BAB 1
TINJAUAN TEORI
c. Medula Spinalis
1) Merupakan pusat refleks-refleks yang ada disana
2) Penerus sensorik ke otak sekaligus tempat masuknya saraf sensorik
3) Penerus impuls motorik dari otak ke saraf motorik
4) Pusat pola gerakan sederhana yang telah lama dipelajari contoh
melangkah.
d. Saraf Somatik
Merupakan saraf tepi berupa saraf sensorik dari perifer ke pusat dan saraf
motorik dari pusat ke perifer. Berdasarkan tempat keluarnya dibagi menjadi
saraf otak dan saraf spinal.
e. Saraf Spinal
Dari medulla spinalis keluar pasangan saraf kiri dan kanan vertebra :
1) Saraf servikal 8 pasang
2) Saraf torakal 12 pasang
3) Saraf lumbal 5 pasang
4) Saraf sacrum/sacral 5 pasang
5) Saraf koksigeal 1 pasang
Saraf spinal mengandung saraf sensorik dan motorik, serat sensorik masuk
medula spinalis melalui akar belakang dan serat motorik keluar dari medula
spinalis melalui akar depan kemudian bersatu membentuk saraf spinal.
Saraf-saraf ini sebagian berkelompok membentuk pleksus (anyaman) dan
terbentuklah berbagai saraf (nervus) seperti saraf iskiadikus untuk sensorik
dan motorik daerah tungkai bawah. Daerah torakal tidak membentuk
anyaman tetapi masing-masing lurusdiantara tulang kosta (nervus inter
kostalis). Umumnya didalam nervus ini juga berisi serat autonom, terutama
serat simpatis yang menuju ke pembuluh darah untuk daerah yang sesuai.
Serat saraf dari pusat di korteks serebri sampai ke perifer terjadi
penyeberang (kontra lateral) yaitu yang berada di kiri menyeberang ke
kanan, begitu pula sebaliknya. Jadi apabila terjadi kerusakan di pusat
4
motorik kiri maka yang mengalami gangguan anggota gerak yang sebelah
kanan.
f. Saraf Otonom
Sistem saraf ini mempunyai kemampuan kerja otonom, seperti jantung,
paru, serta alat pencernaan. Sistem otonom dipengaruhi saraf simpatis dan
parasimpatis.
Peningkatan aktifitas simpatis memperlihatkan :
1) Kesiagaan meningkat
2) Denyut jantung meningkat
3) Pernafasan meningkat
4) Tonus otot-otot meningkat
5) Gerakan saluran cerna menurun
6) Metabolisme tubuh meningkat
Saraf simpatis ini menyiapkan individu untuk bertempur atau lari, semua itu
tampak pada manusia apabila menghadapi masalah, bekerja, olahraga,
cemas, dan lain-lain.
Peningkatan aktifitas parasimpatis memperlihatkan :
1) Kesiagaan menurun
2) Denyut jantung melambat
3) Pernafasan tenang
4) Tonus otot-otot menurun
5) Gerakan saluran cerna meningkat
6) Metabolisme tubuh menurun
g. Saraf kranial :
1) Saraf Olfaktorius
Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima
rangsangan olfaktorius. Sistem ini terbagi dari bagian berikut : mukosa
olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus
subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis. Saraf ini merupakan saraf
5
mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior
telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.
6) Saraf Abdusens
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons
bagian bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel
ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus lateralis.
7) Saraf Fasialis
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik
fungsi motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian
ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata.
Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama
nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral
ke dalam kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi
wajah terdiri dari otot orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital,
otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior
serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan
bagian anterior lidah.
8) Saraf Vestibulokoklearis
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-
serabut aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang
mengndung serabut-serabut aferen yang mengurusi keseimbangan.
Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan
berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral
ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior
lobus temporalis.
9) Saraf Glosofaringeus
Saraf glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan
asesorius pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen tersebut,
saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu gonglion
intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati
8
foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis
interna ke otot stilofaringeus. Diantara otot ini dan otot stiloglosal, saraf
berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan
sepertiga posterior lidah.
