Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

OTITIS MEDIA AKUT

Dokter Pembimbing :
Dr. Rini Febrianti, Sp.THT-KL

Disusun oleh :
Amalia Grahani P. (2014730006)
Astri Nuur Sa’diyyah (2014730012)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANJAR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
PERIODE 6 MEI – 9 JUNI 2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus dengan judul
“Otitis Media Akut” ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta para pengikutnya hingga akhir zaman.
Laporan kasus ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas pada kepaniteraan klinik
ilmu penyakit THT dan juga untuk memperdalam pemahaman tinjauan pustaka yang
telah dipelajari sebelumnya.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr. Rini Febrianti, Sp.THT-KL selaku
dokter pembimbing atas ilmu dan pengalamanya yang telah diberikan di stase THT ini.
Terima kasih juga pada semua pihak yang telah membantu dalam tahap pengumpulan
referensi dan penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari ketidaksempurnaan tugas laporan kasus ini. Untuk itu penulis
sangat mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan penyusunan laporan selanjutnya.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembacanya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Banjar, 21 Mei 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... 1


DAFTAR ISI ............................................................................................................. 2
BAB I STATUS PASIEN ....................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 9
2.1 Anatomi Telinga ................................................................................ 9
2.2 Definisi ............................................................................................... 13
2.3 Klasifikasi .......................................................................................... 13
2.4 Epidemiologi ...................................................................................... 13
2.5 Etiologi ............................................................................................... 14
2.6 Patogenesis ......................................................................................... 14
2.7 Gejala klinis ....................................................................................... 15
2.8 Pemeriksaan fisik ............................................................................... 16
2.9 Pemeriksaan penunjang ..................................................................... 17
2.10 Penatalaksanaan ................................................................................. 17
2.11 Komplikasi ......................................................................................... 20
2.12 Prognosis ............................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 22

2
BAB I
STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 23 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Sudah Menikah
Tanggal Pemeriksaan : Selasa, 21 Mei 2019

1.2 Anamnesis
• Keluhan Utama
Keluar cairan dari telinga sebelah kiri sejak 3 hari SMRS
• Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli THT RSU Kota Banjar dengan keluhan keluar cairan
dari telinga sebelah kiri sejak 3 hari SMRS. Keluhan muncul secara mendadak
dan cairan keluar terus menerus, mengalir, terutama ketika posisi kepala miring
atau tidur. Cairan yang keluar dari telinga berwarna putih bening dengan
konsistensi cair dan agak berbau. Keluhan disertai telinga kiri terasa penuh dan
tersumbat, bila berpindah posisi terasa ada cairan yang bergerak didalam telinga
kiri, bila pasien meniup dengan hidung yang tertutup terdengar ada cairan
didalam telinga kiri. Pasien juga mengeluh batuk dan pilek sejak 10 hari SMRS.
Batuk dirasakan terus menerus dan berdahak. Pasien mengatakan hidung terasa
berair namun sulit untuk dikeluarkan, sehingga hidung terasa tersumbat.
Keluhan pendengaran menurun dan berdenging, sakit telinga, pusing, sakit
kepala, demam, keringat malam, penurunan berat badan, cairan yang turun ke
dalam tenggorokan, mencium bau busuk dari hidung, gangguan penciuman,
bersin-bersin, nyeri tenggorokan, mimisan disangkal.

3
• Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Riwayat penyakit
amandel, asma, hipertensi, diabetes melitus, dan batuk-batuk lama disangkal.
• Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan mertua dan anaknya juga mengalami batuk dan pilek.
Keluhan keluar cairan dari telinga pada keluarga disangkal. Riwayat diabetes
melitus, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, asma disangkal.
• Riwayat Alergi
Riwayat alergi makanan, debu, dingin, obat-obatan pada pasien disangkal.
• Riwayat Pengobatan
Pasien sudah berobat ke puskesmas 3 hari SMRS, diberikan 3 obat tablet yang
diminum 3 kali sehari, pasien lupa nama obatnya, namun tidak ada perbaikan.
Lalu pasien membeli obat tetes telinga di apotek, pasien tidak tahu nama
obatnya, botol plastik digunakan 4 kali 2 tetes, belum ada perbaikan. Tidak ada
obat-obatan yang sedang pasien konsumsi dalam jangka panjang.
• Riwayat Psikososial
Pasien merupakan seorang ibu yang sedang menyusui, sehari-hari lebih sering di
rumah, tidak merokok maupun minum alkohol. Pasien jarang mengorek
telinganya.

