Anda di halaman 1dari 27

PRODUKTIVITAS PUYUH PETELUR Coturnix coturnix

japonica YANG DIBERI TEPUNG DAUN JATI (Tectona


grandis Linn. f.) DALAM RANSUM

SHUFIA EL TSAURA AHMADI

DEPARTEMEN ILMU ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produktivitas Telur
Puyuh Coturnix coturnix japonica yang diberi Tepung Daun jati (Tectona
grandis linn. f.) dalam Ransum adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Shufia El Tsaura A.
NIM D24100064
ABSTRAK
SHUFIA EL TSAURA. Produktivitas Puyuh Petelur Coturnix coturnix
japonica yang diberi Tepung Daun Jati (Tectona grandis linn. f.) dalam
Ransum. Dibimbing oleh WIDYA HERMANA dan YULI RETNANI.

Penelitian ini dilakukan di Peternakan puyuh Slamet Quail Farm, Sukabumi,


Pada bulan Juni sampai dengan September 2013. Tujuan dari penelitian ini adalah
menganalisis produktivitas puyuh petelur umur 6-14 minggu yang diberi tepung daun
jati dalam ransum. Materi penelitian yang digunakan adalah ternak puyuh (Coturnix
coturnix japonica) berumur 6-14 minggu sebanyak 180 ekor yang diberi penambahan
tepung daun jati dalam ransum. Metode penelitian adalah percobaan dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 3 ulangan.
Perlakuan terdiri atas : pakan basal tanpa penambahan tepung daun jati (P0), pakan
basal + 3% tepung daun jati (P1), pakan basal + 6% tepung daun jati (P2), dan pakan
basal + 9% tepung daun jati (P3). Parameter yang diamati adalah konsumsi pakan,
produksi telur, produksi massa telur, bobot telur, konversi pakan, dan mortalitas. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penambahan tepung daun jati dalam pakan 3%-9%
mempengaruhi produksi telur, bobot telur dan konversi pakan akan tetapi menurunkan
tingkat konsumsi pakan. tidak ada mortalitas puyuh selama penelitian. Pemberian
tepung daun jati menurunkan nilai IOFC produksi telur. Penambahan tepung daun jati
dalam pakan kurang efisien diberikan karena meningkatkan biaya pakan.

Kata kunci: IOFC, produksi telur, puyuh, tepung daun jati

ABSTRACT
SHUFIA EL TSAURA. Productivity of Laying Quail Fed Tecton Leaf Meal
(Tectona grandiss Linn. f) In Diet. Supervised by WIDYA HERMANA dan
YULI RETNANI.

This experiment was held at Slamet Quail Farm in Sukabumi, and Poultry
Nutrition Laboratory, Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University,
Bogor, from June to September, 2013. This research aimed to evaluated the effects
of tecton leaf as addition in diet of quail. Laying quails aged 6 weeks and 180
heads had body weight average about 165.11±10.53 g were allowed in completely
randomized design, that divided into four treatments with three replications. The
treatments were classified into : basal diet (P0), basal diet + 3% tecton leaf meal
(P1), basal diet + 6% tecton leaf meal (P2), basal diet + 9% tecton leaf meal (P3).
Variables were feed intake, egg production, egg weight, egg mass, feed conversion
ration and mortatilty. The result of this research showed that tecton leaf meal did
not significantly affect on egg production, egg weight, egg mass, and feed
conversion, but significantly decreased on feed intake (P<0.05). There was no
mortality during this experiment. The addition of tecton leaf meal in ration
decreased value of income overfeed cost. Tecton leaf meal supplementation was
increased feed cost.

Keyword : egg production, income overfeed cost, quail, tecton leaf meal
PRODUKTIVITAS PUYUH PETELUR Coturnix coturnix
japonica YANG DIBERI TEPUNG DAUN JATI (Tectona
grandis Linn. f.) DALAM RANSUM

SHUFIA EL TSAURA AHMADI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Produktivitas Puyuh Petelur Coturnix coturnix japonica yang
diberi Tepung Daun Jati (Tectona grandis linn. f.) dalam
Ransum.
Nama : Shufia El Tsaura Ahmadi
NIM : D24100064

Disetujui oleh

Dr Ir Widya Hermana, M Si Prof Dr Ir Yuli Retnani, M Sc


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MS


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Syukur nikmat yang telah diberikan Allah subhanahu wa ta’ala atas


rahmat dan berkahnya sehingga penulis berhasil menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
Juli sampai September 2013 ini ialah pakan, dengan judul Produktivitas Puyuh
Petelur Coturnix coturnix japonica yang diberi Tepung Daun Jati (Tectona
grandis linn. f.) dalam Ransum.
Tanaman daun jati merupakan tanaman perennial yang mempunyai
peluang sangat besar untuk digunakan sebagai pakan ternak. Ketersediaan dan
keberadaanya yang melimpah dipilih sebagai salah satu alternatif tanaman
sumber bahan pakan lokal. Umumnya pohon jati digunakan untuk diambil
kayu sebagai komoditi utama logistik. Oleh karena itu dalam penelitian ini
dilakukan pemanfaatan limbah berupa daun jati dalam bentuk tepung yang
dicampurkan dalam pakan puyuh petelur. Kandungan zat aktif yang terdapat
dalam daun jati yakni beta karoten, senyawa alkaloid dan fenol. Senyawa
fitokimia tersebut diharapkan mampu menghambat pertumbuhan bakteri
patogen dalam saluran pencernaan puyuh sehingga penyerapan nutrien lebih
optimal dan dapat meningkatkan produktivitas telur. Pakan yang diberi tepung
daun jati diharapkan dapat memperbaiki keseimbangan nutrien kebutuhan
pakan puyuh dan meningkatkan produktivitas telur puyuh.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh
gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap karya ilmiah
ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Bogor, Juni 2014

Shufia El Tsaura
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
METODE PENELITIAN 2
Materi 2
Ternak dan Kandang 2
Pakan 3
Peralatan 3
Lokasi dan Waktu Penelitian 3
Metode 4
Pembuatan Tepung Daun Jati 4
Pemeliharaan 4
Peubah yang Diamati 4
Rancangan Percobaan 5
Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Kondisi Umum Lingkungan Kandang 5
Performa Puyuh 6
Konsumsi Pakan 6
Produksi Telur 6
Produksi Massa Telur 8
Bobot Telur 8
Konversi Pakan 9
Mortalitas 9
Income Over Feed Cost (IOFC) 9
SIMPULAN DAN SARAN 11
DAFTAR PUSTAKA 11
LAMPIRAN 13
RIWAYAT HIDUP 18
UCAPAN TERIMAKASIH 18
DAFTAR TABEL

1 Hasil analisis proksimat tepung daun jati 3


2 Kandungan nutrien ransum penelitian 3
3 Rataan dan standar deviasi suhu kandang 5
4 Rataan dan standar deviasi konsumsi pakan, produksi telur, produksi 6
massa telur,bobot telur, dan konversi pakan puyuh selama penelitian
5 Rataan income over feed cost (IOFC) produksi telur puyuh 10

