PENDAHULUAN
merupakan hal yang diutamakan. Data dari studi terakhir menunjukkan bahwa populasi
dengan BMI yang lebih tinggi, waist-hip-ratio yang lebih besar, dan nilai rata-rata
tekanan darah sistolik dan diastolik yang lebih tinggi, dan juga level serum trigleserida
serta kolesterol yang lebih tinggi meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular (Min Lu
et al, 2011).
pada akhir 1960-an, masih merupakan ketidakpastian mengenai lipid mana yang
terbaik dalam menentukan derajat penyakit jantung koroner (coronary heart disease =
sebagai target primer untuk terapi dalam menurunkan lipid untuk pencegahan dan
pengobatan penyakit kardiovaskular, akan tetapi banyak juga pasien dengan CHD
memiliki kadar konsentrasi LDL-C normal atau bahkan lebih rendah. Adanya
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
bertanggungjawab pada lebih dari 17.3 juta kematian setiap tahunnya dan berperan
menjadi salah penyebab kematian terbanyak di dunia (WHO, 2011). Penelitian dari
(15.616,1 juta kematian) disebabkan oleh penyakit kardiovaskular pada tahun 2010.
jantung)
vaskular perifer
Kardiomyopati
Aritmia jantung
2
bertanggungjawab terhadap sejumlah besar kejadian penyakit kardiovaskular.
pembuluh darah menjadi ireguler dan lumen menjadi sempit, membuat menjadi lebih
sulit bagi darah untuk lewat. Pembuluh darah juga menjadi kurang lentur. Pada
darah. Jika klot pembuluh darah terbentuk dalam arteri koroner, hal ini dapat
1. Merokok
2. Usia lanjut
3. Jenis kelamin
3
4. Faktor keturunan
Terdapat bukti ilmiah yang kuat bahwa faktor risiko behavioural dan metabolik
Lesi fatty streak awal ditandai dengan akumulasi apolipoprotein B-containing lipoprotein (apoB-
LPs) pada ruang subendotel, dimana menyebabkan penarikan sel dendritik dan makrofag.
Ketika perkembangan lesi aterosklerosis, otot polos dan sel T juga menginfiltrasi intima, dan
retensi apoB-LP semakin kuat. Plak yang rentan ditandai dengan akumulasi sel apoptosis dan
klirens fagosit yang kurang baik (efferocytosis), menghasilkan lipid-filled necrotic core. Sebuah
thinning fibrous cap menurunkan stabilitas lesi, sehingga plak aterosklerosis ini rentan terjadi
ruptur dan terbentuk trombus (Moore, K.J. & Tabas Ira, 2011)
faktor risiko penyakit kardiovaskular, untuk menentukan marker baru risiko penyakit
4
untuk kesadaran populasi akan penyakit yang dapat menyebabkan beban morbiditas
terhadap individu atau subgrup, dan untuk memotivasi kepatuhan terhadap perubahan
gaya hidup atau terapi yang direkomendasikan. Pada praktik klinis, algoritma prediksi
risiko telah digunakan sebagai besar untuk mengidentifikasi individu dengan risiko
D.M., 2010).
2.3 Rasio ApoB/ApoA1 yang tinggi sebagai salah prediktor faktor risiko
penyakit kardiovaskular
terdapat bukti bahwa akumulasi dari sejumlah pengukuran bentuk apolipoprotein dapat
merupakan molekul tunggal pada pada semua partikel lipoprotein aterogenik, misal
Terdapat hanya satu apoB setiap partikel. Sehingga nilai plasma dari total apoB
utama pada partikel high-density lipoprotein (HDL), dan merupakan sebuah inisiator
utama dan “driver of the reservese cholesterol transport”. ApoA1 dapat juga
produksi endotel dari nitric oxide serta pelepasan prostacyclin dari endotel. Dengan
depannya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Min Lu et al, 2011 menunjukkan bahwa
apo B dan apoA1 merupakan indikator klinis sederhana, serta rasio dari apoB/apoA1
5
berhubungan dengan CHD pada pasien yang mengalami overweight dan obesitas.