1.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
• Tekanan darah : 110/70 mmHg
• Nadi : 80 x/menit, reguler, isi cukup
• Pernafasan : 20 x/menit, reguler
• Suhu : 36,6º C

A. Status Generalis
Kepala :
• Kalvarium : Normocephal, deformitas (-).

4
• Rambut : Alopesia (-), distribusi merata (+)
• Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
• Hidung : status lokalis terlampir.
• Telinga : status lokalis terlampir.
• Mulut : status lokalis terlampir.
Leher : status lokalis terlampir.
Thorax :
• Paru
Inspeksi : gerak napas simetris, retraksi (-/-)
Palpa si : gerakan napas teraba simetris, vocal fremitus simetris
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
• Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 3 linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan : linea parasternal dextra ICS IV
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : cembung
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Ektremitas :
Atas : Akral hangat (+/+), CRT ≤ 2 detik (+/+), edema (-/-)
Bawah : Akral hangat (+/+), CRT ≤ 2 detik (+/+), edema (-/-)

B. Status Lokalis
Telinga
Dekstra Sinistra
Aurikula Normotia, hematoma (-), Normotia, hematoma (-),
perikondritis (-), helix sign perikondritis (-), helix sign
(-), nyeri tekan tragus (-), (-), nyeri tekan tragus (-),
nyeri tarik (-) nyeri tarik (-)
Preaurikula Peradangan (-), pus (-), Peradangan (-), pus (-),

5
nyeri tekan (-), nyeri tekan (-), pembesaran
pembesaran KGB (-) KGB (-)
Retroaurikula Peradangan (-), pus (-), Peradangan (-), pus (-),
nyeri tekan (-), nyeri tekan (-), pembesaran
pembesaran KGB (-) KGB (-)
Kanalikuli Kulit tenang, sekret (-), Kulit hiperemis, sekret (+)
akustikus eksternus serumen (-), edema (-) berwarna putih bening,
cair, berbau, serumen (-),
edema (-)
Membran timpani Intak, retraksi (-), Perforasi sentral, retraksi
hiperemis (-), reflex (-), hiperemis (-), reflex
cahaya (+) di jam 5 cahaya (-)

Hidung
Deformitas Tidak ada
Kelainan kongenital Tidak ada
Hidung Luar
Trauma Tidak ada
Radang Tidak ada
Rhinoskopi Anterior
Dekstra Sinistra
Vestibulum Sekret (-), massa (-), Sekret (-), massa (-),
hiperemis (-) hiperemis (-)
Konka inferior Hipertrofi (+), hiperemis Hipertrofi (+), hiperemis
(+), permukaan licin (+), permukaan licin
Meatus nasi media Sekret (-), polip (-) Sekret (-), polip (-)
Kavum nasi Lapang, mukosa Lapang, mukosa hiperemis
hiperemis (+), sekret (-) (+), sekret (-)
Septum Deviasi (-) Deviasi (-)
Pasase udara (+) (+)

Orofaring
Dekstra Sinistra
Mukosa bibir Tenang Tenang
Gigi Gangren radiks (+) di M2 Gangren radiks (+) di M2
Lidah Simetris, bersih Simetris, bersih
Arkus faring Simetris Simetris
Tonsil T2, hiperemis (-), kripta T2, hiperemis (-), kripta (+)
(+) melebar, detritus (-) melebar, detritus (-)
Uvula Simetris, hiperemis (-), udem (-)
Palatum mole Simetris, hiperemis (-)
Faring Mukosa hiperemis (-), refleks muntah (+/+)

Maksilofasial

6
Dekstra Sinistra
N.II 6/6 6/6
N. III, IV, VI Dalam batas normal Dalam batas normal
N.VII Simetris
Nyeri Tekan
Maksila Tidak ada Tidak ada
Frontalis Tidak ada Tidak ada
Ethmoid Tidak ada Tidak ada
Sphenoid Tidak ada Tidak ada

Pembesaran Kelenjar Tiroid dan KGB


Dekstra Sinistra
Tiroid Tidak ada Tidak ada
Submental Tidak ada Tidak ada
Submandibular Tidak ada Tidak ada
Jugularis superior Tidak ada Tidak ada
Jugularis media Tidak ada Tidak ada
Jugularis inferior Tidak ada Tidak ada
Suprasternal Tidak ada Tidak ada
Supraklavikularis Tidak ada Tidak ada

