Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Fisiologi Cairan Tubuh


Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, presentasenya dapat berubah tergantung pada
umur, jenis kelamin, dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia < 1 tahun,cairan tubuh adalah
sekitar 80-85% berat badan, dan pada bayi usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75%. Seiring
dengan pertumbuhan, presentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun,
yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, pada wanita dewasa 50% berat badan.Seluruh
cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular.

1.2 Proses Pergerakan Cairan Tubuh


Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme transpor pasif
dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energy sedangkan mekanisme transpor
aktif membutuhkan energi. Difusi, filtrasi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan
mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP.
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:
a. Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel
(permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih tinggi
hingga kadarnya sama.1 Tekanan osmotik mencegah perembesan atau difusi cairan melalui
membran semipermeabel ke dalam cairan yang memiliki konsentrasi lebih tinggi. Tekanan
osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan isotonik, yaitu larutan yang memiliki
tekanan osmotik sesuai plasma adalah NaCl 0,9 %, Dextrosa 5 %, dan Ringer laktat.
b. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari
konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh
darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi
tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.
c. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion natrium keluar
melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari luar ke dalam.
Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam
sel.

Deri Arara|Terapi Cairan 1


1.3 Patofisiologi keseimbangan cairan
Perubahan cairan tubuh yaitu :
Perubahan volume
a. Defisit volume ( dehidrasi )
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang paling umum
terjadi pada pasien bedah.
1) Dehidrasi Isotonis (isonatremik130-150 mEq/L) terjadi ketika kehilangan cairan
hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan
natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun
kompartemen ekstravaskular.5
2) Dehidrasi hipotonis (hiponatremik<130 mEq/L) secara garis besar terjadi
kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar
natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke
kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume
intravaskular.5
3) Dehidrasi hipertonis ( hipernatremik >150 mEq/L) secara garis besar terjadi
kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar
natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen
intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.
Yang dinilai
SKOR 1 2 3

Keadaan umum Baik Lesu/haus Gelisah, lemas,


mengantuk hingga syok
Mata Biasa Cekung Sangat cekung
Mulut Biasa Kering Sangat kering
Pernapasan < 30 x/menit 30-40 x/menit > 40 x/menit
Turgor Baik Kurang Jelek
Nadi < 120 x/menit 120-140 x/menit > 140 x/menit
Interpretasi :
 Skor: 6 : tanpa dehidrasi
 7 – 12 : dehidrasi ringan-sedang
 ≥ 13 : dehidrasi berat

Deri Arara|Terapi Cairan 2


Derajat Dehidrasi Dewasa Anak – anak

Ringan 4% 4%-5%
Sedang 6% 5 % - 10 %
Berat 8% 10% – 15 %
Cara rehidrasi :
A. Nilai status rehidrasi (sesuai tabel di atas), banyak cairan yang diberikan (D) = derajat
dehidrasi (%) x BB x 1000 cc
B. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan
C. Pemberian cairan :
a. 6 jam I = ½ D + ¼ M atau 8 jam I = ½ D + ½ M
b. 18 jam II = ½ D + ¾ M atau 16 jam II = ½ D + ½ M 11Berat badan Kcal/hari atau
mL/hari Kcal/jam atau mL/jam
Kebutuhan Cairan per jam
Berat badan Kebutuhan cairan per jam

0 – 10 kg 4 ml/kgBB/jam
10 – 20 kg 2 ml/kgBB/jam
> 20 kg 1 ml/kgBB/jam

b. Kelebihan volume ( overhidrasi )


Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic
(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl
ataupun pemberian cairan intravena glukosa yang menyebabkan kelebihan air) ataupun
dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR),sirosis, ataupun gagal jantung
kongestif.
Gejala overhidrasi:
 Nadi tak teratur Edema (menetap) di ekstremitas bawah
 Tensi meningkat Edema disekitar periorbital
 Meningkatnya BB
 Sesak nafas
 Penurunan Hb dan Hematokrit
 Moist cracles
 Rhonki

Deri Arara|Terapi Cairan 3


Gejala tambahan lainnya yang banyak ditemukan saat pemeriksaan pasien adalah level
kesadaran yang menurun, bingung (karena oksigenasi ke otak berkurang), kelemahan otot
rangka, dan peningkatan bising usus.

Deri Arara|Terapi Cairan 4


BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1 Terapi Cairan Perioperatif


Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-batas fisiologis
dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena. Tujuan
utama terapi cairan perioperatif adalah untuk menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk
mempertahankan volume intravaskuler yang adekuat agar system kardiovaskuler dalam keadaan
optimal.
Gangguan dalam keseimbangan cairan oleh kombinasi dari faktor – faktor preoperatif, perioperatif
dan postoperatif.
Faktor-faktor preoperatif :
1) Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh stres akibat
operasi.
2) Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat menyebabkan
ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek diuresis osmotik.
3) Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan elektrolit.
4) Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit dari traktus
gastrointestinal.
5) Restriksi cairan preoperative
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan sekitar 300-
500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita demam atau adanya
kehilangan abnormal cairan.
6) Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.
Faktor Perioperatif:
1) Induksi anestesi.
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia preoperatif karena
hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan vasokonstriksi.
2) Kehilangan darah yang abnormal

