Anda di halaman 1dari 27

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengertian penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu sosial yang
mempelajari sistem dan proses perubahan pada individu serta masyarakat
agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang
diharapkan. Penyuluhan dapat dipandang sebagai suatu bentuk pendidikan
untuk orang dewasa. Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk
melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu
sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang
benar. Penyuluhan merupakan program pendidikan luar sekolah yg bertujuan
dalam memberdayakan sasaran, meningkatkan kesejahteraan sasaran secara
mandiri, dan membangun masyarakat madani. Penyuluhan berfungsi secara
berkelanjutan dan menghasilkan perubahan perilaku serta tindakan yg
menguntungkan sasaran dan masyarakat.
Penyuluhan berasal dari kata “suluh” yang berarti “obor”. Penyuluhan
dilakukan agar terjadi peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Pengetahuan dikatakan meningkat bila terjadi perubahan dari tidak tahu
menjadi tahu dan yang sudah tahu menjadi lebih tahu. Keterampilan
dikatakan meningkat bila terjadi perubahan dari yang tidak mampu menjadi
mampu melakukan suatu pekerjaan yang bermanfaat. Sikap dikatakan
meningkat, bila terjadi perubahan dari yang tidak mau menjadi mau
memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang diciptakan.
Seorang mahasiswa Fakultas Pertanian perlu mengetahui kegiatan dalam
lingkup pertanian yaitu melalui proses kegiatan Penyuluhan dan Komunikasi
Pertanian agar dapat menambah wawasan dan keterampilan diri dalam
menyampaikan berbagai inovasi baru. Melalui proses penyuluhan yang baik
diharapkan semakin banyak pertani yang menerapkan inovasi yang telah
diterimanya melalui kegiatan penyuluhan pertanian. Kegiatan praktikum yang
dilakukan mahasiswa diharapkan dapat melahirkan penyuluh yang berkualitas
dan berkompeten, yang memberikan banyak informasi sebagai bentuk
penerangan terhadap penerima manfaat penyuluhan pertanian yaitu petani.
Hal ini bertujuan agar petani dapat melakukan kegiatan pertaniannya secara
mudah karena telah menerapkan kebijakan dan inovasi baru yang diterimanya
serta yang terpenting adalah untuk meningkatkan produksi hasil pertanian
sehingga dapat menciptakan kesejahteraan yang baik bagi petani serta dapat
meningkatkan hasil usaha bagi negara melalui kegiatan ekspor hasil pertanian
ke luar negeri.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum Penyuluhan Pertanian yaitu:
1. Mahasiswa dapat melihat langsung proses pemberdayaan masyarakat
yang terjadi di Pesisir pantai Desa Bugel, Kecamatan Panjatan,
Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta.
2. Mahasiswa dapat mengetahui proses pemberdayaan masyarakat yang
dilakukan oleh Sabila Farm di Kaliurang Yogyakarta.
3. Mahasiswa mampu menyusun materi penyuluhan secara tepat
berdasarkan kebutuhan sasaran, lengkap dengan alat bantu dan alat
peraganya.
C. Manfaat Praktikum
Manfaat praktikum Penyuluhan Pertanian yaitu:
1. Bagi Petani
 Petani mendapat informasi baru tentang pertanian sehingga dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapinya saat ini.
 Petani dapat meningkatkan penghasilannya sehingga kualitas hidup
petani pun dapat ikut naik.
 Petani dapat saling berbagi dengan petani lain dan juga penyuluh
terkait masalah pertanian.
 Petani dapat menjalin kerjasama dan kerukunan antar petani.
2. Bagi Mahasiswa
 Mahasiswa dapat melakukan wawancara, menelaah dokumen, dan
mengumpulkan informasi tentang proses dan substansi Perencanaan
Program atau Programa Penyuluhan Pertanian
 Mahasiswa dapat melakukan pengamatan terhadap praktek
Penyuluhan Pertanian yang dilakukan oleh Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL) yang menyangkut sistem kerja metoda dan
perlengkapan penyuluhan yang disiapkan atau digunakan.
 Mahasiswa dapat meningkatkan kualitas usaha pertanian pada
tempat pelaksanaan praktikum sehingga dapat meningkatkan kualitas
hidup petani sesuai dengna tujuan dari penyuluhan pertanian.