Dimana penelitian membandingkan antara pasien CHD dengan pasien sehat yang
diukur level TG, rasio apoB/apoA1, apoA1, HDL-C, TC, LDL-C dan apoB. Pada pasien
CHD kadar TG dan apoB/apoA1 lebih tinggi, sedangkan level HDL-C dan apoA1 lebih
rendah. Tidak terdapat perbedaan sginifkan antara kedua grup pada level TC, dan
terlihat pada kadar LDL-C dan apoB. Dari penelitian tersebut disimpulkan jika level
apoB/apoA1 lebi baik dibanding level LDL-C dalam memprediksi risiko CHD. Bahkan
dikatakan jika rasio apoB/apoA1 dapat menjadi salah satu informasi yang bermanfaat
IDL, VLDL, LDL dan partikel anti-aterogenik HDL. Pada AMORIS (penelitian prospektif
variabel risiko tunggal terbaik terkait lemak, juga menentukan lipid konvensional dan
rasio lipid lainya. Lebih tinggi level rasio apoB/apoA1, maka kolesterol akan terdeposit
normal dengan normolipidemia dan hubungan antara rasio apoB/apoA1 dengan index
lipid lainnya. Didapatkan nilai rasio apoB/apoA1 melebihi 0.9 ditemukan apda subyek
jumlah dan komposisi lipoprotein pada subyek penelitian. Subyek dengan rasio
apoB/apoA1 > 0.9 juga ditandai dengan level TG lebih tinggi dan nilai rasio LDL-
C/apoB serta konsentrasi apo E lebih rendah jika dibandingkan dengan subyek yang
memiliki rasio apob/apoA1 < 0.9. Secara keseluruhan, subyek dengan apoB/apoA1 >
0.9 menunjukkan profil lipid lebih aterogenik. Sehingga rasio apoB/apoA1 dapat
dijadikan marker sensitif risiko aterogenik (Kaneva, A.M et al, 2015). Berdasarkan
Cleveland Heartlab, Inc rasio apoB/apoA1 pada wanita tergolong rendah jika <0.7,
6
tergolong moderate jika 0.7-0.8, dan tergolong tinggi jika >0.8. Sedangakan pada pria
tergolong rendah jika <0.75, tergolong moderate jika 0.75-0.9 dan tergolong tinggi jika
menunjukkan hubungan langsung yang kuat dengan risiko kejadian iskemik. Individu
yang memiliki rasio apoB/apoA1 yang tinggi memiliki risiko 3x lebih tinggi mengalami
dengan mengambil darah vena. Darah vena dapat diambil dari regio antecubital
dengan kondisi pasien puasa semalam. Sebanyak 4 mL darah diambil. Sampel serum
disimpan dalam aliquots pada suhu 20°C dan sebelumnya tidak dicairkan hingga
dianalisis serum apoA1 dan apoB. Analisis dilakukan selama 8 minggu. Analisis dapat
human apoA1 dan apoB dibuat bereaksi terhadap antiserum spesifik untuk membentuk
kompleks tidak terlarut yang diukur dengan turbidometric pada 340 nm. Konsentraasi
et al, 2010).
INTERHEART pada 26,903 subyek dari 52 negara mengenai risiko infark myokard
akut terkait dengan sindrom metabolik. Dimana 12,297 partisipan termasuk dalam
7
kelompok kasus, sedangkan 14,606 partisipan termasuk ke dalam kelompok kontrol.
Keseluruhan partisipan direkrut dari 263 pusat di kawasan Asia, Eropa, Timur Tengah,
Afrika, Australia, Amerika Utara, dan Amerika Selatan. Metode penelitian dilakukan
pada kedua kelompok. Faktor risiko yang dicantumkan adalah hipertensi dan diabetes
lingkar pinggang dan lingkar panggul, tekanan darah, dan berat badan. Kemudian
pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah mengukur apoB, apoA, dan HbA1C.
Dari hasil didapatkan mengenai PAR (population attributable risk) infark myokard yang
berhubungan dengan metabolik sindrom yakni dari peningkatan rasio apoB/apoA pada
16.4%, 13.2%, dan 31,9%(Mente, Andrew et al, 2010). Dari studi INTERHEART yang
lainnya seperti, merokok, hipertensi, diabetes, stres dan obesitas abdominal, tanpa
Pada penelitian MONICA/KORA, 1414 pria dan 1436 wanita dengan tanpa
disertai riwayat infark myokard dilakukan evaluasi selama 13 tahun. Dimana hasil
utama dari penelitian ini adalah hubungan kuat antara peningaktan level apoB dan
peningkatan risiko infark myokard, dimana peningkatan level apoA1 tidak berhubungan
risiko infark myokard bahkan setelah dilakukan penyesuaian dalam usia, body mass
Sebuah studi yang dilakukan pada 170 ribu orang di swedia, studi AMORIS
menunjukkan bahwa apo B merupakan marker yang lebih baik bagi kardiovaskular
dibanding LDLc, khususnya pagi mereka yang dengan level LDLc yang diinginkan,
8
tanpa memandang jenis kelamin. Rasio apoB-apoA1 diidentifikasi pada penelitian
tersebut sebagai variabel tunggal yang kuat berhubungan dengan peningkatan risiko
infark myokard, khususnya ketika level lipid berada dalam angka yang diinginkan (Lima
et al, 2007).
penebalan di arteri karotis intima media, selama 3 tahun pada pasien laki-laki usia
bahwa kolesterol non HDL dan rasio total kolesterol-HDLc bersifat sama efisien
dengan apolipoprotein A-1 dan B dan rasio apoB-apoA1 untuk memprediksi risiko
memprediksi kejadian kardiovaskular ke depannya pada wanita (Lima et al, 2007). Dari
prediktor risiko kardiak, sedangkan yang lain menghubungkan risiko ini untuk
mengurangi level apoA1. Akan tetapi konsesus pada literatur masih menyebutkan
untuk prediksi risiko kardiovaskular, dan saat ini dipertimbangkan sebagai marker lebih
baik ketika dibandingkan dengan lipid, lipoprotein dan rasio lipid konvensional (Lima et
al, 2007).