Deri Arara|Terapi Cairan 5


3) Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space
4) Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi
Faktor postoperatif:
1) Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
2) Peningkatan katabolisme jaringan
3) Penurunan volume sirkulasi yang efektif
4) Risiko atau adanya ileus postoperative

2.2 Dasar-Dasar Terapi Cairan Perioperatif


Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam pemberian cairan
perioperatif, yaitu :
1) Kebutuhan normal cairan harian.
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan ± 30-35 ml/kgBB/hari dan Secara umum
kebutuhan cairan rumatan dapat dilihat table Holliday. Kebutuhan tersebut merupakan
pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat
(lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses.
2) Defisit cairan pra bedah
Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada bedah elektif (sektar 6-
12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali menyertai penyakit bedahnya
(perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan, translokasi cairan pada penderita dengan
trauma), kemungkinan meningkatnya insensible water loss akibat hiperventilasi, demam dan
berkeringat banyak.
3) Kehilangan cairan saat pembedahan
Perdarahan, dapat diukur dari :
a. Botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap darah (suction
pump).
b. Dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah pembedahan.
Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm) mengandung ± 10 ml darah, sedangkan
tampon besar (laparatomy pads) dapat menyerap darah ± 100-10 ml.
4) Jumlah perdarahan bisa ditentukan berdasarkan kepada taksiran dan keadaan klinis
penderita yang kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dan
hematokrit berulang-ulang (serial).

Deri Arara|Terapi Cairan 6


Derajat perdarahan
DERAJAT I II III IV

BLOOD LOSS (ml) <750 750 - 1500 1500 - 2000 > 2000
BLOOD LOSS (% < 15% 15 – 30 % 30 – 40 % > 40%
EBV)
NADI (x/mnt) < 100 > 100 > 120 weak > 140
TD 118/72 110 / 80 70- 90/50 -60 Sistol < 50/60
CRT N + + +
RESPIRASI 14 - 20 20 – 30 30 - 40 > 40
DIURESIS (ml/hr) >30 20 - 30 10 – 20 0 – 10
MENTAL STATUS N/gelisah gelisah/anxiety somnolen somnolen/coma
FLUID THERAPY Crystalloid/RL 2,5 Crystalloid/RL+ Crystalloid + Crystalloid +
L or Colloid 1 L Colloid 1 L blood/RL 1L + Blood/RL 1L +
Colloid 0,5 L + Colloid 1 L + Blood
Blood 1-1,5 L or 2 L or PRC 1
PRC 0,5- 0,75 L L+Colloid 1 L

Menifestasi klinis syok hipovolemik


· Agitasi
· Akral dingin
· Penurunan konsentrasi
· Penurunan kesadaran
· Penurunan atau tidak ada keluaran urine
· Lemah
· Warna kulit pucat
· Napas cepat
· Berkeringat
Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih menonjol dibandingkan
perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan translokasi cairan internal. Kehilangan cairan akibat
penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada pembedahan dengan luka pembedahan yang luas
dan lama. Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat mengakibatkan sequestrasi
sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan ke ruangan serosa (ascites) atau ke lumen usus.
Pada organ ginjal pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:

Deri Arara|Terapi Cairan 7


 Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun.
 Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kadar
aldosteron.
 Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan terjadinya retensi air dan
reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (collecting tubules) meningkat.
 Ginjal tidak mampu mengekskresikan “free water” atau menghasilkan urin hipotonis.

2.3 Terapi Cairan


I. Pengganti defisit Pra bedah
Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus diperhitungkan
dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi. Kehilangan cairan di
ruang ECF ini cukup diganti dengan cairan hipotonis seperti garam fisiologis, ringer laktat dan
dextrose. Pedoman koreksinya adalah :
· Hitung kebutuhan cairan perhari ( perjam )
· Hitung deficit puasa ( lama puasa ) atau derajat dehidrasi
· Pada jam I berikan 50 % deficit + cairan pemeliharaan/jam
· Pada jam II berikan 25 % deficit + cairan pemeliharaan/jam
· Pada jam III berikan 25 % deficit + cairan pemeliharaan/jam

II. Terapi cairan selama pembedahan


Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan dasar ditambah
dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau
evaporasi). Jenis cairan tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.
1) Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata (ekstrasi,
katarak) diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan.
2) Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan cairan
sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk pengganti
akibat trauma pembedahan.
3) Pembedahan dengan trauma sedang – berat diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk
kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya.

