Pendahuluan
cepat menjadi sebuah masalah kesehatan publik yang menyebabkan beban ekonomi
pada layanan kesehatan. Selain beban ekonomi, juga terdapat rasa nyeri, disabilitas dan
bahkan mortalitas setelah terjadinya fraktur, terutama fraktur panggul. (WHO, 2007)
kekuatan tulang dan meningkatkan kerentanan terhadap fraktur. Penyakit degeneratif ini
menyebabkan lebih dari 8.9 juta fraktur setiap tahun di seluruh dunia. Resiko terjadinya
fraktur pada pergelangan tangan, panggul, atau vertebral di negara maju diperkirakan
Strategi saat ini untuk mengidentifikasi individu dengan resiko fraktur dan
sumsum tulang (BMD). Meskipun BMD digunakan dalam diagnosis osteoporosis, BMD
bukanlah satu-satunya faktor resiko terjadinya fraktur. Tidak semua individu dengan BMD
rendah mengalami fraktur osteoporotik. (Glendenning, 2011; Lee dan Vasikaran, 2012)
Penanda perombakan tulang (bone turnover marker - BTM) telah diteliti pada
sejumlah uji klinis dan dapat menawarkan potensi klinis untuk menilai resiko fraktur
secara independen terhadap BMD dan memantau respon terapeutik dari osteoporosis.
perubahan BMD. Perubahan yang terjadi pada BMD jauh lebih kecil dan lambat
dibandingkan dengan perubahan yang terjadi pada BTM. (Lee dan Vasikaran, 2012;
Osteoporosis
selama kehidupan. Tulang dapat melebar atau berubah aksis dengan cara pengikisan
atau penambahan tulang pada permukaan yang tepat dengan aksi independen dari
osteoblas dan osteoklas sebagai respon terhadap gaya biomekanik. Tulang pada
menerus dari sekumpulan tulang yang tua, penggantian dengan matriks protein yang
baru disintesis, serta mineralisasi matriks untuk membentuk tulang baru. Siklus
remodeling terdiri dari empat urutan tahap: aktivasi, resorpsi, reversal, formasi. (Clarke,
2008)
mengandung lapisan sel dari permukaan tulang; dan fusi beberapa sel mononuklear yang
melalui interaksi reseptor integrin dengan peptida (arginin, glisin, asparagin) pada matriks
terhadap OPG (RANKL receptor activator of NF-KB ligand; OPG osteoprotegerin), IL-1
dan kalsitonin. Fase resorpsi berlangsung sekitar 2 hingga 4 minggu selama tiap siklus
remodelling. Fase ini diakhiri dengan menyisakan sel mononuklear setelah osteoklas
Selama fase reversal, resorpsi tulang beralih menjadi formasi tulang. Setelah
dilepaskan dari matriks tulang, dan preosteoblas direkrut untuk memulai formasi tulang.
Formasi tulang memakan waktu sekitar 4 hingga 6 bulan untuk selesai. Osteoblas
fosfat dan secara enzimatik menghancurkan inhibitor mineralisasi seperti pirofosfat atau
2.2 Osteoporosis
fraktur. Ini merupakan masalah kesehatan publik utama. Fraktur panggul adalah
konsekuensi paling serius dari osteoporosis dengan peningkatan resiko mortalitas dan
seluruh dunia. Resiko terjadinya fraktur pada pergelangan tangan, panggul, atau
vertebral di negara maju diperkirakan sebesar 30% hingga 40%, yang hampir menyamai
resiko penyakit jantung koroner. Komplikasi fraktur pada osteoporosis ini dapat
Pada masa dewasa, proses remodeling tulang adalah penting untuk pemeliharaan
kesehatan tulang karena proses ini memperbaiki daerah cedera mikro. Ini merupakan
proses seluler yang melibatkan koordinasi aksi dari osteoklas dan osteoblas.