1.4 Resume
Ny. R, 22 tahun, datang dengan keluhan keluar cairan dari telinga sebelah kiri
sejak 3 hari SMRS. Keluhan muncul mendadak dan cairan keluar terus menerus,
mengalir, terutama ketika posisi kepala miring atau tidur. Cairan berwarna putih
bening, cair dan agak berbau. Keluhan disertai telinga kiri terasa penuh dan
tersumbat, bila berpindah posisi terasa ada cairan yang bergerak didalam telinga
kiri. Pasien juga mengeluh batuk dan pilek sejak 10 hari SMRS. Batuk dirasakan
terus menerus dan berdahak, terasa berair namun sulit untuk dikeluarkan, sehingga
hidung terasa tersumbat.
Pada pemeriksaan fisik, TTV dan status generalisata dalam batas normal.
Status lokalis THT didapatkan :
• CAE AS : kulit hiperemis (+), sekret (+) berwarna putih bening, cair, berbau.
• Membran timpani AS : perforasi sentral (+), reflex cahaya (-)
• Konka inferior : hipertrofi (+/+), hiperemis (+/+)
• Kavum nasi : hiperemis (+/+)
• Gigi : Gangren radiks (+) M2 dekstra dan sinistra.
• Tonsil : T2-T2, kripta (+) melebar.

7
1.5 Diagnosis Kerja
Otitis Media Akut stadium perforasi at Aurikularis Sinistra

1.6 Saran Pemeriksaan


Pneumatic otoscope

1.7 Penatalaksanaan
Medikamentosa :
• Ofloxacin ear drop 3 x 4 gtt AS
• Pseudoefedrin HCl PO 3 x 60 mg mg
• Ambroxol tablet PO 3 x 30 mg

Non-medikamentosa :
Menghindari air masuk ke dalam telinga kiri

1.8 Prognosis
Quo ad Vitam : bonam
Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

Telinga (Auris) dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :


1. Telinga Luar (Auris Externa)
Telinga luar memanjang dari Auricula ke Meatus acusticus externus
sampai Membran tympanica. Dengan kata lain, telinga luar merupakan bagian
luar (yang dulu merupakan) celah brankial.
Auricula kelinci dan kuda fleksibel, dapat dilipat, dan digunakan sebagai
pendengaran direksional. Pada manusia, hanya sebagian fleksibilitas yang
masih terjaga, sedangkan pelipatan dan motilitas telinga luar hilang. Meskipun
masih tersisa, otot-otot telinga tersebut biasanya terlalu lemah untuk
menopang gerakan Auricula yang signifikan. Meskipun demikian, Concha,
terbuat dari kartilago elastik, membantu pendengaran direksional pada
manusia.1

9
Meatus acusticus externus memiliki panjang 3-4 cm dan berbentuk huruf S.
Meatus acusticus externus terdiri dari komponen kartilaginosa distal, yang
berlanjut sebagai kanal oseosa didalam pars petrosa ossis temporalis. Kanal ini
berakhir pada Membrana tympanica. Tepat diatas dan dibawah Meatus
acusticus externus terdapat Articulatio temporomandibularis. Seseorang dapat
merasakan deformasi komponen kartilago saat mengunyah, terutama jika ia
memasukkan jari kelima kedalam Meatus acusticus externus.1
2. Telinga Tengah (Auris media)
Membrana tympanica menandai batas lateral Auris media, yang terletak
di dalam pars petrosa ossis temporalis. Auris media merupakan ruang
kontortus yang berhubungan dengan Cavitas lain. Berbagai jaras saraf berjalan
di dalam dinding dan Cavitas telinga tengah, tempat tiga Ossicula auditus
menempel. “bagian dalam” (yang dahulu merupakan) celah brankial
dihubungkan dengan pharinx oleh Tuba auditiva (EUSTACHIAN).1
Tuba auditiva dilapisi oleh mukosa, berjalan ke arah inferior dan anterior
Cavitas tympani. Tuba auditiva terletak pada Meatus osseosa di dalam Pars
petrosa ossis temporalis dan ditopang oleh kartilago elastik ke arah Pharinx,
yang Ostium pharyngeumnya berbentuk seperti bel terompet. Tuba auditiva
berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara antara telinga tengah dan
lingkungan sekitar, fungsi ini terutama terbukti ketika seseorang sedang
terbang dan mendaki gunung.1
Cavitas tympani yang sebenarnya di dalam Pars petrosa ossis temporalis
terdiri dari tiga Ossicula auditus, yaitu: Malleus, Incus, dan Stapes. Ossicula
tersebut dihubungkan oleh sendi-sendi yang fleksibel dan menempel pada
dinding Cavitas tympani melalui ligament untuk membentuk pengungkit
berbentuk huruf V yang menghantarkan getaran dari Membrana tympanica (ke
Malleus yang menempel) ke Fenestra vestibuli (tempat basis stapedis berada).
Selain itu, dua otot (M. Tensor tympani, M. Stapedius) menempel pada
Malleus dan Stapes. Otot-otot ini mengatur “tingkat tegangan” rangkaian
tulang dan tentunya efisiensi transmisi suara. Cabang-cabang dua nervi
craniales, yaitu: N. Facialis [VII] dan N. Glossopharyngeus [IIX], berjalan di
dalam lapisan mukosa dinding Cavitas tympani; Chorda tympani, suatu