10) Saraf Vagus
Saraf Vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion
superior atau jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya
terletak pada daerah foramen ugularis, saraf vagus mempersarafi semua
visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding
usus, jantung dan paru-paru.
11) Saraf Asesorius
Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis.Radiks
kranialis adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak
dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesorius adalah saraf motorik
yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar
kepala ke samping dan otot trapezius memutar skapula bila lengan
diangkat ke atas.
12) Saraf Hipoglosus
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada
setiap sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua
menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf
motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus,
hipoglosus dan genioglosus.
h. Aktivitas Saraf
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon
menggunakan refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = Tidak ada respon
1 = Hypoactive/penurunan respon, kelemahan (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
4 = Hyperaktif, dengan klonus (++++)
9
5) Refleks abdominal
10
5) Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan
menimbulkan nyeri sepanjang m. Ischiadicus.
Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :
a. Kejang pada posisi Dekortikasi (Decorticate posturing), terjadi jika
ada lesi pada traktus corticospinal. Nampak kedua lengan atas
menutup kesamping, kedua siku, kedua pergelangan tangan dan jari
fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar kedalam dan kaki
plantar fleksi.
b. Kejang pada posisi Deserebrasi (Decerebrate posturing), terjadi
jika ada lesi pada midbrain, pons atau diencephalon.
c. Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi,
ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki
plantar fleksi.
1.1.4 Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1º C akan menyebabkan
kenaikan kebutuhan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat
sebanyak 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai
65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada
kenaikan suhu tubuh tertentu dapat menyebabkan terjadinya perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron. Dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, akibatnya terjadinya
lepasan muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini dapat meluas ke seluruh sel
maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah
12
kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung pada
tinggi atau rendahnya ambang kejang seseorang anak pada kenaikan suhu tubuhnya.
Kebiasaannya, kejadian kejang pada suhu 38ºC, anak tersebut mempunyai ambang
kejang yang rendah, sedangkan pada suhu 40º C atau lebih anak tersebut
mempunyai ambang kejang yang tinggi. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan
bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang
rendah (Latief et al., 2007).
a. Pemeriksaan Laboratorium
13
a. Terapi farmakologi
Pada saat terjadinya kejang, obat yang paling cepat diberikan
untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-
lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal sebanyak 20 mg.
Obat yang dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah
diazepam rektal. Dosisnya sebanyak 0,5-0,75 mg/kg atau 5 mg untuk
anak dengan berat badan kurang daripada 10 kg dan 10 mg untuk anak
yang mempunyai berat badan lebih dari 10 kg. Selain itu, diazepam
rektal dengan dosis 5 mg dapat diberikan untuk anak yang dibawah usia
3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. Apabila
kejangnya belum berhenti, pemberian diapezem rektal dapat diulangi
lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Anak seharusnya dibawa ke rumah sakit jika masih lagi berlangsungnya
kejang, setelah 2 kali pemberian diazepam rektal. Di rumah sakit dapat
diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg (UUK
Neurologi IDAI, 2006).
Jika kejang tetap belum berhenti, dapat diberikan fenitoin secara
intravena dengan dosis awal 10-20 mg/ kg/ kali dengan kecepatan 1 mg/
kg/ menit atau kurang dari 50 mg/menit. Sekiranya kejang sudah
berhenti, dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/ kg/ hari, dimulai 12 jam
setelah dosis awal. Jika kejang belum berhenti dengan pemberian
fenitoin maka pasien harus dirawat di ruang intensif. Setelah kejang
telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang
demam, apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
risikonya (UUK Neurologi IDAI, 2006).