 Mahasiswa dapat membantu tugas pemerintah daerah dalam
melakukan peningkatan kualitas hidup masyarakat terkait fungsi
pengabdian masyarakat.
3. Bagi Pemerintah
 Tugas pemerintah dalam usaha meningkatkan kesejahteraan petani
dapat terbantu dengan kegiatan penyuluhan pertanian.
 Pemerintah dapat mengetahui permasalahan apa yang dihadapi oleh
masyarakat, khususnya petani di daerah praktikum.
 Pendapatan pemerintah dapat bertambah karena kualitas hidup
masyarakat meningkat.
II. LANDASAN TEORI

A. Pengertian Penyuluhan Pertanian


Penyuluhan pertanian diartikan sebagai proses pembelajaran bagi petani
dan keluarganya serta pelaku usaha pertanian lainnya agar mereka tahu, mau
dan mampu menolong serta mengorganisasikan dirinya dalam mengakses
pasar, teknologi pertanian, dan permodalan untuk meningkatkan produksi
usaha tani, efesiensi, dan efektifas usaha serta pendapatan keluarganya.
Penyuluhan pertanian dalam makna pemberdayaan masyarakat
mengisyaratkan bahwa petani adalah masyarakat yang mampu
mengembangkan potensi dirinya sesuai dengan potensi sumber daya alam
yang ada di sekitar mereka. Petani diharapkan mampu mengembangkan
potensi diri dan menyejahterakan keluarganya setelah mengikuti kegiatan
penyuluhan (Ikbal, 2015).
Hakekat dari penyuluhan adalah pendidikan non formal dalam mengubah
perilaku sasaran baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikimotor ke
arah yang lebih baik sesuai dengan potensi dan kebutuhan. Klien dalam
penyuluhan merupakan subjek, bukan sebaliknya menjadi objek. Filosofi dan
prinsip-prinsip penyuluhan yang sebenarnya adalah partisipatif, dialogis,
konvergen, dan demokratis yang memberdayakan, dan bukannya praktek-
praktek penyuluhan yang bersifat top down, linier, dan bertentangan dengan
filosofi pembangunan manusia (Anwas, 2011).
Kinerja penyuluh pertanian yang tinggi sebagai pemberi dorongan dan
pemandu petani bagi terselenggaranya proses belajar pada diri petani tentang
budidaya dan partisipasi petani dalam kelompok diharapkan akan terjadi pada
peningkatan kompetensi petani dalam usahatani. Peningkatan kompetensi
petani dalam usahataninya seperti kompetensi usahatani (persiapan lahan,
pemangkasan, pemupukan, pengendalian hama, penyakit dan gulma, serta
panen dan pasca panen), kemampuan berpartisipasi dalam penyuluhan dan
kelompok tani, kemampuan merencanakan usaha (planning), kemampuan
mengorganisir dan memasarkan hasil (marketing), kemampuan keuangan
(financial), kemampuan berkomunikasi dan memotivasi, kemampuan
membentuk kelembagaan ekonomi, dan kemampuan mengakses pupuk,
herbisida dan insektisida, diharapkan akan berdampak pada peningkatan
produksi kakao serta kualitas kakao itu sendiri. Peningkatan produksi dan
kualitas kakao berpengaruh kepada pendapatan mereka. Bertambahnya
pendapatan, maka petani kakao semakin sejahtera hidupnya (Haedar, 2014).

B. Prinsip Penyuluhan Pertanian


Menurut Mathews (1973) menyatakan bahwa, prinsip adalah suatu
pertanyaan tentang kebijaksanaan yang dijadikan pedoman dalam
pengambilan keputusan dan melaksanakan kegiatan secara konsisten. Prinsip
berlaku umum, dapat diterima secara umum, dan telah diyakini kebenarannya
dari berbagai hasil pengamatan dalam kondisi yang beragam. Prinsip dapat
dijadikan sebagai landasan pokok yang benar, bagi pelaksanaan kegiatan
yang akan dilaksanakan, meskipun ”prinsip” biasanya diterapkan dalam dunia
akademis, tetapi setiap penyuluh dalam melaksanakan kegiatannya harus
berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang suda hdisepakati. Seorang
penyuluh (apalagi administrator penyuluhan) tidak mungkin dapat
melaksanakan pekerjaannya dengan baik tanpa memahaminya secara
mendalam (Mathews (1973) dalam Kusnadi, 2011).