DAFTAR GAMBAR

1 Kandang koloni puyuh 2


2 Grafik produksi telur minggu selama penelitian (%) 7
3 Grafik bobot telur umur 8-14 minggu (g butir-1) 8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis ragam konsumsi ransum, produksi telur, produksi massa telur 13


berat telur dan konversi pakan
2 Rataan, standar deviasi dan koefisien keragaman konsumsi ransum 14
-1 -1
umur 8-14 minggu (g ekor hari )
3 Rataan, standar deviasi dan koefisien keragaman produksi telur 14
umur 8-14 minggu (%)
4 Rataan, standar deviasi dan koefisien keragaman produksi massa 15
-1 -1
telur puyuh umur 8-14 minggu (g ekor hari )
5 Rataan, standar deviasi dan koefisien keragaman bobot telur 16
puyuh umur 8-14 minggu (g butir-1)
6 Rataan, standar deviasi dan koefisien keragaman konversi pakan 16
puyuh umur 8-14 minggu
7 Rataan IOFC produksi telur puyuh umur 8-14 minggu (Rp butir-1) 17
1

PENDAHULUAN

Kebutuhan protein hewani semakin meningkat seiring dengan peningkatan


jumlah penduduk dan tingkat pendapatan. Peningkatan kebutuhan daging dan telur
ini merangsang para ahli di bidang peternakan untuk berusaha meningkatkan
produktivitas ternak (Gunawan dan Sundari 2003). Pemenuhan bahan pangan sumber
protein hewani sampai saat ini masih terus ditingkatkan, mengingat rataan konsumsi
protein per kapita yang masih rendah. Rataan konsumsi protein hewani masyarakat
Indonesia saat ini baru 4.19 g kapita- hari- sedangkan standar kecukupan konsumsi
protein hewani masyarakat Indonesia menurut Food Agricultural Organization
(FAO) adalah 6 g kapita- hari- (Mustofa 2008). Alternatif penyediaan bahan pangan
sebagai sumber protein hewani adalah puyuh. Puyuh merupakan unggas dual
porpose, yakni hewan dengan manfaat ganda yakni sebagai ternak penghasil daging
dan telur sehingga puyuh petelur dapat dijadikan sebagai sumber pemenuhan protein
hewani. Salah satu puyuh tipe petelur adalah puyuh jepang Coturnix-coturnix
japonica. Populasi puyuh di seluruh Indonesia pada tahun 2012 mencapai 7 840 880
ekor dan mengalami kenaikan (6.18%) dibandingkan tahun 2011 dengan jumlah
populasi sebanyak 7 356 648 ekor. Peningkatan jumlah populasi puyuh diiringi
dengan tingkat produksi telur sebesar 97 200 kg (Dirjen Peternakan dan Kesehatan
Hewan 2012).
Kandungan protein yang tinggi pada daging dan telur, lama pemeliharaan
yang relatif singkat sampai masa ‘panen’ dibandingkan dengan ternak unggas lain,
biaya pemeliharaan yang relatif rendah, serta upaya penetapan harga produk (daging
dan telur) yang relatif lebih murah, memungkinkan permintaan daging dan telur
puyuh yang cukup tinggi. Puyuh dapat mencapai dewasa kelamin sekitar umur 42
hari dengan produksi telur antara 200-300 butir setiap tahun (Listiyowati dan
Roospitasari 2000) sampai saat ini burung puyuh banyak diternakkan termasuk di
Indonesia (Redaksi Agromedia 2002), sehingga untuk dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat perlu dilakukan peningkatan kualitas dan pemanfaatan bahan pakan lokal
bergizi tinggi yang tidak bersaing dengan bahan pangan. Pakan sangat dibutuhkan
sebagai penunjang kebutuhan hidup ternak. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian
sumber daya alam yang berpotensi untuk menjadi sumber bahan pakan, antara lain
yang berasal dari tanaman. Sumber bahan pakan alternatif yang memiliki nilai gizi
tinggi dan keberadaannya sudah sejak lama dikenal masyarakat luas adalah daun jati.
Daun jati diketahui telah digunakan oleh sebagian peternak di Jawa Barat untuk
meningkatkan kualitas dan produktivitas puyuh. Pakan tambahan yang digunakan
oleh sebagian peternak untuk meningkatkan produktivitas diberikan dalam bentuk
tepung daun jati.
Tanaman jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India yang mempunyai
nama ilmiah Tectona grandis linn. F. Tanaman daun jati keberadaannya sangat luas
dengan tingkat produktivitas pohon jati di Indonesia mencapai 79.71 juta pohon jati
sedangkan produksi pohon jati di Pulau Jawa paling tinggi hingga 50.12 juta pohon
jati sementara di luar Jawa sebesar 29.57 juta pohon jati (Departemen Kehutanan
2012). Umumnya tanaman jati digunakan berupa kayu yang diambil untuk keperluan
logistik. Ketersediaan dan keberadaan tanaman jati yang melimpah, maka perlu
dilakukan pemanfaatan bagian daunnya sebagai sumber bahan pakan. Daun jati
merupakan tanaman yang memiliki kandungan pigmen alami yang terdiri dari
2

pheophiptin, β-karoten, pelargonidin 3-glukosida, pelargonidin 3,7-diglukosida,


klorofil dan dua pigmen lain yang belum teridentifikasi (Ati et al. 2006). Kandungan
senyawa kimia yang telah ditemukan di dalam daun jati adalah flavonoid, asam
fenolat, tanin, steroid, triterpenoid, dan saponin. Fungsi senyawa-senyawa dalam jati
yang telah diketahui antara lain sebagai pelindung kerusakan hati, antibakteri,
antijamur, dan sebagai antioksidan (Purushotham et al. 2010). Kandungan nutrien
pada daun jati tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pakan sumber karoten.
Peningkatan performa puyuh saat ini masih terus ditingkatkan baik segi penggunaan
ransum berkualitas dan pemberian Vitachick® yang diberikan dalam air minum.
Vitachick® yang diberikan dalam air minum bertujuan untuk mengatasi stress dan
mengurangi angka kematian pada puyuh. Umumnya tingkat mortalitas puyuh relatif
tinggi terjadi pada saat periode starter. Penambahan tepung daun jati tanpa
penambahan Vitachick® dalam air minum telah diterapkan sebagian peternak di
Sukabumi dan memberikan hasil yang cukup nyata terhadap rendahnya mortalitas
puyuh. Selain sebagai sumber bahan pakan, daun jati menjadi indikasi sebagai
substansi sumber bioaktif yang memiliki manfaat luas. Pemberian pakan tepung daun
jati diharapkan dapat meningkatkan performa dan produktivitas telur puyuh.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis produksi telur puyuh petelur
umur 8-14 minggu yang diberi penambahan tepung daun jati (Tectona grandis Linn.
f.) dalam ransum.

METODE PENELITIAN
Materi

Ternak dan Kandang


Penelitian ini menggunakan ternak puyuh (Coturnix coturnix japonica) yang
berumur 6 minggu sebanyak 180 ekor puyuh dengan rataan bobot badan 165.11
±10.53 g dalam kandang koloni dibagi menjadi 4 perlakuan dengan 3 ulangan
masing-masing ulangan terdiri dari 15 ekor puyuh betina. Pemeliharaan Day Old
Quail (DOQ) sampai umur 5 minggu tidak diberi penambahan tepung daun jati.
Kandang yang digunakan adalah kandang koloni dengan ukuran 20x30x160 cm.
Kandang puyuh disajikan pada Gambar 1

Gambar 1 Kandang koloni puyuh


3

Pakan
Pakan yang digunakan merupakan pakan komersial burung puyuh petelur
periode layer ditambahkan dengan tepung daun jati sesuai perlakuan. Daun jati
berasal dari kebun jati daerah Jampang, Sukabumi. Daun jati dijemur sampai kering
kemudian digiling menjadi tepung.