9
Saat ini telah terdapat peningkatan dalam ketertarikan untuk menemukan
penilaian dalam penggunaan marker tersebut. Saat ini terdapat konsep terbaru
mengenai evaluasi risiko dan mengajukan standard mengenai metode penilaian risiko.
Evaluasi yang adekuat dari marker risiko terbaru membutuhkan desain penelitian,
populasi risiko yang mewakili, dan jumlah adekuat dari outcome. Penelitian dari marker
marker risiko standard. Tidak adanya pengukuran statistik yang memberikan semua
infomasi yang dibuthkan dalam menilai marker terbaru, sehingga mengukur baik
perbedaan maupun akurasi harus dilaporkan. Nilai klinis dari sebuah marker harus
dinilai efeknya terhadap tatalaksana pasien dan hasilnya. Secara garis besar, marker
risiko dievaluasi dalam beberapa fase, termasuk diantaranya adalah bukti awal
tambahan ketika ditambahkan pada marker risiko standard, penilaian efek terhadap
manajemen pasien dan outcome, dan tentunya efektivitas dari segi biaya (Hlatky et al,
2009).
apoB-apoA1 dijadikan sebagai salah prediktor yang kuat untuk risiko penyakit
pemberian terapi penurunan kadar lipid seperti statin dapat dikatakan terdapat
dapat menurunkan apoB hingga 20% dan meningkatkan apoA1 sekitar 2-5%. Selain itu
statin yang lebih efektif dalam menurunkan apoB adalah atorvastatin dan rosuvastatin
dimana dapat menurunkan nilai apoB masing-masing sebesar 40-45% dan 45-50%.
10-15% (Koha et al, 2011; Nicholls et al, 2010; Faergeman et al, 2008).
10
Namun hingga saat ini belum ada penelitian mengenai evaluasi penggunaan
11
2.3.6 Kriteria rasio apoB/apoA1
W a n i t a P r i a
Sedang 0 . 7 – 0 . 8 0 . 7 5 – 0 . 9
T i n g g i > 0 . 8 > 0 . 9
menunjukkan hubungan langsung yang kuat dengan risiko kejadian iskemik. Individu
yang memiliki rasio apoB/apoA1 yang tinggi memiliki risiko 3x lebih tinggi mengalami
apoB/apoA1 sehubungan dengan risiko infark myokard adalah (Lima et al, 2007):
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
merupakan hal yang diutamakan (Min Lu et al, 2011). Penilaian risiko dari penyakit
untuk menentukan marker baru risiko penyakit kardiovaskular, untuk menentukan dan
menilai target potensial terapi, dan meningkatkan penerapan cost-effective terapi baik
depannya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Min Lu et al, 2011 menunjukkan bahwa
apo B dan apoA1 merupakan indikator klinis sederhana, serta rasio dari apoB/apoA1
berhubungan dengan CHD pada pasien yang mengalami overweight dan obesitas.
Terdapat pula bukti epidemiologi yang mendukung rasio apoB/apoA1 yakni pada
salah prediktor yang kuat untuk risiko penyakit kardiovaskular. Dimana semakin tinggi
13
DAFTAR PUSTAKA
Dawar R., Gurtoo A., Singh R. ApoB/apoA1 ratio is statistically the best predictor of
Results from the ECLIPSE Study. Cardiology 2008; 111: 219-228. DOI:
10.1159/000127442.
Koha KK, Sakumab I, Quonc MJ. Review; Differential metabolic effects of distinct
Lima LM, Carvalho MG., Sousa MO. ApoB/apoA-1 ratio and cardiovascular risk
Mente A., Yusuf S., Islam S., McQueen MJ., Tanomsup S., Onen CL., Rangarajan S.,
Gerstein HC., Anand SS. Metabolic Syndrome and Risk of Acute Myocardial
Infarction. Journal of the Americal College of Cardiology. 2010. Vol 55, No. 21.
2390-8.
Min Lu, Qun Lu, Yong Zhang, Gang Tian. ApoB/apoA is an effective predictor of
Min Lu. Qun Lu, Yong Zhang. Gang Tian. ApoB/apoA1 is an effective predictor of
14
Moore KJ., Tabas I. Macrophages in the Pathogenesis of Atherosclerosis. J Cells.
2011.
Walldius G et al. Stroke mortality and the ApoB/ApoA-1 ratio: Results of the AMORIS
2248-52.apo
15