10
cabang N. Facialis [VII], berjalan turun melalui Cavitas tympani. Cabang-
cabang saraf ini tidak berhubungan langsung dengan pendengaran dan
keseimbangan – cabang tersebut menginervasi regio-regio lain dengan
berjalan melalui Cavitas tympani dan Pars petrosa ossis temporalis. Satu
cabang N. Facialis [VII] menginervasi M. Stapedius; percabangan N.
Glossopharyngeus [IX] (plexus tympanicus) menginervasi membran mukosa
pada Cavitas tympani.1
Cavitas tympani yang terisi udara membentang dengan arah anterior dan
posterior ke dalam Cellulae mastoidea di Processus mastoideus pada Os
occipitale yang juga terisi udara dan terdiri dari banyak ruang (dapat diraba
tepat di belakang dan dibawah auricula).1

3. Telinga Dalam (Auris interna)


Auris interna yang dikenal sebagai labirin dan juga terletak di dalam Pars
petrosa ossis temporalis, tepat di superior (badan vestibular) dan medial
(Cochlea) Cavitas tympani. Dapat dibedakan Labyrinthus membranaceus dan
osseus. 1
Labyrinthus membranaceus adalah suatu sistem tabung tertutup. Labirin ini
terisi cairan, endolimfe, dan mengandung organ-organ sensorik. Strukturnya
yang kompleks terdiri dari tiga Canalis semicircularis yang berisi modalitas
sensorik untuk gerak rotasi yang dipercepat. Modalitas sensorik (Sacculus dan
Utriculus) untuk gerak akselerasi linear dan posisi statik terletak di regio
Vestibulum. 1

11
Labyrinthus osseus adalah suatu rongga di dalam Pars petrosa ossis
temporalis. Labirin ini mengelilingi Labyrinthus membranaceus dan
bentuknya identik, tetapi berukuran lebih besar. Oleh sebab itu, ruang yang
terbentuk diantara dua labirin ini terisi cairan yang disebut perilimfe. Ruang
perilimfatik tersebut terbuka di dua jendela membranosa ke arah telinga
tengah: fenestra vestibuli (ovalis) dan Fenestra cochlea (rotunda). Posisi stapes
terjaga di Fenestra vestibuli dan getaran kaki stapedial menyebabkan perilimfe
mengalami osilasi. 1

Cochlea mencatat getaran di dalam limfe, yang kemudian diolah oleh aparatus
penghantar suara pada telinga. Cochlea adalah organ pendengaran yang
sebenarnya. Potensi aksi yang berasal dari modilitas sensorik organ
keseimbangan dan pendengaran, dihantarkan melalui N. Vestibulocochlealis
[VII] yang masuk ke labirin dari Fossa cranii posterior melalui Meatus
acusticus internus. 1

12
2.2 Definsi
Otitis media dapat dibagi menjadi 3 macam: 1) Otitis Media Akut (OMA),
efusi purulent dengan gejala konstitusional seperti demam dan nyeri, 2) Otitis
Media Efusi (OME), adanya cairan pada telinga tengah tanpa gejala
konstitusioanal, 3) Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK), keluarnya cairan
(otorrhea) oleh karena perforasi membran timpani. 2
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan pada telinga tengah dengan
onset cepat disertai kumpulan tanda dan gejala seperti otalgia dan efusi telinga
tengah pada otoskop, dapat disertai dengan manifestasi sistemik seperti anoreksia,
demam, mual dan diare. Otitis media akut juga diartikan sebagai proses supuratif
pada ruang telinga tengah.3

2.3 Klasifikasi4
1. OMA ringan
OMA dengan otalgia ringan dan suhu < 39oC
2. OMA berat
OMA dengan otalgia sedang sampai berat atau demam dengan suhu > 39oC
3. OMA berulang
3 atau lebih episode OMA dalam waktu 6 bulan atau 4 atau lebih episode
dalam 12 bulan dengan 1 episode terakhir terjadi pada 6 bulan terakhir.

