Anda di halaman 1dari 31

12

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Medis

1. Landasan Teori Nifas

a. Pengertian Nifas

Masa nifas (puerperium) adalah masa masa yang di mulai setelah

plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti

keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung kira-kira

selama 6 minggu (Ari, 2009; h. 2-5).

Masa nifas mulai setelah partus selesai, dan berakhir setelah 6

minggu, akan tetapi seluruh alat genetalia baru pulih kembali seperti

sebelum kehamilan dalam waktu 3 bulan (sarwono, 2006; h. 27).

b. Tahapan-tahapan masa nifas

Menurut Ambarwati (2008; h. 3-4), tahapan masa nifas dibagi

menjadi 3 tahap :

1) Puerpurium dini

Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.

Dalam agama Islam dianggap bersih dan boleh bekerja setelah 40

hari.

2) Puerpurium intermedial

Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu

3) Remote puerperium

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila

selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi.

12
13

c. Perubahan fisiologis masa nifas

Menurut Sulistyawati (2009; h. 73-78), pada masa nifas ini terjadi

perubahan-perubahan fisiologis, yaitu :

1) Perubahan sistem reproduksi

a) Uterus

(1) Pengerutan rahim (involusi)

Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada

kondisi sebelum hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan

luar dari desidua yang mengelilingi situs plasenta akan

menjadi neurotic (layu/mati).

Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan

pemeriksaan palpasi untuk meraba di mana TFU-nya

(tinggi fundus uteri).

Tabel 2.1 Tinggi fundus uterus dan berat uterus menurut

masa involusi

Involusi Tinggi fundus uteri Berat uterus Diameter

uterus

Plasenta setinggi pusat 100 gram 12,5 cm

lahir

7 hari Pertengahan 500 gram 7,5 cm

pusat simfisis

14 hari Tidak teraba 350 gram 5 cm

6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm


14

Perubahan ini berhubungan erat dengan perubahan

miometrium yang bersifat proteolisis.

Involusi uterus terjadi melalui 3 proses yang bersamaan,

antara lain :

(a) Autolysis

Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri

yang terjadi di dalam otot rahim. Enzim proteolitik akan

memendekkan jaringan otot yang telah sempat

mengendurkan hingga 10 kali panjangnya dari semula

dan lima kali lebarnya dari sebelum hamil. Sitoplasma

yang berlebih akan terkena sendiri sehingga tertinggal

jaringan fibroelastic dalam jumlah renik sebagai bukti

kehamilan.

(b) Atrofi jaringan

Jaringan yang berproliferasi dengan adanya estrogen

dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofi

sebagai reaksi terhadap penghentian reproduksi

estrogen yang nyertai pelepasan plasenta. Selain

perubahan atrofi pada otot-otot uterus, lapisan desidua

akan mengalami atrofi dan terlepas dengan

meninggalkan lapisan basal yang akan bergenerasi

menjadi endometrium yang baru.


15

(c) Efek oksitosin (kontraksi)

Intensitas kontraksi uterus meningkat secara

bermakna segera setelah bayi lahir. Hal tersebut

diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan

volume intrauterine yang sangat besar. Hormon

oksitosin yang dilepas dari kelenjar hypofisis

memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,

mengompresi pembuluh darah, dan membantu proses

homeostasis. Kontraksi dan retraksi otot uteri akan

mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan

membantu mengurangi bekas luka tempat implantasi

plasenta dan mengurangi perdarahan. Luka bekas

perlekatan plasenta memerlukan waktu 8 minggu

untuk sembuh total. Selama 1-2 jam pertama post

partum, intensitas kontraksi uterus dapat berkurang

dan menjadi teratur. Oleh karena itu, penting sekali

untuk menjaga dan mempertahankan kontraksi uterus

masa ini. Suntikan oksitosin biasanya diberikan secara

intravena atau intramuskuler, segera setelah kepala

bayi lahir. Pemberian ASI segera setelah bayi lahir

akan merangsang pelepasan oksitosin karena isapan

bayi pada payudara.

(2) Lokhea

Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas.

Lokhea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang


16

nekrotik dari dalam uterus. Lokhea mempunyai reaksi

basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang

lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina

normal. Lokhea berbau amis atau anyir dengan volume

yang berbeda-beda pada setiap wanita. Lokhea yang

berbau tidak sedap membedakan adanya infeksi. Lokhea

mempunyai perubahan warna dan volume karena adanya

proses involusi. Lokhea dibedakan menjadi jenis

berdasarkan warna dan waktu keluarnya :

(a) Lokhea rubra/merah

Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4

masa post partum. Cairan yang keluar berwarna

merah karena terisi darah segar, jaringan sisa-sisa

plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut

bayi), dan mekonium.