Deri Arara|Terapi Cairan 8


Kebutuhan cairan tambahanan berdasar derajat trauma :
Rata – rata (
Perubahan cairan Contoh operasi
kristaloid )

Perbaikan Tendon
Kecil 0 – 2 ml/kg/hr
Timpanoplasti
Histerektomi
Sedang 2 – 4 ml/kg/hr
hernia Inguinal
Peritonitis
Besar 4 – 8 ml/kg/hr
Laparatomi dengan memotong usus
4) Penggantian darah yang hilang
Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV = Estimated Blood Volume = taksiran volume
darah), akan menimbulkan gejala hipotensi, takikardi dan penurunan tekanan vena sentral.
Kompensasi tubuh ini akan menurun pada seseorang yang akan mengalami pembiusan
(anestesi) karena depresi komponen vasoaktif. Perkiraan volume darah:
Usia Volume darah
Prematur 90 ml/kgBB
Neonatus
Full term 85 ml/kgBB
Bayi 80 ml/kgBB
Laki-laki 75 ml/kgBB
Dewasa
Wanita 65 ml/kgBB
Volume cairan intravaskuler dapat dipertahankan dengan larutan kristaloid ( 2 – 3x jumlah
perdarahan), koloid ( jumlahnya sama dengan perkiraan jumlah perdarahan), pemberian transfusi
darah tetap harus menjadi bahan pertimbangan berdasarkan:
a) Keadaan umum penderita ( kadar Hb dan hematokrit) sebelum pembedahan
b) Jumlah/penaksiran perdarahan yang terjadi
c) Sumber perdarahan yang telah teratasi atau belum.
d) Keadaan hemodinamik (tensi dan nadi)
e) Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan
f) Kalau mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit.
g) Usia penderita

Deri Arara|Terapi Cairan 9


III. Terapi Cairan Pasca Bedah
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
1) Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air untuk
penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar ± 50 ml/kgBB/24jam. Pada hari pertama
pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karena adanya pelepasan kalium dari
sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah. Akibat stress pembedahan,
akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung menimbulkan retensi air dan natrium.
Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian natrium. Penderita dengan
keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150
mg/hari cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan
protein sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan
pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garam isotonis. Terapi cairan
ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.
2) Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
a. Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1°C suhu tubuh
b. Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
c. Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan humidifikasi.
3) Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang belum
selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan transfusi darah untuk
memperbaiki daya angkut oksigen.
4) Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan. Monitoring organ-
organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat
kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.

2.5 Jenis Cairan


1) Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). Indikasi penggunaan
antara lain untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel pada pasien syok hipovolemik,
kasus – kasus perdarahan memerlukan cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4
kali jumlah darah yang hilang ) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk
mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler
sekitar 20-30 menit.
Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, mudah di dapat, tidak perlu dilakukan cross
match, tidak menimbulkan alergi, menurunkan viskositas darah, penyimpanan sederhana dan

Deri Arara|Terapi Cairan 10


dapat disimpan lama. Efek samping pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan
timbulnya edema perifer dan edema paru. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga
dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk resusitasi
cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler.
Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi
bikarbonat.
2) Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma substitute” atau
“plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul
tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama
(waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk
resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada
penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka
bakar). Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik
(walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada “cross match”. Berdasarkan
pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a) Koloid alami
Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5 % ). Dibuat dengan cara
memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis
dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga
mengandung alfa globulin dan beta globulin. Prekallikrein activators (Hageman’s factor
fragments) seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin.
Oleh sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan
hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
b) Koloid sintesis yaitu:
A. Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70
(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri
Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun
Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan
Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi
mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran
mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet adhesiveness,

Deri Arara|Terapi Cairan 11


menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran
darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross
match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan
Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.1
B. Hydroxylethyl Starch (HES)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 – 1.000.000, rata-rata
71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 mmHg. Pemberian 500 ml
larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari
dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan
reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang). Low
molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu
mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan
berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume expander
yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka
Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.
C. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata
35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu:
a. Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
b. Urea linked gelatin
c. Oxypoly gelatin
Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita gawat.
Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari golongan
urea linked gelatin. Keuntungan gelatin tidak terlalu mahal, dapat disimpan 2 – 3
tahun pada suhu ruangan, dampak pada system koagulasi tidak terlalu menonjol,
aman bagi fungsi ginjal. Kerugian gelatin cepat diekskresi melalui urin, meningkatkan
viskositas darah dan memudahkan agregasi eritrosit, terjadi reaksi anafilaksis.

Deri Arara|Terapi Cairan 12


DAFTAR PUSTAKA
1. Tutuko, bambang. Dkk, “ Panduan Tatalaksana Terapi Cairan Perioperatif”, Perhimpunan Dokter
Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia, 2009
2. Senaphati, tjokorda. dkk, “ Buku Ajar Anestesi dan Reanimasi ”, indeks Jakarta. 2010.
3. Latief S, Kartini, Dachlan. (editor). Terapi Cairan Pada pembedahan. Dalam : Petunjuk Praktis
Anestesiologi. Edisi II. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2002.
4. Ellsbury DL, George CS. Dehydration. eMed J [ serial online ] 2006 Mar [dikutip 6 Okt 2007].
Tersedia dari: URL: http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm.
5. Schwartz SI, ed. Principles of surgery companion handbook. 7th ed. New york: McGraw-Hill;
1999
6. Fatimah Nur, D. syok hipovolemik 2010. Tersedia dari URL :
http://www.gogle.com/syokhipovolemik.htm
7. PT. Otsuka Indonesia. Overhidrasi. 2008. http/www.google.com/overhidrasi

Deri Arara|Terapi Cairan 13

Anda mungkin juga menyukai