Prinsip penyuluhan pertanian tentang kebijaksanaan yang dijadikan
pedoman dalam pengambilan keputusan dan melaksankan kegiatan secara
konsisten. Meningkatkan kualitas intensitas, salah satu prinsip penyuluhan
menurut Dharma dan Bhatnagar (1980) bahwa penyuluhan harus
menggerakan partisipasi masyarakat untuk bekerja sama dalam merencanakan
dan melaksanakan program penyuluhan. Masyarakat memiliki andil yang
besar dalam kesuksesan dari keberlangsungan penyuluhan maka dari itu
masyarakat harus dapat bekerjasama dengan baik dengan para penyuluh
(Dharma dan Bhatnagar (1980) dalam Anwas, 2013).
Prinsip penyuluhan pertanian adalah bekerja bersama sasaran (client)
bukan bekerja untuk sasaran (Ikbal, 2016). Sasaran penyuluhan disini yaitu
kelompok masyarakat, khususnya yaitu masyarakat petani yang beragam.
Prinsip penyuluhan pertanian banyak sekali jumlahnya, namun beberapa hal
yang penting mengenai prinsip penyuluhan pertanian adalah sebagai berikut:
Penyuluhan pertanian seyogyanya diselenggarakan menurut keadaan yang
nyata. Penyuluhan pertanian seharusnya ditujukan kepada kepentingan dan
kebutuhan sasaran. Penyuluhan pertanian ditujukan kepada seluruh anggota
keluarga tani. Penyuluhan pertanian adalah pendidikan untuk demokrasi.
Harus ada kerjasama yang erat antara penyuluh, peneliti dan lembaga lain
yang terkait. Rencana kerja penyuluhan pertanian sebaiknya disusun secara
bersama antara petani dan penyuluh. Penyuluhan pertanian bersifat luwes dan
dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan (Ikbal, 2016).
C. Sistem Penyuluhan Pertanian
Lahirnya Undang-Undang Nomor 16 tahun 2006 tentang “Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan” merupakan momentum
kebangkitan sistem penyuluhan di Indonesia. Undang-undang tersebut
merupakan kepastian hukum yang mengatur mulai dari sistem penyuluhan,
kelembagaan, tenaga penyuluh, penyelenggaraan penyuluhan, sarana
prasarana, pembiayaan, hingga pembinaan dan pengawasan dalam
penyuluhan. Sisi lain adanya sistem perubahan pemerintahan otonomi daerah
menimbulkan keragaman persepsi dan penyelenggaraan penyuluhan di
berbagai daerah. Realitas ini merupakan peluang dan tantangan bagi
penyelenggaraan penyuluhan pertanian (Anwas, 2011).
Penguatan sistem penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan petani.
Bantuan teknis untuk kegiatan penyuluhan didesa yang dikelola oleh
organisasi petani. Penyediaan dana hibah FMA untuk mendukung
pelaksanaaan kegiatan penyuluhan yang dikelola petani. Penguatan organisasi
petani khususnya kelompok tani serta gabungan kelompok tani
(Aminah et al, 2014).
Penyuluhan pertanian di Indonesia telah mempunyai sejarah yang cukup
panjang, yang dimulai sejak awal abad 20. Penyuluhan pertanian bermula dari
adanya kebutuhan untuk meningkatkan hasil pertanian, baik untuk
kepentingan penjajah maupun untuk memenuhi kebutuhan pribumi.
Kebutuhan peningkatan produksi pertanian diperhitungkan akan dapat
dipenuhi seandainya teknologi-teknologi maju yang ditemukan para ahli
dapat dipraktekkan oleh para petani sebagai produsen primer. Hasil yang
cukup menggembirakan, usaha-usaha ini terus dikembangkan dan kemudian
dibentuk suatu sistem penyuluhan pertanian berlembaga di Indonesia dengan
dibentuknya Dinas Penyuluhan (Landbouw Voorlichting Dientsatau LVD)
pada tahun 1908 di bawah Departemen Pertanian (Sadono, 2008).