(b) Lokhea sanguilenta

Lokhea ini keluar berwarna kecokelatan dan berlendir,

serta berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post

partum.

(c) Lokhea serosa

Lokhea ini berwarna kuning kecoklatan karena

mengandung serum, leukosit, dan robekan atau

laserasi plasenta. Keluar pada hari ke-7 sampai hari

ke-14.
17

(d) Lokhea alba/putih

Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel

epitel, selaput lender serviks, dan serabut jaringan

yang mati. Lokhea alba ini dapat berlangsung selama

2-6 minggu post partum. Lokhea yang menetap pada

awal periode post partum menunjukan adanya tanda-

tanda perdarahan sekunder yang mungkin disebabkan

oleh tertinggalnya sisa atau selaput plasenta. Lokhea

alba atau serosa yang berlanjut dapat menandakan

adanya endometritis, terutama bila disertai dengan

nyeri pada abdomen dan demam. Bila terjadi infeksi,

akan keluar cairan nanah berbau busuk yang disebut

dengan “lokhea purulenta”. Pengeluaran lokhea yang

tidak lancar disebut dengan “lokhea statis”.

b) Perubahan pada serviks

Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks agak

menganga seperti corong, segera setelah bayi lahir. Serviks

berwarna merah kehitam-hitaman karena penuh dengan

pembuluh darah, konsistensinya lunak, kadang-kadang

terdapat laserasi atau perlukaan kecil. Muara serviks yang

berdilatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan akan menutup

secara perlahan dan bertahap.

(a) Vulva dan vagina

Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta

peregangan yang sangat besar selama proses


18

melahirkan bayi. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina

kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam

vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali,

sementara labia menjadi lebih menonjol.

(b) Perineum

Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur

karena sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang

bergerak maju. Pada post natal hari ke-5, perineum sudah

mendapatkan kembali sebagian tonus-nya, sekalipun tetap

lebih kendur dari pada keadaan sebelum hamil.

2) Perubahan sistem pencernaan

Biasanya, ibu akan mengalami konstipasi setelah persalinan.

Hal ini disebabkan karena pada waktu persalinan, alat pencernaan

mengalami tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong,

pengeluaran cairan berlebih pada waktu persalinan, kurangnya

asupan cairan dan makanan, serta kurangnya aktivitas tubuh

(Sulistyawati, 2009; h. 78).

3) Perubahan sistem perkemihan

Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit

untuk buang air kecil dalam 4 jam pertama. Kemungkinan penyebab

dari keadaan ini adalah terdapat spasme sfinter dan edema leher

kandung kemih sesudah bagian ini mengalami kompresi (tekanan)

antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung

(Sulistyawati, 2009; h. 78).


19

Urin dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam 12-36 jam post

partum. Dinding kandung kemih memperlihatkan odem dan

hyperemia, kadang-kadang odem trigonum yang minimbulkan

alostaksi dari uretra sehingga menjadi retensio urin. Kandung kemih

dalam masa setiap kali kencing masih tertinggal urin desidual

(normal kurang lebih 15 cc). Dalam hal ini, sisa urin dan trauma

pada kandung kemih sewaktu persalinan dapat menyebabkan

infeksi (Sulistyawati, 2009; h. 79).

4) Perubahan sistem muskuloskeletal

Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-

pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus

akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah

plasenta dilahirkan (Ambarwati, 2008; h. 81)

5) Perubahan sistem endokrin

Menurut Ambarwati (2008; h. 82-83), perubahan sistem

endokrin adalah :

a) Hormon plasenta

Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalianan

HCG (human chorionic gonadotropin) menurun dengan cepat

dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 post

partum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke-3

post partum

b) Hormon pituitary

Prolaktin darah akan meningkat dengan cepat. Pada wanita

yang tidak menyusui, prolaktin menurun dalam waktu 2 minggu .


20

FSH dan LH akan meningkat pada fase konsentrasi folikuler

(minggu ke-3) dan LH tetap rendah sehingga ovulasi terjadi.

c) Hypotalamik pituitary ovarium

Lamanya seorang wanita mendapat menstruasi juga di

pengaruhi oleh faktor menyusui. seringkali menstruasi pertama

ini bersifat anovulasi karena rendahnya kadar estrogen dan

progesteron.

d) Kadar estrogen

Setelah persalinan, terjadi penurunan kadar estrogern yang

bermakna sehingga aktifitas prolaktin yang juga sedang

meningkat dapat memengaruhi kelenjar mamae dalam

menghasilakn ASI.