Seterusnya, terapi antipiretik tidak mencegah kejang
kekambuhan. Kedua parasetamol dan NSAID tidak mempunyai
manfaatnya untuk mengurangi kejadian kejang demam. Meskipun
mereka tidak mengurangi risiko kejang demam, antipiretik sering
15
Adalah data yang didapat dari hasil wawancara (anamnesa) langsung dari klien
dan keluarga dan tim kesehatan lain (Marmi, 2012: 57). Data subyektif ini
meliputi :
a. Biodata
1) Biodata bayi
a) Nama
Diperlukan untuk memastikan bahwa yang diperiksa benar-benar
anak yang dimaksud. Nama harus jelas dan lengkap serta ditulis juga
nama panggilan akrabnya (Sumijati, 2000).
b) Umur
Berguna untuk mengantisipasi diagnosa masalah kesehatan dan
tindakan yang dilakukan (Depkes RI, 2012).
c) Alamat
Diperlukan untuk memastikan bahwa yang diperiksa benar-benar
anak yang dimaksud. Alamat harus jelas untuk membedakan dengan
pasien yang memiliki nama yang sama.
b. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan klien saat datang.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Untuk mengetahui keadaan pasien saat ini (Sumijati, 2000).
2) Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit yang pernah diderita (Sumijati, 2000).
3) Riwayat penyakit keluarga
Untuk mengetahui penyakit keluarga, baik yang menular, menurun, atau
menahun (Sumijati, 2000). Kemungkinan ada yang menderita kejang
demam dari keluarga.
d. Riwayat neonatal
1) Prenatal
Selama dalam kandungan ditanyakan berapa usia gestasinya, kehamilan
berapa, pernah ANC dimana, berapa kali, obat yang pernah didapat, ibu
pernah mendapat imunisasi apa saja (Marmi, 2012).
2) Natal
Ditanyakan riwayat persalinan, berapa umur kehamilan, jenis persalinan,
penolong penyulit selama persalinan, keadaan bayi, BBL, PBL, A-S, dan
kelainan genetal (Marmi, 2012).
3) Post natal
19
e. Riwayat imunisasi
Imunisasi apa saja yang pernah didapat oleh anak seperti DPT I-III, polio I-
II, hepatitis I-III, campak & BCG (Sumijati, 2000). Wahidiyat (2010)
menambahkan status imunisasi selain untuk mengetahui status perlindungan
yang diperoleh anak dan membantu mendiagnosa suatu keadaan tertentu.
2. Data Obyektif
20
Data yang diperoleh melalui pemeriksaan fisik yang terdiri dari inspeksi,
palpasi perkusi dan auskultasi serta pemeriksaan yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan umum
1) Keadaan umum
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar (composmentis-
coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
2) TTV :
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari
keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari
kepala sampai kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip (inspeksi,
auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB untuk
mengetahui adanya penurunan BB karena peningkatan gangguan nutrisi
yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan
(Wijaya,2013).
b. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bentuk kepala, warna rambut, ukuran kepala dengan tubuh proporsional
atau tidak, ada benjolan/ tidak, ada bekas caput/ tidak.
2) Muka
Bagaimana warnanya kemerahan/ kebiruan, ikterus/ tidak.
3) Mata
Simetris/ tidak, ada sekret/ tidak, sklera icterus/tidak, konjungtiva
pucat/tidak.
4) Hidung
Lubang hidung simetris/tidak, ada sekret/tidak, ada pernafasan cuping
hidung/tidak, pada penderita bronkopneumonia umumnya terdapat
pernafasan cuping hidung dan terdapat sekret.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
2) Pungsi lumbal
3) Elektroensefalografi (EEG)
4) Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala)
3. Analisa data
22
1.2.3. Perencanaan
Perencanaan dan intervensi asuhan keperawatan pada pasien kejang demam
sederhana adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis
Tujuan : Suhu tubuh normal.
Kriteria : Suhu tubuh meningkat
Intervensi :
a. Pantau suhu pasien (derajat dan pola): perhatikan menggigil?diaforesi
R/ suhu 38,9-41,1 0C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.
b. Berikan kompres hangat: hindari penggunaan kompres alkohol.
R/ dapat membantu mengurangi demam, penggunaan air es/alkohol
mungkin menyebabkan kedinginan
c. Berikan selimut pendingin
R/ digunakan untu kengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5°-
40°C pada waktu terjadi gangguan pada otak.
d. Kolaborasi untuk memberikan antipiretik sesuai indikasi
R/ digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentral.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
suhu tubuh
23
1.2.4. Pelaksanaan
Menurut Kepmenkes RI (2011:6), Bidan melakukan rencana asuhan
kebidanan secara komprehensif, efektif, efisien, dan aman berdasarkan evidence
based kepada klien/pasien dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif. Dilaksanankan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.