2.4 Epidemologi
Otitis media akut merupakan salah satu penyakit yang paling sering terjadi
pada anak. Diperkirakan sebanyak 9,3 juta anak di Amerika Serikat mengalami
OMA pada 2 tahun pertama kehidupan. Teele dkk, menemukan terdapat sebanyak
22,7% kedatangan akibat otitis media di poli anak pada 1 tahun pertama
kehidupan dan meningkat 40% pada usia 4 dan 5 tahun. Pucak insiden dari otitis
media ditemukan pada 1 tahun pertama kehidupan. OMA berulang juga
ditemukan sebanyak 3 atau lebih episode yang terjadi pada 20% anak sebelum
usia 1 tahun. Faktor risiko dari OMA adalah usia < 6 tahun, jenis kelamin
(terutama laki-laki), grup day care, kurangnya ASI, merokok, abnormalitas

13
pertumbuhan craniofacial, infeksi virus pada saluran pernafasan atas,
immunodefisiensi, dan predisposisi genetik.3

2.5 Etiologi
Pada umumnya, bakteri, virus dan fungi (jarang) dapat menjadi penyabab
terjadinya OMA. Pada penelitian dengan dilakukannya pemeriksaan
timpanosintesis, terdapat 65-80% bakteri yang terisolasi didalam cairan telinga
tengah pada pasien OMA. Terdapat 3 spesies bakteri yang paling sering
mengakibatkan OMA pada anak maupun dewasa yaitu Streptococcus pneumonia
(25-52%), Haemophilus influenza (16-52%), dan Maroxella catarrhalis (2-15%).
Organisme lainnya yaitu Streptococcus pyogenes (grup A beta-hemolyticus),
Staphylococcus aureus (koagulase positif), S. epidemidis (koagulase negatif), dan
spesies gram negatif. 3
Virus juga dapat menjadi salah satu penyebab OMA. Dengan menggunakan
teknik diagnosis ELISA dan PCR, didapatkan sebanyak 75% virus yang terisolasi
di cairan telinga tengah pada anak dengan OMA. Virus yang paling sering
menyebabkan OMA adalah respiratory syncytial virus, virus influenza A dan B,
rhinovirus, mumps virus, enterovirus, parainfluenza dan adenovirus. 3

2.6 Patogenesis
Patogenesis OMA adalah multifaktorial. Pada umumnya, terdapat 2 faktor
yang paling sering ditemukan yaitu infeksi bakteri pada telinga tengah dan
disfungsi tuba. Terdapat bukti bahwa peran infeksi pada saluran pernafasan atas
dapat menyebabkan episode OMA. Otitis media akut (OMA) dapat didahului oleh
infeksi virus yang menyebabkan kerusakan silia mukosa saluran pernafasan atas
dan menyebabkan bakteri patogen masuk ke dalam telinga tengah melalui gerakan
retrograde dari nasofaring melalui tuba eustachius. Tuba eustachius memiliki
peranan penting untuk terjadinya otitis media. Tuba eustachius berfungsi sebagai
ventilasi telinga tengah dengan mengatur keseimbangan tekanan antara telinga
tengah dan nasofaring, drainase sekret telinga tengah, melindungi telinga tengah
dari tekanan suara yang berlebihan dan reflux sekret. Efusi telinga tengah dapat