6) Perubahan tanda vital

Menurut Ambarwati (2008; h. 84-85), perubahan tanda vital ada

4 yaitu:

a) Suhu badan

Dalam 1 hari (24 jam) post partum, suhu badan akan naik sedikit

(37,5o–37oC) sebagai akibat kerja keras sewaktu melahirkan,

kehilangan cairan, dan kelelahan. Apabila keadaan normal, suhu

badan menjadi biasa. Biasanya, pada hari ke-3 suhu badan naik

lagi karena adanya pembentukan ASI. Payudara menjadi

bengkak dan berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila suhu

tidak turun, kemungkinan adanya infeksi pada endometrium

(mastitis, tractus genitalis, atau sistem lain).


21

b) Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa adalah 60-80 kali per

menit. Denyut nadi sehabis melahirkan biasanya akan lebih

cepat. Setiap denyut nadi yang melebihi 100 kali per menit

adalah abnormal dan hal ini menunjukkan adanya kemungkinan

infeksi.

c) Tekanan darah

Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan tekanan

darah akan lebih rendah setelah ibu melahirkan karena ada

perdarahan. Tekanan darah tinggi pada saat post partum dapat

menandakan terjadinya pre eklampsi post partum.

d) Pernapasan

Keadaan pernapasan selalu berhubungan dengan suhu dan

denyut nadi. Bila suhu dan nadi tidak normal maka pernapasan

juga akan mengikutinya, kecuali bila ada gangguan pada saluran

pencernaan.

2. Retensio Sisa Plasenta

a. Pengertian

Perdarahan sisa plasenta adalah perdarahan yang terjadi akibat

tertinggalnya kotiledon dan selaput kulit ketuban yang menggangu

kontraksi uterus dalam menjepit pembuluh darah dalam uterus sehingga

mengakibatkan perdarahan (Winkjosastro, 2008; h. 197).

Perdarahan sisa plasenta adalah perdarahan yang melebihi 500 cc

setelah bayi lahir karena tertinggalnya sebagian sisa plasenta termasuk

selaput ketuban (Saifudin, 2010; h. 572).


22

Sisa plasenta adalah sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau

lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara

efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan (Anggraeni,

2010; h. 93).

Menurut Prawirohardjo (2009; h. 524), sisa plasenta antara lain

dapat berupa :

1) Kotiledon atau selaput ketuban tersisa.

2) Plasenta susenturiata.

3) Plasenta akreta, inkreta dan perkreta

b. Tanda dan Gejala

Menurut sarwono (2008; h. 175), gejala dan tanda retensio sisa

plasenta adalah sebagai berikut :

1) Plasenta atau sebagaian selaput (mengandung pembuluh darah)

tidak lengkap

2) Perdarahan segera (perdarahan postpartum primer)

3) Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang

4) Penemuan secra dini hanya dimungkinkan denga melakukan

pemeriksaan kelengkapan plasenta yang telah dilahirkan

Menurut Sujiyatini (2010; h. 110), gejala klinis sisa plasenta yaitu :

1) Terjadi perdarahan berkepanjangan melampaui partum pengeluaran

lokhea normal.

2) Terjadi perdarahan yang cukup banyak.

3) Rasa sakit didaerah uterus.

4) Palpasi : fundus uteri masih dapat diraba lebih besar dari yang

seharusnya.
23

5) Pada VT : didapatkan uterus yang membesar, lunak, dan dari osteum

uteri keluar darah.

c. Patofisiologi

Sisa plasenta berupa fragmen plasenta, bekuan darah dan selaput janin

dapat menghalangi aliran darah yang keluar dari vagina ibu pasca

persalinan, hal ini dapat menyebabkan timbulnya gejala atonia uteri,

yaitu : perdarahan pervaginam, konsistensi rahim lunak, didapati tanda-

tanda syok dan fundus uteri naik (Sulistyaningsih, 2009; h. 80).

d. Komplikasi

Komplikasi sisa plasenta adalah polip plasenta artinya plasenta

masih tumbuh dan dapat menjadi besar, perdarahan terjadi intermiten

sehingga kurang mendapat perhatian, dan dapat terjadi degenerasi

ganas menuju korio karsinoma dengan manifestasi klinisnya (trias

Acosta Sision “HBSI”). Trias Acosta Sision adalah terjadinya degenerasi

ganas yang berasal dari kehamilan, abortus, dan mola hidatitosa

(Manuaba, 2010; h. 413).

e. Penanganan

Untuk menghindari terjadinya sisa plasenta dapat dilakukan dengan

membersihkan kavum uteri dengan membungkus tangan dengan sarung

tangan sehingga kasar mengupasnya mungkin sisa membran dapat

sekaligus dibersihkan, segera setelah plasenta lahir dilakukan kuretase

menggunakan kuret post-partum yang besar. Bila terdapat dungkul biru

yang mudah berdarah di vagina, kondisi ini sudah dianggap terdapat

metastase yang bersifat khas terjadi degenerasi ganas (Manuaba, 2010;

h. 413).
24

Menurut Nugroho (2010; h. 148), penanganan perdarahan karena

sisa plasenta yaitu :

1) Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala

metriris. Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1g IV

dilanjutkan 3 x 1g oral dikombinasi dengan metronidasol 1g

supositoria dilanjutkan 3 x 500 mg oral.

2) Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) mengeluarkan

bekuan darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui

instrument. Lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan

kuretase.

3) Bila kadar Hb < 8 g/dL berikan tansfusi darah. Bila kadar Hb > 8 g/dL,

berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.

3. Perdarahan Postpartum

a. Pengertian

Perdarahan postpartum atau Hemoragic Post Partum (HPP) adalah

hilangnya darah lebih dari 500ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya

bayi (Yeyeh, 2010; h. 284)

Definisi perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi

500 ml setelah bayi lahir. Pada praktisnya tidak perlu mengukur jumlah

perdarahan sampai memberikan lebih dini akan memberikan prognosis

lebih baik. Pada umumnya bila terdapat perdarahan yang lebih normal,

apalagi telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran

menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak nafas, serta tensi <

90 mmHg dan nadi > 100/menit), maka penanganan harus segera

dilakukan (Prawihardjo, 2010; h. 523)


25

b. Klasifikasi perdarahan postpartum

Menurut Rahmawati (2009; h. 128) klasifikasi perdarahan post

partum yaitu :

1) Perdarahan postpartum primer

Perdarahan postpartum primer mencangkup semua kejadian

perdarahan dalam 24 jam setelah kelahiran. Penyebabnya antara

lain:

a) Uterus atonik (terjadi karena misalnya : plasenta atau selaput

ketuban tertahan).

b) Trauma genital (meliputi penyebab spontan dan trauma akibat

penatalaksanaan atau gangguan, misalnya kelahiran yang

menggunakan peralatan termasuk sectio caesaria, episiotomi).

c) Koagulasi Intravascular Diseminata.

d) Inversi uterus.

2) Perdarahan postpartum sekunder

Perdarahan postpartum sekunder mencangkup semua kejadian

perdarahan yang terjadi antara 24 jam setelah kelahiran bayi dan

minggu masa postpartum. Penyebabnya antara lain:

a) Fragmen plasenta atau selaput ketuban tertahan.

b) Pelepasan jaringan mati setelah persalinan macet (dapat terjadi

di serviks, vagina, kandung kemih, rectum).

c) Terbukanya luka pada uterus (setelah sectio caesaria, ruptur

uterus).
26

c. Inseden perdarahan postpartum

Menurut Yeyeh (2010; h. 284), inseden perdarah postpartum di

Indonesia yaitu:

1) Atonia uteri (50-60%)

2) Retensio plasenta (16-17%)

3) Sisa plasenta (23-24%)

4) Laserasi jalan lahir (4-5%)

d. Etiologi perdarahan postpartum

Menurut FK UNPAD (2010; h. 231), penyebab perdarah postpartum

adalah:

1) Atonia uteri

2) Robekan serviks atau vagina

3) Retensio plasenta

4) Tertinggalnya bagian-bagian placenta

5) Perdarahan karena coagulopathi (pembekuan darah)

e. Tanda dan gejala

Menurut Nugroho (2012; h. 223), tanda dan gejala terjadinya

perdarahan post partum antara lain :

1) Uterus tidak berkontraksi dan lembek, perdarahan segera setelah

anak lahir. Diagnosa terjadi atonia uteri.

2) Darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, uterus berkontraksi

keras dan plasenta lahir lengkap. Diagnosa terjadi robekan jalan lahir.

3) Plasenta belum lahir dalam 30 menit, perdarahan segera dan uterus

berkontraksi keras. Diagnosa terjadi retensio plasenta.


27

4) Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap dan perdarahan

segera. Diagnosa terjadi retensio sisa plasenta.

5) Uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (bila

plasenta belum lahir). Diagnosa terjadi inversio uteri.

6) Subinvolusi uterus, nyeri tekan perut bawah dan pada uterus serta

perdarahan sekunder. Diagnosa terjadi endometritis atau sisa

fragmen plasenta (terinfeksi atau tidak).

f. Patofisiologi

Dalam persalinan, pembuluh darah yang ada di uterus melebar

untuk meningkatkan sirkulasi ke uterus. Atonia uteri dan sisa plasenta

yang dapat menyebabkan subinvolusi uteri mengakibatkan kontraksi

uterus menurun sehingga pembuluh darah yang melebar tersebut tidak

menutup sempurna sehingga terjadi perdarahan secara terus-menerus.