D. Landasan Filosofi
Pemahaman falsafah atau filosofi penyuluhan dalam perkembangannya
dapat bermakna pendidikan, karena filosofi itu memberikan arah dan
merupakan pedoman bagi suksesnya kegiatan yang dilaksanakan. Filosofi
pendidikan merupakan pengarah utama pelaksanaan misi para agen
pembaruan/penyuluh. Filosofi dalam bahasa Yunani adalah philosophia
(philo = cinta; sophia = hikmah). Falsafah dalam bahasa Yunani berarti love
of wisdom, yaitu cinta akan kebijaksanaan yang menunjukkan
harapan/kemajuan untuk mencari fakta dan nilai kehidupan yang luhur
(Bahua, 2016).
Falsafah penyuluhan dapat dikaitkan dengan pendidikan yang memiliki
falsafah: idealisme, realisme, dan pragmatisme. Artinya, penyuluhan harus
mampu menumbuhkan cita-cita yang melandasi untuk selalu berpikir kreatif
dan dinamis sebagai bentuk percerminan nilai-nilai ideal. Penyuluhan harus
selalu mengacu kepada kenyataan-kenyataan yang ada dan dapat ditemui di
lapangan sebagai wujud dari nilai real sebagai sebuah kenyataan sekaligus
juga harus selalu disesuaikan dengan keadaan yang dihadapi sebagai sisi
pragmatisnya. Falsafah dasar dari penyuluhan mengandung sejumlah prinsip
yaitu : mengerjakan, artinya, kegiatan penyuluhan harus sebanyak mungkin
melibatkan masyarakat untuk mengerjakan/menerapkan sesuatu; akibat,
artinya, kegiatan penyuluhan harus memberikan akibat atau pengaruh yang
baik atau bermanfaat; asosiasi, artinya, setiap kegiatan penyuluhan harus
dikaitkan dengan kegiatan lainnya. Falsafah penyuluhan adalah kegiatan
mendidik orang (kegiatan pendidikan) dengan tujuan mengubah perilaku
klien sesuai dengan yang direncanakan/dikehendaki yakni orang semakin
modern. Penyuluhan merupakan usaha mengembangkan potensi individu
klien agar lebih berdaya secara mandiri (Siswanto, 2012).
E. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi adalah suatu bentuk keterlibatan dan keikutsertaan secara aktif
dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam (inrtinsik) maupun dari
luar (ekstrinsik) dalam keseluruhan proses yang bersangkutan. Partisipasi
merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi yang berkaitan dengan
pembagian : kewenangan, tanggungjawab, dan manfaat. Tumbuhnya interaksi
dan komunikasi tersebut dilandasi oleh adanya kesadaran yang dimiliki oleh
yang bersangkutan (Mardikanto, 2009).
Partisipasi masyarakat petani dapat dibagi menjadi empat jenis. Pertama,
partisipasi dalam pengambilan keputusan, partisipasi ini berkaitan dengan
penentuan alternatif dengan masyarakat berkaitan dengan gagasan atau ide
yang menyangkut kepentingan bersama. Wujud partisipasi seperti: ikut
menyumbangkan gagasan atau pemikiran, kehadiran dalam rapat, diskusi dan
tanggapan atau penolakan terhadap program yang ditawarkan. Kedua,
partisipasi dalam pelaksanaan meliputi menggerakkan sumber daya dana,
kegiatan administrasi, koordinasi dan penjabaran program. Partisipasi dalam
pelaksanaan merupakan kelanjutan dalam rencana yang telah digagas
sebelumnya baik yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan maupun
tujuan. Ketiga, partisipasi dalam pengambilan manfaat, partisipasi ini tidak
lepas dari hasil pelaksanaan yang telah dicapai baik yang berkaitan dengan
kualitas maupun kuantitas. Keempat, partisipasi dalam evaluasi, partisipasi
ini berkaitan dengan pelaksanaan pogram yang sudah direncanakan
sebelumnya yang bertujuan untuk mengetahui ketercapaian program yang
sudah direncanakan sebelumnya (Alif, 2017).