14
dihasilkan oleh sekret di nasofaring yang masuk ke telinga tengah melalui tuba
eustachius dan karena inadekuat fungsi ventilasi di telinga tengah.2
Adanya bakteri pada telinga tengah akan mencetuskan respon inflamasi
seperti infltrasi leukosit. Mediator tersebut memiliki peran untuk terjadinya
inflamasi pada telinga tengah. Mediator inflamasi dapat merusak mukosiliaris,
menyebabkan demam, meningkatkan masuknya bakteri, mengaktivasi leukosit
dan membentuk antibodi. Mediator yang berperan dalam proses inflamasi OMA
adalah prostaglandin dan sitokin seperti IL-1β, IL-6, IL-8, IL-10 dan TNF-α,
mediator inflamasi lokal seperti sel inflamasi, lisozim, dan produk oksidatif
metabolik.2
Selain itu, OMA juga dapat disebabkan oleh adanya obstruksi tuba
eustachius atau karena proses inflamasi telinga tengah yang sedang berjalan saat
ini atau telah terjadi sebelumnya. Obstruksi tuba eustachius dapat berasal dari
permukaan intraluminal atau ekstraluminal yang dapat menghalangi terbukanya
tuba. Menurut teori hydrops ex vacuo, obstruksi tuba eustachius dapat mengubah
tekanan didalam telinga tengah dan menimbulkan tekanan negatif pada telinga
tengah. Ketika tekanan negatif mencapai tingat dan durasi yang signifikan, akan
terjadi pembentukan efusi melalu transudasi atau eksudasi. Disfungsi tuba
eustachius dapat disebabkan oleh peradangan hidung sekunder akibat infeksi virus
saluran pernafasan atas atau rhintis alergi, hipertrofi adenoid atau massa tumor di
nasofaring.2
Sedangkan, alergi dapat menyebabkan kongesti dan obstruksi nasal, edema
dan disfungsi tuba eustachius dan mengakibatkan tekanan negatif pada telinga
tengah dan merusak fungsi ventilasi pada telinga tengah. Mediator inflamasi
dikeluarkan oleh sel mast mukosa diikuti dengan interaksi antigen dan antibodi
IgE spesifik menyebabkan obstruksi tuba eustachius dan kemudian terjadi
transudasi cairan ke dalam ruang telinga tengah sehingga menyebabkan efusi.2

2.7 Manifestasi Klinis


Gambaran klinis utama OMA adalah (keluarnya cairan dari telinga, sering
lengket; jika terinfeksi organisme anaerob), Infeksi virus berumur pendek, tetapi
infeksi bakteri dapat bertahan lama, seminggu atau lebih. Infeksi pernafasan

15
bagian atas mungkin mendahului timbulnya OM. Telinga bagian tengah dapat
dipenuhi dengan nanah yang menyebabkan gendang telinga membengkak dan
terasa sangat menyakitkan tetapi seringkali rasa sakitnya berkurang ketika
gendang telinga pecah dan terdapat keluarnya cairan. Seringkali, ada cairan residu
di telinga tengah selama beberapa minggu setelah OMA dan pendengaran akan
berkurang.5,6

2.8 Pemeriksaan fisik


Pemeriksa harus mencari kelainan warna, transparansi, kontur, dan
mobilitas. Metode yang paling umum untuk mendiagnosis OM adalah
pemeriksaan membran timpani dengan otoskop. Dengan demikian, membran
timpani dapat tampak eritematosa, keputihan, atau kuning. Drumhead mungkin
buram atau menonjol. Membran timpani yang kemerahan, keruh, bulging, atau
jelas-jelas tidak bergerak adalah beberapa tanda yang paling berguna untuk
mendiagnosis Otitis media akut (Gambar 1). Otorrhea purulen merupakan indikasi
membrane timpani yang pecah akibat OMA.

Gambar 1. Otitis media akut dengan efusi


purulen di balik membran timpani yang
menonjol.7

16
Perforasi gendang telinga dapat menyebabkan masalah ataupun tidak.
Sekret pada telinga cenderung keluar saat pasien mengalami infeksi saluran
pernapasan atau jika telinga menjadi basah (misalnya setelah berenang atau
mencuci rambut). Beberapa tingkat gangguan pendengaran tidak bisa dihindari
tetapi mungkin dapat terjadi. Koklea biasanya tidak terlibat sehingga gangguan
pendengaran konduktif dan tidak lengkap.5,6

2.9 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
Evaluasi laboratorium biasanya tidak diperlukan, meskipun banyak ahli
merekomendasikan pemeriksaan sepsis lengkap pada bayi di bawah 12
minggu yang mengalami demam dan terkait otitis media akut.7
2. Pencitraan
Pencitraan tidak diindikasikan pada pasien dengan Otitis Media kecuali
diduga komplikasi intratemporal atau intrakranial. Ketika komplikasi OM
dicurigai, pencitraan pilihan adalah computed tomography (CT) dengan
kontras dari tulang temporal. Temuan CT membantu mendiagnosis banyak
komplikasi (mis., Mastoiditis, abses epidural, tromboflebitis sinus sigmoid,
meningitis, abses otak, dan abses subdural). Bagian CT potongan halus
melalui tulang temporal dapat mengungkapkan penyakit okular dan
kolesteatoma.7
Magnetic resonance imaging (MRI) lebih membantu dalam
menggambarkan koleksi cairan, terutama koleksi kecil telinga tengah. MRI
biasanya dilakukan setelah CT jika informasi lebih lanjut diperlukan untuk
diagnosis pasti.7