Trauma jalan lahir seperti episiotomi yang lebar, laserasi perineum dan

ruptur uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh

darah.

Penyakit darah ibu misalnya afibrinogenemia dan

hipofibrinogenemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk

membantu proses pembekuan darah pasca persalinan. Perdarahan

uang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan syok hemorhargik

(Maryunani, 2009; h. 106)

g. Penatalaksanaan

Menurut Varney (2007; h. 843) perdarahan harus minimal jika

uterus wanita berkontraksi dengan baik setelah kelahiran plasenta.

Tetapi sebaliknya jika ada aliran menetap (seperti aliran kecil) atau
28

pancaran kecil darah dari vagina, perlu tindakan untuk mengelola

kedaruratan ini, tindakan tersebut antara lain :

1) Periksa konsistensi uterus, yang merupakan langkah pertama,

karena 80-90% perdarahan postpartum segera berhubungan dengan

atoni uterus.

2) Jika uterus bersifat atoni, masase untuk menstimulasi kontraksi

sehingga pembuluh darah yang mengalami perdarahan pada sisi

plasenta akan berligasi.

3) Jika uterus gagal berkontraksi segera setelah masase dilakukan :

a) Lakukan kompresi bimanual. Sebagai tambahan stimulasi

kontraksi uterus yang meligasi pembuluh darah pada sisi plasenta,

kompresi bimanual memberi tekanan kontinyu pada vena uterus

dan segmen bawah uterus, yang merupakan tempat lain

perdarahan.

b) Secara simultan, programkan pemberian obat oksitosik (jika belum

diberikan) atau obat oksitosik tambahan.

c) Pastikan IV paten, atau minta perawat memulai dengan jarum 16-

gauge dan dekstrosa 5% dalam larutan Ringer Laktat yang

ditambahkan 10 unit Pitocin per 500 ml larutan. Jika wanita

terpasang IV paten, minta perawat untuk menambahkan Pitocin ke

larutan IV dalam proporsi seperti yang telah ditulis.

4) Jika perdarahan wanita masih tidak terkendali :

a) Minta staf perawat melakukan panggilan STAT ke dokter

konsulen.

b) Lanjutkan kompresi bimanual.


29

c) Dapatkan contoh darah dan lakukan uji silang, bila belum

diambil, lalu kirim ke bank darah.

d) Minta staf perawat memantau tekanan darah wanita dan nadi

untuk tanda-tanda syok.

e) Periksa plasenta untuk memastikan jika ada fragmen plasenta

atau kotiledon yang tertinggal dan untuk menetapkan apakah

eksplorasi uterus perlu dilakukan.

5) Jika fragmen plasenta atau kotiledon hilang, lakukan eksplorasi

uterus. Uterus harus benar-benar kosong agar dapat berkontraksi

secara efektif.

6) Jika uterus kosong dan berkontraksi dengan baik, tetapi perdarahan

berlanjut, periksa wanita untuk mendeteksi laserasi serviks, vagina

dan perineum karena ini mungkin penyebab perdarahan. Ikat

sumber perdarahan dan jahit semua laserasi.

7) Jika wanita mengalami syok (penurunan tekanan darah,

peningkatan denyut nadi, pernafasan cepat dan dangkal, kulit dingin

lembab), tempatkan wanita pada posisi Trendelenburg, selimuti

dengan selimut hangat, beri oksigen dan programkan darah ke

ruangan.

h. Komplikasi

Menurut Maryunani (2009; h. 106), komplikasi yang dapat terjadi :

1) Perdarahan banyak kadang-kadang diikuti dengan sindrom Sheehan,

yaitu : kegagalan laktasi, amenore, atrofi payudara, rontok rambut

pubis dan aksila, superinvolusi uterus, hipotiroid dan insufisiensi

korteks adrenal.
30

2) Perdarahan banyak pasca persalinan dapat mengakibatkan diabetes

insipidus tenpa disertai hipofisis anterior.

i. Diagnosis

Menurut Maryunani (2009; h. 106-107), secara ringkas, diagnosis

perdarahan pasca persalinan dapat ditentukan sebagai berikut :

1) Berdasarkan gejala klinis :

a) Perdarahan yang langsung terjadi setelah bayi lahir, tetapi

plasenta belum lahir. Biasanya disebabkan oleh robekan jalan

lahir. Warna darah merah segar.

b) Perdarahan setelah plasenta lahir biasanya disebabkan oleh

atonia uteri, sisa plasenta.