Pembangunan pertanian yang dikelola pemerintah belum didukung oleh
kekuataan partisipasi masyarakat, dengan arti perencanaan pembangunan
pertanian tidak menempatkan kekuatan pemerintah bersama kekuatan
masyarakat diakumulasi, dikerjasamakan, dan dipadukan menjadi saling
mendukung dan berkelanjutan. Bukti empiris menunjukkan bahwa
penggunaan kekuatan partisipasi masyarakat cenderung diabaikan dalam
perencanaan pembangunan pertanian, namun dalam pendekatan perencanaan
partisipatif juga tidak digunakan optimal sebagai kekuatan partisipasi.
Pemanfaatan kekuatan partisipasi masyarakat dalam perencanaan
pembangunan pertanian masih bernilai sangat rendah dibandingkan dengan
potensi kekuatan yang dimiliki masyarakat. Hasil penilaian partisipasi
tersebut ditunjukkan melalui keterlibatan dalam wadah forum perencanaan,
lingkup keterlibatan dalam perencanaan dan tingkat keterlibatan masyarakat
dalam proses perencanaan. Forum perencanaan pembangunan pertanian
belum memanfaatkan partisipasi komunitas petani (kelembagaan petani),
lembaga terkait pembiayaan pertanian (koperasi, KUD), masyarakat terkait
sarana produksi pertanian (penyalur/pedagang saprodi) dan partisipasi
masyarakat terkait usaha produk pertanian (heuler, pedagang produk
pertanian, UKM/IKM olahan produk pertanian) sebagai kekuatan dalam
perencanaan (Yonis, 2016).

F. Adopsi Inovasi
Pengertian “adopsi” seringkali rancu dengan istilah “adaptasi” yang
berarti ‘penyesuaian’. Proses adopsi dapat berlangsung proses penyesuaian,
tetapi adaptasi itu sendiri lebih merupakan proses yang berlangsung secara
alami untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi lingkungan, sedangkan
proses adopsi benar-benar merupakan proses penerimaan sesuatu yang baru,
yaitu menerima sesuatu yang baru, yang ditawarkan dan diupayakan oleh
pihak lain. Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui sebelum masyarakat mau
menerima/menerapkan inovasi yang diterimanya dengan keyakinannya
sendiri. Selang waktu antara tahapan yang satu dengan tahapan berikutnya
tidak selalu sama pada diri tiap-tiap orang sehingga sangat dipengaruhi oleh
sifat inovasi, karakteristik sasaran penerima, keadaan lingkungan fisik dan
sosial, serta aktivitas/kegiatan yang dilakukan oleh pemberi inovasi
(Hanafie, 2010).
Dalam proses adopsi inovasi, seorang inovator akan berinteraksi dengan
masyarakat untuk mengenalkan inovasi dan membuat masyarakan menerima
inovasi. Adopsi inovasi tersebut dijelaskan dalam anatomi adopsi yang terdiri
dari; 1) pemahaman akan sistem sosial, komunitas, teknologi dan kerangka
konseptual; 2) interaksi dengan sistem sosial sehingga bisa mengetahui
respon pasar dan menentukan strategi; 3) membaur dan mengatasi resistensi;
4) merekrut pendukung dan rekanan untuk mengatasi resistensi dan; 5)
memperoleh pemahaman mengenai nilai yang dianggap penting oleh
masyarakat dan memilih inovasi yang sesuai (Denning dan Dunham, 2010).
Pengertian secara umum dari adopsi inovasi ialah bagaimana setiap unsur
dari suatu inovasi dapat diterapkan secara sempurna. Perlu kehati-hatian
dalam melaksanakan kategori konsep maupun variabel; frase atau istilah
adopsi inovasi termasuk konsep, sedangkan tingkat adopsi inovasi suatu
teknologi merupakan variabel. Adopsi inovasi tanpa disebutkan jenis
teknologinya disebut dengan konsep, dan apabila dibelakang frase adopsi
teknologi telah ditambahkan jenis teknologinya bisa disebut dengan variabel.
Misalnya tingkat adopsi teknologi konservasi tanah dan air, maupun tingkat
adopsi budidaya melon merupakan variabel (Rini, 2017).