2.10 Penatalaksanaan
1. Perawatan analgesik
Asetaminofen (parasetamol) dan ibuprofen adalah analgesik standar pada
OMA.8

17
2. Antibiotik
Antibiotik lini pertama pada otitis media akut
Antibiotik pilihan
Amoxicillin 50 (–60) mg / kg BB / hari, dibagi menjadi dua atau tiga dosis8

Pengecualian
Pengobatan dengan amoksisilin dalam 30 hari sebelumnya, kehadiran
konjungtivitis purulen yang menyertainya, riwayat episode berulang dari otitis
media akut yang belum menanggapi amoksisilin, atau dugaan infeksi dengan
patogen positif ß-laktamase: amoksisilin + asam klavulanat (50 mg / kg BB /
hari amoksisilin + 12,5 mg / kg BB / hari asam klavulanat, dibagi menjadi dua
atau tiga dosis).8

Alternatif
 Cefuroxime (30 mg / kg BB / hari dibagi menjadi dua dosis)
 Cefpodoxime (5–12 mg / kg BB / hari dibagi menjadi dua dosis)
 Ceftriaxone i.v. atau i.m (50 mg / kg BB / hari dalam satu dosis selama 1
atau 3 hari)

Dalam kasus reaksi anafilaksis sebelumnya yang pasti terhadap penisilin4


 Eritromisin (30–50 mg / kg BB / hari dibagi menjadi tiga dosis)
 Klaritromisin (15 mg / kg BB / hari dibagi menjadi dua dosis)
 Azitromisin (10 mg / kg BB pada hari 1,5 mg / kg untuk 4 hari berikutnya,
satu dosis per hari)

Jika pengobatan antibiotik lini pertama gagal, rekomendasi berikut :


 Antibiotik lini kedua setelah kegagalan amoksisilin adalah amoksisilin +
asam klavulanat.
 Kegagalan asam amoksisilin + klavulanat lini pertama atau kedua harus
diikuti dengan uji parasentesis dan mikrobiologis. Atau, kursus ceftriaxone
parenteral 3 hari dapat dipertimbangkan

18
Antibiotik lini kedua pada otitis media akut
Antibiotik lini kedua pilihan adalah amoksisilin + asam klavulanat
(kecuali digunakan sebagai antibiotik lini pertama) (dosis 50 mg / kg BB / hari
amoksisilin + 12,5 mg / kg BB / hari asam klavulanat), Ceftriaxone i.v. atau
i.m. (50 mg / kg BB / hari dalam satu dosis selama 3 hari), Clindamycin (30-
40 mg / kg BB / hari dibagi menjadi tiga dosis) + sefalosporin generasi
ketiga.8
Karena semakin meningkatnya insidens resisten ampisilin, maka
antibiotik kini dikombinasi dengan asam klavulanat dan terbukti efektif
terhadap bakteri pembentuk beta-laktamase. Kombinasi sefalosporin atau
ampisilin dengan asarn klavulanat merupakan terapi pilihan terhadap
organisme yang resisten.10
Di samping terapi antibiotik yang dijelaskan di atas, tindakan
pemanasan dan pemberian analgetik dapat pula meringankan gejala, Bila tidak
ada bukti-bukti penyembuhan baik secara klinis maupun dari pemeriksaan,
maka perlu dilakukan miringotomi untuk rnengurangi komplikasi-komplikasi
yang akan dibahas kemudian.10

3. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan pada pars tensa membran timpani, agar
terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke telinga luar. Miringotomi
merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan dengan syarat tindakan
ini harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung) dan anak harus tenang dan
dapat dikuasai, sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi
miringotomi ialah di kuadran posterior.9
Untuk tindakan ini diperlukan lampu kepala yang punya sinar cukup
terang, memakai corong telinga yang sesuai dengan besar liang telinga dan
pisau khusus yang digunakan berukuran kecil dan steril. Bila terapi yang
diberikan sudah adekuat sebetulnya miringotomi tidak perlu dilakukan kecuali
bila jelas tampak adanya nanah di telinga tengah.9