2) Palpasi uterus : fundus uteri tinggi diatas pusat, uterus lembek,

kontraksi uterus tidak baik merupakan tanda atonia uteri.

3) Memeriksa plasenta dan ketuban, apakah lengkap atau tidak, baik

kotiledon maupun selaputnya.

4) Eksplorasi kavum uteri, apakah ada bekuan darah, sisa plasenta dan

selaput ketuban, robekan rahim atau plasenta suksenturiata (anak

plasenta).

5) Inspekulo : robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah.

6) Laboratorium : Hb, Ht, COT, kadar fibrinogen, tes haemoraghik, dan

lain-lain.

j. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Maryunani dan Yulianingsih (2009; h. 107) beberapa

pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada ibu dengan kasus

perdarahan pasca persalinan, antara lain :


31

1) Jumlah darah lengkap : menunjukan penurunan Hb atau Ht

dan peningkatan jumlah sel darah

putih (SDP).

Nilai normalnya adalah :

Hb saat tidak hamil : 12-16 gr/dL

Hb saat hamil : 10-14 gr/dL

Ht saat tidak hamil : 37-47%

Ht saat hamil : 32-42%

Total SDP saat tidak hamil : 4500-10.000 per mm kubik

Total SDP saat hamil : 5000-15.000 per mm kubik

2) Golongan darah : untuk menentukan Rh, ABO dan

percocokan silang.

3) Urinalis : untuk memastikan kerusakan kandung

kemih.

4) Kultur uterus dan vagina untuk mengesampingkan infeksi pasca

persalinan.

5) Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk

split fibrin (FDP atau FDP), penurunan

kadar fibrinogen sama dengan masa

tromboplastin, partial diaktivasi, masa

trombolik partial (APT atau PTT), masa

protombin memanjang.

6) Ultra Sono Grafi : untuk menentukan adanya jaringan

plasenta yang tertahan.


32

B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan

1. Pengertian

a. Bidan

Seorang yang telah menguikuti program pendidikan bidan yang diakui

dinegaranya, telah lulus dari pendidukan tersebut, serta memenuhi

kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang syah

(lisensi) untuk melakukan praktek bidan (Sujianti, 2009; h. 2).

b. Kebidanan

Satu bidang ilmu yang mempelajari keilmuan dan seni yang

mempersiapkan kehamilan, menolong persalinan, nifas dan menyusui,

masa interval dan pengaturan kesuburan, klimakterium dan

menoupose, bayi baru lahir dan balita, fungsi-fungsi reproduksi

manuasia serta membrikan bantuan/ dukungan pada perempuan,

keluarga dan komunitasnya (Sujianti, 2009; h. 3).

c. Pelayanan kebidanan

Bagian integral dan sitem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh

bidan yang telah didaftarkan (teregister) yang dapat dilakukan secra

mandiri, kolaborasi atau rujukan (Sujianti, 2009; h. 3).

d. Manajemen kebidanan

Pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode

pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari pengakajian,

analisis data, diagnosis kebidanan, perencanaan, dan evaluasi

(Sujianti, 2009; h. 3).


33

e. Asuhan kebidanan

Penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab bidan

dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai

kebutuhan atau masalah dibidang kesehatan ibu pada masa

kehamilan, persalinan, nifas, bayi setelah lahir dan keluarga berencana

(Sujianti, 2009; h. 3).

f. Praktek kebidanan

Ilmu kebidanan oleh bidan yang bersifat otonom, kepada perempuan,

keluarga dan komunitasnya, didasari etika dan kode etik bidan.

2. Proses Manajemen Kebidanan

Menurut Soepardan (2008; h. 96-102), manajemen terdiri dari

beberapa langkah yang berurutan yang dimulai dengan pengumpulan

data dasar dan diakhiri dengan evaluasi. Langkah-langkah tersebut

membentuk kerangka yang lengkap yang bisa diaplikasikan dalam semua

situasi. Akan tetapi, setiap langkah tersebut bisa dipecah-pecah ke dalam

tugas-tugas tertentu dan semuanya bervariasi sesuai dengan kondisi

klien. Setiap langkah dalam manajemen kebidanan dijabarkan sebagai

berikut :

a. Pengumpulan data dasar (Langkah 1)

Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi (data) yang

akurat dan lengkap dari semua sumber data yang berkaitan dengan

kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara :


34

1) Anamnesis

Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan biodata, riwayat

menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat kehamilan, persalinan dan

nifas, bio-psiko-sosio-spiritual, serta pengetahuan klien.

2) Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan

tanda-tanda vital, meliputi:

a) Pemeriksaan khusus (inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi).

b) Pemeriksaan penunjang (laboratorium dan catatan terbaru serta

catatan sebelumnya).

b. Interpretasi data dasar (Langkah II)

Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau

masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang

telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian diinterpretasikan

sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik.

c. Masalah potensial dan antisipasi penanganannya (Langkah III)

Pada langkah ketiga ini kita mengidentifikasi masalah potensial

atau diagnosis potensial berdasarkan diagnosis/ masalah yang sudah

diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan

dilakukan pencegahan. Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk

mampu mengantisipasi masalah potensial, tidak hanya merumuskan

masalah potensial yang akan terjadi, tetapi juga merumuskan tindakan

antisipasi agar masalah atau diagnosis tersebut tidak terjadi.

d. Menetapkan perlunya konsultasi dan kolaborasi segera dengan tenaga

kesehatan lain (Langkah IV)

Bidan mengidentifikasi perlunya bidan atau dokter melakukan

konsultasi atau penanganan segera bersama anggota tim kesehatan


35

lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah keempat mencerminkan

kesinambungan proses manajemen kebidanan. Setelah bidan

merumuskan hal-hal yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi

diagnosis atau masalah potensial pada langkah yang harus dilakukan

untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Rumusan ini mencakup tindakan

segera yang bisa dilakukan secara mandiri, kolaborasi, atau bersifat

rujukan.

e. Menyusun rencana asuhan menyeluruh (Langkah V)

Pada langkah kelima direncanakan asuhan menyeluruh yang

ditentukan berdasarkan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini

merupakan kelanjutan manajemen untuk masalah atau diagnosis yang

telah diidentifikasi atau diantisipasi.

Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi segala hal

yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah

yang terkait, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi untuk klien

tersebut. Pedoman antisipasi ini mencakup perkiraan tentang hal yang

akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan

apakah bidan perlu merujuk klien bila ada sejumlah masalah terkait

sosial, ekonomi, kultural, atau psikologis.

Semua keputusan yang telah disepakati dikembangkan dalam

asuhan menyeluruh. Asuhan ini harus bersifat rasional dan valid yang

berdasarkan pada pengetahuan, teori terkini (up to date), dan sesuai

dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien.

f. Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman (Langkah VI)

Pada langkah keenam, rencana asuhan menyeluruh dilakukan

dengan efisien dan aman. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya


36

oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim

kesehatan lainnya.

g. Evaluasi (Langkah VII)

Pada langkah ke 7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan

yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan

apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan

sebagaimana telah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosa

(Hidayat dan Mufdlilah, 2009; h. 79).

3. Pendokumentasian Manajemen Kebidanan dengan Metode SOAP

Menurut Muslihatun (2009; h. 123) pendokumentasian atau catatan

dalam manajemen kebidanan dapat diterapkan dengan metode SOAP.

Uraian dari metode SOAP adalah sebagai berikut :

a. S (Data Subyektif)

Data subyektif (S), merupakan pendokumentasian manajemen

kebidanan menurut Helen Varney langkah pertama (pengkajian data),

terutama data yang diperoleh melalui anamnesis. Data subyektif ini

berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspesi

pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai

kutipan langsung dengan diagnosis. Data subyektif ini yang nantinya

akan menguatkan diagnosis yang akan disusun.

b. O (Data Obyektif)

Data obyektif (O) merupakan pendokumentasian manajemen

kebidanan menurut Helen Varney pertama (pengkajian data) terutama

data yang diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dari

pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan

diagnostik lain. Catatan medik dan informasi dari keluarga atau orang
37

lain dapat dimasukkan dalam data obyektif ini. Data ini akan

memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan

dengan diagnosis.

c. A (Assessment)

A (Analisis/assessment) merupakan pendokumentasian hasil

analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari data subyektif dan objektif.

Dalam pendokumentasian manajemen kebidanan, karena keadaan

pasien yang setiap saat bisa mengalami perubahan, dan akan

ditemukan informasi baru dalam data subyektif maupun data objektif,

maka proses pengkajian data akan menjadi sangat dinamis.

Analiisis/assessment merupakan pendokumentasian manajemen

kebidanan menurut Helen Varney langkah kedua, ketiga dan keempat

sehingga menyangkut hal-hal berikut ini : diagnosis/masalah

kebidanan, diagnosis/masalah potensial serta perlunya

mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk antisipasi diagnosis/

masalah potensial. Kebutuhan tindakan segera harus diidentifikasi

menurut kewenangan bidan, meliputi: tindakan mandiri, tindakan

kolaborasi dan tindakan merujuk klien.

d. P (Planning)

Planning atau perencanaan adalah membuat rencana asuhan saat

ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil

analisis dan interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk

mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan

mempertahankan kesejahteraannya. Rencana asuhan ini harus bisa

mencapai kriteria tujuan yang ingin dicapai dalam batas waktu tertentu.
38

Tindakan yang akan dilaksanakan harus mampu membantu pasien

mencapai kemajuan dan harus sesuai dengan hasil kolaborasi tenaga

kesehatan lain, antara lain dokter.