1.2.5. Evaluasi
Menurut Kepmenkes RI (2011:7-8) tentang Standar Asuhan Kebidanan,
bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan untuk melihat
keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan , sesuai perubahan perkembangan
dengan kondisi klien.
24
BAB 2
TINJAUAN KASUS
b. Biodata orangtua
Ibu Ayah
Nama : Ny. “T” Tn. “A”
Umur : 35 tahun 38 tahun
Agama : Islam Islam
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMA SMP
Pekerjaan : IRT Petani
Penghasilan : - Rp. 1.800.000,00
Alamat : Kedungprahu, ¾, Padas, Ngawi
25
2. Keluhan utama
Ibu mengeluh anaknya kejang 1x selama kurang dari 5 menit kemarin pukul
20.00 WIB, demam sudah 1 hari, pilek, dan diare.
3. Riwayat kesehatan
a. Penyakit sekarang yang diderita
Orang tua dan anak datang ke RSUD Dr. Soeroto Ngawi tanggal 07-01-
2019 pukul 21.00 WIB dengan keluhan anaknya kejang 1x selama kurang
dari 5 menit kemarin pukul 20.00 WIB, demam sudah 1 hari, pilek, dan
diare.
b. Penyakit dahulu yang pernah diderita
Sebelumya anak belum pernah mengalami sakit apapun, termasuk kejang
demam.
c. Penyakit keluarga
Keluarga tidak pernah dan tidak sedang memiliki penyakit menular,
menurun dan menahun. Dalam keluarga tidak ada yang menderita kejang
demam.
4. Riwayat neonatal
a. Prenatal
Pada saat hamil trimester 1 usia kehamilan 3 bulan ibu mengeluh keluar
keputihan dari jalan lahir stelah itu periksa kebidan diberikan terapi obat
dan sembuh pada trimester 2 dan 3 tidak ada keluhan. ANC dilakukan secara
teratur di bidan mendapatkan obat tambah darah sebanyak 90 tablet dan
diminum sesuai petunjuk dan habis, mendapatkan imunisasi TT lengkap.
b. Natal
Ibu melahirkan usia kehamilan 38 minggu, bayi lahir spontan langsung
menangis kuat dan keras dan ari-ari lahir spontan, berat badan saat lahir
3000 gram, panjang badan 49 cm jenis kelamin laki-laki tidak ada penyulit
pada saat bersalin.
26
c. Post natal
Bayi saat lahir langsung dilakukan IMD dan tidak ada komplikasi yang
terjadi saat masa nifas. Diberikan ASI esklusif selama 6 bulan, setelah umur
1 tahun lebih bayi sudah tidak mau menyusu dan diberikan susu formula.
5. Riwayat imunisasi
a. Hepatitis B : sejak bayi lahir
b. Polio : 4x yaitu pada usia 1,2,3 dan 4 bulan
c. BCG : usia 2 bulan
d. Campak : usia 9 bulan
6. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
BB sebelum sakit : 14 kg
BB saat sakit : 14 kg
PB : 103 cm
b. Pekembangan
Anak sudah bisa berhitung, berpakaian sendiri, menggambar orang, senang
bertanya – tanya tentang sesuatu hal yang belum dia mengerti, melompat –
lompat, mengenal warna, bicara mudah dimengerti.
7. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Nutrisi
Sebelum sakit : Sejak lahir hingga usia 6 bulan, bayi hanya diberi ASI
eksklusif,setelah itu diberi M-PASI, sekarang anak makan dengan nasi,
lauk(tempe,tahu,sayur sop) dan buah. Pemberian susu formula dalam
sehari semalam 150 gr.
Saat sakit : Anak makan dan minum sama seperti sebelum sakit.
b. Eliminasi
Sebelum sakit : Anak BAK ±4-5 kali sehari, warna kuning jernih dan bau
khas. BAB ±1 kali sehari warna kuning trengguli dan bau khas.