19
Komplikasi yang dapat terjadi ialah perdarahan akibat trauma pada
liang telinga luar, dislokasi tulang pendengaran, trauma pada n. fasialis,
trauma pada bulbus jugulare (bila ada anomali letak).9

2.11 Komplikasi
1. Mastoiditis akut
Penonjolan yang tidak biasa pada telinga luar, pembengkakan retroauricular
pucat dan memerah yang sensitif terhadap tekanan, penurunan dinding
posterosuperior meatus auditorius eksternal, peningkatan BSG, peningkatan
CRP, radiologis yang terlihat membayangi mastoid dengan fusi trabekula
tulang seperti pada gambar 2 (Bezold mastoiditis: pembengkakan otot
sternocleidomastoid dengan torticollis).8

2. Labyrinthitis
Vertigo dengan nystagmus berdenyut pada awalnya menuju telinga yang sakit,
kemudian ke sisi lain, tuli telinga bagian dalam yang progresif.8
3. Facial palsy
Kelumpuhan wajah periferal tidak lengkap atau lengkap.8
4. Sinus vein thrombosis
Kerusakan pada kondisi umum karena bakteremia dan sepsis, pembengkakan
kulit retroauricular pada vena utusan mastoid (tanda Griesinger).8
5. Abses epidural, abses subdural, meningitis

20
Penurunan kondisi umum, sakit kepala, demam, leher kaku, mengantuk,
kejang.9
6. Abses serebral
Gejala yang tidak biasanya — dramatis pada fase akhir — dapat terjadi, sakit
kepala menusuk, leher kaku, mengantuk, kejang, bradikardia, kompresi batang
otak dengan meningkatkan tekanan otak atau terobosan ke sistem ventrikel.8
7. Gradenigo syndrome (otorrhea dengan keterlibatan apex petrous tulang
temporal)
Iritasi saraf trigeminal dengan nyeri hebat di belakang mata dan kelumpuhan
saraf okulomotor dan saraf abdomen.8

2.12 Prognosis
Sebagian besar kasus Otitis Media Akut sembuh tanpa efek samping.
Komplikasi, ketika terjadi, bisa serius dan bahkan mengancam jiwa. Perawatan
antibiotik OMA masih kontroversial. Banyak ahli yang merasa bahwa untuk
infeksi jangka pendek, cukup analgesia yang diperlukan, karena organisme
biasanya adalah virus. Bahkan infeksi bakteri tampaknya tidak banyak
dipengaruhi oleh antibiotik, yang paling cepat diatasi dalam sehari atau lebih.5

21
DAFTAR PUSTAKA

1. F. Paulsen & J. Waschke. Atlas Anatomi Manusia Sobotta jilid 3. Jakarta: EGC.
2. James B. Snow Jr, dkk. 2009. Ballenger’s Otorhinolaryngology17 Head and Neck.
India: People’s Medical Publishing House. Hal: 217-220.
3. K.J. Lee. 2003. Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery eight edition.
America: McGrow-Hill. Hal: 479-495.
4. Lieberthal, Allan S. 2013. The Diagnosis and Management of Acute Otitis Media.
America: American Academy of Pediatrics. Available at: www.aappublications.org
5. Munir N; Clarke R. 2013. At a Glance: Ear, Nose and Throat. Liverpool:
Blackwell Publishing. Hal: 64 - 68
6. James B. Snow. 2003. Ballengers Otorhinolaringology Head and Neck Surgery
16th Edition. BcDecker.
7. Waseem, MBBS, MS, FAAP, FACEP, FAHA, Muhammad. “Otitis Media.”,
Emedicine, https://emedicine.medscape.com/article/994656-overview
8. Thomas, J. P., Berner, R., Zahnert, T., & Dazert, S. 2014. Acute otitis media--a
structured approach. Deutsches Arzteblatt international, 111(9), 151–160.
doi:10.3238/arztebl.2014.0151
9. Soepardi.E.A, N.Iskandar, J.Bashiruddin, R.D.Restuti. 2011. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Vol VI (6). Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
10. George, Adam L. Boise R Lawrence, And Hilder A. Peter. 1997. Buku Ajar
Penyakit THT. Alih bahasa oleh Caroline Wijaya, Jakarta : EGC

22

Anda mungkin juga menyukai