Dalam planning ini juga harus mencantumkan evaluasi, yaitu

tafsiran dari efek tindakan yang telah diambil untuk menilai efektifitas

asuhan atau hasil pelaksanaan tindakan. Evaluasi berisi analisis hasil

yang telah dicapai dan merupakan fokus ketepatan nilai tindakan atau

asuhan.

C. Landasan Hukum

1. Landasan hukum

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

nomer 1464/MENKES/PER/2010, tentang ijin dan penyelenggaraan praktik

bidan dapat dijelaskan:

a. Bab II tentang penyelenggaraan praktik

1) Pasal 2

Bidan dapat menjalankan praktik mandiri dan / atau bekerja di

fasilitas pelayanan kesehatan

2) Pasal 6

Bidan hanya dapat menjalankan praktik dan / atau bekerja palinga

banyak disatu tempat kerja dan satu tempat praktik.

b. Bab III tentang penyelenggaraan praktik

1) Pasal 9

Bidan dalam menyelanggarkan praktik, berwenang untuk

memberikan pelayanana yang meliputi :


39

a) Pelayanan kesehatan ibu

b) Pelayanan kesehatan anak

c) Pelayanan kersehatan reproduksi perempuan dan keluarga

berencana.

2) Pasal 10

a) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal9

(1) Diberikan pada masa pra hamil, kehamilan , masa persalinan,

masa nifas, masa menyusui dan masa antara 2 kehamilan.

(2) Pelayanan ibu nifas normal

(3) Pelayanan ibu menyusui

(4) Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan

b) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagai mana dimaksud

pada ayat (2) berwenang untuk :

(1) Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan

perujukan

(2) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas

(3) Fasilitasi / bimbingan insiasi menyusui dini dan promosi air

susu ibu eksklusif

(4) Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala III dan

postpartum

(5) Penyuluhan dan konseling

3) Pasal 18

a) Dalam melaksanakana praktik / kerja, bidan berkewajiban untuk :

(1) Menghormati pasien


40

(2) Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien

dan pelayanan yang dibutuhkan

(3) Merujuka kasus yang bukan kewenangannya atau tidak

dapat ditangani dengan tepat waktu

(4) Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan

(5) Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

(6) Melakukan percatatan asuhan kebidanan dan pelayanan

secra sistematis.

(7) Mematuhi standar

(8) Melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan

praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan

kehamilan.

b) Bidan dalam menjalankan praktik kerja senantiasa meningkatkan

mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan

pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.

c) Bidan dalam menjalankan praktik kebidanan harus membantu

bidang pemerintah dalam meningkatkan derajat mutu kesehatan

masyarakat.

4) Pasal 19

Dalam melaksanakan tugasnya praktik/kerja, bidan mempunyai

hak. Meliputi :

a) Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik/

kerja sepanjang sesuai dengan standar


41

b) Memperoleh informasi yang lengkap dan bener dari pasien dan/

atau keluarganya.

c) Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar

d) Menerima imbalan jasa profesi

2. Standar Pelayanan Bidan

Menurut Kepmenkes Nomer 369/Menkes/SK/III/2007 tentang standar

profesi Bidan di Indonesia, standar pelayanan nifas meliputi:

a. Standar 14 : penanganan pada dua jam pertama setelah persalinan

Bidan melakukan pemantauan pada ibu dan bayi terhadap terjadinya

komplikasi dalam 2 jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan

yang diperlukan. Di samping itu, bidan memberikan penjelasan tentang

hal-hal yang mempercepat pulihnya kesehatan ibu dan membantu ibu

untuk memulai pemeberian ASI.

b. Standar 15 : pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas

Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas melalui kunjungan

rumah pada hari ketiga, minggu kedua dan minggu keenam setelah

persalianan untuk membantuan proses pemulihan ibu dan bayi melalui

penanganan, atau perujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada

masa nifas, serta memberikan tentang penjelasan tentang kesehatan

secara umum, kebersihan secara umum, kebersihan perorangan

makanan bergizi, perawatan bayi baru lahir, pemberian ASI, imunisasi,

dan KB.
42

c. Standar 21 : penanganan perdarahan postpartum primer

Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam

pertama persalinan (perdarahan postpartum primer) dan segera

melakukan pertolongan untuk mengendalikan perdarahan.

Anda mungkin juga menyukai