Saat sakit : Anak BAK ±5-6 kali sehari, warna kuning jernih dan bau
khas. BAB ±2 kali sehari konsistensi encer dan bau khas.
27
N : 100 x/menit
R : 25 x/menit
3. Pengukuran antropometri
BB sebelum sakit : 14 kg
BB saat sakit : 14 kg
PB : 102 cm
LK : 50 cm
LILA : 18 cm
4. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Bentuk simetris, warna rambut hitam, persebaran rambut merata, ukuran
kepala dengan tubuh proporsional, tidak ada benjolan abnormal
b. Mata
Kedua mata simetris, konjungtiva palpebra merah muda, sklera putih, tidak
ikterus, tidak ada pengeluaran sekret yang berlebihan, tidak ada kelainan.
c. Hidung
Bentuk simetris, ada cairan/sekret hidung, ada pernafasan cuping hidung.
d. Mulut
Bibir lembab, terdapat lendir di lidah, gerakan palatum (menelan), tidak
ada sianosis, gigi terdapat karies di depan atas, tidak ada kelaianan seperti
labio skisis, labio palato skisis, labio palato genato skisis.
e. Telinga
Simetris, pendengarannya baik dan tidak ada pengeluaran sekret
f. Leher
Simetris dan tidak ada pembesaran kelenjar limfe
g. Dada
Simetris, tidak ada kelainan tulang dada, putting susu simetris, tidak ada
tarikan dinding dada, pernafasan teratur, tidak ada wheezing dan ronchi,
tidak ada nyeri tekan.
29
h. Abdomen
Tidak buncit, tidak ada luka, tidak ada benjolan abnormal, bising usus
terdengar normal, tidak kembung dan tidak ada nyeri tekan.
i. Punggung
Tidak ada luka dekubitus
j. Genetalia
Bersih, tidak ada iritasi
k. Anus
Bersih, tidak ada iritasi dan tidak atresia ani
l. Ekstremitas
Ekstremitas atas dan bawah normal, tidak oedema. tidak ada kelainan,
gerak aktif, akral hangat.
5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium : Hb : 9,9 gr/dl
WBC : 10,92
RBC : 4,34
PCT : 275
6. Terapi
a. Infus Ring AS 15 tpm
b. Injeksi Diazepam 3 x 1,7 mg secara IV
c. Injeksi Santagesic 3 x 100 mg
d. Per Oral Lapifed Expectoran 3 x 1
1.1.3. Analisa data
No. Diagnosa/masalah Data dasar
Bayi “I” usia 4 tahun DS :
24 hari dengan Ibu mengeluh anaknya kejang 1x kemarin
diagnosa medik kejang pukul 20.00 WIB, demam sudah 1 hari, pilek,
demam sederhana, dan diare.
keadaan umum lemah,
prognosa baik.
30
DO:
- KU lemah, kesadaran komposmentis
- TTV
S: 400C
N: 100x/menit
RR: 25x/menit
- Pemeriksaan antropometri
BB sebelum sakit : 14 kg
BB saat sakit : 14 kg
PB : 102 cm
LK : 49 cm
LILA : 18 cm
- Muka tidak pucat
- Bibir lembab
- Pernapasan teratur
- Tidak terdengar bunyi nafas tambahan
- Menggigil (+)
- Kejang (-)
- Pilek (-)
- Akral hangat
- Tidak dapat beraktifitas dan rewel
- Tidak dapat merespon perawat dengan
baik
- Jam tidur terganggu atau tidak teratur
- Peningkatan frekuensi BAK dan BAB
- Infus Ring AS 15 tpm
- Injeksi Diazepam 3 x 1,7 mg secara IV
- Injeksi Santagesic 3 x 100 mg
- Per Oral Lapifed Expectoran 3 x 1
31
1.1.3. Perencanaan
Tanggal : 7 April 2019 pukul 21.00 WIB
Diagnosa : Bayi “I” usia 4 tahun 24 hari dengan masalah kejang demam
sederhana, keadaan umum lemah, prognosa baik.