Tabel 1 Hasil analisis proksimat tepung daun jati (as fed)*


BK Abu PK SK LK Beta- Ca P EB*
(%) (%) (%) (%) (%) N (%) (%) (kkal/kg)
(%)
89.90 8.11 11.01 22.01 3.80 44.97 1.38 0.25 2190
*Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
(2013). BK: bahan kering, PK: protein kasar, SK: serat kasar, LK: lemak kasar, EB: energi bruto

Ransum menggunakan pakan komplit komersil PT. Sinta Feedmill kemudian


dicampurkan dengan 3% tepung daun jati, 6% tepung daun jati, dan 9% tepung daun
jati. Pencampuran ransum dilakukan setiap 1 minggu sekali. Kandungan nutrien
ransum perlakuan berdasarkan perhitungan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan nutrien ransum penelitian


Kandungan Nutrien P0* P1** P2** P3**
Bahan kering (%) 89.39 89.41 89.42 89.44
Protein kasar (%) 21.42 21.11 20.79 20.48
Lemak kasar (%) 5.14 5.09 5.06 5.02
Serat kasar (%) 4.36 4.89 5.42 5.94
Kalsium (%) 5.46 5.34 5.22 5.09
Phosphor (%) 0.93 0.91 0.89 0.86
Energi bruto (Kkal kg-1) 3739 3714 3689 3664
Energi metabolis (Kkal kg-1)*** 2710 2692 2674 2656
(*) Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor (2013). (**) Kandungan nutrien berdasarkan perhitungan dari hasil analisis pakan komersil
dan tepung daun jati. P0 = pakan kontrol, P1 = pakan dengan tepung daun jati 3%, P2 = pakan dengan
tepung daun jati 6%, P3 = pakan dengan tepung daun jati 9% (***) Berdasarkan estimasi EM =
0.725 x GE (NRC 1994).

Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah tempat pakan yang terbuat dari bambu dan
kayu, label, thermometer, timbangan digital untuk menimbang pakan dan telur yang
dihasilkan, plastik untuk menampung pakan setiap ulangan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai September 2013.


Pemeliharaan puyuh dilaksanakan di Desa Cilangkap, Cikembar Sukabumi. Analisis
ransum komersil serta tepung daun jati dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
4

Metode

Perlakuan
Penelitian ini menggunakan 4 ransum perlakuan dengan 3 ulangan yang
dibedakan berdasarkan level pemberian daun jati, yakni:

P0 = Ransum komersil tanpa tepung daun jati


P1 = Ransum komersil + tepung daun jati 3% dari pakan
P2 = Ransum komersil + tepung daun jati 6% dari pakan
P3 = Ransum komersil + tepung daun jati 9% dari pakan

Pembuatan dan Pemberian Tepung Daun Jati


Daun jati diambil dari 4-5 helai tangkai bagian bawah pohon jati yang
berumur sekitar ± 7 tahun. Tahapan pembuatan tepung daun jati ialah daun jati yang
sudah diambil dari tanaman jati dipisahkan antara daun dengan batang daun. Daun
dicacah dengan ukuran panjang ± 5 cm menggunakan pisau, kemudian dikeringkan
dalam oven 60 oC selama 24 jam. Daun jati yang sudah kering dihancurkan dan
digiling sampai halus menggunakan mesin giling (Hammermill), sehingga dihasilkan
tepung daun jati yang halus dan bersih. Pemberian tepung daun jati dicampur dalam
pakan komersil sesuai perlakuan.

Pemeliharaan
Penelitian dilakukan selama 7 minggu. Kegiatan selama pemeliharaan yaitu
setiap hari dilakukan pembersihan kandang, tempat pakan, tempat air minum, serta
lingkungan sekitar kandang pemeliharaan. Pakan diberikan sesuai kebutuhan puyuh
yaitu 25 g ekor-1hari-1, diberikan dua kali pada jam 06.00 dan 15.00. Bentuk fisik
pakan yang diberikan yaitu mash sesuai dengan perlakuan masing-masing serta air
minum diberikan ad libitum. Pemberian air minum pada puyuh yang baru dimasukan
dalam kandang ditambah dengan Vitachick® selama 1 minggu. Vitachick® diberikan
lagi saat proses penggantian dari ransum komersil ke ransum perlakuan selama 1
minggu. Pemberian Vitachick® dalam air minum hanya diberikan pada pakan
kontrol.

Peubah yang Diamati


Konsumsi pakan. Konsumsi pakan puyuh dihitung dari rataan jumlah pakan
harian selama seminggu dibagi dengan jumlah ekor puyuh yang hidup selama
seminggu.
Produksi telur harian (%). Produksi telur dihitung dari rataan jumlah telur
yang dihasilkan dibagi dengan jumlah ekor puyuh yang hidup selama seminggu
dikalikan seratus persen.
Produksi massa telur. Produksi massa telur puyuh dihitung dengan cara
mengalikan produksi telur selama penelitian dengan rataan bobot telur harian.
Bobot telur. Bobot telur dihitung dari penimbangan produksi telur puyuh
harian.
Konversi pakan. Konversi pakan adalah rataan jumlah konsumsi pakan
dibagi masa telur.
Persentase mortalitas. Jumlah puyuh yang mati dibagi jumlah puyuh hidup
dikalikan seratus persen.
5

Income OverFeed Cost (IOFC). merupakan pendapatan yang dihitung


dengan mengetahui produksi telur yang dihasilkan terhadap banyaknya konsumsi
pakan dan harga jual telur.

Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan pola searah. Model linier yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Y ij = µ + τ i + ε ij
Keterangan,
Yij : Pengamatan produksi telur puyuh ke-i dan ulangan ke-j
µ : Rataan produksi telur puyuh
τi : Pengaruh perlakuan ke-i
εij : Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

Analisis Data
Data produksi telur puyuh (konsumsi pakan, produksi telur, produksi massa
telur, bobot telur, mortalitas dan konversi pakan) yang diperoleh dianalisis
menggunakan Analisa Ragam (analysis of variance, ANOVA) (Steel dan Torrie
1993), kemudian jika berbeda antar perlakuan dilakukan uji lanjut kontras ortogonal.
Analisis data menggunakan program statistik dengan komputer yaitu program SPSS
12.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kondisi Umum Lingkungan Kandang

Suhu dan kelembaban kandang diukur selama penelitian 7 minggu. Rataan dan
simpangan baku suhu dan kelembaban yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan dan standar deviasi suhu kandang


Waktu Suhu (°C)
Pagi ( ±SD) 25.36 ± 2.35
Siang ( ±SD) 30.12 ± 2.73
Sore ( ±SD) 30.36 ± 2.06
Keterangan: = rataan SD = standar deviasi

Rataan suhu kandang saat penelitian tinggi pada siang hari yaitu mencapai
30.12 oC, hal ini disebabkan pada bulan Juni-Agustus adalah musim kemarau
sehingga suhu kandang tinggi dan sirkulasi udara yang kurang baik. Indonesia yang
termasuk beriklim tropis memiliki suhu rata-rata harian berkisar 27.5°C (Oldeman
dan Frere 1982). Sirkulasi udara yang kurang baik dapat mempengaruhi tingkat
mortalitas pada unggas. Suhu kandang 30oC akan mempengaruhi pertumbuhan,
konsumsi pakan, produksi telur dan ukuran telur. Suhu kandang puyuh diatur dalam
keadaan suhu ruang atau suhu normal. Rataan suhu kandang yang diatur bagi puyuh
untuk berproduksi sekitar 28-30 oC (Wuryadi 2011).
6

