PENDAHULUAN
B. Patogenesis
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang
primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam
paru. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah
bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis
regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami
kesembuhan denghan tidak meninggalakan cacat sama sekali, sembuh dengan
meninggalkan sedikit bekas atau mengalami penyebaran. Kompleks primer dapat
menyebar dengan perkontinuitatum (menyebar ke sekitarnya), menyebar secara
bronkogen (baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya) atau menyebar
secara hematogen dan limfogen.
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian
tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer
mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa,
localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis
inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber
penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya
terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini
awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Sarang tadi mula mula meluas,
tetapi segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis.
Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan
sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi
aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju
dibatukkan keluar. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti
awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).
Kaviti ini dapat meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang
pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas Dapat
pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali,
mencair lagi dan menjadi kaviti lagi Kaviti ini bisa pula menjadi bersih dan
menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan
membungkus diri, akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang
terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).
C. Klasifikasi
1. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru dapat
dibedakan berdasarkan hasil pemeriksaan dahak dan berdasarkan tipe pasien.
a. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
- Tuberkulosis paru BTA positif (+) adalah sekurang-kurangnya 2 dari 3
spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif atau hasil pemeriksaan
satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif atau hasil pemeriksaan satu
spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif.
- Tuberkulosis paru BTA negatif (-) adalah hasil pemeriksaan dahak 3 kali
menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan kelainan radiologi
menunjukkan tuberkulosis aktif atau hasil pemeriksaan dahak 3 kali
menunjukkan BTA negatif dan bikan M. tuberculosis positif.
b. Berdasarkan tipe pasien
- Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan
dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
- Kasus relaps adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Apabila BTA negatif
atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif atau
perburukan dan terdapat gejala klinik maka harus dipikirkan beberapa
kemungkinan.
- Kasus drop out adalah pasien yang tidak mengambil obat selama 2 bulan
berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
- Kasus gagal adalah pasien dengan BTA positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 pengobatan atau pasien dengan BTA negatif
namun gambaran radiologi positif menjadi postif pada akhir bulan ke-2
pengobatan.
- Kasus kronik atau persisten adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA
masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan
pengawasan yang baik.
2. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening, selaput otak, perikard,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi. Untuk
kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan
bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstra paru aktif.
D. Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang
lainnya
1. Gejala klinis
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratorik. Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien
terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses
penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama
terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang
dahak ke luar. Adapun gejala respiratorik yang sering muncul yaitu batuk-batuk
selama 2 minggu, batuk darah, sesak nafas dan nyeri dada.
Gejala sistemik yang muncul dapat berupa demam, malaise, keringat malam,
anoreksia maupun penurunan berat badan.
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri
dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya
tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1
& S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat
ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki
basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum. Pada pleuritis
tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di
rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang
melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis
tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher
(pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess.
3. Pemeriksaan bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi bertujuan untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, cairan
serebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kirasan bronkoalveolar, urn,
feses dan jaringan biopsi.
Pemeriksaan bakteriologi yang menggunakan spesimen dahak memerlukan
beberapa prosedur. Sampel dahak harus diambil sebanyak 3 kali, yaitu dahak
sewaktu yaitu sampel dahak sewaktu saat kunjungan, dahak pagi yaitu dahak
yang diperoleh pada pagi hari di keesokan harinya dan dahak sewaktu yaitu dahak
yang diperoleh pada saat mengantarkan dahak pagi. Selain itu dapat pula dengan
memperoleh sampel dahak setiap pagi selama 3 hari berturut-turut.
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dapat dilakukan dengan cara
mikroskopik maupun biakan. Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali
pemeriksaan yaitu dikatakan BTA positif apabila ketiga spesimen menunjukkan
hasil positif atau pada 2 spesimen menunjukkan hasil positif dan 1 spesimen
pemeriksaan menunjukkan hasil negatif. Pemeriksaan bakteriologi juga dikatakan
BTA positif apabila 1 spesimen menunjukkan hasil positif dan 2 spesimen
menunjukkan hasil negatif kemudian dilakukan pemeriksaan ulang BTA sebanyak
3 kali menunjukkan 1 spesimen positif dan 2 spesimen negatif. Pemeriksaan
bakteriologi dikatakan BTA negatif apabila dari 3 spesimen yang diperiksa
menunjukkan hasil negatif.
Melakukan pemeriksaan biakan bertujuan untuk mendapatkan diagnosis pasti dan
dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis.
4. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi standar yang dilakukan adalah foto thorax PA. Pada
pemeriksaan foto thorax, tuberkulosis dapat memberikan gambaran bermacam-
macam bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB
aktif, yaitu bayangan berawan atau nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah, kaviti, terutama lebih dari satu,
dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodula, bayangan bercak milier dan
adanya efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).
5. Pemeriksaan penunjang lainnya
Pemeriksaan lainnya juga dapat dijadikan dasar untuk menegakkan diagnosis
tuberkulosis. Salah satunya yaitu uji tuberculin. Uji tuberkulin yang positif
menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalensi
tuberculosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit
kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila
didapatkan konversi, bula atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar
sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil
negative.
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan
sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif,
tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis.
Limfositpun kurang spesifik.
E. Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif selama 2-3
bulan dan fase lanjutan selama 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan. Adapun jenis obat utama atau obat lini
pertama yang digunakan yaitu Rifampicin, INH, Pirazinamid, Streptomicin dan
Etambutol. Obat anti tuberkulosis lini pertama dikemas menjadi 2 macam, yaitu obat
tunggal atau kemasan lepasan dan obat kombinasi tetap (Fixed Dose Combination)
yang terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet. Penentuan dosis terapi kombinasi
dosis tetap 4 obat didasarkan atas rentang dosis yang telah ditentukan oleh WHO
yang merupakan dosis efektif yaitu termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik.