G. Difusi Inovasi
Proses difusi inovasi berlangsung dari pengurus kelompok tani kepada
petani adopter lain pada forum pertemuan kelompok tani, pengajian, atau
perbincangan pada saat bekerja di ladang. Peranan ketua kelompok tani dalam
penyampaian inovasi kepada anggota kelompok merupakan hal yang penting.
Partisipasi aktif dari anggota kelompok tani serta bantuan saprodi dan kredit
modal usahatani dari pemerintah merupakan faktor pendorong petani
mengadopsi teknologi usahatani terpadu (Kurnia, 2010).
Difusi inovasi terdapat tahap yang dimana seseorang mulai menilai
terhadap ide baru itu dihubungkan dengan situasi kehidupan masyarakat saat
ini dan masa depan mendatang dan juga masyarakat akan menentukan untuk
mencoba atau tidak. Seseorang menerapkan ide tersebut dalam skala kecil
untuk menentukan kegunaannya apakah sesuai dengan situasi dirinya.
Terakhir adalah tahap penerimaan atau mengadopsi sebuah ide-ide baru
dimana seseorang sudah menggunakan ide tersebut dalam skala yang luas
(Ahmad, 2016).
Difusi inovasi dimaknakan sebagai penyebarluasan dari gagasan inovasi
tersebut melalui suatu proses komunikassi yang dilakukan dengan
menggunakan saluran tertentu dalam suatu rentang waktu tertentu diantaranya
anggota sistem sosial masyarakat. Ada keterkaitan erat antara difusi,inovasi
dan komunikasi. Oleh karena difusi adalah proses komunikasi untuk
menyebarluaskan gagasan, ide karya dsb sebagai suatu produk inovasi, maka
aspek komunikasi menjadi sangat penting dalam menyebarluaskan gagasan,
ide, ataupun produk tersebut. Sebagai contoh, ide pembelajaran kelas rangkap
(multi grade intruction), dapat dipandang suatu ide atau gagasan dalam
mengatasi keterbatasn guru di sekolah. Menyebarluaskan gagasan itu, maka
perlu difusi inovasi tentang pembelajaran kelas rangkap di sekolah. Biasanya
ada pilot proyek yang dilakukan, disosialisasikan, dibina, dan kemudian
disebarluaskan kepada kepala sekolah lain (Ali, 2007).
Difusi inovasi dimaknakan sebagai penyebarluasan dari gagasan inovasi
tersebut melalui suatu proses komunikasi yang dilakukan dengan
menggunakan saluran tertentu dalam suatu rentang waktu tertentu di antara
anggota sistem sosial masyarakat. Ada keterkaitan erat antara difusi, inovasi,
dan komunikasi. Difusi adalah proses komunikasi untuk menyebarluaskan
gagasan, ide, karya dsb sebagai suatu produk inovasi, maka aspek komunikasi
menjadi sangat penting dalam menyebarluaskan gagasan, ide, ataupun produk
tersebut (Rustamrs, 2012).
H. Kelembagaan
Kelembagaan dapat diartikan dalam arti luas dan arti sempit, dalam arti
sempit kelembagaan dapat diartikan sebatas entitas (kelompok, organisasi)
yaitu himpunan individu yang sepakat untuk mentapkan dan mencapai tujuan
bersama. Arti luas dari kelembagaan sendiri mencakup nilai-nilai, aturan, dan
budaya. Kelembagaan penyuluhan pertanian dapat diartikan sebagai entitas
yang terpanggil dan atau berkewajiban melaksanakan kegiatan penyuluhan
pertanian (Mardikanto, 2009).
Kelembagaan penyuluhan di Indonesia telah mengalami beberapa
perubahan. Pertama, pada tahun 1970-1990, penyuluh merupakan bagian dari
program Bimbingan Massal (BIMAS) yang bertanggung jawab pada
peningkatan komoditas pokok .Kedua, pada tahun 1991 kelembagaan
penyuluh pertanian yang semula di Bimas diserahkan ke dinas-dinas teknis
lingkup pertanian. Masa ini ditandai dengan munculnya BPP dan PPL
Tanaman Pangan, BPP Perkebunan, BPP Perikanan, BPP Peternakan. PPL
bersifat monovalen. Ketiga, pada tahun 1996-2000, kelembagaan penyuluhan
di tingkat Kabupaten/Kota disatukan dalam wadah baru dengan Nomenklatur
Balai Informasi Penyuluhan Pertanian (BIPP) dan di tingkat kecamatan BPP.