Performa Puyuh

Hasil pengamatan pada puyuh penelitian umur 8-14 minggu dengan


penambahan tepung daun jati dalam ransum terhadap konsumsi pakan, produksi
telur, produksi massa telur, berat telur dan konversi pakan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Konsumsi pakan, produksi telur, produksi massa telur, bobot telur dan
konversi pakan puyuh selama penelitian
Perlakuan
P0 P1 P2 P3
Konsumsi pakan (g ekor-1 hari-1) 22.28±0.59a 20.63±0.83b 21.26±0.38b 21.06±0.17b

Produksi telur (%) 67.89±2.68 67.48±2.19 66.35±1.22 67.21±1.44

Produksi massa (g ekor-1 hari-1) 7.16±0.22 7.03±0.21 6.97±0.09 7.03±0.12

Bobot telur (g butir-1) 10.37±0.13 10.24±0.04 10.35±0.05 10.31±0.02

Konversi pakan 3.62±0.22 3.43±0.17 3.51±0.11 3.30±0.13

Keterangan : P0 = pakan kontrol, P1 = pakan dengan tepung daun jati 3%, P2 = pakan dengan tepung
daun jati 6%, P3 = pakan dengan tepung daun jati 9%. Huruf yang berbeda pada baris
yang sama menunjukkan beda nyata tiap perlakuan dengan (P<0.05)

Konsumsi Pakan
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian tepung daun jati 3%
dalam pakan (P1), tepung daun jati 6% dalam pakan (P2), tepung daun jati 9% dalam
pakan (P3) mempengaruhi (P<0.05) konsumsi pakan. Pakan yang diberi penambahan
tepung daun jati menurunkan konsumsi pakan selama 7 minggu pemeliharaan
dibandingkan kontrol. Rendahnya konsumsi pakan perlakuan dapat disebabkan oleh
faktor warna ransum perlakuan yang lebih gelap dibandingkan ransum kontrol.
Rasyaf (1990) menyatakan bahwa ransum yang berwarna terang atau cerah lebih
disukai unggas daripada yang berwarna gelap. Rataan konsumsi pakan puyuh pada
P0 selama 7 minggu pengamatan yakni 22.28 g ekor-1 hari-1 merupakan rataan
konsumsi tertinggi dibandingkan pakan perlakuan P1, P2 dan P3. Daulay et al.
(2007) menyatakan bahwa puyuh akan mengurangi konsumsinya apabila kebutuhan
energinya sudah terpenuhi. Kebutuhan protein pakan puyuh petelur sebesar 17%,
lemak kasar 7%, serat kasar 7%, Ca 2.5%-3.5%, P 0.6%-1%, methionine 0.40% dan
EM 2700 kkal kg-1 (Badan Standarisasi Nasional 2006).
Puyuh akan mengkonsumsi pakan untuk memperoleh energi yang
dibutuhkan, sehingga bahan pakan yang diberikan harus sesuai dan dapat memenuhi
dengan kebutuhan nutrisi puyuh. Hasil penelitian Afiyah (2013) menyatakan bahwa
daun jati mengandung senyawa metabolit tannin dan saponin. Zat antinutrisi tersebut
diduga mempengaruhi tingkat konsumsi pakan puyuh penelitian. Santoso et al.
(2001) menjelaskan bahwa tanin merupakan faktor pembatas pada unggas.

Produksi Telur Puyuh


Produksi telur puyuh selama 8-14 minggu pengamatan dapat dilihat pada
Tabel 4. Pemberian tepung daun jati tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
7

produksi telur. Rataan produksi telur puyuh yang dihasilkan selama penelitian ini
adalah 66.35%-67.89% Persentase produksi telur harian yang diberi perlakuan dalam
pakan tidak berbeda dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Tinggi rendahnya telur
yang diproduksi dipengaruhi oleh pakan (Anggorodi 1984). Kandungan serat kasar
semakin meningkat dengan bertambahnya pemberian tepung daun jati pada
perlakuan P2 (6%) dan P3 (9%) yakni sebesar 5.42% dan 5.94%. Penelitian
Mawaddah (2011) menunjukan bahwa konsumsi pakan yang rendah dan serat kasar
yang tinggi menyebabkan terganggunya laju produksi telur.

100
Produksi telur per minggu

90
80
70
60
50
(%)

40
30
20
10
0
8 9 10 11 12 13 14
Minggu (umur)

Gambar 2 Produksi telur puyuh umur minggu 8 sampai minggu 14. ▬♦▬
kontrol ▬■▬ pemberian 3% tepung daun jati ▬▲▬ pemberian
6% tepung daun jati ▬X▬ pemberian 9% tepung daun jati

Produksi telur salah satunya ditentukan oleh umur pertama bertelur. Burung
puyuh penelitian mulai bertelur pada umur 42 hari. Pada permulaan masa bertelur,
produksi telurnya sedikit dan akan cepat meningkat sesuai bertambahnya umur.
Perubahan produksi telur tertinggi terjadi pada perlakuan P1 penambahan 3% tepung
daun jati dalam pakan sebaliknya perubahan produksi telur relatif lambat terjadi pada
P0 kontrol. Pola perubahan produksi telur setiap minggunya mengalami kenaikan
dan penurunan yang berbeda-beda. Hal ini disebakan oleh tingkat konsumsi pakan.
Menurut Wahju (1997) sebagian besar zat makanan yang dikonsumsi puyuh
digunakan untuk mendukung produksi telur. Berdasarkan perhitungan konsumsi
energi selama penelitian semakin menurun seiring bertambahnya pemberian tepung
daun jati dalam pakan. Penurunan produksi telur terendah terjadi pada P3 yakni
pemberian 9% tepung daun jati dalam pakan dengan konsumsi energi sebesar 77.17
kal g-1 ekor-1hari-1. Brand et al. (2003) menjelaskan bahwa kandungan energi dan
protein pakan berperan dalam produksi telur. Konsumsi energi dan protein tertinggi
- - -
selama penelitian ialah pada P0 secara berturut-turut 83.30 dan
- -
4.77 , sedangkan rataan konsumsi energi dan protein P1, P2 dan P3
hampir sama pada tiap perlakuannya. Tinggi rendahnya konsumsi protein dan energi
secara fisiologis berpengaruh terhadap jumlah telur yang dihasilkan. Kebutuhan
protein paling tinggi dibutuhkan pada awal produksi untuk memenuhi kebutuhan
pertumbuhan, dewasa kelamin dan produksi telur yang dihasilkan (Lesson dan
Summers 2001).
Produksi telur selama 7 minggu pengamatan memiliki persentase produksi
telur yang dihasilkan tiap perlakuan hampir sama, artinya tiap perlakuan memiliki
8

kandungan nutrien yang hampir sama. Awal produksi telur terjadi pada umur 8
minggu cenderung meningkat sampai umur 14 minggu, akan tetapi belum terlihat
puncak produksi setelah 7 minggu pemeliharaan. Rataan produksi pada 7 minggu
pertama bertelur mencapai sekitar 87%. Penelitian Tubagus (2008) menunjukkan
bahwa puyuh mencapai puncak produksi lebih dari 80% pada minggu ke 13 sampai
minggu 20, setelah berumur 26 minggu produksi telur akan menurun drastis.