Pengobatan tuberkulosis dibedakan berdasarkan tipe pasien.
1. Pada pasien TB paru kasus baru dengan hasil BTA positif atau ditemukan lesi luas
pada foto thorax maupun pada pasien tuberculosis kasus baru dengan hasil BTA
negatif dengan gambaran radiologi lesi luas maka dianjurkan untuk memberikan
paduan obat 2 RHZE / 4 RH atau 2 RHZE / 4R3H3 atau 2 RHZE / 6 HE. Pada
pasien TB paru kasus baru dengan hasil BTA negatif dan ditemukan lesi minimal
pada foto thorax, maka paduan obat yang dianjurkan yaitu 2 RHZ / 4 RH atau 2
RHZ / 4R3H3 atau 6 RHE
2. Pada pasien TB paru kasus kambuh atau relaps, maka paduan obat yang diberikan
yaitu 5 macam OAT pada fase intensif selama 3 bulan dan dilanjutkan dengan fase
lanjutan selama 5 bulan atau lebih. Paduan obat yang dianjurkan yaitu 2 RHZES /
1 RHZE / 5 RHE. Pengobatan dapat diberikan lebih lama tergantung dari
perkembangan penyakit pasien.
3. Pada pasien TB paru kasus gagal, maka pengobatan sebaiknya didasarkan atas
hasil uji resistensi dengan menggunakan minimal 5 macam OAT dengan minimal 3
OAT masih sensitif, seandainya H resisten, maka H akan tetap diberikan. Lama
pengobatan minimal selama 1-2 tahun. Sementara menunggu hasil uji resistensi,
maka sementara dapat diberikan obat 2 RHZES, untuk kemudian dilanjutkan
sesuai uji resistensi. Apabila tidak memungkinkan dilakukannya uji resistensi,
maka paduan obat alternatif yang dapat diberikan yaitu 2 RHZES / 1 RHZE / 5
H3R3E3. Pasien kasus gagal pengobatan juga disarankan untuk dirujuk ke dokter
spesialis paru untuk dapat dilakukan penanganan lebih spesifik.
4. Pasien TB paru kasus putus berobat akan dimulai pengobatan sesuai dengan
beberapa kriteria. Pasien yang menghentikan pengobatannya kurang dari 2 bulan,
maka pengobatan OAT akan dilanjutkan sesuai jadwal. Sedangkan pasien yang
menghentikan pengobatan OAT lebih dari 2 bulan maka harus dilihat beberapa hal.
Apabila telah berobat selama 4 bulan, BTA saat ini negatif, klinik dan radiologik
tidak aktif atau ada perbaikan, pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran
radiologik aktif, maka dilakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis
TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti
TB, maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan
jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II
maka pengobatan kategori II diulang dari awal. Apabila telah berobat > 4 bulan,
BTA saat ini positif, maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang
lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan
kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal. Apabila telah berobat <
4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik dan radiologik positif,
maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Penderita
Nama : KDA
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 24 tahun
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Hindu
Status perkawinan : Sudah menikah
Alamat : Desa Pelapuan, Buleleng
Tanggal MRS : 23 November 2015
Tanggal Pemeriksaan : 25 November 2015
B. Anamnesis
Keluhan utama: batuk-batuk
Riwayat keluarga:
Pasien mengakui ada anggota keluarganya yang mengalami keluhan serupa sejak
4 bulan yang lalu dan sudah berobat di puskesmas terdekat. Diakui oleh pasien
bahwa keluarganya tersebut dikatakan menderita infeksi paru-paru yang
mengharuskannya untuk meminum obat selama 6 bulan. Anggota keluarga
tersebut bukan merupakan keluarga inti, namun tinggal dalam satu lingkungan
yang berdekatan. Riwayat penyakit sistemik lainnya seperti penyakit jantung,
hipertensi dan asma dalam keluarga disangkal oleh pasien.
Riwayat sosial:
Pasien menyangkal adanya tetangga yang mengalami keluhan serupa. Pasien
menyangkal adanya kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol.
C. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital:
Kondisi umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Gizi : Kurang
GCS : E4V5M6
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 100 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit, tipe torakoabdominal
Suhu axilla : 38,4°C
VAS : 0/10
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 42 kg
BMI : 17,48 kg/m2
Pemeriksaan umum:
Mata : Anemis (-), Ikterus (-), Reflek Pupil +/+ isokor
THT
Telinga : bentuk normal, tidak tanda-tanda radang atau pun bekas luka
Hidung : sekret -/-
Tenggorokan : Tonsil T1/T1, faring hiperemi (-)
Leher : JVP : PR+ 0 cmH2O
kelenjar tiroid normal, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax : Bentuk dada normal, simetris, tidak ada retraksi interkosta,
tidak terlihat pembuluh kolateral, tidak ada bekas luka
ataupun jaringan parut
Cor
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus cordis
Palpasi : Teraba iktus kordis pada ICS V MCL kiri, thrill (-)
Perkusi : Batas kanan jantung PSL kanan
Batas kiri jantung 1 cm lateral MCL kiri
Pinggang jantung (+)
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo
Inspeksi : Simetris statis dan dinamis
Palpasi : Pergerakan simetris, vokal fremitus N/N
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronki +/+, Wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), balottment (-/-),
shifting dullness (+)
Perkusi : timpani (+)
Ekstremitas : Hangat +/+, edema - /-
+/+ - /-
D. Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap (23 November 2015)