Osteoporosis dapat terjadi karena (1) kegagalan mencapai puncak massa tulang dan (2)
resorpsi tulang berlebih dan/atau penurunan formasi tulang selama remodeling. Semua
2011)
BMD bukanlah satu-satunya faktor resiko untuk terjadinya fraktur. World Health
Tools) untuk menilai resiko fraktur ini. Beberapa faktor resiko terjadinya fraktur
Penanda perombakan tulang (bone turnover marker – BTM) telah diteliti oleh
komite ahli yang berasal dari International Osteoporosis Foundation (IOF) dan
Pengambilan sampel BTM mudah dilakukan, baik pada darah atau urin. Pemeriksaan
BTM tidak invasif dan memberikan data yang dapat melengkapi BMD. Meski demikian
BTM memiliki batasan dalam penggunaannya secara klinis. (Lee dan Vasikaran, 2012)
memahami mekanisme kerja agen terapeutik. Akan tetapi penggunaannya secara rutin
dimana dapat ditemukan perbedaan hingga 7.3 kali lipat. Hasil yang tidak sejalan
penyampelan yang tidak tepat. Variabilitas analitik dapat direduksi dengan otomatisasi
penanda formasi dan resorpsi tulang yang ada dalam praktek klinis akan disajikan pada
osteoporosis adalah sebagai berikut. Tujuan dari pengobatan adalah untuk mereduksi
resiko fraktur. Kejadian fraktur tidak umum dan pada kasus apapun dokter tidak
menunggu hingga terjadi fraktur untuk menentukan kegagalan terapi. Perubahan BMD
dengan reduksi resiko fraktur. Akan tetapi, perubahan BTM setelah pengobatan lebih
pada BMD jauh lebih kecil dan lambat dibandingkan dengan perubahan yang terjadi pada
Namun untuk pembuatan keputusan, nilai LSC ini tidak normal dan kemungkinan tidak
diperlukan untuk aplikasi BTM dalam praktek sehari-hari. Tingkat kepercayaan 90% atau
bahkan 80% dapat diterima. Tingkat perubahan ini dapat dilihat pada pasien yang sangat
patuh terhadap pengobatan agen anti-resorptif dan juga agen anabolik. Peran BTM
dalam pengobatan strontium ranelate lebih tidak jelas karena perubahan BTM yang
menunjukkan inhibisi dari aktivitas osteoklas. Reduksi signifikan dalam penanda resorpsi
(terutama NTX urin atau CTX plasma/serum) dapat terlihat setelah 1 bulan pengobatan
dan mencapai plateau setelah 3 bulan. Penurunan dari penanda formasi lebih lambat
daripada penanda resorpsi tulang. Penanda formasi mencapai plateau setelah 6-12 bulan
dimulai, terjadi peningkatan BTM. Peningkatan terjadi pada penanda formasi tulang
terlebih dahulu, yang kemudian diikuti oleh penanda resorpsi tulang. Pada terapi
menggunakan strontium ranelate, hanya terjadi peningkatan kecil pada penanda formasi
tulang dan penurunan kecil pada penanda resorpsi tulang. (Lee dan Vasikaran, 2012)
terapi telah dipastikan. Namun variasi intra-individu yang relatif besar sering disebut
sebagai masalah dalam aplikasinya. Variasi ini lebih rendah pada darah dibandingkan
pada urin. (Glendenning, 2011; Lee dan Vasikaran, 2012; Siebel, 2006)
Reduksi BTM yang tidak memadai setelah beberapa waktu pengobatan anti-
respon BTM yang tidak memadai. Pengukuran BTM secara berturut-turut diperlukan
dalam dua waktu yang berbeda sebelum keputusan klinis tersebut dibuat. (Lee dan
Vasikaran, 2012)
Variabilitas dari BTM telah meningkat secara signifikan pada beberapa tahun
terakhir. Beberapa penulis telah mengajukan bahwa penanda ini, terutama CTX plasma
dan juga PINP yang diukur menggunakan platform otomatis, dapat digunakan dalam
praktek klinis rutin untuk menilai respon terapi. (Lee dan Vasikaran, 2012; Siebel, 2006)
3.1.1 Pengukuran Serum CTX
CTX merupakan penanda resorpsi tulang. Antibodi yang digunakan pada uji imun
(EKAH(β)DGGR) pada terminal karboksi non helikal telopeptida dari molekul kolagen tipe
I. saat ini terdapat dua uji imun otomatis: BetaCrossLaps Roche Elecsys (ECLIA, Roche
Immunodiagnostic Systems, Tyne and Wear, Inggris). Meski kedua uji menggunakan
antibodi yang meningkat terhadap epitope yang sama, tampaknya terdapat beberapa
bias meski terdapat korelasi baik antara hasil kedua uji. Uji ELISA untuk CTX juga telah
tersedia (Immunodiagnostic Systems, Tyne and Wear, Inggris). (Lee dan Vasikaran,
2012)
Serum CTX dipengaruhi oleh fungsi renal, dimana terdapat variabilitas diurnal
signifikan dengan kadar tertinggi di awal pagi hari dan kadar terendah pada sore hari,
dan asupan makanan menyebabkan penurunan kadar CTX. Maka dari itu, pengumpulan
sampel perlu distandarisasi, dan dilakukan pada keadaan puasa pada pagi hari. Meski
serum atau plasma dapat digunakan, stabilitas terbaik diperoleh pada plasma dengan
Terdapat dua bentuk PINP dalam darah: molekul “intak” atau trimetrik dan
monomer. Uji yang saat ini tersedia dapat mengukur bentuk trimetrik saja atau kedua
bentuk (total PINP). Uji PINP total (otomatis) tersedia pada Elecsys (Roche Diagnostics).
