam konsumsi ransum, produksi telur, produksi massa telur,
bobot telur dan konversi pakan
Lampiran 3 Rataan, standar deviasi dan koefisien keragaman produksi telur puyuh
umur 8-14 minggu (%)
Perlakuan
Umur (Minggu P0 P1 P2 P3
±SD (Kk) ±SD (Kk) ±SD (Kk) ±SD (Kk)
8 30.16±2.75 29.52±2.52 29.52±1.90 33.33±4.15
(9.12) (8.54) (6.44) (12.45)
9 50.16±2.91 59.05±5.30 50.16±4.29 58.10±5.04
(5.80) (8.97) (8.55) (8.67)
10 57.78±7.02 62.22±2.40 63.49±6.05 55.24±2.86
(12.15) (3.86) (9.53) (5.18)
11 76.83±5.25 76.19±4.36 73.65±3.34 74.29±3.30
(6.83) (5.72) (4.53) (4.44)
12 86.35±8.10 80±0.95 82.86±5.30 81.90±3.81
(9.38) (1.18) (6.44) (4.65)
13 83.81±7.56 74.60±0.55 76.83±6.20 75.87±4.50
(9.02) (0.73) (8.07) (5.93)
14 90.16±3.06 90.79±7.76 87.94±5.74 91.75±1.1
(3.39) (8.53) (6.53) (1.19)
±SD (Kk) 67.8±5.24 67.48±3.41 66.35±4.68 67.21±3.54
(7.72) (5.04) (7.05) (5.26)
Keterangan : = rataan ; SD = standar deviasi ; Kk = koefisien keragaman. P0 = pakan kontrol,
P1=pakan dengan tepung daun jati 3%, P2 = pakan dengan tepung daun jati 6%, P3 =
pakan dengan tepung daun jati 9%.
Lampiran 4 Rataan, standar deviasi dan koefisien keragaman produksi massa telur
puyuh umur 8-14 minggu (g ekor-1 hari-1)
Perlakuan
Umur (Minggu) P0 P1 P2 P3
±SD (Kk) ±SD (Kk) ±SD (Kk) ±SD (Kk)
8 2.65±0.17 2.64±0.18 2.71±0.15 2.99±0.37
(6.66) (6.90) (5.45) (12.6)
9 4.90±0.32 5.56±0.49 5.05±0.58 5.84±0.45
(6.59) (8.83) (11.62) (7.74)
10 6.32±0.52 6.42±0.29 6.60±0.61 5.75±0.19
(8.36) (4.57) (9.30) (3.45)
11 8.12±0.57 8.01±0.39 7.88±0.29 7.81±0.33
(6.96) (4.97) (3.69) (4.27)
12 9.28±0.92 8.66±0.24 8.82±0.56 8.89±0.38
(9.92) (2.84) (6.45) (4.37)
13 9.11±0.93 7.97±0.13 8.17±0.64 7.96±0.41
(10.3) (1.63) (7.87) (5.20)
14 9.77±0.28 9.95±0.80 9.53±0.61 9.95±0.19
(2.89) (8.06) (6.42) (1.98)
±SD (Kk) 7.16±0.22 7.03±0.21 6.97±0.09 7.03±0.12
(7.40) (5.12) (7.03) (4.69)
Keterangan : = rataan ; SD = standar deviasi ; Kk = koefisien keragaman. P0 = pakan kontrol, P1 =
pakan dengan tepung daun jati 3%, P2 = pakan dengan tepung daun jati 6%, P3 = pakan
dengan tepung daun jati 9%.