Produksi Massa Telur


Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan tepung daun jati
memberikan pengaruh tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap produksi massa telur.
Hal ini didukung bahwa pemberian tepung daun jati juga memberikan pengaruh yang
tidak nyata terhadap produksi telur. Egg mass merupakan rata-rata bobot telur harian,
sehingga persentase produksi telur akan mempengaruhi massa telur. Egg mass
dipengaruhi oleh produksi telur dan bobot telur, jika salah satu atau kedua faktor
semakin tinggi maka massa telur juga semakin meningkat dan sebaliknya. Hal ini
sesuai dengan hasil perhitungan produksi telur dan bobot telur P0 sebesar 10.37 g
butir-1, P1 sebesar 10.24 g butir-1, P2 sebesar 10.35 g butir-1, dan P3 sebesar 10.31 g
butir-1 dimana pada P0 (kontrol) menghasilkan persentase nilai produksi telur dan
bobot telur tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sehingga nilai massa
telur yang dihasilkan pada P0 juga lebih tinggi sebesar 7.16 g ekor-1 hari-1
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Listyowati dan Roospitasari (2000)
menyatakan bahwa jenis pakan, jumlah pakan, lingkungan kandang serta kualitas pakan
sangat mempengaruhi bobot telur yang dihasilkan.

Bobot Telur

12.00

10.00
Bobot telur (g)

8.00

6.00

4.00

2.00

0.00
8 9 10 11 12 13 14
Minggu ke-

Gambar 3 Rataan bobot telur puyuh umur 8-14 minggu. ▬■▬ kontrol ▬■▬ pemberian
3% tepung daun jati ▬■▬ pemberian 6% tepung daun jati ▬■▬ pemberian 9%
tepung daun jati

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh


terhadap bobot telur. Rataan bobot telur yang dihasilkan selama penelitian ini antara
10.24-10.37 g butir-1. Bobot telur puyuh yang dihasilkan selama penelitian bervariasi
dan mengalami fluktuasi setiap minggunya. Bobot telur mengalami peningkatan
yang signifikan pada minggu ke 10. Bobot telur tertinggi terjadi pada minggu 10
9

yakni pada P2 dengan pemberian 6% tepung daun jati dalam pakan. Pola alami
produksi telur terjadi ketika puyuh baru mulai bertelur, telur berukuran kecil secara
berangsur-angsur bobot telur meningkat seiring pertambahan umur puyuh dan
mencapai bobot maksimum ketika mendekati akhir masa bertelur. Hal ini serupa
dengan pendapat Nugroho dan Mayun (1986) yang menyatakan bahwa telur puyuh
saat permulaan bertelur berukuran kecil, ukuran telur membesar sesuai pertambahan
umur dan akan mencapai besar yang stabil. Song et al. (2000) menyatakan bahwa
rata-rata bobot telur puyuh normal adalah 10.34 g butir-1. Pengaruh pemberian pakan
kontrol dan pemberian tepung daun jati 3%, 6% dan 9% memberikan rataan yang
sama untuk bobot telur. Nilai tersebut masih dikatakan normal pada telur puyuh,
artinya nutrisi yang didapat puyuh untuk menghasilkan bobot telur yang normal
dapat terpenuhi dengan baik pada semua ransum yang digunakan selama penelitian.

Konversi Pakan
Nilai konversi pakan didapat dari pembagian rataan konsumsi per ekor dengan
massa telur. Data pada Tabel 4 menunjukkan hasil penelitian tidak mempengaruhi
(P>0.05) nilai konversi pakan pada pakan kontrol maupun pakan perlakuan. Rataan
nilai konversi pakan selama penelitian berkisar 3.30-3.62. Pakan perlakuan P1, P2
dan P3 memiliki nilai konversi pakan yang lebih baik dibanding pakan kontrol.
Pakan yang diberi penambahan tepung daun jati cenderung menurunkan nilai
konversi pakan (P=0.19). Nilai konversi pakan menunjukan bahwa pemberian tepung
daun jati dalam ransum memberikan pengaruh yang positif dalam jumlah pakan
yang habis dikonsumsi untuk memproduksi satu butir telur. Konversi ransum yang
baik untuk puyuh adalah 3.34 (Makund 2006). Nilai konversi pakan pada pakan
kontrol relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pakan perlakuan. Hal ini disebabkan
oleh kurang baiknya penyerapan nutrien dalam tubuh puyuh. Hal ini menunjukkan
bahwa angka konversi pakan semakin baik, karena penggunaan pakan perlakuan
semakin efisien.

Mortalitas
Pakan dapat dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila ternak dapat
berproduksi dengan normal dan tidak memberikan efek negatif pada ternak.
Walaupun pemberian tepung daun jati tidak mempengaruhi produksi telur, ternyata
pemberian pakan perlakuan tepung daun jati mempengaruhi rendahnya tingkat
mortalitas yang terjadi pada saat pemeliharaan. Tidak ada mortalitas puyuh selama 7
minggu pemeliharaan baik pemberian pakan kontrol maupun pakan perlakuan. Hal
ini membuktikan bahwa ransum perlakuan yang diberikan tidak memberikan efek
negatif pada ternak. Penggunaan tepung daun jati memiliki potensi yang
menguntungkan digunakan sebagai salah satu alternatif sumber bahan pakan baru
dilihat ketersediannya yang tinggi. Disamping itu terdapat kelemahan pada tanaman
daun jati yakni kandungan serat kasar yang cukup tinggi. Upaya yang dapat
dilakukan untuk mengatasi kelemahan tersebut adalah dengan dilakukan pengolahan
pakan secara kimia atau biologi seperti pemanasan, perebusan, atau silase.

Income Over Feed Cost (IOFC)

Gambaran mengenai pemeliharaan puyuh petelur komersil yang memiliki


prospek dapat dilihat dari analisis usahanya. Analisis perhitungan memberikan
10

informasi tentang biaya pakan yang digunakan dan pendapatan yang diperoleh
terhadap produksi telur yang dihasilkan. Perhitungan analisis usaha mengenai
pendapatan dapat dihitung dengan Income Cver Feed Cost (IOFC). Komponen lain
yang dihitung selain IOFC yakni Break Even Point (BEP). BEP dihitung untuk
mengetahui jumlah pendapatan terhadap jumlah keseluruhan biaya total yang
dikeluarkan sehingga didapatkan kondisi tidak ada keuntungan yang diperoleh
maupun kerugian yang terjadi. Rataan income over feed cost produksi telur puyuh
dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Perhitungan rataan IOFC produksi telur puyuh (Rp butir-1)


Perlakuan
Parameter
P0 P1 P2 P3
-1
Jumlah telur (butir minggu ) 71 71 70 71
Harga telur (Rp) 300 300 300 300
Biaya pakan (Rp kg-1) 5500 6235 6970 7705
-1
Konsumsi pakan (kg minggu ) 2.34 2.17 2.23 2.21
-1
Total Pendapatan (Rp butir ) 120 109 77 58
Keterangan : P0 = pakan kontrol, P1 = pakan dengan tepung daun jati 3%, P2 = pakan dengan tepung
daun jati 6%, P3 = pakan dengan tepung daun jati 9%.