Keempat, pada tahun 2001- 2005, kelembagaan penyuluh diserahkan kepada
pemerintah daerah. Kelima, pada tahun 2006-sekarang dilakukan revitalisasi
penyuluhan pertanian dimana kelembagaan penyuluh di tingkat kabupaten
dan kecamatan dihidupkan kembali. Penyuluhan pertama sampai ketiga
menerapkan kelembagaan yang bersifat sentralisasi, sedangkan mulai dari
yang keempat kelembagaan pertanian dialihkan ke desentralisasi
(Suciatiningsih et al, 2010).
I. Kemandirian
Dimensi kemandirian penyuluh yang berhubungan erat dengan kinerja
penyuluh pertanian adalah kemandirian intelektual, meliputi kemandirian
merencanakan usahatani, kemandirian menentukan lahan budidaya,
kemandirian menentukan cara berproduksi, kemandirian menentukan
keputusan pemecahan masalah petani dan kemandirian menentukan pasar
pemasaran hasil usaha tani dan kemandirian sosial, meliputi kemandirian
penyuluh menjaga hubungan dengan sesama petani, kemandirian penyuluh
menjaga hubungan dengan kelompok tani di luar petani, kemandirian
penyuluh menjalin hubungan dengan kelompok pemimpin dan kemandirian
penyuluh mengembangkan strategi adaptasi (Bahua, 2016).
Kemandirian (self-reliance) petani diyakini sebagai muara dari suatu
usaha pembangunan pertanian. Sarana untuk mencapai kemandirian adalah
adanya keswadayaan. Kemandirian dan keswadayaan individu dapat terwujud
melalui proses-proses sosial dalam kelembagaan yang ada di masyarakat.
Melalui interaksi yang dibangun antar individu dalam masyarakat terjadi
proses pembelajaran yang mampu meningkatkan kapasitas individu.
Kapasitas atau capacity, menurut Kamus Webster, merujuk pada kemampuan
untuk atau melakukan (ability for or to do); kesanggupan (capability); suatu
keadaan yang memenuhi syarat (a condition of being qualified). Kapasitas
petani berarti kemampuan petani untuk melakukan kegiatan pertanian,
mempunyai kesanggupan dalam menjawab tantangan, serta memenuhi syarat
sebagai petani yang unggul (Anantanyu, 2011).
J. Pemberdayaan
Pengembangan pariwisata pedesaan didorong oleh tiga faktor. Pertama,
wilayah pedesaan memiliki potensi alam dan budaya yang relatif lebih otentik
daripada wilayah perkotaan, masyarakat pedesaan masih menjalankan tradisi
dan ritual-ritual budaya dan topografi yang cukup serasi. Kedua, wilayah
pedesaan memiliki lingkungan fisik yang relatif masih asli atau belum banyak
tercemar oleh ragam jenis polusi dibandingankan dengan kawasan perkotaan.
Ketiga, dalam tingkat tertentu daerah pedesaan menghadapi perkembangan
ekonomi yang relatif lambat, sehingga pemanfaatan potensi ekonomi, sosial
dan budaya masyarakat lokal secara optimal merupakan alasan rasional dalam
pengembangan pariwisata pedesaan (Bhinadi, 2013).
Tujuan pembangunan kepariwisataan melalui pemberdayaan masyarakat
dapat terwujud apabila pembangunan tersebut bukan hanya pembangunan
yang bersifat ekonomik semata, tetapi pembangunan yang bersifat sosial dan
budaya. Diharapkan kepariwisataan yang berkembang melalui desa wisata
tidak saja akan memperkuat ketahanan sosial budaya masyarakat setempat
namun lebih luas lagi akan memperkuat ketahanan sosial budaya bangsa dan
negara (Andriyani et al, 2017).