16
Lampiran 5 Rataan, standar deviasi dan koefisien keragaman bobot telur puyuh
umur 8-14 minggu (g butir-1)
Perlakuan
Umur (Minggu) P0 P1 P2 P3
±SD (Kk) ±SD (Kk) ±SD (Kk) ±SD (Kk)
8 8.81±0.22 8.96±0.22 9.17±0.09 8.96±0.05
(2.49) (2.46) (0.98) (0.56)
9 9.77±0.23 9.41±0.017 10.05±0.61 10.06±0.27
(2.35) (0.18) (6.06) (2.68)
10 10.99±1.06 10.31±0.07 10.40±0.28 10.41±0.21
(9.65) (0.67) (2.69) (2.02)
11 10.57±0.07 10.51±0.08 10.70±0.09 10.51±0.04
(0.66) (0.76) (0.84) (0.38)
12 10.74±0.09 10.82±0.18 10.64±0.14 10.86±0.07
(0.84) (1.75) (1.31) (0.64)
13 10.86±0.37 10.67±0.13 10.64±0.06 10.49±0.07
(3.40) (1.22) (0.56) (0.66)
14 10.84±0.11 10.96±0.06 10.83±0.11 10.84±0.11
(1.01) (0.55) (1.01) (1.01)
±SD (Kk) 10.37±0.13 10.24±0.04 10.35±0.05 10.31±0.02
(1.92) (1.56) (1.45) (1.16)
Keterangan : = rataan ; SD = standar deviasi ; Kk = koefisien keragaman. P0 = pakan kontrol, P1 =
pakan dengan tepung daun jati 3%, P2 = pakan dengan tepung daun jati 6%, P3 = pakan
dengan tepung daun jati 9%.
Lampiran 6 Rataan, standar deviasi dan koefisien keragaman konversi pakan puyuh
umur 8-14 minggu
Perlakuan
Umur (Minggu) P0 P1 P2 P3
±SD (Kk) ±SD (Kk) ±SD (Kk) ±SD (Kk)
8 7.93±2.68 7.92±0.46 7.82±1.24 6.08±0.64
(33.78) (5.92) (15.88) (10.46)
9 3.06±0.43 2.88±0.44 3.06±0.18 2.49±0.13
(14.33) (15.11) (5.92) (5.02)
10 3.40±0.56 2.56±0.31 2.45±0.51 3.26±0.58
(16.6) (12.47) (20.85) (17.9)
11 2.87±0.31 2.73±0.39 2.80±0.25 2.93±0.33
(10.92) (14.15) (8.99) (11.4)
12 2.73±0.22 2.68±0.28 2.76±0.26 2.81±0.24
(8.04) (10.3) (9.48) (8.81)
13 2.66±0.23 3.02±0.26 2.96±0.16 3.28±0.18
(8.79) (8.78) (5.61) (5.67)
14 2.67±0.13 2.23±0.11 2.71±0.10 2.25±0.34
(5.02) (5.06) (3.87) (15.24)
±SD (Kk) 3.62±0.22 3.43±0.17 3.51±0.11 3.30±0.13
(18.23) (9.33) (10.82) (10.60)
Keterangan : = rataan ; SD = standar deviasi ; Kk = koefisien keragaman. P0 = pakan kontrol, P1 =
pakan dengan tepung daun jati 3%, P2 = pakan dengan tepung daun jati 6%, P3 = pakan
dengan tepung daun jati 9%.
17
Lampiran 7 Rataan IOFC produksi telur puyuh umur 8-14 minggu (Rp butir-1)
Perlakuan
Umur (Minggu) P0 P1 P2 P3
RIWAYAT HIDUP
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Slamet Wuryadi selaku pemilik
Slamet Quail Farm yang telah memfasilitasi tempat dan materi yang digunakan
dalam penelitian ini. Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Yuli
Retnani, M Sc dan Dr Ir Widya Hermana, M Si selaku pembimbing skripsi Ibu Dr Ir
Rita Mutia, M Agr selaku dosen pembahas seminar dan Bapak Dr Iwan Prihantoro, S
Pt M Si selaku panitia seminar pada tanggal 27 Maret 2014. Ibu Ir Dwi Margi Suci
MS dan Ibu Dr Ir Sri Darwati, M Si selaku dosen penguji sidang serta Ibu Dilla
Mareistia Fassah, S Pt M Sc selaku panitia sidang pada tanggal 2 Juni 2014. Terima
kasih kepada rekan sepenelitian Nely Nurul Faizah yang telah membantu selama
waktu penelitian di Sukabumi serta kepada rekan-rekan lain yang turut membantu
dalam penelitian ini (Abdullah RM, Mba Yati, Mba Nurul) yang telah bekerja keras
dan meluangkan waktu untuk penelitian ini. Terakhir terima kasih juga penulis
sampaikan kepada orang tua dan seluruh keluarga atas semua doa, perhatian dan
kasih sayangnya.