Uji PINP intak otomatis tersedia pada IDS-iSYS (Immunodiagnostic Systems);
radioimunoassay untuk PINP intak juga tersedia (UniQ PINP RIA Orion Diagnostica,
yang rendah, dan stabilitas pada suhu ruangan. Serum atau plasma dapat digunakan.
Foundation (IOF) merencanakan untuk standarisasi uji komersial untuk serum CTX dan
serum PINP dalam kolaborasi dengan pabrik komersil. (Lee dan Vasikaran, 2012)
tulang. Kondisi ini merupakan penyebab sekunder yang penting pada osteoporosis.
pemeriksaan laboratorium yang mungkin bergantung pada kondisi kasus yang dihadapi.
Pemeriksaan awal dapat meliputi profil ginjal (ureum, kreatinin); kalsium, fosfor,
magnesium; tes fungsi hati; darah lengkap; 25 hidroksivitamin D (25(OH)D); TSH; PTH.
Dan apabila diindikasikan, dapat dilakukan uji laboratorium tambahan berupa: hormon
seks (testosteron, estradiol, LH, FSH); serologi seliaka; elektroforesis protein serum/urin;
laju endap darah; kalsium/kreatinin urin 24 jam; kortisol bebas urin 24 jam; prolaktin; zat
besi; serum triptase dan kadar histamin; homosistein; faktor rheumatoid; biopsi kulit
penyesuaian kalsium menurut albumin) dan fosfat yang ditujukan untuk mendeteksi
albumin tidak secara universal dilakukan, ini dapat berguna untuk mengoreksi
pengukuran kalsium total yang tergeser oleh kadar albumin yang abnormal. (Sandhu dan
Hampson, 2011)
Tabel 3.2 Perubahan biomarker kalsium, fosfat, PTH dan ALP berdasarkan penyakit
Peran dari kalsium dan vitamin D dalam mereduksi resiko jatuh dan fraktur tidak
jelas. Reduksi dalam asupan atau penyerapan kalsium dan/vitamin D hingga terjadi
berkontribusi dalam percepatan pengeroposan tulang pada orang tua. Beberapa kriteria
25(OH)D, termasuk supresi optimal dari PTH, absorpsi kalsium yang tinggi, BMD yang
tinggi, tingkat pengeroposan yang lebih rendah, dan resiko fraktur yang rendah.
BMD. Terdapat kontroversi pada hasil dari penelitian ini. Meskipun beberapa penelitian
gagal menunjukkan korelasi apapun antara kedua variabel ini, penelitian lain
menunjukkan hubungan positif antara kedua kadar serum 25(OH)D dan nilai BMD. Arya
massa tulang dan maka dari itu berhubungan dengan nilai BMD yang rendah pada
subyek ini. Villareal et al secara serupa menyarankan bahwa wanita dengan kadar serum
sitokin, dan obat dapat mempengaruhi ekspresi rasio OPG/RANKL yang secara tidak
tulang pada menopause disebabkan oleh defisiensi estrogen. Pada pria, meski terjadi
secara progresif setelah usia 80 tahun, penurunan serum testosteron juga menyebabkan
Clarke, B. 2008. Normal Bone Anatomy and Physiology. Clin J. Soc Nephrol.
3(Suppl3):S131-S139
Glendenning, P. 2011. Markers of Bone Turnover for the Prediction of Fracture Risk and
Monitoring of Osteoporosis Treatment: A Need for International Reference
Standards. Osteoporosis Int. 22: 391-420
Khashayar, P; Meybodi, H.R.A; Hemami, M.R; Keshtkar, A; Dimai, H.P; Larijani B. 2016.
Vitamin D status and its relationship with bone mineral density in a healthy Iranian
population. Rev Bras Ortop. 51(4): 454-458
Lee, J; Vasikaran, S. 2012. Current Recommendations for Laboratory Testing and Use
of Bone Turnover Markers in Management of Osteoporosis. Ann Lab Med,
32:105-112
Seibel, M.J. 2005. Biochemical Markers of Bone Turnover Part I : Biochemistry and
Variability. Clin Biochem Rev. 26:97-122
Seibel, M.J. 2006. Biochemical Markers of Bone Turnover Part II: Clinical Applications in
the Management of Osteoporosis. Clin Biochem Rev. 27:123-138
WHO. 2007. WHO scientific group on the assessment of osteoporosis at primary health
care level. Jenewa: WHO