Daftar Pustaka
Ahmad, Rizal. 2016. Difusi Inovasi dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat
akan Kelestarian Lingkungan 6(2): 36.
Ali, Mohammad. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Imtima.
Aminah S, Farmayanti N. 2014. Pemberdayaan sosial petani-nelayan,keunikan
agroekosistem, dan daya saing. Jakarta: Yayasan pustaka obor Indonesia.
Anantanyu, Sapja. 2011. Kelembagaan Petani: Peran dan Strategi Pengembangan
Kapasitasnya. Jurnal sosial ekonomi 7(2): 102-109.
Andriyani, et al. 2017. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Desa
Wisata Dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Sosial Budaya Wilayah
(Studi Di Desa Wisata Penglipuran Bali). Jurnal Ketahanan Nasional
23(1): 1-16.
Anwas, Oos M. 2011. Kompetensi Penyuluh Pertanian dalam Memberdayakan
Petani. Jurnal Matematika, Saint dan Teknologi 12(1): 46-55.
Anwas, Oos M. 2013. Pengaruh Pendidikan Formal, Pelatihan, Dan Intensitas
Pertemuan Terhadap Kompetensi Penyuluh Pertanian. Jurnal Pendidikan
dan Kebudayaan. 19(1): 50-62.
Alif, Muhammad. 2017. Meta Communication. Journal Of Communication
Studies. 2(2) : 155-168.
Bahua. 2016. Kinerja Penyuluh Pertanian. Yogyakarta: Deepublish.
Bhinadi, Ardito. 2013. Penanggulan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat.
Yogyakarta: Deepublish.
Denning, Peter J, & Dunham, R. (2010). The innovator’s way: Essential practices
for successful innovation: MIT Press.
Haedar et al. 2014. Hubungan Kinerja Penyuluh Pertanian dengan Kompetensi
Petani Kakao dalam Peningkatan Produktivitas Kakao di Kota Palopo,
Kabupaten Luwu, Luwu Utara dan Luwu Timur. Jurnal Ekonomi
Pembangunan 1(2): 67-76.
Ikbal, Muhammad. 2015. Penyuluhan dan Pemberdayaan Petani Indonesia.
Gorontalo: Ideas Publishing.
Kurnia, Suci. 2011. Pengaruh Penyuluhan Terhadap Keputusan Petani Dalam
Adopsi Inovasi Teknologi Usahatani Terpadu. Jurnal Agro Ekonomi
29(1): 1 – 24.
Kusnadi, Dedy. 2011. Dasar-Dasar Penyuluhan Pertanian. Bogor: Sekolah
Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor.
Mardikanto, Totok. 2010. Sistem Penyuluhan Pertanian. Surakarta : LPP dan
UPT UNS.
Nurjaman et al. 2015. Perilaku Dunia Usaha dalam Melakukan Adopsi Inovasi
Pertanian. Jurnal Bisnis & Manajemen 16(1): 29-37.
Rini, Dwiastuti. 2017. Metode Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian: Dilengkapi
Pengenalan: Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi
Kuantitatif-Kualitatif. Malang: UB Press.
Rustamrs. 2012. Inovasi dan Difusi Pendidikan. Jakarta.
Sadono, Dwi. 2008. Pemberdayaan Petani: Paradigma Penyuluhan Pertanian di
Indonesia. Jurnal Penyuluhan 4(1): 65-74.
Siswanto, Dwi. 2012. Urgensi Falsafah Penyuluhan Pembangunan dan Etos Kerja
dalam Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Ilmiah CIVIS 2(1): 217-237.
Sucihatiningsih dan Waridin. 2010. Model Penguatan Kapasitas Kelembagaan
Penyuluh Pertanian Dalam Meningkatkan Kinerja Usahatani Melalui
Transaction Cost Studi Empiris Di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Ekonmi
Pembangunan 11(1): 13-29.
Yonis, Rahmedi. 2016. Penguatan Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan
Pembangunan Pertanian (Studi Kasus Kabupaten Padang Pariaman).
Jurnal Pembangunan Nagari 1(2): 71-88.
Yuliar, S. 2009. Tata Kelola Teknologi. Perspektif Teori Jaringan Aktor.
Bandung: Penerbit ITB.
Bukti

Anda mungkin juga menyukai