Income Over Feed Cost dapat dihitung dengan mengetahui harga pakan
perlakuan dengan banyaknya konsumsi pakan dan harga jual telur terhadap produksi
telur yang dihasilkan. Berdasarkan hasil perhitungan pendapatan yang dihasilkan
terhadap biaya pakan yang digunakan menunjukkan bahwa penambahan tepung daun
jati dalam pakan berpengaruh terhadap Income Over Feed Cost. Perlakuan P0 (Rp
120) merupakan pendapatan yang paling tinggi. Pendapatan semakin menurun
seiring peningkatan level penambahan tepung daun jati dalam pakan hingga P3 (Rp
58) merupakan pendapatan paling rendah. Hal ini menunjukkan penggunaan tepung
daun jati dalam ransum kurang efisien karena meningkatkan biaya pakan. Produksi
telur, bobot telur dan konversi pakan mempengaruhi tinggi rendahnya nilai Income
Over Feed Cost yang dihasilkan.
Selain dilakukan perhitungan analisis pendapatan IOFC perlu diketahui
analisis titik impas hasil penjualan produksi telur puyuh. Berdasarkan perhitungan
titik impas hasil penjualan produksi telur yakni menghitung biaya tetap total yang
digunakan selama pemeliharaan dibagi terhadap harga jual telur per butir dan biaya
variabel per butir telur. Biaya tetap dan biaya variabel per butir telur yang
dikeluarkan selama penelitian masing-masing sebesar Rp 108 000 dan Rp Rp 82.23.
Hal ini menunjukkan bahwa produksi telur yang dihasilkan selama penelitian akan
mencapai titik impas apabila dapat menjual sebanyak 1988 butir telur dengan harga
jual per butir sebesar Rp 300. Total produksi telur yang dihasilkan selama penelitian
berjumlah 5930 butir dapat memberikan hasil penjualan relatif tinggi yang diperoleh
untuk periode tertentu sama besarnya dengan keseluruhan biaya yang telah
dikeluarkan sehingga usaha penjualan telur puyuh tidak memperoleh keuntungan
atau mengalami kerugian.
11

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan

Produktivitas puyuh petelur umur 8-14 minggu yang diberi tepung daun jati
dalam ransum tidak berpengaruh terhadap produksi telur puyuh, bobot telur dan
konversi pakan. Pemberian tepung daun jati memberikan pengaruh terhadap tingkat
mortalitas yakni 0% kematian. Penggunaan tepung daun jati yang dicampurkan
dalam ransum puyuh petelur memberikan pengaruh yang optimal hingga taraf 6%.
Penambahan tepung daun jati dalam ransum kurang efisien diberikan karena
meningkatkan biaya pakan sehingga menurunkan nilai IOFC produksi telur akan
tetapi tidak menyebabkan kerugian terhadap hasil penjualan produksi telur yang
dihasilkan selama penelitian.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap pengujian kandungan bioaktif


yang terdapat dalam daun jati serta upaya pengolahannya untuk mengoptimalkan
penggunannya dalam pakan puyuh petelur periode produksi.

DAFTAR PUSTAKA
Afiyah DN. 2013 Sifat mikrobiologis sosis daging sapi dengan penambahan ekstrak
daun jati (Tectona grandis) selama penyimpanan dingin. [skripsi]. Fakultas
Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Anggorodi HR. 1984. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Utama.
Ati NH, Rahayu P, Notosoedarmo S, Limantara L. 2006. Komposisi dan kandungan
pigmen pewarna alami kain tenun ikat di Kabupaten Timor Tengah Selatan,
Provinsi Nusa Tenggara Timor. Indo J Chem. 6 (3): 325-331.
[BPS] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Pakan Puyuh Bertelur (Quail Layer) SNI
01-3907-2006. Jakarta (ID): Standar Nasional Indonesia.
Brand Z, Brand TS, Brown CR. 2003. The effect of dietary and protein levels on
production in breeding female ostrich. Brit Poult Sci. 44(4):589-606.
Daulay AH, Bahri I, Sahputra K. 2007. Pemanfaatan tepung buah mengkudu
(Morinda Colticfolia) dalam ransum terhadap performans burung puyuh
(Coturnix-coturnix japonica) umur 0-42 hari. J Agrib Pet. 3(1):23-28.
Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Populasi kelinci, puyuh
dan merpati tahun 2010 sampai 2013 per provinsi http://www.ditjennak.go.id/
[16 Febuari 2014].
Departemen Kehutanan. 2012. Manual kehutanan. Jakarta (ID) : Departemen
Kehutanan Republik Indonesia.
Gunawan, Sundari MM. 2003. Pengaruh penggunaan probiotik dalam ransum terhadap
produktivitas ayam. J Wartazoa. 13(3) : 132-133.
Lesson S, Summers JD. 2001. Nutrition of the Chicken. 4th Ed. Ithaca. M.L. New
York (US) : Scott and Associates.
Listiyowati E, Roospitasari K. 2000. Puyuh Tata Laksana Budi Daya Secara
Komersial. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
12

Makund KM. 2006. Response of laying japanese quail to dietary calcium levels at
two levels energy. J Poult. Sci. 43 : 351-356
Mawaddah S. 2011. Kandungan kolestrol lemak, vitamin A dan E dalam daging,
hati dan telur, serta performa puyuh dengan pemberian ekstrak dan tepung
daun katuk (Sauropus androgynous L. Merr) dalam ransum [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Mustofa I. 2008. Ilmu Kebidanan Veteriner Menunjang Kesejahteraan Masyarakat.
Universitas Airlangga. http://www.unair.ac.id/(diakses pada tanggal 23
Februari 2014).
[NRC] National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry 9th
Revised Ed.Washington D.C. (US) : National Academy of Science.
Nugroho, IGK Mayun. 1986. Beternak Burung Puyuh. Semarang (ID) : Penerbit Eka
Offset.
Purushotham KG, Arun P, Jayarani JJ, Vasnthakumari R, Sankar L, Peddy BR. 2010.
Synergistic in vitro antibacterial activity of Tectona grandis Linn. f. leaves
with tetracycline. J Phr Rsc. 2 (1) : 519-523
Oldeman L R, M. Frere. 1982. A Study of Agroclimatology of the Humid Tropics of
Southeas Asia. Rome (RO) : Food and Agriculture Organization of United
Nations.
Rasyaf M. 1990. Memelihara Burung Puyuh. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Redaksi Agromedia. 2002. Puyuh Si Kecil Penuh Potensi. Jakarta (ID) : Agromedia
Pustaka.
Santoso U, Handayani E, Suharyono. 2001. Effect of Sauropus androgynous
(katuk) leaf extract on growth, fat accumulation and fecal microorganism in
broiler chickens. JITV. 6(4):220-226.
Song KT, Choi SH, Oh HR. 2000. A comparison of egg quality of phesant, chukar,
quail and guinea fowl. Asian-Aus J Anim Sci. 13(7): 986-990.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu pendekatan
Biometrik. Penerjemah B. Sumantri. Jakarta (ID) : PT.Gramedia Pustaka
Utama.
Tubagus DP. 2008. Pemanfaatan tepung kulit buah terong belanda (Cyphomandra
betacea) fermentasi (Aspergillus niger) terhadap produksi telur burung puyuh
(Coturnix-coturnix japonica) [skripsi]. Medan (ID) :Universitas Sumatera
Utara
Wahju Y. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan Kedua. Yogyakarta (ID) : Gajah
Mada University Pr.
Wuryadi S. 2011. Beternak dan Bisnis Puyuh. Cetakan Pertama. Jakarta (ID) : PT.
Agromedia Pustaka.
13