Tujuan :
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuh menjadi normal
2. Mencegah terjadinya kekurangan cairan akibat suhu tubuh yang naik
3. Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria :
1. Suhu tubuh meningkat
2. Pola BAK dan BAB meningkat
3. Peningkatan sekresi mucus
Intervensi :
a. Pantau suhu pasien (derajat dan pola): perhatikan menggigil?diaforesi
Rasional : suhu 38,9-41,1 0C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.
b. Berikan kompres hangat: hindari penggunaan kompres alkohol.
Rasional : dapat membantu mengurangi demam, penggunaan air es/alkohol
mungkin menyebabkan kedinginan
c. Berikan selimut pendingin
Rasional : digunakan untu kengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5°-
40°C pada waktu terjadi gangguan pada otak.
d. Menganjurkan orang tua untuk memenuhi kebutuhan minum bayi
Rasional : agar bayi mendapatkan cairan
e. Kolaborasi dengan tim medis
Rasional : agar kebutuhan cairan terpenuhi.
32
1.1.4. Pelaksanaan
Tanggal : 7 April 2019 pukul: 21.15 WIB
Diagnosa : Bayi “I” usia 4 tahun 24 hari dengan masalah kejang demam sederhana,
keadaan umum lemah, prognosa baik.
Implementasi :
1. Membina hubungan baik dengan ibu dan anak
2. Memantau tanda-tanda vital pada bayi
3. Memberikan kompres hangat pada bayi di kedua ketiak
4. Menyarankan orang tua untuk memberi susu pada bayi
5. Menyarankan untuk memakaikan pakaian tipis
6. Memberikan saran kepada oang tua jika terjadi kejang pada bayi letakkan di
tempat yang datar, posisi miring, dan memberi spatel agar lidah tidak tergigit
atau menutupi jalan napas.
7. Memberikan motivasi agar bayi dan keluarga tidak cemas
8. Memberikan terapi sesuai dengan advice dokter
a. Infus Ring AS 15 tpm
b. Injeksi Diazepam 3 x 1,7 mg secara IV
c. Injeksi Santagesic 3 x 100 mg
d. Per Oral Lapifed Expectoran 3 x 1
1.1.5. Evaluasi
1. Evaluasi Pertama
Tanggal : 7 April 2019 pukul 23.00 WIB
S : Bayi tidak panas, diare berkurang, masih pilek, dan tidak kejang.
O : - KU lemah, kesadaran komposmentis
33
2. Evaluasi perkembangan
Tanggal : 8 April 2019 pukul 06.00 WIB
S : Bayi tidak panas, diare berkurang, masih pilek, dan tidak kejang.
O : - KU lemah, kesadaran komposmentis
- Suhu 36,0° C, Nadi 100 x/menit
- Akral hangat, nadi kaki kuat
A : Bayi “I” usia 48 bulan dengan masalah ketidakefektifan bersihan
jalan nafas dan hipertermia, keadaan umum lemah, prognosa baik.
P : Lanjutkan intervensi:
1. Membina hubungan baik dengan ibu dan anak
2. Memantau tanda-tanda vital pada bayi
3. Menyarankan orang tua untuk memberi susu pada bayi
34
4. Memberikan saran kepada oang tua jika terjadi kejang pada bayi
letakkan di tempat yang datar, posisi miring, dan memberi spatel
agar lidah tidak tergigit atau menutupi jalan napas.
5. Memberikan motivasi agar bayi dan keluarga tidak cemas
6. Memberikan terapi sesuai dengan advice dokter
a. Infus Ring AS 15 tpm
b. Injeksi Diazepam 3 x 1,7 mg secara IV
c. Injeksi Santagesic 3 x 100 mg
d. Per Oral Lapifed Expectoran 3 x 1
TTD
Puteri Amanda D
35
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2012. Pedoman Pemantauan Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : Depkes RI
Kemenkes RI. 2011. Standar Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit. Jakarta : Direktorat
Bina Anak Sakit.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Imunologi. Jakarta : Salemba Medika.
Sulistyawati, Ari. 2012. Asuhan Kebidanan Pada Anak Dengan Patologis. Jakarta :
Salemba Medika
Sumijati M.E, dkk. 2000. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim
Terjadi Pada Anak, Surabaya : Perkani.