Lampiran 1 Analisis ragam konsumsi ransum, produksi telur, produksi massa telur,
bobot telur dan konversi pakan

ANOVA Produksi telur


JK db KT F Sig.
Perlakuan 3.819 3 1.273 .328 .806
Galat 31.075 8 3.884
Total 34.894 11
Keterangan : JK=jumlah kuadrat ; db=derajat bebas ; KT=kuadrat tengah ; F=nilai hitung
Sig=signifikansi

ANOVA Konsumsi Pakan


JK db KT F Sig.
Perlakuan 4.397 3 1.466 4.866 .033
Galat 2.410 8 .301
Total 6.807 11
Keterangan : JK=jumlah kuadrat ; db=derajat bebas ; KT=kuadrat tengah ; F=nilai hitung
Sig=signifikansi

Uji Lanjut Kontras Ortogonal Konsumsi pakan


SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Total 12 6.810 0.567
Perlakuan 3 4.407 1.469 5.504 3.862 6.991*
1 vs 3,4,2 1 3.795 3.795 14.21 5.117 10.561**
3,4 vs 2 1 0.553 0.553 2.072 5.117 10.561ns
3 vs 4 1 0.059 0.059 0.222 5.117 10.561ns
Galat 9 2.402 0.266
*superscript
1 2 3 4
a b b b

ANOVA Konversi Pakan


JK db KT F Sig.
Perlakuan .156 3 .052 1.998 .193
Galat .209 8 .026
Total .365 11
Keterangan : JK=jumlah kuadrat ; db=derajat bebas ; KT=kuadrat tengah ; F=nilai hitung
Sig=signifikansi
14

ANOVA Produksi Massa Telur


JK db KT F Sig.
Perlakuan .031 3 .010 1.805 .224
Galat .046 8 .006
Total .078 11
Keterangan : JK=jumlah kuadrat ; db=derajat bebas ; KT=kuadrat tengah ; F=nilai hitung
Sig=signifikansi

ANOVA Bobot telur


JK db KT F Sig.
Perlakuan .062 3 .021 0.706 .575
Galat .236 8 .030
Total .299 11
Keterangan : JK=jumlah kuadrat ; db=derajat bebas ; KT=kuadrat tengah ; F=nilai hitung
Sig=signifikan
Lampiran 2 Rataan, standar deviasi dan koefisien keragaman konsumsi pakan puyuh
umur 8-14 minggu (g ekor-1 hari-1)
Perlakuan
Umur (Minggu) P0 P1 P2 P3
±SD (Kk) ±SD (Kk) ±SD (Kk) ±SD (Kk)
8 20.93±6.44 20.87±0.93 21.09±2.41 18.01±0.94
(30.77) (4.46) (11.43) (5.22)
9 15.10±3.07 15.88±1.59 15.39±1.64 14.53±0.75
(20.33 (10.01) (10.66) (5.16)
10 21.36±2.76 16.37±1.53 16.02±2.39 18.67±2.81
(12.92) (9.35) (14.92) (15.07)
11 23.23±1.47 21.76±2.67 22.04±1.65 22.77±1.69
(6.33) (12.27) (7.48) (7.42)
12 25.15±0.93 23.28±2.73 24.23±1.09 24.96±1.33
(3.69) (11.72) (4.49) (5.33)
13 24.08±0.53 24.03±2.28 24.18±1.22 26.09±0.82
(2.20) (9.48) (5.05) (3.14)
14 26.10±2.0 22.23±2.09 25.83±2.10 22.37±3.08
(7.66) (9.40) (8.13) (13.77)
±SD (Kk) 22.27±2.46 20.63±1.97 21.25±1.78 21.05±1.63
(11.04) (9.56) (8.37) (7.74)
Keterangan : huruf yang berbeda pada baris yang sama berarti berbeda nyata P<0.05). X=Rataan ; SD
= standar deviasi ; Kk = koefisien keragaman. P0 = pakan kontrol, P1= pakan dengan
tepung daun jati 3%, P2 = pakan dengan tepung daun jati 6%, P3 = pakan dengan
tepung daun jati 9%.
15

Lampiran 3 Rataan, standar deviasi dan koefisien keragaman produksi telur puyuh
umur 8-14 minggu (%)
Perlakuan
Umur (Minggu P0 P1 P2 P3
±SD (Kk) ±SD (Kk) ±SD (Kk) ±SD (Kk)
8 30.16±2.75 29.52±2.52 29.52±1.90 33.33±4.15
(9.12) (8.54) (6.44) (12.45)
9 50.16±2.91 59.05±5.30 50.16±4.29 58.10±5.04
(5.80) (8.97) (8.55) (8.67)
10 57.78±7.02 62.22±2.40 63.49±6.05 55.24±2.86
(12.15) (3.86) (9.53) (5.18)
11 76.83±5.25 76.19±4.36 73.65±3.34 74.29±3.30
(6.83) (5.72) (4.53) (4.44)
12 86.35±8.10 80±0.95 82.86±5.30 81.90±3.81
(9.38) (1.18) (6.44) (4.65)
13 83.81±7.56 74.60±0.55 76.83±6.20 75.87±4.50
(9.02) (0.73) (8.07) (5.93)
14 90.16±3.06 90.79±7.76 87.94±5.74 91.75±1.1
(3.39) (8.53) (6.53) (1.19)
±SD (Kk) 67.8±5.24 67.48±3.41 66.35±4.68 67.21±3.54
(7.72) (5.04) (7.05) (5.26)
Keterangan : = rataan ; SD = standar deviasi ; Kk = koefisien keragaman. P0 = pakan kontrol,
P1=pakan dengan tepung daun jati 3%, P2 = pakan dengan tepung daun jati 6%, P3 =
pakan dengan tepung daun jati 9%.

Lampiran 4 Rataan, standar deviasi dan koefisien keragaman produksi massa telur
puyuh umur 8-14 minggu (g ekor-1 hari-1)
Perlakuan
Umur (Minggu) P0 P1 P2 P3
±SD (Kk) ±SD (Kk) ±SD (Kk) ±SD (Kk)
8 2.65±0.17 2.64±0.18 2.71±0.15 2.99±0.37
(6.66) (6.90) (5.45) (12.6)
9 4.90±0.32 5.56±0.49 5.05±0.58 5.84±0.45
(6.59) (8.83) (11.62) (7.74)
10 6.32±0.52 6.42±0.29 6.60±0.61 5.75±0.19
(8.36) (4.57) (9.30) (3.45)
11 8.12±0.57 8.01±0.39 7.88±0.29 7.81±0.33
(6.96) (4.97) (3.69) (4.27)
12 9.28±0.92 8.66±0.24 8.82±0.56 8.89±0.38
(9.92) (2.84) (6.45) (4.37)
13 9.11±0.93 7.97±0.13 8.17±0.64 7.96±0.41
(10.3) (1.63) (7.87) (5.20)
14 9.77±0.28 9.95±0.80 9.53±0.61 9.95±0.19
(2.89) (8.06) (6.42) (1.98)
±SD (Kk) 7.16±0.22 7.03±0.21 6.97±0.09 7.03±0.12
(7.40) (5.12) (7.03) (4.69)
Keterangan : = rataan ; SD = standar deviasi ; Kk = koefisien keragaman. P0 = pakan kontrol, P1 =
pakan dengan tepung daun jati 3%, P2 = pakan dengan tepung daun jati 6%, P3 = pakan
dengan tepung daun jati 9%.
16

Lampiran 5 Rataan, standar deviasi dan koefisien keragaman bobot telur puyuh
umur 8-14 minggu (g butir-1)
Perlakuan
Umur (Minggu) P0 P1 P2 P3
±SD (Kk) ±SD (Kk) ±SD (Kk) ±SD (Kk)
8 8.81±0.22 8.96±0.22 9.17±0.09 8.96±0.05
(2.49) (2.46) (0.98) (0.56)
9 9.77±0.23 9.41±0.017 10.05±0.61 10.06±0.27
(2.35) (0.18) (6.06) (2.68)
10 10.99±1.06 10.31±0.07 10.40±0.28 10.41±0.21
(9.65) (0.67) (2.69) (2.02)
11 10.57±0.07 10.51±0.08 10.70±0.09 10.51±0.04
(0.66) (0.76) (0.84) (0.38)
12 10.74±0.09 10.82±0.18 10.64±0.14 10.86±0.07
(0.84) (1.75) (1.31) (0.64)
13 10.86±0.37 10.67±0.13 10.64±0.06 10.49±0.07
(3.40) (1.22) (0.56) (0.66)
14 10.84±0.11 10.96±0.06 10.83±0.11 10.84±0.11
(1.01) (0.55) (1.01) (1.01)
±SD (Kk) 10.37±0.13 10.24±0.04 10.35±0.05 10.31±0.02
(1.92) (1.56) (1.45) (1.16)
Keterangan : = rataan ; SD = standar deviasi ; Kk = koefisien keragaman. P0 = pakan kontrol, P1 =
pakan dengan tepung daun jati 3%, P2 = pakan dengan tepung daun jati 6%, P3 = pakan
dengan tepung daun jati 9%.

Lampiran 6 Rataan, standar deviasi dan koefisien keragaman konversi pakan puyuh
umur 8-14 minggu
Perlakuan
Umur (Minggu) P0 P1 P2 P3
±SD (Kk) ±SD (Kk) ±SD (Kk) ±SD (Kk)
8 7.93±2.68 7.92±0.46 7.82±1.24 6.08±0.64
(33.78) (5.92) (15.88) (10.46)
9 3.06±0.43 2.88±0.44 3.06±0.18 2.49±0.13
(14.33) (15.11) (5.92) (5.02)
10 3.40±0.56 2.56±0.31 2.45±0.51 3.26±0.58
(16.6) (12.47) (20.85) (17.9)
11 2.87±0.31 2.73±0.39 2.80±0.25 2.93±0.33
(10.92) (14.15) (8.99) (11.4)
12 2.73±0.22 2.68±0.28 2.76±0.26 2.81±0.24
(8.04) (10.3) (9.48) (8.81)
13 2.66±0.23 3.02±0.26 2.96±0.16 3.28±0.18
(8.79) (8.78) (5.61) (5.67)
14 2.67±0.13 2.23±0.11 2.71±0.10 2.25±0.34
(5.02) (5.06) (3.87) (15.24)
±SD (Kk) 3.62±0.22 3.43±0.17 3.51±0.11 3.30±0.13
(18.23) (9.33) (10.82) (10.60)
Keterangan : = rataan ; SD = standar deviasi ; Kk = koefisien keragaman. P0 = pakan kontrol, P1 =
pakan dengan tepung daun jati 3%, P2 = pakan dengan tepung daun jati 6%, P3 = pakan
dengan tepung daun jati 9%.
17

Lampiran 7 Rataan IOFC produksi telur puyuh umur 8-14 minggu (Rp butir-1)
Perlakuan
Umur (Minggu) P0 P1 P2 P3

-82 -89 -93 -37


9 134 152 131 144
10 97 155 161 89
11 134 143 135 109
12 140 140 139 110
13 142 123 127 86
14 141 165 117 148
Rataan 120 109 77 58
Keterangan : P0 = pakan kontrol, P1 = pakan dengan tepung daun jati 3%, P2 = pakan dengan tepung
daun jati 6%, P3 = pakan dengan tepung daun jati 9%.
18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal


8 April 1992. Penulis merupakan anak keempat dari enam
bersaudara keluarga Bapak Achmad Nawawi dan Ibu Lily
Suaeliyah. Penulis memulai pendidikan sekolah dasar pada
tahun 1998 di SD Muhammadiyah Depok dan pada tahun
2007 penulis lulus dari SMP Muhammadiyah 4 Depok.
Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di
MA Negeri 11 Jakarta. Setelah lulus pada tahun 2010,
penulis diterima di IPB melalui jalur Ujian Talenta Mandiri
IPB (UTM). Penulis diterima pada Program Studi Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Club Ilmiah
Asrama (CIA) TPB pada tahun 2010, sebagai anggota Biro KOMINFO Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM-D) Fakultas Peternakan, sebagai anggota divisi BUMN
Himpunan Mahasiswa Nutrisi Makanan Ternak (HIMASITER) pada tahun 2012
sampai 2013. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM)
sebagai anggota dan didanai oleh DIKTI pada tahun 2012 dengan judul tepung lidah
buaya (Aloe vera) sebagai sumber antibiotik alami untuk meningkatkan performa
puyuh (Coturnix cortunix japonica). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, penulis
melakukan penelitian dengan judul produksi telur puyuh Coturnix coturnix japonica
yang diberi penambahan tepung daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dalam ransum di
bawah bimbingan Dr Ir Widya Hermana, M Si dan Prof Dr Ir Yuli Retnani, M Sc.
Semasa perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Nutrisi Ternak Perah dan
Mikrobiologi Nutrisi pada semester ganjil tahun 2013 dan semester genap tahun
2014.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Slamet Wuryadi selaku pemilik
Slamet Quail Farm yang telah memfasilitasi tempat dan materi yang digunakan
dalam penelitian ini. Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Yuli
Retnani, M Sc dan Dr Ir Widya Hermana, M Si selaku pembimbing skripsi Ibu Dr Ir
Rita Mutia, M Agr selaku dosen pembahas seminar dan Bapak Dr Iwan Prihantoro, S
Pt M Si selaku panitia seminar pada tanggal 27 Maret 2014. Ibu Ir Dwi Margi Suci
MS dan Ibu Dr Ir Sri Darwati, M Si selaku dosen penguji sidang serta Ibu Dilla
Mareistia Fassah, S Pt M Sc selaku panitia sidang pada tanggal 2 Juni 2014. Terima
kasih kepada rekan sepenelitian Nely Nurul Faizah yang telah membantu selama
waktu penelitian di Sukabumi serta kepada rekan-rekan lain yang turut membantu
dalam penelitian ini (Abdullah RM, Mba Yati, Mba Nurul) yang telah bekerja keras
dan meluangkan waktu untuk penelitian ini. Terakhir terima kasih juga penulis
sampaikan kepada orang tua dan seluruh keluarga atas semua doa, perhatian dan
kasih sayangnya.

Anda mungkin juga menyukai